Disusun oleh
kelompok 2
Hasri Nur Azizah
Namila Nur Afipah
Yusi Febi Ariyanti
PENDAHULUAN
Metabolisme adalah suatu proses komplek perubahan makanan menjadi energi dan
panas melalui proses fisika dan kimia, berupa proses pembentukan dan penguraian zat didalam
tubuh organisme untuk kelangsungan hidupnya.
Nukleotida adalah suatu senyawa biologi dengan berat molekul rendah yang
memainkan peran penting dalam hampir semua proses biokimia seluler. Nukleotida
mengandung basa-basa purin dan pirimidin yang merupakan building blocks dari DNA dan
RNA atau merupakan prekursor-prekursor untuk penyusunan unit-unit monomer DNA dan
RNA.
Pengertian Purin dan Pirimidin Purin dan Pirimidin merupakan komponen utama DNA,
RNA, koenzim (NAD, NADP, ATP, UDPG). Inti purin dan pirimidin adalah inti dari senyawa
komponen molekul nukleotida asam nukleat RNA dan DNA. Purin dan pirimidin yaitu salah satu
senyawa yang sangat penting untuk kelangsungan hidup sel. Contoh Purin adalah adenin dan guanin,
sedangkan contoh pirimidin adalah sitosin, urasil,timin dimetabolisme jadi CO2 dan NH3.
TUJUAN
Tujuan umum dalam penulisan telaah jurnal ini adalah untuk mengetahui metabolisme
nukleotida purin dan pirimidin, struktur dan fungsi asam nukleat, DNA dan RNA, sintesis
protein.
BAB II
PEMBAHASAN
Asam nukleat tersusun atas nukleotida dan nukleosida.Berikut ini struktur nukleotida dan
nukleosida sebagai penyusun asam nukleat.
A. Nukleotida
Berikut ini struktur nukleotida berdasarkan basa nitrogennya.
No Nama Struktur
B. Nukleosida
Berikut ini struktur nukleosida berdasarkan basa nitrogennya.
No Basa nitrogen struktur
1. Adenin
2. Guanin
3. Uridin
4. Timin
Gambar 2.1
Ada tiga struktur DNA dan RNA yang dikenal selama ini. Struktur -struktur DNA dan
RNA tersebut adalah sebagai berikut:
1. Struktur primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu basa
nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa berupa 2-deoksi-D-ribosa
dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat. RNA mirip dengan DNA, perbedaanya
terletak pada:
a. Basa utama RNA adalah Adenin, Guanin, Sitosin dan Urasil.
b. Unit gula RNA adalah D-ribosa.
2. Struktur sekunder
Struktur sekunder adalah interaksi antara basa. Struktur ini menunjukkan bagian mana helai
terikat satu sama lain. Kedua untai DNA dalam double heliks DNA terikat satu sama lain
dengan batas hidrogen. Struktur sekunder DNA didominasi pasangan basa dua helai
polinukleotida membentuk double heliks.
Gambar 3.2 Struktur sekunder RNA
3. Struktur tersier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.Konformasi ini
terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur tertutup yang tidak
berujung.Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari bakteri, virus dan mitokondria
seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk molekul linier dengan
ujung-ujung rantai yang bebas.
pada susu sapi. Sanguansermsri et al. (1974) dalam Barness (1994) melaporkan
banyaknya DNA dan RNA dalam susu sapi pada 5 hari dan 8 minggu saat laktasi
masing-masing adalah sekitar 10 – 120 mg/liter dan 100 – 600 mg/liter. Jumlah ini
akan menurun secara bertahap dan mencapai kestabilan sekitar 3 bulan (Barness,
1994). Keberadaannya di dalam air susu ibu mempunyai peran terhadap sistem
kekebalan tubuh. Konsentrasi nukleotida juga ditemukan secara bervariasi pada
berbagai jaringan tubuh. Misalnya, adenosin fosfat terdapat dalam jumlah besar
pada butir-butir darah merah, uridin dan sel-sel hati. RNA dan DNA terdapat pada
semua sel dimana konsentrasi RNA lebih tinggi sekitar 1000 kali dari DNA
sedangkan konsentrasi DNA bervariasi sesuai tahapan siklus sel.
a. Kesimpulan penelitian
Nukleotida dapat disintesis melalui dua jalur metabolisme, yaitu: jalur de novo
dan jalur penyelamatan. Sintesis melalui jalur de novo memerlukan enersi yang banyak
sedangkan sintesis melalui jalur penyelamatan merupakan jalur pintas yang tidak
membutuhkan banyak enersi. Metabolisme nukleotida merupakan bagian penting dari
banyak proses-proses seluler. Penelitian-penelitian pada saat ini memperlihatkan
bahwa adanya kebutuhan nukleotida dalam makanan yang sebelumnya tidak banyak
diketahui. Suplementasi nukleotida memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan usus, meningkatkan mikroflora usus serta meningkatkan fungsi faali
usus.
TELAAH JURNAL
1. Judul penelitian
Jurnal penelitian yang pertama yaitu “ Biokimia nukleotida dan perannya
sebagai suplemen makanan”, “Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida”, “Resisten
Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosis”, “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Penderita Asam Urat Dengan Kepatuhan Diet Rendah Purin”, “Pengaruh
Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun”,
“Keragaman Nukleotida GenLcy-b(Lycopene beta cyclase) Kultivar TomatBetavila
F1, Fortuna F1dan
Tymoti F1”, “Artritis Gout Dan Perkembangannya”, “Asam nukleat bebas
untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum”, “Pengaruh Senam Zumba
Terhadap Kadar Asam Urat”, “Asam Nukleat (Nucleic Acid)”.
2. Abstrak
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin. Diet rendah purin berasal
dari makanan yang mengandung protein, pada penderita asam urat harus membatasi
makanan yang mengandung protein berlebih. Faktor-faktor yang di duga
mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan diet
rendah purin pada penderita asam urat.
Tomat memiliki tiga gen lycopene yakni lycopene beta cyclase (Lcy-b), lycopene
beta-cyclase kromoplas (Cyc-b) dan lycopene epsilon cyclase (Lcy-e). Gen Lcy-b dapat
digunakan sebagai penentu hubungan kekerabatan yang jauh antara tomat dengan
cabai. Penelitian ini pertama bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan di
antara kultivar tomat Betavila F1, Fortuna F1 dan Tymoti F1 dan hubungan kekerabatan
ketiga kultivar tomat tersebut dengan sekuen tomat Kristin KC140137.1, Darsirius
KC140135.1, Pennellii XM 015217853.1, Villosum KP313876.1 dan outgroup
Capsicum annuum GU085266.1.
