Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulisan makalah tentang Keanggotaan Dalam
Organisasi Internasional dapat terselesaikan. Shalawat dan salam penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari
alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulisan makalah ini sebagai panduan bagi mahasiswa dalam memahami
bagaimana suatu keanggotaaan dalam organisasi internasional. Makalah ini
merupakan referensi bagi para mahasiswa untuk lebih mengetahui bagaimana
masalah tentang keanggotaan suatu organisasi internasional.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, Dan semoga para mahasiswa bisa dapat memahami apa yang
disampaikan penulis dalam makalah ini.
Pembaca yang budiman! Penulis juga membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Atas perhatian pembaca, penulis mengucapkan terima kasih. Wassalam!
DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................................... i

Daftar isi................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 3


A. Organisasi Internasional .......................................................................................... 5
B. Penggolongan Keanggotaan ..................................................................................... 6
C. Prinsip-prinsip Keanggotaan .................................................................................... 8
D. Persyaratan Keanggotaan ......................................................................................... 9
E. Prosedur Penerimaan Anggota ................................................................................. 15
F. Penghentian Keanggotaan ....................................................................................... 19
G. Penundaan Keanggotaan .......................................................................................... 22
H. Kerjasama Keanggotaan Multilateral ....................................................................... 22
I. Kerjasama Keanggotaan Bilateral ............................................................................ 25
J. Kerjasama Keanggotaan Regional .......................................................................... 26
K. Keanggotaan Indonesia Pada Dewan Keamanan PBB ............................................. 27

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan ............................................................................................................... 34
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi internasional merupakan sebagai struktur formal dan


keberlanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antar anggota-anggota
(pemerintah dan non-pemerintah) dari dua negara atau lebih negara berdaulat dengan
tujuan untuk mengejar kepentingan tertentu bersama para anggotanya.

Keberhasilan suatu organisasi internasional dapat dilihat dari kebijakan dan


cara untuk mengimplementasikannya. Keberhasilan di bidang ini tergantung dari sikap
otonomi organisasi dan kepercayaan anggota atas kepemimpinan politis organisasi
tersebut, tetapi yang paling penting adalah persepsi dari pemerintah negara anggota
tentang seberapa jauh bantuan maupun kebijakan yang dikembangkan oleh organisasi
yang akan sesuai dengan kepentingan nasional mereka. Oleh sebab itu anggota dapat
mendorong ataupun menghalangi perkembangan bantuan ataupun kebijakan yang
dilakukan oleh organisasi internasional sesuai dengan penilaian mereka dengan
mempertimbangkan untung dan ruginya bagi kepentingan nasional negara tersebut.

Merujuk pada masalah keanggotaan dari suatu organisasi internasional,


masalah keanggotaan merupakan masalah yang penting dalam keanggotaan suatu
organisasi internasional. Setiap konstitusi organisasi internasional akan memuat
masalah keanggotaan. Masalah keanggotaan merupakan masalah hukum yan penting
bagi suatu organisasi internasional.

Beberapa hal yang penting dalam suatu organisasi internasional: 1)


penggolongan anggota, 2) prinsip-prinsip keanggotaan, 3) persyaratan keanggotaan, 4)
prosedur penerimaan anggota, 5) berhentinya keanggotaan, 6) penundaan
keanggotaan.
B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut :

a. Apa saja yang menjadi hal penting dalam suatu keanggotaan organisasi
internasional?
b. Bagaimana tahapan keanggotaa suatu organisasi internasional?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu diantaranya sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tentang masalah keanggotaan suatu organisasi internasional
b. Untuk memahami bagaimana tahapan terkait masalah keanggotaan suatu
organisasi internasional
BAB II

PEMBAHASAN

A. Organisasi Internasional

Sesuai dengan amanat UUD 1945, salah satu tujuan pembangunan nasional adalah
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Upaya mewujudkan tujuan negara tersebut dilaksanakan melalui
proses bertahap, terencana, terpadu dan berkesinambungan.

Selanjutnya, Undang-undang No. 17 tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan visi dan delapan misi
pembangunan nasional, dimana misi terakhir adalah mewujudkan Indonesia berperan
penting dalam pergaulan dunia internasional, dengan cara mendorong kerja sama
internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga
di berbagai bidang. Politik luar negeri Indonesia selama 5 tahun terakhir kemudian
menerjemahkan misi tersebut melalui 4 program prioritas, yaitu melindungi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, perlindungan Warga Negara Indonesia, intensifikasi
Diplomasi Ekonomi serta peningkatan peran di panggung kawasan serta internasional.
Untuk mendukung prioritas tersebut, Indonesia saat ini aktif bergabung di berbagai
organisasi Internasional, dimana berdasarkan UU No. 37 tahun 1999, Organisasi
Internasional (OI) didefinisikan sebagai organisasi antarpemerintah. Hingga tahun 2018,
Indonesia tercatat menjadi anggota pada 240 OI.

Ketentuan mengenai keanggotaan dan kontribusi Indonesia pada OI sebelumnya


diatur melalui Keppres No.64 tahun 1999 tentang keanggotaan Indonesia dan Kontribusi
Pemerintah RI pada OI, dimana keanggotaan tersebut diamanatkan untuk mendapatkan
manfaat yang maksimal bagi kepentingan nasional dengan didasarkan pada peraturan
perundangan yang berlaku dan memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran serta
kemampuan keuangan Negara. Namun demikian, mengingat adanya perkembangan dalam
hubungan internasional, Keppres tersebut saat ini tengah direvisi dan sedang dalam proses
harmonisasi di Kemenkumham per Desember 2018. Segala hal terkait tata cara
keanggotaan dan pembayaran kontribusi akan diatur dalam Perpres tersebut dan akan
segera disosialisasikan begitu Perpres Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada OI
disahkan. Seiring dengan penyusunan Perpres perubahan Kepres No. 64 tahun 1999
dimaksud, sebagaimana instruksi Presiden pada tahun 2015, Pemerintah saat ini tengah
melakukan evaluasi terhadap seluruh keanggotaan Indonesia pada OI. Tujuan dari evaluasi
tersebut adalah untuk melihat sejauh mana pemanfaatan keanggotaan Indonesia sejalan
dengan kepentingan nasional dan untuk melakukan penataan pengelolaan Keanggotaan
dan Kontribusi Indonesia. Keanggotaan yang dinilai tidak bermanfaat dapat dihentikan dan
partisipasi pada organisasi non-pemeritah dapat dikeluarkan dari database Pemerintah RI.

B. Penggolongan Keanggotaan

Di dalam sebuah organisasi internasional dapat dibedakan menjadi:

 Keanggotaan penuh (full members), artinya anggota akan ikut serta dalam
semua keanggotaan organisasi dengan segala hak-haknya.

 Keanggotaan luar biasa (associate members), artinya anggota dapat


berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di dalam alat
perlengkapan utama organisasi internasional.

 Keanggotaan sebagian (partial members), artinya anggota hanya ikut


berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan tertentu.

Selain penggolongan diatas, dapat juga dibedakan menjadi: Anggota asli (original
members), yaitu anggota yang diundang pada saat konfrensi-konfrensi yang membicarakan
rancangan anggaran dasar.Anggota lainnya (admitted members), yaitu anggota yang masuk
dalam organisasi internasional setelah organisasi tersebut berdiri sesuai ketentuan tentang
keanggotaan yang ada dalam anggaran dasar organisasi internasional.
Keanggotaan dalam Organisasi Internasional;

1. Negara. Permasalahan yang ada adalah:

1) penentuan kriteria negara serta hak-haknya, yaitu apa kriteria suatau negara
disebut negara kecil dan apakah dalam pemberian suara mendapat hak yang sama
seperti halnya negara besar,

2) siapakah yang berhak mewakili suatu negara dalam organisasi internasional. Dalam
organisasi internasional keanggotan suatu negara tidak hanya mengikatkan
pemerintahannya, tetapi meliputi seluruh territorial negara tersebut, maupun hanya
bagian tertentu baik secara geografis atau bagian tertentu dari pemerintahan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa keanggotaan suatu negara dalam organisasi


international tidak hanya mengikatkan pemerintahannya. Keanggotaan suatu negara
dalam organisasi international tidak akan berhenti bila pemerintahan dalam suatu negara
berganti. Dalam hal ini maka organisasi international akan memutuskan apakah organisasi
akan menerima delegasi dari pemerintahan baru sebagai perwakilan negaranya
(representatives).

Keanggotaan suatu negara dalam organisasi international ada kemungkinan


meliputi seluruh teritorial negara tersebut, namun ada kemungkinan keanggotaan
organisasi international hanya meliputi bagian tertentu negara. Bagian tertentu negara
meliputi bagian:

 Bagian Secara Geografis


Bagian secara geografis contohnya, ketika PBB baru berdiri Uni Soviet
meminta bahwa negara bagian Uni Soviet, yaitu Ukraina dan Byelorusia
sebagai negara anggota yang terlepas dari keanggotaan Uni Soviet.
 Bagian tertentu dari pemerintahan
Dalam suatu organisasi international di mungkinkan suatu bagian dari
pemerintahan menjadi anggota dari suatu organisasi international. Sebagai
contoh Bank Dunia untuk penyelesaian sengketa International ( Bank for
International settlement) yang berkedudukan di Basal yang menjadi anggota
adalah Bank Central dari suatu Negara.

2. Kelompok Beberapa Negara

Kelompok beberapa negara dimungkinkan pada organisasi internasional yang bertujuan


untuk kerjasama tekhnis. Gabungan beberapa negara dalam keanggotaan tersebut menjadi
satu anggota dalam beberapa tujuan, namun dalam kepemimpinan, kuorum, pemenuhan
kewajiban tertentu, setiap anggota berdiri sendiri. Contoh: Organisasi Kopi Internasional
(International Coffee Organization)

3. Organisasi Internasional

Keanggotaan negara yang terdiri dari kelompok negara mempunyai kemungkinan untuk
membentuk organisasi internasional, dan organisasi internasional inilah yang menjadi
anggota dari organisasi internasional. Kedudukan dalam organisasi internasional tersebut
biasanya sebagai anggota tidak penuh, dan hubungan antar anggotanya sangat dekat.
Contohnya: EEC menjadi anggota dari GATT selain keanggotaan dari masing-masing
anggota EEC.

C. Prinsip-prinsip Keanggotaan

Prinsip keanggotaan suatu organisasi internasional tergantung pada maksud dan


tujuan, fungsi yang akan dilaksanakan, serta perkembangan apakah yang diharapkan dar
organisasi internasional tersebut. Prinsip keanggotaan dapat dibedakan menjadi prinsip
universalitas (tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi, maupun politik yang
dianut negara anggotanya), dan prinsip terbatas ( menekankan pada syarat-syarat tertentu
bagi keanggotaan), syarat tersebut adalah:

 Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis maupun


pertimbangan politis, contoh: NATO, Pakta Warsawa.
 Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai.
Contohnya: kerjasama antar negara pengekspor minyak, maka
keanggotaannya hanya dibuka bagi negara pengekspor minyak (OPEC).

 Keanggotaan yang didasarkan pada system pemerintahan tertentu atau


system ekonomi tertentu, contohnya: COMECON.

 Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan, agma, etnis, dan


pengalaman sejarah. Contohnya: British Common, OKI.

 Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi manusia.


Contohnya: Council of Europe.

D. Persyaratan Keanggotaan

Keanggotaan suatu negara dalam organisasi internasional dapat dilakukan secara


sendiri-sendiri maupun kelompok negara yang menjadi anggota organisasi internasional.
Persyaratan suatu negara untuk menjadi anggota dalam suatu organisasi internasional
ditentukan dalam anggaran dasar organisasi tersebut.

Menurut ketentuan pasal 1 ayat (2) convenant LBB ada dua persyaratan,
persetujuan Majelis hanya dapat dicapai dengan dua pertiga (2/3) suara, dan negara itu
dengan itikad baiknya akan memberikan jaminan efektif untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban internasional, bersedia menerima peraturan-peraturan mengenai angkatan
bersenjata dan persenjataannya yang ditetapkan oleh liga.

Sebaliknya, piagam PBB memberikan persyaratn yang cukup luwes dan berat, sebagaimana
yang termuat dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) serta pasal 18 ayat (2) yang mempunyai lima
unsur yaitu:

Open to all other “peace loving” states, merupakan negara yang cinta damai, hakekatnya
ditunjukan bagi negara yang tidak ikut perang melawan kekuatan poros, atau setidak-
tidaknya anti atau bukan fasis.
Accept to obligations contained in the present charter, yaitu negara yang mau menerima
kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam piagam. Sebagaimana dinyatakan dalam rules
of procedure, baik dari Dewan Keamanan maupun dari Majelis Umum PBB, permintaan
untuk menjadi anggota haruslah berisi “suatu pernyataan yang dibuat dalam suatu
instrumen resmi bahwa negara itu menerima kewajiban-kewajiban tersebut”.

Ability and willingness to carry out charter obligations, yaitu adanya kesanggupan dan
kemauan dari negara untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan
piagam.

Upon the recommendation of the security council, adanya permohonan untuk menjadi
anggota PBB yang diputuskan oleh Majelis Umum atas rekomendasi dari Dewan Keamanan
PBB.

Setelah memeriksa permintaan dari suatu negara untuk menjadi anggota, Dewan
Keamanan kemudian memberikan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB untuk
menerimanya dengan pengertian, apabila disetujui paling tidak 9 negara anggotanya,
termasuk lima anggota tetap. Dewan Keamanan dapat juga menolak rekomendasi itu jika
ada salah satu anggota tidak menyetujuinya. Atau menetapkan untuk menunda
pembahasan permintaan keanggotaan suatu negara tersebut dalam sidang Dewan
Keamanan yang akan datang.

Sesudah mendapatkan rekomendasi positif dari Dewan Keamanan, maka segera


disampaikan selambat-lambatnya 25 hari sebelum dimulainya sidang reguler Majelis
Umum PBB. Keputusan terakhir mengenai penerimaan keanggotaan baru itu akan diambil
oleh Majelis Umum dengan dua pertiga (2/3) mayoritas suara.

Negara Cinta Damai

Syarat ini ditetapkan berdasarkan pemikiran pada saat piagam dibuat, yakni bahwa
PBB hanya akan menerima keanggotaan untuk negara yang cinta damai. Hal ini disebabkan
pengalaman Perang Dunia I dan II, negara-negara musuh dan negara-negara yang
membantu musuh sekutu pada masa Perang Dunia I dan II dianggap sebagai negara yang
tidak cinta damai. Persyaratan ini sebenarnya ditujukan pada negara musuh Perang Dunia
II. Negara musuh tersebut bila akan menjadi anggota harus menyatakan bahwa mereka
adalah yang cinta damai.

Menerima Kewajiban-Kewajiban yang Ditentukan dalam Piagam

Persyaratan untuk menerima kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam piagam


harus dinyatakan dalam pernyataan resmi secara tertulis yang ditujukan kepada Sekretaris
Jendral (Sekjen) PBB pada waktu negar bersangkutan mengajukan permohonan untuk
menjadi anggota PBB (Pasal 134 Rules of Procedure of the General Assembly dan Pasal 58
Rules of Procedure of the Security Council)

Menerima dan Ingin Melaksanakan Kewajiban-Kewajiban yang Ditentukan dalam Piagam

Syarat ini sebenarnya menimbulkan masalah bagi negara-negara netral seperti


Swiss (pada tahun 2002 telah menjadi anggota PBB), Austria Lichenstein. Bagi negara
netral, karena kenetralannya kalau mereka menjadi anggota PBB akan sangat sulit untuk
melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai sanksi-sanksi ekonomi
dan militer. Karena alasan untuk mempertahankan kenetralannya maka negara netral tadi
mempunyai alasan kuat untuk tidak tergabung di PBB.

Permohonan untuk Menjadi Anggota PBB Diputuskan oleh Majelis Umum atas Rekomendasi
Dewan Keamanan

Dalam Kovenan Liga Bangsa-Bangsa, keputusan untuk diterima sebagai anggota


baru ditetapkan oleh Majelis Umum; sedangkan dalam PBB, keputusan untuk menjadi
anggota diputuskan oleh Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan Majelis Umum
PBB belum akan memutuskan untuk menerima anggota baru sebelum menerima
rekomendasi Dewan Keamanan. Jadi, kebijaksanaan Dewan Keamanan dan Majelis Umum
PBB yang menentukan apakah suatu calon anggota baru yang telah memenuhi syarat:
negara cinta damai, menerima kewajiban yang ditetapkan dalam Piagam, mampu dan ingin
menjalankan kewajiban yang ditentukan Piagam akan diterima atau ditolak. Kebijaksanaan
ini tidak ada pembatasan dalam Piagam. Dalam praktiknya, rekomendasi Dewan Keamanan
merupakan suatu keputusan (decision) yang berdasarkan Pasal 27 (3) Piagam PBB.
Keputusan suatu negara menjadi anggota PBB ditetapkan di Dewan Keamanan.
Keputusan untuk Menjadi Anggota Baru akan Diputuskan oleh Majelis Umum dengan Dua
per Tiga (2/3) Anggota yang Hadir dan Memberikan Suara

Setelah menerima rekomendasi positif dari Dewan Keamanan tentang calon


anggota, Majelis Umum akan mengambil keputusan berdasarkan Pasal 18 (2) Pagam PBB.
Sebagai contoh, persyaratan keanggotaan dalam World Trade Organization (WTO).
Keanggotaan WTO dapat dibedakan antara anggota asli (original members) dan anggota
yang masuk setelah WTO berdiri. Anggota asli adalah negara-negara yang tercatat sebagai
negara anggota WTO sebelum WTO resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995. Negara
anggota asli adalah:
(1) Negara yang menandatangani hasil akhir Putaran Uruguay di Marakesh pada
bulan April 1994;
(2) Negara yang bergabung setelah April 1994, tetapi sebelum WTO berdiri; dan
(3) Negara yang turut berpartisipasi di Putaran Uruguay namum tidak sempat
menyelesaikan negosiasi masuknya sebagai anggota dalam GATT dan baru
bergabung setelah Januari 1995. Sedangkan negara-negara lain yang ingin
menjadi anggota WTO harus mengikuti aturan-aturan yang terdapat pada
Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) Marakesh Agreement.

Pasal 12 (1) menentukan: Any State or separate customs territoty possessing full autonomy
in the conduct in its external commercial relations and of the other Matters
provided for in this agreement and the Multilateral Trade Agreement may
accede to this agreement, on terms to be agreed between it and the WTO. Such
accession shall apply to this Agreement and the Multilateral Trade Agreement
annexed.

Pasal 12 (2) menentukan: Decision on accesion shall be taken by the Ministerial Conference.
The Ministerial Conference shall approve the agreement on terms of accession
by two thirds majority of the Members of WTO.

Pasal 16 (1) menentukan: Except as otherwise provided under this Agreement of the
Multilateral Trade Agreements, the WTO shall be guided by the decisions,
procedurs and customary practices followed by the contracting Parties to GATT
1947 and the bodies established in the framework of GATT 1947.

Jadi berdasarkan Pasal 12 ayat (1) yang dapat menjadi anggota WTO selain negara,
juga wilayah yang mempunyai kewenangan pabean sendiri dan mempunyai penuh dalam
kaitannya dengan hubungan perdagangan luar negerinya serta hal-hal lain yang ditentukan
oleh perjanjian ini (GATT) dan Perjanjian Perdagangan Multilateral (Multilateral Trade
Agreements - WTO).

Lembaga yang menentukan masuknya anggota baru di WTO adalah Minister


Conference (Pasal 22[2]) Marakesh Agreement, yang berdasarkan Pasal 4 (2) Marakesh
Agreement menentukan bahwa di antara sidang-sidang Minister Conference dibentuk
General Council yang akan menjalan kan tugas Minister Conference. Pasal 16 (1) Marakesh
Agreement menentukan WTO mengikuti keputusan-keputusan, prosedur-prosedur dan
kebiasaan yang telah dipraktikkan dan diikuti oleh anggota-anggota GATT 1947 dan badan-
badan yang dibentuk dalam GATT 1947.

Berdasarkan Pasal 12 (1) bahwa bila suatu negara ingin masuk menjadi anggota
WTO, maka negara tersebut memerlukan persetujuan dari anggota WTO. Untuk
mendapatkan persetujuan tersebut, negara calon anggota harus mengadakan negosiasi
dengan negara-negara WTO. Negosiasi ini dapat dilakukan secara bilateral maupun
multilateral. Menurut ketentuan dalam Accession to The World Trade Organization
Procedures for Negotiation under Article 12, dalam poin 7 maka calon anggota dapat
menjadi negara peninjau (observer) untuk mengikuti rapat-rapat panitia penerimaan
anggota baru (working party) dan sidang konsil dan komite-komite WTO. Sebagai peninjau
calon negara anggota dapat lebih mengenal WTO dan mudah mengantisipasi peraturan-
peraturan dan kebijaksanaan perdagangan luar negeri untuk di sesuaikan dengan aturan-
aturan GATT 1994 dan the General Agreement on Trade ini Services (GATS) (sesuai dengan
poin Aturan Accession to The World Trade Organization). Berdasarkan poin 5 Aturan
Accession to The World Trade Organization, General Council akan membentuk working party
yang mempunyai tugas untuk mempelajari permohonan calon anggota. Anggota working
party terbuka untuk negara anggota yang mempunyai kepentingan. Working Party akan
mempelajari memorandum yang telah dipersiapkan oleh calon anggota tentang aspek-
aspek perdagangan luar negerinya untukmenyesuaikan dengan aturan-aturan yang
dikehendaki WTO.

Contoh lain terdapat pada persyaratan keanggotaan dalam International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD).
Pasal 2 (1) menentukan: The original members of the Bank shall be those members
International Monetary Fund which accept membership in the bank before the date specified
in article 11 section 2 (e). Membership shall be open to other members of the fund at such
times and in accordance with such terms as may be prescribed by the bank.

Jadi, keanggotaan IBRD dibedakan antara anggota asli (original members) dan
anggota yang masuk kemudian (admitted members). Persyaratan untuk menjadi anggota
adalah:

1. Anggota International Monetary Fund (IMF) Pasal 2[1a] Anggaran Dasar IBRD.
2. Akan sanggup membayar saham pada IBRD (Pasal 2[3a]). Menurut Pasal 2, 1 (b)
setiap saham seharga $100.000. Bagian minimum dari saham tersebut yang harus
disetor oleh anggota asli tertera dalam skedul A. Sedangkan bagi anggota lainnya
bagian saham yang harus disetor tergantung pada putusan IBRD dengan
memperhatikan kemampuan anggota tersebut (Pasal 2[3a]). Jika modal IBRD
bertambah, maka masing-masing anggota dapat menambah sahamnya dengan
syarat yang ditentukan oleh IBRD dan penambahan saham bagi anggota
sebandingan dengan saham pokok yang disetor.
3. Saham masing-masing anggota menurut (Pasal 1 [5] ditentukan dengan ketentuan
sebagai berikut: a) 2% akan dibayar dengan uang dolar Amerika Serikat, 18% akan
dibayar dengan mata uang negar bersangkutan (Pasal 2[7ib]). Sisanya 80% akan
diminta bila IBRD memerlukan.
4. Yang berhak memutuskan keanggotaan baru adalah Board of Governors (Pasal 5
[2bi]). Keputusan penerimaan keanggotaan ini ditentukan oleh suara mayoritas dari
Board of governors dan rapatuntuk mengambil keputusan ini harus mewakili dua
per tiga jumlah suara.
E. Prosedur Penerimaan Anggota

Pemutusan untuk penerimaan keanggotaan dalam suatu organisasi internasional


merupakan tindakan bilateral. Pihak Organisasi internasional harus setuju dengan
penerimaan keanggotaan, di lain pihak negara itu menurut hukum nasionalnya sah untuk
menjadi anggota organisasi internasional.

Permohonan untuk menjadi anggota diajukan oleh pihak yang berwenang menurut
hukum internasional, seperti kepala negara atau perdana menteri atau menteri luar negeri
atau pejabat diplomatik yang diakreditasikan di organisasi internasional tersebut atau
negara yang ditunjuk untuk menyimpan dokumen ratifikasi. Dalam penerimaan
keanggotaan ini biasanya ada dua prosedur yang harus ditempuh. Pertama, adanya
permintaan dari calon anggota. Kedua, negara yang bersangkutan telah meratifikasi
anggaran dasar organisasi internasional dimana negara tersebut ingin menjadi anggota.

