Anda di halaman 1dari 114

65

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat pemberian pelayanan kesehatan menyeluruh
baik dari pelayanan medis maupun pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan harus dikelola dengan sebaik-
baiknya karena pelayanan keperawatan utamanya di Instalasi Rawat Inap dapat
menjadi indikator mutu pelayanan Rumah Sakit. Pencapaian mutu pelayanan
keperawatan yang optimal memerlukan manajemen keperawatan yang efektif dan
efisien (Nursalam, 2011).
Manajemen pelayanan keperawatan sebagai proses menyelesaikan pekerjaan
melalui anggota staf perawat dibawah tanggung jawabnya sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan professional kepada pasien dan keluarganya.
Penjelasan Sitorus (2011) menjelaskan tugas manajemen keperawatan adalah
melakukan koordinasi dan integrasi sumber-sumber yang tersedia melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang paling efektif bagi pasien dan keluarganya.
Manajemen keperawatan merupakan suatu proses perubahan atau transformasi
sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan melalui
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yaitu: perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan ketenagaan, pengarahan evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan
keperawatan. Selain pelayanan yang diberikan terhadap semua pasien, RS tersebut
juga merupakan salah satu lahan praktik pendidikan dan penelitian bagi perguruan
tinggi kesehatan di kota samarinda dan sekitarnya, telah banyak penelitian yang
dilakukan baik dari profesi kedokteran, keperawatan ataupun profesi kesehatan
lainnya. Hasil praktik keperawatan stase manajemen yang dilakukan mahasiswa
Program Profesi Ners Stikes Wiyata Husada Samarinda telah memberikan dampak
positif terhadap pelayanan keperawatan namun masih ada beberapa hal yang perlu
ditindak lanjuti lagi, sehingga atas dasar tersebut penulis tertarik melakukan Praktek
Stase Manajemen Keperawatan.
66

Berkaitan dengan profesionalisme keperawatan dan untuk memperoleh


kemampuan seorang manajer keperawatan yang memiliki wawasan dan menguasai
kaidah pelayanan keperawatan profesional serta memiliki akuntanbilitas dalam
pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan maka Program Studi Profesi Ners
Stikes Wiyata Husada Samarinda memberikan pengalaman nyata dan dalam
meningkatkan pemahaman dalam mengaplikasikan konsep kepemimpinan dan
manajemen keperawatan pada tatanan pelayanan keperawatan dirumah sakit.
Terutama dalam upaya mengidentifikasi permasalahan pelayanan keperawatan
dengan pendekatan Analisis SWOT yang diharapkan mampu berperan sebagai
change agent dengan menerapkan suatu teori.

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


1. Tempat pelaksanaan
Tempat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Ruang Flamboyan.
2. Waktu
Waktu lima minggu (20 Mei – 06 Juli 2019).

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan konsep manajemen keperawatan (POAC) dalam tatanan
pelayanan keperawatan profesional tingkat dasar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah dalam pelaksanaan manajemen
keperawatan berdasarkan analisis situasi nyata di ruang Flamboyan.
b. Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah manajemen keperawatan
bersama diruang Flamboyan.
c. Menyusun tujuan dan rencana alternatif pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah yang telah ditetapkan.
d. Mengusulkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah
yang bersifat teknis operasional bagi ruang Flamboyan
e. Melaksanakan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah
yang disepakati bersama unit terkait di ruang Flamboyan.
67

f. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pada aspek masukan, proses, hasil dan


dampak pada manajemen keperawatan.
g. Merencanakan tindak lanjut dari hasil yang dicapai berupa upaya
mempertahankan dan memperbaiki hasil melalui kerja sama dengan unit
terkait di ruang Flamboyan.

D. Manfaat Penulisan
a. Bagi program Studi Profesi Ners Stase Manajemen Stikes Wiyata Husada
Samarinda, manfaat praktik ini adalah sebagai evaluasi pelaksanaan proses
belajar mengajar stase manajemen.
b. Bagi ruang Flamboyan RSUD AWS Samarinda, diharapkan dapat membantu
ruangan untuk menyelesaikan masalah yang bersifat teknis operasional,
sehingga diharapkan dapat membantu ruang Flamboyan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan diantaranya mutu pelayanan keperawatan.
c. Bagi mahasiswa profesi ners, kegiatan praktik ini dapat memperluas
wawasan dan mengaplikasikan ilmu kepemimpinan dan manajemen
keperawataan secara nyata di ruang Flamboyan.
68

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen Keperawatan


1. Definisi Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan
oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan serta mengawasi sumber yang ada, baik sumber daya maupun
dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif baik
kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Suyanto, 2008). Manajemen dapat di
definisikan sebagai suatu proses koordinasi dan intergrasi sumber daya
keperawatan dengan menerapakan proses manajamen untik mencapai perawatan,
tujuan pelayanan dan objektif. (Nursalam 2014). Munijaya (2004), menyatakan
bahwa manajemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama
penerapannya Yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam
memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional
dalam pengambilan keputusan manajerial.
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena
manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat
manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode
yang berkaitan pada institusi yang besar dan organisasi keperawatan di
dalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi dan
tujaun dari institusi tetap dapat memerlukan pengembangan atau perbaikan
termasuk misi atau tujauan devisi keperawatan. Dari pernyataan pengertian yang
jelas perawat manajer mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis untuk
pelyanan keperawatan (Swamburg, 2000).
Menurut swanbrurg (2000), keterampilan manajemen dapat di klasifikasikan
dalam tiga tingkat yaitu:
a) Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori,
keterampilan berfikir.
b) Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknis.
69

c) Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpina dalam


berinteraksi dalam individu ataun kelompok.

2. Unsur Input (M1-M5)


a. Sumber Daya Manusia (M1/ MAN)
1) Umur
Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan
keluar dari pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk memperoleh
kesempatan pekerjaan lain. Di samping itu karyawan yang bertambah tua
biasanya telah bekerja lebih lama, memperoleh gaji yang lebih besar dan
berbagai keuntungan lainnya. Hubungan usia dengan kinerja atau
produktivitas dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan karena ketrampilan-ketrampilan fisiknya sudah mulai
menurun. Tetapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada
ketrampilan fisik serupa itu. Karyawan yang bertambah tua, bisa
meningkat produktivitasnya karena pengalaman dan lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan (Mangkunegara, 2006).
2) Jenis Kelamin
Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan
pendapat-pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita
sama dengan pria ketika bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan yang
konsisten pria-wanita dalam kemampuan memecahkan masalah,
ketrampilan, analisis, dorongan, motivasi, sosiabilitas atau kemampuan
bekerja (Robbins, 2001).
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam
produktifitas kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah
absen kerja karyawati lebih sering tidak masuk kerja daripada laki-laki
(Anonim, 2005). Alasan yang paling logis adalah karena secara
tradisional wanita memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti
kematian tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak
masuk kerja.
70

3) Masa Kerja
Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan
produktivitas. Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari
prestasi kerja sebelumnya, tetapi sampai ini belum dapat diambil
kesimpulan yang meyakinkan antara dua variabel tersebut. Hasil riset
menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara senioritas dan
produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap
produktivitas karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas
berkaitan negatif dengan kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif
dengan keluar masuknya karyawan dan sebagai salah satu peramal
tunggal paling baik tentang keluar masuknya karyawan (Mangkunegara,
2003).
4) Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005)
yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya
keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan
dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat
adalah vokasional (D3 Keperawatan).
Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh
pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila ingin
menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D3
Keperawatan/Akademi Keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin
menjadi perawat harus segera ke D3 Keperawatan atau langsung ke S1
Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3 Keperawatan dapat melanjutkan
ke S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan Ners, baru ke
Magister Keperawatan/spesialis dan Doktor/Konsultan.
71

5) Pelatihan Kerja
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun
masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian
yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya
manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan
pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya
diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara
maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi
kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.
Moekijat juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu bagian
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku,
dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek daripada teori.
Alex S. Nitisemito mengungkapkan tentang tujuan pelatihan sebagai
usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku dan
pengetahuan, sesuai dari keinginan individu, masyarakat, maupun
lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan
dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas sematamata hanya
untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan
diberikan dengan harapan individu dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan dengan baik
biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik pula
dari pada individu yang tidak mengikuti pelatihan.
Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada
peningkatan pengetahuan, keahlian/keterampilan (skill), pengalaman, dan
sikap peserta pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau
pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora
yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas
yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman
72

ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam


menjalankan tugas tertentu.
6) Bed Occuption Rate (BOR)
BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di
rumah sakit. Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut:
BOR/hari =

BOR/bulan =

BOR/tahun =

7) Kebutuhan Tenaga Keperawatan


a) GILLES
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga
keperawatan di satu unit perawatan adalagh sebagai berikut:

( )
Keterangan:
A = Rata-rata jumlah perawatan/ pasien/ hari
B = Rata-rata jumlah pasien / hari
C = Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

Prinsip perhitungan rumus Gillies:


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk
pelayanan, yaitu:
1. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh
perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan
fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan
73

dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total care
dan intensive care. Kebutuhan keperawatan langsung setiap
pasien adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
a) Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
b) Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
c) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
d) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
2. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat
rencana perawatan, memasang/ menyiapkan alat, ,konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan,
melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha
Detroit (Gillies, 1989) = 38 menit/ pasien/ hari, sedangkan
menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989) = 60 menit/ pasien/ hari
dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60
menit/ pasien (Gillies, 1994)
3. Pendidikan kesehatan, yang diberikan kepada klien meliputi:
aktifitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut
Mayer dalam Gillies (1994), waktu yang dibutuhkan untuk
pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ pasien/ hari

b. Metode (M2/ METHODE)


1) Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan untuk menompang pemberian asuhan. Disamping
itu sehubungan dengan adanya pola pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan antara lain rencana pembukaan pendidikan spesialis
keperawatan, maka perlu dipikirkan pemanfaatan tenaga ini nantinya di
klinik atau dirumah sakit. Oleh karena itu direncanakan terdapat
beberapa jenis MPKP, yaitu:
74

a) Model Praktek Keperawatan Profesional III


Melalui pengembangan MPKP III dapat diberikan asuhan
keperawatan professional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat
tenaga perawat dengan kemampuan dokter dalam keperawatan klinik
yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat
melakukan riset serta memanfaat hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan.
b) Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini, akan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat II. Pada ketenagan terdapat tenaga perawat
dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk
cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan
konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada
area spesialisasinya. Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawatan spesialis direncanakan 1 orang
untuk 10 perawat primer (1:10).
c) Model Praktek Keperawatan Profesional I
Model praktek keperawatan professional pemula (MPKP),
merupakan tahap awal untuk menuju MPKP. Pada model ini mampu
diberikan asuhan keperawatan professional tingkat pemula. Pada
model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional I dan untuk ini diperlukan penataan 3 komponen utama,
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan
keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Model ini merupakan
model yang akan dikembangkan secara bertahap (Developmental
model) dan telah telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo
dan RSUP Persahabatan.Ada 5 metode pemberian asuhan
keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan
keperawatan. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang lazim
75

dipakai meliputi metode fungsional, metode tim, metode kasus,


modifikasi metode tim-primer.
2) Metode Fungsional (Bukan MAKP)
Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang menekankan
efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik.
Metode ini sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
Perawat senoir menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman. Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan
keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat
luka). Metode ini tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun
perawat dan persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja.
a) Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini
memungkinkan pemberian pelayanan keperawatan yang menyeluruh,
mendukung pelaksanaan proses keperawatan, dan memungkinkan
komunikasi antartim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim. Namun, komunikasi antara anggota
tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya
membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-
waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim sebagai
perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai
kepemimpinan ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh
kepala ruang.
76

Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan


perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan
pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personel adalah
media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan
anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat
mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengindentifikasi
kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan
kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun
dan memenuhi standard asuhan keperawatan.Walaupun metode tim
keperawatan telah berjalan secara efektif, mungkin pasien masih
menerima fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim
tidak dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien,
keterbatasan tenaga dan keahlian dapat menyebabkan kebutuhan
pasien tidak terpenuhi.
b) Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai
pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan
untuk merencanakan, malakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer adalah ada
tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban
pasien dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan
keterampilan manajemen, bersifat kontinuitas dan komprehensif,
perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien merasa
dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas
setiap kebutuhan klien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan,
77

mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektifan


keperawatan. Sementara perawat yang lain memberikan tindakan
keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan keperawatan dan
menginformasikan tentang kesehatan klien kepada perawat atau
tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu
tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
c) Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda
untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus
biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti: isolaso, intensivecare. Kelebihannya adalah perawat lebih
memahami kasus per kasus, sistem evaluasi dari manajerial menjadi
lebih mudah. Kekurangannya adalah belum dapat diidentifikasi
perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan
mempunyai kemampuan dasar yang sama.
d) Metode Modifikasi Tim-Primer
Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua
sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model
MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1
Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai
tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan
terdapat pada primer. Disamping itu, karena saat ini perawat yang
78

ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan


mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang
asuhan keperawatan.

c. Sarana dan Prasarana (M3/MATERIAL)


1) Sarana dan Prasarana
Tabel 2.1
Standar Alat Keperawatan di Ruang Rawat Inap
No Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Tensi meter 2/Ruangan
2 Stetoskop 2/Ruangan
3 Timbangan berat badan/tinggi badan 1/Ruangan
4 Irigator set 2/Ruangan
5 Sterilisator 1/ruangan
6 Tabung oksigen, flowmeter 2/Ruangan ( R Bedah3/ Ruang R peny
dlm 6/Ruang)

7 Gunting Verband 2/Ruangan


8 Korentang dan semptung 2/Ruangan
9 Bak instrument besar 2/Ruangan
10 Bak instrument sedang 2/Ruangan
11 Bak instrument kecil 2/Ruangan
12 Blas spuit 2/Ruangan
13 Gliserin spuit 2/Ruangan
14 Bengkok 2/Ruangan
15 Pispot 1 : 1/2
16 Urinal 1 : 1/2
17 Set angkat jahitan 1 : 1/2
18 Set ganti balutan 5/Ruangan (R. Bedah 1 : 3)
19 Termometer 5/Ruangan (R. Bedah 1 : 1)
20 Standar infus 1:1
21 Eskap 1 : 1/4
22 Masker O2 2/Ruangan
R. Bedah 3/Ruangan
R Pny dalam 6/Ruangan
79

23 Nasal kateter 2/Ruangan


S. Bedah 3/Ruangan
R Pny dalam 6/Ruangan

24 Reflek hanan 1/Ruangan


Sumber: Depkes 2001.