Artritis Gout dan Perkembangannya. Latar Belakang. Artritis gout merupakan
istilah yang dipakai untuk kelompok gangguan metabolik, yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Setiap tahun penderita artritis
gout meningkat jumlahnya dan merupakan bagian dari masalah utama kesehatan bagi
usia lanjut di Indonesia maupun seluruh dunia. Oleh karena itu, penatalaksanaan artritis
gout harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan kecacatan yang lebih
parah. Obat yang dipakai untuk artritis gout akut ialah kolkisin, obat antiinflamasi non-
steroid atau kortikosteroid. Kolkisin juga dipakai sebagai terapi pencegahan. Diet dan
perubahan cara hidup merupakan komponen yang penting dalam penatalaksanaan gout
karena menurunkan kadar asam urat serum. Dengan pengobatan dini, pemantauan yang
ketat disertai pendidikan terhadap penderita, prognosis umumnya baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang optimal untuk
seleksi in vitro kedelai varietas tahan tanah kering masam dan mengetahui respon
pertumbuhan kedelai varietas tahan tanah kering masam terhadap berbagai konsentrasi
antibiotik kanamisin. Jenis eksplan yang digunakan adalah setengah biji. Rancangan
penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu
konsentrasi kanamisin (0 mg/L, 50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, dan 200 mg/L), dan
varietas kedelai yang tahan tanah kering masam (Gepak kuning, Tanggamus, Gema,
Grobogan, dan Burangrang). Parameter yang diukur adalah hari muncul tunas, jumlah
eksplan yang tumbuh tunas, jumlah tunas yang tumbuh dan jumlah eksplan yang hidup.
Data dianalisis menggunakan Anava dua jalur dan uji Duncan. Hasil penelitian
menunjukkan konsentrasi kanamisin optimal berdasarkan LD50 (Lethal Dosis 50%)
untuk setiap varietas memiliki sensitivitas yang berbeda. Varietas Gema, Gepak Kuning
dan Tanggamus pada 150 mg/L, varietas Grobogan pada 100 mg/L, sedangkan varietas
Burangrang sensitif pada konsentrasi 200 mg/L. Semakin meningkatnya konsentrasi
kanamisin menyebabkan penurunan jumlah eksplan hidup, jumlah tunas dan eksplan
yang membentuk tunas, serta penundaan munculnya tunas.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1940an, circulating nucleid acid in
plasma and serum (CNAPS) masih banyak hal perlu dijawab sebelum konsep ini dapat
benar-benar diterapkan untuk mendeteksi DNA dan RNA dalam plasma atau serum.
Berbagai penelitian mendukung bahwa DNA dan RNA bebas memiliki peluang untuk
menjadi pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis dan prognosis penyakit terutama
keganasan.
Asam urat adalah senyawa nitrogen yang di hasilkan dari proses katabolisme
purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen. Asam urat sebagian besar
dieksresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Kadar asam
urat meningkat disebut hiperurisemia yang diakibatkan oleh produksi yang berlebihan
atau ekskresi yang menurun. Penyebab terjadinya hiperurisemia antara lain: alkohol,
leukemia, karsinoma metastasik, multiple myeloma, hiperlipoprotenemia, diabetes
melitus, gagal ginjal, stress, keracunan timbal, dan dehidrasi akibat pemakaian diuretik.
Cara terbaik untuk menurunkan kadar asam urat ialah dengan latihan fisik antara lain
senam zumba.
3. Masalah dan tujuan penelitian
A. Biokimia nukleotida dan perannya sebagai suplemen makanan
Tujunnya untuk mengetahui peranan Nukleotida
B. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Tujuannya untuk mengetahui purin dan pirinidin
C. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosi
Tujuannya untuk mengetahui resistensi kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol
D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Asam Urat Dengan Kepatuhan Diet
Rendah Purin
Tujuannya untuk perbandingan antara penderita asam urat dan kepatuhan diet
E. Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia
50-60 Tahun
Tujuannya untuk mengetahui pengaruh asupan purin dan cairan
F. Keragaman Nukleotida GenLcy-b(Lycopene beta cyclase) Kultivar
TomatBetavila F1, Fortuna F1danTymoti F1
Tujuannya untuk mengetahui berbagai ragam nukleotida
G. Artritis Gout Dan Perkembangannya
Tujuannya untuk mengetahui prkembangan dari artritis
H. Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum
Tujuannya untuk Memberi gambaran perkembangan konsep CNAPS dari awal
ditemukan disertai hasil-hasil penelitian yang mendukungnya.
I. Pengaruh Senam Zumba Terhadap Kadar Asam Urat
Tujuannya untuk menurunkan kadar asam urat ialah dengan latihan fisik antara
lain senam zumba.
J. Asam Nukleat (Nucleic Acid)
Tujuannya untuk Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi
genetika
4. Pembahasan
A. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Nukleotida penting dalam banyak hal, diantaranya :
1.Sebagai sumber energi yang mendorong bermacam-macam reaksi
(ATP), terlibat dalam sintesis protein dan beberapa reaksi (GTP). UTP untuk
aktivasi glukosa dan galaktosa. CTP sebagai sumber energi dalam metabolisme
lipida.
2.Merupakan bagian dari coenzim (AMP, NAD, KoA).
3.Sebagai regulator dan “second messenger” (cAMP, cGMP)
4.Sebagai penyusun RNA dan DNA. Hal-hal lain yang juga perlu
perhatian adalah, bahwa sintesis purin sangat terkoordinasi dibawah pengaturan
yang ketat, sehingga kebutuhan terpenuhi pada saat yang tepat dan jumlah yang
tepat pula.
Ada beberapa kelainan genetik metabolisme purin yang penting untuk
diketahui, seperti gout, Lesch-Nyhan sindrom, defisiensi adenosin deaminase
dan purin nukleosid fosforilase.
Sedangkan kelainan metabolisme pirimidin selain asiduria asam orotat tidak ada
yang penting. Selain itu perlu juga diingat bahwa :
1.Semua sel dalam tubuh manusia dan mahluk hidup dapat mensintesa
purin pirimidin dari senyawa amfibolik (amphibolic intermidiates).
2.Asam nukleat yang berasal dari makanan setelah dicerna oleh enzim
endonuklease akan menghasilkan oligonukleotida. Oligonukleotida dipecah
oleh fosfodiesterase (exonuclease) menghasilkan mononukleotida (nukleotida).
Selanjutnya nukleotidase memecah nukleotida menghasilkan nukleosida dan
fosfat inorganik (Pi). Nukleosida sebagian langsung bisa masuk ke dalam sel
usus (diserap) dan sebagian dipecah oleh enzim fosforilase (nukleosidase)
dalam lumen usus menghasilkan basa purin atau pirimidin dan ribose-1 fosfat.