Jadi dalam penerimaan anggota ini ada dua tindakan, yaitu tindakan sesuai dengan
hukum nasional dan tindakan dalam hukum internasional. Dalam suasana nasional adanya
oposisi terhadap pemerintah dapat berpengaruh dalam proses penerimaan keanggotaan
dalam suatu organisasi internasional. Hubungan suasana nasional dan suasana
internasional dalam kaitannya dengan penerimaan keanggotaan dalam suatu organisasi
internasional sangat penting. Sebagai contoh pada waktu Amerika Serikat akan menjadi
anggota International labour organization (ILO) tahun 1934, Presiden Rosevelt mendapat
otoritas dari kongres Amerika Serikat untuk menerima kenaggotaan ILO. Jadi bila suatu
negara telah menyatakan terikat pada suatu perjanjian internasional, ternyata melanggar
ketentuan hukum nasional sehubungan dengan kewenangan untuk membuat perjanjian
internasional tetap terikat pada perjanjian tersebut, kecuali jika persyaratan tersebut
melanggar peraturan dasar yang penting dari hukum nasional. Jika suatu negara anggota
telah bertindak sebagai anggota organisasi internasional, maka negara tersebut tidak dapat
menolak malaksanakan kewajibannya hanya didasarkan pada alasan bahwa keanggotaan
dalam organisasi internasional melanggar hukum nasionalnya.

Prosedur keanggotaan ditentukan oleh organisasi internasional tersebut. Misalnya


di PBB, permohonan keanggotaan harus disampaikan kepada Sekertaris Jenderal PBB
(pasal 134 rules procedure Majelis Umum PBB dan pasal 58 Rules procedure Dewan
Keamanan PBB). Dalam prosedur keanggotaan di IBRD, permohonan keanggotaan diajukan
ke Board of Governors, dokumen ratifikasi atas anggaran dasar IBRD harus dideposit pada
pemerintah Amerika Serikat (Pasal 11[2] Anggaran Dasar IBRD). Keanggotaan
International Atomic Energy Agency – IAEA), calon anggota harus menyampaikan
pernyataan menerima baik Anggaran Dasar IAEA dan ditujukan kepada Dewan Gubernur
(Pasal 4 Anggaran Dasar IAEA) dan dokumen ratifikasi disampaikan pada Amerika Serikat
yang ditunjuk sebagai negara penyimpan.

Dalam masalah keanggotaan, masalah yang mungkin timbul adalah bagaimana jika
dua negara bergabung menjadi satu negara, misalnya ketika Mesir dan Syira menjadi
Republik Persatuan Arab (United Arab Republic) pada bulan Februari 1958. Tanganyika
menjadi anggota PBB tanggal 14 Desember 1961 dan Zanzibar menjadi anggota PBB
tanggal 16 Desember 1963, Tanganyika dan Zanzibar bersatu, tanggal 26 April 1964,
kemudian mengubah namanya menjadi Republik Persatuan Tanzania pada tanggal 1
November 1964. Dalam hal ini pertanyaannya apakah keanggotaan dengan adanya
penggabungan itu harus menempuh prosedur baru? Dalam praktik ternyata keanggotaan
Republik Persatuan tersebut menggantikan keanggotannya yang lama dimana sebelumnya
telah menjadi anggota dan tidak perlu lagi melalui prosedur baru, demikian pula bila salah
satu negara yang bergabung tersebut belum menjadi anggota organisasi internasional.
Sebagai contoh Republik Persatuan Arab mewarisi keanggotaan Mesir di IAEA dan di
International Finance Corporation (IFC) dimana Syria belum menjadi anggota kedua
organisasi internasional tersebut. Demikian pula Republik Persatuan Tanzania mewarisi
keanggotaan Tanganyika dan Zanzibar dalam keanggotaanya di badan-badan PBB. Contoh
lain Republik Federal Jerman dan Republik Demokratis Jerman diterima menjadi anggota
PBB pada tanggal 18 September 1973. Sejak 3 Oktober 1990 kedua negara tersebut
menjadi satu negara lagi, yaitu Negara Jerman yang menjadi anggota negara Federal
Jerman dan Republik Demokratis Jerman. Contoh lain Yaman menjadi anggota PBB tanggal
30 September 1947 dan Yaman Demokratis tanggal 14 Desember 1967. Tanggal 22 Mei
1990 kedua negara bergabung dan sejak itu menjadi anggota PBB dengan nama “Yaman”.
Dalam hal keanggotaan di Organisasi Buruh Internasional (ILO), sesuai dengan
Konvensi Perburuhan, hanya salah satu pihak yang menjadi peserta Konvensi ILO.
Republik Persatuan Tanzania mengemukakan bahwa Konvensi ILO hanya berlaku pada
wilayah dimana wilayah tersebut menjadi pihak, dengan kata lain Konvensi ILO hanya
berlaku di wilayah yang dulu merupakan wilayah Zanzibar atau Tanganyika.

Masalah lain yang timbul adalah jika suatu negara pecah atau terbagi dalam dua
atau beberapa negara. Dalam hal ini diakui bahwa bagian utamalah yang diakui sebagai
pewaris negara semula. Sebagai contoh India ketika pecah menjadi India dan Pakistan,
maka India yang mewarisi hak-hak India (yang berdiri tahun 1947). Mesir dan Syria
menjadi anggota PBB tanggal 24 Oktober 1945, setelah plebisit tanggal 21 Februari 1958
Republik Persatuan Arab terbentuk dengan bersatunya Mesir dan Syria dan menjadi
anggota tunggal. Tanggal 13 Oktober 1961, Syria memisahkan diri dari Republik Persatuan
Arab, secara terpisah menjadi anggota PBB. Tanggal 2 September 1971 Republik Persatuan
Arab Mengubah namanya menjadi Republik Arab Mesir, maka Mesir mewarisi hak
Republik Persatuan Arab.

Federasi Malaysia bergabung dengan PBB tanggal 17 September 1957. Tanggal 16


September 1963 namanya berubah menjadi Federasi Malaysia setelah masuknya
Singapura, Sabah (Kalimantan Utara), dan Serawak ke dalam federasi tersebut. Pada
tanggal 9 Agustus 1965, Singapura menjadi negara merdeka dan memisahkan diri dari
Malaysia, maka Malaysia melanjutkan keanggotaan Malaysia. Singapura menjadi anggota
PBB tanggal 21 September 1965. Demikian pula ketika Bangladesh tahun 1971
memisahkan diri dari Pakistan, Pakistan tetap melanjutkan keanggotaannya. Bangladesh
harus mengajukan sebagai anggota baru PBB.

Begitu pula dengan Cina, ketika Cina pecah menjadi Republik Rakyat Cina (RRC) dan
Republik Nasionalis Cina (Taiwan), maka pada waktu itu yang diakui oleh PBB untuk
mewarisi hak Cina (tahun 1945) adalah Taiwan, sampai tahun 1971 ketika Majelis Umum
mengeluarkan resolusi tanggal 25 Oktober 1971 No. 2758(XXVI) yang menentukan bahwa
RRC yang berhak menggantikan hak Cina tahun 1945.
Contoh lain pada tahun 1990 Uni Soviet membubarkan diri menjadi tiga negar
Baltik, Georgia dan 11 negara Republik lainnya. Tiga negara Baltik adalah: Estonia, Latvia
dan Lithuania, telah mengajukan keanggotaannya di PBB dan telah diterima sebagai
anggota PBB pada tanggal 17 September 1991. Sedangkan negara-negara lainnya seperti
Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakstan, Kyrgyzstan, Republik Moldova, Tajikistan,
Turkimenistan dan Uzbekistan menjadi anggota PBB tahun 1992. Di antara 11 negara
Republik adalah Rusia, Byelorussia dan Ukraina. Byelorussia dan ukraina telah menjadi
anggota PBB sejak tahun 1945 sebagai anggota yang lepas dari keanggotaa Uni Soviet.

Masalah yang timbul dalam masalah keanggotaan dengan pecahnya negara Uni
Soviet adalah siapa pengganti Uni Soviet di Dewan Keamanan, mengingat Uni Soviet adalah
Anggota PBB sejak 24 Oktober 1945 dan mempunyai hak tetap di Dewan Keamanan. Dalam
surat Boris Yeltsin sebagai Presiden Federasi Rusia tanggal 24 Desember 1991 yang
ditujukan kepada Sekretaris Jendral PBB, menyatakan bahwa keanggaotaan Uni Soviet di
Dewan Keamanan PBB akan dilanjutkan Oleh Federasi Rusia dengan dukungan 11 negara
anggota Persemakmuran Negara-Negara Merdeka.

Pada tahun 1991 Yugoslavia pecah menjadi enam negara merdeka: Serbia
Montenegro, Kroatia, Slovenia, Bosnia Herzegovina, Makedonia dan Kosovo.

Bosnia-Herzegovina, Kroatia menjadi anggota PBB 22 Mei 1992. Pada 31 Desember


1992 Czechslovakia pecah menjadi Republik Czech dan Republik Slovakia. Republik Czech
dan Republik Slovakia menggantikan Keanggotaan Czechoslovakia.

Tanggal Permulaan Keanggotaan

Untuk dapat aktif melaksanakan keanggotaanya dalam suatu organisasi internasional,


maka ada dua syarat yang harus dipenuhi:

1. Organisasi internasional telah menerima keanggotaan

2. Calon anggota telah meratifikasi Anggaran Dasar organisasi internasional

Organisasi internasional harus menentukan dalam Anggaran Dasaranya setelah dua


persyaratan tersebut dipenuhi maka kapan keanggotaan akan efektif berlaku.
F. Penghentian Keanggotaan

Keanggotaan suatu organisasi internasional dapat berakhir karena dua cara.


Pertama, pengunduran diri. Kedua, diberhentikan.

1) Penghentian Keanggotaan karena Pengunduran Diri

Masalah mengenai pengundurun diri di beberapa organisasi internasional


biasanya diatur dalam anggaran dasarnya. Dimana terdapat jangka waktu tertentu
untuk efektifnya pernyataan tersebut. Dalam pasal 95 (b) anggaran dasar ICAO
ditentukan bahwa pengunduran diri efektif berlaku setelah satu tahun
pemberitahuan anggota kepada ICAO. Dalam anggaran dasar IMF pasal 26 (1)
menentukan bahwa pengunduran diri efektif saat pemberitahuan tersebut diterima.
Selain itu dalam anggaran dasar IMF ditentukan pengunduran diri wajib yang
berlaku ketika negara anggota gagal memenuhi kewajiban berdasarkan anggaran
dasar IMF.

Bagi organisasi internasional yang menentukan tenggang waktu tertentu


antara pemberitahuan keluar dari organisasi dan efektivitasnya itu dibutuhkan
untuk memberi kesempatan pada organisasi untuk menyesuaikan keadaan dengan
berkurangnya keanggotaan, misalnya penyesuaian anggaran, dan pergantian
pejabat. Selain itu negara lain juga perlu menyesuaikan sehubungan dengan negara
yang keluar karena negara tersebut memiliki keharusan memenuhi kewajiban
tertentu. Bagi organisasi internasional yang bergerak dalam bidang pasaran
bersama, keluarnya anggota dapat mempengaruhi seluruh system kerja dari
organisasi internasional tersebut. Oleh karena itu suatu organisasi yang hubungan
ekonomi antara para anggota menjadi tujuan dari organisasi tersebut dan terdapat
dalam anggaran dasarnya akan menentukan bahwa hubungan ekonomi antara
anggota yang berhenti keanggotaannya dan negara anggota lainnya baru dapat
diputuskan setelah jangka waktu yang cukup lama.

Di dalam Piagam PBB sendiri tidak ada ketentuan mengenai pengunduran


diri. Pada waktu konferensi San Fransisco, masalah keanggotaan ini telah
diperbincangkan di Komite ½ (komite tentang keanggotaan). Ada pihak yang
menghendaki tentang ketentuan mengenai pengunduran diri dimuat dalam Piagam
PBB dengan alasan mengundurkan diri dari organisasi internasional adalah hak
negara berdaulat dan bebasa untuk menetukan kehendaknya.

Namun ada juga pihak yang tidak menyetujui dicantumkannya ketentuan


tersebut, dengan alasan: 1)untuk menghindari kelemahan yang pernah dialami oleh
LBB, 2) ketentuan pengunduran diri dapat dipakai sebagai sarana untuk
menghindarkan diri dari kewajiban yang ditentukan oleh piagam, 3) ketentuan
pengunduran diri dapat dipakai sebagai sarana untuk mempertahankan konsesi
dari PBB dengan mengancam akan keluar dari PBB. Selain itu, ada pendapat lain
yang menghendaki Piagam dapat memuat ketentuan tentang pengunduran diri
namun dibatasi, yaitu adanya keadaan istimewa, tetapi masalahnya adalah siapa
yang berhak menentukan kriteria keadaan istimewa tersebut.

Setelah perdebatan yang cukup sengit akhirnya Komite ½ menetapkan bahwa


Piagam tidak akan memuat ketentuan tentang pengunduran diri dan didahkan di
konferensi San Fransisco. Jadi pada kenyataannya ada organisasi international yang
anggaran dasarnya memuat ketentuan tentang pengunduran diri (misal LBB) dan
ada organisasi yang tidak mengatur tentang ketentuan tersebut.

Pendapat yang memungkinkan pengunduran diri secara unilateral dari suatu


organisasi internasional dikemukakan oleh Hendry G. Schermers:

a. Kedaulatan negara (state Souvereignity)


Bahwa hanya negara yang berdaulat yang dapat memutuskan apakah negara
itu ikut dalam organisasi internasional atau akan keluar dari organisasi
internasional.
b. Kewajaran (Equity)
Ada organisasi internasional yang keanggotaannya terbatas. Pembatasannya
adalah syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh suatu negara yang
akan menjadi anggota organisasi internasional. Jadi hanya negara yang
memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan Anggaran Dasar organisasi
internasional yang dapat menjadi anggota. Jika ada suatu negara merasa
bahwa keanggotaannya dalam organisasi tersebut tidak sesuai dengan
kepentingan nasionalnya, dan keanggotaannya tidak lagi bermanfaat baginya,
maka negara tersebut wajar bila mengundurkan diri. Dapatlah disimpulkan
bahwa hak mengundurkan diri secara unilateral adalah wajar.
c. Kemanfaatan (Expediency)
Hampir sama dengan alasan di atas yaitu bila suatu negara keanggotaannya
dalam organisasi internasional sudah dianggap tidak bermanfaat lagi bagi
negaranya maka seyogianya negar anggota tersebut mengundurkan diri.
d. Asas Umum Hukum (General Principle of law)
Dalam hukum nasional terutama dalam hukum perdata, dikenal asas bahwa
suatu anggota dari suatu persekutuan perdata dapat mengundurkan diri. Asas
umum ini juga dikenal dalam hukum internasional.
e. Exceptio Non Adimpleti Contractus
Bila ternyata organisasi dalam proses perkembangannya menyimpang dari
kesepakatan para anggota, maka dalam hal ini terjadi perubahan yang
berdasarkan kesepakatan bersama, sehingga dengan demikian negara anggota
dapat mengundurkan diri. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional Pasal 62 yang
mengatur tentang Fundamental Change of Circumstances.
2) Penghentian Keanggotaan karena Diberhentikan (expulsion)

Penghentian keanggotaan dalam suatu organisasi internasional karena


diberhentiakan biasanya dikaitkan dengan masalah penundaan (suspension). Jika
berbicara mengenai penghentian secara paksa, maka yang dimaksud adalah
pengeluaran anggota organisasi internasional disebabkan anggota tersebut telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam organisasi internasional yang
merupakan pelanggaran berat. Tindakan ini dilakukan oleh organisasi sebagai usaha
untuk menyelamatkan organisasi dari suatu tindakan tindakan yang dianggap
destruktif. Ketentuan mengenai penghentian pakasa ini biasanya dicantumkan
dalam anggaran dasar organisasi internasional.
Dalam praktiknya, organisasi internasional yang dalam anggran dasarnya
tidak memuat ketentuan tentang penghentian dengan paksa, maka bila ada anggota
yang dianggap melakukan tindakan-tindakan yang merugikan bagi organisasi,
negara lain akan mengadakan penekanan-penekanan terhadap negara tersebut,
yang kemudian negara yang melakukan tindakan yang merugikan akan mengajukan
permohonan untuk mengundurkan diri secara sukarela. Bahkan dimungkinkan
terjadi perubahan anggaran dasar.

