Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBAKUAN KATA DENGAN MENGHINDAR DARI


INTERFERENSI MORFOLOGI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Indonesia yang diampu oleh Ichsan Fauzi Rachman, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Stania Febriyanti 202121048
Salbima Azhar Layungsari 202121053
Intan Rahmah 202121055
Fitria Karina 202121064
Muhammad Rizky Noviana 202121068

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2023
PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembakuan Kata dengan
Menghindar dari Interferensi Morfologi”
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak,
baik moral maupun material. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yaitu:
1) Bapak Ichsan fauzi Rachman, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk mengembangkan wawasan tentang pembakuan kata dengan menghindar dari
interferensi morfologi.
2) Teman-teman penulis yang telah memberi masukan dalam pembuatan makalah ini,
sehingga makalah menjadi lebih kaya dan bermakna.
3) Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis menyelesaikan makalah ini. Semoga bantuan Bapak, Ibu, dan Saudara
menjadi amal saleh dan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dalam isi maupun teknik
penyajian. Oleh karena itu, kritik, saran, dan masukan dari pembaca untuk perbaikan makalah
ini sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat, baik bagi pembelajaran
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, maupun dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dan Pendidikan lainnya, Aamiin.

Tasikmalaya, 24 Maret 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA...........................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pembakuan Kata dengan Menghindar dari Interferensi Morfologi....................................6
B. Penghilangan Imbuhan...........................................................................................................7
C. Pemakaian Alomorf ng- dan m- sebagai pengganti Me(N)-.................................................7
D. Pemakaian Konfiks ke-an dan ke-n Sebagai Pengganti ter-.................................................8
E. Pemakaian Kelitik nya- Sebagai Pengganti ber-..................................................................9
F. Pemakaian Imbuhan Gabung dike-kan...............................................................................10
BAB III...............................................................................................................................................11
PENUTUP..........................................................................................................................................11
A. Simpulan.................................................................................................................................11
B. Saran.......................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang berkembang dari bahasa melayu (yang
selanjutnya disebut BM). Bahasa Indonesia adalah bahasa yang di pilih dan berkembang dari
bahasa daerah melayu Riau. Bahasa daerah melayu Riau merupakan perkembangan dan
kelanjutan bahasa melayu. Kongres bahasa Indonesia 1954 di Medan mengakui bahwa BI
tumbuh dan berkembang dari BM. Pertumbuhan dan perkembangan BM menjadi BI telah
diperkaya oleh bahasa-bahasa lain, terutama bahasa-bahasa daerah (Halim 1976:15). Bahasa
adalah salah satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari makhluk-
makhluk lain (Nababan, 1984:1). Secara tradisional bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau
alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau
juga perasaan (Chaer dan Agustina, 1995:19). Jadi, fungsi bahasa yang paling mendasar
adalah sebagai alat komunikasi, yakni sebagai alat pergaulan antar sesama dan alat untuk
menyampaikan pikiran.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu
masyarakat yang menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Dalam proses komunikasi
masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional selain bahasa
daerah masing-masing. Kedua bahasa tersebut kadang digunakan dalam kehidupan sehari-
hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan
terjadinya kontak bahasa yang saling mempengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada
pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya yang
mencakup semua tataran.
Terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi. Suwito (1983:26-
27) menyatakan “Adanya penyimpangan-penyimpangan bukan berarti pengurasan terhadap
bahasa”. Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan yang terjadi
akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih. Suwito (1983:54) berpendapat bahwa
Interferensi sebagai penyimpangan karena unsur yang diserap oleh sebuah bahasa sudah ada
padanannya dalam bahasa penyerap. Jadi, manifestasi penyebab terjadinya interferensi adalah
kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu. Dari segi kebahasaan, interferensi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu interferensi bentuk dan interferensi arti. Menurut Soepomo
(1982:27) ,Interferensi bentuk meliputi unsur bahasa dan variasi bahasa, sedangkan
interferensi bahasa meliputi interferensi leksikal, morfologi, dan sintaksis. Interferensi
menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa daerah atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Senada dengan itu, Chaer dan Agustin (1995:168) mengemukakan bahwa interferensi adalah
peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa ke bahasa yang lain.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas oleh penulis sebagai berikut.

