Anda di halaman 1dari 51

RESUME NUKLEOITIDA PURIN DAN PIRIMIDIN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Biokimia

Disusun oleh
kelompok 2
Hasri Nur Azizah
Namila Nur Afipah
Yusi Febi Ariyanti

STIKES SEBELAS APRIL SUMEDANG


2019
BAB I

PENDAHULUAN
Metabolisme adalah suatu proses komplek perubahan makanan menjadi energi dan
panas melalui proses fisika dan kimia, berupa proses pembentukan dan penguraian zat didalam
tubuh organisme untuk kelangsungan hidupnya.
Nukleotida adalah suatu senyawa biologi dengan berat molekul rendah yang
memainkan peran penting dalam hampir semua proses biokimia seluler. Nukleotida
mengandung basa-basa purin dan pirimidin yang merupakan building blocks dari DNA dan
RNA atau merupakan prekursor-prekursor untuk penyusunan unit-unit monomer DNA dan
RNA.
Pengertian Purin dan Pirimidin Purin dan Pirimidin merupakan komponen utama DNA,
RNA, koenzim (NAD, NADP, ATP, UDPG). Inti purin dan pirimidin adalah inti dari senyawa
komponen molekul nukleotida asam nukleat RNA dan DNA. Purin dan pirimidin yaitu salah satu
senyawa yang sangat penting untuk kelangsungan hidup sel. Contoh Purin adalah adenin dan guanin,
sedangkan contoh pirimidin adalah sitosin, urasil,timin dimetabolisme jadi CO2 dan NH3.

Metabolisme dalam tubuh manusia sangat diperlukan dalam aktivitasnya sehari-hari.


Tanpa adanya metabolisme, tubuh manusia tidak dapat beraktivitas karena tidak
dihasilkannya energi dari metabolisme.

TUJUAN
Tujuan umum dalam penulisan telaah jurnal ini adalah untuk mengetahui metabolisme
nukleotida purin dan pirimidin, struktur dan fungsi asam nukleat, DNA dan RNA, sintesis
protein.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metabolisme Purin dan Pirimidin


Purin dan pirimidin merupakan komponen utama dari DNA dan RNA,
koenzim (NAD, NADP, ATP, UDPG). Inti purin dan pirimidin adalah inti dari
senyawa komponen molekul nukleotida asam nukleat RNA dan DNA. Contoh Purin
yaitu Adenin dan Guanin, sedangkan Pirimidin yaitu sitosin, urasil, dan timin.
Nukleotida diberi nama sesuai dengan basa pembentuknya, misalnya adenin
nukleosida (adenosin), guanin nukleosida (guanosin), urasil nukleosida (uridin), timin
nukleosida (timidin), sitosin nukleosida (sitidin).
Purin serta Pirimidin merupakan basa nitrogen. Jika basa nitrogen tersebut
diberi gugus pentose maka akan menjadi nukleosida, lalu akan terbentuk nukleotida. Purin dan
Pirimidin memiliki beberapa peran dalam tubuh, diantaranya sebagai energi berupa ATP, GTP,
UTP, CTP, dan lain-lain. Sebagai koenzim berupa FAD, FNM, NAD, NADP, koenzim A.
Sebagaisecond messenger dalam bentuk cAMP dancGMP. Asam nukleat darimakanan dicerna
usus, diubah menjadi mononukleotida, lalu menjadi mononukleosida, lalu menjadi basa purin
dan pirimidin, baru direabsorbsi dan masuk ke dalam darah. Purin yang berasal dari makanan
di usus akan dioksidasi menjadi asam urat dan diereksikan melalui urin. Basa Purin dan
Pirimidin perenteraldapat digunakan untuk sintesis asam nukleat.
Sintesis purin terdiri dari 3 macam proses, yaitu pertama sintesis de novo, kedua
fosforibolisasi purin, dan yang ketiga fosforilasi nukleosida purin. Sintesis de novo proses
sintesis purin yang sangat penting. Sedangkan proses sintesis lainnya lebih kepada jalur
penyelamatan yang akan dibahas setelah sintesis purin dan pirimidin.
Sintesis de novo merupakan proses pembentukan purin yang terjadi pada hati. Sintesis
ini bermula pada senyawa ribose 5-P dan memiliki enzim regulator atau enzim kunci yaitu
PrPP sintase (fosforibosil pirofosfat) yang diaktivasi oleh Pi (fosfat inorganik) dan dihambat
oleh nukleosida purin difosfat dan trifosfat (produk sintesis de novo). Sintesis de novo juga
memerlukan ATP, serta asam amino seperti glisin, glutamin, aspartat. Pada sintesisde novoini,
nukleotida yang pertamakali terbentuk adalah IMP (Inosisn Mono Fosfat). Setelah itu jika IMP
diberi glutamin maka akan menjadi GMP (Guanosin Mono Fosfat) dan jika IMP diberi
aspartate akan menjadi AMP (Adenin Mono Fosfat).
Sintesis pirimidin terjadi pembentukan cincin telebih dahulu. Sintesis yang terjadi
disitosol atau sitoplasma ini memerlukan CO2 glutamin dan ATP sebagai senyawa awal.
Sintesis pririmidin juga memerlukan CPS II (Karbomiol Fosfat Sintase II) sebagai enzim
regulator. Sintesisini juga memerlukan asam aminoasparate,NAD, tetrahidrofolat/asam filat
dan PRPP. Hasil awal sintesis ini yaitu OMP (Orotate Mono Fosfat).
Sintesis pirimidin diawali dari pembentukan karbomoil fosfat dari glutamin CO2 yang
dikatalisaoleh enzim karbomoil fosfat sintase II (CPS II) lalu akan diaktivasi oleh ATP dan
PRPP, dan akan dihambat oleh UTPO. Setelah karbomoil fosfat terbentuk, enzim asparate
transkarbomoilase akan membentuk senyawa karbomoil asparate dari karbomoil fosfat. Lalu
akan terjadi penutupan cincin pirimidin yang dilakukan oleh enzim dihidroorotase.
Senyawaorotat yang terbentuk dari penutupan cincin akan dioksidasi menjadi asam orotat.
Lalu,cincin pirimidin akan dikonversi menjadi nukleotida orotidin mono fosfat (OMP) oleh
enzim orotat fosforibosil tranferase. Pada sintesis pirimidin, PRPP berperan sebagai sumber
ribose 5-P (prekursor). Setelah itu, UMP akan dibentuk dari OMP menggunakan enzim
orotidilat dekarboksilase.
Ada beberapa kelainan genetik metabolisme purin yang penting
untuk diketahui, seperti gout, Lesch-Nyhan sindrom, defisiensiadenosin
deaminase, dan purin nukleosid fosforilase. Sedangkan kelainan
metabolisme pirimidin selain asiduria asam otorat tidak ada yang penting.
Perlu diingat juga bahwa semua sel dalam tubuh manusia dan makhluk
hidup dapat mensintesa purin dan pirirmidin dari senyawa amfibolik
(amphibolic intermidiates), asam nukleat yang berasal dari makanan
setelah dicerna oleh enzim endonuklease akan menghasilkan
oligonukleotida. Boleh dikatakan tidak ada purin dan pirimidin yang berasal
dari makanan digabungkan dengan asam nukleat dari jaringan. Dengan
demikian purin dan pirimidin termasuk senyawa non esensial (nutritionally non
essential).

B. STRUKTUR DAN FUNGSI ASAM NUKLEAT


Asam nukleat merupakan salh satu makromolekul yang memegang
peranan sangat penting dalam kehidupan organisme, karena tersimpan informasi
genetik. Asam nukleat juga sering disebut juga polinukleotida karena tersusun dari
sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Setiap nukleotida mempunyai
struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa,dan basa nitrogen. Beberapa
fungsi asam nukleat adalah menyimpan, menstransmisi, danmentranslasi
informasi genetik.
Struktur asam nukleat ada dua macam, yaitu asam deoksirinonukleat atau
deoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic (RNA). Dilihat
dari strukturnya, perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terletakpada
komponen gula pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa,sedangkan
yang terdapat dalam DNA gula pentosanya mengalami kehilangan satu atom O
pada possi C nomor 2’ sehingga dinamakan gula 2’-dcoksiribosa.

Asam nukleat tersusun atas nukleotida dan nukleosida.Berikut ini struktur nukleotida dan
nukleosida sebagai penyusun asam nukleat.
A. Nukleotida
Berikut ini struktur nukleotida berdasarkan basa nitrogennya.
No Nama Struktur

Adenin nukleotida (asam adenilat)


1. atau
Adenosinmonophosphate (AMP)

Guanin nukleotida(Asam guanilat)


2.
Atau
Guanosinmonofosfat (GMP)
Urasil nukleotida (Asam uridilat)
3. Atau
Uridinmonofosfat (UMP)

Sitidin nukleotida(Asam sitidilat)


4. Atau
Sitidinmonofosfat (SMP)

B. Nukleosida
Berikut ini struktur nukleosida berdasarkan basa nitrogennya.
No Basa nitrogen struktur

1. Adenin

2. Guanin
3. Uridin

4. Timin

C. DNA (deoksiribosa Asam Nukleat) dan RNA (ribonucleic acid)


Struktur asam nukleat DNA dan RNA adalah mirip.Struktur ini dibagi menjadi empat
tingkatan yang berbeda, primer, sekunder, tersier dan kuarterner.

Gambar 2.1

Ada tiga struktur DNA dan RNA yang dikenal selama ini. Struktur -struktur DNA dan
RNA tersebut adalah sebagai berikut:
1. Struktur primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu basa
nitrogen berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa berupa 2-deoksi-D-ribosa
dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat. RNA mirip dengan DNA, perbedaanya
terletak pada:
a. Basa utama RNA adalah Adenin, Guanin, Sitosin dan Urasil.
b. Unit gula RNA adalah D-ribosa.
2. Struktur sekunder
Struktur sekunder adalah interaksi antara basa. Struktur ini menunjukkan bagian mana helai
terikat satu sama lain. Kedua untai DNA dalam double heliks DNA terikat satu sama lain
dengan batas hidrogen. Struktur sekunder DNA didominasi pasangan basa dua helai
polinukleotida membentuk double heliks.
Gambar 3.2 Struktur sekunder RNA

3. Struktur tersier
Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar.Konformasi ini
terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur tertutup yang tidak
berujung.Molekul DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari bakteri, virus dan mitokondria
seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk molekul linier dengan
ujung-ujung rantai yang bebas.

(a) DNA sirkular


(b) DNA linear

1.4 Fungsi Asam Nukleat


1. DNA menyimpan informasi genetik dalam sel-sel semua makhluk hidup. Ini berisi kode
genetik. Ini adalah kode yang menginstruksikan sel bagaimana membuat protein.
Instruksi yang dikodekan dalam urutan basa nitrogen dalam rantai nukleotida DNA.
Salinan RNA dan menafsirkan kode genetik dalam DNA dan juga terlibat dalam sintesis
protein berdasarkan kode.
2. Fungsi utamanya adalah menyimpan dan mentransfer informasi genetik.
DNAmerupakan struktur yang sangat kompleks yang tersusun dari polinukleotida.
Fungsi atau peranan DNA ini sebenarnya tidak sekadar sebagai pembawa
materi genetik, melainkan juga menjalankan fungsi yang sangat kompleks
pula, antara lain:
a. Sebagai pembawa materi genetika dari generasi ke generasi berikutnya.
b. Mengontrol aktivitas hidup secara langsung maupun tidak langsung.
c. Melakukan sintesis protein.
d. Sebagai autokatalis, yaitu kemampuan DNA untuk menggandakan diri(replikasi).
e. Sebagai heterokatalis, yaitu kemampuan DNA untuk dapat mensintesis senyawa lain
Rna

C. DNA DAN RNA


Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah makromolekul berupa benang sangat
panjang yang terbentuk dari sejumlah besar deoksiribonukleotida, yang masing-masing
tersusun dari satu basa, satu gula dan satu gugus fosfat. DNA diibaratkan berupa otak
yang mengatur segalaproses di dalam tubuh. DNA mempunyai peran pentung dalam
pewarisan sifat. DNA merupakan senyawa kimia penting pada makhluk hidup, tugas
utamanya membawa materi genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA
juga merupakan senyawa polinukleotida yang membawa sifat-sifat keturunan yang
khas pada kromosom.
DNA penting dalam hal hereditas. Paket semua informasi genetik dan
dibagikan pada generasi berikutnya. Dasar untuk ini terletak pada
kenyataan bahwa DNA membuat gen dan gen membuat
kromosom.Manusia memiliki 23 pasang kromosom –total 46 kromosom.
Dua puluh dua dari pasangan ini, yang disebut autosom, terlihat sama pada
laki-laki dan perempuan. Ke 23 Pasangan disebut kromosom seks dan
berbeda antara pria dan wanita. Wanita memiliki dua salinan dari kromosom
X atau XX, sedangkan pria memiliki satu X dan satu kromosom Y.
Istilah kromosom dipopulerkan oleh Waldeyer (1888), asal
katanya:chroma yang berarti warna dansoma yang berarti badan. Jadi,
kromosom adalah benda-benda halus berbentuk lurus seperti batang atau
bengkok dan terdiri dari zat yang mudah mengikat zat warna di dalam
nukleus.Kromosom berfungsi membawa sifat individu dan membawa
informasi genetik karenadi dalam kromosom terdapat gen.Bentuk
kromosom berbeda-beda, tergantung pada species, namun bentuk
kromosom tetap untuk setiap spesiesm= 0,2-20m, Ukuran: p = 0,2-50
Lengan berjumlah satu atau dua; sama panjang atau tidak sama panjang;
bentuk simetris atau tidak simetris.
Bagian-bagian Kromosomterdiri dari; (1) Kromomer adalah struktur
berbentuk manik-manik yang merupakan akumulasi materi kromatin,
(2)Sentromer adalah daerah lekukan (kontriksi) disekitar daerah
pertengahan kromosom, dimana juga dijumpai kinetokor, (3) Kinetokor
adalah daerah tempat perlekatan benang-benang spindel dan tempat
melekatnya lengan kromosom, (4) Telomer adalah daerah terujung
kromosom fungsinya menjaga stabilitas bagian ujung kromosom agar DNA
tidak terurai.Satelit adalahbagian kromosom yang berbentuk bulatan dan
terletak di ujung lengan kromatid.
Berdasarkan letak sentromer dan lengan, bentuk
kromosomdibedakanmenjadi empat macam; (1) Bentuk telosentrik, yaitu
jika letak sentromer berada diujung, (2) Bentuk akrosentrik, yaitu letak
sentromer mendekatiujung, (3) Bentuk submetasentrik, yaitu jika letak
sentromer agak jauhdari ujung kromosom dan biasanya membentuk huruf
L atauJ(4) Bentuk metasentrik, yaitu jika letak sentromer berada ditengah
sehingga panjang masing-masing lengan sama.Istilah lain yang erat
kaitannya dengan pembahasan DNA adalah gen.Menurut Morgan, gen
adalah suatuzarah yang kompak dan menempati suatu lokuspada
kromosom yang mengandungsatuaninformasi genetika dan mengatur
sifatmenuruntertentu.Fungsidarigen adalah untuk; (1) mengatur
pertumbuhan/perkembangandan metabolisme individu, dan (2)
menyampaikan informasi genetikdarigenerasi ke generasi berikutnya.
Sedangkan tempat gen dalam kromosom yanghomolog (kromosom berada
dalam pasangan)disebut lokus. Secara kimia gen dibangunoleh DNA.
DNA pertama kali ditemukan oleh F. Miescher (1869) dari sel spermatozoa dan
sel eritrosit burung, selanjutnya dinamakan sebagai nuklein. Penemuan lain
dilakukan oleh Fischer (1880), yaitu tentang adanya zat pirimidin (yang berupa
Sitosin dan Timin) dan dua purin (Adenin dan guanin). Setelah penemuan
tersebut, dilengkapi pula dengan penemuan Levine (1910) tentang gula 5 karbon
ribosa, gula deoksiribosa, dan asam fosfat dalaminti. Keberadaan DNA tersebut
sebagian besar di dalam nukleus (inti sel). Tetapi ada juga yang terdapat pada
mitokondria.Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan
model molekul DNA sebagai suatu struktur heliks beruntai ganda, atau yang lebih
dikenal dengan heliks ganda Watson-Crick.DNA merupakan makromolekul
polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida yang berulang-ulang,
tersusun rangkap, membentuk DNA haliks ganda dan berpilin ke kanan.Setiap
nukleotida terdiri dari tiga gugusmolekul, yaitu; (1) gula 5 karbon (2-
MetasentrisAkrosentrisSubmetasentrisTelosentris
3.6Biofisikadeoksiribosa), (2) basa nitrogen yang terdiri golongan purin
yaitu adenin (Adenin = A) dan guanin (guanini = G), serta golongan pirimidin,
yaitu sitosin (cytosine = C) dan timin (thymine = T), dan (3) gugus
fosfatBasapada molekul DNA membawa informasi genetik, sedangkan gula
dan gugus fosfat mempunyai peranan struktural. Gula dalam
deoksiribonukleotida merupakan deoksiribosa. Awalan deoksi menunjukkan
bahwa gula ini kekurangan satu atom oksigen yang ada pada ribosa,
senyawa induknya. Basa nitrogen merupakan derivatpurindan
pirimidin.Purin dalam DNA adalah adenin(A) dan Guanin(G), serta
pirimidinnya adalah timin(T) dan sitosin(C).Sebuah nukleosida terdiri dari
basa dan purin atau pirimidin yang berikatan dengan gula. Keempat unit
nukletida dalam DNA disebut deoksiadenosin, deoksiguanosin,
deoksitimidin, dan deoksitidin. Dalam sebuah deoksiribonukleosida, N-9
dalam purin atau N-1 dalam pirimidin terikat pada C-1deoksiribosa.
Konfigurasi ikatan N-glikosidaini adalah ikatan (basanya terletak di atas
bidang gulanya). Suatu nukleotida merupakan sebuah ester fosfat dari
suatu ester fosfat dari suatu nukleosida. Tempat esterifikasi yang paling
umum dalam nukleotida yang terdapat di alam secara alamiah adalah gugus
hidroksil C-5 pada gula. Senyawa seperti itu disebut nukleosida 5-fosfat atau
5-nukleotida. Misalnya, deoksiadenosin 5’-trifosfat (dATP)merupakan
prekursor yang diaktifkan pada sintesis DNA; nukleotida itu diaktifkan kalau
ada dua ikatan fosfoanhidridadalam unit trifosfatnya. Bilangan dengan tanda
menunjukkan atom pada gula, sedangkan bilangan tanpa tanda
menunjukkan bahwa gulanya berupa deoksiribosa untuk membedakan
senyawa ini dari ATP gula dalam bentuk ribosa.Tulang punggungDNA, yang
bersifat tetap di sepanjang molekul, terdiri dari deoksiribosa yang berikatan
dengan gugus-gugus fosfat. Khususnya 3'-hidroksil pada bagian gula
sebuah deoksiribonukleotida disambungkan pada 5’-hidroksil gula yang
berdekatan melalui jembatan fosfodiester. Bagian yang bervariasi pada
DNA adalah urutan keempat macam basa (A, G, C dan T). Unit-unit
nukleotida tersebut dinamakan dioksidenilat, deoksiguanilat, deoksisitidilat,
dan deoksitimidilat.

Gen padasemua organisme prokariot dan eukariot terbuat dari DNA.


Pada virus gen terbuat dari DNA atau RNA (asam ribonukleat). RNA, seperti
halnya DNA, merupakan polimer panjang tidak bercabang yang terdiri dari
nukleotidanukleotida yang bersambung dengan ikatan 3' 5' fosfodiester
(Gambar 3.8). Struktur kovalen RNA berbeda dengan DNA dalam dua hal.
Sebagaimana terbaca dari namanya, unit-unit gula dalam RNA berupa
ribosa bukan deoksiribosa. Ribosa mengandung sebuah gugus 2'-hidroksil
yang tidak terdapat deoksiribosa. Perbedaan yang lain ialah bahwa satu dari
keempat basa utama dalam RNA adalah urasil (U) yang menggantikan timin
(T). Urasil, seperti timin, dapat membentuk pasangan basa dengan adenin,
tetapi tidak mengandung gugus metil yang terdapat dalam timin.
RNA tidak dapat membentuk heliks ganda tipe B-DNA karena
interferensi steril oleh gugus 2'-hidroksil padaunit-unit ribosanya. Akan
tetapi, RNA dapat membentuk modifikasi heliks ganda dan pasangan-
pasangan basanya menjauh membuat sudut sekitar 20° lebih besar dari
garis tegak lurus dengan sumbu heliks, suatu struktur yang mirip dengan A-
DNA.RNA menyusun 5-10% dari berat kering sel. Pada dasarnya, terdapat
dua kelompok utama RNA yang menyusun makhluk hidup, yaitu RNA
genetik dan RNA nongenetik. Apakah perbedaan kedua RNA tersebut?
1. RNA genetikRNA genetik memiliki fungsi yang sama dengan DNA, yakni
merupakan molekul genetik yang secara keseluruhan bertanggung jawab dalam
membawa segala materi genetis, seperti yang dimiliki oleh DNA. Dengan kata
lain, RNA ini berfungsi sebagai DNA. RNA genetik ini hanya dimiliki oleh makhluk
hidup tertentu yang tidak memilikiDNA, seperti pada beberapa jenis virus.2. RNA
nongenetikRNA nongenetik merupakan RNA yang tidak berperan sebagai DNA.
RNA nongenetik dimiliki oleh makhluk hidup yang materi genetiknya diatur oleh
DNA. Pada makhluk hidup kelompok ini, di dalam selnya terdapat DNA dan
RNA.Berdasarkan letak serta fungsinya, RNA non-genetik dibedakan menjadi
tiga macam, yakni RNA duta, RNA ribosom, dan RNA transfer.a.RNA dutaatau
“messenger RNA” (mRNA) merupakan asam nukleat yang berbentuk pita tunggal
dan merupakan RNA terbesar atau terpanjang yang bertindak sebagai pola
cetakan pembentuk polipeptida. Fungsi utama mRNA adalah membawa kode-
kode genetik dari DNA ke ribosom. mRNA juga berfungsi sebagai cetakan dalam
sintesis protein.b.RNA transfer(tRNA) merupakan RNA terpendekyang bertindak
sebagai penerjemah kodon dari mRNA. Selain itu, tRNA berfungsi mengikat
asam-asam amino yang akan disusun menjadi protein dan mengangkutnya ke
ribosom. Pada tRNA terdapat bagian yang berhubungan dengan kodon yang
disebut antikodon dan bagian yang berfungsi sebagai pengikat asam amino.
3.28Biofisikac.RNA ribosom(rRNA) merupakan RNA dengan jumlah
terbanyak dan penyusun ribosom. RNA ini berupa pita tunggal, tidak
bercabang, dan fleksibel. Lebih dari 80% RNA merupakan rRNA. Fungsi
rRNA sampai sekarang masih belum banyak diketahui, tetapi diduga
memiliki peranan penting dalam proses sintesis protein.Tabel 3.1
mengutarakan beberapa dari karakteristik ketiga jenis dasar RNA untuk
suatu sel bakteri sederhana seperti E. Coli. Molekul-molekul RNA sel-sel
eukariotik merupakan jenis dasar yang sama. Tidak seperti DNA, maka RNA
pada umumnya terdiri dari molekul berserat tunggal walaupun bagian-
bagian dari serat RNA dapat menggulung kembali untuk membentuk
struktur-struktur heliks yang kecil.

pada susu sapi. Sanguansermsri et al. (1974) dalam Barness (1994) melaporkan
banyaknya DNA dan RNA dalam susu sapi pada 5 hari dan 8 minggu saat laktasi
masing-masing adalah sekitar 10 – 120 mg/liter dan 100 – 600 mg/liter. Jumlah ini
akan menurun secara bertahap dan mencapai kestabilan sekitar 3 bulan (Barness,
1994). Keberadaannya di dalam air susu ibu mempunyai peran terhadap sistem
kekebalan tubuh. Konsentrasi nukleotida juga ditemukan secara bervariasi pada
berbagai jaringan tubuh. Misalnya, adenosin fosfat terdapat dalam jumlah besar
pada butir-butir darah merah, uridin dan sel-sel hati. RNA dan DNA terdapat pada
semua sel dimana konsentrasi RNA lebih tinggi sekitar 1000 kali dari DNA
sedangkan konsentrasi DNA bervariasi sesuai tahapan siklus sel.

a. Kesimpulan penelitian
Nukleotida dapat disintesis melalui dua jalur metabolisme, yaitu: jalur de novo
dan jalur penyelamatan. Sintesis melalui jalur de novo memerlukan enersi yang banyak
sedangkan sintesis melalui jalur penyelamatan merupakan jalur pintas yang tidak
membutuhkan banyak enersi. Metabolisme nukleotida merupakan bagian penting dari
banyak proses-proses seluler. Penelitian-penelitian pada saat ini memperlihatkan
bahwa adanya kebutuhan nukleotida dalam makanan yang sebelumnya tidak banyak
diketahui. Suplementasi nukleotida memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan usus, meningkatkan mikroflora usus serta meningkatkan fungsi faali
usus.

TELAAH JURNAL
1. Judul penelitian
Jurnal penelitian yang pertama yaitu “ Biokimia nukleotida dan perannya
sebagai suplemen makanan”, “Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida”, “Resisten
Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosis”, “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Penderita Asam Urat Dengan Kepatuhan Diet Rendah Purin”, “Pengaruh
Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia 50-60 Tahun”,
“Keragaman Nukleotida GenLcy-b(Lycopene beta cyclase) Kultivar TomatBetavila
F1, Fortuna F1dan
Tymoti F1”, “Artritis Gout Dan Perkembangannya”, “Asam nukleat bebas
untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum”, “Pengaruh Senam Zumba
Terhadap Kadar Asam Urat”, “Asam Nukleat (Nucleic Acid)”.
2. Abstrak
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin. Diet rendah purin berasal
dari makanan yang mengandung protein, pada penderita asam urat harus membatasi
makanan yang mengandung protein berlebih. Faktor-faktor yang di duga
mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan diet
rendah purin pada penderita asam urat.
Tomat memiliki tiga gen lycopene yakni lycopene beta cyclase (Lcy-b), lycopene
beta-cyclase kromoplas (Cyc-b) dan lycopene epsilon cyclase (Lcy-e). Gen Lcy-b dapat
digunakan sebagai penentu hubungan kekerabatan yang jauh antara tomat dengan
cabai. Penelitian ini pertama bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan di
antara kultivar tomat Betavila F1, Fortuna F1 dan Tymoti F1 dan hubungan kekerabatan
ketiga kultivar tomat tersebut dengan sekuen tomat Kristin KC140137.1, Darsirius
KC140135.1, Pennellii XM 015217853.1, Villosum KP313876.1 dan outgroup
Capsicum annuum GU085266.1.
Artritis Gout dan Perkembangannya. Latar Belakang. Artritis gout merupakan
istilah yang dipakai untuk kelompok gangguan metabolik, yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Setiap tahun penderita artritis
gout meningkat jumlahnya dan merupakan bagian dari masalah utama kesehatan bagi
usia lanjut di Indonesia maupun seluruh dunia. Oleh karena itu, penatalaksanaan artritis
gout harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan kecacatan yang lebih
parah. Obat yang dipakai untuk artritis gout akut ialah kolkisin, obat antiinflamasi non-
steroid atau kortikosteroid. Kolkisin juga dipakai sebagai terapi pencegahan. Diet dan
perubahan cara hidup merupakan komponen yang penting dalam penatalaksanaan gout
karena menurunkan kadar asam urat serum. Dengan pengobatan dini, pemantauan yang
ketat disertai pendidikan terhadap penderita, prognosis umumnya baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang optimal untuk
seleksi in vitro kedelai varietas tahan tanah kering masam dan mengetahui respon
pertumbuhan kedelai varietas tahan tanah kering masam terhadap berbagai konsentrasi
antibiotik kanamisin. Jenis eksplan yang digunakan adalah setengah biji. Rancangan
penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu
konsentrasi kanamisin (0 mg/L, 50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L, dan 200 mg/L), dan
varietas kedelai yang tahan tanah kering masam (Gepak kuning, Tanggamus, Gema,
Grobogan, dan Burangrang). Parameter yang diukur adalah hari muncul tunas, jumlah
eksplan yang tumbuh tunas, jumlah tunas yang tumbuh dan jumlah eksplan yang hidup.
Data dianalisis menggunakan Anava dua jalur dan uji Duncan. Hasil penelitian
menunjukkan konsentrasi kanamisin optimal berdasarkan LD50 (Lethal Dosis 50%)
untuk setiap varietas memiliki sensitivitas yang berbeda. Varietas Gema, Gepak Kuning
dan Tanggamus pada 150 mg/L, varietas Grobogan pada 100 mg/L, sedangkan varietas
Burangrang sensitif pada konsentrasi 200 mg/L. Semakin meningkatnya konsentrasi
kanamisin menyebabkan penurunan jumlah eksplan hidup, jumlah tunas dan eksplan
yang membentuk tunas, serta penundaan munculnya tunas.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1940an, circulating nucleid acid in
plasma and serum (CNAPS) masih banyak hal perlu dijawab sebelum konsep ini dapat
benar-benar diterapkan untuk mendeteksi DNA dan RNA dalam plasma atau serum.
Berbagai penelitian mendukung bahwa DNA dan RNA bebas memiliki peluang untuk
menjadi pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis dan prognosis penyakit terutama
keganasan.
Asam urat adalah senyawa nitrogen yang di hasilkan dari proses katabolisme
purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen. Asam urat sebagian besar
dieksresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Kadar asam
urat meningkat disebut hiperurisemia yang diakibatkan oleh produksi yang berlebihan
atau ekskresi yang menurun. Penyebab terjadinya hiperurisemia antara lain: alkohol,
leukemia, karsinoma metastasik, multiple myeloma, hiperlipoprotenemia, diabetes
melitus, gagal ginjal, stress, keracunan timbal, dan dehidrasi akibat pemakaian diuretik.
Cara terbaik untuk menurunkan kadar asam urat ialah dengan latihan fisik antara lain
senam zumba.
3. Masalah dan tujuan penelitian
A. Biokimia nukleotida dan perannya sebagai suplemen makanan
Tujunnya untuk mengetahui peranan Nukleotida
B. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Tujuannya untuk mengetahui purin dan pirinidin
C. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosi
Tujuannya untuk mengetahui resistensi kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol
D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Asam Urat Dengan Kepatuhan Diet
Rendah Purin
Tujuannya untuk perbandingan antara penderita asam urat dan kepatuhan diet
E. Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia
50-60 Tahun
Tujuannya untuk mengetahui pengaruh asupan purin dan cairan
F. Keragaman Nukleotida GenLcy-b(Lycopene beta cyclase) Kultivar
TomatBetavila F1, Fortuna F1danTymoti F1
Tujuannya untuk mengetahui berbagai ragam nukleotida
G. Artritis Gout Dan Perkembangannya
Tujuannya untuk mengetahui prkembangan dari artritis
H. Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum
Tujuannya untuk Memberi gambaran perkembangan konsep CNAPS dari awal
ditemukan disertai hasil-hasil penelitian yang mendukungnya.
I. Pengaruh Senam Zumba Terhadap Kadar Asam Urat
Tujuannya untuk menurunkan kadar asam urat ialah dengan latihan fisik antara
lain senam zumba.
J. Asam Nukleat (Nucleic Acid)
Tujuannya untuk Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi
genetika

4. Pembahasan
A. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Nukleotida penting dalam banyak hal, diantaranya :
1.Sebagai sumber energi yang mendorong bermacam-macam reaksi
(ATP), terlibat dalam sintesis protein dan beberapa reaksi (GTP). UTP untuk
aktivasi glukosa dan galaktosa. CTP sebagai sumber energi dalam metabolisme
lipida.
2.Merupakan bagian dari coenzim (AMP, NAD, KoA).
3.Sebagai regulator dan “second messenger” (cAMP, cGMP)
4.Sebagai penyusun RNA dan DNA. Hal-hal lain yang juga perlu
perhatian adalah, bahwa sintesis purin sangat terkoordinasi dibawah pengaturan
yang ketat, sehingga kebutuhan terpenuhi pada saat yang tepat dan jumlah yang
tepat pula.
Ada beberapa kelainan genetik metabolisme purin yang penting untuk
diketahui, seperti gout, Lesch-Nyhan sindrom, defisiensi adenosin deaminase
dan purin nukleosid fosforilase.
Sedangkan kelainan metabolisme pirimidin selain asiduria asam orotat tidak ada
yang penting. Selain itu perlu juga diingat bahwa :
1.Semua sel dalam tubuh manusia dan mahluk hidup dapat mensintesa
purin pirimidin dari senyawa amfibolik (amphibolic intermidiates).
2.Asam nukleat yang berasal dari makanan setelah dicerna oleh enzim
endonuklease akan menghasilkan oligonukleotida. Oligonukleotida dipecah
oleh fosfodiesterase (exonuclease) menghasilkan mononukleotida (nukleotida).
Selanjutnya nukleotidase memecah nukleotida menghasilkan nukleosida dan
fosfat inorganik (Pi). Nukleosida sebagian langsung bisa masuk ke dalam sel
usus (diserap) dan sebagian dipecah oleh enzim fosforilase (nukleosidase)
dalam lumen usus menghasilkan basa purin atau pirimidin dan ribose-1 fosfat.
Basa purin akan mengalami oksidasi menjadi asam urat sedangkan pirimidin
menjadi β-amino. Dalam hepar nukleosida yang berasal dari makanan akan
mengalami hal yang sama, yaitu akan dipecah menjadi basa purin dan pirimidin
dan ribose-1 fosfat. Basa purin akan mengalami oksidasi menjadi asam urat
sedangkan basa pirimidin menjadi β-amino. Asam urat akan dieksresi keluar
tubuh melalui ginjal, sedangkan β-amino dapat diubah menjadi senyawa yang
dapat masuk ke “TCA Cycle”.
3.Boleh dikatakan tidak ada purin dan pirimidin yang berasal dari
makanan digabungkan dengan asam nukleat dari jaringan. Dengan demikian
purin dan pirimidin termasuk senyawa non esensial (nutritionally non essential).

Rumus bangun dan tata cara pemberian nama basa purin


Adenin = 6-amino purin (adenine) Hiposantin = 6-oksi purin (hypoxanthine)
Guanin = 2-amino-6-oksi purin (Guanine) Santin = 2,6-dioksi purin (xanthine).
Rumus bangun dan tata cara pemberian nama basa pirimidin (pyrimidine)
Sitosin = 2-oksi 4-amino pirimidin Orotat = 2,4-dioksi 6-karboksil pirimidin
Urasil = 2,4-dioksi pirimidin (Uracil)
Timin = 2,4-dioksi 5 –metil pirimidin

Nukleosida (nucleosides)
Apabila ribosa atau deoksi ribosa ditambahkan pada basa nitrogen senyawa
yang dihasilkan diberi nama nukleosida (nucleosides). C1 dari ribosa berikatan
dengan nitrogen 9 (N9) dari basa purin atau N1 dari pirimidin. Pemberian nama
nukleosida purin diberi akhiran osin (osine) dan nama nukleosida pirimidin diberi
akhiran idin (idine). Sudah menjadi kesepakatan, nomer dari basa yang dipakai
sebagai acuan dan tanda petik satu ( „ ) diikutkan untuk membedakan dari siklik
(bentuk cincin). Apabila tidak disebut pentosanya dalam bentuk ribosa. Untuk
menunjukkan bahwa pentosa C2 suatu deoksi ribosa maka ditambahkan huruf d di
depan ribosa, kecuali untuk timidin.

Nukleotida (Nucleotides)
Dengan menambahkan satu, dua atau 3 fosfat pada ribosa maka akan
menghasilkan suatu nukleotida. Pada umumnya fosfat terikat dengan ikatan ester
pada karbon 5‟ ribosa. Apabila ada lebih dari satu fosfat, maka diantara fosfat
tersebut terikat dengan anhidrida asam. 3‟-5‟ AMP menunjukkan ikatan ester fosfat
pada 3‟ dan 5‟ gugus hidroksil ribosa dari adenosin. 2‟-GMP artinya fosfat terikat
dengan ikatan ester pada 2‟ gugus hidroksil dari guanosin.
Contoh : AMP, CDP, dGTP, dTTP, cAMP

Polinukleotida
Nukleotida terikat dengan 3‟-5‟ fosfodiester membentuk poli nukleotida.
Polimerasi ribonukleotida akan membentuk suatu RNA, sedangkan polimerasi
deoksi ribonukletida membentuk suatu DNA.

De Novo Sintesa Purin Nukleotida


N-1 berasal dari Aspartat, C-2 dari 10-Formiltetrahidrofolat (10-FTHF), N-3
dari gugus amida glutamin, C-4, C-5 dari glisin, C-6 dari CO2, N-7 dari glisin, C-8
dari 10FTHF, N-9 dari gugus amida glutamin. Basa purin disintesa dalam bentuk
nukleotida, yaitu terikat dengan ribosa 5 fosfat. Mula-mula ribosa 5 fosfat dengan
ATP akan membentuk 5-fosforibosil 1 pirofosfat (PRPP). Enzim yang
mengkatallisa reaksi ini adalah PRPP sintase.