Basa purin akan mengalami oksidasi menjadi asam urat sedangkan pirimidin
menjadi β-amino. Dalam hepar nukleosida yang berasal dari makanan akan
mengalami hal yang sama, yaitu akan dipecah menjadi basa purin dan pirimidin
dan ribose-1 fosfat. Basa purin akan mengalami oksidasi menjadi asam urat
sedangkan basa pirimidin menjadi β-amino. Asam urat akan dieksresi keluar
tubuh melalui ginjal, sedangkan β-amino dapat diubah menjadi senyawa yang
dapat masuk ke “TCA Cycle”.
3.Boleh dikatakan tidak ada purin dan pirimidin yang berasal dari
makanan digabungkan dengan asam nukleat dari jaringan. Dengan demikian
purin dan pirimidin termasuk senyawa non esensial (nutritionally non essential).
Nukleosida (nucleosides)
Apabila ribosa atau deoksi ribosa ditambahkan pada basa nitrogen senyawa
yang dihasilkan diberi nama nukleosida (nucleosides). C1 dari ribosa berikatan
dengan nitrogen 9 (N9) dari basa purin atau N1 dari pirimidin. Pemberian nama
nukleosida purin diberi akhiran osin (osine) dan nama nukleosida pirimidin diberi
akhiran idin (idine). Sudah menjadi kesepakatan, nomer dari basa yang dipakai
sebagai acuan dan tanda petik satu ( „ ) diikutkan untuk membedakan dari siklik
(bentuk cincin). Apabila tidak disebut pentosanya dalam bentuk ribosa. Untuk
menunjukkan bahwa pentosa C2 suatu deoksi ribosa maka ditambahkan huruf d di
depan ribosa, kecuali untuk timidin.
Nukleotida (Nucleotides)
Dengan menambahkan satu, dua atau 3 fosfat pada ribosa maka akan
menghasilkan suatu nukleotida. Pada umumnya fosfat terikat dengan ikatan ester
pada karbon 5‟ ribosa. Apabila ada lebih dari satu fosfat, maka diantara fosfat
tersebut terikat dengan anhidrida asam. 3‟-5‟ AMP menunjukkan ikatan ester fosfat
pada 3‟ dan 5‟ gugus hidroksil ribosa dari adenosin. 2‟-GMP artinya fosfat terikat
dengan ikatan ester pada 2‟ gugus hidroksil dari guanosin.
Contoh : AMP, CDP, dGTP, dTTP, cAMP
Polinukleotida
Nukleotida terikat dengan 3‟-5‟ fosfodiester membentuk poli nukleotida.
Polimerasi ribonukleotida akan membentuk suatu RNA, sedangkan polimerasi
deoksi ribonukletida membentuk suatu DNA.
Reaksi ini terjadi dalam banyak jaringan, sebab PRPP mempunyai beberapa
fungsi diantaranya : dalam sintesa nukleotida pirimidin, “salvage pathway” (daur
ulang), pembentukan NAD dan NADP. Enzim ini dipengaruhi oleh di dan trifosfat,
2,3 DP Gliserat, mungkin untuk membatasi produksi PRPP sesuai dengan
kebutuhan yang selanjutnya untuk menghasilkan produk yang sudah ditetapkan
jumlah dan macamnya.
De Novo sintesa purin nukleotida tahapan selanjutnya sangat aktif di sitosol sel
hepar, dimana semua enzim tersedia dalam suatu agregasi (polimer)
makromolekuler. Terjadi pergantian pirofosfat dari PRPP dengan gugus amida dari
glutamin, yang menghasilkan 5-fosforibosilamin. Gugus amino yang terikat pada
C-1 Ribosa akan menjadi N-9 dari basa purin. Enzim yang berperan adalah
glutamin-PRPP amidotransferase, suatu enzim regulator yang menentukan
kecepatan reaksi (rate limiting step). Enzim ini dihambat oleh AMP, GMP atau
IMP. Secara sinergism AMP dan GMP, AMP dan IMP dapat juga menghambat
enzim tersebut. PRPP juga berperan dalam pengaturan kecepatan reaksi tahap ini.
Kadar PRPP dapat berfluktuasi, biasanya nilainya di bawah harga Km. Apabila
kadar PRPP tinggi maka hal ini dapat menghilangkan hambatan AMP, GMP atau
IMP terhadap glutamin-PRPP amidotransferase dengan cara melepaskan agregasi
enzim (disosiasi polimer). De Novo sintesa purin nukleotida adalah suatu alur reaksi
yang memakai energi (ATP) yang cukup besar (5 ATP), sehingga harus betul-betul
dalam pengontrolan yang ketat.
Pembentukan IMP
Ada sepuluh tahap pembentukan IMP. Penelitian tahapan reaksi pembentukan
IMP ini dimulai tahun 1950 oleh kelompok JM Buchanan dan GR Greenberg, dan
memakan waktu 10 tahun untuk mnyelesaikan seluruhnya.
Setelah terbentuk 5-fosforibosilamin, maka selanjutnya terjadi pengikatan atau
pembentukan cincin purin C-4, C-5, dan N-7 yang semuanya berasal dari glisin.
Proses ini memerlukan ATP. Setelah itu pengikatan anggota C-8 yang berasal dari
10formiltetrahidrofolat (10-FTHF). Sebelum cincin persegi 5 tertutup, terjadi
pengikatan N-3 (yang berasal dari amida glutamin) pada C-4. Pengikatan ini
memerlukan ATP. Tahap selanjutnya pembentukan C-6 yang berasal dari CO2, N-
1 yang berasal dari aspartat. N-1 terikat pada C-6 dan memerlukan ATP. Sebagian
molekul aspartat lepas membentuk fumarat. Anggota cincin terakhir dari purin yaitu
C-2 berasal dari 10-FTHF. Penutupan cincin akan membentuk suatu nukleotida
purin.
Ada enzim uridin fosforilase dan uridin kinase dan deoksitimidin fosforilase dan
timidin kinase yang dapat mendaur ulang (salvage) timin apabila tersedia dR 1-P.
lainnya (Bhagavan, 1992; Lehninger, Nelson and Cox, 1993; Rudolph, 1994).
Nukleotida berfungsi sebagai perantara aktivasi dalam sintesis glikogen dan
glikoproteinglikoprotein, juga merupakan perantara dalam sintesis fosfolipida dan
berperan sebagai donordonor metal dan sulfat. Mereka merupakan komponen
struktural dari sejumlah koenzim yang genting terhadap banyak jalur metabolik, dan
juga berfungsi sebagai efektor-efektor alosterik yang mengontrol tahapan-tahapan dari
jalur-jalur metabolik utama (Rudolph, 1994). Penelitian-penelitian dalam beberapa
tahun terakhir memperlihatkan bahwa sumber-sumber zat makanan (dietary sources)
yang mengandung nukleotida sangat diperlukan dalam pemeliharaan ‘respon kekebalan
seluler’, perkembangan bayi, dan sumber nutrisi bagi orang dewasa. Tulisan ini
membahas biosintesis nukleotida secara komparatif dan beberapa aspek fisiologis
nukleotida terutama perannya sebagai zat makanan tambahan.
