Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS UNSUR ETIKA DAN ESTETIKA NOVEL KAMBING DAN

HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN DENGAN TEORI SUBJEKTIF DAN


OBJEKTIF

UAS TAKE HOME MATA KULIAH ETIKA DAN ESTETIKA

DISUSUN OLEH :

WAHYU SETYO PUTRO 121711133094

KELAS B

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019

1
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunianya sehingga saya mampu menyelesaikan makalah Etika dan Estetika untuk memenuhi
tugas UAS take home yang meliput tentang “ANALISIS UNSUR ETIKA DAN ESTETIKA
DALAM NOVEL KAMBING DAN HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN DENGAN TEORI
SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF” dengan tepat waktu

Makalah ini berisikan tentang analisis etika adat istiadat yang ada dalam kehidupan
masyarakat beserta estetika yang tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam novel
kambing dan hujan.

Diharapkan makalah ini mampu memberikan manfaat, saya menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya sampaikan terimakasih. Semoga Allah selalu meridhloi usaha kita. Amin

Surabaya, 10 Juni 2019

2
PENDAHULUAN
Dalam sebuah karya sastra, tentu memiliki aspek-aspek keindahan yang salah satu
tujuannya adalah untuk menarik pembaca. Aspek-aspek keindahan dalam karya sastra ini pada
umumnya didominasi oleh bahasa, misalnya gaya puisi, penggunaan bahasa yang baik, dialog
improvisasi dalam drama, dan sebagainya. Estetika sendiri hadir dengan adanya keseimbangan
unsur-unsur struktur, cerita, plot, perwatakan, perasaan, dll.

Etika termasuk filsafat moral. Etika sendiri menyangkut perilaku manusia dan mengatur
perilaku manusia dengan menggunakan norma-norma yang berlaku. Etika lebih bersifat absolut.
Selain menyangkut hal tersebut, etika mengarah kepada tidak hanya sebatas pada cara melainkan
juga memberi norma tentang perbuatan.

Etika dan estetika tidak hanya berlaku dalam kehidupan sehari-hari saja, melainkan juga
dapat diaplikasikan dalam sebuah karya sastra. Hadirnya suatu karya sastra tentunya agar di
nikmati oleh para pembaca. Seorang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat.
Dengan harapan para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut. Novel ini
sungguh menarik untuk di baca apa segala kalangan, dikarenakan sangat sarat akan arti, arti dari
kehidupan mulai dari kisah cinta yang terbatas oleh perbedaan ditambah kisah kedua orang tua
mereka yang saling memegang teguh pendirian keagamaaannya.

Dan yang lebih menarik lagi yang membuat saya ingin mengkaji novel ini karena novel
ini kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra. Bahkan, satra tumbuh dari sesuatu
yang bersifat religius. Istilah “religious”membawa konotasi pada agama. Religius dan agama erat
berkaitan, berdampingan, persilisihan yang berasal dari perbedaan anatara Nu dan Muhamadiyah
yang akhirnya memisahkan persahabatan anatara Moek dan Is namun ketika rasa cinta dan
ketabahan dari kedua anak mereka dapat menyatukan cinta abadi dan melepaskan permusushan
yang terjadi di desa Centong.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

3
1. Apa pengertian dari etika dan estetika beserta teori-teori di dalamnya?
2. Bagaimana etika dan estetika yang terkandung di dalam novel Kambing dan Hujan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari etika dan estetika beserta teori-teori di dalamnya
2. Untuk mengetahui etika dan estetika yang terkandung di dalam novel Kambing dan
Hujan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Etika Beserta Teori-teorinya


Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput; kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha adalah adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah yang
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika.

Dari asal katanya, etika ialah ilmu yang mempelajari tentang kebiasaan manusia. Tetapi
dalam perkembangannya, ilmu etika tidak hanya membahas tentang kebiasaan manusia saja
tetapi lebih membahas tentang kebiasaan (adat) yang berdasarkan pada sesuatu yang melekat
pada kodrat manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa etika adalah kebiasaan-kebiasaan dalam
arti moral atau kesusilaan. Oleh sebab itu, etika sering diartikan sebagai ilmu tentang benar atau
salah dalam tingkah laku manusia.