Tabel 2.2
Alat Tenun

No Nama Barang Ratio Pasien : Alat


1 Gurita 1: 1 ½
2 Gordyn 1:2
3 Kimono/ baju besar 1:5
4 Sprei besat 1:5
5 Manset dewasa 1: ¼
6 Manset anak 1: 1/3
7 Mitela/ topi 1: 1/3
8 Penutup sprei 1:5
9 Piyama 1:5
10 Selimut wool 1:1
11 Selimut biasa 1:5
12 Selimut anak 1:6-8
13 Sprei kecil 1:6-8
14 Sarung bantal 1: 6
15 Sarung guling 1:3
16 Sarung kasur 1:1
17 Sarung buli-buli panas 1: ¼
18 Sarung eskap 1: ¼
19 Sarung windring 1: 1/10
20 Sarung O2 1: 1/3
21 Taplak meja pasien 1:3
22 Taplak meja teras 1:3
23 Vitrase 1:2
24 Tutup alat 1:2
25 Steek laken 1:6-8
26 Handuk 1:3
27 Waslap 1:5
28 Banak short 1: ½
29 Gurita dewasa 1: ½
30 Handuk fontanin 1: 1/5
31 Lap piring 1: ¼
32 Lap kerja 1: ½
33 Masker 1: ½
34 Popok bayi 1:15
35 Baju bayi 1:8
36 Duk 1: 1/3
37 Duk bolong 1: 1/3
Sumber: Depkes 2001.
80

Tabel 2.3
Alat Rumah Tangga Menurut DEPKES (2001)
No Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Kursi roda 2-3/ruangan
2 Komot 1/ruangan
3 Lemari obat emergency 1/ruangan
4 Light cast 1/ruangan
5 Meja pasien 1:1
6 Over bed table 1:1
7 Standard infuse 2-3/ruangan
8 Standard Waskom double 4-6/ruangan
9 Waskom mandi 8-12/ruangan
10 Lampu sorot 1/ruangan
11 Lampu senter 1-2/ruangan
12 Lampu kunci duplikat 1/ruangan
13 Nampan 2-3/ruangan
14 Tempat tidur fungsional 1:1ruangan
15 Tempat tidur biasa 1:1/2 /ruangan
16 Troly obat 1/ruangan
17 Troly balut 1/ruangan
18 Troly pispot 1/ruangan
19 Troly suntik 1/ruangan
20 Timbangan BB/TB 1/ruangan
21 Timbangan bayi 1/ruangan
22 Dorongan O2 1/ruangan
23 Plato/ piring makan 1:1/ruangan
24 Piring snack 1:1/ruangan
25 Gelas 1:2/ruangan
26 Tatakan dan tuutp gelas 1:2/ruangan
27 Sendok 1:2/ruangan
28 Garpu 1:2/ruangan
29 Kran air 1:1/ruangan
30 Baki 5/ruangan
31 Tempat sampah pasien 1:1/ruangan
32 Tempat sampah besar tertutup 4/ruangan
Sumber: Depkes 2001.
33 Senter 2/ruangan
Sumber: Depkes 2001.
81

Tabel 2.4
Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat Inap

No Nama Barang Ratio Pasien: Alat


1 Formulir pengkajian awal 1:1
2 Formulir rencana keperawatan 1:5
3 Formulir catatan perkembangan pasien 1:10
4 Formulir observasi 1:10
5 Formulir resume keperawatan 1:1
6 Formulir catatan pengobatan 1:10
7 Formulir medik lengkap 1:1
8 Formulir laboratorium lengkap 1:3
9 Formulir rontgen 1:2
10 Formulir permintaan darah 1:1
11 Formulir keterangan kematian 5 lambar /bulan
12 Resep 10 buku / bulan
13 Formulir konsul 1;5
14 Formulir permintaan makanan 1:1
15 Formulir permintaan obat 1:1
16 Buku ekspidisi 10 / ruangan / tahun
17 Buku register pasien 4 / ruangan / tahun
18 Buku folio 4/ ruangan / tahun
19 White board 1/ ruangan
20 Perforator 1/ruangan
21 Steples 2/ ruangan
22 Pensil 5/ ruangan
23 Pensil merah biru 2/ ruangan
24 Spidol White board 6/ ruangan
Sumber: Depkes 2001.

d. Pembiayaan (M4/ MONEY)


1) Kompensasi
Kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan
imbalan finansial. Terminologi dalam kompensasi adalah:
a) Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji
per jam. Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran
mingguan, bulanan, atau tahunan.
b) Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas atau
di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi.
c) Tunjangan.
d) Fasilitas (Simamora, 2004).
82

2) Reward
Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman
dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan adanya penerimaan terhadap
perilaku dan perbuatan, sedangkan hukuman menunjukkan penolakan
perilaku dan perbuatannya. Wahyuningsih (2009) juga
mendefinisikan reward adalah penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal
yang tercapai. Francisca (2006) memfokuskan definisi reward sebagai
hadiah atau bonus yang diberikan karena prestasi
seseorang. Reward dapat berwujud banyak rupa. Paling sederhana berupa
kata-kata seperti pujian adalah salah satu bentuknya. Reward biasanya
digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam organisasi
(Raharja, 2006).
Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada
kendali langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya
sesuai evaluasi kinerja sebelumnya. Selebihnya,dengan reward seseorang
dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus dikendalikan pimpinan.
Hal ini juga ditegaskan Gouillart & Kelly dalam Raharja (2006)
bahwa reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai
konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku
manusia secara fundamental.
3) Punishment
Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/
pelanggaran. Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang
pasti beda persepsi dan beda pendapat (Wahyuningsih, 2009).
Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan
dalam perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak seperti
hukuman dipenjara atau potong tangan, tetapi punishment yang bersifat
mendidik. Selain itu punishment juga merupakan alat pendidikan
regresif, artinya punishment ini digunakan sebagai alat untuk
menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin purwanto
membagi punishment menjadi dua macam yaitu:
83

a) Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud


atau supaya tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk
mencegah agar tidak terjadi pelanggaran, sehingga hal ini
dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran dilakukan. Contoh
perintah, larangan, pengawasan, perjanjian dan ancaman.
b) Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena adanya
pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman
itu terjadi setelah terjadi kesalahan.

e. Pemasaran (M5/ MARKETING)


1) Indeks Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan
menentukan keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah
konsumen dari produk yang dihasilkannya. Hal ini didukung oleh
pernyataan Hoffman dan Beteson (2007), yaitu: ”weithout custumers, the
service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat
menurut Mowen (2005,): ”Costumers satisfaction is defined as the
overall attitudes regarding goods or services after its acquisition and
uses”. Oleh karena itu, badan usaha harus dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan
lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat. Sebab,
bila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan kesetiaan
masyarakat akan suatu produk menjadi luntur dan beralih ke produk atau
layanan yang disediakan oleh badan usaha yang lain.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang
dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi
layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut:
a) Efektif
b) Sederhana
c) Kejelasan dan kepastian
d) Keterbukaan
84

e) Efisiensi
f) Ketepatan waktu
g) Responsif
h) Adaptif
Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah
Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan
sektor publik. Salah satu produk peraturan pemerintah terbaru tentang
pelayanan publik yang telah dikeluarkan untuk melakukan penilaian dan
evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik instansi pemerintah
adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
KEP- 25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Pedoman
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah. Ke-14 indikator yang akan dijadikan instrumen pengukuran
berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara di atas
adalah sebagai berikut :
a) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan.
b) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif
yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis
pelayanannya.
c) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan
tanggung jawab). Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan
petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi
waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas
pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
d) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
85

e) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat


diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan.
f) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan
dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang
dilayani.
g) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai dan menghormati.
h) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
i) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
j) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
k) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan
rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
l) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnnya tingkat keamanan
lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan
pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan
pelayanan.

B. Fungsi Manajemen Keperawatan


Pada fungsi manajemen keperawatan terdapat beberapa elemen utama
yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian),Staffing (Kepegawaia
Directing (Pengarahan), Controlling(Pengendalian/Evaluasi).
86

1. Planning (Perencanaan)
Fungsi planning (perencanaan) adalah fungsi terpenting dalam manajemen,
oleh karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya.
Menurut Muninjaya, (2009) fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari
fungsi manajemen secara keseluruhan. Tanpa ada fungsi perencanaan tidak
mungkin fungsi manajemen lainnya akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Perencanaan akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap
semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan, dan kapan
akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian
tujuan secara efektif dan efesien. Swanburg (2010) mengatakan bahwa planning
adalah memutuskan seberapa luas akan dilakukan, bagaimana melakukan dan
siapa yang melakukannya.
Dibidang kesehatan perencanaan dapat didefenisikan sebagai proses untuk
menumbuhkan, merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat,
menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan
program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
a. Tujuan Perencanaan
1) Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan
2) Agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia lebih efektif
3) Membantu dalam koping dengan situasi kritis
4) Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya
5) Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan
berdasarkan masa lalu dan akan datang
6) Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah
7) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
b. Tahap Dalam Perencanaan
1) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
2) Analisis situasi, bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta.
3) Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah
4) Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai
87

5) Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam


pelaksanaan program
6) Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)
c. Jenis Perencanaan
1) Perencanaan Strategi
Perencanaan strategis merupakan suatu proses berkesinambungan,
proses yang sistematis dalam pembuatan dan pengambilan keputusan
masa kini dengan kemungkinan pengetahuan yang paling besar dari efek-
efek perencanaan pada masa depan, mengorganisasikan upaya-upaya
yang perlu untuk melaksanakan keputusan ini terhadap hasil yang
diharapkan melalui mekanisme umpan balik yang dapat dipercaya.
Perencanaan strategis dalam keperawatan bertujuan untuk memperbaiki
alokasi sumber-sumber yang langka, termasuk uang dan waktu, dan
untuk mengatur pekerjaan divisi keperawatan.
2) Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional menguraikan aktivitas dan prosedur yang
akan digunakan, serta menyusun jadwal waktu pencapaian tujuan,
menentukan siapa orang-orang yang bertanggung jawab untuk setiap
aktivitas dan prosedur. Menggambarkan cara menyiapkan orang-orang
untuk bekerja dan juga standard untuk mengevaluasi perawatan pasien.
Di dalam perencanaan operasional terdiri dari dua bagian yaitu rencana
tetap dan rencana sekali pakai. Rencana tetap adalah rencana yang sudah
ada dan menjadi pedoman di dalam kegiatan setiap hari, yang terdiri dari
kebijaksanaan, standard prosedur operasional dan peraturan. Sedangkan
rencana sekali pakai terdiri dari program dan proyek.
d. Manfaat Perencanaan
1) Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan
2) Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan
3) Memudahkan kordinasi
4) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasional
secara jelas
88

5) Membantu penempatan tanggungjawab lebih tepat.


6) Membuat tujuan lebih khusus, lebih rinci dan lebih mudah dipahami.
7) Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
8) Menghemat waktu dan dana
e. Keuntungan Perencanaan
1) Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif
2) Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai
3) Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya terutama
fungsi keperawatan.
4) Memodifikasi gaya manajemen
5) Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan
f. Kelemahan Perencanaan
1) Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan informasi dan
fakta-fakta tentang masa yang akan datang
2) Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak
3) Perencanaan mempunyai hambatan psikologis
4) Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif
5) Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu diambil

2. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, menggolongkan
dan mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang
seseorang, pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi
pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang
beraspek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya, 2009). Berdasarkan penjelasan
tersebut, organisasi dapat dipandang sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu
kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha kerjasama dengan
jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilaksanakan serta menyusun jalinan hubungan kerja di antara para pekerjanya.
a. Manfaat Pengorganisasian
1) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
89

2) Hubungan organisatoris antara orang-orang di dalam organisasi tersebut


melalui kegiatan yang dilakukannya
3) Pendelegasian wewenang
4) Pemanfaatan staff dan fasilitas fisik
b. Langkah-langkah Pengorganisasian
1) Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah tertuang
dalam fungsi perencanaan
2) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai
tujuan.
3) Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan-satuan kegiatan yang
praktis.
4) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan
menyediakan fasilitas yang diperlukan.
5) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas
6) Mendelegasikan wewenang.

3. Staffing (Kepegawaian)
Staffing merupakan metodologi pengaturan staff, proses yang teratur,
sistematis berdasarkan rasional yang diterapkan untuk menentukan jumlah
personil suatu organisasi yang dibutuhkan dalam situasi tertentu (Swanburg,
2000). Proses pengaturan staff bersifat kompleks. Komponen pengaturan staff
adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan staff, penguasaan rencana
pengaturan staff, rencana penjadwalan, dan Sistem Informasi Manajemen
Keperawatan (SIMK). SIMK meliputi lima elemen yaitu kualitas perawatan
pasien, karakteristik dan kebutuhan perawatan pasien, perkiraan suplai tenaga
perawat yang diperlukan, logistik dari pola program pengaturan staf dan
kontrolnya, evaluasi kualitas perawatan yang diberikan.
Dasar perencanaan untuk pengaturan staff pada suatu unit keperawatan
mencakup personil keperawatan yang bermutu harus tersedia dalam jumlah yang
mencukupi dan adekuat, memberikan pelayanan pada semua pasien selama 24
jam sehari, 7 hari dalam seminggu, 52 minggu dalam setahun. Setiap rencana
pengaturan staff harus disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit dan tidak
90

dapat hanya dicapai dengan rasio atau rumusan tenaga/pasien yang sederhana.
Jumlah dan jenis staff keperawatan yang diperlukan dipengaruhi oleh derajat
dimana departemen lain memberikan pelayanan pendukung, juga dipengaruhi
oleh jumlah dan komposisi staff medis dan pelayanan medis yang diberikan.
Kebutuhan khusus individu, dokter, waktu dan lamanya ronde, jumlah test, obat-
obatan dan pengobatan, jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas personel perawat yang diperlukan dan mempengaruhi
penempatan mereka.
Pengaturan staff kemudian juga dipengaruhi oleh organisasi divisi
keperawatan. Rencana harus ditinjau ulang dan diperbaharui untuk mengatur
departemen beroperasi secara efisien dan ekonomis dengan pernyataan misi,
filosofi dan objektif tertulis, struktur organisasi, fungsi dan tanggung jawab,
kebijakan dan prosedur tertulis, pengembangan program staff efektif, dan
evaluasi periodik terencana. Komponen yang termasuk dalam
fungsi staffing adalah prinsip rekrutmen, seleksi, orientasi pegawai baru,
penjadwalan tugas, dan klasifikasi pasien. Pengrekrutan merupakan proses
pengumpulan sejumlah pelamar yang berkualifikasi untuk pekerjaan di
perusahaan melalui serangkaian aktivitas. Tujuan orientasi pegawai baru adalah
untuk membantu perawat dalam menyesuaikan diri pada situasi baru.
Produktivitas meningkat karena lebih sedikit orang yang dibutuhkan jika mereka
terorientasi pada situasi kerja. Penjadwalan siklus merupakan salah satu cara
terbaik yang dipakai untuk memenuhi syarat distribusi waktu kerja dan istirahat
untuk pegawai. Pada cara ini dibuat pola waktu dasar untuk minggu-minggu
tertentu dan diulang pada siklus berikutnya. Jadwal modifikasi kerja mingguan
menggunakan shift 10-12 jam dan metode lain yang biasa.

4. Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang
ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat
dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang
nyata. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam keberhasilan
manajemen. Menurut Stogdill dalam Swanburg (2000), kepemimpinan adalah
91

suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam upaya


menyusun dan mencapai tujuan. Gardner dalam Swanburg (2000), menyatakan
bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh
sehingga individu (pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk
mengambil tindakan yang sesuai dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus
mampu untuk memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak membaca,
memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan organisasi, dan
menggerakkan (memotivasi) staffnya agar mereka mampu melaksanakan tugas-
tugas pokok organisasi. Menurut Lewin dalam Swanburg (2000), terdapat
beberapa macam gaya kepemimpinan yaitu:
a. Autokratik
Pemimpin membuat keputusan sendiri. Mereka lebih cenderung
memikirkan penyelesaian tugas dari pada memperhatikan karyawan.
Kepemimpinan ini cenderung menimbulkan permusuhan dan sifat agresif
atau sama sekali apatis dan menghilangkan inisiatif.
b. Demokratis
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan.
Mereka berorientasi pada bawahan dan menitikberatkan pada hubungan
antara manusia dan kerja kelompok. Kepemimpinan demokratis
meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
c. Laissez faire
Pemimpin memberikan kebebasan dan segala serba boleh, dan pantang
memberikan bimbingan kepada staff. Pemimpin tersebut membantu
kebebasan kepada setiap orang dan menginginkan setiap orang senang. Hal
ini dapat mengakibatkan produktivitas rendah dan karyawan frustasi.
Manajer perawat harus belajar mempraktekkan kepemimpinan perilaku yang
merangsang motivasi pada para pemiliknya, mempraktekkan keperawatan
professional dan tenaga perawat lainnya. Perilaku ini termasuk promosi
autonomi, membuat keputusan dan manajemen partisipasi oleh perawat
professional.
92

5. Controlling (Pengendalian/Evaluasi)
Fungsi pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang
terakhir dari proses manajemen, yang memiliki kaitan yang erat dengan fungsi
yang lainnya. Pengawasan merupakan pemeriksaan terhadap sesuatu apakah
terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan/disepakati, instruksi yang telah
dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan, yang bertujuan untuk
menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki (Fayol, 2008).
Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standard pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan dengan cara paling
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan (Mockler, 2002).
Pengontrolan atau pengevaluasian adalah melihat bahwa segala sesuatu
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi yang telah
diberikan, serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan (Urwick, 2008). Tugas
seorang manajemen dalam usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi
pengawasan manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut:
a. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staff dan hasilnya mudah
diukur, misalnya menepati jam kerja.
b. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam upaya
mencapai tujuan organisasi.
c. Standard unjuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada semua staf,
sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmen
terhadap kegiatan program.
d. Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan bahwa
sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah tersedia, serta
alat untuk memperbaiki kinerja.
e. Terdapat sepuluh karakteristik suatu sistem control yang baik:
1) Harus menunjukkan sifat dari aktivitas
2) Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera
3) Harus memandang ke depan
93

4) Harus menunjukkan penerimaan pada titik kritis


5) Harus objektif
6) Harus fleksibel
7) Harus menunjukkan pola organisasi
8) Harus ekonomis
9) Harus mudah dimengerti
10) Harus menunjukkan tindakan perbaikkan
Untuk fungsi-fungsi control dapat dibedakan pada setiap tingkat manajer.
Sebagai contoh, manajer perawat kepala dari satu unit bertanggung jawab
mengenai kegiatan operasional jangka pendek termasuk jadwal harian dan
mingguan, dan penugasan, serta pengunaan sumber-sumber secara efektif.
Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk perubahan yang cepat. Dua
metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan-
tujuan keperawatan adalah:
a. Analisa tugas: Kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan prosedur
yang tersusun dalam pedoman tertulis, jadwal, aturan, catatan, anggaran.
Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan secara relatif beberapa alat
digunakan untuk analisa tugas dalam keperawatan.
b. Kontrol kualitas: Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran kualitas
dan akibat-akibat dari pelayanan keperawatan.
Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan
tepat, maka akan diperoleh manfaat:
a. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan
sesuai dengan standard atau rencana kerja.
b. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian
staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi
kebutuhan dan telah digunakan secara benar.
d. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk
promosi dan latihan lanjutan.
94

C. Konsep MAKP (Model Asuhan Keperawatan Profesional)


1. Definisi
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat
unsur, yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem
MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan
akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak
memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang
independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi
kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik
keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: standar, proses
keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan
suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan:

2. Tujuan MAKP
a) Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
b) Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
c) Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d) Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e) Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan.

3. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan


(MAKP)
a) Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus
didasarkan pada visi dan misi rumah sakit. Dapat diterapkannya proses
keperawatan dalam asuhan keperawatan.
b) Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan
asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan
sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.
95

c) Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.


Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan
efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu
model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil
yang sempurna.
d) Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien
terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang
baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan
pelanggan.
e) Kepuasan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan
kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan
perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustrasi dalam
pelaksanaannya.
f) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan
lainnya.Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung
jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal
yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya.

4. Jenis Metode Model Asuhan Keperawatan


Berikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian
asuhan keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan
keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa
depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan
a. Fungsional (bukan model MAKP).
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja
(misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.
96

1) Kelebihan:
a) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang
jelas dan pengawasan yang baik;
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;
c) Prawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.
2) Kelemahan
a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan;
c) Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.
b. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu. Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit
rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.
1) Konsep metode Tim:
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan;
b) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin;
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d) Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang.
2) Kelebihannya:
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
97

c) Memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di


atasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
3) Kelemahan : komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
c. MAKP Primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
1) Kelebihan
a) Bersifat kontinuitas dan komprehensif;
b) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri;
c) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang
diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga
merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan
komprehensif.
2) Kelemahan
Adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi
dengan berbagai disiplin ilmu.
98

d. MAKP kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat
ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada
hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi
dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan
perawatan intensif (intensive care).

1) Kelebihannya
a) Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
2) Kekurangannya
a) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama.

5. Metode MAKP
a. Penerapan MAKP
Contoh Metode TIM.
Mekanisme pelaksanaan.
1) Ketua Tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan.
2) Komunikasi efektif agar kontunuitas rencana keperawatan terjamin.
3) Anggota Tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
Tupoksi (Tanggung jawab Ketua Tim).
1) Membuat perencanaan.
2) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.
3) Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien.
4) Mengembangkan kemampuan anggota.
5) Menyelenggarakan konferensi.
99

Tanggung jawab Anggota Tim.


1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya.
2) Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim.
3) Memberikan laporan.
Tanggung jawab Kepala Ruangan.
1) Perencanaan.
2) Pengorganisasian.
3) Pengarahan.
4) Pengawasan.

b. Timbang Terima
Persiapan (Pra).
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian sif/operan.
2) Semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan timbang terima
khususnya pasien baru masuk dan pasien yang memiliki permasalahan
yang belum teratasi.
3) Semua sarana prasarana terkait pelayanan keperawatan dilaporkan dan
dioperkan.
Pelaksanaan di nurse station dan di bed pasien.
1) Kedua kelompok dinas sudah siap.
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
3) Kepala ruang membuka acara timbang terima.
4) Perawat yang sedang jaga menyampaikan timbang terima kepada perawat
berikutnya.
5) Perawat sift dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab, dan validasi.
6) Melakukan validasi keliling ke bed pasien.
Pasca.
1) Diskusi/klarifikasi.
2) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung tanda tangan
pergantian sif serta penyerahan laporan.
3) Ditutup oleh kepala ruangan.
100

c. Ronde Keperawatan
Persiapan (Pra).
1) Menentukan kasus dan topik.
2) Menentukan tim ronde.
3) Mencari sumber atau literatur.
4) Mempersiapkan pasien: informed consent.
5) Membuat proposal (Studi Kasus/resume keperawatan).
Pelaksanaan.
1) Penjelasan/penyajian tentang pasien oleh perawat yang mengelola pasien.
2) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut.
3) Ke bed pasien, perawat lain/konselor/tim kesehatan lainnya melakukan
pemeriksaan/validasi dengan cara observasi; membaca status/dokumen
lainnya; dan menayanyakan.
Pasca di nurse station.
1) Pemberian justifikasi oleh perawat tentang data, masalah pasien, rencana,
tindakan yang akan dilakukan dan kriteria evaluasi.
2) Kesimpulan dan rekomendasi untuk asuhan keperawatan selanjutnya oleh
Kepala Ruang/pimpinan ronde.

d. Pengelolaan logistik dan obat


1) Penerimaan resep/obat.
a) Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruang yang dapat
didelegasikan kepada staf yang ditunjuk (perawat primer atau ketua
Tim).
b) Ke bed pasien/keluarga; Penjelasan dan permintaan persetujaun
tentang sentralisasi obat.
c) Format sentralisasi obat berisi: nama, no. register, umur, ruangan.
2) Pemberian obat. Perhatikan 6 tepat .
3) Mekanisme penyimpanan,obat yang diterima dicatat dalam buku besar
persediaan atau dalam kartu persediaan. dan periksa persediaan obat,
pemisahan antara obat untuk penggunaan oral dan obat luar.
101

e. Penerimaan pasien baru


1) Persiapan.
2) Pelaksanaan.
3) Penjelasan tentang 3P.
a) Pengenalan kepada pasien, tenaga kesehatn lain.
b) Peraturan rumah sakit.
c) Penyakit termasuk sentralisasi obat.
d) Penandatanganan penjelasan.

f. Supervisi
1) Prasupervisi.
Supervisi dilakukan oleh kepala ruang terhadap kinerja dari tim (ketua
dan anggota) dan atau Perawat Primer dalam melaksanakan ASKEP
2) Pelaksaaan supervisi dilihat aspek; tanggung jawab, kemampuan, dan
kepatuhan dalam menjalankan delegasi
3) Pascasupervisi-3F:
a) penilaian (fair),
b) feedback dan klarifikasi,
c) reinforcement dan follow up perbaikan.

g. Discharge Planing
1) Persiapan.
Mengidentifikasi kebutuhan pemulangan pasien, kebutuhan ini
dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang,
antara lain: pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit; kebutuhan
psikologis; bantuan yang diperlukan pasien, pemenuhan kebutuhan
aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, dan lain-
lain; sumber dan sistem yang ada di masyarakat; sumber finansial;
fasilitas saat di rumah; kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.
2) Pelaksanaan.
dilakukan secara kolaboratif serta disesuaikan dengan sumber daya
dan fasilitas yang ada.
102

h. Dokumentasi
Format model dokumentasi yang digunakan (pengkajian dan catatan
asuhan keperawatan). Pengisian dokumentasi: legalitas, lengkap, akurat,
relevan, baru (LLARB).

D. Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Indikator Kinerja Rumah Sakit Menurut Depkes RI Tahun 2005
Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self
Assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan.
Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh
Direksi rumah sakit dan Komite medik. Bagi kalangan medik, hasilnya dapat
digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/departemen
ruangan/pelayanan telah dipenuhi sehingga mutu pelayanan dapat terjamin. Agar
suatu rumah sakit dapat diukur dan dimonitor kinerjanya dibutuhkan metode
tertentu. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk mengukur
indikator kinerja rumah sakit antara lain :
a. Inspeksi
Inspeksi hanya untuk mengukur apakah suatu rumah sakit telah
memenuhi persyaratan minimal untuk keamanan pasien.
b. Survei Pelanggan
Standarisasi dari cara survei ditujukan untuk mengidentifikasikan hal-hal
yang bernilai bagi pasien dan masyarakat. Standarisasi dapat disesuaikan
untuk mengukur hal-hal yang spesifik terhadap pengalaman dan kepuasan
c. Penilaian oleh pihak ke tiga
Penilaian dilakukan baik melalui penilaian internal maupun penilaian
eksternal secara nasional dan penilaian yang dilakukanoleh pihak
internasional. Penilaian pihak ketiga antara lain seperti standar ISO dan
akreditasi.
103

d. Indikator statistik
Indikator statistik adalah alat untuk menilai kinerja suatu rumah sakit
baik secara internal maupun eksternal. Indikator didesain agar dapat
mencapai tujuan secara objektif.
Ada 12 (dua belas) indikator kinerja rumah sakit yang disepakati telah
memenuhi persyaratan :
1) Rerata jam pelatihan per karyawan pertahun.
2) Persentase tenaga terlatih di unit khusus.
3) Kecepatan penanganan penderita gawat darurat.
4) Waktu tunggu sebelum operasi efektif.
5) Angka kematian ibu karena persalinan (perdarahan,
preklampsia/eklampsia dan sepsis, khusus untuk kasus non rujukan).
6) Angka infeksi nosokomial.
7) Kelengkapan pengisian rekam medis.
8) Persentasi kepuasan pasien (survei).
9) Persentasi kepuasan karyawan (survei).
10) Baku mutu limbah cair.
11) Status keuangan rumah sakit.
12) Persentase penggunaan obat generik di rumah sakit.
Berdasarkan standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan nasional
(Depkes RI., 2005), indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai
untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan
rumah sakit.Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat
inap :

1) BOR (Bed Occupancy Ratio)


Angka penggunaan tempat tidur BOR menurut Huffman (1994)
adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a
period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005),
BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
104

pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara60-85% .
Rumus :
Jumlah hari perawatan rumah sakit
BOR = x 100 %
(Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode)

2) AvLOS (Average Length of Stay)


Rata-rata lamanya pasien dirawatAvLOS menurut Huffman (1994)
adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during
the period under consideration”. AvLOS menurut Depkes RI (2005)
adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal
yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AvLOS
yang ideal antara 6-9 hari (Depkes RI, 2005)
Rumus :
Jumlah lama dirawat
AvLOS =
(Jumlah pasien keluar(hidup+ mati)

3) TOI (Turn Over Interval)


Tenggang perputaran TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata
hari dimana tempat tidur tidak ditempati, dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong /tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.
Rumus :
( Jumlah tempat tidur x periode)- Hari perawatan)
TOI = (Jumlah pasien keluar(hidup+ mati)

4) BTO (Bed Turn Over)


Angka perputaran tempat tidur BTO menurut Huffman (1994) adalah
“...the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO
menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
105

tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai
40-50 kali.
Rumus :
(Jumlah pasien keluar (hidup+mati)
BTO =
Jumlah tempat tidur

2. Standar Pelayanan Minimal Rawat Inap


Merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan
minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat.
Pengertian standar pelayanan minimal merupakan suatu istilah dalam pelayanan
publik (public policy) yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik
yang disediakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator kesejahteraan
masyarakat.
Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang
secara umum dapat dibedakan pula atas empat macam yaitu indikator masukan,
proses, lingkungan serta keluaran. Dalam praktik sehari-hari, sekalipun indikator
mutu pelayanan kesehatan sebenarnya hanya merujuk pada indikator keluaran,
namun karena pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari
unsur masukan dengan unsur lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran
pelayanan kesehaatan bermutu sering dikaitkan pula dengan ketiga indikator
tersebut. Dengan perkataan lain, indikator masukan, proses, serta lingkungan
yang sebenarnya lebih merujuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada waktu membicarakan mutu
pelayanan kesehatan.
106

Tabel 2.5
Indikator dan standar pelayanan ruang rawat inap
No INDIKATOR STANDAR
1. Pemberi pelayanan di Rawat Inap a. Dr. Spesialis
b. Perawat minimal pendidikan D3
2. Dokter penanggung jawab pasien rawat 100%
inap
3. Ketersedian pelayanan rawat inap a. Anak
b. Penyakit Dalam
c. Kebidan
d. Bedah
4. Jam viste Dokter Spesialis 08.00 s/d 14.0 setiap hari kerja
5. Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5 %
6. Kejadian infeksi nasokomial ≤ 1,5 %
7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang 100%
berakibat kecacatan / kematian
8. Kematian pasien > 48 jam ≤ 0.24 %
9. Kejadian pulang paksa ≤5%
10. Kepuasan pelanggan ≥ 90 %
11. Rawat Inap TB a. ≥ 60 %
a. Penegakan diagnosis TB melalui b. ≥ 60 %
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksanana kegiatan pencatatan
dan pelaporan TB di Rumah Sakit
12. Ketersediaan pelayanan rawat inap di NAPZA, Gangguan Psikotik, Gangguan
rumah sakit yang memberikan pelayanan Nerotik, dan Gangguan Mental Organik
jiwa

13. Tidak adanya kejadian kematian pasien 100%


gangguan jiwa karena bunuh diri
14. Kejadian re-admission pasien gangguan 100%
jiwa dalam waktu ≤ 1 bulan
15. Lama hari perawatan Pasien gangguan jiwa ≤ 6 minggu
Sumber data : Kepmenkes tahun 2008

3. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan


Pada tahap pertama ditetapkan indikator klinik mutu pelayanan keperawatan
klinik sebagai berikut:
a. Keselamatan pasien (patient safety)
Pasien aman dari kejadian jatuh, dekubitus, kesalahan pemberian obat
dan cidera akibat restrain
b. Keterbatasan Perawatan Diri
Kebersihan dan perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia
yang harus terpenuhi agar tidak timbul masalah lain sebagai akibat dari tidak
terpenuhinya kebutuhan kebersihan dan perawatan diri, misalnya penyakit
kulit, rasa tidak nyaman, infeksi saluran kemih. Keterbatasan perawatan diri
107

merupakan terpenuhinya kebutuhan perawatan diri pasien yang mengalami


keterbatasan diri untuk makan, mandi, berpakaian, dan toileting (eliminasi).
Keterbatasan perawata diri dibagi menjadi keterbatasan sebagian dan total,
sehingga menyebabkan tingkat ketergantungan sebagian dan total pada
asuhan keperawatan.
c. Kepuasan pasien
Tingginya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan
tercapai bila terpenuhinya kebutuhan pasien/keluarga terhadap pelayananan
keperawatan yang diharapkan
a) Kecemasan
Cemas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan-
akan terjadi suatu yang dirasakan sebagai ancaman. Cemas yang masih
ada setelah intervensi menurunkan kecemasan, yang diukur menjadi
indikator klinik.
b) Kenyamanan
Rasa nyaman (comfort) adalah bebas dari rasa nyeri atau nyeri
terkontrol.
c) Pengetahuan
Discharge Planning adalah suatu proses yang dipakai sebagai
pengambilan keputusan dalam hal memenuhi kebutuhan pasien untuk
kesempurnaan kepindahan pasien dari satu tempat perawatan ke tempat
lainnya. Dalam perencanaan pemulangan, pasien dapat dipindahkan
kerumahnya sendiri atau keluarga, fasilitas rehabilitasi, nursing home,
hospice, home care atau tempat – tempat lain diluar rumah sakit.
108

Tabel 2.6
Indikator Angka Dekubitus
Topik Indikator Angka Kejadian Dekubitus

Rasional Dekubitus adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


gangguan integritas kulit. Terjadi akibat tekanan, gesekan dan
atau kombinasi di daerah kulit dan jaringan di bawahnya.