STRUKTUR NUKLEOTIDA
Setiap nukleotida terdiri atas satu komponen gula berkarbon lima, satu
komponen nitrogen yang mengandung basa aromatik, dan satu atau lebih gugus fosfat.
Komponen gula dapat berupa D-ribosa (untuk RNA) atau D-deoksiribosa (untuk
DNA).
Gugus fosfat bergandengan pada karbon 5’ dari komponen gula melalui ikatan
fosfoester, dan komponen basa bergandengan pada karbon 1’. Komponen basa dapat
berupa sebuah purin atau sebuah pirimidin. DNA mengandung basa-basa purin:
Adenin (A) dan Guanin (G), dan basa-basa pirimidin: Sitosin (C) dan Timin (T).
Sedangkan RNA mengandung Adenin, Guanin, Sitosin, dan Urasil (U) yang
menggantikan posisi Timin. Penggunaan istilah nukleotida dalam tulisan ini mengacu
pada berbagai bentuk yang mengandung basa purin dan pirimidin, bukan bentuk khusus
dari senyawa tersebut. Jika gugus fosfat dikeluarkan dari sebuah nuleotida, maka
komponen gula basa yang tertinggal disebut ‘nukleosida’. Dengan demikian setiap
purin dan pirimidin dapat berupa basa bebas (nukleosida) atau nukleotida.
Degradasi nukleotida
Purin dan pirimidin mengalami penguraian (katabolisme) melalui suatu jalur
metabolisme (Lehninger et al., 1993). Pada primata, asam urat merupakan produk akhir
dari katabolisme purin yang diekskresikan melalui siklus urea. Sedangkan pada spesies
lain (vertebrata lain, ikan-ikan teleost, amfibi, ikan-ikan bertulang rawan, dan
invertebrata
laut) dapat mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih mudah larut seperti
allantoin, allantoat, urea, dan NH4. Produk akhir dari katabolisme pirimidin adalah ß-
alanin dan ß-amino isobutirat, keduanya mudah larut dan gampang diekskresi.
Tidak demikian dengan katabolisme pirimidin, oleh karena itu tidak ada efek klinis
dari produk akhirnya yang terjadi. Jalur katabolisme berlangsung di dalam sistem
pencernaan, yaitu mengubah DNA dan RNA dan nukleotida bebas menjadi nukleosida
dan basa-basa bebas. Basa-basa pirimidin dan nukleosida diambil dan siap dimasukkan
ke dalam jaringan. Nukleotidanukleotida yang berasal dari zat makanan nampaknya
penting dalam menunjang metabolisme seluler, terutama pada jaringan-jaringan yang
membelah secara cepat seperti sel-sel limfoid dan usus halus. Pengambilan purin dan
pirimidin dari usus halus dan nukleotida-nukleotida seluler terutama dari RNA
menyediakan basa-basa yang siap dibentuk sehingga menghindari biaya metabolik dari
biosintesis de novo. Sintesis dari purin dan pirimidin menggunakan cukup banyak
enersi. Gambaran interaksi menyeluruh yang terlibat dalam pengambilan nukleotida,
sintesis, penyelamatan dan katabolisme disajikan pada Gambar 3. Penting untuk dicatat
peranan asam-asam amino dalam sintesis nukleotida dan penyelamatan dari zat-zat
makanan dan sumber-sumber seluler dari nukleotida. Terdapat suatu keseimbangan
antara jalur-jalur yang berbeda ini sehingga menyediakan tingkat nukleotida di dalam
sel-sel dengan pengeluaran metabolik yang sekecil mungkin.
PERANAN NUKLEOTIDA SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN
Nukleotida termasuk salah satu nitrogen nonprotein (NPN) yang terdapat dalam
air susu ibu dan spesies hewan lain seperti sapi, kambing dan domba. Banyaknya
sekitar 20 persen dari nitrogen dalam air susu ibu dan sekitar 5 persen dari nitrogen
pada susu sapi. Sanguansermsri et al. (1974) dalam Barness (1994) melaporkan
banyaknya DNA dan RNA dalam susu sapi pada 5 hari dan 8 minggu saat laktasi
masing-masing adalah sekitar 10 – 120 mg/liter dan 100 – 600 mg/liter. Jumlah ini
akan menurun secara bertahap dan mencapai kestabilan sekitar 3 bulan (Barness, 1994).
Keberadaannya di dalam air susu ibu mempunyai peran terhadap sistem kekebalan
tubuh. Konsentrasi nukleotida juga ditemukan secara bervariasi pada berbagai jaringan
tubuh. Misalnya, adenosin fosfat terdapat dalam jumlah besar pada butir-butir darah
merah, uridin dan sel-sel hati. RNA dan DNA terdapat pada semua sel dimana
konsentrasi RNA lebih tinggi sekitar 1000 kali dari DNA sedangkan konsentrasi DNA
bervariasi sesuai tahapan siklus sel. Sumber-sumber lain yang kaya nukleotida adalah
jeroan, daging ikan dan ayam sedangkan sayur-sayuran, buah-buahan dan produk-
produk asal susu merupakan sumber nukleotida yang rendah. Ketersediaaannya di
dalam air susu ibu dan jaringan lainnya telah mendorong orang untuk mempelajari
kemungkinannya sebagai suplementasi pada anakanak kecil (terutama balita) dan
penderita penyakit. Namun demikian sampai saat ini masih ada pemikiran bahwa
sumber zat-zat makanan (dietary sources) yang mengandung nukleotida pra bentuk
(performed nucleotides) seperti basa-basa purin dan pirimidin, nukleosida-nukleosida,
nukleotidanukleotida atau polinukleotida-polinukleotida seperti RNA dan DNA tidak
begitu diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara normal. Selain
itu diasumsikan pula bahwa tubuh dapat mensintesis secara cukup jumlah nukleotida di
dalam jaringannya sendiri dan oleh karena itu zat makanan tambahan (dietary
nucleotide) yang diberikan tidak banyak gunanya. Namun beberapa penelitian terakhir
memperlihatkan bahwa usus dan sistem kekebalan tubuh sebagian besar bergantung
pada jalur penyelamatan basa-basa purin dan pirimidin sedangkan sintesis melalui jalur
de novo tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan metabolisme berbagai aktivitas seluler
(Rudolph, 1994).