Suatu organisasi internasional yang bersifat global tidak mencantumkan


penghentian dengan paksa dalam anggran dasarnya karena ketentuan penghentian
dengan paksa bertentangan dengan tujuan organisasi yang bersifat global. Dalam
organisasi yang terbatas keanggotaannya, sifatnya berbeda. Jika ada anggota yang
sudah tidak sesuai dengan sistem politik atau ekonomi organisasi internasional
terbatas tersebut, negara anggota tersebut lebih baik berada di luar organisasi
karena tidak sesuai dengan kepentingannya lagi.

G. Penundaan keanggotaan

Penundaan keanggotaan dituangkan dalam Anggaran Dasar organisasi


internasional. Misalnya ketentuan pada Pasal 5 Piagam PBB. Suatu anggota yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam Anggaran Dasarnya,
keanggotaannya ditunda untuk sementara. Jika pada suatu saat negara tersebut dapat
memenuhi kewajiban sesuai dengan Anggaran Dasar, maka hak negara anggota tersebut
akan dipulihkan kembali. Selama masa penundaan, negara tersebut tidak dapat menikmati
hak-haknya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar, tetapi tetap dibebani
kewajiban.

Selain masalah keanggotaan di atas, keanggotaan suatu organisasi internasional


dapat berhenti karena bubarnya organisasi internasional tersebut.

H. Kerjasama Keanggotaan Multilateral

Sasaran Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar


Negeri, Nomor 00148/PL/II/2010/46/06 tentang Penetapan Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Multilateral Tahun 2010-2014, maka sasaran yang hendak dicapai dalam
pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerja sama internasional dalam bidang
multilateral adalah meningkatnya peran aktif Indonesia dalam mewujudkan perdamaian
dan keamanan internasional, pemajuan dan perlindungan HAM, kerjasama kemanusiaan
serta meningkatnya pembangunan ekonomi, sosial budaya, keuangan, lingkungan hidup,
perdagangan, perindustrian, investasi, komoditi, dan perlindungan hak kekayaan
intelektual melalui penguatan kerjasama multilateral. Program Program tahun 2010-2014
adalah “Peningkatan Peran dan Diplomasi Indonesia di Bidang Multilateral”. Hasil yang
diharapkan adalah peningkatan peran dan diplomasi Indonesia dalam penanganan isu
multilateral. Strategi yang akan dilaksanakan melalui program tersebut adalah:

1. Meningkatkan partisipasi dan inisiatif Indonesia dalam forum-forum


multilateral termasuk mengupayakan agar Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan
multilateral.

2. Mengidentifikasi dan mengkaji secara kritis, untuk kepentingan efisiensi,


partisipasi Indoensia pada organisasi kerjasama multilateral, dengan melihat manfaat
langsung bagi kepentingan nasional.

3. Meningkatkan dukungan lintas sektoral dalam implementasi kerjasama


multilateral.

4. Mensinergikan partisipasi Indonesia di G-20 dengan partisipasi Indonesia


pada forum-forum lainnya. Selain untuk mensosialisasikan kesepakatan G-20 untuk
mengamankan implementasi komitmen G-20 di tingkat nasional, regional dan global, upaya
ini juga ditujukan guna meningkatkan legitimasi G-20 dan mengurangi stigma G-20 sebagai
forum yang eksklusif.

5. Mengintensifkan diplomasi untuk pembentukan norma-norma internasional


bagi produk-produk budaya, yang telah diawali dengan perjuangan untuk memasukan
Batik sebagai World Intangible Heritage di UNESCO. Perjuangan diplomasi ke depan akan
meliputi bidang akses dan pembagian keuntungan (access and benefit sharing) di berbagai
fora, termasuk WIPO melalui Genetic Resources, Traditional Knowledge, and Folklore
(GRTKF), WHO (untuk virus sharing), FAO, Convention on Biodiversity, dan WTO.

6. Menyusun konsep kebijakan/grand design kerjasama Selatan-selatan.

Daftar kerjasama Multilateral :

 Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)

 G-15

 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

 World Trade Organization (WTO)

 G-20

 World Tourism Organization (UN-WTO)

 Colombo Plan

 Gerakan Non-Blok (GNB)

 Developing Eight (D-8)

 Kelompok 77 dan China

 Keanggotaan Indonesia pada DK PBB

 Sekilas DK PBB

 Keanggotaan dan Pengambilan Keputusan

 Frequently Asked Questions (FAQ)

 Tentang Indonesia pada DK PBB


I. Kerjasama Keanggotaan Bilateral

Hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain telah dimulai sejak Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Berbagai forum, baik bilateral,
regional maupun multilateral telah dirancang oleh Indonesia bersama-sama dengan negara-negara
sahabat. Dalam menjalin hubungan tersebut Indonesia senantiasa mempromosikan bentuk
kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak mencampuri
urusan dalam negeri negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta konsultasi dan
mengutamakan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Saat ini Indonesia telah menjalin
kerjasama bilateral dengan 162 negara serta satu teritori khusus yang berupa non-self governing
territory. Negara-negara mitra kerjasama Indonesia ini terbagi dalam delapan kawasan (Afrika,
Timur Tengah, Asia Timur dan Pasifik, Asia Selatan dan Tengah, Amerika Utara dan Tengah,
Amerika Selatan dan Karibia, Eropa Barat, dan Eropa Tengah dan Timur). Informasi tentang
hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara tersebut dapat dilihat pada halaman situs ini.

Daftar Negara – Negara kerjasama Bilateral :


 Afghanistan  Hongaria  Mesir  Suriname

 Afrika Selatan  India  Mozambik  Swedia

 Aljazair  Inggris  Myanmar  Swiss

 Amerika
 Irak  Namibia  Tanzania
Serikat

 Arab Saudi  Iran  Nigeria  Thailand

 Argentina  Italia  Norwegia  Timor Leste

 Tiongkok
 Australia  Jepang  Oman
(RRT)

 Austria  Jerman  Pakistan  Tunisia

 Azerbaizan  Kamboja  Panama  Turki

 Bahrain  Kanada  Papua Nugini  Ukraina

 Uni Emirat
 Bangladesh  Kazakhstan  Perancis
Arab (UEA)
 Belanda  Kenya  Peru  Uzbekistan

 Belgia  Kolombia  Polandia  Vatikan

 Bosnia
 Korea Selatan  Portugal  Venezuela
Herzegovina

 Brasilia  Korea Utara  Qatar  Vietnam

 Brunesi
 Kroasia  Rumania  Yaman
Darussalam

 Bulgaria  Kuba  Rusia  Yordania

 Ceko  Kuwait  Selandia Baru  Yunani

 Cili  Laos  Serbia  Zimbabwe

 Denmark  Lebanon  Singapura

 Ekuador  Libya  Slovakia

 Ethiopia  Madagaskar  Spanyol

 Fiji  Malaysia  Sri Lanka

 Filipina  Maroko  Sudan

 Finlandia  Meksiko  Suriah

J. Kerjasama Keanggotaan Regional

Untuk memastikan tercapainya tujuan nasional Indonesia, Departemen Luar Negeri


menekankan pada kerja sama diplomatik dengan negara-negara di dunia internasional
dalam seri lingkaran konsentris (concentric circles) yang terdiri dari: Lingkaran pertama
adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang merupakan pilar utama
bangsa Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Kemudian yang berada pada
lingkaran konsentris kedua adalah ASEAN + 3 (Jepang, China, Korea Selatan). Di luar hal
tersebut, Indonesia juga mengadakan hubungan kerja sama yang intensif dengan Amerika
Serikat dan Uni Eropa yang merupakan partner utama ekonomi Indonesia. Dalam
lingkaran konsentris yang ketiga, Indonesia mengakui pentingnya menggalang kerja sama
dengan like-minded developing countries. Dengan forum-forum tersebut Indonesia dapat
menerapkan diplomasinya untuk memperkuat usaha bersama dalam rangka menjembatani
kesenjangan antara negara-negara berkembang dengan negara maju. Sementara itu, pada
level global, Indonesia mengharapkan dan menekankan secara konsisten penguatan
multilateralisme melalui PBB, khususnya dalam menyelesaikan segala permasalahan
perdamaian dan keamanan dunia.