Beberapa literatur mengungkapkan bahwa etika itu sendiri merupakan cabang dari filsafat yang
mempelajari tentang pandangan dan persoalan yang berhubungan dengan masalah moral atau
kesusilaan. Sehingganya dapat disebut bahwa etika ialah penyelidikan yang dilaksanakan secara
bijaksana atau penyelidikan filosofis terhadap kewajiban-kewajiban manusia dan segala hal yang
baik dan buruk.

Sedangkan etika menurut KBBI adalah ilmu tentang yang baik dan yang buruk, tentang
hak dan kewajiban moral atau akhlak. Etika berhubungan dengan moral. Etika jauh lebih absolut,
menyangkut manusia dari segi lahir dan batin. Atau bisa dijelaskan bahwa etika sebagai: “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”.

Etika termasuk filsafat moral, merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai
pendapat-pendapat, norma-norma dan istilah moral. Etika akan menganalisis tema fundamental

5
seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, nilai dan norma, hak dan kewajiban, juga
keutuhan.

Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan
norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana
orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa
yang bernilai serta kewajiban manusia.

Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat
yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat
rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral
melainkan menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara
sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma
moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada
perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral merupakan
kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan
manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri.

Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau
adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.

Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang mereflesikan
ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar,
sistematik dan normatif.

Etika memiliki 3 syarat, yaitu:

1. Mengerti tentang perbuatan baik-buruk


Perbuatan manusia dikerjakan dengan penuh pengertian tentang apa yang
dikelakukannya. Contoh: orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak
mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini
tidak mendapat sanksi dalam etika.

6
2. Merasa bebas melakukan perbuatan baik-buruk
Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri.
Perbuatan manusia yang dilakukan dengan paksaan (dalam keadaan terpaksa)maka
perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.
3. Disengaja/direncanakan untuk melakukan perbuatan baik-buruk
Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja.
Perbuatanmanusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja
makaperbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.

Di dalam etika tentu saja terdapat nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk sehingga
membuat manusia senantiasa berbuat kebaikan. Ukuran baik-buruk menurut tokoh Lawrwnce
Kohlberg berikut ini:

 Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:

a. Tahap 1 = Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat
yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Contoh: anak mendasarkan
perbuatannya atas otoritas konkret (orang tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila
ia tidak patuh. Anak kecil tidak memukul adiknya, karena hal itu dilarang oleh ibu dan karena
melanggar kamauan ibu dan akan memberinya hukuman. Perspektif si anak semata-mata
egosentris. Ia membatasi diri pada kepentingannya sendiri dan belum memandang kepentingan
orang lain. Ketakutan untuk akibat perbuatan adalah perasaan dominan yang menyertai motivasi
moral ini.

b. Tahap 2 = Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang


secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang
lain. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, misalnya soal
“Jika kamu melakukan sesuatu untuk saya, maka saya akan melakukan sesuatu untuk kamu”,
”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan
soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.

 Pada tingkat konvensional kita menemukan:

7
a. Tahap 3 = Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi: Orientasi ”anak manis”.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang
disetujui oleh mereka. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik”
untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari
persetujuan dengan berperilaku ”baik”. Perbuatan adalah baik, asal maksudnya baik. Misalnya,
ia membantu ibunya di dapur dengan mencuci piring, tetapi ada gelas yang pecah. Itu tidak
masalah dan tetap termasuk perbuatan baik, karena maksud awalnya baik dan ada unsur ketidak
sengajaan.

b. Tahap 4 = Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti
dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas,
memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi
tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut
kewajibannya. Orang yang melanggar aturan-aturan tradisional atau menyimpang dari ketertiban
sosial.

 Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:

a. Tahap 5 = Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya
bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi
hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh
masyarakat. Terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar
dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. Hasilnya adalah suatu tekanan
atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum
berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku
dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal,
persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah
moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam
pemikiran para penyusun Undang-Undang.

b. Tahap 6 – Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada
prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh,
universalitas dan konsistensi. Di sini orang mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya

8
berdasarkan hati nurani pribadi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas,
kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan,
timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia
sebai person individual. Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan mengalami
penyesalan yang mendalam (remorse).

Penilaian Baik dan Buruk

Baik adalah sesuatu yang dikatakan baik apabila hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang
positif (kebahagiaan, kesenangan, rahmat dan lain-lain) dan tidak melanggar norma-norma yang
berlaku ditempat tersebut. Sedangkan buruk, sesuatu akan dikatakan buruk jika hal itu
memberikan sesuatu yang negatif dan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di tempat
tersebut.