Sumber zat makanan nukleotida lain nampaknya sangat penting untuk
pertumbuhan usus dan pendewasaan pada anak-anak kecil sejalan dengan jumlah
kandungannya dalam air susu ibu (Uauy et al., 1994). Penelitian in vivo
memperlihatkan bahwa nukleotida mempunyai peran penting dalam perkembangan
usus halus dan perbaikan fungsi enterosit (sel-sel usus). Nukleotida suplemen melalui
zat-zat makanan pada umumnya ditelan dalam bentuk nukleo-protein yang berasal dari
bahan-bahan nukleus (nuclear material). Pencernaan nukleus protein ini diinisiasi oleh
protease yang menghasilkan asam-asam nukleik. Asam-asam nukleik kemudian
mengalami hidrolisis di dalam lambung dan dengan bantuan enzim pankreatik nuklease
dan fosfoesterase menghasilkan nukleotida dan nukleosida. Kebanyakan DNA dan
RNA dihidrolisa secara lengkap menjadi nukleotida di dalam usus. Dengan bantuan
alkalin fosfatase di dalam enterosit akan memutus gugus fosfat pada nukleotida menjadi
bentuk nukleosida; yang selanjutnya dengan peran nukleosidase akan membebaskan
komponen gula sehingga menghasilkan basa-basa N bebas. Selanjutnya campuran
nukleosida dan basa-basa N bebas tersebut akan diserap oleh enterosit. Melalui
penelitian-penelitian fisiologis telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% nukleotida yang
tertelan mengalami penyerapan, tetapi hanya 5% yang masuk ke dalam usus sebagai
asam nukleik dan sejumlah kecil masuk ke dalam sel-sel hati. Sebagian besar purin
yang diserap mengalami degradasi menjadi asam urat di dalam usus halus. Jadi usus
halus tidak hanya menyelamatkan sejumlah basa-basa N dan nukleosida tetapi juga
mengoksidasikan kelebihan purin ke dalam bentuk asam urat. Regulasi purin suplemen
melalui makanan berkaitan dengan kerja gen hipoxantin guanin fosforibosil transferase
(HGPRT). Bersamaan dengan kerja gen tersebut terdapat juga enzim adenosin
deaminase (ADA) dan enzim-enzim kunci lainnya yang mengatur katabolisme
purin.Adanya degradasi purin yang tinggi dan aktivitas penyelamatan diduga berkaitan
dengan kebutuhan untuk menstabilkan konsentrasi adenosin yang mempunyai potensi
sebagai racun. Degradasi nukleotida intestinal juga menguntungkan karena membatasi
ketersediaan nukleotida untuk pertumbuhan mikroba atau parasit. Untuk beberapa
organisme seperti protozoa, basa purin merupakan zat makanan yang sangat
dibutuhkan. Usus halus memainkan peranan penting dalam nasib purin yang dimakan
Sedikit yang diketahui mengenai regulasi metabolisme pirimidin oleh enterosit.
Melalui studi isotopomer pada tikus dan ayam yang diberi makan dengan 13C diketahui
bahwa nukleosida pirimidin mengalami metabolisme dan penyerapan yang berbeda
dengan nukleosida purin. Adenosin dan guanasin suplemen secara cepat dioksidasi dan
diteruskan ke hati dalam bentuk asam nukleik. Pola penyerapan ini serupa tapi tidak
sama dengan penyerapan dan penempatan asam-asam amino penting (essential).
Hasil-hasil penelitian (Uauy, et al. 1994) memperlihatkan bahwa terdapat
beberapa keuntungan pemberian zat makanan yang mengandung nukleotida, antara
lain:
1. Pengaruh terhadap mikroflora usus.
Nukleotida memodifikasi tipe dan pertumbuhan mikroflora usus. Anak-anak
kecil yang diberi suplemen formula nukleotida memiliki persentase tinggi
bifidobakteria dan lactobacilis serta lebih sedikit enterobakteri dibanding dengan
mereka yang diberi susu formula biasa. Bifidobakteri mempunyai beberapa
keuntungan bagi anak kecil karena dapat menghidrolisa gula menjadi asam laktat
sehingga menurunkan pH kolon. Menurunnya pH akan menekan proliferasi
bakteri patogen. Bifidobakteri juga menghambat pertumbuhan enterobakteri yang
menimbulkan penyakit diare.
2. Pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan usus.
Tikus-tikus muda yang diberi makan suplemen 0,8% nukleotida selama periode
2 (dua) minggu ternyata memperlihatkan pertambahan panjang villus, bertambah
dalamnya criptus, lebih banyak kandungan protein dan DNA di dalam ususnya.
Aktivitas maltase di dalam usus juga tinggi, namun aktivitas laktase dan sucrase
kurang terpengaruh.
3. Pengaruh terhadap pulihnya usus setelah infeksi.
Sedikit peradangan ditemukan pada histologi sayatan usus dari kelompok tikus
yang diberi makan 0,8% suplemen nukleotida.
4. Pengaruh lainnya terhadap fungsi-fungsi usus.
Anak-anak yang diberi suplementasi nukleotida memperlihatkan pertumbuhan
dan pematangan enzimatik dari usus. Hal ini menguntungkan flora usus halus
karena dapat berperan terhadap infeksi gastroenteritis.
Bagaimana implikasinya bagi makanan anak? Tubuh mempunyai kemampuan
untuk mensintesa zat-zat makanan yang dibutuhkan melalui jalur-jalur biokimia
yang ada. Tetapi kadang-kadang terjadi intervensi atau hambatan pada jalur-jalur
tersebut sehingga tubuh kehilangan kemampuannya. Oleh karena itu suplementasi
nukleotida dianggap perlu untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian terhadap
hewan memperlihatkan bahwa pemberian nukleotida melalui zat-zat makanan
(purin dan pirimidin) sangat berarti bagi hewan-hewan yang baru lahir. Jaringan
yang pertumbuhannya sangat cepat seperti epitelium usus dan sel-sel limfoid
sangat membutuhkan basa-basa purin dan pirimidin
sementara kapasitasnya melalui jalur de novo terbatas atau bahkan tidak
ada. Fenomena ini mungkin juga terjadi pada jaringan-jaringan lain yang sedang
atau baru pulih dari sakit (Uauy, 1994). Asam-asam nukleik, nukelotida-nukleotida
dan produk-produk metabolit yang berkaitan tersedia di dalam air susu ibu dalam
jumlah yang relatif besar (sekitar 10 – 20% NPN terdiri atas nukleotida bebas).