4
1. Apa Penghilangan Imbuhan?
2. Bagaimana Pemakaian Alomorf ng- dan m- sebagai pengganti me(N)-?
3. Bagaimana Pemakaian konfiks ke-an dan ke- n sebagai pengganti ter-?
4. Bagaimana Pemakaian kelitik nya- sebagai pengganti ter-?
5. Bagaimana Pemakaian Imbuhan gabung dike-kan?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis sebagai berikut.
1. Menjelaskan tentang penghilangan imbuhan.
2. Menjelaskan tentang pemakaian alomorf ng- dan m- sebagai pangganti me(N)-.
3. Menjelaskan tentang pemakaian konfiks ke-an dan ke- n sebagai pengganti ter.
4. Menjelaskan tentang pemakaian kelitik nya- sebagai pengganti ter-.
5. Menjelaskan tentang pemakaian imbuhan gabung dike-kan.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pembakuan Kata dengan Menghindar dari Interferensi Morfologi
Interferensi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu interference yang
berarti gangguan, rintangan, dan percampuran. Istilah interferensi digunakan untuk
menyebutkan adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan
bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual (Chaer
dan Agustina, 2010: 120). Persentuhan bahasa atau percampuran bahasa dipandang dapat
mengubah sebuah sistem bahasa yang telah ditetapkan. Hartman dan Stork (dalam Alwasilah,
1993:131) menyatakan bahwa interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Nababan (1986: 33) mendefinisikan interferensi sebagai pengacauan yang terjadi pada
penutur bilingualitas karena penguasaan bahasa yang tidak seimbang. Penguasaan yang tidak
seimbang diartikan bahwa terjadinya kecondongan pada bahasa pertama atau bahasa kedua
yang digunakan penutur.
Interferensi terjadi pada salah satu cabang ilmu linguistik, yaitu interferensi pada
bidang morfologi. Interferensi pada morfologi terjadi jika seorang penutur mengidentifikasi
morfem atau tata bahasa pertama dan kemudian menggunakannya dalam bahasa kedua.
Interferensi tata bentuk kata dapat terjadi apabila dalam pembentukan kata-kata bahasa
pertama penutur menyerap awalan atau akhiran bahasa kedua. Misalnya awalan ke- dalam
kata ketubruk, seharusnya tertabrak, kejebak yang seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya
terlalu kecil. Peristiwa interferensi tersebut dapat kita temukan pada masyarakat Jawa Barat.
Pada umumnya masyarakat Jawa Barat menguasai sekurang-kurangnya dua bahasa.
Dua bahasa tersebut digunakan secara bergantian untuk berkomunikasi. Dua bahasa yang
digunakan tidak lain adalah bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Dua bahasa yang digunakan
secara bergantian tentu akan berdampak bagi perkembangannya. Dampak yang kemungkinan
terjadi terbagi menjadi dua kategori, yakni dampak yang bersifat menguntungkan dan bersifat
merugikan. Dikatakan menguntungkan jika pengaruh itu berwujud saling menambah atau
saling mengisi. Kemudian dikatakan merugikan jika peristiwa itu berwujud saling pengaruh
atau adanya penyerapan satu bahasa karena unsur bahasa lain yang sifatnya menjadi
penghamburan. Dari perbedaan kedua gejala tersebut dapat dipahami bahwa interferensi
harus dikurangi atau bahkan ditiadakan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan, interferensi umumnya terjadi pada aspek
morfologi. Hal ini disebabkan oleh prosesnya yang cukup kompleks. Interferensi morfologi
bahasa Sunda terdapat morfologi bahasa Indonesia yang dikategorikan menjadi lima tipe.
Berikut penjelasan mengenai penghilangan imbuhan, pemakaian alomorf ng- dan m- sebagai
pengganti me(N)-, pemakaian konfiks ke-an dan ke- sebagai pengganti ter-, pemakaian
kelitik nya- sebagai pengganti ber-, dan pemakaian imbuhan gabung dike-kan.

6
B. Penghilangan Imbuhan
Kegiatan bertutur pada masyarakat Sunda sudah tidak diherankan lagi. Pada
pemakaian bahasa, penutur suka sekali mencampur adukan bahasa Sunda dan bahasa
Indonesia. Berikut sejumlah kalimat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

1) Kamu harus rajin belajar, supaya jadi orang pandai.


2) Setiap manusia pasti saling butuh.
3) Anak-anak main sepak bola di lapangan Unsil.
4) Kalau ke sekolah harus bawa buku tulis.
5) Minyak kayu putih habis dipakai balur punggung anak.