Formula Jumlah kejadian dekubitus X 100 %


Jumlah pasien beresiko terjadi dekubitus

Definisi Operasional Jumlah kejadian dekubitus adalah yang merupakan jumlah


kejadian baru dekubitus yang terjadi selama periode waktu
tertentu.
Numerator (Pembilang) Jumlah kejadian baru dekubitus selama dalam perawatan
(insiden).
Dumetaror Jumlah pasien beresiko terjadi dekubitus, yaitu jumlah pasien
yang mempunyai resiko terjadi dekubitus selama periode waktu
tertentu.
Pasien yang berisiko terjadi dekubitus adalah pasien baru
setelah dilakukan pengkajian memiliki satu atau lebih faktor
resiko sbb:
1. Usia lanjut
a. Ketidakmampuan bergerak pada bagian tertentu dari
tubuh tanpa bantuan, seperti pada cidera medula
spenalis atau cidera kepala atau mengalami penyakit
neuromuskular
b. Malnutrisi / status gizi
c. Berbaring lama, mengalami penekanan disalah satu/
lebih area tubuh lebih dari 2 jam di TT / penggunaan
kursi roda
d. Mengalami kondisi kronik seperti DM, Penyakit
vaskuler.
e. Inkontinen urine dan feses, yang dapat menyebabkan
iritasi kulit akibat kulit yang lembab.
Frekuensi Pengumpulan data dilakukan setiap hari
Pelaporan dilakukan setiap bulan
109

Tabel 2.7
Indikator Angka Tatalaksana Pasien Nyeri
Topik Indikator Tatalaksana Pasien Nyeri
Rasional a. Tatalaksana nyeri adalah merupakan inti dari pelayanan
keperawatan. Buruknya pelayanan keperawatan dalam
penatalaksanaan nyeri adalah merupakan indikator
buruknya KUALITAS pelayanan.
b. Penatalaksanaan nyeri ditujukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memperbaiki kualitas kehidupan
pasien.
Tujuan a. Paling sedikit 90% askep yang terdokumentasi akan
mencakup skala nyeri yang dialami pasien seperti yang
didefinisikan dalam standar nyeri.
b. Paling sedikit 90% tindakan yang dilakukan perawat
adalah respon terhadap nyeri yang dikemukakan oleh
pasien untuk mencapai kriteria nyaman/ nyeri
terkontrol.
Formula Persentase pasien dengan nyeri yang terdokumentasi dalam
askep:
Jumlah total pasien nyeri yang terdokumentasi x 100%
Jumlah total pasien per periode waktu tertentu
Persentase tatalaksana pasien nyeri:
Jumlah total tindakan perawat sebagai respon nyeri x 100 %
Jumlah total pasien terdokumentasi nyeri skala > 4 per
periode waktu tertentu
Definisi Operasional a. Tindakan perawat adalah berbagai tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk
merespon nyeri sesuai ambang skala yang ditetapkan
dan sesuai dengan rencana perawatan yang dibuat,
termasuk kunjungan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan lain
b. Nyeri adalah sensasi atau perasaan tidak nyaman yang
bersifat subjektif yang diutarakan/digambarkan oleh
pasien dan perlu ditangani/ dilakukan tatalaksanan
nyeri.
c. Untuk tujuan indikator ini, yang dimaksud dengan
tindakan adalah berbagai tindakan yang dilakukan
sebagai respon terhadap ambang nyeri pada skala nyeri
4 atau lebih TIDAK termasuk follow-up pengkajian
karena termasuk pada kewajiban
Numerator ( Pembilang ) Jumlah total tindakan perawat sebagai respon nyeri
Dumerator Jumlah total pasien terdokumentasi nyeri pada skala 4/> per
periode waktu tertentu
Sumber Data Medical Record Pasien/ catatan medik pasien
Populasi Semua pasien yang masuk di unit perawatan
Frekuensi Per bulan
110

Tabel 2.8
Indikator Angka Kenyamanan Pasien
Topik Indikator Pasien merasa nyaman: Pasien dengan rasa nyeri
terkontrol
Rasional Nyeri mengakibatkan ketidaknyamanan pasien. Pasien akan
puas dengan mempertahankan tingkat kenyamanan (nyeri
terkontrol) pada skala nyeri kurang dari 4 pada skala 0-10,
dengan, dengan mengidentifikasikan 0 sebagai skala nyeri
terendah (tidak nyeri).
Formula Angka kenyamanan pasien=
Jumlah pasien dengan nyeri terkontrol x 100 %
Jumlah pasien yang terdokumentasi nyeri per periode waktu
tertentu
Definisi Operasional  Nyeri adalah suatu kondisi yang lebih dari sekadar
sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu,
bersifat subjektif dan sangat individual
 Pasien dengan nyeri terkontrol adalah pasien yang
menunjukkan skala nyeri dibawah 4 sampai dengan 0
pada skala 0-10 atau dengan gold standard : pasien
menyatakan tidak merasakan nyeri, tidak ada ketakutan,
kecemasan dan depresi setelah diberikan tindakan
keperawatan selama periode waktu tertentu.
Numerator ( Pembilang ) Jumlah pasien dengan nyeri terkontrol
Dumerator Jumlah pasien yang terdokumentasi nyeri per periode waktu
tertentu
Sumber Data Medical Record Pasien/ catatan medik pasien
Populasi Semua pasien yang masuk di unit perawatan
Frekuensi Per bulan
111

Tabel 2.9
Indikator Cemas
Topik Indikator Identifikasi kecemasan pasien
Rasional Kejadian cemas dapat mempengaruhi status kesehatan pasien
karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan, bertambahnya
hari rawat dan pasien dapat mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Formula Angka Kejadian Cemas pada Ruang Rawat Umum:

Jumlah pasien cemas x 100%


Jumlah pasien yang dirawat

Angka Kejadian Cemas pada Ruang Rawat Psikiatri:

Jumlah pasien cemas 3 x 24 jam x 100%


Jumlah pasien yang dirawat dlm waktu 3x24 jam
Definisi Operasional Cemas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman
seakan-akan terjadi suatu yang dirasakan sebagai ancaman.
Angka Kejadian Pasien Cemas adalah presentasi jumlah
prevalensi pasien cemas (dari rata-rata identifikasi aspek:
materi pendidikan/penyuluhan kepada pasien yang diberikan
diulang/review oleh pasien, materi pendidikan/penyuluhan
direview kembali oleh perawat dan dilakukan tanya jawab,
informasi yang cukup diberikan untuk mengurangi cemas)
yang dirawat di sarana kesehatan selama periode waktu
tertentu setiap bulan
Numerator ( Pembilang ) Jumlah pasien cemas adalah total/jumlah pasien cemas
bedasarkan hasil identifikasi pasien cemas (dari rata-rata
identifikasi aspek : materi pendidikan/ penyuluhan kepada
pasien yang diberikan diulang/review oleh pasien, materi
pendidikan/ penyuluhan direview kembali oleh perawat dan
dilakukan tanya jawab, informasi yang cukup diberikan
untuk mengurangi cemas) yang dirawat disarana kesehatan
selama waktu tertentu setiap bulan
Dumerator Jumlah pasien yang dirawat adalah total/ jumlah pasien
dirawat di sarana kesehatan selama periode waktu tertentu
setiap bulan

4. Pasien Safety
a. Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn,
Corrigan & Donaldson, 2009). Keselamatan pasien (patient safety) adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
112

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan


implementasi solusi untuk meminimalkan resiko, meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai
freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error
yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang
salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak
diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian
tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena:
keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

b. Tujuan Sistem Patient Safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
113

Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:


1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif)
3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan
dari pengobatan resiko tinggi)
4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh).

c. Isu, elemen, dan akar penyebab kesalahan yang paling umum dalam patient
safety:
1) isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan).
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
114

i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan
kateter pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor
incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
3) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang
Paling Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer
pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang
tidak memadai).

d. Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien.
a) Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya
adalah sebagai berikut:
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
115

hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk


kemungkinan terjadinya KTD
b) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya
adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
c) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan
kriteri sebagai berikut:
1) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
3) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
d) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan.
Evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya
adalah : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
116

1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)


yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis
e) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit
& individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan
KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
117

(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden


(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
f) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria
sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standarnya adalah:
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan
criteria sebagai berikut:
118

(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses


manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

e. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS


No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit.
a) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
1) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul
fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
2) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
3) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
4) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
1) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden.
2) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.
b) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat
& jelas tentang KP di RS anda”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
2) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
3) Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
4) Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
1) Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
2) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
119

c) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses


pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang
potensial bermasalah”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
2) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
3) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
1) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
2) Penilaian risiko pada individu pasien
3) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tsb.
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
1) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
2) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
120

3) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu


terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
1) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
3) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong
staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
2) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per
tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
1) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
2) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
g) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan”.
Bagi Rumah Sakit:
1) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
2) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf
& kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
3) Asesmen risiko untuk setiap perubahan
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
121

5) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
1) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
2) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
3) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.

f. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat,
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses
pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat
bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna
menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS
di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu
keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat
bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan
risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah
yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2) Pastikan Identifikasi Pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi
pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan,
122

transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang;


penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,
termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam
metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan
kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3) Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi
yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.
4) Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah.
Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan
sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi
dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang
paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang
tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur
Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan
identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
123

5) Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).


Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6) Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya
adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7) Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila
sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
8) Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum
suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di
fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-
124

lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip


pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai
yang aman.
9) Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan
lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer
untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia
pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran,
pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi
dan tehnik-tehnik yang lain.

g. Manajemen Patient Safety


Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi.
Di Rumah Sakit:
1) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan
oleh rumah sakit.
2) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait
dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
125

4) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien


Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan
hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat
rahasia.

h. Indikator Patient Safety.


Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit.
Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang
sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety
bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan
mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya
yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada
pasien. (Dwiprahasto, 2008). Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS
tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan.
1) Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien
mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini
hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat
terjadinya risiko pasca tindakan medik.
2) Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan
medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat
(kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun
diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.
126

i. Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety .


Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-
area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
seperti misalnya untuk menunjukkan:
1) adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
2) bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau
terapi sebagaimana yang diharapkan
3) tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4) disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs
swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam
penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus,
2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang
menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. (Nursalam, 2009). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang
menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat
diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

j. Pengembangan Budaya Patient Safety.


Menurut Hasting G. (2006), ada delapan langkah yang bisa dilakukan
untuk mengembangkan budaya Patient safety ini:
1) Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik
dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient
safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer
patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk
keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang
127

peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient


safety di dalam RS.
2) Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3) Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS
harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-
tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka
mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi
semua staf.
4) Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu.
Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
5) Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam
sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan
bersifat sementara.
6) Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.
128

Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan


kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran
dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.
7) Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti
dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin
masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
8) Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak
saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam
lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta
dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja
dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan
keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik,
masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa
saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat.
129

BAB III
ANALISA SITUASI

A. Analisa Hasil Pengkajian Manajemen Ruangan


Ruang Flamboyan merupakan bagian dari instalasi rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Ruang Flamboyan menggunakan
metode TIM pada shift pagi sedangkan pada shift sore dan malam menggunakan
penanggung jawab shift, dimana pada shift pagi pasien yang dirawat inap di kelola
oleh dua tim yaitu tim 1 dan tim 2. Ruang Flamboyan memiliki kapasitas 11 kamar
dengan memiliki 50 tempat tidur . Dalam pembagiannya tim 1 meliputi kamar
Isolasi terdiri dari 2 bed , kamar 2001 terdiri dari 5 bed , kamar 2002 terdiri dari 5
bed , kamar 2003 terdiri dari 5 bed, kamar 2004 terdiri dari 5 bed , dan kamar 2005
terdiri dari 5 bed, sedangkan pada tim 2 meliputi kamar 3001 terdiri dari 5 bed ,
kamar 3002 terdiri dari 5 bed , kamar 3003 terdiri dari 5 bed ,kamar 3004 terdiri dari
5 bed , dan kamar 3005 terdiri dari 2 bed.
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk identifikasi masalah adalah :
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data kondisi fisik ruangan, proses
pelayanan, keadaan inventaris ruangan dan penerapan model asuhan
keperawatan yang digunakan.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada kepala ruangan, Clinical care manager, Ketua
Tim untuk mengumpulkan data tentang fungsi manajemen keperawatan di
Ruang Flamboyan.
3. Studi Dokumentasi
Kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai karakteristik
pasien, ketenagaan, dokumentasi proses keperawatan, manajemen ruangan,
prosedur tetap ruangan dan inventaris ruangan, Standar Operasional Prosedur
(SPO), Standar Asuhan Keperawatan (SAK) serta dokumen-dokumen lain yang
terkait dengan pemberian asuhan keperawatan.
130

4. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap asuhan
keperawatan, tingkat kepuasan perawat, kinerja Clinical Care Manager (CCM),
Kinerja Karu, Kinerja Katim, Kinerja Perawat Pelaksan serta untuk mengetahui
kepuasan kerja perawat pelaksana dan pada pasien safety.
5. Studi Kepustakaan
Berasal dari literatur yang memiliki materi manajemen keperawatan
mencakup pengolahan sistem manajemen rumah sakit.
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 20 Mei 2019 – 23 Mei 2019
dengan metode wawancara, observasi dan pembagian kuesioner untuk melihat
model praktik keperawatan professional (Supervisi, ronde keperawatan,
dokumentasi, timbang terima, sarana dan prasarana, ketenagaan) yang
diaplikasikan di ruang Flamboyan, selanjutnya data yang diperoleh akan
dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT sehingga diproleh beberapa
rumusan masalah, kemudian dipilih satu sebagai prioritas masalah.
1. Sumber Daya Manusia (M1- Man)
a. Struktur Organisasi Ruang Flamboyan dipimpin oleh 1 kepala ruang
serta didampingi oleh 1 orang CCM (Clinical Care Manager), 2 orang
ketua Tim dan 24 orang perawat pelaksana.
b. Tenaga Keperawatan
1) Jumlah Tenaga Keperawatan Berdasarkan Jenis Kelamin
Kepegawaian.
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki – Laki 7 25
Perempuan 21 75
Total: 28 100
Sumber Data Primer Ruang Flamboyan 2019.
Dari data tabel 3.1 ditemukan banyaknya perawat yang bertugas
di ruang Flamboyan adalah berjenis kelamin perempuan hal ini
dikarenakan bahwa tenaga perawat yang mendaftar lebih banyak
perempuan di bandingkan dengan yang laki – laki.
131

2) Jumlah Tenaga Berdasarkan Status Kepegawaian


Tabel 3.2
Distrubisi Frekuensi Berdasarkan Daftar Status Kepegawaian
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Status Kepegawaian Jumlah Persentase (%)
Pegawai Negeri Sipil 12 42,8
Honor 16 57,2
Total: 28 100
Sumber Data Primer Ruang Flamboyan 2019

Dari tabel 3.2 ditemukan banyaknya perawat yang bertugas di


ruang Flamboyan berstatus honorer hal dikarenakan belum adanya
pengangkatan pegawai negeri sipil.

3) Jumlah Tenaga Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tabel 3.3
Jumlah Tenaga Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Ners 5 17,8
DIII Keperawatan 23 82,2
Total: 28 100
Sumber Data Primer Ruang Flamboyan 2019

Dari tabel 3.3 ditemukan banyaknya perawat yang bertugas di


ruang Flamboyan berpendidikan DIII Keperawatan hal ini
dikarenakan pada saat penerimaan tenaga perawat lulusan DIII
Keperawatan lebih banyak dari pada tingkat pendidikan Ners.

4) Jumlah Tenaga Non-Keperawatan


Tabel 3.4
Jumlah Tenaga Keperawatan Dan Non Keperawatan
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerahabdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Jabatan Jumlah Persentase ( % )
Administrasi 2 25
POS 2 25
Cleaning Service 4 50
Total: 8 100
Sumber Data Primer Ruang Flamboyan 2019
132

Dari tabel 3.4 ditemukan banyaknya tenaga kerja non medis


yang bertugas di ruang Flamboyan yaitu ada 2 orang Administrasi, 2
POS dan 4 orang Cleaning Service.

5) Jumlah tingkat ketergantungan


Tabel 3.5
Jumlah Tingkat Ketergantungan Pasien
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda 20 Mei 2019
Klasifikasi tingkat Jumlah klien Persentase (%)
ketergantungan
Minimal 17 56,6
Parsial 13 43,4
Total 0 0
Jumlah 30 100
Sumber Data Primer Ruang Flamboyan 2019.

Dari data diatas didapatkan bawa pada tanggal 20 Mei 2019


pasien dengan ketergantungan minimal berjumlah 17 pasien dengan
presentasi 56,6%.

Tabel 3.6
Jumlah Tingkat Ketergantungan Pasien
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda 21 Mei 2019
Klasifikasi tingkat Jumlah klien Persentase (%)
ketergantungan
Minimal 16 44,4
Parsial 20 55,6
Total 0 0
Jumlah 36 100
Sumber Data Ruang Flamboyan 2019.

Dari data diatas didapatkan bahwa pada tanggal 21 Mei 2019


pasien yang memiliki ketergantungan parsial berjumlah 20 pasien
dengan presentasi 55,6%.
133

Tabel 3.7
Jumlah Tingkat Ketergantungan Pasien
Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda 22 Mei 2019
Klasifikasi tingkat Jumlah klien Persentase
ketergantungan (%)
Minimal 14 41,2
Parsial 20 58,8
Total 0 0
Jumlah 34 100
Sumber Data Ruang Flamboyan 2019.

Dari data diatas didapatkan bahwa pada tanggal 22 Mei 2019


pasien yang memiliki ketergantungan parsial berjumlah 20 pasien
dengan presentasi 58,8%.

Tiap unit bangsal harus mempunyai perencanaan sistem


ketenagaan keperawatan untuk melaksanakan kebutuhan pelayanan
setiap shift kebutuhan staff keperawatan dasar adalah jumlah minimal
dari tenaga keperawatan setiap unit atau bangsal, sesuai dengan
kebijakan rumah sakit yang menentukan:
a) Jumlah hari dalam 1 tahun = 365 hari
b) Jumlah hari kerja non efektif dalam 1 tahun :
1) Jumlah hari minggu : 52 hari
2) Jumlah hari libur nasional : 17 hari
3) Jumlah cuti pertahun : 14 hari
Total hari libur kerja non efektif adalah: 83 hari
c) Perhitungan jumlah jam kerja pertahun
1) Jumlah hari kerja efektif dalam 1 tahun – jumlah hari kerja
non efektif dalam 1 tahun = 365 – 83 = 282 hari
2) Jumlah minggu = 283 : 7 = 40,2 = 40
3) Jumlah jam kerja efektif dalam 1 tahun = 40 minggu x 40 jam
= 1.600 jam
d) Data Rekam Medik 2018
1) Hari perawatan : 14081
2) Jumlah tempat tidur : 49
3) Jumlah pasien masuk di Ruang Flamboyan : 1398
134

e) Jumlah kebutuhan tenaga perawat


1) Jumlah kebutuhan tenaga perawat menurut Depkes 2005.
𝐦𝐩 𝐧 𝐦𝐧
+ Koreksi 25%
𝐦𝐧 𝐦

Keterangan :
Σ TT = Jumah tempat tidur
BOR = Bed Occupancy Rasio
Minimal = (17 x 1 jam) + (17 x 1 jam) + (17 x 0,5 jam)
= 17 x 17 0,5
= 42,5 jam
Parsial = (13 x 3 jam) + (13 x 1 Jam) + (13 x 0,25 jam)
= 39 + 13 + 6,5
= 58,5 jam
Total = (0 x 6 jam) + (0 x 1 jam) + (0 x 0,25 jam)
= 0
ΣJam perawatan = Jumlah jam perawatan
Jumlah pasien
= 101
30
= 3,4

+ Koreksi 25%

= 3,4 x 52 x 7 x 49 x 79% + koreksi 25%


40 x 40
= 29,56 + 7,39
= 36,95
= 37 Perawat
Jadi total tenaga yang dibutuhkan di ruang Flamboyan adalah
37 Perawat.