Reaksi ini terjadi dalam banyak jaringan, sebab PRPP mempunyai beberapa
fungsi diantaranya : dalam sintesa nukleotida pirimidin, “salvage pathway” (daur
ulang), pembentukan NAD dan NADP. Enzim ini dipengaruhi oleh di dan trifosfat,
2,3 DP Gliserat, mungkin untuk membatasi produksi PRPP sesuai dengan
kebutuhan yang selanjutnya untuk menghasilkan produk yang sudah ditetapkan
jumlah dan macamnya.
De Novo sintesa purin nukleotida tahapan selanjutnya sangat aktif di sitosol sel
hepar, dimana semua enzim tersedia dalam suatu agregasi (polimer)
makromolekuler. Terjadi pergantian pirofosfat dari PRPP dengan gugus amida dari
glutamin, yang menghasilkan 5-fosforibosilamin. Gugus amino yang terikat pada
C-1 Ribosa akan menjadi N-9 dari basa purin. Enzim yang berperan adalah
glutamin-PRPP amidotransferase, suatu enzim regulator yang menentukan
kecepatan reaksi (rate limiting step). Enzim ini dihambat oleh AMP, GMP atau
IMP. Secara sinergism AMP dan GMP, AMP dan IMP dapat juga menghambat
enzim tersebut. PRPP juga berperan dalam pengaturan kecepatan reaksi tahap ini.
Kadar PRPP dapat berfluktuasi, biasanya nilainya di bawah harga Km. Apabila
kadar PRPP tinggi maka hal ini dapat menghilangkan hambatan AMP, GMP atau
IMP terhadap glutamin-PRPP amidotransferase dengan cara melepaskan agregasi
enzim (disosiasi polimer). De Novo sintesa purin nukleotida adalah suatu alur reaksi
yang memakai energi (ATP) yang cukup besar (5 ATP), sehingga harus betul-betul
dalam pengontrolan yang ketat.

Pembentukan IMP
Ada sepuluh tahap pembentukan IMP. Penelitian tahapan reaksi pembentukan
IMP ini dimulai tahun 1950 oleh kelompok JM Buchanan dan GR Greenberg, dan
memakan waktu 10 tahun untuk mnyelesaikan seluruhnya.
Setelah terbentuk 5-fosforibosilamin, maka selanjutnya terjadi pengikatan atau
pembentukan cincin purin C-4, C-5, dan N-7 yang semuanya berasal dari glisin.
Proses ini memerlukan ATP. Setelah itu pengikatan anggota C-8 yang berasal dari
10formiltetrahidrofolat (10-FTHF). Sebelum cincin persegi 5 tertutup, terjadi
pengikatan N-3 (yang berasal dari amida glutamin) pada C-4. Pengikatan ini
memerlukan ATP. Tahap selanjutnya pembentukan C-6 yang berasal dari CO2, N-
1 yang berasal dari aspartat. N-1 terikat pada C-6 dan memerlukan ATP. Sebagian
molekul aspartat lepas membentuk fumarat. Anggota cincin terakhir dari purin yaitu
C-2 berasal dari 10-FTHF. Penutupan cincin akan membentuk suatu nukleotida
purin.

Mekanisme kontrol pada de novo sintesa nukleotida purin


Ada 2 fase. Secara keseluruhan kontrol terjadi pada tahap amidotransferase oleh
inhibitor-inhibitor dan atau PRPP. Fase kedua melibatkan pengaturan kadar antara
ATP dan GTP. ATP ataupun GTP akan mempengaruhi sintesa lawannya. Ingat
ATP diperlukan dalam sintesa GMP, sedangkan GTP diperlukan dalam sintesa
AMP. Selanjutnya ada beberapa “feedback inhibition” oleh GMP, AMP dan IMP
pada tahap selain pembentukan PRPP. Lihat gambar. XMP sendiri dapat melakukan
“feedback inhibition”

Katabolisme dan “salvage” (penyelamatan = daur ulang) purin nukleotida


Pemecahan asam nukleat menjadi polinukleotida, yang selanjutnya dipecah
menjadi nukleotida, nukletida dipecah menjadi nuklesida, dan nukleosida akan
dipecah menghasilkan basa purin dan pirimidin. Basa purin dan pirimidin akan
mengalami degradasi atau kembali diubah menjadi nukletida melalui “the salvage
pathways”.
Sintesa nukleotida purin dari basa purin dan nuikleosida purin dikenal dengan
nama “salvage pathways” (daur ulang atau daur penyelamatan). Basa purin bebas
adenin, guanin, dan hiposantin dapat diubah kembali menjadi bentuk nukleotida
masing-masing. Dua enzim kunci transferase terlibat dalam daur ini. Pertama
adeninfosforibosiltransferase (APRT) yang mengkatalisa reaksi berikut :

Adenin + PRPP > < AMP + PPi

Enzim yang trasnsferase kedua, hiposantin-guanin fosforibosiltransferase


(HGPRT), yang mengkatalilsa reaksi-reaksi berikut:
Hiposantin + PRPP > < IMP + PPi

Guanin + PRPP > < GMP + PPi

Purin nukleotida fosforilase dapat juga melakukan “salvage pathways” karena


dapat mengarah ke alur kebalikan katabolisme purin. Namun jalur ini tidak
signifikan apabila dibandingka dengan yang dikatalisa PRT.

Interkonversi nukleotida purin


IMP, nukleotida pertama terbentuk dari sintesa de novo, dapat diubah menjadi
AMP dan GMP, dan Di dan Tri fosfat yang sesuai. Demikian pula pembentukan
deoksi ribosa dari nukleotida yang sesuai. Adenosin pada mammalia tidak bisa
diubah menjadi adenin bebas oleh purinnukleosida fosforilase.

Masalah klinik metabolisme purin


Manifestasi abnormal metabolisme purin berasal dari meningkatnya hasil
degradasi purin yaitu asam urat. Meningkatnya asam urat dalam darah dikenal
dengan hiperurikemia. Gout terjadi apabila sodium urat mengendap membentuk
kristal dalam cairan sinovial dari persendian, yang dapat menyebabkan inflamasi
dan artritis. Sebagian besar gout disebabkan karena kelebihan purin, karena
kekurangan enzim salvage HGPRT. Sebagian besar dari gout dapat diobati dengan
pemberian allopurinol, suatu senyawa yang mirip (analog) dari hiposantin, sehingga
dapat menghambat santin oksidase (xanthine oxidase) dan santin dehidrogenase.

De Novo sintesa pirimidin nukleotida


Cincin pirimidin berasal dari bicarbonat ( C-2 ), amida dari glutamin ( N-3 ),
aspartat ( C-4, C-5, C-6 dan N-1 ).

Sintesa pirimidin dimulai dengan pembentukan karbamoil fosfat (carbamoyl


phosphate) dari glutamin dan bikarbonat. Reaksi ini memerlukan 2 ATP. Enzim
yang mengkatalisa reaksi ini adalah karbamoil fosfat sintetase II (CPS II).
Berbeda dengan CPS I ,yang lebih cenderung memakai amonia bebas, CPS II
memakai glutamin sebagai sumber N-nya, dan tidak memerlukan N-Asetilglutamat.
Termasuk reaksi di atas (reaksi pertama), ada 6 tahap reaksi dalam pembentukan
nukleotida pirimidin. Reaksinya sebagai berikut :
Karbamoilfosfat berkondensasi dengan aspartat, dengan memakai enzim
aspartat transkarbamoilase (aspartate transcarbamoylase), menghasilkan N-
karbamoilaspartat. Kemudian N-karbamoilaspartat diubah menjadi dihidroorotat.
Enzimnya dihidroorotase.
Pada manusia CPS II, asp-transkarbamilase dan dihidroorotase adalah
merupakan suatu protein dengan multifungsi.
Oksidasi pada cincin dengan suatu enzim kompleks yang masih belum banyak
diketahui menghasilkan suatu pirimidin bebas, asam orotat (orotic acid). Enzim ini
terletak di permukaan luar membran dalam mitokhondria. Sedangkan enzim-enzim
lainnya didapatkan dalam sitosol.

Mekanisme kontrol pada de novo sintesa nukleotida pirimidin


Pada manusia kontrol sintesis nukleotida pirimidin terutama pada tahap CPS
II. Enzim ini dihambat UTP yang berkompetisi dengan ATP. PRPP mengaktivasi
CPS II. Ada tempat pengontrolan yang lain, seperti OMP dekarboksilase yang
dihambat oleh UMP dan CMP, akan tetapi pada keadaan normal tidak terlalu
penting. Pada bakteri, aspartat transkarbamoilase merupakan enzim regulator.

Penyelamatan = daur ulang (salvaging) pirimidin nukleotida


Tipe kedua penyelamatan=daur ulang (salvage pathway) yang terdiri dari dua
tahap merupakan jalur utama “salvaging” pirimidin. (Tipe pertama : enzim orotat
PRT dapat memakai pirimidin yang lain nukleosida yang sesuai)

Basa + Ribosa 1-fosfat <- -> Nukleosida + Pi


(nukleosida fosforilase)
Nukleosida + ATP -> Nukleotida + ADP
(nukleosida kinase)

Ada enzim uridin fosforilase dan uridin kinase dan deoksitimidin fosforilase dan
timidin kinase yang dapat mendaur ulang (salvage) timin apabila tersedia dR 1-P.

Perubahan dua arah antar nukleotida (interconversion of nucleotides)


Monofosfat adalah bentuk de novo sintesis, sedangkan yang paling banyak
diperlukan adalah bentuk trifosfat. Ada enzim yang digolongkan nukleosida
monofosfat kinase yang mengkatalisa reaksi.

Kelainan metabolisme pirimidin


Karena hasil akhir metabolisme pirimidin larut dalam air, tidak banyak kelainan
yang disebabkannya. Ada dua penyakit bawaan yang mempengaruhi sintesa
pirimidin, dan menyebabkan meningkatnya eksresi asam orotat (orotat aciduria).
Kelainan ini disebabkan karena kekurangan enzim yang mempunyai dua fungsi
sebagai :
Orotat fosforibosil transferase
OMP dekarboksilase
Gejala dan tanda-tanda klinik yang bisa dijumpai diantaranya : hambatan
pertumbuhan (retarded growth, anemia berat hipokhromik dan sumsum tulang
megaloblastik (megaloblastic bone marrow). Leukopeni juga sering dijumpai.
Kelainan ini bisa diobati dengan uridin dan atau sitidin. Pemberian dua senyawa ini
akan meningkatkan pembentukan UMP (nukleosida kinase). UMP akan
menghambat CPS II, dengan demikian mengurangi pembentukan asam orotat.

B. Biokimia nukleotida dan perannya sebagai suplemen makanan


Nuleotida adalah suatu senyawa biologi dengan berat molekul rendah yang
memainkan peran penting dalam hampir semua proses biokimia seluler. Nukleotida
mengandung basa-basa purin dan pirimidin yang merupakan building blocks dari DNA
dan RNA atau merupakan prekursor-prekursor untuk penyusunan unit-unit monomer
DNA dan RNA. Selain itu juga mempunyai fungsi penting dalam energetika seluler
dan metabolisme, terutama sebagai komponen ATP (adenosin trifosfat), molekul
trifosfat lainnya, dan koenzim-koenzim. ATP adalah suatu nukleotida adenin yang
merupakan sumber utama dari enersi kimiawi yang digunakan dalam metabolisme
untuk memacu hampir semua proses seluler dari suatu organisme. ATP termasuk juga
GTP (guanosin trifosft) merupakan pengangkut utama dalam enersi kimiawi.
Nukleotida merupakan komponen dari kofaktor NAD, FAD, S-adenosil metionin, dan
koenzim A, juga sebagai biosintetik antara yang aktif (sebagai mediator fisiologis)
seperti UDP-glukosa, CDP-diasilgliserol, siklik adenosin fosfat (cAMP) dan siklik
guanosin trifosfat (cGTP). cAMP dan cGTP mengatur sejumlah besar proses seluler.
Adenosin penting dalam pengaturan aliran darah dan aktivitas otot halus. Guanosin
trifosfat terlibat dalam transduksi sinyal pembentukan struktur RNA dan mikrotubulus.
Banyak nukleotida lain terlibat dalam pengaturan proses-proses seluler

lainnya (Bhagavan, 1992; Lehninger, Nelson and Cox, 1993; Rudolph, 1994).
Nukleotida berfungsi sebagai perantara aktivasi dalam sintesis glikogen dan
glikoproteinglikoprotein, juga merupakan perantara dalam sintesis fosfolipida dan
berperan sebagai donordonor metal dan sulfat. Mereka merupakan komponen
struktural dari sejumlah koenzim yang genting terhadap banyak jalur metabolik, dan
juga berfungsi sebagai efektor-efektor alosterik yang mengontrol tahapan-tahapan dari
jalur-jalur metabolik utama (Rudolph, 1994). Penelitian-penelitian dalam beberapa
tahun terakhir memperlihatkan bahwa sumber-sumber zat makanan (dietary sources)
yang mengandung nukleotida sangat diperlukan dalam pemeliharaan ‘respon kekebalan
seluler’, perkembangan bayi, dan sumber nutrisi bagi orang dewasa. Tulisan ini
membahas biosintesis nukleotida secara komparatif dan beberapa aspek fisiologis
nukleotida terutama perannya sebagai zat makanan tambahan.

STRUKTUR NUKLEOTIDA

Setiap nukleotida terdiri atas satu komponen gula berkarbon lima, satu
komponen nitrogen yang mengandung basa aromatik, dan satu atau lebih gugus fosfat.
Komponen gula dapat berupa D-ribosa (untuk RNA) atau D-deoksiribosa (untuk
DNA).
Gugus fosfat bergandengan pada karbon 5’ dari komponen gula melalui ikatan
fosfoester, dan komponen basa bergandengan pada karbon 1’. Komponen basa dapat
berupa sebuah purin atau sebuah pirimidin. DNA mengandung basa-basa purin:
Adenin (A) dan Guanin (G), dan basa-basa pirimidin: Sitosin (C) dan Timin (T).
Sedangkan RNA mengandung Adenin, Guanin, Sitosin, dan Urasil (U) yang
menggantikan posisi Timin. Penggunaan istilah nukleotida dalam tulisan ini mengacu
pada berbagai bentuk yang mengandung basa purin dan pirimidin, bukan bentuk khusus
dari senyawa tersebut. Jika gugus fosfat dikeluarkan dari sebuah nuleotida, maka
komponen gula basa yang tertinggal disebut ‘nukleosida’. Dengan demikian setiap
purin dan pirimidin dapat berupa basa bebas (nukleosida) atau nukleotida.

Berdasarkan nomenklatur tersebut, sebuah nukleotida dapat dikatakan berupa


nukleosida monofosfat bila pada suatu nukleosida terdapat gandengan suatu gugus
fosfat tunggul padanya. Ini dapat diperpanjang menjadi molekul-molekul dengan dua
atau tiga gugus fosfat yang berikatan pada karbon 5’. Contoh: nukleosida adenosin
(adenin + ribose) dapat memiliki ikatan satu, dua atau tiga fosfat sehingga dinamakan
adenosin monofosfat (AMP), adenosin difosfat (ADP) atau adenosin trifosfat (ATP).
ATP merupakan senyawa yang kaya enersi untuk memacu berbagai reaksi di dalam sel,
termasuk aktivasi monomer untuk pembentukan polimer. Dalam contoh ini terlihat
bahwa nukleotida
BIOSINTESA DAN DEGRADASI NUKLEOTIDA
Biosintesis nukleotida
Biosintesis awal dari berbagai atom basa purin dan pirimidin hampir semuanya
berasal dari asamasam amino. Nukleotida dapat dibentuk melalui dua macam jalur
metabolik, yaitu: jalur de novo (de novo pathway) dan jalur penyelamatan (salvage
pathway). Jalur de novo dimulai dengan pembentukan purin dan pirimidin melalui
prekursor-prekursor metabolik yaitu: asam-asam amino, ribosa-5-fosfat, CO2, dan
NH3. Sedangkan jalur penyelamatan dimulai dengan konversi basa-basa yang belum
berbentuk (perfomed bases) atau basa-basa bebas yang berasal dari zat-zat makanan,
media sekitarnya atau dari katabolisme nukleosida menjadi nukleotida-nukleotida,
biasanya dengan penambahan ribosa-5-fosfat pada komponen basa.
Fosforibosilpirofosfat (PRPP) merupakan sumber pentosa untuk biosintesis purin dan
pirimidin dan untuk penyelamatan basa-basa. Senyawa ini dibentuk dari ribose-5-
fosfat. Deoksiribonukleotida dibentuk secara teratur dari ribonukleotidaribonukleotida.
Jalur biosintesis purin terdiri atas sepuluh tahap. Tahap awal melibatkan kondensasi
PRPP dan glutamin yang dikatalisis oleh PRPP aminotransferase yang sebenarnya
merupakan tahap pembatas, dan dihambat balik (feedback inhibition) oleh AMP dan
GMP (Gambar 1). Inosin monofosfat (IMP) merupakan purin pertama yang dibentuk
dan kemudian diubah menjadi AMP atau GMP tergantung pada kebutuhan sel-sel.
Regulasi yang juga terjadi pada tahapan ini adalah dimana monofosfat dari purin dan
pirimidin siap diubah menjadi difosfat dan trifosfat oleh berbagai enzim kinase yang
menggunakan ATP sebagai sumber fosfat. berperan sebagai unit monomerik dari asam
nukleik dan sebagai perantara pada berbagai reaksi transfer enersi.