Penilaian baik buruk mempunyai kriteria. Terutama kriteria perbuatan baik dan buruk menurut
aliran Eudaemonisme, Positivisme, Naturalisme, dan Idealisme akan dibahas disini:

a. Aliran Eudaemonisme

Eudaemonisme adalah pandangan hidup yang menganggap kebahagiaan sebagai tujuan


tindak-tanduk manusia. Kebahagiaan yang dimaksud bukan hanya terbatas kepada perasaan
subjektif seperti senang atau gembira sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan
objektif menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan suatu individu (aspek moral,
sosial, emosional, rohani). Dengan demikian, eudaemonisme juga sering disebut etika
pengembangan diri atau etika kesempurnaan hidup.

Prinsip pokok aliran ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain.
Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal yaitu:

1. kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan


2. kemauaan
3. perbuatan baik
4. pengetahuan batiniah

9
b. Aliran Positivisme

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak
mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini
menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan.

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam
perkembangan positivisme, yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun


perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan
tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre,
P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun
1870-1890 an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri
positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut
pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang
turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah
Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini
diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

c. Aliran Naturalisme

Yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut


aliranNaturalisme adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah / naluri manusia itu sendiri, baik
mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam

10
dunia ini menuju kepada suatu tujuan tertentu. Dengan memenuhi panggilan natur setiap sesuatu
akan dapat sampai kepada kesempurnaan. Karena akal pikiran itulah yang menjadi wasilah bagi
manusia untuk mencapai tujuan kesempurnaan.

d. Aliran Idealisme

Aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab pikiran
manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan yang terkenal dari aliran ini adalah “Segala
yang ada hanyalah yang tiada.” sebab yang ada itu hanyalah gambaran dari alam pikiran
(bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (ide). Jadi yang baik itu hanya
apa yang ada dalam ide itu sendiri.

2.2 Pengertian Estetika Beserta Teori


Estetika menurut KBBI adalah cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni
dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya. Menurut Kattsoff, Estetika adalah segala
sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni. Menurut Jakob
Sumardjo, estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafar
seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni, atau artifak yang disebut seni. Teori-teori
yang terdapat dalam estetika yaitu:

1. Teori Objektif
Nilai estetis adalah sifat yang melekat pada benda indah terlepas dari orang yang
mengamatinya.Pengamatan seseorang hanyalah menemukan atau mengungkap sifat-sifat
indah itu.
2. Teori Subjektif
Ciri yang menciptakan keindahan pada suatu benda sesungguhnya tidak ada,
tetapi adalah tanggapan, perasaan dalam diri seseorang yang mengamati benda tersebut.
3. Teori Hubungan atau Campuran
Keindahan terletak dalam suatu hubungan antara benda dengan alam pikiran
seseorang, jadi sesuatu benda mempunyai ciri tertentu dan ciri itu melalui penerapan
pengamatnya.
4. Teori Perimbangan

11
Teori perimbangan tentang keindahan dari bangsa Yunani dipahami dalam arti
terbatas yaitu diungkapkan melalui angka-angka.

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sinopsis Kambing dan Hujan


Di awali dengan drama cinta antara Mif dan Fauzia, saya sempat menyangka
bahwa novel ini menceritakan kisah klasik ala Romeo Juliet. Lanjut membaca ke
halaman berikutnya saya menemukan lapisan demi lapisan cerita yang dikupas
perlahan, menarik sekaligus membuat penasaran. Ternyata novel ini tidak berkisah
tentang cinta belaka. Kisah cinta antara Mif dan Fauzia yang diceritakan didepan
seolah sebuah gerbang untuk menelusuri sejarah panjang nan rumit tentang
masyarakat Tegal Centong, khususnya dalam hal beragama. Dan yang tak kalah
menarik adalah kisah persahabatan Moek dan Is, tokoh yang mengambil peran penting
dalam perkembangan agama Islam di tegal centong, sekaligus ayah dari Fauzia dan
Mif.

Fauzia dan Mif bertemu pertama kali di dalam bus menuju Surabaya. Sama-
sama tinggal di Tegal Centong, tidak membuat Fauzia langsung mengenali Mif.
Fauzia baru mengingat Mif setelah dia mengenalkan nama dan alamatnya, juga
identitasnya sebagai anak utara. Dari sana obrolan mulai mengalir hingga mereka
bertukar alamat surel. Perkenalan mereka berlanjut ketika Mif mengirimkan surel
yang meminta pendapat Fauzia tentang esai yang ditulisnya. Tanpa meminta
persetujuan, Fauzia mengirimkan esai itu ke sebuah surat kabar dan akhirnya dimuat.
Singkat cerita hubungan mereka berlanjut menjadi hubungan asmara hingga keduanya
memutuskan untuk menikah dan harus meminta restu kepada orang tua masing-
masing. Dari sanalah cerita sesungguhnya dimulai.

Mif dan Fauzia menyadari perjuangan mereka untuk meminta restu tidak akan
mudah mengingat perbedaan yang ada di antara mereka. Mif adalah anak Centong
Utara sedangkan Fauzia anak Centong Selatan. Orang Centong Selatan adalah
penganut Islam tradisional, sedang orang Centong utara adalah penganut Islam
pembaharu. Terlebih lagi karena orang tua mereka adalah tokoh yang disegani, yang
berasal dari dua kubu yang berbeda tersebut. Keberanian mereka untuk meminta restu
akhirnya mengungkap cerita sejarah panjang orang tua mereka yang tidak sekedar
'berbeda'.

Di masa kecilnya, Moek dan Is adalah sahabat yang kental. Mat sering
mengikuti Is menggembalakan kambingnya. Merekapun punya tempat rahasia,
bernama Gumuk Genjik, dimana mereka biasa menggembalakan kambing-
kambingnya sambil berbincang akrab. Mereka mulai berpisah ketika Moek

13
memutuskan untuk mondok, sedangkan Is yang tidak bisa melanjutkan pendidikan,
memutuskan untuk belajar agama secara otodidak melalui kitab-kitab yang dibelinya
juga dengan gurunya Cak Ali. Jika pulang dari pondok Moek selalu menemui Is,
mereka saling bertukar kabar dan perkembangan masing-masing, juga berdebat
tentang berbagai permasalahan agama dengan pandangan mereka yang mulai berbeda.

Singkat cerita akhirnya Moek dan Is berada dalam dua kubu yang
bersebrangan. Is dengan semangat menggebu bersama gurunya Cak Ali dan teman-
temannnya adalah tokoh penting Islam pembaharu. Sedangkan Moek yang belajar di
pondok pesantren akhirnya dipanggil oleh orang tuanya dan diminta menjadi
pemimpin Islam tradisional di Centong. Yang di kemudian hari dua kelompok
tersebut lebih dikenal dengan Centong Utara dan Centong Selatan.

Di tengah perbedaan itu persahabatan Moek dan Is terus berlanjut. Diam-diam


mereka saling mengagumi perkembangan masing-masing, namun di lain sisi mereka
juga saling berusaha menarik satu sama lain ke dalam kelompoknya. Hal itulah yang
kemudian menimbulkan kesalahpahaman, ada rasa tersinggung dan gengsi yang
akhirnya membuat mereka enggan untuk bertemu hingga bertahun-tahun kedepan.

Selain tokoh Mat dan Is, diceritakan pula tokoh-tokoh lain yang tak kalah
berpengaruh dalam cerita ini. Cak Ali, sebagai guru Is dan penggerak pemuda centong
utara dengan cita-cita dan semangatnya yang menggebu. Mas Ali, seorang teman yang
dikagumi Moek dengan ilmunya yang dalam dan pemikirannya yang terbuka. Anwar,
saudara dari Moek dan Is yang mencoba mengambil sikap netral, tapi malah dimusuhi
kedua kubu dan akhirnya pergi ke Brunei. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut di dalam
cerita berhasil memberikan sudut pandang lain tentang permasalahan yang terjadi di
Tegal Centong.

Kisah persahabatan Moek dan Is terasa lebih mendominasi dan terkesan


'romantis' dibandingkan kisah cinta Mif dan Fauzia yang menurut saya biasa saja.
Bagaimana sebenarnya mereka tetap saling menyayangi dan mengagumi, namun
terhalang tembok keangkuhan masing-masing. Hingga akhirnya anak-anak merekalah
yang menjadi jalan untuk berbaikan kembali.