Kebanyakan susu formula mempunyai kandungan nukleotida yang rendah dan
mengandung tipe-tipe nukleotida yang berbeda dari air susu ibu. Asam nukleik
dari sel-sel yang terdapat di dalam air susu ibu dapat dipertimbangkan sebagai
suatu sumber potensial nukelotida tersedia bagi anak-anak menyusu. Telah
diperhitungkan bahwa bayi seberat 3 kg saat lahir memperoleh 10 – 20 mg/hari
nukleotida bebas dan 100 – 150 mg/hari asam-asam nukleik. Jumlah nukleotida
yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan oksidatif diperkirakan 120
mg/hari, dan jumlah yang didepositkan pada jaringan baru terbentuk sekitar 360
mg/hari. Dengan demikian dibutuhkan sejumlah 480 mg/hari atau 160 mg/kg
kebutuhan tiap hari. Bagi anak-anak yang menyusu sekitar sepertiga bagian dari
jumlah tersebut dipenuhi dari jalur penyelamatan nukleotida, sedangkan bagi
mereka yang diberi susu formula lebih dari 95% dipenuhi melalui sintesis de novo.
Jika suplai nukleotida dipenuhi melalui sintesis de novo maka jumlah asam amino
yang dibutuhkan adalah 0,6 gram atau sekitar 10% dari total kebutuhan protein
harian. Pada Tabel 2 disajikan secara ringkas kebutuhan harian nukleotida melalui
jalur de novo. Pertanyaannya adalah: Apakah pemberian atau penambahan
nukleotida pada susu formula dalam selang konsentrasi seperti pada air susu ibu
aman diberikan atau tidak? Dari beberapa uji coba suplementasi yang telah
dilakukan selama 9 – 12 bulan ternyata tidak ditemukan adanya pengaruhpengaruh
yang merugikan. Kelompok yang diuji memperlihatkan pertumbuhan yang sama
dengan kelompok kontrol (pemberian air susu ibu). Hasil yang sama juga
diperlihatkan oleh kelompok anakanak remaja (pancaroba). Percobaan ini
memperlihatkan bahwa pemberian nukleotida termasuk aman bagi anak-anak
(Uauy, 1994). Telah diketahui bahwa air susu ibu memiliki profil nukleotida yang
berbeda dengan susu formula sapi. Air susu ibu lebih kaya dalam citidin dan
adonosin monofosfat sedangkan susu formula sapi didominasi oleh orotat, suatu
produk samping dari katabolisme pirimidin. Menurut Uauy (1994) Komisi Ilmiah
Makanan di Eropa telah menyetujui penambahan nukleotida ke dalam susu
formula sebagai berikut: 2,5 mg CMP, 1,75 mg UMP, 1,5 mg AMP, 0,5 mg GMP,
dan 1 mg inosin monofosfat (per 100 Kcal.).
C. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosi
Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien per
tahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun,1 Ghiskan melaporkan 5 juta
kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya.2 World Health Oranization membagi
diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri) dan diare
persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba,
enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, (Campylobacter jejuni3-
5 dan virus (rotavirus)6. diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan
tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.4-9 Laporan
epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien
shigellosis meninggalsetiap tahun di seluruh dunia.9,10 Data di Indonesia
memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan
oleh Disentri basiler.11 Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak
6000 dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit,12 di Inggris
20.00050.000 kasus per tahun,13 sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian
± 40.000 kasus (rata rata case fatality rate 4%).7 Tingginya insidens dan mortalitas
dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan
kebersihan yang kurang. Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan
yang ditandai dengan diare cair akut dan/ atau disentri (tinja bercampur darah, lender,
dan nanah), pada umumnya disertai demam, nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi
shigelosis berat menjadi fatal adalah perforasi usus, megakolon toksik, prolapsus rekti,
kejang, anemia septik, sindrom hemolitik uremia, dan hiponatremi. Penyakit ini
ditularkan melalui rute fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari,21 untuk terjadinya
penularan tersebut diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella.
Berdasarkan aspek biokimia dan serologi, Shigella spp di bagi atas dari 4
spesies, yaitu S.dysenteriae (serogroup A), S.flexneri (serogroup B), S.boydii
(serogroup C), dan S.sonnei (serogroup D). Dari keempat spesies tersebut,
S.dysenteriae serotipe 1 (diketahui sebagai Shiga bacillus) dapat menyebabkan
penyakit yang berat dan dapat menyebar cepat sehingga terjadi epidemi. Penyebaran
masingmasing spesies ini sangat bervariasi di seluruh dunia; sebagai contoh di Amerika
Serikat, shigellosis lebih sering disebabkan oleh S.sonnei (60-80%) dan S.flexneri
Untuk membiakkan shigella diperlukan media pembiakan khusus seperti Mac
Conkey, Shigella Salmonella (SS) agar, atau xylose lysine deoxycholate (XLD).
Pembiakan ini sulit dilakukan di negara berkembang karena fasilitas laboratorium yang
tidak memadai di samping membutuhkan waktu beberapa hari, dan shigella mempunyai
batas waktu hidup di luar tubuh manusia.
Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya,
walaupun WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980) merekomendasikan
trimetoprim sulfametoksazol sebagai pilihan utama Trimetoprim Sulfametoksazol
sampai sekarang masih digunakan karena mudah didapat, harganya murah, aman untuk
anak, dan tersedia dalam kemasan oral. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa
pemberian antimikroba dapat mengurangi morbiditas, mengurangi lama sakit,
penyebaran organisme, dan mencegah komplikasi sekunder, dan menurunkan angka
kematian.
Diare disentri yang disebabkan S.sonnei dan S.flexneri pada umumnya ringan
dan sembuh sendiri, sehingga terapi suportif dan simtomatis lebih diutamakan.28
Kehilangan cairan pada shigelosis tidak sehebat diare sekretori sehingga dehidrasi yang
terjadi ringan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan rehidrasi oral. Pemberian
antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah tersebut karena
beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim sulfametoksazol
pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-sulfametoksazol dijumpai
di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya resistensi akan meningkatkan
risiko epidemi shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia.
Patogenesis
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul, dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen
lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai
melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala
hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan
permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan vesikel pada
membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositik intraselular,
memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang berdekatan.
Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120-
140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid
antigen invasions (Ipa).22 Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi
mukosa. Dari bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella menghasilkan ekso-
toksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik,
enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai
gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot. Shigella dysenteriae tipe 1
menghasilkan suatu sitotoksin protein poten yang dikenal dengan toksin Shiga yang
terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu :
1. Subunit fungsional. Pada sitoplasma subunit fungsional akan mengkatalisasi
dan menghidrolisis RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan
hambatan pada sintesis protein yang bersifat permanen sehingga mengakibatkan
kematian sel.
2. Sub unit pengikat. Bagian sub unit pengikat merupakan suatu glikolipid Gb
(globotriaosilseramid) yang berfungsi untuk mengikat reseptor seluler spesifik.
Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan mediator reseptor endositosis dari toksin
yang dihasilkan.
E. Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia
50-60 Tahun
Subyek dalam penelitian ini merupakan wanita pralansia dengan rentang
usia 50-60 tahun. Penelitian ini memilih subyek wanita usia tersebut karena
wanita pada usia tersebut juga mempunyai risiko terkena penyakit gout.
Presentase kejadian gout pada wanita lebih rendah daripada pada pria.
Walaupun demikian, kadar asam urat pada wanita meningkat pada saat
menopause. Penelitian menunjukkan sebagian besar kadar asam urat subyek
(92,5%) berada dalam rentang normal, yaitu antara 2,6-6 mg/dl, dan hanya 2
orang subyek (5%) yang mengalami hiperurisemia. Kadar asam urat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya asupan purin dan cairan. Pola
makan berpengaruh terhadap peningkatan kadar asam urat.16,21 Subyek yang
memiliki kadar asam urat normal sebagian besar sudah menjaga pola makan.
Asupan purin keseluruhan subyek tidak ada yang lebih dari batasan asupan
purin normal yaitu 1000 mg per hari. Mengkonsumsi makanan tinggi purin
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Selain itu, asupan cairan
sebagian besar subyek (85%) mengkonsumsi >1500 cairan setiap harinya. Dua
orang subyek yang mengalami hiperurisemia, mengkonsumsi purin >500 mg
per hari, asupan cairan semuanya >1500 ml per hari, sedangkan IMT normal
dan overweight.
Penelitian ini ditemukan jumlah asupan purin berpengaruh terhadap
kadar asam urat. Hal ini sesuai dengan teori, dimana mengkonsumsi makanan
tinggi purin dapat meningkatkan kadar asam urat. Asupan purin pada subjek
sebagian besar kurang dari 500 mg per hari. Asupan purin normal per hari
adalah 500-1000 mg. Makanan yang mengandung zat purin akan diubah
menjadi asam urat. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang
menyusun asam nukleat atau inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam
amino, unsur pembentuk protein. Asam nukleat yang dilepas di traktus
intestinalis akan diurai menjadi mononukleotida oleh enzim ribonuklease,
deoksiribonukliease dan polinukleotidase. Kemudian enzim nukleotidase dan
fosfatase menghidrolisis mononukleotida menjadi nukleotida yang kemudian
bisa diserap atau diurai lebih lanjuat oleh enzim fosforilase intestinal menjadi
basa purin serta pirimidin. Proses pembentukan asam urat sebagian besar dari
metabolisme nukleotida purin endogen, guanosine monophosphate (GMP),
inosine monophosphate (IMP), dan adenosine monophosphate (AMP). Enzim
xanthine oxidase mengkatalis hypoxantin dan guanine dengan produk akhir
asam urat. Manusia tidak mempunyai enzim urikase,sehingga produk akhir dari
katabolisme purin adalah berupa asam urat.
Makanan tinggi purin salah satunya banyak terkandung dalam makanan
laut, jeroan, dan kacang-kacangan. Dua orang subyek yang mengalami
hiperurisemia makanan yang dikonsumsi adalah makanan jenis tinggi purin
cukup sering seperti ayam sarden, dan ikan. Sedangkan untuk kelompok subjek
asam urat normal makanan dengan kandungan purin lebih rendah dalam bentuk
protein nabati seperti tahu, tempe dan sayur kacang dengan jumlah <500 mg per
hari.. Purin dalam bahan makanan berbedabeda kandungan dan
bioavailabilitasnya, selain itu perubahan purin menjadi asam urat juga
tergantung pada selularitas relatif dan aktifitas transkripsi serta metabolik
selular makanan tersebut. Menurut Krisnatuti, bahan pangan yang tinggi
kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah antara 0,5 –
0,75 g/ml purin yang dikonsumsi.
Pengaruh asupan cairan terhadap kadar asam urat secara statistik tidak
bermakna (p>0,05). Hal ini bertentangan teori. Manusia memenuhi kebutuhan
air dari luar tubuh melalui minuman dan makanan. Minuman memiliki
kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air pada tubuh manusia.
Cairan merupakan salah satu media pembuangan hasil metabolit tubuh. Jika
seseorang menkonsumsi cairan dalam jumlah tinggi, reabsorpsi air di ginjal
menurun dan ekskresi zat terlarut air meningkat. Asupan minimal cairan
pralansia yaitu sebesar 1500 ml per hari. Namun kebutuhan seseorang akan air
berbeda-beda tergantung tingkat aktifitas fisik, suhu dan lingkungan. Selain itu
cairan juga dipengaruhi oleh usia, berat badan, asupan energi dan luas
permukaan tubuh. Rata-rata asupan cairan subyek berada dalam kategori cukup
yaitu sebagian besar sudah mengkonsumsi cairan lebih dari 1500 ml per hari.
Pada penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan adanya hubungan antara
asupan cairan dengan kadar asam urat. Walaupun secara uji statistik cairan
terhadap asam urat tidak bermakna, ditemukan 2 orang subyek dengan
konsumsi purin dalam jumlah yang sama, IMT hampir sama sedangkan asupan
cairan mereka berbeda, hasilnya yang mengkonsumsi cairan lebih dari 2000 ml
kadar asam uratnya rendah. Subyek lainnya yang mengkonsumsi cairan rendah
dibawah 1500 ml mempunyai kadar asam urat tinggi. Kadar asam urat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yang berpengaruh adalah pola
makan, terutama konsumsi makanan tinggi zat purin. Konsumsi purin subyek
terbilang rendah dan juga konsumsi cairan cukup menyebabkan kadar asam urat
subyek sebagian besar normal.
H. Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum
Asam nukleat dalam sirkulasi (circulating nucleid acid – CNA) pertama kali
dalam sejarah dilaporkan oleh Mandel dan Mëtais di salah satu jurnal di Perancis pada
tahun 1940an. Ketika itu mereka mengungkapkan tentang asam nukleat bebas dalam
plasma (1). Mereka mengklaim mendeteksi DNA dan RNA dalam plasma darah pada
individu sehat maupun pada pasien, sayangnya temuan tersebut tidak diperhatikan
kemungkinan karena saat itu konsep tentang CNA masih belum jelas (2). Sampai
kemudian Leon, dkk pada tahun 1977 menemukan kadar DNA sirkulasi menurun
signifikan dihubungkan dengan kemoterapi pada pasien kanker dan berharap agar
temuan tersebut dapat menjadi cara untuk mengevaluasi terapi pasien kanker
(3). Hal penting yang telah diakui tentang CNA ketika pada 1994 onkogen mutasi
sekuen gen K-ras yang diidentifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik yang
deteksinya diambil dari plasma atau serum tiga pasien karsinoma pankreas (4).