Indonesia juga menolak segala keputusan unilateral yang diambil di luar kerangka
kerja PBB. Hubungan Indonesia dengan berbagai organisasi regional dapat dilihat pada
halaman ini. Pilih nama organisasi di bagian atas, atau klik berita pada bagian kanan
halaman

K. Keanggotaan Indonesia pada DK PBB

Keanggotan tidak tetap Indonesia pada DK PBB pada periode 2019 - 2020

Pada tanggal 8 Juni 2018, Indonesia telah terpilih menjadi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020, bersama Jerman, Afrika Selatan, Belgia
dan Republik Dominika. Indonesia akan memulai masa tugasnya pada tanggal 1 Januari
2019 hingga 31 Desember 2020.

Keanggotaan DK PBB Indonesia tersebut merupakan yang ke-empat kalinya, setelah


sebelumnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB pada tahun 1974-1975, 1995-
1996, dan 2007-2008.

ISU PRIORITAS INDONESIA

Bagi pelaksanaan keanggotaan tidak tetap Indonesia periode 2019-2020, Indonesia


telah menetapkan 4 Isu Prioritas dan 1 Isu Perhatian Khusus yaitu:
1. Melanjutkan kontribusi Pemerintah RI dalam upayanya mewujudkan perdamaian
dunia, antara lain melalui memperkuat ekosistem/geopolitik perdamaian dan stabilitas
global dengan mengedepankan dialog dan penyelesaian konflik secara damai.

 Promosi penyelesaian sengketa yang damai melalui kemitraan dan


regionalism.

 Peningkatan Peacekeeping dan Peacebuilding:

1. Peningkatan kualitas dan keefektifan misi pemeliharaan perdamaian;

2. Memajukan kemitraan “partnership" dalam sustaining peace; dan

3. Meningkatkan peranan perempuan dalam proses perdamaian.

2. Membangun sinergi antara organisasi-organisasi regional untuk menjaga


perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam hal ini ditekankan perlunya penguatan
organisasi regional, mengingat tantangan saat ini yang sangat dinamis, maka peran
organisasi regional penting dan dibutuhkan untuk menangani masalah.

3. Meningkatkan kerjasama antara negara-negara dan DK-PBB untuk memerangi


terrorisme, ekstremismene dan radikalisme.

 Menciptakan pendekatan komprehensif

 Mengatasi sumber akar dari terorisme, radikalisme dan violent extremism.

4. Pemerintah RI juga akan mencoba untuk mensinergikan upaya penciptaan


perdamaian dengan upaya pembangunan yang berkelanjutan

 Memastikan perdamaian, keamanan dan stabilitas untuk memastikan


pemenuhan Agenda 2030, termasuk di Afrika

 Membentuk Kemitraan Global dalam membahas implikasi keamanan pada


ekonomi, kesehatan dan lingkungan hidup
 Meningkatkan peranan perempuan dalam proses perdamaian.

Di samping itu, Indonesia juga akan memberikan perhatian khusus pada isu
Palestina.

PRINSIP DASAR PELAKSANAAN KEANGGOTAAN DK PBB INDONESIA

Prinsip dasar pelaksanaan keanggotaan tidak tetap Indonesia di DK PBB adalah


Pancasila, UUD 1945, dan Dasasila Bandung sebagai produk diplomasi monumental
Indonesia yang menjadi landasan tata pergaulan masyarakat dunia.

MANFAAT KEANGGOTAAN DK PBB INDONESIA

Sejalan dengan prinsip polugri yang membumi, keangotaan Indonesia pada DK PBB
perlu membawa manfaat nyata bagi rakyat , baik dari sisi politis maupun ekonomi.

Dalam hal ini, sejumlah manfaat strategis keanggotaan DK Indonesia antara lain:

1. Bentuk perwujudan mandat konstitusional UUD 1945 untuk ikut melaksanakan


ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2. Meningkatkan peran kepemimpinan internasional Indonesia.

 Meningkatkan kapasitas Indonesia bersuara dalam pengambilan


keputusan internasional untuk berbagai isu perdamaian dan keamanan dunia.

 Memungkinkan Indonesia menerapkan perspektif Indonesia sebagaimana


diamanatkan oleh Dasasila Bandung dan prinsip polugri bebas aktif, yaitu:

1. mendorong pendekatan yang lebih berimbang

2. menyuarakan kepentingan negara berkembang,.

 Selain itu, keanggotaan di DK juga akan:

1. Meletakkan dasar yang kuat bagi “political investment" dengan negara maju
maupun negara berkembang
2. Membuka peluang yang lebih besar bagi Indonesia dalam memberikan
bantuan kerjasama teknik kepada negara-negara berkembang lainnya.

3. Meningkatkan peranan dan kontribusi Indonesia pada misi pemeliharaan


perdamaian (MPP) Indonesia. Indonesia memiliki visi untuk menjadi bagian dari 10
besar negara penyumbang personel dan menempatkan 4.000 personel di berbagai MPP
PBB. Saat ini, target sepuluh besar telah tercapai, dan visi 4.000 personel diharapkan akan
dapat tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hingga akhir November 2018,
Indonesia telah menjadi peringkat 7 dari 124 negara penyumbang personel pada misi
perdamaian PBB, dengan 3.544 personil Indonesia, 94 diantaranya perempuan.

4. Memperbesar peluang untuk mendorog reformasi DK PBB, utamanya working


method.

Perlu disadari bahwa keanggotaan Indonesia adalah untuk periode 2 tahun, dan
selanjutnya Indonesia akan kembali berada di luar DK. Dalam kaitan ini, salah satu isu yang
secara konsisten disuarakan Indonesia adalah perlunya reformasi DK agar selaras dengan
tatanan global yang lebih inklusif. Karenanya, kesempatan keanggotaan pada DK membuka
peluang yang sangat strategis untuk mendorong proses reformasi DK dari dalam DK itu
sendiri.

Indonesia memiliki rekam jejak yang patut dibanggakan dalam hal ini, antara lain
tercermin dari keberadaan “Wisnumurti Guidelines" sebagai panduan proses pemilihan
Sekjen PBB yang telah digunakan sejak tahun 1996.

PERAN INDONESIA DI DK PBB

Selama periode keanggotaan Indonesia di DK PBB pada tahun 2019-2020,


Indonesia diproyeksikan akan menjadi Presiden DK PBB dua kali, yaitu bulan Mei 2019
dan bulan Agustus / September 2020.

Indonesia juga memegang penholdership (tanggung jawab untuk penyusunan


dokumen sidang DK PBB, seperti rancangan resolusi, press statement, dsb) untuk sejumlah
isu, yaitu mengenai Afghanistan dengan Jerman, dan mengenai Palestina dengan AS dan
Kuwait.

Di samping itu, Indonesia juga akan menjadi Ketua pada sejumlah Badan Subsider
atau Komite di bawah DK PBB, terkait penanggulangan terorisme dan non-proliferasi.

FUNGSI DAN KEWENANGAN DK

Fungsi dan kewenangan utama DK PBB di antaranya:

1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional (pasal 24 Piagam PBB)

2. Menyampaikan rekomendasi calon negara anggota baru PBB kepada MU


(Pasal 4 (2))

3. Merekomendasikan pemberhentian atau pembekuan keanggotaan suatu


negara kepada MU (Pasal 5 dan Pasal 6)

4. Menyampaikan rekomendasi calon Sekjen PBB (Pasal 97)

5. Memilih calon hakim Mahkamah Internasional (Pasal 40 dan 61).

Fungsi DK untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dijabarkan


dalam Bab VI dan Bab VIII Piagam PBB, sebagai berikut:

a. Bab VI – Penyelesaian Sengketa Secara Damai. Sekiranya terdapat situasi yang


berpotensi membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, DK dapat:

 meminta para Pihak menyelesaikan sengketa secara damai, antara lain


melalui “negotiation, enquiry, mediations, conciliation, arbitration, judicial settlements,
resort to regional agencies or arrangements and other methods" (Pasal 33)

 melakukan investigasi (Pasal 34)

 merekomendasikan prosedur dan metode penanganan sengketa (Pasal 36-


38)
b. Bab VII – Ancaman Terhadap Perdamaian, Pelanggaran Kondisi Damai, atau
Tindakan Agresi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan DK di antaranya:

 menentukan keberadaan threat to peace, breach of the peace, atau act of


agression

 mengajukan rekomendasi (Pasal 39), yang dapat berupa: (i) tanpa


menggunakan kekuatan bersenjata, seperti embargo (Pasal 41), dan (ii) menggunakan
kekuatan bersenjata (Pasal 42).