Dari hasil wawancara dan observasi selama 3 hari, didapatkan


jumlah tenaga yang ada di ruangan Flamboyan adalah 28 orang sudah
termasuk dengan kepala ruangan dan CCM. Kebutuhan perhitungan
135

tenaga perawat dan penambahan tenaga perawat dilakukan oleh


bidang keperawatan, tenaga perawat di Ruang Flamboyan masih
terhitung kurang memadahi.
Dari hasil perhitungan berdasarkan metode Depkes 2005
didapatkan jumlah tenaga perawat yang ideal di ruang Flamboyan
adalah 37 orang. Jumlah tenaga yang ada di ruang Flamboyan adalah
28 orang. Jadi kekurangan tenaga di ruang Flamboyan adalah 9
orang.
a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur).
BOR menurut Huffman (1994) adalah “ The ratio of patient
service days to inpatient bed count days in a period under
consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR
adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter
BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI,2005)
Rumus :
𝐦𝐥 𝐩 𝐧
𝟏
( 𝐦𝐥 𝐦𝐩 𝐝 𝟏𝐩 𝐨𝐝 )
1 81
= 9 36
1 81
=1 ,88

=0,78x100% = 78% (Ideal).


Dari hasil perhitungan data 1 tahun didapatkan nilai BOR
sebanyak 78% sehingga dapat dilihat bahwa persentase
pemakaian tempat tidur tahun 2018 adalah ideal.

b. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien


dirawat)
ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average
hospitalization stay of impatient discharged during the period
under consideration”. ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah
rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini di samping
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
136

diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan


yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9
hari (Depkes,2005).
Rumus ALOS :
( 𝐦𝐥 𝐥 𝐦 𝐝 )
=( ( 𝐝 𝐩:𝐦 ))
𝐦𝐥 𝐩 𝐬 𝐧𝐤 𝐥
1 81
= 13 9

= 10,36 = 10 hari
Dari hasil perhitungan data dalam 1 tahun didapatkan bahwa
nilai ALOS adalah 10 hari sehingga dapat disimpulkan bahwa
rata-rata lama rawat seseorang diruangan Flamboyan sudah
memenuhi nilai ideal pada tahun 2019.

c. TOI ( Turn Over Interval = Tenggang Perputaran )


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana
tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak
terisi pada kisaran 1 – 3 hari.
Rumus TOI :
( 𝐦𝐥 𝐦𝐩 𝐝 𝐩 𝐨𝐝 ) 𝐩 𝐧
( 𝐦𝐥 𝐩 𝐬 𝐧𝐤 𝐥 ( 𝐝 𝐩 + 𝐦 ))
( 9 𝑥 36 );1 81
= (13 9)
1 88 ;1 81
= 13 9
38
=13 9

=2,79 hari.
Dari hasil perhitungan data 1 tahun didapatkan nilai TOI 2,79
hari sehingga, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata hari
tempat tidur tidak ditempati telah sesuai standar ideal yaitu
dikisaran 1-3 hari.
137

d. BTO ( Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur )


BTO menurut Huffman (1994) adalah “The net effect of
changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut
Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan
waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun satu tempat tidur rata-
rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
𝐦𝐥 𝐩 𝐬 𝐧𝐝 ( 𝐝 𝐩+𝐦 )
( 𝐦𝐥 𝐦𝐩 𝐝 )
4 8
287, k
49
Dari perhitungan data didapatkan nilai BTO sebesar 287,36
kali sehingga dapat disimpulkan bahwa frekuensi tempat tidur
pada 1 tahun adalah melebihi dari ideal.

2. Sarana dan Prasarana ( M2 – Material )


a. Lokasi dan denah ruangan
Proses penerapan praktikan manajemen keperawatan mahasiswa
Program Profesi Ners STIKES Wiyata Husada Samarinda, mengambil
tempat di ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
b. Peralatan dan Fasilitas
1) Data Tempat Tidur Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian di dapatkan gambaran tempat tidur
di Ruang Flamboyan dengan rincian sebagai berikut :
138

Tabel 3.8
Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur Di Ruang Flamboyan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
TIM 1 TIM 2
Kamar Jumlah tempat Kamar Jumlah Bed
tidur
2001 5 TT 3001 5 TT
2002 5 TT 3002 5 TT
2003 5 TT 3003 5 TT
2004 5 TT 3004 5 TT
2005 5 TT 3005 2 TT
ISO 2 TT
Jumlah total tempat tidur tim 1 + tim 2 = 27 + 22 = 49 tempat tidur
Sumber Data Ruang Flamboyan Tahun 2019.

Berdasarkan tabel di atas total jumlah bed di Ruang Flamboyan


yaitu 49 tempat tidur dan setiap kamar mendapatkan fasilitas yang
sama.

2) Sarana dan Prasarana untuk pasien


Tabel. 3.9
Daftar Fasilitas Untuk Pasien Di ruang Flamboyan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019

NO NAMA ALAT JML KONDISI ALAT KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 AC 22 21 1 Rusak
2 Bunga - - -
3 Bel - - -
4 Bantal 30 30 -
5 Cermin 2 2 -
6 Dorongan O2 Kecil 4 4 -
7 Ember Besar 2 2 -
8 Ember Tampung 1 1 -
Urine
9 Gayung 6 6 -
10 Jam Dinding 1 1 -
11 Kipas angin dinding 2 2 -
12 Kipas angin berdiri - - -
13 Kursi pasien 37 37 -
14 Kursi 15/1/ 15/1/7 -
petugas/stenlis 7
pjg/rapat
15 Kursi Roda 5 3 2 Rusak tdk dpt
dipakai
`6 Kulkas/Kulkas Obat 1/1 1/1 -
17 Keset 10 10 -
18 Komputer 2 2 -
19 Lemari Arsip 5 5 -
139

20 Lemari Obat 2 2 -
21 Lemari 1 1 -
Kelontongan
22 Lemari Pasien 50 50 -
23 Lemari Tenun 1 1 -
24 Lemari Instrumen 1 1 -
25 Lemari Loker 3 3 -
26 Lampu emergensi - - -
27 Lampu Sorot - - -
28 Meja Tulis 1 1 -
29 Meja Konter 2 2 -
30 Matras Dewasa 3 3 -
31 Papan WB 4 4 -
32 Senter / Sepeda 2/1 2/1 -
33 Sampiran kain - - -
34 Tempat Tidur Biasa 47 47 -
35 Televisi - - -
36 Telepone 2 2 -
37 Tempat Sampah 1 1 -
Injak
38 Tempat Sampah 9 9 -
Tutup
39 Troli Obat / Visite - - -
40 Troli Balut 2 2 -
41 Troli Suntik 1 1 -
42 Troli Cucian 1/1 1/1 -
bersih\kotor
43 Troli Seka 3 3 -
44 Waskom Seka 4 4 -
45 Tempat Sampah 2 2 -
Medis
46 Tempat Sampah 10 10 -
Non Medis
47 Tempat sampah 4 4 -
Kuning Injak
48 Troli Obat 1 1 -
Emergency
Sumber Data Ruang Flamboyan 2019
140

3) Peralatan dan sarana kesehatan


Tabel 3.10
Daftar Peralatan dan Sarana Kesehatan Di Ruang Flamboyan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
KONDISI ALAT
NO NAMA ALAT JML KETERANGAN
BAIK RUSAK
1 Ambubag Dewasa 1 1 -
2 Alat Periksa Gula 2 2 -
Darah
3 Bengkok 2 2 -
4 Bak Instrumen Besar - - -
5 Bak Instrumen - - -
Sedang
6 Bak Instrumen Kecil - - -
7 Bak Kaca - - -
8 Buli-buli Panas 6 6 -
9 BMP Set/Veni leight -/1 -/1 -
10 Brangkar 2 2 -
11 Blood Warmer 1 1 -
12 Escap 2 2 -
13 EKG 1 1 -
14 Gunting Verban - - -
15 Gunting Jaringan - - -
16 Gunting up heating - - -
17 Irigator 1 1 -
18 Syringe pump / Infus 9/2 -
pump 9/2
19 Korentang + Tempat - - -
20 Kom stenlis kecil - - -
21 Kom stenlis tutup 4 4 -
sedang
22 Kasur elektrik/ Kasur 3 3 -
HNP
23 Meteran 2 2 -
24 Martil 1 1 -
25 Nebulezer 1 1 -
26 Pispot stenlis 5 5 -
27 Pingset anatomis B/K - - -
28 Pingset sirurgis B / K - - -
29 Regulator tabung 5 5 -
30 Regulator dinding 15 15 -
31 Refleks Harmer 1 1 -
32 Selang O2 / Panel -/1 set -/1 set - Terima tgl
DC Restrain 7/12/17
33 Stetoscop 4 4 -
34 Standar Infus 44 40 4
35 Suction Portabel 1 1 -
36 Strilisator - - -
37 Set Ganti Verban - - -
38 Tensimeter/Digital/ 2/1/2 2/1/2 -
Troli
141

39 Tempat Muntah + 2 2 -
tutup
40 Termometer Digital 3 3 -
41 Tromol Besar / Kecil - - -
/ Sedang
42 Timbangan BB - - -
43 Timbangan BB + TB 1 1 -
44 Tabung O2 Kecil 5 5 -
45 Tang Spatel 4 4 -
46 Urinal Plastik 3 3 -
47 Urinal Stanles 11 11 -
48 Lampu Baca RO 1 1 -
49 USG 1 1 -
50 Pulse Oximetri 1 1 -

Sumber Data Ruang Flamboyan 2019

4) Administrasi Penunjang
Tabel 3.11
Daftar Administrasi Penunjang di Ruang Flamboyan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019

Nama Barang Keterangan


Buku obat dan alat Ada
Buku timbang terima Ada
Daftar dinas pegawai keperawatan Ada
Format check list operasi Ada
Format discharge planning Ada
Format IWL Ada
Format konsul dokter Ada
Format pemberian obat Ada
Format pengiriman laboratorium Ada
Format penolakan tindakan Ada
Format permintaan darah untuk transfusi Ada
Format permintaan pemeriksaan radiologi Ada
Formatpersetujuan tindakan pasien Ada
Format persetujuan pulang atas permintaan sendiri Ada
Format rehabilitasi Ada
Format surat kematian Ada
Format visite harian Ada
Jadwal dokter jaga Ada
SOP dan SAK Ada
Sumber Data Ruang Flamboyan 2019

Dari data pengkajian diatas, alat tersebut telah dimanfaatkan oleh


ruangan secara optimal sesuai dengan kebutuhan pasien. Alat-alat
yang rusak sudah diusulkan dan dalam proses pengadaan. Untuk
pemiliharan alat-alat kesehatan sudah dilaksanakan sesuai dengan
program, hal tersebut terlihat banyaknya alat-alat kesehatan yang
142

dalam kondisi baik. Perawatan alat sudah berjalan maksimal. Dalam


pemilahan sampah medis dan sampah non medis sudah terpisah
dengan baik.

5) Fasilitas untuk petugas kesehatan


a) Ruang kepala ruangan berada pada blok TIM 1 dari pintu utama
Ruang Flamboyan lurus kemudian belok ke kanan dan ruang
kepala ruangan terletak di sebelah kanan antara kamar 2004 dan
2005.
b) Masing-masing tim memiliki Nurse Station yang terpisah, berada
di bagian tengah ruangan.
c) Kamar mandi dan WC jadi satu dengan Nurse station dan terpisah
dari ruangan perawatan.
d) Ruang administrasi bergabung dengan nurse station
e) Ruang konsultasi dokter bergabung dengan ruang pertemuan
f) Ruang pertemuan berada dibelakang nurse station berdepanan
dengan pantry.
g) Gudang berada didekat pintu darurat barat.
h) Ruang alat berada di dalam ruang tindakan.
i) Ruang Spoelhoek terletak di dalam ruang tindakan.
j) Ruang pantry berada di depan ruang pertemuan
k) Ruang obat terletak dibelakang nurse station baik pada TIM 1
maupun TIM 2.
Hasil dari observasi yang ada bahwa letak ruang kepala ruangan
strategis karena bersampingan dengan ruang perawatan. Kemudian
beberapa ruangan sudah digunakan sesuai dengan fungsinya dan
label dari setiap ruangan, tetapi ada beberapa ruangan seperti ruang
pertemuan digunakan sebagai ruang konsultasi dokter.

6) Fasilitas untuk pasien


1) Ruang rawat inap yang terdiri dari ruang kelas III
2) Ruang kelas III di lengkapi dengan 5 tempat tidur berisi lemari,
standar infus berdasarkan jumlah tempat tidur, kursi berdasarkan
143

jumlah tempat tidur, sentral oksigen berdasarkan jumlah tempat


tidur. Kecuali ruang isolasi yaitu terdapat 2 ruangan dengan
masing-masing 1 tempat tidur.
3) Kamar mandi dan WC terdapat di dalam ruang masing-masing
ruangan.
4) Kamar dilengkapi dengan satu buah AC dan lampu.
5) Kamar dilengkapi dengan 1 botol hand rub. Namun hampir
sebagian ditemukan beberapa botol hand rub kosong (isi habis).
Berdasarkan hasil observasi ruang kelas III lengkapi dengan 5
tempat tidur berisi lemari, standar infus berdasarkan jumlah tempat
tidur, kursi berdasarkan jumlah tempat tidur, sentral oksigen
berdasarkan jumlah tempat tidur. kecuali isolasi yaitu terdiri dari 2
kamar dengan masing-masing 1 tempat tidur. Kamar mandi dan WC
menjadi satu masing–masing 1 tiap ruangan isolasi. Masing-masing
kamar tersedia pendingin ruangan (AC).
Masalah :
- Tempat Hands rub banyak yang kosong.
- Tidak terdapat lemari khusus APD pada ruang ISO.

3. Metode Asuhan Keperawatan ( M3-Method)


a. Penerapan Metode Tim di ruang Flamboyan.
Ruang Flamboyan merupakan bagian dari instalasi rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Ruang
Flamboyan menggunakan metode TIM pada shift pagi sedangkan pada
shift sore dan malam menggunakan penanggung jawab shift, dimana
pada shift pagi pasien yang dirawat inap di kelola oleh dua tim yaitu tim
1 dan tim 2. Ruang Flamboyan memiliki kapasitas 11 kamar dengan
memiliki 49 tempat tidur. Dalam pembagiannya tim 1meliputi kamar
ISO, kamar 2001, kamar 2002, kamar 2003, kamar 2004, kamar 2005
dan tim 2 meliputi kamar 3001, kamar 3002, kamar 3003, kamar 3004,
kamar 3005. Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan ruangan mengacu
pada visi dan misi Rumah Sakit. Tindakan dan asuhan keperawatan yang
144

diberikan diruangan berdasarkaan SOP dan SAK.