Peningkatan kadar CNA (DNA dan RNA) dalam darah pasien menggambarkan
bahwa CNA merupakan pemeriksaan atau marker yang menjanjikan karena merupakan
pemeriksaan non invasif bersifat non invasive, cepat, sensitif, akurat dalam
mendiagnosis berbagai penyakit untuk deteksi dini pada beberapa penyakit melalui
DNA dan RNA bebas (2). Istilah CNA kadang juga disebut CNAPS (circulating nucleid
acid in plasma and serum), telah terbuka bagi berbagai penelitian yang terbingkai pada
dua area penelitian translasional: pengembangan teknik baru diagnosis non invasif pada
prenatal (5) dan pemanfaatannya dalam diagnosis dan manajemen sejumlah patologi,
paling tidak sebagai sebuah alat (tools) pelengkap diagnosis (6-8). Nilai potensial
CNAPS dan sedikitnya pengetahuan dasar dan implikasinya telah menarik perhatian
para peneliti khususnya dua dekade terakhir yang dapat diketahui dari publikasi pada
tahun 2011 lebih dari 100 sementara di tahun 1999 hanya ada 30 publikasi (9).
Konsep CNAPS telah dimulai sejak pertengahan abad keduapuluh ketika
Mandel and Métais untuk pertama kalinya melaporkan adanya cell-free DNA (cfDNA)
dalam plasma (1). Pengertian “CNAPS” merujuk pada perbedaan tipe dari cell-free
nucleic acids (cfNAs), seperti genomic-DNA (gDNA), mitochondrial-DNA (mitDNA),
viral-DNA and RNA, messenger (m)RNA, dan microRNA (miRNA), yang telah
dilaporkan ada dalam plasma (10, 11).
Analisis fragmen cfDNA dapat dipahami dari asalnya yaitu dari sel nekrosis,
apoptosis, atau yang asalnya dari sel itu sendiri, khususnya sel limfosit (12-14).
Sehingga dapat disimpulkan dua sumber yang mungkin CNAPS adalah pelepasan pasif
dari sel mati dan dari pelepasan aktif dari sekresi sel (15). Teka-teki asal CNA masih
mengemuka walaupun kadar DNA dan RNA dalam plasma pada pasien terjadi
peningkatan dari hari ke hari.
Pada orang normal, diyakini asal CNA dari hasil apoptosis limfosit dan inti sel
lainnya. Hal ini didukung oleh temuan bahwa kadar DNA plasma normal pada
elektroforesis menunjukkan ukuran pita ekuivalen dengan jumlah multiplikasi
keseluruhan (1-5x) dari DNA nucleosomal (185 – 200 bp) sehingga bisa dikatakan
apoptosis merupakan sumber utama CNAPS (16). Sementara pada pasien kanker,
dimana apoptosis sel hilang karena proliferasi sel meningkat sehingga seringkali pada
elektroforesis muncul pola tangga (pada kanker paru dan pankreas) yang mirip seperti
pola apoptosis sel (16, 17).
Sumber DNA fetal yang masuk ke plasma maternal, berasal dari berbagai
kemungkinan yaitu transfer DNA langsung, sel-sel placenta dan hematopoeitic, dan
placenta sebagai sumber predominan (2). Untuk RNA dengan sifat yang sangat labil
dan mudah terdegradasi karena enzim RNA-ase yang ada dimanamana, kemudian
orang tidak menduga akan adanya cell-free RNA dalam plasma. Namun hadirnya RNA
endogenus stabil yang sama dengan eksogenusnya dalam sirkulasi memberi kesan
bahwa RNA bisa saja terkandung dalam badan apoptosis (apoptosis bodies) atau terikat
pada protein/phospolipid dan terlindungi dari degradasi oleh enzim nuclease (18).
DNA sirkulasi umumnya diisolasi menggunakan kit seperti QIAmp 96 spin
Blood DNA extraction dari Qiagen. Sistem isolasi otomatis seperti MagNa Pure LC
dapat menghasilkan copy DNA/RNA yang tinggi secara signifikan dan tampak lebih
baik dari sistem manual (19). DNA plasma dengan kadar dibawah nanogram dapat
dideteksi dengan radio imunoassay. Dan sekarang dengan kadar dibawah picogram
dapat dideteksi dengan PCR. Bahkan sekarang dengan real time (RT) quantitative PCR
digunakan untuk mengamplifikasi dan mengkuantifikasi DNA/RNA. Light-cycler RT-
PCR prosesnya cepat, mampu mengeliminasi masalah kontaminasi serta tidak
membutuhkan proses pasca PCR (20).
Efisiensi ekstraksi CNAPS juga lebih baik dengan memberikan representasi
fragmen DNA lebih kecil pada saat ekstraksi (21). Cellfree RNA (cfRNA) dapat
dideteksi dalam cairan tubuh lainnya seperti saliva dan urine, hasilnya memuaskan
yaitu dilaporkan mampu mendeteksi sebagai marka diagnosis kanker mulut dan urologi
(22).
PENUTUP
1. Kesimpulan
A. Biokimia nukleotida dan perannya sebagai suplemen makanan
Nukleotida dapat disintesis melalui dua jalur metabolisme, yaitu: jalur
de novo dan jalur penyelamatan. Sintesis melalui jalur de novo memerlukan
enersi yang banyak sedangkan sintesis melalui jalur penyelamatan merupakan
jalur pintas yang tidak membutuhkan banyak enersi.
Metabolisme nukleotida merupakan bagian penting dari banyak proses-
proses seluler. Penelitian-penelitian pada saat ini memperlihatkan bahwa
adanya kebutuhan nukleotida dalam makanan yang sebelumnya tidak banyak
diketahui. Suplementasi nukleotida memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan usus, meningkatkan mikroflora usus serta
meningkatkan fungsi faali usus.
Air susu ibu merupakan sumber nukleotida yang paling baik bagi anak-
anak kecil. Dalam kondisi dimana tidak diberikan air susu ibu sebaiknya
diberikan formula zat-zat makanan yang mengandung nukleotida. Berapa
banyak yang harus ditambahkan sampai saat ini belum dapat dipastikan
mengingat belum ada pembuktian cukup melalui penelitian. Namun disarankan
pendekatan yang terbaik adalah meniru profil air susu ibu.
B. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Nukleotida penting dalam banyak hal, diantaranya .Sebagai sumber
energi yang mendorong bermacam-macam reaksi (ATP), terlibat dalam sintesis
protein dan beberapa reaksi (GTP). UTP untuk aktivasi glukosa dan galaktosa.
CTP sebagai sumber energi dalam metabolisme lipida, Merupakan bagian dari
coenzim (AMP, NAD, KoA), Sebagai regulator dan “second messenger”
(cAMP, cGMP) , dan Sebagai penyusun RNA dan DNA
Mudah-mudahan dengan adanya hasil resume ini dapat berguna sebagai bahan
baca dan acuan belajar serta bisa diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.