Kata-kata yang bergaris miring pada kalimat tersebut termasuk ke dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Sunda. Namun memiliki perbedaan dalam kedudukannya. Kata-
kata tersebut termasuk pokok kata jika dalam bahasa Indonesia. Artinya tidak bisa
berdiri sendiri tanpa digabung dengan bentuk lain, seperti awalan ber- pada kata
bermain dan berangkat. Kemudian dalam bahasa Sunda, kata-kata tersebut merupakan
golongan kata yang sudah biasa digunakan secara mandiri. Seperti pada contoh
berikut.

1) Anjeun kudu rajin diajar supaya jadi jalma pinter.


2) Unggal jelema pasti silih butuh.
3) Barudak maen sepak bola di lapangan Unsil.
4) Lamun ka sakola kudu bawa buku tulis.
5) Minyak kayu putih seep dianggo balur tonggong budak.
Kesamaan bentuk kedua bahasa terbukti pada kasus pemakaian dalam kalimat di atas.
Seharusnya, pemakaian kata-kata yang benar tertera pada konteks kalimat di bawah ini.
1) Kamu harus rajin belajar, supaya menjadi orang yang pandai.
2) Setiap manusia pasti saling membutuhkan.
3) Anak-anak bermain sepak bola di lapangan Unsil.
4) Kalau ke sekolah harus membawa buku tulis.
5) Minyak kayu putih habis dipakai untuk membalurkan punggung anak.
C. Pemakaian Alomorf ng- dan m- sebagai pengganti Me(N)-
Dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda terdapat imbuhan nasal yang berfungsi
membentuk kata kerja aktif. Kedudukan dan fungsi imbuhan yang sama tersebut
mengakibatkan adanya percampuran bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia. Berikut
bukti imbuhan yang mempunyai alomorf yang mirip.
 Kata dasar tolong jika digunakan imbuhan N- pada bahasa Sunda akan menjadi
N- + tulung, sehingga menghasilkan kata nulung. Sedangkan pada bahasa
Indonesia, imbuhan me(N) + tolong menghasilkan kata menolong.
 Bentuk dasar bawa jika dalam bahasa Sunda akan menjadi mawa karena adanya
imbuhan m- yang ditambahkan kata bawa. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
menggunakan imbuhan mem- ditambah kata bawa, menjadi membawa.

7
 Dalam bahasa Sunda terdapat imbuhan ny-, dan dalam bahasa Indonesia meny-.
Jika bentuk dasarnya satai, maka dalam bahasa Sunda akan menjadi nyate, dan
dalam bahasa Indonesia akan menjadi menyate.
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa pada kedua bahasa tersebut memiliki
imbuhan yang terbilang mirip. Namun jika kita teliti, nampak perbedaan dalam
menghadapi bentuk dasar yang berawalan fonem /t/ yang memiliki imbuhan N- dan
me(N)-, berawalan fonem /p/ dan /b/ jika menggunakan imbuhan m- dan mem-, serta
berawalan fonem /c/ dan /s/ jika menggunakan imbuhan N- dan me(N).
Selanjutnya terdapat beberapa contoh kalimat bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh
penggunaan bahasa Sunda, diantaranya yaitu:
1) Setiap pasien harus ngambil nomor antrean di mesin antrean.
2) Daripada diam terus lebih baik bantu saya ngitung kertas ini.
3) Bapak sedang nyukur rambut adek.
4) Jika ingin pintar, kamu harus banyak maca buku.
Pemakaian kata yang bergaris miring tidaklah tepat. Pemakaian kata pada kalimat-
kalimat di atas akan tepat jika seperti di bawah ini.
1) Setiap pasien harus mengambil nomor antrean di mesin antrean.
2) Daripada diam terus lebih baik bantu saya menghitung kertas ini.
3) Bapak sedang mencukur rambut adek.
4) Jika ingin pintar, kamu harus banyak membaca buku.
D. Pemakaian Konfiks ke-an dan ke-n Sebagai Pengganti ter-
1. Barang-barang dagangannya banyak yang ketinggalan di tempat itu
2. Di perjalanan saya ketiduran
3. Sepeda itu ketabrak mobil tadi pagi
4. Pulpen yang kucari kebawa oleh dia
5. Bau busuk itu kecium oleh semua warga kampung itu
Dalam Bahasa Indonesia dan bahasa sunda terdapat imbuhan yang bermakna
gramatis “ketidaksengajaan”.
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
Terpukul Katenggeul
Tertidur kasarean
Tertinggal katinggaleun
Imbuhan ka- dan ka-an ada kemiripan bentuk dengan imbuhan ke-an dalam bahasa
Indonesia. Imbuhan ke- dan ka- ada kesejalanan dalam membentuk kata bilangan tingkat
dan kata benda, misalnya digabung dengan kata kasih menjadi kekasih; bogoh menjadi
kabogoh. Namun, ka- dapat digunakan untuk membentuk kata kerja sedangkan ke- tidak.
Demikian juga ka-an dapat digunakan untuk membentuk kata kerja, sedangkan ke-an
hanya digunakan untuk membentuk kata benda abstrak.

8
Jadi, apabila dalam bahasa Indonesia digunakan kata ketinggalan, ketiduran, ketabrak,
kebawa, yang menyatakan makna pekerjaan yang tidak disengaja, hal itu sangat tidak
tepat. Dalam bahasa Indonesia imbuhan yang mempunyai makna yang setara dengan
makna tersebut ialah ter- seperti pada kata tertinggal, tertidur, tertabrak, terbawa.
Maka kalimat yang menjadi data kajian berwujud seperti berikut :
1. Barang-barang dagangannya banyak yang tertinggal di tempat itu
2. Di perjalanan saya tertidur
3. Sepeda itu tertabrak mobil tadi pagi
4. Pulpen yang kucari terbawa oleh dia
5. Bau busuk itu tercium oleh semua warga kampung itu
E. Pemakaian Kelitik nya- Sebagai Pengganti ber-
1. Orang itu namanya Ali
2. Ayahku jabatannya tinggi di kantor itu
3. Pacarku tempat tinggalnya di Ciamis
Imbuhan nya- pada kalimat di atas digunakan orang seakan-akan sebagai pengganti
imbuhan -na dalam bahasa Sunda. Sering ditemukan pada dialek tertentu yang berbahasa
Sunda berstruktur seperti berikut.
1. Jalmi eta namina Ali
2. Bapak abdi jabatanna luhur di kantor eta
3. Kabogoh abdi lemburna di Ciamis
Jadi -na pada kata-kata tersebut memiliki makna gramatikal “punya”.
Dalam bahasa Indonesia -nya yang identic dengan -na dalam bahasa Sunda tidak
pernah memiliki makna gramatis “mempunyai”, melainkan sebagai pengganti orang
ketiga (dia, ia, atau mereka) yang memiliki makna hubungan kepemilikan dengan kata
benda yang mendahuluinya.
Contoh :
Rumahnya baik sekali
Kata Rumahnya memiliki makna gramatis “rumah kepunyaan dia”
Kalau diperhatikan pada data kalimat “orang itu namanya Ali” diberi makna gramatis
“orang itu nama kepunyaan ia Ali” jelas tidak efektif. Apabila diberi makna gramatis
“orang itu mempunyai nama Ali”, hal itu tidak sesuai dengan -nya. Kemungkinan, orang
(pemakai kalimat) itu menduga maknanya sama seperti itu. Padahal dalam bahsa
Indonesia terdapat imbuhan yang memiliki makna gramatis “memiliki/mempunyai” yaitu
ber- seperti pada kata berkumis, berumah yang mempunyai makna gramatis “memiliki
kumis, memiliki rumah”.
Jadi kalimat pada data di atas akan lebih baik jika diubah seperti berikut.
1. Orang itu Bernama Ali (orang itu mempunyai nama Ali)

9
2. Ayahku berjabatan tinggi di kantor itu (ayahku mempunyai jabatan tinggi di kantir
itu)
3. Pacarku bertempat tinggal di Ciamis (pacarku mempunyai tempat tinggal di Ciamis)
F. Pemakaian Imbuhan Gabung dike-kan
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata kompleks, seperti diketengahkan dan
dikemukakan. Kata tersebut mempunyai kekhususan makna, yaitu mirip dengan makna kata
ditampilkan dan dipresentasikan. Kata tersebut tidak dapat diartigramatiskan "dijadikan ke
tengah" atau "dijadikan ke muka". Dalam perkembangan bahasa Indonesia, dari kata-kata itu
terbentuklah kata-kata baru yang merupakan hasil analogi. Kata-kata itu ialah
dikesampingkan, dikedepankan, dan dikebumikan yang semuanya itu mempunyai makna
khusus.
Penggabungan imbuhan dike-kan seperti di atas dalam bahasa Sunda terdapat imbuhan
gabung seperti dika-keun, yang terdapat pada contoh kata-kata dikapasarkeun,
dikakantorkeun, dikabapakeun, dan dikasawahkeun. Imbuhan itu dalam bahasa Sunda
mempunya makna gramatis "disimpan" dan "diberikan". Imbuhan itu dalam bahasa Sunda
sangat produktif.
Kata-kata yang bergaris bawah pada data di bawah sama persis dengan kata-kata
berimbuhan dika-keun dalam bahasa Sunda.
a. Surat kabar yang diterima hari ini dikebapakan (dikabapakeun).
b. Kotoran-kotoran itu dikesawahkan (dikasawahkeun) guna penggemburan tanah.
c. Surat-surat telah dikekantorkan (dikakantorkeun) oleh pegawai tatausaha.
Kata dikebapakan dalam kalimat diatas mempunyai makna gramatis "diberikan kepada
bapak", dikesawahkan "dibuang ke sawah" dan dikekantorkeun "disimpan ke kantor".
Perlu dikemukakan kembali bahwa dalam bahasa Indonesia dike-kan hanya terdapat
pada kata-kata dikemukakan, diketengahkan, dikesampingkan, dikedepankan dan
dikebumikan. Kata-kata yang terdapat pada data di atas adalah hasil analogi yang salah
(yang merupakan pengaruh dari kata-kata bahasa Sunda). Seharusnya kata-kata yang terdapat
pada kalimat di atas itu terbentuk seperti berikut:
a. Surat kabar yang diterima hari ini diberikan kepada bapak.
b. Kotoran-kotoran itu dibuang ke sawah guna penggemburan tanah.
c. Surat-surat telah disimpan di kantor oleh pegawai tatausaha.

Simpulan Pengkajian
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa bahasa Sunda hidup berdampingan
dengan bahasa Indonesia di kawasan Jawa Barat, karena hal itu tak akan luput dari peristiwa
saling kontak, yang menjurus kepada saling pengaruh. Sebagai bukti nyata hasil pengamatan
sederhana, dalam pemakaian kata pun diperoleh lima kategori yang berdasarkan pengamatan
merupakan pengaruh (interferensi) bahasa Sunda terhadap bahasa Indonesia.

10
Kelima kategori tersebut seandainya tidak diketahui kedudukannya oleh para pemakai
bahasa Indonesia pasti akan secara gamblang hidup dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Yang pasti perkembangannya akan membawa dampak yang bersifat negatif.

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Interferensi menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai
akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa daerah atau dialek ke dalam bahasa
atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustin (1995:168) mengemukakan bahwa
interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa ke bahasa yang lain.
Dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda terdapat imbuhan nasal yang berfungsi
membentuk kata kerja aktif. Kedudukan dan fungsi imbuhan yang sama tersebut
mengakibatkan adanya percampuran bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia.
Imbuhan ka- dan ka-an ada kemiripan bentuk dengan imbuhan ke-an dalam bahasa
Indonesia. Imbuhan ke- dan ka- ada kesejalanan dalam membentuk kata bilangan tingkat dan
kata benda, misalnya digabung dengan kata kasih menjadi kekasih; bogoh menjadi kabogoh.
Namun, ka- dapat digunakan untuk membentuk kata kerja sedangkan ke- tidak.
Kalau diperhatikan pada data kalimat “orang itu namanya Ali” diberi makna gramatis
“orang itu nama kepunyaan ia Ali” jelas tidak efektif. Apabila diberi makna gramatis “orang
itu mempunyai nama Ali”, hal itu tidak sesuai dengan -nya. Kemungkinan, orang (pemakai
kalimat) itu menduga maknanya sama seperti itu. Padahal dalam bahsa Indonesia terdapat
imbuhan yang memiliki makna gramatis “memiliki/mempunyai” yaitu ber-. Jadi pada kalimat
tersebut akan lebih baik jika diubah seperti berikut.: Orang itu Bernama Ali (orang itu
mempunyai nama Ali).
Perlu dikemukakan kembali bahwa dalam bahasa Indonesia dike-kan hanya terdapat
pada kata-kata dikemukakan, diketengahkan, dikesampingkan, dikedepankan dan
dikebumikan.
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan
penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Suyanto, Edi. (2015). Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia secara
Benar. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tarigan, Henry Guntur. (1989). Pengajaran Kedwibahasaan: Suatu Penelitian Kepustakaan.


Jakarta: Proyeks LPTK.

Heryadi, Dedi. 2021. Pengembangaan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. Tasikmalaya:


Universitas Siliwangi.

12

Anda mungkin juga menyukai