Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dina Shabrina Putri Siregar

NIM : 177009008

Program studi : Magister Linguistik

Dosen : Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling

UAS SEMESTER GENAP 2017/2018

Mata Ujian Pragmatik

SOAL

1. Jelaskan dengan menggunakan contoh, apa sajakah yang termasuk konteks tutur itu!
2. Jelaskan perbedaan ranah kajian semantic dengan pragmatik!
3. Makna sebuah tuturan dapat berbeda pada setiap orang, jelaskan mengapa demikian!
4. Jelaskan dengan contoh masing-masing, perbedaan antara praanggapan (presupposition)
dengan perikutan (entailment)!
5. Alas an teoritis apa yang mendasari bahwa praanggapan dan perikutan termasuk bagian
dari kajian pragmatik?
6. Ada kalanya ekspresi lingual yang deiktis dapat juga menjadi tidak deiktis. Jelaskan,
bilakah hal demikian bisa terjadi!
7. Buktikanlah dengan sertaan contoh bahwa background knowledge bersama itu juga
merupakan bagian dari konteks!
8. Jelaskan, bilakah ekspresi deiksis personal berubah menajdi deiksis social?

JAWABAN:

1. Konteks tutur terbagi ke dalam 9 konteks, yaitu :


a. Siapa yang menjadi lawan tutur
Contohnya :
Ketika lawan tutur merupakan anak kecil dengan usia 5 tahun, kita sebagai
penutur harus menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh anak seumurannya
dalam situasi tutur.

b. Siapa yang menjadi penutur


Contohnya :
Ketika seorang pejabat pemerintahan mengatakan “Saya sudah capek, ingin
segera turun”. Maka makna yang ‘turun’ yang dapat dipahami sebagai keinginan
untuk turun dari jabatannya saat ini. Sedangkan bila tuturan tersebut diucapkan oleh
seorang anak yang sedang bermain panjat pohon dengan temannya, maka makna
‘turun’ dapat dipahami sebagai keinginan anak tersebut untuk segera turun dari pohon
karena sudah lelah bermain.

c. Tempat teks diucapkan


Contohnya :
Ketika penutur dan lawan tutur sedang berada didalam sebuah ruang perkuliahan,
kemudian penutur mengatakan “dingin sekali disini”. Maka yang dimaksudkan oleh
kata “disini” merujuk pada ruang perkuliahan. Sedangkan bila tuturan tersebut
diucapkan saat penutur dan lawan tutur berada di sebuah Rumah Sakit, maka kata
“disini” merujuk pada Rumah Sakit tempat mereka melakukan tindak tutur.

d. Waktu teks diucapkan


Contohnya :
Seorang dosen mengatakan, “hari ini kita kuliah seperti biasanya di ruangan H-
101”. Maka kata hari ini akan memiliki waktu yang berbeda bila diucapkan pada
keesokan harinya, karena sudah berbeda pula tanggal tuturan tersebut diucapkan.
e. Situasi (dalam keadaan bagaimana tuturan dihasilkan)
Contohnya :
Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam
situasi yang ramai akan berbeda dengan pembicaraan di sebuah bioskp yang sama-
sama terdapat banyak orang didalamnya, namun dalam keadaan yang lebih tenang
dan sunyi.

f. Bagaimana mengucapkan tuturan (intonasi)


Contohnya :
Bila seorang guru yang sedang mengajar dalam keadaan marah, maka tuturan
yang dihasilkan akan menggunakan intonasi yang tinggi. Seperti pada saat menyuruh
muridnya untuk diam yang ditandai dengan tuturan “jangan ada suara!” disertai
dengan intonasi yang tinggi.

g. Lingual
Contohnya :
Kata Paus dalam tuturan “Paus sedang berkunjung ke salah satu gereja yang ada
di Surabaya”, maka kata Paus memiliki makna seorang petinggi agama Kristen yang
berasal dari Roma. Namun kata Paus dalam tuturan “tadi pagi saya melihat ada Paus
terdampar disana”, maka kata Paus memiliki makna ikan yang bentuk tubuhnya
besar.

h. Skemata (pengetahuan berdasarkan pengalaman dan wawasan seseorang)


Contohnya:
Pada konteks ini, semakin luas pengalaman atau wawasan seseorang, maka
semakin mudah seseorang dalam memahami suatu tuturan. Contohnya bila penutur
sedang membahas mengenai prosedur keberangkatan pesawat, maka kita sebagai
lawan tutur akan lenih mudah memahami apa yang sedang dibicarakan oleh penutur
bila kita sebelumnya sudah memiliki pengalaman naik pesawat.

i. Culture (budaya)
Contohnya :
Tuturan “you” (kamu) akan terdengar biasa saja diucapkan oleh penutur yang
merupakan seorang anak kepada lawan tutur yang merupakan orang tuanya bila
penutur dan lawan tutur memiliki latar belakang kebudayaan Barat. Namun akan
dianggap tidak sopan bila tuturan tersebut diucapkan pada situasi kebudayaan di
Indonesia.