HUBUNGAN DK PBB DENGAN ORGANISASI KAWASAN

Bab VIII Piagam PBB mendorong negara-negara yang tergabung dalam organisasi
kawasan untuk terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai
melalui organisasi regional sebelum meneruskan isu tersebut kepada DK (Pasal 52 (2)).

Sekiranya diperlukan, DK dapat menggunakan kerangka organisasi kawasan untuk


melakukan “enforcement action" melalui otorisasi DK (Pasal 53(1)).

FORMAT PERTEMUAN DAN OUTCOME DOCUMENT

Secara garis besar, pertemuan DK terbagi atas public meeting dan private meeting.

 Public meeting dapat mengambil bentuk open debate, debate, briefing, atau
adopsi.

 Private meeting: private meeting, atau TCC (Troops Contributing Countries)


meeting.

Untuk setiap jenis pertemuan, terdapat pertimbangan apakah dapat atau tidak
dapat mengundang negara-negara non-anggota DK PBB.

Negara-negara DK juga dapat melakukan dialog informal dengan pihak-pihak


tertentu atau dikenal dengan pertemuan “Arria Formula”. Pertemuan Arria Formula
biasanya dilakukan untuk membahas isu di mana belum terdapat kejelasan atau kesamaan
pandagan di antara negara-negara DK. Karenanya pertemuan Arria Formula bersifat
informal dan dapat mengundang pihak luar sebagai narasumber.

Terdapat 3 (tiga) macam format outcome documents pertemuan DK PBB, yaitu:

 Resolusi: memerlukan dukungan dari setidaknya 9 negara anggota dan


berlaku hak veto. Bersifat mengikat bagi seluruh negara anggota (legally binding).

 Presidential Statement: harus disepakati secara konsensus. Tidak bersifat


mengikat, dan akan dibacakan dalam pertemuan terbuka oleh Presiden DK.

 Press Statement: harus disepakati secara konsensus dan tidak mengikat. Pada
umumnya, disepakati secara konsensus melalui surel.

Di samping ketiga dokumen tersebut, Presiden DK juga dapat menyampaikan Press


Elements (perlu disepakati secara konsensus) dan mengeluarkan Notes by the President,
yang lazimnya lebih bersifat informasi prosedural, atau digunakan untuk mengedarkan
berbagai dokumen yang menjadi bahan pembahasan sidang DK.

BADAN SUBSIDER DAN PENHOLDERSHIP

Pasal 29 Piagam PBB dan Rule 28 Provisional RoP menyebutkan bahwa DK dapat
membentuk badan subsider untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Badan Subsider
dapat mengambil format Komite (termasuk Komite Sanksi) atau Working Group, dengan
keanggotaan terbatas pada 15 anggota DK (negara non-DK tidak dapat berpartisipasi).

Di samping itu, DK PBB juga memiliki mekanisme “penholdership", di mana terdapat


designated member(s) anggota DK, baik secara sendiri atau bersama, yang menginisasi atau
memimpin proses penyusunan ranres DK untuk isu tertentu.
Informasi DK PBB terkait/lainnya Berita DK PBB terkait/lainnya

 Sekilas DK PBB
 Keangotaan dan Pengambilan
Keputusan
 Frequently Asked Questions (FAQ)
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Hal-hal penting dalam masalah keanggotaan suatu organisasi internasional:
a) Penggolongan keanggotaan
 Keanggotaan penuh (full members), artinya anggota akan ikut serta dalam
semua keanggotaan organisasi dengan segala hak-haknya.
 Keanggotaan luar biasa (associate members), artinya anggota dapat
berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di dalam alat
perlengkapan utama organisasi internasional.
 Keanggotaan sebagian (partial members), artinya anggota hanya ikut
berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan tertentu.
b) Prinsip-prinsip keanggotaan

universalitas (tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi, maupun


politik yang dianut negara anggotanya), dan prinsip terbatas ( menekankan
pada syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan), syarat tersebut adalah:

 Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis maupun


pertimbangan politis, contoh: NATO, Pakta Warsawa.

 Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai.


Contohnya: kerjasama antar negara pengekspor minyak, maka
keanggotaannya hanya dibuka bagi negara pengekspor minyak (OPEC).

 Keanggotaan yang didasarkan pada system pemerintahan tertentu atau


system ekonomi tertentu, contohnya: COMECON.
 Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan, agma, etnis, dan
pengalaman sejarah. Contohnya: British Common, OKI.

 Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi manusia.


Contohnya: Council of Europe.

c) Persyaratan keanggotaan

Misalnya seperti PBB, piagam PBB memberikan persyaratn yang cukup luwes
dan berat, sebagaimana yang termuat dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) serta pasal
18 ayat (2) yang mempunyai lima unsur yaitu:

Open to all other “peace loving” states, merupakan negara yang cinta damai,
hakekatnya ditunjukan bagi negara yang tidak ikut perang melawan kekuatan
poros, atau setidak-tidaknya anti atau bukan fasis.

Accept to obligations contained in the present charter, yaitu negara yang mau
menerima kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam piagam. Sebagaimana
dinyatakan dalam rules of procedure, baik dari Dewan Keamanan maupun dari
Majelis Umum PBB, permintaan untuk menjadi anggota haruslah berisi “suatu
pernyataan yang dibuat dalam suatu instrumen resmi bahwa negara itu
menerima kewajiban-kewajiban tersebut”.

Ability and willingness to carry out charter obligations, yaitu adanya


kesanggupan dan kemauan dari negara untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban sesuai dengan ketentuan piagam.

Upon the recommendation of the security council, adanya permohonan untuk


menjadi anggota PBB yang diputuskan oleh Majelis Umum atas rekomendasi
dari Dewan Keamanan PBB.

d) Prosedur penerimaan anggota


Pemutusan untuk penerimaan keanggotaan dalam suatu organisasi
internasional merupakan tindakan bilateral. Pihak Organisasi internasional
harus setuju dengan penerimaan keanggotaan, di lain pihak negara itu menurut
hukum nasionalnya sah untuk menjadi anggota organisasi internasional.

Permohonan untuk menjadi anggota diajukan oleh pihak yang berwenang


menurut hukum internasional, seperti kepala negara atau perdana menteri atau
menteri luar negeri atau pejabat diplomatik yang diakreditasikan di organisasi
internasional tersebut atau negara yang ditunjuk untuk menyimpan dokumen
ratifikasi. Dalam penerimaan keanggotaan ini biasanya ada dua prosedur yang
harus ditempuh. Pertama, adanya permintaan dari calon anggota. Kedua, negara
yang bersangkutan telah meratifikasi anggaran dasar organisasi internasional
dimana negara tersebut ingin menjadi anggota.

e) Berhentinya keanggotaan

Keanggotaan suatu organisasi internasional dapat berakibat karena dua cara:

1. Penghentian keanggotaan karean pengunduran diri.


2. Penghentian keanggotaan karena diberhentikan (Expulsion).
f) Penundaan keanggotaan

Penundaan keanggotaan dituangkan dalam Anggaran Dasar organisasi


internasional. Misalnya ketentuan pada Pasal 5 Piagam PBB. Suatu anggota yang
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam Anggaran
Dasarnya, keanggotaannya ditunda untuk sementara. Jika pada suatu saat
negara tersebut dapat memenuhi kewajiban sesuai dengan Anggaran Dasar,
maka hak negara anggota tersebut akan dipulihkan kembali. Selama masa
penundaan, negara tersebut tidak dapat menikmati hak-haknya sebagaimana
ditentukan dalam Anggaran Dasar, tetapi tetap dibebani kewajiban.
MAKALAH
KEANGGOTAAN DALAM SUATU ORGANISASI INTERNASIONAL

Di susun Oleh :

Andril Hartanto

Ayudia dinisminur

Ikbal Maulana
Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/29812877/Makalah_Keanggotaan_Suatu_Organisasi_Internasi
onal_Hukum_Organisasi_Internasional.docx?auto=download

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/organisasi-internasional.aspx

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/keanggotaan-DK-
PBB.aspx

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/Pages/kerjasama-bilateral.aspx

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-regional/default.aspx

https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/default.aspx

Anda mungkin juga menyukai