Degradasi nukleotida
Purin dan pirimidin mengalami penguraian (katabolisme) melalui suatu jalur
metabolisme (Lehninger et al., 1993). Pada primata, asam urat merupakan produk akhir
dari katabolisme purin yang diekskresikan melalui siklus urea. Sedangkan pada spesies
lain (vertebrata lain, ikan-ikan teleost, amfibi, ikan-ikan bertulang rawan, dan
invertebrata
laut) dapat mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih mudah larut seperti
allantoin, allantoat, urea, dan NH4. Produk akhir dari katabolisme pirimidin adalah ß-
alanin dan ß-amino isobutirat, keduanya mudah larut dan gampang diekskresi.
Tidak demikian dengan katabolisme pirimidin, oleh karena itu tidak ada efek klinis
dari produk akhirnya yang terjadi. Jalur katabolisme berlangsung di dalam sistem
pencernaan, yaitu mengubah DNA dan RNA dan nukleotida bebas menjadi nukleosida
dan basa-basa bebas. Basa-basa pirimidin dan nukleosida diambil dan siap dimasukkan
ke dalam jaringan. Nukleotidanukleotida yang berasal dari zat makanan nampaknya
penting dalam menunjang metabolisme seluler, terutama pada jaringan-jaringan yang
membelah secara cepat seperti sel-sel limfoid dan usus halus. Pengambilan purin dan
pirimidin dari usus halus dan nukleotida-nukleotida seluler terutama dari RNA
menyediakan basa-basa yang siap dibentuk sehingga menghindari biaya metabolik dari
biosintesis de novo. Sintesis dari purin dan pirimidin menggunakan cukup banyak
enersi. Gambaran interaksi menyeluruh yang terlibat dalam pengambilan nukleotida,
sintesis, penyelamatan dan katabolisme disajikan pada Gambar 3. Penting untuk dicatat
peranan asam-asam amino dalam sintesis nukleotida dan penyelamatan dari zat-zat
makanan dan sumber-sumber seluler dari nukleotida. Terdapat suatu keseimbangan
antara jalur-jalur yang berbeda ini sehingga menyediakan tingkat nukleotida di dalam
sel-sel dengan pengeluaran metabolik yang sekecil mungkin.
PERANAN NUKLEOTIDA SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN
Nukleotida termasuk salah satu nitrogen nonprotein (NPN) yang terdapat dalam
air susu ibu dan spesies hewan lain seperti sapi, kambing dan domba. Banyaknya
sekitar 20 persen dari nitrogen dalam air susu ibu dan sekitar 5 persen dari nitrogen
pada susu sapi. Sanguansermsri et al. (1974) dalam Barness (1994) melaporkan
banyaknya DNA dan RNA dalam susu sapi pada 5 hari dan 8 minggu saat laktasi
masing-masing adalah sekitar 10 – 120 mg/liter dan 100 – 600 mg/liter. Jumlah ini
akan menurun secara bertahap dan mencapai kestabilan sekitar 3 bulan (Barness, 1994).
Keberadaannya di dalam air susu ibu mempunyai peran terhadap sistem kekebalan
tubuh. Konsentrasi nukleotida juga ditemukan secara bervariasi pada berbagai jaringan
tubuh. Misalnya, adenosin fosfat terdapat dalam jumlah besar pada butir-butir darah
merah, uridin dan sel-sel hati. RNA dan DNA terdapat pada semua sel dimana
konsentrasi RNA lebih tinggi sekitar 1000 kali dari DNA sedangkan konsentrasi DNA
bervariasi sesuai tahapan siklus sel. Sumber-sumber lain yang kaya nukleotida adalah
jeroan, daging ikan dan ayam sedangkan sayur-sayuran, buah-buahan dan produk-
produk asal susu merupakan sumber nukleotida yang rendah. Ketersediaaannya di
dalam air susu ibu dan jaringan lainnya telah mendorong orang untuk mempelajari
kemungkinannya sebagai suplementasi pada anakanak kecil (terutama balita) dan
penderita penyakit. Namun demikian sampai saat ini masih ada pemikiran bahwa
sumber zat-zat makanan (dietary sources) yang mengandung nukleotida pra bentuk
(performed nucleotides) seperti basa-basa purin dan pirimidin, nukleosida-nukleosida,
nukleotidanukleotida atau polinukleotida-polinukleotida seperti RNA dan DNA tidak
begitu diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh secara normal. Selain
itu diasumsikan pula bahwa tubuh dapat mensintesis secara cukup jumlah nukleotida di
dalam jaringannya sendiri dan oleh karena itu zat makanan tambahan (dietary
nucleotide) yang diberikan tidak banyak gunanya. Namun beberapa penelitian terakhir
memperlihatkan bahwa usus dan sistem kekebalan tubuh sebagian besar bergantung
pada jalur penyelamatan basa-basa purin dan pirimidin sedangkan sintesis melalui jalur
de novo tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan metabolisme berbagai aktivitas seluler
(Rudolph, 1994).
Sumber zat makanan nukleotida lain nampaknya sangat penting untuk
pertumbuhan usus dan pendewasaan pada anak-anak kecil sejalan dengan jumlah
kandungannya dalam air susu ibu (Uauy et al., 1994). Penelitian in vivo
memperlihatkan bahwa nukleotida mempunyai peran penting dalam perkembangan
usus halus dan perbaikan fungsi enterosit (sel-sel usus). Nukleotida suplemen melalui
zat-zat makanan pada umumnya ditelan dalam bentuk nukleo-protein yang berasal dari
bahan-bahan nukleus (nuclear material). Pencernaan nukleus protein ini diinisiasi oleh
protease yang menghasilkan asam-asam nukleik. Asam-asam nukleik kemudian
mengalami hidrolisis di dalam lambung dan dengan bantuan enzim pankreatik nuklease
dan fosfoesterase menghasilkan nukleotida dan nukleosida. Kebanyakan DNA dan
RNA dihidrolisa secara lengkap menjadi nukleotida di dalam usus. Dengan bantuan
alkalin fosfatase di dalam enterosit akan memutus gugus fosfat pada nukleotida menjadi
bentuk nukleosida; yang selanjutnya dengan peran nukleosidase akan membebaskan
komponen gula sehingga menghasilkan basa-basa N bebas. Selanjutnya campuran
nukleosida dan basa-basa N bebas tersebut akan diserap oleh enterosit. Melalui
penelitian-penelitian fisiologis telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% nukleotida yang
tertelan mengalami penyerapan, tetapi hanya 5% yang masuk ke dalam usus sebagai
asam nukleik dan sejumlah kecil masuk ke dalam sel-sel hati. Sebagian besar purin
yang diserap mengalami degradasi menjadi asam urat di dalam usus halus. Jadi usus
halus tidak hanya menyelamatkan sejumlah basa-basa N dan nukleosida tetapi juga
mengoksidasikan kelebihan purin ke dalam bentuk asam urat. Regulasi purin suplemen
melalui makanan berkaitan dengan kerja gen hipoxantin guanin fosforibosil transferase
(HGPRT). Bersamaan dengan kerja gen tersebut terdapat juga enzim adenosin
deaminase (ADA) dan enzim-enzim kunci lainnya yang mengatur katabolisme
purin.Adanya degradasi purin yang tinggi dan aktivitas penyelamatan diduga berkaitan
dengan kebutuhan untuk menstabilkan konsentrasi adenosin yang mempunyai potensi
sebagai racun. Degradasi nukleotida intestinal juga menguntungkan karena membatasi
ketersediaan nukleotida untuk pertumbuhan mikroba atau parasit. Untuk beberapa
organisme seperti protozoa, basa purin merupakan zat makanan yang sangat
dibutuhkan. Usus halus memainkan peranan penting dalam nasib purin yang dimakan
Sedikit yang diketahui mengenai regulasi metabolisme pirimidin oleh enterosit.
Melalui studi isotopomer pada tikus dan ayam yang diberi makan dengan 13C diketahui
bahwa nukleosida pirimidin mengalami metabolisme dan penyerapan yang berbeda
dengan nukleosida purin. Adenosin dan guanasin suplemen secara cepat dioksidasi dan
diteruskan ke hati dalam bentuk asam nukleik. Pola penyerapan ini serupa tapi tidak
sama dengan penyerapan dan penempatan asam-asam amino penting (essential).
Hasil-hasil penelitian (Uauy, et al. 1994) memperlihatkan bahwa terdapat
beberapa keuntungan pemberian zat makanan yang mengandung nukleotida, antara
lain:
1. Pengaruh terhadap mikroflora usus.
Nukleotida memodifikasi tipe dan pertumbuhan mikroflora usus. Anak-anak
kecil yang diberi suplemen formula nukleotida memiliki persentase tinggi
bifidobakteria dan lactobacilis serta lebih sedikit enterobakteri dibanding dengan
mereka yang diberi susu formula biasa. Bifidobakteri mempunyai beberapa
keuntungan bagi anak kecil karena dapat menghidrolisa gula menjadi asam laktat
sehingga menurunkan pH kolon. Menurunnya pH akan menekan proliferasi
bakteri patogen. Bifidobakteri juga menghambat pertumbuhan enterobakteri yang
menimbulkan penyakit diare.
2. Pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan usus.
Tikus-tikus muda yang diberi makan suplemen 0,8% nukleotida selama periode
2 (dua) minggu ternyata memperlihatkan pertambahan panjang villus, bertambah
dalamnya criptus, lebih banyak kandungan protein dan DNA di dalam ususnya.
Aktivitas maltase di dalam usus juga tinggi, namun aktivitas laktase dan sucrase
kurang terpengaruh.
3. Pengaruh terhadap pulihnya usus setelah infeksi.
Sedikit peradangan ditemukan pada histologi sayatan usus dari kelompok tikus
yang diberi makan 0,8% suplemen nukleotida.
4. Pengaruh lainnya terhadap fungsi-fungsi usus.
Anak-anak yang diberi suplementasi nukleotida memperlihatkan pertumbuhan
dan pematangan enzimatik dari usus. Hal ini menguntungkan flora usus halus
karena dapat berperan terhadap infeksi gastroenteritis.
Bagaimana implikasinya bagi makanan anak? Tubuh mempunyai kemampuan
untuk mensintesa zat-zat makanan yang dibutuhkan melalui jalur-jalur biokimia
yang ada. Tetapi kadang-kadang terjadi intervensi atau hambatan pada jalur-jalur
tersebut sehingga tubuh kehilangan kemampuannya. Oleh karena itu suplementasi
nukleotida dianggap perlu untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian terhadap
hewan memperlihatkan bahwa pemberian nukleotida melalui zat-zat makanan
(purin dan pirimidin) sangat berarti bagi hewan-hewan yang baru lahir. Jaringan
yang pertumbuhannya sangat cepat seperti epitelium usus dan sel-sel limfoid
sangat membutuhkan basa-basa purin dan pirimidin
sementara kapasitasnya melalui jalur de novo terbatas atau bahkan tidak
ada. Fenomena ini mungkin juga terjadi pada jaringan-jaringan lain yang sedang
atau baru pulih dari sakit (Uauy, 1994). Asam-asam nukleik, nukelotida-nukleotida
dan produk-produk metabolit yang berkaitan tersedia di dalam air susu ibu dalam
jumlah yang relatif besar (sekitar 10 – 20% NPN terdiri atas nukleotida bebas).
Kebanyakan susu formula mempunyai kandungan nukleotida yang rendah dan
mengandung tipe-tipe nukleotida yang berbeda dari air susu ibu. Asam nukleik
dari sel-sel yang terdapat di dalam air susu ibu dapat dipertimbangkan sebagai
suatu sumber potensial nukelotida tersedia bagi anak-anak menyusu. Telah
diperhitungkan bahwa bayi seberat 3 kg saat lahir memperoleh 10 – 20 mg/hari
nukleotida bebas dan 100 – 150 mg/hari asam-asam nukleik. Jumlah nukleotida
yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan oksidatif diperkirakan 120
mg/hari, dan jumlah yang didepositkan pada jaringan baru terbentuk sekitar 360
mg/hari. Dengan demikian dibutuhkan sejumlah 480 mg/hari atau 160 mg/kg
kebutuhan tiap hari. Bagi anak-anak yang menyusu sekitar sepertiga bagian dari
jumlah tersebut dipenuhi dari jalur penyelamatan nukleotida, sedangkan bagi
mereka yang diberi susu formula lebih dari 95% dipenuhi melalui sintesis de novo.
Jika suplai nukleotida dipenuhi melalui sintesis de novo maka jumlah asam amino
yang dibutuhkan adalah 0,6 gram atau sekitar 10% dari total kebutuhan protein
harian. Pada Tabel 2 disajikan secara ringkas kebutuhan harian nukleotida melalui
jalur de novo. Pertanyaannya adalah: Apakah pemberian atau penambahan
nukleotida pada susu formula dalam selang konsentrasi seperti pada air susu ibu
aman diberikan atau tidak? Dari beberapa uji coba suplementasi yang telah
dilakukan selama 9 – 12 bulan ternyata tidak ditemukan adanya pengaruhpengaruh
yang merugikan. Kelompok yang diuji memperlihatkan pertumbuhan yang sama
dengan kelompok kontrol (pemberian air susu ibu). Hasil yang sama juga
diperlihatkan oleh kelompok anakanak remaja (pancaroba). Percobaan ini
memperlihatkan bahwa pemberian nukleotida termasuk aman bagi anak-anak
(Uauy, 1994). Telah diketahui bahwa air susu ibu memiliki profil nukleotida yang
berbeda dengan susu formula sapi. Air susu ibu lebih kaya dalam citidin dan
adonosin monofosfat sedangkan susu formula sapi didominasi oleh orotat, suatu
produk samping dari katabolisme pirimidin. Menurut Uauy (1994) Komisi Ilmiah
Makanan di Eropa telah menyetujui penambahan nukleotida ke dalam susu
formula sebagai berikut: 2,5 mg CMP, 1,75 mg UMP, 1,5 mg AMP, 0,5 mg GMP,
dan 1 mg inosin monofosfat (per 100 Kcal.).
C. Resisten Trimetoprim – Sulfametoksazol terhadap Shigellosi
Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien per
tahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun,1 Ghiskan melaporkan 5 juta
kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya.2 World Health Oranization membagi
diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri) dan diare
persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba,
enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, (Campylobacter jejuni3-
5 dan virus (rotavirus)6. diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan
tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.4-9 Laporan
epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien
shigellosis meninggalsetiap tahun di seluruh dunia.9,10 Data di Indonesia
memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan
oleh Disentri basiler.11 Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak
6000 dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit,12 di Inggris
20.00050.000 kasus per tahun,13 sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian
± 40.000 kasus (rata rata case fatality rate 4%).7 Tingginya insidens dan mortalitas
dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan
kebersihan yang kurang. Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan
yang ditandai dengan diare cair akut dan/ atau disentri (tinja bercampur darah, lender,
dan nanah), pada umumnya disertai demam, nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi
shigelosis berat menjadi fatal adalah perforasi usus, megakolon toksik, prolapsus rekti,
kejang, anemia septik, sindrom hemolitik uremia, dan hiponatremi. Penyakit ini
ditularkan melalui rute fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari,21 untuk terjadinya
penularan tersebut diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella.
Berdasarkan aspek biokimia dan serologi, Shigella spp di bagi atas dari 4
spesies, yaitu S.dysenteriae (serogroup A), S.flexneri (serogroup B), S.boydii
(serogroup C), dan S.sonnei (serogroup D). Dari keempat spesies tersebut,
S.dysenteriae serotipe 1 (diketahui sebagai Shiga bacillus) dapat menyebabkan
penyakit yang berat dan dapat menyebar cepat sehingga terjadi epidemi. Penyebaran
masingmasing spesies ini sangat bervariasi di seluruh dunia; sebagai contoh di Amerika
Serikat, shigellosis lebih sering disebabkan oleh S.sonnei (60-80%) dan S.flexneri
Untuk membiakkan shigella diperlukan media pembiakan khusus seperti Mac
Conkey, Shigella Salmonella (SS) agar, atau xylose lysine deoxycholate (XLD).
Pembiakan ini sulit dilakukan di negara berkembang karena fasilitas laboratorium yang
tidak memadai di samping membutuhkan waktu beberapa hari, dan shigella mempunyai
batas waktu hidup di luar tubuh manusia.
Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya,
walaupun WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980) merekomendasikan
trimetoprim sulfametoksazol sebagai pilihan utama Trimetoprim Sulfametoksazol
sampai sekarang masih digunakan karena mudah didapat, harganya murah, aman untuk
anak, dan tersedia dalam kemasan oral. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa
pemberian antimikroba dapat mengurangi morbiditas, mengurangi lama sakit,
penyebaran organisme, dan mencegah komplikasi sekunder, dan menurunkan angka
kematian.
Diare disentri yang disebabkan S.sonnei dan S.flexneri pada umumnya ringan
dan sembuh sendiri, sehingga terapi suportif dan simtomatis lebih diutamakan.28
Kehilangan cairan pada shigelosis tidak sehebat diare sekretori sehingga dehidrasi yang
terjadi ringan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan rehidrasi oral. Pemberian
antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah tersebut karena
beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim sulfametoksazol
pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-sulfametoksazol dijumpai
di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya resistensi akan meningkatkan
risiko epidemi shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia.
Patogenesis
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul, dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen
lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus sampai
melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala
hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan
permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan vesikel pada
membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositik intraselular,
memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang berdekatan.
Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120-
140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid
antigen invasions (Ipa).22 Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi
mukosa. Dari bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella menghasilkan ekso-
toksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik,
enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai
gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot. Shigella dysenteriae tipe 1
menghasilkan suatu sitotoksin protein poten yang dikenal dengan toksin Shiga yang
terdiri dari dua struktur sub unit, yaitu :
1. Subunit fungsional. Pada sitoplasma subunit fungsional akan mengkatalisasi
dan menghidrolisis RNA 28S dari subunit 60S ribosom, sehingga menyebabkan
hambatan pada sintesis protein yang bersifat permanen sehingga mengakibatkan
kematian sel.
2. Sub unit pengikat. Bagian sub unit pengikat merupakan suatu glikolipid Gb
(globotriaosilseramid) yang berfungsi untuk mengikat reseptor seluler spesifik.
Pengikatan ini akan diikuti oleh pengaktifan mediator reseptor endositosis dari toksin
yang dihasilkan.

Shiga toksin dapat menyebabkan terjadinya sindrom hemolitik uremik dan


trombotik trombositopenik purpura. Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan
reaksi silang akibat infeksi serotipe E.coli yang juga dapat menghasilkan toksin yang
mirip dengan toksin Shiga. Mekanisme dari efek patogenisitas ini mungkin melibatkan
suatu toksin pengikat sel endotel (binding toxin endothelial cell), yang dapat
menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan lesi pada glomerulus.
Mekanisme kerja trimetoprim– sulfametoksazol pada infeksi shigella
Kedua obat ini merupakan kombinasi yang bersifat sinergistik dengan
mekanisme kerja, trimetoprim memblok produksi asam tetrahidrofolat dari asam
dihidrofolat dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase bakteri. Sedangkan
sulfametoksazol mencegah sintesis asam dihidrofolat, sehingga bakteri bersaing
dengan asam para amino benzoat (PABA). Kombinasi ini akan memblok dua langkah
yang berhubungan dengan biosintesis asam nukleat dan protein essensial pada banyak
bakteri.
Trimetoprim sulfametoksazol merupakan obat pilihan utama yang digunakan
pada shigellosis, bekerja dengan menghambat sintesis asam folat. Koenzim asam folat
merupakan suatu senyawa yang diperlukan untuk sintesis purin dan pirimidin
(prekursor DNA dan RNA) dan senyawa-senyawa ini diperlukan untuk pertumbuhan
selular dan replikasi sel bakteri. Jika asam folat ini tidak ada maka sel dalam bakteri
tidak dapat tumbuh atau membelah.
Mekanisme terjadinya resistensi
A. Mekanisme resistensi antimikroba secara umum Terdapat empat alur mekanisme
dasar terjadinya resistensi secara biokimia, sehingga mengurangi
daya bunuh dan efektifitas antimikroba
1. Perubahan molekul target reseptor antimikroba pada bakteri. Dengan
mempengaruhi molekul reseptor target, antimikroba tidak akan dapat mengikat
reseptor target sehingga tidak anti mikroba tidak dapat menginvasi bakteri.
2. Penurunan kemampuan antimikroba pada target dengan mempengaruhi
masuknya antimikroba ke dalam sel atau peningkatan pengeluaran antimikroba
dari sel. Contoh pada mekanisme ini adalah resistensi tetrasiklin, resistensi
terjadi melalui mediator plasmid.
3. Destruksi atau inaktivasi antimikroba. Terjadinya mekanisme resistensi jalur
ini disebabkan oleh produksi berlebihan suatu enzim yang dapat menginaktivasi
antimikroba. Contoh yang sangat populer adalah resistensi beta-laktamase dan
resistensi kloramfenikol.
4. Bakteri menghasilkan jalur metabolik baru.
Bakteri bisa menghasilkan enzim baru yang tidak dapat dihambat oleh
antimikroba.
B. Mekanisme resistensi trimetoprin – sufametoksazol terhadap shigella
Terdapat berbagai laporan yang menyatakan resistensi antimikroba terhadap
shigella dapat dipindahkan dari shigella ke E.coli dan sebaliknya melalui konjugasi.
Resistensi dan virulensi shigella terhadap antimikroba dipengaruhi oleh
• Plasmid. Ada tidaknya plasmid mempengaruhi virulensi bakteri, karena
plasmid berperan dalam mengenali sel epitel. Shigella yang tidak mempunyai plasmid
menjadi tidak virulen.
• Aktin. Mutasi aktin intraselular (IcsA) akan menurunkan virulensi bakteri
karena terjadi penurunan kemampuan bakteri untuk berpindah dan berkembang dalam
intraselular.
• Kemampuan shigella menempati epitel. Shigella merupakan bakteri yang
berdiam dalam lapisan epitel dan mampu melindungi diri dari kontak dengan
lingkungan ekstraselular dan tidak pernah menembus mukosa menjadi suatu infeksi
sistemik. Sifat ini menyebabkan shigella sulit diobati dan sering menimbulkan
resistensi
Then dkk membagi mekanisme resistensi sulfametoksazol menjadi dua bagian
yaitu mekanisme intrinsik dan didapat. Penulis lain menjelaskan beberapa teori
terjadinya resistensi shigella terhadap kombinasi sulfametoksazol-trimetoprim dan
menghubungkannya dengan hal-hal seperti yang tertera berikut ini.
1. Pembentukan enzim dihidrofolate sintetase (DHPS) dan
dihidrofolate reduktase (DHFR) baru. Shigella dapat menghasilkan enzim
dihidrofolate reduktase (DHFR) dan enzim dihidrofolate sintetase (DHPS)
baru, sehingga kombinasi sulfametoksazoltrimetoprim tidak dapat
menginhibisi sintesis asam nukleat dan asam folat pada shigella. Kemampuan
shigella untuk membentuk enzim baru tersebut tergantung dari ada tidaknya
plasmid pada shigella tersebut.
2. Faktor R (faktor resistensi). Pengaruh faktor R terhadap terjadinya resistensi
mulai dikenal sejak tahun 1972. Diduga dengan adanya faktor R, tidak dapat terjadi
perubahan atau pertukaran kromosom DNA bakteri pada saat terjadinya transfer
resistensi obat dari bakteri patogen lain. Faktor R diketahui dapat dipindahkan ke
bakteri patogen yang lain dan pemindahan faktor R ini di
hubungkan dengan adanya plasmid R pada shigella. Peningkatan kecepatan dan
kemampuan shigella untuk memindahkan plasmid R dapat menyebabkan terjadinya
suatu epidemi.
3. Transposos 7 (Tn 7). Transposos berperan terhadap perubahan urutan asam
amino pada bakteri. Tn 7 dapat berpindah dari satu plasmid ke plasmid yang lain dan
melekat erat di atas kromosom bakteri. Kemampuan Tn 7 untuk mengubah urutan asam
amino mungkin dapat menjelaskan terjadinya peningkatan kecepatan dan luas
penyebaran resistensi pada bakteri famili Enterobacteriaceae dan spesies lain.
Dikatakan juga bahwa Tn 7 ini dapat masuk ke dalam kromosom bakteri sehingga
walaupun plasmid sebagai pembawa Tn 7 pada awalnya telah menghilang, resistensi
masih dapat terjadi melalui perubahan kromosom bakteri. Dengan perkataan lain dapat
disebutkan bahwa resistensi terjadi akibat adanya mutasi pada bakteri yang disebabkan
adanya Tn 7.
Sampai saat ini masih banyak penelitian sedang berlangsung. Teori mekanime
resistensi trimetoprimsulfametoksazol yang paling banyak dianut adalah teori
pembentukan enzim baru seperti enzim DHFR dan DHPS yang tidak dapat diinhibisi
oleh obat.34-38
Antimikroba alternatif pada shigellosis
Jika terjadi resistensi, maka dapat diberikan antimikroba lain yang masih
sensitif seperti asam nalidiksat, pivmesillinam. ICCDR-B, menganjurkan pemberian
beberapa antimikroba pilihan untuk pengobatan shigellosis, seperti asam nalidiksat,
pivmesillinam, seftriakson, sifrofloksasin, dan norfloksasin.
Pencegahan terjadinya resistensi antimikroba
Resistensi antimikroba merupakan masalah besar dalam bidang kedokteran,
yang dapat dicegah. Minimal resistensi tidak terjadi dalam waktu yang lebih cepat dari
perkiraan. Terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian, antara lain tidak
mempergunakan antimikroba dalam tatalaksana diare, pembatasan penggunaan
antimikroba, hanya menggunakan antimikroba yang tepat dan efektif, dan senantiasa
mengembangkan pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.

D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Asam Urat Dengan Kepatuhan Diet


Rendah Purin

Penyakit Asam urat


1. Pengertian Asam Urat (Gout)
Asam urat adalah salah satu penyakit arthritis yang disebabkan oleh
metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam
urat dalam darah (Sunita 2005). Peradangan sendi pada gout bersifat menahun,
dan umumnya setelah terjadi serangan gout berulang, sendi yang terserang bisa
menjadi bengkok atau cacat. Hampir 20% penderita gout juga mengidap batu
ginjal (Junadi 2012).
Nama-nama medis untuk penyakit asam urat pun tergantung fase
penyakitnya. Jika kadar asam urat tinggi di dalam darah, tetapi belum pernah
mempunyai keluhan maka disebut hiperurikemia asimtomatis. Jika terjadi
serangan akut pada sendi maka disebut penyakit gout akut atau penyakit pirai
akut. Jika sesudah serangan akut kemudian untuk sementara tidak ada keluhan
lagi maka disebut penyakit gout interkritikal atau penyakit pirai kritikal. Jika
penyakit ini menjadi kronis maka disebut penyakit gout kronis atau penyakit
pirai kronis. Jika penyakit itu menyebabkan timbulnya batu pada saluran
kencing atau ginjal maka disebut penyakit batu urat. Benjolan-benjolan yang
mengandung kristal natrium urat berwarna putih seperti kapur biasanya timbul
di sekitar sendi pada gout kronis. Benjolan-benjolan ini disebut tofus (Kertia
2009).
Penyakit asam urat lebih sering menyerang laki laki daripada wanita.
Jika penyakit ini menyerang wanita maka pada umumnya wanita yang
menderita adalah sudah menopause. Pada wanita yang belum menopause maka
kadar hormon estrogen cukup tinggi, hormon ini membantu mengeluarkan asam
urat melalui kencing sehingga kadar asam urat wanita yang belum menopause
pada umumnya normal. Laki-laki tidak mempunyai kadar hormon estrogen
yang tinggi dalam darahnya sehingga asam urat sulit dikeluarkan melalui
kencing dan resikonya adalah kadar asam urat darahnya bisa menjadi tinggi.
Pada laki-laki penyakit asam urat sering menyerang di usia setengah baya. Pada
usia setengah baya kadar hormon androgennya mulai stabil tinggi dan kadar
asam urat darahnya pun bisa tinggi bahkan sudah bisa menimbulkan gejala
penyakit asam urat akut (Junadi 2012).
2. Sumber Penyakit Asam Urat (Gout).
Menurut Junadi (2012), asam urat didalam tubuh berasal dari beragam
kondisi, yaitu :
1. Asam urat endogen sebagai hasil metabolisme nukleoprotein jaringan.
Seperti kita ketahui, nukleoprotein terdiri dari protein dan asam nukleat. Asam
nukleat adalah kumpulan nukleotida yang terdiri dari basa purin dan pirimidin,
karbohidrat, serta posfat.
2. Asam urat eksogen yang berasal dari makanan yang mengandung
nukleoprotein.
3. Hasil sintesis yang secara langsung menghasilkan sejumlah besar
asam urat karena adanya kelainan enzim yag sifatnya diturunkan atau karena
suatu penyakit tertentu (misalnya kanker darah) dimana sel-sel berkembang
berlipat ganda dan dihancurkan dalam waktu yang singkat. Atau, efek beberapa
jenis penyakit ginjal dan obat-obatan tertentu yang mempengaruhi kemampuan
ginjal untuk membuang asam urat.
Diet Rendah Purin pada Penderita Asam Urat (GOUT)
a. Diet pada asam urat ini adalah diet rendah purin, rendah lemak, cukup
vitamin dan mineral, diet ini dapat menurunkan berat badan, bila ada tanda-
tanda berat badan berlebih (Sunita 2005). Asam urat merupakan hasil
metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang
terdapat dalam inti sel tubuh (Andry. dkk 2009).
b. Purin berasal dari makanan yang mengandung protein, contohnya
jeroan, daging, kerang, kepiting, udang emping, kacang-kacangan, bayam,
kangkung, kubis, durian, nanas, tape, alkohol, dan lain-lain. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa kopi juga mengakibatkan asam urat (Kertia 2009). Selain
itu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi asam urat adalah makanan yang
dikonsumsi, umumnya makanan yang tidak seimbang (asupan protein yang
mengandung purin terlalu tinggi) (Utami 2009). Di dalam tubuh, perputaran
purin terjadi secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA
dan DNA, sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat
dalam jumlah yang substansial (Sacher 2004). Dalam keadaan normal kadar
urat serum pada pria mulai meningkat saat pubertas. Pada wanita kadar asam
urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen membantu
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar
serum urat meningkat seperti pada pria (Sylvia 2006).
c. Makanan yang mengandung nucleoprotein, hampir semuanya
makanan tersebut merupakan asal dari purin oleh sebab itu kita tidak mungkin
menghilangkan purin dalam makanan sehari-hari. Sumber asam urat yang
berasal dari luar tubuh memang dapat diturunkan dengan melakukan diet rendah
purin, tetapi pembentukkan asam urat dari dalam tubuh (endogeneus) tidak
begitu banyak dipengaruhi oleh diet. Pada dasarnya, asam urat dapat terbentuk
dalam tubuh dari metabolit sederhana yang berasal dari pemecahan karbohidrat,
lemak, dan protein. Alhasil, dapat disimpulkan bahwa diet purin secara ketat
tidak dapat menurunkan cadangan asam urat dalam tubuh secara signifikan.
Meski demikian, penderita gout tetap dianjurkan untuk menghindari makanan
yang banyak mengandung purin (Junadi 2012).
1. Karakteristik Responden
1. Berdasarkan Umur
Hasil analisis diketahui bahwa mayoritas subyek penelitian mayoritas
responden berusia 36–45 tahun yaitu sebanyak 13 responden (43,3%). Usia
responden termasuk dalam kategori usia dewasa akhir (Depkes 2009). Menurut
Andry. Dkk (2009) bahwa salah satu penyebab dari penyakit asam urat adalah
usia. Prevalensi kejadian asam urat lebih banyak terjadi antara umur 30-50
tahun.
2.Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai
tingkat pendidikan tinggi yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Hal ini sesuai
dengan Notoatmodjo (2012) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah pendidikan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan pula bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

2.Pengetahuan tentang Diet Rendah Purin


Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penderita asam urat
tentang diet rendah purin mempunyai tingkat pengetahuan yang baik yaitu
sebanyak 16 responden (53,3%). Pengetahuan dalam tingkat baik dalam hal ini
berarti responden mampu menjawab 18–22 pertanyaan dengan benar.
Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu
domain perilaku kesehatan. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pada hasil
penelitian didapatkan hasil bahwa 16 responden yang berpengetahuan baik
mereka mengetahui tentang diet rendah purin yaitu mereka tahu bahwa
makanan seperti kacang-kacangan, daging, dan jeroan dapat meningkatkan
kadar asam urat didalam tubuh, Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior), dalam
hal ini pengetahuan responden yang sudah baik, membuat mereka membatasi
makan makanan yang mengandung tinggi purin tersebut, sedangkan pada
responden yang berpengetahuan kurang, mereka belum mengetahui tentang diet
rendah purin misalnya jeroan dan melinjo yang bisa meningkatkan kadar asam
urat didalam tubuh, hal itu menyebabkan perilaku responden tersebut tidak
membatasi makanan yang mengandung purin, hal tersebut dipengaruhi oleh
kurangnya informasi pada responden, menurut Pipit, dkk (2016) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu pendidikan, informasi, dan
ekonomi, karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor, yang
pertama adalah pendidikan. Pendidikan merupakan usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan. Pendidikan tinggi yaitu orang
yang berpendidikan tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya, namun seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula, yang kedua adalah media masa atau
informasi, informasi yang di peroleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan
3. Tingkat Kepatuhan Penderita Asam Urat Dalam Melakukan DietRendah
Purin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tingkat kepatuhan
penderita asam urat dalam melakukan diet rendah purin adalah patuh yaitu
sebanyak 28 responden (93,3%). Sarafino (2003), mendefinisikan kepatuhan
(ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan juga dapat
didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi.
Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu patuh penuh (total compliance) dan
tidak patuh (non compliance).
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan
responden termasuk dalam kategori patuh penuh. Menurut Pranoto (2007),
patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan
adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin, hal ini sesuai. dengan hasil
penelitian yang didapat, bahwa responden menjalankan diet rendah purin
dengan menjauhi makan-makanan yang mengandung tinggi purin seperti
jeroan, kacang-kacangan dan daging, mereka berdisiplin dalam menjalankan
dietnya. Menurut Notoatmodjo (2012) dari pengalaman terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan, dengan begitu tingkat pengetahuan responden
yang baik membuat responden menjadi patuh terhadap diet rendah purin,
misalnya dengan menjauhi makanan yang mengandung tinggi purin misalnya
jeroan, daging dan kacangkacagan, dengan begitu perilaku merekan tersebut
akan lebih langgeng, dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan
kurang lebih berpotensi untuk tidak menjalankan diet asam urat.
4. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Penderita Asam Urat Terhadap
Kepatuhan Diet Rendah Purin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita asam urat,
dengan nilai X2 hitung sebesar 7,232 dengan nilai signifikansi (p value) 0,027
< 0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan dari Niven (2008) bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut fungsinya
pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya, sesuai dengan
penelitian bahwa responden memiliki dorongan rasa untuk ingin tahu makanan
apa yang seharusnya dihindari atau dibatasi oleh penderita asam urat, setelah
mereka tahu mereka akan mengorgaisasikan pengetetahuan dan pengalaman
tersebut untuk berperilaku positif dengan menjalankan diet rendah purin dengan
baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan penderita
asam urat tentang diet rendah purin adalah baik yaitu sebanyak 16 responden
(53,3%) dengan tingkat kepatuhan patuh yaitu sebanyak 28 responden (93,3%),
dalam penelitian ini salah faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah
pengetahuan, oleh sebab itu dengan pengetahuan yang baik, maka kepatuhan
responden terhadap menjalankan diet rendah purinpun juga baik, responden
lebih patuh dalam menjalankan diet rendah purinnya.
Kepatuhan terhadap diet rendah purin, terkadang masyarakat memiliki
pola makan yang normal, namun terkadang masih ada yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin secara berlebihan.
Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian
rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi (Notoatmodjo 2012).
Menurut Pipit. dkk (2016), pengetahuan diperlukan sebelum melakukan
suatu perbuatan yang sadar, pengetahuan dapat diperoleh melalui informasi
yang disampaikan oleh tenaga professional kesehatan, orang tua, guru, media
masa, buku, dan sumber lainnya. Selain pengetahuan yang diperoleh oleh
masyarakat, masih terdapat faktor-faktor lain yang menentukan makanan yang
dikonsumsi sehari-hari, diantaranya adalah ekonomi, kaitanya dengan
penelitian ini responden yang tidak patuh dalam menjalankan dietnya mungkin
tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan namun status ekonomi mereka,
ekonomi mereka yang tinggi ataupun rendah dapat mempengaruhi tingkat
kepatuhan mereka, selain itu juga terdapat sikap, sosial budaya, dan agama.
Untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyakat,
perlu adanya kesadaran pribadi serta dukungan dari keluarga untuk menentukan
suatu sikap yang mengarah pada pola kebiasaan hidup yang sehat.

E. Pengaruh Asupan Purin Dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat Wanita Usia
50-60 Tahun
Subyek dalam penelitian ini merupakan wanita pralansia dengan rentang
usia 50-60 tahun. Penelitian ini memilih subyek wanita usia tersebut karena
wanita pada usia tersebut juga mempunyai risiko terkena penyakit gout.
Presentase kejadian gout pada wanita lebih rendah daripada pada pria.
Walaupun demikian, kadar asam urat pada wanita meningkat pada saat
menopause. Penelitian menunjukkan sebagian besar kadar asam urat subyek
(92,5%) berada dalam rentang normal, yaitu antara 2,6-6 mg/dl, dan hanya 2
orang subyek (5%) yang mengalami hiperurisemia. Kadar asam urat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya asupan purin dan cairan. Pola
makan berpengaruh terhadap peningkatan kadar asam urat.16,21 Subyek yang
memiliki kadar asam urat normal sebagian besar sudah menjaga pola makan.
Asupan purin keseluruhan subyek tidak ada yang lebih dari batasan asupan
purin normal yaitu 1000 mg per hari. Mengkonsumsi makanan tinggi purin
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Selain itu, asupan cairan
sebagian besar subyek (85%) mengkonsumsi >1500 cairan setiap harinya. Dua
orang subyek yang mengalami hiperurisemia, mengkonsumsi purin >500 mg
per hari, asupan cairan semuanya >1500 ml per hari, sedangkan IMT normal
dan overweight.
Penelitian ini ditemukan jumlah asupan purin berpengaruh terhadap
kadar asam urat. Hal ini sesuai dengan teori, dimana mengkonsumsi makanan
tinggi purin dapat meningkatkan kadar asam urat. Asupan purin pada subjek
sebagian besar kurang dari 500 mg per hari. Asupan purin normal per hari
adalah 500-1000 mg. Makanan yang mengandung zat purin akan diubah
menjadi asam urat. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang
menyusun asam nukleat atau inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam
amino, unsur pembentuk protein. Asam nukleat yang dilepas di traktus
intestinalis akan diurai menjadi mononukleotida oleh enzim ribonuklease,
deoksiribonukliease dan polinukleotidase. Kemudian enzim nukleotidase dan
fosfatase menghidrolisis mononukleotida menjadi nukleotida yang kemudian
bisa diserap atau diurai lebih lanjuat oleh enzim fosforilase intestinal menjadi
basa purin serta pirimidin. Proses pembentukan asam urat sebagian besar dari
metabolisme nukleotida purin endogen, guanosine monophosphate (GMP),
inosine monophosphate (IMP), dan adenosine monophosphate (AMP). Enzim
xanthine oxidase mengkatalis hypoxantin dan guanine dengan produk akhir
asam urat. Manusia tidak mempunyai enzim urikase,sehingga produk akhir dari
katabolisme purin adalah berupa asam urat.
Makanan tinggi purin salah satunya banyak terkandung dalam makanan
laut, jeroan, dan kacang-kacangan. Dua orang subyek yang mengalami
hiperurisemia makanan yang dikonsumsi adalah makanan jenis tinggi purin
cukup sering seperti ayam sarden, dan ikan. Sedangkan untuk kelompok subjek
asam urat normal makanan dengan kandungan purin lebih rendah dalam bentuk
protein nabati seperti tahu, tempe dan sayur kacang dengan jumlah <500 mg per
hari.. Purin dalam bahan makanan berbedabeda kandungan dan
bioavailabilitasnya, selain itu perubahan purin menjadi asam urat juga
tergantung pada selularitas relatif dan aktifitas transkripsi serta metabolik
selular makanan tersebut. Menurut Krisnatuti, bahan pangan yang tinggi
kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah antara 0,5 –
0,75 g/ml purin yang dikonsumsi.
Pengaruh asupan cairan terhadap kadar asam urat secara statistik tidak
bermakna (p>0,05). Hal ini bertentangan teori. Manusia memenuhi kebutuhan
air dari luar tubuh melalui minuman dan makanan. Minuman memiliki
kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air pada tubuh manusia.
Cairan merupakan salah satu media pembuangan hasil metabolit tubuh. Jika
seseorang menkonsumsi cairan dalam jumlah tinggi, reabsorpsi air di ginjal
menurun dan ekskresi zat terlarut air meningkat. Asupan minimal cairan
pralansia yaitu sebesar 1500 ml per hari. Namun kebutuhan seseorang akan air
berbeda-beda tergantung tingkat aktifitas fisik, suhu dan lingkungan. Selain itu
cairan juga dipengaruhi oleh usia, berat badan, asupan energi dan luas
permukaan tubuh. Rata-rata asupan cairan subyek berada dalam kategori cukup
yaitu sebagian besar sudah mengkonsumsi cairan lebih dari 1500 ml per hari.
Pada penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan adanya hubungan antara
asupan cairan dengan kadar asam urat. Walaupun secara uji statistik cairan
terhadap asam urat tidak bermakna, ditemukan 2 orang subyek dengan
konsumsi purin dalam jumlah yang sama, IMT hampir sama sedangkan asupan
cairan mereka berbeda, hasilnya yang mengkonsumsi cairan lebih dari 2000 ml
kadar asam uratnya rendah. Subyek lainnya yang mengkonsumsi cairan rendah
dibawah 1500 ml mempunyai kadar asam urat tinggi. Kadar asam urat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yang berpengaruh adalah pola
makan, terutama konsumsi makanan tinggi zat purin. Konsumsi purin subyek
terbilang rendah dan juga konsumsi cairan cukup menyebabkan kadar asam urat
subyek sebagian besar normal.

F. Keragaman Nukleotida GenLcy-b(Lycopene beta cyclase) Kultivar


TomatBetavila F1, Fortuna F1danTymoti F1
Alignment basa nukleotida kultivar Betavila F1, Fortuna F1 dan Tymoti
F1 dengan sekuen tomat gene bank dan outgroup Capsicum annuum L.
sepanjang 186 bp. Berdasarkan hasil aligment gen Lcy-b ketiga kultivar tomat
tidak ditemukan perbedaan basa nukleotida (Gambar 3). Perbedaan basa
nukleotida yang mengalami mutasi transisi yaitu pergantian basa purin (A/G)
ke basa purin (G/A) atau basa pirimidin (C/T) ke basa pirimidin (T/C)
(Wirdateti et al., 2013) dan mutasi transversi yaitu pergantian basa purin (A/G)
ke basa pirimidin (C/T) atau sebaliknya basa pirimidin (C/T) ke basa purin
(A/G) (Kino and Sugiyama, 2000) hanya ditemukan pada sekuen tomat lain
yaitu varietas tomat Pennellii, Villosum dan C. annuum kultivar Valensia.
Variasi mutasi transisi dan transversi basa nukleotida tersaji pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 yang menunjukkan mutasi transisi dan transversi pada
varietas tomat Pennellii, Villosum dan Capsicum annuum kultivar Valensia,
varietas tomat Pennellii menunjukkan mutasi transisi hanya pada basa
nukleotida ke-127 sehingga tidak mengalami banyak perubahan basa
nukleotida. Varietas tomat Villosum menunjukkan mutasi transisi pada basa
nukleotida ke-8, 70, 124, 159, 160, 163, dan mutasi transversi pada basa
nukleotida ke-10, 13, 49, 55, 94, dan 115. Jumlah perubahan basa nukleotida
sebanyak 12 basa nukleotida. Kemudian C. annuum kultivar Valensia yang
mengalami mutasi transisi terdapat pada basa nukleotida ke-7, 8, 9, 46, 100,
115, 124, 159, 160, dan 163. Mutasi transversi C. annuum kultivar Valensia
terdapat pada basa nukleotida ke-13, 55, 94, 103, 119, dan 178.
Mutasi transisi dan transversi pada C. annuum kultivar Valensia sebanyak 16
basa nukleotida.
Pohon filogenetik pada Gambar 4 terdapat nilai boostrap yang
menunjukkan pengulangan sampling untuk memperoleh rekonstruksi pohon
filogenetik yang benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharmayanti, (2011),
analisis boostrapadalah metode yang menguji seberapa baik set data model yang
bertujuan untuk memperkecil kesalahan dalam merekonstruksi pohon
filogenetik dengan proses sampling ulang sehingga dapat teruji validitas
rekonstruksi pohon filogenetik dan topologi pohon filogenetik yang diprediksi
menjadi signifikan jika set data resampled berulangkali bernilai >70% yang
memprediksi cabang-cabang yang sama. Meskipun pohon filogenetik yang
terbentuk memiliki nilai boostrap kurang dari 70%, tetapi topologi pohon
filogentik yang terbentuk sudah benar karena Capsicum annuum kultivar
Valensia menjadi kelompok outgroup. Pohon filogenetik (Gambar 4)
membentukduaclade yaitucladeI terdiri dari kultivar Betavila F1, Tymoti F1,
dan Fortuna F1, subclade kultivar Betavila F1 dan Tymoti F1 yang berkumpul
dalam kelompok ingroup dan clade II yaitu C. annuum kultivar Valensia yang
menjadi kelompok outgroup. Subclade kultivar Betavila F1 berkerabat dekat
dengansubcladekultivarTymoti F1dan kultivar Fortuna F1 berkerabat dekat
dengan subclade kultivar Tymoti F1, meskipun memiliki panjang cabang pohon
filogenetik yang lebih jauh dari kedua kultivar subclade dari dasar pohon. Hal
ini berarti sejak terjadinya percabangan dari nenek moyang bersama, kultivar
Betavila F1 dengan kultivar Tymoti F1 keduanya memiliki laju perubahan
genetik yang sedikit yang direfleksikan dengan panjang cabang pohon
filogenetik yang lebih dekat ke dasar pohon dibandingkan dengan kultivar
Fortuna F1 yang memiliki laju perubahan genetik yang sedikit banyak dengan
panjang cabang pohon filogenetik yang jauh dari dasar pohon.
Spesies luar C. annuum kultivar Valensia memiliki laju perubahan
genetik yang banyak ditunjukkan dengan panjang cabang pohon filogenetik
yang lebih jauh dari dasar pohon filogenetik dibandingkan dengan kelompok
ingroup sehingga dikelompokkan menjadi kelompok outgroup. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Campbell et al. (2008), panjang cabang pohon filogenetik
dapat merefleksikan jumlah perubahan genetik yang terjadi seperti dicontohkan
panjang cabang pohon filogenetik dari dasar pohon ke mencit lebih pendek
dibandingkan dengan panjang cabang filogenetik menuju spesies luar lalat
Drosophila yang menyiratkan sejak terjadinya divergensi dari nenek moyang
bersama, lebih banyak perubahan genetik yang terjadi pada garis keturunan lalat
Drosophila daripada garis keturunan mencit.
Kekerabatan ketiga kultivar tomat berdasarkan sekuen tomat gene bank
dan outgroup Capsicum annuum L. Pohon filogenetik pada Gambar 5 yang
terbentuk berdasarkan hasil alignment dan perbedaan jarak genetik (Tabel 3)
menunjukkan kultivar Fortuna F1 berkerabat dekat dengan sekuen tomat gene
bank varietas Pennellii dan kultivar Darsirius karena memiliki panjang cabang
pohon filogenetik yang dekat dengan dasar pohon sehingga terdapat perbedaan
jarak genetik yang sedikit dan kultivar tomat Fortuna F1 lebih maju
dibandingkan dengan kultivar Betavila F1. Kemudian kultivar Betavila F1
berkerabat jauh dengan sekuen tomat lain dari data base, tetapi kultivar Betavila
F1 berkerabat dekat dengan kultivar Fortuna F1 yang ditunjukkan panjang
cabang kultivar Betavila F1 lebih dekat dengan kultivar Fortuna F1
dibandingkan dengan panjang cabang yang lebih jauh dengan kultivar Tymoti
F1 dan kultivar Betavila F1 lebih maju dibandingkan dengan kultivar Tymoti
F1.
Berdasarkan pada Gambar 5 kultivar Tymoti F1 berkerabat dekat
dengan s ekuen tomat gene bank kultivar Kristin karena memiliki sedikit
perbedaan jarak genetik yang direfleksikan dengan panjang cabang pohon
filogenetik yang dekat dengan dasar pohon. Kultivar Tymoti F1 tergolong
kultivar yang lebih primitif dibandingkan dengan kultivar Betavila F1 yang
ditunjukkan dengan panjang cabang pohon filogenetik yang jauh dari dasar
pohon.
Kekerabatan ketiga kultivar tomat lokal pada Gambar 5 menunjukkan
hubungan kekerabatan yang jauh dengan outgroup sekuen tomat Villosum dan
C. annuum kultivar Valensia yang ditunjukkan dengan panjang cabang pohon
filogenetik lebih jauh dari dasar pohon filogenetik dan jarak genetik yang
banyak dibandingkan dengan kultivar tomat lain.
Sekuen tomat Villosum menjadi outgroup dan berkerabat dekat dengan C.
annuum kultivar Valensia karena memiliki jarak genetik yang tidak berbeda
jauh (Tabel 3) dan didukung dengan nilaiBoostrap100%.
Ketiga kultivar tomat lokal yaitu Betavila F1, Fortuna F1, dan Tymoti
F1 yang bergabung dengan sekuen tomat Darsirius, Pennellii, dan Kristin
memiliki nilai Boostrap kurang dari 70%. Nilai boostrap diantara 70%-100%
menunjukkan percabangan pohon filogenetik tidak akan berubah. Sebaliknya,
jika nilai boostrap kurang dari 70% maka peluang terjadinya susunan
percabangan sangat tinggi dan ketika dilakukan analisis pohon filogenetik
pohon filogenetik yang dibentuk masih dapat berubah-ubah (Simpson, 2006;
Rukmana, 2015). Meskipun demikian, percabangan pohon filogenetik yang
terbentuk dari ketiga kultivar tomat lokal tersebut dengan sekuen tomat
Darsirius, Pennellii, dan Kristin dapat dipercaya berdasarkan perbedaan jarak
genetik pada Tabel 3 yang sedikit, bernilai 0.000 yang berarti tidak ada
perbedaan jarak genetik.
Studi sebelumnya menurut Rosati et al., (2000), modifikasi gen Lcy-b dapat
meningkatkan level beta karoten sampai tujuh kali di bawah kontrol promoter Pds
(phytoene desaturase). Akhirnya keragaman gen Lcy-b.

G. Artritis Gout Dan Perkembangannya


Definisi
Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Artritis gout atau dikenal juga sebagai artritis pirai, merupakan kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau
akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Gangguan metabolisme
yang mendasarkan artritis gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai
peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk wanita
(Tehupeiory, 2006). Sedangkan definisi lain, artritis gout merupakan penyakit
metabolik yang sering menyerang pria dewasa dan wanita posmenopause. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan
mempunyai ciri khas berupa episode artritis gout akut dan kronis (Schumacher dan
Chen, 2008).
Epidemiologi
Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia. Prevalensi bervariasi
antar negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan, diet,
dan genetik (Rothschild, 2013). Di Inggris dari tahun 2000 sampai 2007 kejadian artritis
gout 2,68 per 1000 penduduk, dengan perbandingan 4,42 penderita pria dan 1,32
penderita wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia (Soriano et al, 2011). Di
Italia kejadian artritis gout meningkat dari 6,7 per 1000 penduduk pada tahun 2005
menjadi 9,1 per 1000 penduduk pada tahun 2009 (Rothschild, 2013).
Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena
data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam
jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia memiliki lebih
banyak variasi jumlah kejadian artritis gout (Talarima et al, 2012). Pada tahun 2009 di
Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah
54 kasus (Talarima et al, 2012). Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar
18,9%, sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout
di masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti
lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi,
dan babi guling (Hensen, 2007).
Etiologi
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih
tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout.
Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua
jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008).
Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause,
kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen
karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada
wanita muda (Roddy dan Doherty, 2010).Pertambahan usia merupakan faktor resiko
penting pada pria dan wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti
peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering adalah karena adanya
penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang
dapat meningkatkan kadar asam urat serum (Doherty, 2009).
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi
asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin,
umumnya diresepkan untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit
pada pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai
pirazinamid, etambutol, dan niasin (Weaver, 2008).
Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko
artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh
antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35
atau lebih besar (Weaver, 2008). Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin. Insulin diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate
anion exchanger transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion
cotransporter pada brush border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus
proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada
proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan
konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh
ginjal (Choi et al, 2005).
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama
kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang
banyak mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak
ditemukan memiliki hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko
artritis gout (Weaver, 2008). Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara
konsumsi alkohol dengan resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat
mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat (Zhang,
2006). Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin nukleotida
meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan prekursor
pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang
menghambat eksresi asam urat (Doherty, 2009). Alasan lain yang menjelaskan
hubungan alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang
tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh (Zhang, 2006).
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Dalam keadaan
normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantin akan
digunakan kembali sehingga akan terbentuk kembali masing-masing menjadi
adenosine monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanine
monophosphate (GMP) oleh adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan
hipoxantin guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akan
diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim
xantin oksidase (Silbernagl, 2006).
Patologi
Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh butir kristal
monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel
mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus.
Kapsul fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofus. Kristal dalam tofus berbentuk
jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier (Tehupeiory,
2006).
Komponen lain yang penting dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan
plasma protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung kristal
monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang
diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit.
Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis (Tehupeiory, 2006).
Patogenesis
Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma
berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya
faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa
penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum
serangan artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya
serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga
kelarutan asam urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein
plasma (Busso dan So, 2010).
Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit
melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel
melalui rute konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan
mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal monosodium urat berinteraksi
langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada
fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G,
fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan
p38 mitogen-activated protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran
interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi
neutrofil (Choi et al, 2005).
Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR)
2 dan TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong
terjadinya fagositosis. Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan
faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi
(Cronstein dan Terkeltaub, 2006). Proses fagositosis kristal monosodium urat
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) melalui NADPH oksidase. Keadaan ini
mengaktifkan NLRP3, kristal monosodium urat juga menginduksi pelepasan ATP yang
nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses
pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks makro
melekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-
1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan IL-1α (Busso dan
So, 2010).
Sel-sel yang sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit, neutrofil, dan
makrofag (Busso dan So, 2010). Salah satu komponen utama pada inflamasi akut
adalah pengaktifan vascular endhotelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan
peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan
pengumpulan lekosit ke dalam jaringan. Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul
adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya faktor
TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast (Dalbeth dan Haskard, 2005).
Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik yakni
sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi.
Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1α, IL-8,
CXCL1, dan granulocyte stimulating-colony factor (Busso dan So, 2010).

Tabel 1. Penyebab Umum Overproduksi dan


Ekskresi yang menurun dari asam urat pada
artritis gout

Over produksi Ekskresi yang menurun


• Makanan dengan kandungan purin • Penyakit ginjal
tinggi (misalnya, kerang, tiram, • Intoksikasi
daging merah, hati, ikan teri) • Obat-obatan (misalnya diuretik
• Alkohol siklosporin, aspirin dosis rendah,
• Kekurangan enzim (misalnya, pirazinamid, niasin, etambutol)
fosforibosiltransfer ase • Asidosis metabolik
hipoksantinguanin, phosphoribosyl (misalnya, ketoasidosis, asidosis
pirofosfat) laktat)
• Obesitas • Alkohol
• Peningkatan pergantian sel
• Keganasan
• Psoriasis

Penurunan konsentrasi asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal


monosodium urat dari depositnya dalam tofus (crystals shedding). Pada beberapa
pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada
sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan
akut. Dengan demikian gout dapat timbul pada keadaan asimptomatik (Tehupeiory,
2006).
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada artritis gout. Reaksi
ini merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan
jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi itu adalah untuk
menetralisir dan menghancurkan agen penyebab serta mencegah perluasan agen
penyebab ke jaringan yang lebih luas (Tehupeiory, 2006). Reaksi inflamasi yang
berperan dalam proses melibatkan makrofag, neutrofil, yang nantinya menghasilkan
berbagai mediator kimiawi antara lain, TNFα, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-
8, alarmin, dan leukotrien (Neogi, 2011).
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik, artritis gout
akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai normal asam urat serum
pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai
ini meningkat sampai 9-10 mg/ dl pada seseorang dengan artritis gout (Carter, 2006).
Pada tahap pertama hiperurisemia bersifat asimptomatik, kondisi ini dapat terjadi untuk
beberapa lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang sifatnya
silent. Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan terjadinya serangan artritis gout
pada tahap kedua (Sunkureddi et al, 2006).
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam
waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit
yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan
utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa
demam, menggigil dan merasa lelah (Tehupeiory, 2006). Serangan artritis gout akut
terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat dan biasanya bersifat monoartikular.
Pada 50% serangan pertama terjadi pada metatarsophalangeal1 (MTP-1) yang biasa
disebut dengan podagra. Semakin lama serangan mungkin bersifat poliartikular dan
menyerang ankles, knee, wrist, dan sendi-sendi pada tangan (Sunkureddi et all, 2006).
Serangan akut ini dilukiskan sebagai sembuh beberapa hari sampai beberapa
minggu, bila tidak terobati, rekuren yang multipel, interval antara serangan singkat dan
dapat mengenai beberapa sendi (Tehupeiory, 2006). Ketika serangan artritis gout terjadi
eritema yang luas di sekitar area sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan
bersifat sangat nyeri biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya beberapa hari. Setelah
serangan terdapat interval waktu yang sifatnya asimptomatik dan disebut juga stadium
interkritikal (Sunkureddi et al, 2006).
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan
peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol
atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan (Tehupeiory, 2006).
Stadium interkritikal merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda radang
akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa
proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi
satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka
dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan
biasanya lebih berat (Tehupeiory, 2006). Kebanyakan orang mengalami serangan
artritis gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati (Carter, 2006).
Segera setelah serangan akut terjadi penderita mungkin mengalami proses yang terus
berlanjut, meskipun bersifat asimptomatik apabila terapi antiinflamasi tidak diberikan
pada waktu yang cukup, yaitu beberapa hari setelah serangan akut berhenti. Setelah itu
terdapat jeda waktu yang lama sebelum serangan berikutnya. Selama waktu ini deposit
asam urat kemungkinan meningkat secara silent (Mandell, 2008).
Stadium gout menahun ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri
sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout
menahun biasanya disertai tofus yang banyak dan terdapat poliartikuler (Tehupeiory,
2006). Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat insolubilitas relatif asam
urat. Awitan dan ukuran tofus secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar
asam urat serum. Bursa olekranon, tendon achilles, permukaan ekstensor lengan bawah,
bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering dihinggapi
tofus. Secara klinis tofus ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul rematik. Pada masa
kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat (Carter, 2006).
Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang
memuaskan. Lokasi tofus yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1, olekranon,
tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran
kemih sampai penyakit ginjal menahun (Tehupeiory, 2006). Pada artritis gout kronis
yang menyerang banyak sendi dapat menyerupai artritis reumatoid. Penderita dapat
timbul tofus subkutaneus pada area yang mengalami gesekan atau trauma. Tofus
tersebut dapat serng diduga sebagai nodul reumatoid (Mandell, 2008).
Diagnosis
Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American
College of Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau
tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi maksimum pada hari
pertama, serangan akut lebih dari satu kali, artritis monoartikuler, sendi yang terkena
berwarna kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsofalangeal,
serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus, hiperurisemia, pada
foto sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa erosi,
dan kultur bakteri cairan sendi negatif.
Sedangkan menurut Fauci et al (2008), diagnosis artritis gout meliputi kriteria
analisis cairan sinovial, terdapat kristal-kristal asam urat berbentuk jarum baik di cairan
eksraseluler maupun intraseluler, asam urat serum, asam urat urin, ekskresi >800 mg/dl
dalam diet normal tanpa pengaruh obat, yang menunjukkan overproduksi, skrining
untuk menemukan faktor resiko, seperti urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hati,
kadar glukosa dan lemak, dan hitung darah lengkap, jika terbukti karena overproduksi,
konsentrasi eritrosit hypoxantine guanine phosporibosyl transferase (HGPRT) dan
5phosphoribosyl-1-pyrophosphate (PRPP) terbukti meningkat, foto sinar-X,
menunjukkan perubahan kistik, erosi dengan garis tepi bersklerosi pada artritis gout
kronis. Artritis gout memiliki diagnosis banding seperti artritis septik, psoriasis,
calcium pyrophosphate deposition disease (CPPD), dan artritis rematik. Untuk
diagnosis definitif artritis gout dikonfirmasikan dengan analisis cairan sendi dimana
pada penderita artritis gout mengandung monosodium urat yang negatif birefringent
(refraktif ganda) yang juga ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan mikroskop sinar
terpolarisasi) (Setter dan Sonnet, 2005). Analisis cairan sinovial dan kultur sangat
penting untuk membedakan artritis septik dengan artritis gout.
Artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid negatif, sedangkan
pada artritis rematik cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus memiliki
faktor reumatoid positif. Hiperurisemia juga sering terjadi pada penderita psoriasis dan
adanya lesi kulit membedakan kasus ini dengan artritis gout (Depkes, 2006).
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa
nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi
yang diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout
(Neogi, 2011). Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi
pasien tentang diet, lifestyle, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita,
dan perawatan komorbiditas (Khanna et al, 2012).
Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia
asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout
diobati dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini
diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi
(Carter, 2006).
Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan,
mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air yang
cukup. Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai indeks masa
tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah
karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari. Pada penderita artritis gout dengan
riwayat batu saluran kemih disarankan untuk mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan
menghindari kondisi kekurangan cairan. Untuk latihan fisik penderita artritis gout
sebaiknya berupa latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan
trauma pada sendi (Jordan et al, 2007).
Penanganan diet pada penderita artritis gout dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu avoid, limit, dan encourage. Pada penderita yang dietnya diatur dengan
baik mengalami penurunan kadar urat serum yang bermakna (Khanna et all, 2012).
Tujuan terapi serangan artritis gout akut adalah menghilangkan gejala, sendi
yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk
menjamin respon yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout
akut, yaitu NSAID, kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan kerugian.
Pemilihan untuk penderita tetentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk waktu
onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap obat
karena adanya penyakit lain, efikasi serta resiko potensial.NSAID biasanya lebih dapat
ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi (Depkes,
2006).
Untuk penderita artritis gout yang mengalami peptic ulcers , perdarahan atau
perforasi sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID. Kolkisin
dapat menjadi alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat dibandingkan
dengan NSAID. Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular, intramuskular, ataupun
intravena lebih efektif diberikan pada gout monoartritis, penderita yang tidak toleran
terhadap NSAID dan penderita yang mengalami refrakter terhadap pengobatan lainnya
(Jordan et al, 2007).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan artritis
gout diobati dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat
adalah berdasarkan tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi kombinasi dapat
dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis gout terjadi pada banyak
sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin dengan NSAID, kolkisin
dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat lainnya. Untuk kombinasi
NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan karena dikawatirkan
menimbulkan toksik pada saluran cerna (Khanna et al, 2012). Obat golongan NSAID
yang di-rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis gout akut adalah
indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat menimbulkan efek
samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan perdarahan saluran cerna. Obat golongan
cyclooxigenase 2 inhibitor (COX 2 inhibitor) seperti celecoxib merupakan pilihan pada
penderita artritis gout dengan masalah pada saluran cerna (Cronstein dan Terkeltaub,
2006).
Kolkisin oral merupakan salah satu obat pilihan utama ketika terjadi serangan
gout artritis akut, akan tetapi pemberian obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang
onset serangannya telah lebih dari 36 jam. Pemberian kolkisin dimulai dengan loading
dosis sebesar 1,2 mg dan diikuti dengan 0,6 mg satu jam kemudian sebagai profilaksis
diberikan 12 jam kemudian dan dilanjutkan sampai serangan artritis gout akut berhenti
dan dosis maksimal kolkisin 2 mg per hari (Khanna et al, 2012).
Pemilihan kortikosteroid sebagai terapi inisial serangan gout artritis akut
direkomendasikan untuk mempertimbangkan jumlah sendi yang terserang. Satu atau
dua sendi kecil yang terserang sebaiknya menggunakan kortikosteroid oral, namun jika
sendi yang terserang adalah sendi besar, disarankan pemberian kortikosteroid
intraartikular. Kortikosteroid oral dapat diberikan seperti prednison 0,5 mg/kg/hari
dengan lama pemberian 5 sampai 10 hari atau2 sampai 5 hari dengan dosis penuh
kemudian ditappering off selama 7 sampai 10 hari (Khanna et al, 2012). Didapatkannya
peran NLRP3 inflamasom yang mana menghasilkan IL-1â diasumsikan sitokin ini
dapat menjadi target terapi untuk keadaan inflamasi artritis gout. IL-1 inhibitor,
rilonacept juga menunjukkan keefektifan dalam menekan artritis gout akut dan kadar C
reactive protein (Baker dan Schumacher, 2010).
Indikasi terapi hiperurisemia adalah tofus, gambaran radiografik adanya erosi
akibat gout, nefrolitiasis karena asam urat, nefropati urat, profilaksis untuk kemoterapi
yang menginduksi artritis gout, dan penderita kambuhan yang mengganggu kualitas
hidup (Wesselman, 2005). Target terapi pada artritis gout adalah untuk mengurangi
keluhan dan gejala dimana kadar asam urat yang dituju adalah sekurangkurangnya <6
mg/dl atau <5 mg/dl. Obat golongan xantin oksidase inhibitor seperti alopurinol dan
febuxostat direkomendasikan sebagai lini pertama untuk pengobatan atau urate
lowering therapy (ULT) pada penderita artritis gout (Terkeltaub, 2009).
Dosis awal alopurinol yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari 100 mg perhari
dan dosis ini dikurangi apabila didapatkan CKD, namun dosis pemeliharaan dapat
mencapai 300 mg perhari walaupun menderita CKD. Direkomendasikan untuk
meningkatkan dosis pemeliharaan alopurinol tiap 2 sampai 5 minggu untuk
mendapatkan dosis yang efektif bagi penderita artritis gout, untuk itu perlu dilakukan
monitor kadar asam urat tiap 2 sampai 5 minggu selama titrasi alopurinol (Khanna et
al, 2012).
Febuxostat merupakan obat golongan xantin oksidase inhibitor yang
direkomendasikan sebagai terapi hiperurisemia pada penderita artritis gout yang
memiliki kontraindikasi ataupun intoleransi terhadap alopurinol (NICE, 2008).
Febuxostat memiliki struktur yang berbeda dengan alopurinol, bersifat lebih poten
terhadap xantin oksidase dan tidak memiliki efek terhadap enzim lain pada metabolisme
purin dan pirimidin. Dosis yang disarankan adalah 80 mg perhari, dan dapat
ditingkatkan 120 mg perhari bila target kadar asam urat tidak tercapai setelah 2 sampai
4 minggu (Edwards, 2009).
Obat lain yang diberikan pada artritis gout adalah probenesid, obat golongan
urikosurik ini diberikan sebagai alternatif lini pertama pengobatan apabila didapatkan
kontraindikasi terhadap obat golongan xantin oksidase inhibitor. Dosis yang diberikan
pada orang dewasa yakni 500 mg, diberikan 2 kali perhari dan dosis maksimal 2 gram
perhari. Namun obat ini tidak dapat diberikan pada penderita yang mengalami
penurunan fungsi ginjal dan riwayat batu saluran kemih (Khanna et al, 2012).
Komplikasi
Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis gout meliputi severe
degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,
kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga
berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis,
dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan
kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks
metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal
monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan
menurunkan fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta
artikular tulang (Choi et al, 2005).
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu
ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH
rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut (Liebman et al, 2007).
Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita
dengan uric acid nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan
kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan
asam urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan peningkatan konsentrasi asam
urat pada urin) (Sakhaee dan Maalouf, 2008).
Prognosis
Prognosis artritis gout dapat dianggap sebuah sistem bukan penyakit sendiri.
Dengan kata lain prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang
menyertainya (Tehupeiroy, 2003). Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas
yang cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita
cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis
yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik (Rothschild, 2013).
Jarang artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada
penderitanya. Sebaliknya, artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang
berbahaya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dislipidemia,
penyakit ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi
maupun komorbid dengan kejadian artritis gout (Tehupeiroy, 2003).
Dengan terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol dengan baik. Jika serangan
artritis gout kembali, pengaturan kembali kadar asam urat (membutuhkan urate
lowering therapy dalam jangka panjang) dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan
penderita. Selama 6 sampai 24 bulan pertama terapit artritis gout, serangan akut akan
sering terjadi (Schumacher et al, 2007). Luka kronis pada kartilago intraartikular dapat
mengakibatkan sendi lebih mudah terserang infeksi. Tofus yang mengering dapat
menjadi infeksi karena penumpukan bakteri. Tofus artritis gout kronis yang tidak
diobati dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi. Deposit dari kristal monosodium
urat di ginjal dapat mengakibatkan inflamasi dan fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal
(Rothschild, 2013).
Pada tahun 2010, artritis gout diasosiasikan sebagai penyebab utama kematian
akibat penyakit kardiovaskuler. Analisis 1383 kematian dari 61527 penduduk Taiwan
menunjukkan bahwa individu dengan artritis gout dibandingkan dengan individu yang
memiliki kadar asam urat normal, hazard ratio (HR) dari semua penyebab kematian
adalah 1,46 dan HR dari kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,97.
Sedangkan individu dengan artritis gout, HR dari semua penyebab kematian adalah
1,07, dan HR dari kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,08 (Kuo et al,
2010).

H. Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA Dalam plasma dan serum
Asam nukleat dalam sirkulasi (circulating nucleid acid – CNA) pertama kali
dalam sejarah dilaporkan oleh Mandel dan Mëtais di salah satu jurnal di Perancis pada
tahun 1940an. Ketika itu mereka mengungkapkan tentang asam nukleat bebas dalam
plasma (1). Mereka mengklaim mendeteksi DNA dan RNA dalam plasma darah pada
individu sehat maupun pada pasien, sayangnya temuan tersebut tidak diperhatikan
kemungkinan karena saat itu konsep tentang CNA masih belum jelas (2). Sampai
kemudian Leon, dkk pada tahun 1977 menemukan kadar DNA sirkulasi menurun
signifikan dihubungkan dengan kemoterapi pada pasien kanker dan berharap agar
temuan tersebut dapat menjadi cara untuk mengevaluasi terapi pasien kanker
(3). Hal penting yang telah diakui tentang CNA ketika pada 1994 onkogen mutasi
sekuen gen K-ras yang diidentifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik yang
deteksinya diambil dari plasma atau serum tiga pasien karsinoma pankreas (4).
Peningkatan kadar CNA (DNA dan RNA) dalam darah pasien menggambarkan
bahwa CNA merupakan pemeriksaan atau marker yang menjanjikan karena merupakan
pemeriksaan non invasif bersifat non invasive, cepat, sensitif, akurat dalam
mendiagnosis berbagai penyakit untuk deteksi dini pada beberapa penyakit melalui
DNA dan RNA bebas (2). Istilah CNA kadang juga disebut CNAPS (circulating nucleid
acid in plasma and serum), telah terbuka bagi berbagai penelitian yang terbingkai pada
dua area penelitian translasional: pengembangan teknik baru diagnosis non invasif pada
prenatal (5) dan pemanfaatannya dalam diagnosis dan manajemen sejumlah patologi,
paling tidak sebagai sebuah alat (tools) pelengkap diagnosis (6-8). Nilai potensial
CNAPS dan sedikitnya pengetahuan dasar dan implikasinya telah menarik perhatian
para peneliti khususnya dua dekade terakhir yang dapat diketahui dari publikasi pada
tahun 2011 lebih dari 100 sementara di tahun 1999 hanya ada 30 publikasi (9).
Konsep CNAPS telah dimulai sejak pertengahan abad keduapuluh ketika
Mandel and Métais untuk pertama kalinya melaporkan adanya cell-free DNA (cfDNA)
dalam plasma (1). Pengertian “CNAPS” merujuk pada perbedaan tipe dari cell-free
nucleic acids (cfNAs), seperti genomic-DNA (gDNA), mitochondrial-DNA (mitDNA),
viral-DNA and RNA, messenger (m)RNA, dan microRNA (miRNA), yang telah
dilaporkan ada dalam plasma (10, 11).
Analisis fragmen cfDNA dapat dipahami dari asalnya yaitu dari sel nekrosis,
apoptosis, atau yang asalnya dari sel itu sendiri, khususnya sel limfosit (12-14).
Sehingga dapat disimpulkan dua sumber yang mungkin CNAPS adalah pelepasan pasif
dari sel mati dan dari pelepasan aktif dari sekresi sel (15). Teka-teki asal CNA masih
mengemuka walaupun kadar DNA dan RNA dalam plasma pada pasien terjadi
peningkatan dari hari ke hari.
Pada orang normal, diyakini asal CNA dari hasil apoptosis limfosit dan inti sel
lainnya. Hal ini didukung oleh temuan bahwa kadar DNA plasma normal pada
elektroforesis menunjukkan ukuran pita ekuivalen dengan jumlah multiplikasi
keseluruhan (1-5x) dari DNA nucleosomal (185 – 200 bp) sehingga bisa dikatakan
apoptosis merupakan sumber utama CNAPS (16). Sementara pada pasien kanker,
dimana apoptosis sel hilang karena proliferasi sel meningkat sehingga seringkali pada
elektroforesis muncul pola tangga (pada kanker paru dan pankreas) yang mirip seperti
pola apoptosis sel (16, 17).
Sumber DNA fetal yang masuk ke plasma maternal, berasal dari berbagai
kemungkinan yaitu transfer DNA langsung, sel-sel placenta dan hematopoeitic, dan
placenta sebagai sumber predominan (2). Untuk RNA dengan sifat yang sangat labil
dan mudah terdegradasi karena enzim RNA-ase yang ada dimanamana, kemudian
orang tidak menduga akan adanya cell-free RNA dalam plasma. Namun hadirnya RNA
endogenus stabil yang sama dengan eksogenusnya dalam sirkulasi memberi kesan
bahwa RNA bisa saja terkandung dalam badan apoptosis (apoptosis bodies) atau terikat
pada protein/phospolipid dan terlindungi dari degradasi oleh enzim nuclease (18).
DNA sirkulasi umumnya diisolasi menggunakan kit seperti QIAmp 96 spin
Blood DNA extraction dari Qiagen. Sistem isolasi otomatis seperti MagNa Pure LC
dapat menghasilkan copy DNA/RNA yang tinggi secara signifikan dan tampak lebih
baik dari sistem manual (19). DNA plasma dengan kadar dibawah nanogram dapat
dideteksi dengan radio imunoassay. Dan sekarang dengan kadar dibawah picogram
dapat dideteksi dengan PCR. Bahkan sekarang dengan real time (RT) quantitative PCR
digunakan untuk mengamplifikasi dan mengkuantifikasi DNA/RNA. Light-cycler RT-
PCR prosesnya cepat, mampu mengeliminasi masalah kontaminasi serta tidak
membutuhkan proses pasca PCR (20).
Efisiensi ekstraksi CNAPS juga lebih baik dengan memberikan representasi
fragmen DNA lebih kecil pada saat ekstraksi (21). Cellfree RNA (cfRNA) dapat
dideteksi dalam cairan tubuh lainnya seperti saliva dan urine, hasilnya memuaskan
yaitu dilaporkan mampu mendeteksi sebagai marka diagnosis kanker mulut dan urologi
(22).