2. Perbedaan ranah kajian semantik dan pragmatik yaitu semantik mengkaji apa yang sudah
tersurat (apa yang sudah dituliskan oleh sebuah teks) yang bebas konteks, sedangkan
pragmatik mengkaji sesuatu yang tersirat (apa yang berasal dari konteks yang berada
diluar teks itu sendiri) dengan focus kajian terhadap apa yang dimaksud penutur yang
terkait dengan konteks.

3. Makna sebuah tuturan dapat berbeda-beda pada setiap orang karena dalam suatu tindak
tutur yang peru diperhatikan bukan hanya tuturannya saja namun juga konteks-konteks
lain yang berasal dari luar tuturan tersebut. Salah satunya yaitu latar belakang budaya
penutur dan lawan tutur. Perbedaan latar belakang budaya antara penutur dan lawan tutur
akan menyebabkan perbedaan makna tuturan dari kedua belah pihak dalam situasi tindak
tutur.

4. Perbedaan antara praanggapan dan perikutan adalah sebagai berikut :


Praanggapan merupakan lawan tutur yang memahami atau mengenal sesuatu yang
dituturkan oleh penutur dalam suatu tindak tutur sehingga komunikasi antara penutur dan
lawan tutur dapat berjalan tanpa hambatan. Dapat dikatakan bahwa terjadi
pemeranggapan kelimat lain jika ketidakbenaran kalimat kedua membuat kalimat perta,a
tidak dapat dikatakan benar atau salah. Contohnya :
(1) Tanaman hias Ibu sangat indah.
(2) Ibu memiliki tanaman hias.
Dapat dikatakan bahwa karena tuturan (2) maka terjadi tuturan (1).

Sedangkan perikutan adalah bagian konsekuensi mutlak dari sebuah tuturan.


Hubungan kedua tuturan merupakan hubungan yang mutlak (logis). Contohnya :

(1) Apel itu ada di atas meja makan.


(2) Meja makan itu ada di bawah apel.
Dapat dikatakan bahwa hubungan tuturan (1) dan (2) mutlak (logis). Karena
tuturan (1) maka terjadi tuturan (2).

5. Praanggapan dan perikutan merupakan bagian dari kajian pragmatik didasarkan pada
kesamaan kajiannya yang focus pada makna berdasarkan penggunaannya dengan
memperhatikan konteks tuturan tertentu, bukan hanya mengkaji makna tuturan yang
tertulis.

6. Ekspresi lingual deiktis dapat menjadi tidak deiktis bila tidak menghadirkan acuan yang
dimaksud pada ekspresi deiktis tersebut ke dalam tuturan. Dengan kata lain, apabila
penutur berbicara kepada lawan tutur tidak berdasarkan acuan tertentu, maka ekspresi
lingual yang tadinya deiktis bias berubah menjadi tidak deiktis.

7. Background knowledge merupakan bagian dari konteks, hal ini didasarkan pada hakikat
konteks yang merupakan semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama
antara penutur dan lawan tuturnya. Sebuah tindak tutur dapat terjadi tanpa hambatan
apabila penutur dan lawan tutur memiliki kesamaan background knowledge terlebih dari
segi situasi tuturan. Contohnya :
Dosen : “Kenapa papan tulisnya belum dihapus?”
Mahasiswa : (langsung maju kedepan membersihkan papan tulis).
Dari peristiwa tindak tutur tersebut dapat dilihat bahwa baik dosen maupun
mahasiswa sama-sama memiliki background knowledge jika perkuliahan akan segera
dilaksanakan, maka papan tulis harus dalam keadaan bersih agar dosen dapat
menerangkan mata kuliah dengan lancer. Tuturan yang dihasilkan oleh dosen merupakan
kalimat interogatif yang bermakna imperatif. Mahasiswa sebagai lawna tutur langsung
maju membersihkan papan tulis karena sudah paham apa yang dimaksudkan oleh dosen
tersebut.

8. Ekspresi deiksis personal berubah menjadi deiksis sosial ketika referensinya berpindah
atau berganti merujuk pada sesuatu yang bersifat deiksis sosial. Ketika deiksis personal
digunakan untuk merujuk pronominal yang sifatnya menunjukkan atau mengungkapkan
perbedaan peran peserta pembicara dalam aspek peran social, maka deiksis personal
berubah fungsinya menjadi deiksis sosial.

Anda mungkin juga menyukai