Berdasarkan perhitungan jumlah tenaga menurut Ilyas, tenaga yang
membantu optimalisasi penerapan metode tim masih kurang.
Berdasarkan hasil wawancara pembagian anggota tim telah ditetapkan
oleh kepala ruangan. Untuk ketua tim ditetapkan secara periode oleh
kepala ruangan.
1) Timbang Terima
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi selama 3 hari yaitu
dari tanggal 20 Mei – 22 Mei 2019, didapatkan kegiatan timbang
terima dilakukan setiap pergantian shift, yaitu pagi jam 07.30, sore
14.30, dan malam 21.30. Timbang terima dilakukan oleh perawat
yang selesai jam kerja dan perawat yang masuk shift kerja
selanjutnya di ruang pertemuan perawat dan nurse station. Timbang
terima dilakukan di ruang pertemuan perawat untuk membahas
kondisi klien. Timbang terima mencakup nama pasien, kondisi
pasien, rencana tindakan, dan observasi pada pasien. Selanjutnya
perawat yang akan dinas melakukan validasi data dengan membawa
buku laporan perawat diikuti perawat dinas shift sebelumnya di setiap
ruang perawatan pasien.
2) Ronde keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan serta CCM
di Ruang Flamboyan diperoleh informasi bahwa sebagian dari
perawat mengerti tentang ronde keperawatan tapi belum pernah
dilakukan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang menjadi
kendala dalam kegiatan ronde keperawatan karena jumlah tenaga
perawat yang tidak sebanding dengan jumlah pasien, dan sulitnya
menentukan kontrak waktu dengan tenaga medis lainnya.
3) Supervisi Keperawatan
Dari hasil observasi dan wawancara dengan kepala ruangan dan
CCM dari tanggal 20 Mei – 22 Mei 2019, didapatkan data bahwa
supervisi diruangan dilakukan oleh kepala ruangan dan CCM secara
berkala pada pagi hari. Sedangkan kinerja staff sudah memiliki report
145

masing – masing dan diobservasi langsung oleh kepala ruangan dan


CCM.
4) Discharge Planning
Di ruang Flamboyan dilakukan pada pasien yang sudah
diperbolehkan pulang. Discharge planning dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan hasil wawancara, proses dari discharge planning yang
dilakukan dengan cara perawat yang bertugas pada shift tersebut
yang bertugas mengisi dan yang merencanakan discharge planning
kemudian dilaporkan kepada ketua tim. Hasil observasi didapatkan
discharge planning telah diisi bagi pasien yang direncanakan pulang.

b. Pengkajian Tahap Awal Fungsi Manajemen


Hasil pengkajian pada praktik manajemen merupakan tahap awal dari
kegiatan praktik yang dilakukan dari tanggal 20 Mei – 22 Mei 2019
didapatkan data sebagai berikut :
1) Kepala Ruangan

Tabel 3.12
Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Manajemen
Kepala Ruangan Di Ruang Flamboyan
Fungsi Manajemen %
Fungsi perencanaan 100%
Fungsi pengorganisasian 100%
Fungsi pengawasan 100%
Fungsi ketenagaan 100%
Fungsi pengendalian 100%
Sumber data Primer ruang Flamboyan 2019

Interpretasi : Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan


didapatkan hasil bahwa Kepala ruangan telahmelaksanakan tugas
dengan optimal dengan hasil persentase keseluruhan 100%.
146

2) Crinical Case Manager (CCM)

Tabel 3.13
Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Manajemen
Crinical Case Manager (CCM)
Fungsi Manajemen %
Supervisi 100%
Sumber data Primer ruang Flamboyan 2019

Interpretasi : Dari hasil wawancara dengan CCM didapatkan hasil


bahwa CCM telah melaksanakan tugas dengan optimal dengan hasil
persentase keseluruhan 100%.

3) Ketua TIM 1 dan 2

Tabel 3.14
Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fungsi Manajemen
Primary Nursing
Fungsi Manajemen %
Perencanaan 100%
Pengorganisasian 100%
Ketenengaaan 100%
Pengarahan 100%
Pengendalian 100%
Sumber data primer ruang Flamboyan 2019

Interpretasi : dari hasil wawancara dengan Katim 1 & 2


didapatkan hasil bahwa Katim telah melaksanakan tugas dengan
optimal dengan hasil persentase keseluruhan 100%.

c. Hasil Pengkajian Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan


1) Patient Safety
Tabel 3.15
Kategori Pengetahuan Perawat terhadap Patient Safety
Di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
Jumlah Persentase ( % )

Dilakukan 12 46,2
Kurang Dilakukan 14 53,8
Total 26 100
Sumber Data Patient Safety Ruang Flamboyan 2019
147

Berdasarkan tabel 3.15 bahwa > 50% perawat di ruang


Flamboyan kurang melakukan patient safety .
Dari 14 responden yang kurang melakukan terdapat beberapa
responden menyatakan bahwa :
1. Cara mengidentifikasi pasien yaitu dengan menggunakan minimal
dua indentitas pasien yaitu dengan meminta menyebutkan nama
pasien dan tanggal lahir pasien sambil melihat gelang identitas
pasien.
2. Apakah identifikasi pasien dilaksanakan sebelum pemberian obat.
3. Bila keadaan tidak memungkinkan, seperti keadaan darurat di
ICU, IGD diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali
(read back).
4. Apakah obat high alert tidak boleh disimpan di ruang rawat
kecuali jika dibutuhkan secara klinis seperti IGD, ICU dan kamar
operasi.
5. Apakah dilakukan pengkajian ulang bila terjadi perubahan kondisi
seperti: pemberian obat penenang, obat hipertensi, obat
psikotropik dll.
6. Salah satu tindakan keperawatan untuk pasien resiko jatuh tinggi
(skor ≥ 13 yaitu : kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam, dan
pasang restrain jika pasien gelisah).

Tabel 3.16
Kategori Sikap Perawat terhadap Patient Safety
Di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
Jumlah Persentase ( % )

Dilakukan 26 100
Kurang Dilakukan 0 0
Total 26 100
Sumber Data Patient Safety Ruang Flamboyan 2019
148

Tabel 3.17
Distribusi Frekuensi Manajemen Perawat Pelaksana
Di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
Fungsi manajemen F %
Perencanaan
Optimal 22 84
Belum optimal 4 16
Total 26 100
Perorganisasian
Optimal 23 88
Belum optimal 3 12
Total 26 100
Pengarahan
Optimal 25 98
Belum optimal 1 2
Total 26 100
Pengendalian
Optimal 24 96
Belum optimal 2 4
Total 26 100
Sumber Data Primer Manajemen Perawat Pelaksana Ruang Flamboyan 2019

Berdasarkan tabel 3.17 ditemukan data bahwa dari fungsi


perencanaan terdapat 4 orang perawat yang menyatakan bahwa:
1. Belum menggunakan metode tingkat ketergantungan pasien
dalam pemberian asuhan keperawatan
2. Belum mampu melakukan penilaian tingkat ketergantungan
pasien pemberian asuhan keperawatan
3. Fasilitas peralatan yang ada belum memadai untuk pemberian
asuhan keperawatan
4. Penilaian kinerja tersebut tidak mempengaruhi dalam
peningkatan karier perawat.
Dari fungsi pengorganisasian terdapat 3 orang perawat yang
menyatakan bahwa:
1. Sebelum bekerja dan pergantian shift ketua tim tidak memberikan
pengarahan dan pembagian tugas
Dari fungsi pengarahan terdapat 1 orang perawat yang menyatakan
bahwa:
1. Mengalami kendala dalam melakukan asuhan keperawatan pada
tahap perencanaan
149

Dari fungsi pengendalian terdapat 2 orang perawat yang menyatakan


bahwa:
1. Tidak ada kebijakan sanksi dari kepala ruangan bagi perawat
yang bermasalah.
2. Tidak ada pembinaan khusus dari kepala ruangan bagi perawat
yang bermasalah.

2) Kuesioner Kepuasan Pasien


Tabel 3.18
Kategori Kepuasan Pasien di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Umum DaerahAbdul Wahab Sjahranie
Samarinda Tahun 2019
Jabatan Jumlah Persentase ( % )

Puas 16 53,3
Tidak Puas 14 46,7
Sumber Data Kuesioner Kepuasan Pasien

Dari 14 pasien yang tidak puas terdapat beberapa pasien yang


menyatakan bahwa :
a) Informasi yang diberikan kepada pasien antara perawat dengan
perawat lainnya sama.
b) Peralatan yang dibutuhkan klien seperti : pispot, urinal, alat
mandi belum tersedia dengan baik.
c) Perawat jarang membantu klien dalam melakukan berbagai
kegiatan anatara lain : kebersihan diri, latihan gerak, dan latihan
nafas dalam.
d) Perawat jarang memberikan informasi yang jelas tentang kondisi
kesehatan klien.
e) Perawat tidak mempunyai cukup waktu untuk mendengarkan
keluhan klien.
f) Perawat jarang membantu klien dalam mengatasi kekhawatiran
klien.
g) Perawat kurang merawat pasien dengan baik selama di ruangan.
150

h) Perawat jarang melakukan kunjungan klien pada sore atau malam


hari sebelum melakukan tindakan terlebih dahulu.

3) Kuesioner Kepuasan Perawat


Tabel 3.19
Kepuasan Perawat di Ruang Flamboyan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2019
Jumlah Persentase ( % )

Puas 13 50
Tidak Puas 13 50
Sumber Data Kepuasan Kerja Perawat.

Dari 13 perawat yang tidak puas terdapat beberapa perawat yang


menyatakan bahwa :
a) Rumah sakit memberikan penghargaan kepada perawat yang
berprestasi.
b) Atasan mengawasi setiap tindakan yang dilakukan staf
c) Saya tidak dapat mengungkapkan pendapat saya tentang
keputusan yang dikeluarkan oleh atasan.
d) Pekerjaan saya penuh dengan tantangan yang menarik.
e) Saya menunggu dengan tidak sabar kapan tiba saatnya cuti.
f) Gaji yang saya terima sesuai dengan harapan saya
g) Gaji yang saya terima sesuai dengan harapan saya.
151

B. Analisa SWOT serta peta kekuatan di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Umum
Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Tabel 3.20
Analisis SWOT Ruang Flamboyan
No Analisa SWOT Bobot Rating Bobot
x Rating
1 Sumber daya manusia (M1)
a. Internal faktor (IFAS)
Strength
1. Adanya system pengembangan staf berupa 0,5 2 1
pendidikan berkelanjutan 100%
2. Jenis Ketenagaan
a) S-1 Keperawatan (Ners) : 5 orang
b) D-3 Keperawatan : 23 orang
c) Pramu Bhakti : 2 orang 0,5 2 1
d) Petugas administrasi: 2 orang
e) Petugas kebersihan : 4 orang

TOTAL 1,0 4 2 S-W=


2-3=
Weakness -1
1. Kuisioner perawat pelaksana 0,3 3 0,9
2. Instrument kepuasan kerja perawat 0,2 3 0,6
3. Kuisioner pasien safety 0,2 3 0,6
4. Jumlah tenaga perawat diruang flamboyan 0,3 3 0,9
berjumlah 28 orang
TOTAL 1,0 12 3

External Factor (EFAS) Oppurtunity


1. Adanya program pelatihan atau seminar 0,4 3 1,2
khusus tentang manajemen keperawatan dari
diklit
2. Adanya kerjasama yang baik antar pegawai 0,3 3 0,9
3. Adanya program akreditasi dimana MAKP
merupakan salah satu penilaian 0,3 3 0,9
TOTAL 1,0 9 3

Theath
1. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat untuk 0,3 3 0,9
pelayanan yang lebih profesional
2. Makin tingginya kesadaran masyarakat akan 0,3 3 0.9
O-T=
hukum
3. Makin tingginya kesadaran masyarakatakan 0,2 2 0,4 3-2,8=
0,2
pentingnya kesehatan
4. Persaingan antar RS yang semakin kuat 0,2 3 0,6

TOTAL 1,0 11 2,8


152

2 Sarana dan Prasarana ( M2)


a. Internal Faktor ( IFAS)
Strengt
1. Mempunyai sarana dan prasarana yang 0,2 3 0,6
memadai untuk pasien, tenaga kesehatan dan
keluarga pasien termasuk sarana dan
prasarana universal precaution
2. RS pemerintahan tipe Kelas B sekaligus 0,2 3 0,6
sebagai RS pendidikan dan rujukan
3. Terdapat administrasi penunjang (missal 0,2 3 0,6
buku injeksi, SOP yang memadai)
4. Tersedianya nurse station 0,2 4 0,8
5. Pemeliharaan dan perawatan dari sarana
penunjang kesehatan sudah ada 0,2 3 0,6

TOTAL 1,0 16 3,2

Weakness
1. Air Conditioner yang tidak berfungsi secara 0,5 2 1,0 S-W=
maksimal 3,2-
2. Alat kesehatan yang mengalami kerusakan 0,5 3 1,5 2,5=
dan masih menunggu proses perbaikan 0,7
TOTAL 1,0 5 2,5

EkternalFaktor (EFAS) Opportunity


1. Adanya pengadaan sarana dan prasarana 1,0 2 2
yang rusak dari pengadaan barang (AC, infus
pump)
TOTAL 1,0 2 2

Treathened
1. Adanya tuntutan tinggi dari masyarakat untuk 0,7 3 2,1 O-T=
melengkapi sarana dan prasarana 2-2,1=
- 0,1
TOTAL 0,7 3 2,1
3
3 Methode(3)
MAKP
Internal faktor (IFAS)
Strength
1. Kepala ruangan memimpin kegiatan timbang 0,1 4 0,4
terima setiap pagi 0,2 4 0,8
2. Adanya laporan jaga setiap shift 0,1 4 0,4
3. Adanya buku khusus untuk pelaporan
timbang terima 0,1 3 0,3
4. Tersedianya sarana dan prasarana discharge
planning diruangan untuk pasien pulang
(format) 0,1 4 0,4
5. Adanya lembar control untuk pasien pulang
6. Perawat memberikan pendidikan kesehatan 0,1 4 0,4
secara informal kepada pasien atau keluarga
selama dirawat atau pulang S-W=
7. Format Asuhan Keperawatan sudah tersedia 0,1 4 0,4 3,7 –
8. Adanya kesadaran perawat tentang tanggung 2,9 =
jawab dan tanggung gugat 0,1 3 0,3 0,8
9. SDM banyak mempunyai pengalaman dalam
153

bidang keperawatan bedah medis 0,1 3 0,3


TOTAL 1,0 33 3,7

Weakness
a) Timbang Terima
1. Timbang terima sudah dilakukan dengan baik 0,2 4 0,8
(PP melaporkan identitas pasien, keluhan
utama, DS, DO, MK dan Intervensi)
2. Format timbang terima sudah mencakup
nama dan paraf perawat pada kedua shift 0,1 3 0,3
3. Keterbatasan waktu tenaga perawat
4. Dari observasi status pasien, pengisian 0,1 3 0,3
dokumentasi tidak lengkap, nama perawat, 0,1 3 0,3
waktu, paraf
5. SOP yang ada tahun 2015 belum direvisi
6. Karakteristik tenaga yang memenuhi 0,1 3 0,3
kualifikasi belum merata 0,1 3 0,3
7. Jumlah tenaga yang tidak seimbang dengan
jumlah tingkat ketergantungan pasien 0,2 3 0,6
TOTAL 1,0 22 2,9

Eksternal Factor (EFAS)


Opportunity
1. Adanya kerjasama yang baik antar
mahasiswa S1-Keperawatan yang praktik 0,2 3 0,6
dengan perawat ruangan
2. Adanya mahasiswa S1-Keperawatan praktik 0,2 3 0,6
manajemen keperawatan
3. Adanya program pelatihan 0,2 3 0,6
4. Peluang perawat untuk meningkatkan 0,2 3 0,6 O-T=
pendidikan (pengembangan SDM) 3,0 –
5. Adanya pelatihan dan seminar tentang 0,2 3 0,6 3,9 =
manajemen keperawatan -0,9
TOTAL 1,0 15 3,0

Treathened
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang 0,1 3 0,3
tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Persaingan dengan rumah sakit swasta yang
semakin ketat 0,2 4 0,8
3. Adanya tuntutan masyarakat yang semakin
tinggi terhadap peningkatan pelayanan 0,1 4 0,4
keperawatan yang lebih professional
4. Adanya kesadaran perawat tentang tanggung
jawab dan tanggung gugat
5. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan 0,2 4 0,8
6. Persaingan antar ruang semakin kuat dalam
pemberian pelayanan 0,2 4 0,8

0,2 4 0,8
TOTAL 1,0 23 3,9
154

4 Keuangan(M4)
a. Internal faktor (IFAS)
Strength
1. Adanya pendapatan jasa pelayanan, untuk 0,5 3 1,5
pasien dengan biaya BPJS yang dapat
diklaim setelah perawatan
2. Adanya pendapatan dari jasa pelayanan 0,5 3 1,5
rumah sakit
TOTAL 1,0 6 3,0

Weakness
1. Kurangnya sumber dana 1,0 2 2,0 S-W=
3,0-
2,0=
TOTAL 1,0 2 2,0 1,0

EkternalFaktor (EFAS)
Opportunity
1. Pengeluaran dibiayai instansi rumah sakit 1,0 2 2,0

TOTAL 1,0 2 2,0


Treathened
1. Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyarakat 1,0 3 3,0 O-T=
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih 2,0-
professional sehingga membutuhkan pendanaan yang 3,0=
lebih besar untuk mendanai sarana dan prasarana. -1,0

TOTAL 1,0 3 3,0


5 Mutu ( M5)
a. Internal Faktor ( IFAS )
Strength
1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan 0,2 4 0,8
dirumah sakit 53,3%
2. Rata-rata BOR ideal 79% dalam 1 tahun 0,1 3 0,3
3. Adanya variasi karakteristik dari pasien (BPJS), 0,1 3 0,3
Umum, AsuransiSwasta)
4. Sebagai tempat praktik mahasiswa keperawatan DIII 0,1 3 0,3
maupun S1
5. Perawat mencuci tangan sebelum melakukan tindakan 0,3 4 1,2
aseptik (memasang infus, menginjeksi obat,
melakukan perawatan luka) dengan menggunakan
sabun antibakteri
6. Perawat ruangan menentukan skoring berdasarkan 0,1 3 0,3
kriteria resiko pasien jatuh.
7. Adanya tim PPI Rumah sakit yang rutin melakukan 0,1 3 0,3
pemantauan kesetiap ruangan
TOTAL 1,0 23 3,5