Keberanian Mahfud Ikhwan mengangkat isu sensitif tentang perbedaan NU dan


Muhammadiyah, dan permasalahan klasik yang menyertainya menjadi daya tarik
tersendiri dalam novel ini. Dengan cerita persahabatan antara Moek dan Is, serta
kehidupan masyarakat Centong, Mahfud berhasil memaparkan pemikiran dari dua
sudut pandang berbeda tanpa terasa menghakimi.

14
3.2 Etika yang Terkandung di dalam novel Kambing dan Hujan
Dalam setiap karya sastra tentu saja terdapat nilai-nilai dalam beretika. Namun, tidak
semua nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang baik, atau dapat diartikan banyak juga
penyimpangan-penyimpangan dalam beretika. Begitupun dalam novel ini yang memiliki
beragam problematika yang menimpang dalam kaidah kehidupan.

Penyimpangan-penyimpangan itu akan dijelaskan di bawah berikut ini:


Terjadi Permasalahan antara ayah dan anak, ketika segala keputusan ada di tangan ayah yang
sempat membuat kisah cinta keduanya sedikit menjadi masalah, problematika kisah cinta yang
merusak hubungan pertemanan antara Is dan Moek .“Ini bukan lagi tentang masjid yang berbeda
atau ormas yang saling bersaing, Mif. Ini tentang luka hati yang dalam dan tersimpan puluhan
tahun, kata suara di kepalanya” (Ikhwan, 2015:182). Terpetakannya dalam satu daerah karena
perbedaaan antara Nu dan Muhamadiyah.

3.3 Estetika yang Terkandung dalam novel Kambing dan Hujan


Salah satu unssyr estetika yang paling mencolok dalam novel kambing dan Hujan adalah
ketika adanya menghargai perbedaan. “Karena mengaji di masjid yang berbeda, sekolah di
tempat yang berbeda (yang satu ‘ushalli’, satunya lagi pakai ‘allahumma bait’;satunya tidak),
diajari renik-renik rukun dan syarat puasa yang mugkin berbeda , sangat memungkinkan
keduanya menjadi orang yang berbeda.
3.4 Aspek keislaman Dalam Novel Kambing dan Hujan
Berikut adalah cuplikan teks bermuatan ajaran Islam dalam novel Kambing dan Hujan
yang dikelompokan ke dalam beberapa kategori dan dianalisis keterkaitanya dengan unsure-
unsur instrinsik novel. Keterkaitan tersebut dijadikan acuan untuk mendeskripsikan perpaduan
nilai dakwah dalam novel Kambing dan Hujan.

Syariah ( Perihal Kaffiyat Salat)


Kami lalu bedebat soal rambut gondrongnya. Ia membela mati-matian kegondrongannya
ketika kubilang itu mubazir. Rambut gondrong menurutnya berguna, sebab kalau tidak berguna,
tidak mungkin para santri yang lebih tua rambutnya gondrong juga. Lagi-lagi, kukira ia
bercanda. Begitu juga tentang kopiah. Kopiah menurutnya bisa melindungi kening jangan
sampai tertutup rambut apabila sujud saat shalat. “Sujud, itu harus bertumpu pada tujuh titik

15
dalam tubuh, bukan begitu ?” Moek menerangkan sekaligus memancing tanggapanku. Di
remang cahaya rembulan, ia menunjuk dua ujung kakinya, dua lututnya, kedua telapak tangan,
dan terakhir keningnya. “Rambut tidak termasuk.”
“Kenapa tidak kamu rapikan saja rambtumu dan buang itu kopiah,” aku
merangsek.
“ Kopiah yang aku pakai telah menyelesaikan persoalan yang kamu ajukan
soal rambut tadi. Jawabnya dengan nada menang (Ikhwan 2015:68)
3.5 Tanggapan Pembaca Tentang novrl Kambing dan Hujan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2011. Etika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol, dan Daya. Bandung : ITB

http://perjalanan-tisore.blogspot.co.id/2013/05/nilai-nilai-etika-dan-estetika.html

http://definisipengertian.net/pengertian-moral-etika-menurut-ahli-dan-perbedaannya

https://felix3utama.wordpress.com/tag/etika-dan-estetika/

http://cornellyssip.blogspot.co.id/2015/02/mengidentifikasi-adat-kebiasaan-dan_74.html

16

Anda mungkin juga menyukai