I. Pengaruh Senam Zumba Terhadap Kadar Asam Urat


Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas senam zumba terhadap perubahan
kadar asam urat pada 18 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Pendidikan Dokter
Angkatan 2014. Subjek penelitian dikumpulkan di Aula Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi. Pengambilan sampel darah sebelum dilakukan sehari
sebelum melakukan aktivitas senam zumba pertama, pada pukul 10.00 WITA.
Aktivitas senam zumba dilakukan setiap sore hari dalam seminggu selama satu jam di
Aula Fakultas Universitas Sam Ratulangi. Pengambilan darah sesudah dilakukan pada
saat sesudah dilakukan aktivitas senam zumba terakhir pada pukul 12.00 WITA.
Karakteristik menurut usia subjek penelitian pada penelitan ini antara 17-19 tahun
mempunyai rerata 17,65, karakteristik menurut tinggi badan 144166cm mempunyai
rerata 157,35cm, karakteristik menurut berat badan 44-63kg mempunyai rerata51,64kg,
kemudian karakteristik menurut IMT 18,87-22,90 mempunya rerata 20,77. Data semua
tersebut menunjukan pada semua subjek penelitian mempunyai keadaan fisik yang
normal.
Berdasarkan perhitungan menggunakan uji Shapiro-Wilk kadar asam urat
sebelum dan sesudah aktivitas zumba hasil yang didapatkan sebelum latihan zumba
sebesar 0,910 dan sesudah aktivitas zumba sebesar 0,167. Suatu data dinyatakan
berdistribusi normal jika probabilitasnya lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil yang
didapat maka disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Uji hipotesis dilakukan dengan cara paired T-test menggunakan Statistical
Program for Social Science 20 (SPSS 20). Pengujian tentang sebaran data telah
dilakukan dengan hasil tidak ada perubahan yang signifikan. Nilai P (0,08>0,05) maka
H1 ditolak artinya tidak terdapat perubahan kadar asam urat yang signifikan setelah
melakukan aktivitas senam zumba selama satu minggu. Sebenarnya Menurut penelitian
dari Bosco dkk pada tahun 1970, yang meneliti kadar asam urat pada mahasiswa laki-
laki yang sehat sebelum dan sesudah di berikan latihan fisik selama 8 minggu,
membaginya dalam kelompok atletik, kelompok pelatihan, dan kelompok control. Di
temukan bahwa latihan fisik yang kronis menurunkan kadar asam urat 0,3-3,2%mg/
100ml dalam 80% dari sample kelompok atletik dan pelatihan. Jadi latihan zumba yang
di lakukan seminggu dengan tujuan untuk menurunkan kadar asam urat tidak berhasil
itu di karenakan tubuh tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan adaptasi
fisiologis, karena adaptasi fisiologis akan berhasil bila di lakukan dengan jangka waktu
8-10minggu dalam keadaan kronik.
Kadar asam urat sebelum aktivitas zumba rata-rata 4,172(mg/dl)dengan nilai
minimum 1,2(mg/dl)dan nilai maksimum 6,6(mg/dl). Kadar asam urat sebelum
aktivitas senam zumba dan sesudah aktivitas senam zumba memiliki selisih
0,645(mg/dl). Kadar asam urat normal yaitu 2,6-6,0 mg/dl.
Kendala yang dihadapi pada saat melakukan penelitian juga adalah pola makan
subjek penelitian yang tidak bisa di control karena keterbatasan tempat, situasi, dan
waktu. Padahal untuk mendapatkan hasil yang baik harus di lakukan karantina kepada
subjek penelitian untuk mendapatkan hasil yang baik.
Salah satu kendala juga dalam penelitian ini adalah pada subjek penelitian
dimana subjek penelitian kurang konsistensi dalam kehadiran saat mengikuti penelitian.
Dimana subjek peneltian tidak hadir pada saat latihan dan pengambilan darah karena
beberapa alasan antara lain: subjek peneltian kurang mendapatkan izin dari orang tua,
tempat tinggal yang jauh dari tempat penelitian, mahalnya biaya transportasi, waktu
yang semakin dekat dengan ujian serta subjek penelitian yang lain terlalu kelelahan saat
melakukan senam. Itu semua terjadi karena subjek penelitian baru pertama kali
mengikuti senam seperti ini. Inkonsistensi subjek penelitian bisa dilihat dari hasil akhir
yang didapat dari penelitian dimana pada hari pertama pengambilan darah subjek
peneletian yang hadir adalah 33 orang, selanjutnya pada hari pertama latihan subjek
peneltian yang hadir adalah 29 orang, selanjutnya pada hari kedua subjek penelitian
yang hadir adalah 27 orang, selanjutnya hari ketiga subjek peneltian yang hadir adalah
25 orang, selanjutnya pada hari keempat latihan senam subjek penelitian yang hadir
adalah 23 orang, selanjutnya hari kelima latihan subjek yang hadir dalam latihan adalah
21 orang, selanjutnya pada hari keenam subjek penelitian yang haddir adalah 19 orang,
dan kemudian pada latihan hari terakhir dan saat pengambilan darah adalah 18 orang.
Itu semua bisa dilihat adanya kesulitan karena inkonsistensi subjek penelitian.

J. Asam Nukleat (Nucleic Acid)


 Terdapat pada semua sel hidup
 Merupakan makromolekul dengan monomer Mononukleotida
 Fungsi : 1. Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi genetika 2.
Turut dalam metabolisme 3. Penyimpan energi 4. Sebagai ko-enzim
 Struktur Asam Nukleat
Gula
Contoh basa yang berperan serta dalam membentuk asam nukleat
Fungsi nukleotida :
1. Sebagai pembawa energi Nukleotida yang penting : AMP, ADP, ATP penting dalam
penyimpanan dan pemanfaatan energi selama metabolisme sel.
2. Pembawa bahan pembentuk dasar suatu molekul.
Contoh : - Nukleotida Uridin Difosfat (UDP) untuk sintesis glikogen - Kolin Sitidin
Difosfat sintesis kolin fosfolipid. - Nukleotida trifosfat (NTP) sintesis DNA dan RNA
3. Sebagai ko enzim - Nikotamida Mono Nukleotida (NMN),
Asam Nukleat - Merupakan polimer (polinukleotida) dari mononukleotida -
ada 2 macam : 1. DNA (Asam Deoksiribonukleat) gulanya deoksiribosa
2. RNA (Asam Ribonukleat) gulanya ribosa
DNA : - Makromolekul dengan Mr yang sangat besar. - Terdiri dari mononukleotida
utama : dAMP, dGMP, dTMP, dCMP - Terdiri dari dua atau lebih rantai polinukleotida yang
tersusun dalam struktur heliks (heliks ganda)
- Setiap spesies/organisme mononukleotida utamanya mempunyai perbandingan,
urutan dan berat molekul (Mr) yang spesifik.
- Pada sel prokariotik (mengandung hanya satu kromosom) DNA nya merupakan
makromolekul tunggal dengan Mr = 2 x 109. - Pada sel eukariotik (mengandung banyak
kromosom) mempunyai banyak molekul DNA dengan Mr yang sangat besar. - DNA terutama
terdapat dalam inti sel (DNA inti) bergabung dengan protein histon. - Juga bisa terdapat pada
sitoplasma (DNA sitoplasma), dalam mitokondria, dalam khloroplas. - Pada sel bakteri selain
terdapat dalam inti sel juga bisa pada sel membran = mesosom dan dalam sitoplasma di luar
kromosom = plasmid/episom - DNA normal dari suatu spesies yang berbeda menunjukkan
adanya keteraturan (regularitas)
CHARGAFF’S RULES :
1. Komposisi basa dari DNA suatu organisme adalah tetap pada semua sel nya dan
mempunyai karakteristik tertentu
2. Komposisi basa dari DNA bervariasi dari suatu organisme dengan organisme lainnya
dinyatakan dengan dissymmetry ratio : (A + T) / (G + C)
3. Komposisi basa dari suatu spesies tidak berubah oleh umur, keadaan nutrisi, ataupun
lingkungan. 4. Jumlah adenin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah timin
(A = T).
Jumlah guanin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah sitosin
(G=C). Jumlah total basa purin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan
jumlah total basa pirimidin : (A + G) = (T + C).
RNA - Terdiri dari rantai tunggal poliribonukleotida - Hampir seluruhnya terdapat di
sitoplasma, juga terdapat pada virus. - Rantai tunggal Chargaff’s Rules tidak berlaku -
Ada 3 macam : tRNA (transfer-RNA) mRNA (messenger-RNA) rRNA (ribosomal-RNA) -
tRNA √ molekul yang kecil √ basanya : A, G dan U yang termetilasi. √ jumlahnya hanya sedikit
dari total RNA dalam sel √ mengangkut (transport) asam amino spesifik ke ribosom untuk
proses sintesis protein
- mRNA √ basa nya : A, G, C dan U √ disintesis dalam inti sel pada proses transkripsi
10
√ pembawa informasi genetik dari DNA untuk sintesis protein √ Umurnya pendek
mengalami degradasi/resintesis
- r RNA √ bagian terbanyak dari RNA dalam sel (80%) √ Merupakan 60% dari berat
ribosom √ Basa utamanya : A, G, C, U √ Fungsinya belum jelas
HIDROLISIS ASAM NUKLEAT
1. Hidrolisis dengan enzim enzim nuklease, yang terdiri dari : a. enzim eksonuklease
menyerang ujung rantai polinukleotida b. enzim endonuklease menyerang bagian dalam
rantai
2. Hidrolisis dengan asam/basa - Hidrolisis DNA dengan asam terbentuk asam apurinat
(DNA tanpa purin) dan asam apirimidat (DNA tanpa pirimidin) - DNA tidak dihidrolisis oleh
basa - Hidrolisis RNA dengan basa memutuskan ikatan gugus hidroksil – 2 ribosa.
NUKLEOPROTEIN - Gabungan asam nukleat + protein mempunyai struktur / aktifitas
yang kompleks. - Mr nya tinggi - Contoh terkenal : virus dan ribosom - VIRUS :
 Kompleks supra molekul : asam nukleat + unit protein, membentuk susunan 3
dimensi
 Dapat diisolasi, tapi tak bisa memperbanyak dirinya. Untuk memperbanyak diri
harus masuk ke dalam sel khusus induk semangnya memaksa induk semang
untuk mensintesis komponen yang diperlukannya sintesis kebutuhan induk
semang tergeser
 Virus tanaman : terdiri dari RNA Virus hewan : terdiri dari RNA & DNA -
RIBOSOM
 Sel prokariotik : 60% rRNA + 50% protein.
 Sel eukariotik : 50% rRNA + 50% protein, umumnya lebih besar, terdapat
dalam sitoplasma bergabung dengan organel retikulum endoplasma
 Juga terdapat dalam inti sel dan organel lain (mitokhondria & khloroplast)

PENUTUP
1. Kesimpulan
A. Biokimia nukleotida dan perannya sebagai suplemen makanan
Nukleotida dapat disintesis melalui dua jalur metabolisme, yaitu: jalur
de novo dan jalur penyelamatan. Sintesis melalui jalur de novo memerlukan
enersi yang banyak sedangkan sintesis melalui jalur penyelamatan merupakan
jalur pintas yang tidak membutuhkan banyak enersi.
Metabolisme nukleotida merupakan bagian penting dari banyak proses-
proses seluler. Penelitian-penelitian pada saat ini memperlihatkan bahwa
adanya kebutuhan nukleotida dalam makanan yang sebelumnya tidak banyak
diketahui. Suplementasi nukleotida memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan usus, meningkatkan mikroflora usus serta
meningkatkan fungsi faali usus.
Air susu ibu merupakan sumber nukleotida yang paling baik bagi anak-
anak kecil. Dalam kondisi dimana tidak diberikan air susu ibu sebaiknya
diberikan formula zat-zat makanan yang mengandung nukleotida. Berapa
banyak yang harus ditambahkan sampai saat ini belum dapat dipastikan
mengingat belum ada pembuktian cukup melalui penelitian. Namun disarankan
pendekatan yang terbaik adalah meniru profil air susu ibu.
B. Metabolisme purin dan pirimidin nukleotida
Nukleotida penting dalam banyak hal, diantaranya .Sebagai sumber
energi yang mendorong bermacam-macam reaksi (ATP), terlibat dalam sintesis
protein dan beberapa reaksi (GTP). UTP untuk aktivasi glukosa dan galaktosa.
CTP sebagai sumber energi dalam metabolisme lipida, Merupakan bagian dari
coenzim (AMP, NAD, KoA), Sebagai regulator dan “second messenger”
(cAMP, cGMP) , dan Sebagai penyusun RNA dan DNA

C. Resisten trimetoprim – sulfametoksazol terhadap shigellosi


mengenai mekanisme resistensi kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol
pada shigellosis. Mekanisme terjadinya resistensi yang paling banyak dianut
adalah teori pembentukan enzim baru oleh shigella. Trimetoprim-
sulfametoksazol masih dapat dipergunakan pada daerah yang masih sensitif.
Pencegahan terjadinya resistensi ini dapat dilakukan jika mekanisme dan faktor
penyebab terjadinya resistensi diketahui dengan baik.
D. Hubungan tingkat pengetahuan penderita asam urat dengan kepatuhan diet
Mayoritas penderita asam urat mempunyai pengetahuan baik tentang
diet rendah purin yaitu sebanyak 16 responden (53,3%), Mayoritas tingkat
kepatuhan penderita asam urat dalam melakukan diet rendah purin adalah patuh
yaitu sebanyak 28 responden (93,3%), Ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan kepatuhan diet rendah purin pada penderita asam urat dengan nilai X2
hitung sebesar 7,232 dengan nilai signifikansi (p value) 0,027 < 0,05. Saran
E. Pengaruh asupan purin dan cairan terhadap kadar asam urat wanita usia 50-60
tahun
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas subyek memiliki kadar asam
urat normal, yaitu 92,5% dan hanya 2 orang subjek (5%) yang ditemukan
hiperurisemia. Asupan purin sebagian besar subjek tergolong rendah,
sedangkan asupan cairan 85% subyek tergolong normal. Asupan cairan tidak
berpengaruh terhadap kadar asam urat, sebaliknya asupan purin berpengaruh
terhadap peningkatan kadar asam urat.
F. Keragaman nukleotida GenLcy-b (Lycopene beta cyclase) kultivar
tomatbetavila F1,fortuna F1 dan tymoti F1
Kultivar Betavila F1 berkerabat dekat dengan kultivar Tymoti F1 dan
kultivar Fortuna F1 berkerabat dekat dengan kultivarTymoti F1, Kultivar
Fortuna F1 berkerabat dekat dengan sekuen gene bank kultivar Darsirius dan
varietas Pennelli. Kultivar Betavila F1berkerabat jauh dengan tomat lain
kultivar Darsirius, Kristin dan varietas Pennelli dan berkerabat dekat dengan
kultivar Fortuna F1. Kultivar Tymoti F1 berkerabat dekat dengan kultivar
Kristin. Ketiga kultivar tomat berkerabat jauh dengan spesies luar C.
AnnuumkultivarValensia, Perbedaan basa nukleotida tidak ditemukan pada
ketiga kultivar tomat dan hanya ditemukan pada sekuen tomat varietasPennellii
yang mengalami mutasi transisi sebanyak 1 basa nukleotida. Perbedaan basa
nukleotida juga ditemukan pada kelompok outgroup varietas Villosum yang
mengalami mutasi transisi dan mutasi transversi sebanyak 12 basa nukleotida
dan C. annuum kultivar Valensia yang mengalami mutasi transisi dan mutasi
transversi sebanyak 16 basa nukleotida.
G. Artritis gout dan perkembangannya
Artritis gout merupakan gangguan metabolik yang pertama kali
dijabarkan oleh Hippocrates pada masa Yunani kuno. Artritis gout dapat primer
(akibat langsung overproduksi atau penurunan ekskresi asam urat) atau
sekunder (terjadi bila overproduksi atau penurunan eskresi asam urat
merupakan akibat proses penyakit lain,obat-obatan, atau konsumsi purin.
Kristal monosodium urat monohidrat terbentuk dalam sendi dan jaringan sekitar
serta berperan pada reaksi radang akut yang berkembang, menyebabkan nyeri
berat. Faktor resiko dari penyakit artritis gout adalah: 1) usia diatas 40 tahun
dan jenis kelamin yang lebih dominan pada pria, 2) medikasi seperti
penggunaan obat diuretik, 3) obesitas, 4) konsumsi purin dan alkohol. Terdapat
4 stadium perkembangan klinis artritis gout, yaitu hiperurisemia asimtomatik,
artritis gout akut, stadium interkritikal, dan stadium artritis gout kronis. Artritis
gout menyerang terutama pada pria dewasa usia 40 tahun keatas dan pada
wanita postmenopause. Pengobatan artritis gout tergantung pada stadium.
Hiperurisemia asimtomatik biasanya tidak memerlukan pengobatan, sedang
artritis gout akut dapat diobati dengan analgesik, NSAID, glukokortikoid
sistemik dan artikular. Jika tidak tertangani dengan baik, maka dapat
mengakibatkan komplikasi seperti severe degenerative arthritis, infeksi
sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Prognosis artritis gout baik jika
terapi dilakukan lebih dini dan dilakukan dengan cara yang tepat.
H. Asam nukleat bebas untuk deteksi DNA dan RNA dalam plasma dan serum
Prospek masa depan metode isolasi dan kuantifikasi DNA/RNA pada
plasma/serum sangat krusial dalam analisis data. Dibutuhkan standarisasi
teknik, evaluasi dengan hati-hati, dan analisis data sesuai parameter umum
seperti sensitifitas dan spesifisitas. Isu tentang sediaan yang cocok antara
plasma atau serum telah terpecahkan. Diharapkan semua ini dapat menjadikan
CNAPS sebagai salah satu teknik pemeriksaan laboratorium rutin dalam
identifikasi dan kuantifikasi DNA/RNA. Deteksi CNA memberi tantangan yang
memberi peluang besar jika dimanajerial secara adekuat.
I. Pengaruh senam zumba terhadap kadar asam urat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa tidak
terdapat perubahan kadar asam urat yang bermakna setelah melakukan aktivitas
senam zumba selama 2 minggu yang dilakukan setiap sore hari.
J. Asam nukleat (nucleic acid)
Terdapat pada semua sel hidup, Merupakan makromolekul dengan
monomer Mononukleotida , Fungsinya ; Menyimpan, mereplikasi dan
mentranskripsi informasi genetika, Turut dalam metabolisme, Penyimpan
energi, Sebagai ko-enzim, dan Struktur Asam Nukleat
Kesimpulannya, Metabolisme adalah suatu proses komplek perubahan makanan
menjadi energi dan panas melalui proses fisika dan kimia, berupa proses pembentukan
dan penguraian zat didalam tubuh organisme untuk kelangsungan hidupnya. Purin dan
pirimidin merupakan inti dari senyawa komponen molekul nukleotida asam nukleat
RNA dan DNA. Asam nukleat adalah senyawa organik besar ditemukan dalam
kromosom sel-sel hidup dan virus. Mereka adalah asam kuat yang ditemukan dalam
inti sel. Polimer asam nukleat yang dengan berat molekul tinggi setinggi 100.000.000
gram per nol. Secara umum Pengertian DNA atau Asam Ribonukleat adalah materi
yang membentuk kromosom-kromosom yang menyimpan informasi genetik dalam
tubuh makhluk hidup.Sedangkan, pengertian RNA (Asam Ribonukleat) adalahpolimer
yang tersusun dari sejumlah neuklotida dimana satu neuklotida terdiri dari satu gugus
fosfat, satu gugus gula ribosa, dan satu gugus basa nitrogen (N). Bagian pentosa DNA
adalah ribosa, sedangkan pada bagian pentosa DNA adalah dioksiribosa.
2. Saran

Mudah-mudahan dengan adanya hasil resume ini dapat berguna sebagai bahan
baca dan acuan belajar serta bisa diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.

Anda mungkin juga menyukai