Weakness
1. ALOS yang memanjang karena perawatan yang lama 0,1 3 0,3
2. Kurang sosialisasi pada pasien mengenai stiker
falss/resiko jatuh 0,1 4 0,4 S-W=
3. Tidak terpasang tanda resiko jatuh pada bed pasien 3,5-
4. Penyediaan instrument GV dan sarana pemasangan 0,1 3 0,3 3,3=
infus masih belum memadai atau kurang 0,2
5. Pagar pengaman tempat tidur kadang tidak dinaikan 0,1 3 0,3
155

6. Penyediaan handrub kurang memadai


7. Ketersediaan APD yang masih kurang
8. Pemilahan sampah infeksius dan noninfeksius kurang 0,1 4 0,4
maksimal, karena tidak ada pembedaan yang berarti
0,2 4 0,8
0,1 4 0,4
0,1 4 0,4

TOTAL 1,0 29 3,3

EkternalFaktor (EFAS)
Opportunity
1. Mahasiswa S1-Keperawatan praktik manajemen 0,2 3 0,6
2. Kerjasama yang baikantara perawat dan mahasiswa 0,2 3 0,6
3. Pencegahan terjadinya kesalahan dalam pemberian
asuhan keperawatan 0,2 4 0,8
4. Peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan
0,4 4 1,6
TOTAL 1,0 14 3,6
O-T=
1. Adanya peningkatan standar masyarakat yang harus 0,2 3 0,6 3,6-
dipenuhi 3,0=
2. Persaingan RS dalam memberikan pelayanan 0,2 3 0,6 0,6
keperawatan
3. Meningkatnya angka kejadian infeksi silang 0,2 3 0,6
4. Terjadinya penurunan mutu layanan rumah sakit 0,2 3 0,6
5. Meningkatnya jumlah hari rawat dan biaya 0,2 3 0,6
pengobatan pasien
TOTAL 1,0 15 3,0

Bobot masing–masing faktor mulai 1,0 (paling penting) sampai dengan 0,0
(Tidak penting ).
0,0 : Tidak penting
0,1-0,3 : Kurang penting
0,4-0,6 : Penting
0,7-1,0 : Paling penting

Rating masing – masing faktor dengan memberikan skala mulai 4 (sangat


baik) sampai dengan 1 (kurang baik)
1 : Kurangbaik
2 : Cukupbaik
3 : Baik
4 : Sangat Baik
156

Keterangan:
M1 (ketenagaan)
M2 (sarana dan prasarana )
M3 (metode)
M4 (keuangan)
M5 (Mutu)

Hasil Interpretasi Analisis SWOT:


1. Analisa timbang terima, MAKP dan M5 (Mutu) berada di kuadran I.
Semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab dan
tanggung gugat perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, ruang
flamboyan memiliki kekuatan dalam timbang terima yang telah dilaksanakan
secara rutin dengan adanya kerja sama antara perawat ruangan serta adanya
laporan jaga setiap shift. Ruang flamboyan juga memiliki kekuatan karena
memiliki protap setiap tindakan dikarenakan adanya kebijakan pemerintah
tentang profesionalisme perawat dan memiliki standar asuhan keperawatan.
Ruang flamboyan belum melaksanakan ronde keperawatan namun ruang
flamboyan mempunyai dukungan dari bidang keperawatan serta memiliki
SDM yang mempunyai pengalaman dalam bidang keperawatan sehingga
ruang flamboyan mampu melaksanakan ronde keperawatan serta mampu
bersaing dalam hal pelayanan dirumah sakit. Kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan diruang flamboyan dapat tercapai karena ditunjang oleh
adanya kerja sama yang baik antar perawat.
2. Analisa M2 (Sarana dan Prasarana), discharge planning , dokumentasi
keperawatan, M4 (Keuangan) berada pada kuadran II. Timbulnya tuntutan
masyarakat yang tinggi akan pelayanan sarana dan prasarana yang baik
dimana ruang flamboyan mampu melakukan pemeliharaan sarana dan
prasarana dengan memanfaatkan kemampuan rumah sakit untuk
pemeliharaan dan pergantian sarana dan prasarana yang mengalami
kerusakan. Ruang flamboyan memiliki SAK tahun 2018, ruang flamboyan
memiliki kesempatan dalam meningkatkan pendidikan (pengembangan
SDM). Maka dari itu, ruang flamboyan mampu mengikuti persaingan rumah
157

sakit dalam memberikan pelayanan yang optimal. Kekuatan rumah sakit


salah satunya berupa pendapatan jasa pelayanan dari BPJS yang dapat di
klaim setelah perawatan.
3. Analisa M1 (Sumber Daya Manusia) berada pada kuadran III
menggambarkan bahwa ruang flamboyan memiliki kekuatan sistem
pengembangan staf berupa pendidikan berkelanjutan di ruangan flamboyan
dengan menggunakan kesempatan dengan adanya program pelatihan atau
seminar khusus. Ruang flamboyan mampu menciptakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman yang berupa tuntuntan tinggi dari masyarakat mendapat
pelayanan yang lebih profesional melalui sistem pengembangan staf di ruang
flamboyan berupa pendidikan berkelanjutan. Pengetahuan perawat pelaksana
ruang flamboyan tentang pelayanan keperawatan yang kurang, dapat
ditingkatkan dengan mengadakan program pelatihan atau seminar khusus
tentang manajemen keperawatan dari diklit. Dari hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa ruang flamboyan dapat memanfaatkan peluang dengan
pengembangan staf yang berada di ruang flamboyan untuk menghadapi
tuntuntan tinggi dari masyarakat untuk pelayanan yang lebih profesional.

C. Identifikasi Masalah diruang Flamboyan


1. M1 ( Man )
a) Perbandingan jumlah tenaga dan jumlah pasien belum sesuai standart
ketenagaan menurut Depkes (2005)
b) Kepuasan kerja perawat 50 %
c) Jumlah tenaga perawat di ruang Flamboyan belum tercukupi sesuai
perhitungan kebutuhan tenaga
2. M2 ( Material )
a) Kesenjangan antara jumlah alat penunjang medis dengan rasio jumlah
pasien.
3. M3 ( Methode )
a) Kurang optimal perawat dalam pelaksanakan model yang ada (Metode tim)
b) Dokumentasi keperawatan
1) Catatan perkembangan pasien kurang lengkap
158

2) Format dokumentasi keperawatan (pengkajian sampai dengan evaluasi)


sudah terisi tapi belum optimal
3) Warna tinta yang ditetapkan oleh Rumah Sakit untuk perawat adalah biru
akan tetapi hasil observasi masih ada yang menggunakan tinta hitam
4) Penulisan yang baku masih belum efektif, misalnya : badan lemas +, DC
(+), NGT (+)
Prioritas : Format dokumentasi keperawatan (pengkajian sampai dengan
evaluasi) sudah terisi tapi belum optimal
4. M4 ( Money )
Sumber dana yang kurang
5. M5 ( Mutu )
ALOS yang memanjang karena perawatan yang lama
159

D. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah, digunakan kriteria penilaian meliputi :
1. Mg / Magnitude : kecendrungan besar dan seringnya kejadian
2. Sv / Severity : besarnya kerugian yang ditimbulkan
3. Mn / Managebility : berfokus pada keperawatan sehingga dapat diatur
perubahannya
4. NC / Nursing Concern : perhatian terhadap bidang keperawatan
5. Af / Affordability : ketersediaan sumber dana
Dengan rentang nilai :
5 : sangat penting
4 : penting
3 : cukup penting
2 : kurang penting
1 : sangat kurang penting

Tabel 3.21
Skor akhir dirumuskan dengan cara : M x S x Mn x N x A
No Masalah Pembobotan Total Prioritas
Mg Sv Mn NC Af
1 Perbandingan jumlah 4 3 3 4 3 432 IV
tenaga dan jumlah
pasien belum sesuai
standar ketenagaan
menurut DepKes
2 Pelaksanaan pasien 5 5 5 4 3 1500 I
safety kurang maksimal
3 Kurang optimal perawat 3 3 3 3 5 405 V
dalam melaksanakan
motode yang ada
(Metode tim)
4 Tidak lengkapnya 5 4 5 3 3 900 II
pendokumentasian
(nama pasien,tempat
tanggal lahir, waktu, dan
paraf,TTV)
5 ALOS yang memanjang 4 4 3 3 4 576 III
karena perawatan yang
lama
Prioritas masalah :
1. Pelaksanaan pasien safety kurang maksimal
2. Tidak lengkapnya pendokumentasian (nama pasien,tempat tanggal,waktu,
dan paraf,TTV).
160

3. ALOS yang memanjang karena perawatan yang lama.


4. Perbandingan jumlah tenaga dan jumlah pasien belum sesuai standar
ketenagaan menurut DepKes
5. Kurang optimal perawat dalam melaksanakan motode yang ada (Metode
tim)

E. Alternatif Pemecahan Masalah


Tabel 3.22
Alternatif Pemecahan Masalah
No Masalah Alternatif pemecahan C A R L Skor
masalah
1. Pelaksanaan pasien safety 1. Melakukan workshop 4 4 3 4 192
kurang maksimal tentang pasien safety
2. Diskusi refleksi kasus 4 3 4 3 144
tentang pasien safety

2. Tidak lengkapnya 1. Bimibingan teknik 4 3 3 3 108


pendokumentasian (nama pengisian asuhan
pasien,tempat tanggal keperawatan
lahir, waktu, dan paraf, 2. Sosialisasi di Unit
TTV) Pelayanan 4 3 3 3 108
3. Urun rembuk terkait format
pendokumentasian

3. ALOS yang memanjang 1. Sharing tentang perawatan 4 3 3 3 108


karena perawatan yang pasien, dampak yang
lama mungkin muncul yang
menyebabkan perawatan
semakin lama, dan
pencegahan yang
dilakukan
2. Mengaplikasikan apa yang 4 3 4 3 144
sudah disharingkan untuk
mengurangi pemanjangan
perawatan pasien
Keterangan :
C : Capability (kemampuan kedua belah pihak antara mahasiswa dan rumah
sakit memiliki alternatif)
A : Accessibility (kemudahan dalam mekanisme alternatif)
R : Readiness ( kesiapan untuk melakukan alternatif)
L : Leverage (daya ungkit alternatif dalam menyelesaikan masalah)
Keterangan Poin :
1 : Tidak mampu
2 : Cukup mampu
3 : Mampu
4 : Sangat mampu
DAFTAR PUSTAKA

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2006). Perencanaan dan Pengembangan


Manajemen Sumber Daya Manusia, Pen. Pt. Refka Aditama : Jakarta
A.A. Muninjaya (2004). Manajemen Kesehatan : Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
Alex S , Nitisemito , (2012). Manajemen Suatu Dasar Dan Pengatur : Arena Ilmu .
Jakarta
Brown, H. Douglas. (2004). Language Assesment : Principle and Classroom Practice.
New York : Person Education
Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian RI
Depkes. (2011). Peraturan Menkes Kesehatan Republik Indonesia.
No. 1691/ /Menkes//per //VII//2011 tentang kesehatan pasien (IKP). Edisi -2
Dermawan D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Diane, I Huber, 2006, Kepemimpinan Dan Meningkatkan Manajemen Kerja , PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. 2009. Modul Sistem pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan
Gartinah et al . (2009) . Keperawatan Dan Praktek Keperawatan , PPNI : Jakarta
Gilles D.A. (2008). Nursing Management: A system apporch 2th philadelpia: W.B
saunders Company
Hasbullah, (2005). Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan ( Edisi Revisi ). Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders
elsevier
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC
Lyer, PW & Camp, MH . (2005). Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatakn
Proses Keperawatan . EGC . Jakarta
Moekijat. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia , : Rineke Cipta . Jakarta

161
162

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba Medika


Nursalam.(2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 3. Jakarta; Salemba Medika.
Nursalam.(2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta;
Salembang medika.
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7.
Jakarta: Salemba Medika
Pratiwi, Arum dan Abi Mukhlisin. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Kajian Penerapan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit”. Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan UMS: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rantung, Steffy R. 2013. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Perbedaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan Sp2kp dan Non-Sp2kp di
Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran: Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol.1,
No. 1; Agustus
Riskesdas Indonesia. (2013). Jakarta : Kementrian Kesehatan
Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy. (2008). Perilaku Organisasi . Edisi 12.
Salemba empat . Jakarta
Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy. (2011). Organizational Behavior . Fourteenth
Edition. . Pearson Education . New Jersey
Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen sumber daya manusia. Jakata: Bumi aksara
Simamora, Henry . (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia . Yogyakarta
Simamora, Roymond. (2014). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sitorus & Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:
penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang
rawat: panduan implementasi. Jakarta: EGC
Sitorus R. & Yulia. 2005. Model praktek keperawatan profesional di Rumah Sakit
Panduan Implementasi,. EGC, Jakarta
Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:
Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di
Ruang Rawat:Implementasi. Jakarta: EGC
163

Suyanto. (2008). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah


Sakit. Jogjakarta : Mitra Cendikia Jogjakarta.
Swanburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Perawatan Klinis. Jakarta: EGC
Swanburg, Russel. (2000). Pengembangan Staf Perawatan: Suatu pengembangan SD.
Jakarta; EGC
Swansburg, Rassel C.(2010).Pengantar kepemimpinan & manajemen keperawatan
untuk perawat klinis. Jakarta; EGC.
Wahyuningsih, Retno.(2009). Penatalaksanaan Diet Pada Pasien. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Wati, Neni Lya, dkk. 2011. Jumal Ners Indonesia. “Analisa Pelaksanaan Pemberian
Pelayanan Keperawatan di Ruang Murai I dan Murai II R S U D Arifin Achmad
Pripinsi Riau”. Vol.1, No. 2; Maret
164

LAMPIRAN
165

Lampiran Hasil Pengkajian Tahap Awal Fungsi Manajemen

Hasil pengkajian pada praktik manajemen merupakan tahap awal dari kegiatan
praktik yang dilakukan dari tanggal 20 Mei – 22 Mei 2019 didapatkan data sebagai
berikut :

a) Kepala Ruangan:
Fungsi Perencanaan
1) Apakah karu menyusun visi dan misi ruangan?
Hasil wawancara dan observasi: Karu menyatakan visi dan misi ruangan sudah
tidak diberlakukan sejak tahun 2014 sejauh ini visi dan misi hanya mengikuti
visi dan misi secara umum dari rumah sakit.
2) Dalam peyusunan rencana strategik bidang perawatan apakah diikutsertakan
didalamnya
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan secara umum bidang
keperawatan diikutsertakan, namun tidak detail karena pekerjaan bidang
keperawatan mengawasi banyak hal.
3) Kepala ruangan mempunyai rencana harian, bulanan, dan tahunan dan
terdokumentasi dengan baik.
Hasil wawancara dan observasi: Kepala ruangan mengatakan rencana harian
yang dilakukan seperti rapat, pre dan post-conference namun tidak selalu
terdokumentasi, untuk rencana bulanan dan tahunan semua ruangan telah
mendapatkan plan of action dari bidang keperawatan, dan biasanya plan khusus
kembali ke program dari ruangan masing-masing jika ruangan tersebut memiliki
program khusus.
4) Kepala ruangan mempunyai perencanaan peningkatan SDM diruangan.
Hasil wawancara dan observasi: Kepala ruangan mengatakan ada. Kepala
ruangan mengatakan bahwa setiap tahun dari diklit memberikan formulir untuk
diisi seperti kebutuhan seminar atau pun pelatihan yang dibutuhkan perawat
ruangan, yang kedua seminar ataupun workshop merupakan kebutuhan yang
mau tidak mau harus diikuti perawat ruangan untuk memenuhi syarat
upgrade/perpanjangan surat tanda registrasi.
166

5) Kepala ruangan membuat perencanaan fasilitas dan sarana dalam menunjang


kegiatan pelayanan keperawatan.
Hasil wawancara dan observasi: Kepala ruangan mengatakan ada, jika
ditemukan beberapa kerusakan atau penurunan mutu dari fasilitas dan sarana
yang ada maka kepala ruangan akan membuat perencanaan pengadaan fasilitas
dan sarana.
6) Kepala ruangan mensosialisasikan setiap kebijakan, prosedur dan peraturan
organisasi keperawatan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya. Kepala ruangan menyatakan
setiap telah diberikan arahan oleh bidang Irna dan bidang keperawatan maka
kebiijakan-kebijakan yang telah didapatkan disampaikan kepada perawat-
perawat di ruangan.
7) Kepala ruangan membuat rencana peningkatan kualitas asuhan keperawatan
diruangan.
Hasil wawancara: Kepala dan observasi ruangan mengatakan bahwa SOP dan
SAK sudah ditetapkaan dari bidang keperawatan jadi ruangan tinggal
menjalankan apa yang ada, serta untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan kepala ruangan dan CCM membuat daftar 10 diagnosa
keperawatan prioritas khusus untuk ruangan flamboyan.
8) Apakah kepala ruangan membuat perencanaan untuk meningkatkan kepuasan
kerja perawat.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan untuk instrumen kepuasan
selama ini yang ada hanya untuk pasien kalau untuk tenaga kesehatan belum ada
namun dari karu mengatakan bahwa untuk menghargai kerja perawat biasanya
karu atau ccm memberikan reward.
9) Kepala ruangan membuat perencanaan untuk meningkatkan kepuasan pasien dan
keluarga.
Hasil wawancara: kepala ruangan mengatakan iya dilakukan namun untuk
kuesionernya bekerjasama dengan bidang lainnya dan evaluasi biasanya
dilakukan tiap tahun.
167

Fungsi Pengorganisasian

10) Kepala ruangan menyatakan struktur organisasi di ruangan.


Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan struktur organisasi diruangan
belum diresmikan karena mengikuti struktur atasan yang belum ditetapkan
sampai dengan ketuk palu.
11) Kepala ruangan menyatakan ada klasifikasi pasien berdasarkan tingkat
ketergantungan.
Hasil wawancara: Kepala rungan mengatakan tidak ada.
12) Kepala ruangan mempunyai uraian tugas yang menjadi acuan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan mempunyai uraian tugas yang
menjadi acuan. Uraian tugas tersebut telah diatur oleh komite keperawatan,
tetapi dalam realita yang terjadi di ruangan, kepala ruangan harus menyesuaikan
kembali uraian tugas tersebeut sesuai dengan beban kerja di ruangan.

Fungsi Pengawasan

13) Mengendalikan dan menilai pelaksanakan asuhan keperawatan yang telah


ditentukan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan selalu mengendalikan dan menilai
pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan.
14) Melakukan penilaian kinerja tenaga keperawatan yang berada dibawah tanggung
jawabnya.
Hasil wawancara: Kepala ruangan melakukan penilaian kinerja tenaga
keperawatan dengan cara melakukan supervise yang secara berkala.
15) Mengawasi mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan,
peralatan dan obat-obatan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengawasi pengendalian dan penilaian
pendayagunaan tenaga keperawatan dan peralatan.
16) Mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku
secara mandiri atau koordinasi.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengawasi dan menilai mutu asuhan
keperawatan sesuai standar yang berlaku.
168

Fungsi Peningkatan Mutu Pelayanan dan Patient Safety

17) Kepala ruangan menyatakan mengalami kesulitan mengorganisir perawat


diruangan.
Hasil wawncara: Kepala ruangan mengatakan, tentu ada kesulitan dalam
mengorganisir perawat diruangan. Contohnya dalam pembagian sift, kepala
ruangan harus mengatur shift dinas berdasarkan gender, usia, lama kerja,
kompetensi, jenjang pendidikan, serta kondisi-kondisi tertentu dimana terdapat
perawat yang sedang hamil.
18) Kepala ruangan menyatakan membagi tugas kepada perawat sesuai dengan
kompetensi dan pendidikannya.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya. Pembagian tugas dibagi
berdasarkan jenjang pendidikan dan kompetensi perawat, sehingga pembagian
tim menjadi seimbang.

Fungsi Ketenagaan

19) Kepala ruangan menyatakan kompetensi tenaga diruangan sudah cukup


memadai.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan kompetensi tenaga perawat
diruang flamboyan yang notabene adalah perawatan luka, jika dilihat dari segi
pengalaman dan pendidikan, sudah cukup memadai. Akan tetapi dalam
pemaparannya kepala ruangan juga menjelaskan bahwa sebenarnya sertifikasi
melalui pelatihan merupakan hal penting yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
perawat.
20) Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan jadwal dinas dan apakah ada kesulitan
dalam pengaturan jadwal dinas.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan yang terlibat dalam pembuatan
jadwal dinas adalah beliau sendiri selaku kepala ruangan, ddan terkadang hasil
akhir akan dikoreksi ulang saja oleh CCM. Kemudian, beliau juga mengatakan
bahwa ada kesulitan yang ditemukan dalam pembuatan jadwal dinas tersebut,
seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa mengatur
jadwal dinas perlu disesuaikan dengan usia, jenjang pendidikan, kondisi-kondisi
169

tertentu yang dialami perawat semisal hamil, ataupun ijin dikarenakan faktor-
faktor tertentu.
21) Kepala ruangan diikutsertakan pada rencana rotasi dan mutasi perawat.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan ya, bahwa dirinya terlibat dalam
rencana rotasi dan mutasi perawat.

Fungsi Pengarahan

22) Apakah kepala ruangan memotivasi staf untuk bekerja lebih baik.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya, pasti.
23) Kepala ruangan menyatakan ada pertemuan rutin diruangan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan ada seperti pre conference yang
dilaksanakan setiap hari. Akan tetapi untuk pertemuan bulanan, dilakukan 2-3
bulan sekali, mengingat sumber dana yang digunakan berasal dari iuran masing-
masing staff ruangan flamboyan.
24) Kepala ruangan melakukan supervisi, apakah sudah terjadwal dan terstruktur
dengan baik.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan supervisi itu ada yang langsung
dan tidak langsung, sementara ini yang dilakukan adalah supervisi tidak
langsung, jadwalnya setelah habis lebaran akan dilakukan supervisi secara
langsung.
25) Kepala ruangan memberikan umpan balik pada saat supervisi.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan supervisi dilakukan secara
berkala baik manajerial dan klinis. Secara manajerial selalu dilakukan saat pre
dan pos conferens sedangkan supervisi secara klinis dilakukan secara langsung
pada saat perawat pelaksana melakukan tindakan apakah sesuai dengan SOP
atau tidak.
26) Kepala ruangan menerapkan manajemen konflik bila ada permasalahan di
ruangan.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya, tentu ada manajemen
konflik. Contohnya ketika ada kesalahan komunikasi antara petugas piket dan
perawat yang dinas malam karu membantu menengahi masalah mencari jalan
tengah agar masalah tidak terlalu diperpanjang.
170

Fungsi Pengendalian

27) Kepala ruangan menyatakan ada program pengendalian mutu diruangan.


Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya, program mutu yang ada di
ruang flamboyan adalah program mutu dari komite mutu. Dari komite mutu
salah satunya yaitu enam indikator keselamatan pasien. Kepala ruangan
menjalankan program tersebut salah satunya yaitu mengurangi angka resiko
jatuh dengan menentukan scoring dengan instrument khusus mengukur resiko
jatuh.
28) Kepala ruangan menyatakan ada hambatan dalam kegiatan peningkatan mutu
pelayanan keperawatan diruangan.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengatakan pasti ada hambatan, seperti
masalah pendanaan.
29) Apakah audit dokumentasi asuhan keperawatan rutin dilakukan.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengatakan audit dokumentasi asuhan
keperawatan rutin dilakukan setiap hari saat aplusan. Sehingga berkas-berkas
yang kurang seperti lembar edukasi, lembar pengkajian keperawatan, resume
medik, sampai pada penomoran pasien yang meninggal dunia.
30) Apakah audit terhadap SOP dan SAK dijalankan sesuai prosedur Hasil
Wawancara: Kepala ruangan mengatakan audit selalu dilaksanakan. Tetapi
terkadang susunan tindakan yang dilakukan tidak berurutan sesuai SOP dan ada
juga SOP yang sudah dilaksanakan dengan baik.
31) Apakah setiap ada kesalahan didokumentasi dan ditindaklanjuti.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya, pasti didokumentasi dan
ditindaklanjuti. Semisal ada pengkajian yang kosong, kepala ruangan meminta
agar segera dilengkapi
32) Apakah kepala ruangan melakukan penilaian penampilan kerja staf.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengatakan iya. Contohnya seragam dinas,
harus sesuai dengan harinya, warna jilbab menyesuaikan warna seragam,
perawat harus rapi dan wangi demi menjaga citra baik di depan pasien.
33) Apakah kepala ruangan melakukan penilaian terhadap kepuasan pasien.
Hasil Wawancara: Kepala ruangan mengatakan, ya upaya tersebut telah
dilakukan, namun kepala ruangan tidak melakukannya sendiri akan tetapi
171

bekerjasama dengan Bidang lainnya yang berwenang dalam hal tersebut.


Evaluasi kepuasan pasien tersebut biasanya dilakukan setiap tahun.
34) Apakah secara keseluruhan kepala ruangan puas bekerja di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie.
Hasil wawancara: Kepala ruangan mengatakan secara kesuluruhan beliau puas
selama bekerja di RSUD AWS, puas dengan jabatan yang telah dicapai.

b) CCM(Clinical Care manager)


Hasil wawancara Clinical Care Manager :
1) Dari hasil wawancara clinical care manager tentang rencana apa yang akan
disupervisi clinical care manager menyebutkan bahwa yang sisupervisi yaitu
perawat ruangan dengan tehnik mengikuti atau melihat langsung cara tindakan
keperawatan diruangan. Supervisi tersebut dilakukan secara berkala. Tujuan
dilakukannya supervisi yaitu untuk melihat kinerja perawat terutama untuk
perawat yang masih berada pada posisi PK 1.
2) Clinical care manager menyebutkan bahwa supervisi dapat meningkatkan
keefektivitas kerja staff serta dapat mengurangi resiko kesalahan dalam
melakukan tindakan keperawatan.
3) Clinical care manager memberi pengarahan dan bimbingan pada saat pre-post
confrence.
4) Clinical care manager dalam berkomunikasi dengan staf menggunakan bahasa
formal dan nonformal semua dilakukan tergantung situasi dan kondisi. clinical
care manager lebih senang menggunakan bahasa yang nonformal seperti bahasa
yang tidak resmi dan tidak kaku karena agar suasana menjadi tidak tegang dan
apa yang telah di sampaiakn oleh clinical care manager dapat diterima baik oleh
para staf.
5) Clinical care manager harus ikut dalam melakukan tindakan dalam membuat
dan memelihara atmosfir kerja yang inovatif dan lingkungan dalam teman-
teman.
6) Clinical care manager melakukan bimbingan kepada staff dengan 2 cara yaitu,
cara yang pertama berbicara empat mata dan dipanggil untuk berbicara berdua
172

dan cara yang kedua yaitu bimbingan dilakukan setiap hari pada saat
melakukan pre conference dan post conference.
7) Clinical care manager melakukan controling dengan menggunakan buku
aplusan dan melakukan controlling secara langsung.
8) Clinical care manager berupaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
dengan mengevaluasi teman-teman perawat dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan dengan tepat serta clinical care manager berja sama dengan kepala
ruangan untuk menyediakan 10 diagnosa keperawatan yang sering muncul
sesuai dengan standar SDKI .
9) Clinical care manager dan kepala ruangan pasti melalukan kerja sama untuk
mengevaluasi mutu pelayanan keperawatan kepada staff.
10) Clinical care manager selalu mendiskusikan dengan kepala ruangan untuk
membahas hasil evaluasi dari asuhan keperawatan yang sudah diterapkan.
c) Ketua Tim 1 & 2
Fungsi Perencanaan
1) Kedua Ka-Tim mengetahui visi dan misi rumah sakit
Hasil observasi : Terdapat visi dan misi rumah sakit di ruang Flamboyan
2) Kedua Ka-Tim memiliki rencana harian, rencana harian tersebut di tulis oleh
Katim pada catatan seperti memo. Memo berisi tentang rencana kegiatan yang
akan dilakukan pada hari ini.

Fungsi Pengorganisasian

3) Ka-Tim mempunyai uraian tugas dalam menjalankan tugas di ruang Flamboyan


seperti ceklist penilaian kerja
Hasil observasi : Terdapat uraian tugas katim di ruang Flamboyan
4) Ka-Tim sudah memahami uraian tugas yang diberikan di ruang flamboyan yang
didapatkan dari hasil rapat yang dilakukan secara berkala seperti evaluasi
ruangan dan evaluasi pelatihan setiap 2 bulan sekali
5) Metode pemberian asuhan keperawatan diruangan flamboyan dilakukan sudah
cukup baik, seperti telah diaplikasikan SOAPIER pada catatan perkembangan
yang telah terintegrasi.
173

6) Katim melakukan preconference dan post conference namun tidak setiap hari
dilaksanakan.
7) Katim mengatakan dampak metode yang digunakan tersebut terhadap asuhan
keperawatan di ruangan menghasilkan pasien dan keluarga puas dengan
pelayanan di ruang flamboyan.
8) Katim menyatakan bekerja sesuai dengan SOP, yang ada karena sesuai dengan
standar di rumah sakit.
9) Katim melakukan penilaian / klasifikasi tingkat ketergantungan pasien
10) Katim mengatakan bahwa pendokumentasian askep telah dilakukan dengan
tepat dan lengkap. Bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan yang
didokumentasikan.

Fungsi Ketenagaan

11) Katim merasa puas dengan sistem penjadwalan dinas yang sudah ada saat ini.
12) Katim memberikan orientasi dan mentoring kepada perawat baru.
13) Katim diberi kesempatan untuk memiliki jenjang karir yang jelas.
14) Perawat diberi kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
bentuknya seperti pelatihan dan supervisi

Fungsi Pengarahan

15) Katim dimotivasi oleh kepala ruangan Flamboyan untuk melakukan


pengembangan diri
16) Katim disupervisi oleh kepala ruangan dan dilakukan pembinaan dalam
melakukan tindakan sesuai SOP dan pendokumentasian sesuai SAK.
17) Katim hanya melakukan teguran bagi perawat yang melanggar aturan.

Fungsi Pengendalian

18) Katim mengatakan bahwa Katim dan perawat pelaksana telah melakukan tugas
dan kewajiban sebagai perawat sesuai dengan standar pelayanan minimal yang
telah diberikan.
19) Penampilan kerja katim dinilai secara berkala, dan dilakukan pergantian katim
setiap 6 bulan sekali
174

20) Secara keseluruhan katim merasa puas bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie.
175

UJI NORMALITAS PASIEN SAFETY

Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 42.00 1.553
95% Confidence Interval for Lower Bound 38.80
Mean Upper Bound 45.20
5% Trimmed Mean 42.23
Median 41.00
Variance 62.720
px_safety Std. Deviation 7.920
Minimum 25
Maximum 54
Range 29
Interquartile Range 14
Skewness -.201 .456
Kurtosis -.789 .887
Mean 24.73 .651
95% Confidence Interval for Lower Bound 23.39
Mean Upper Bound 26.07
5% Trimmed Mean 25.32
Median 26.00
Variance 11.005
item Std. Deviation 3.317
Minimum 11
Maximum 26
Range 15
Interquartile Range 1
Skewness -3.376 .456
Kurtosis 12.219 .887

TESTS OF NORMALITY

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
px_safety .113 26 .200* .964 26 .475
item .380 26 .000 .451 26 .000
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
176

HASIL UJI DISTRIBUSI FREKUENSI PASIEN SAFETY

PASIEN SAFETY
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Dilakukan 12 40.0 46.2 46.2
Valid kurang dilakukan 14 46.7 53.8 100.0
Total 26 86.7 100.0
Missing System 4 13.3
Total 30 100.0

ITEM PX SAFETY

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Dilakukan 19 63.3 63.3 63.3
Valid kurang dilakukan 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Dari total 30 pertanyaan tentang pengetahuan perawat 11 pertanyaan kurang


dilakukan perawat yaitu pada pertanyaan nomor 1,3,11,12,16,25,26,27,28,29,30.
177

UJI NORMALITAS KEPUASAN PASIEN

Fungsi Manajemen f %

Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 137.38 1.210
95% Confidence Interval for Lower Bound 134.86
Mean Upper Bound 139.91
5% Trimmed Mean 137.76
Median 138.00
Variance 30.748
KEPUASAAN Std. Deviation 5.545
Minimum 123
Maximum 145
Range 22
Interquartile Range 5
Skewness -1.630 .501
Kurtosis 3.063 .972

TESTS OF NORMALITY
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KEPUASAA
.191 21 .044 .824 21 .002
N
a. Lilliefors Significance Correction

HASIL UJI DISTRIBUSI FREKUENSI KEPUASAN PASIEN

KEPUASAN PASIEN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
PUAS 13 61.9 61.9 61.9
Valid Kurang PUAS 8 38.1 38.1 100.0
Total 21 100.0 100.0
Dari total 21 pertanyaan tentang kepuasan pasien terdapat 8 pertanyaan yang
dinyatakan kurang puas yaitu yaitu pada pertanyaan nomor 3,4,7,8,11,12,17,20
178

Perencanaan
Optimal 22 84
Belum Optimal 4 16
Total 26 100
Pengorganisasian
Optimal 23 88
Belum Optimal 3 12
Total 26 100
Pengarahan
Optimal 25 98
Belum Optimal 1 2
Total 26 100
Pengendalian
Optimal 24 96
Belum Optimal 2 4
Total 26 100
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI MANAJEMEN PERAWAT PELAKSANA DI RUANG
FLAMBOYAN

TABEL DISTRIBUSI KEPUASAN PASIEN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Puas 16 53.3 53.3 53.3
Valid Tidak Puas 14 46.7 46.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai