Anda di halaman 1dari 20

“MOHROM LAWL” NYANYIAN ORANG BASUDARA

MASYARAKAT WAKPAPAPI

(SUATU KAJIAN SEMIOTIK TERHADAP SYAIR NYANYIAN


MOHROM LAWL)

ABSTRAK

Suatu karya seni yang dipertahankan dan diwariskan secara turun-temurun tentunya
memiliki makna yang sangat kuat. Begitu pula suatu nyanyian yang diwariskan secara turun-
temurun memiliki pesan yang mendalam bagi para leluhur dan generasinya. Nyanyian
“Mohrom Lawl” merupakan nyanyian daerah/adat masyarakat Wakpapapi yang hidup dari
generasi ke generasi. Syair nyanyian memiliki peran yang sangat besar dalam hal
penyampaian pesan dari sebuah nyanyian. Pemaknaan terhadap sebuah syair nyanyian
memiliki peran yang kuat bagi seseorang untuk menerima pesan yang hendak disampaikan
oleh pencipta. Untuk itu, penulisan ini hendak mengkaji makna teologi dari nyanyian
tersebut. Pengkajian makna teologi dari nyanyian tersebut dilakukan dengan menggunakan
tipe studi kepustakaan, diawali dengan proses menganalisa secara semiotik dengan
menggunakan teori segitiga makna dari Charles Sanders Peirce atau yang sering disebut
triadik. Triadik memiliki tiga titik inti yaitu Tanda, Objek dan Interpretant. Berdasarkan teori
tersebut ditemukan bahwa nyanyian “Mohrom Lawl” memiliki makna teologi yang sangat
kuat dalam membangun kesadaran penuh manusia sebagai seorang hamba bagi Tuhan Maha
Besar dan manusia sebagai saudara bagi sesama ciptaan, khususnya keluarga. Nyanyian ini
begitu bersejarah dalam kebersamaan hidup orang basudara masyarakat Wakpapapi.
Kesederhadaan syair dan melodi serta kesaratan makna teologi dari nyanyian tersebut
menyentuh hati setiap orang yang mengumandangkan nyanyian tersebut. Oleh sebab itulah,
nyanyian ‘Mohrom Lawl’ yang hidup dan menghidupkan masyarakat Wakpapapi.

Kata kunci: Nyanyian, Mohrom Lawl, Analisa Semiotik, Makna Teologi


PENDAHULUAN

Sebuah karya seni memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap
karya seni yang dihasilkan merupakan bentuk ekspresi yang bermakna. Begitu pula sebuah
nyanyian. Nyanyian bukan sekedar suara yang bernyanyi dan berirama tetapi memiliki
makna yang sangat mendalam bagi pencipta maupun penikmat. Dalam hal ini, nyanyian
dapat digunakan sebagai media komunikasi baik secara interpersonal maupun komunal. Oleh
sebab itu, sebuah nyanyian juga dijadikan sebagai media penyampaian pesan lisan yang
dilakukan secara turun-temurun.

Suatu karya seni yang dipertahankan dan diwariskan secara turun-temurun tentunya
memiliki makna yang sangat kuat. Begitu pula suatu nyanyian yang diwariskan secara turun-
temurun memiliki pesan yang mendalam bagi generasinya. Syair nyanyian memiliki peran
yang sangat besar dalam hal penyampaian pesan dari sebuah nyanyian. Syair nyanyian
merupakan kumpulan kata-kata yang bermakna. Berdasarkan hal inilah maka penulis hendak
membuat suatu kajian terhadap makna syair nyanyian “Mohrom Lawl”. Nyanyian ini
merupakan nyanyian daerah/adat masyarakat Wakpapapi. Syair nyanyian tersebut merupakan
sebuah ungkapan doa sehingga dapat disebut sebagai nyanyian doa. Rata-rata nyanyian
daerah bersyair ungkapan doa kepada Tuhan. Melalui nyanyian mereka mengekspresikan
pengharapan kepada Tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan manusia
dan seluruh ciptaan. Nyanyian “Mohrom Lawl” menjadi nyanyian pusaka anak negeri
Wakpapapi bukan hanya yang bermodosili di dalam negeri (desa Wakpapapi) namun juga
bagi sanak saudara yang hidup di tanah rantau. Nyanyian ini memiliki kekuatan yang besar
dalam menyatukan kehidupan manusia dengan Tuhan dan juga saudara-saudara yang tinggal
terpisah oleh jarak.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulisan ini tidak bertujuan untuk membahas
tentang masalah dari nyanyian tersebut melainkan merupakan tulisan apresiatif yang akan
mengkaji nilai-nilai teologi dari suatu karya seni dalam hal ini nyanyian “Mohrom
Lawl”.Pertama-tama penulis akan menganalisis tanda yang muncul dari syair nyanyian
tersebut kemudian mengkaji makna teologi yang tersurat maupun tersirat di dalamnya.
Menganalisis tanda syair nyanyian akan sangat membantu untuk menemukan makna teologi
dari nyanyian tersebut, karena syair nyanyian merupakan struktur atau sistem tanda yang
bermakna. Sebab, sebuah syair nyanyian tidak mungkin dituliskan secara sembarangan atau
dengan susunan kalimat yang tidak jelas dan tidak bermakna. Setiap syair dari sebuah
nyanyian tentunya memiliki tanda yang bermakna. Oleh karena itu penting sekali untuk
terlebih dahulu mengkaji tanda syair nyanyian dengan menggunakan metode semiotika.
Kemudian mengkaji makna teologi berupa sebuah refleksi teologi yang dibangun dari
nyanyian tersebut. Diharapkan penulisan ini dapat memberikan kontribusi pikir dan rasa yang
positif bagi semua pembaca serta dimampukan untuk mengimplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.

KONSEP TEORITIS

1. Doa, Nyanyian, Nyanyian Doa

Doa adalah suatu permohonan kepada Allah. Melalui doa, umat membangun relasi
yang lebih dekat lagi dengan Allah sehingga memiliki peranan penting bagi manusia dalam
menghadapi pergumulan hidupnya. Menurut, Ch. Abineno mengatakan bahwa doa adalah
suatu akta yang suci dan menyucikan.1 Maksud dari suci ialah bersih hati. Doa yang
diungkapkan tidak boleh dinodai kekudusannya oleh amarah dan benci ataupun perasaan
negatif lainnya. Sebuah doa yang diungkapkan harus dengan situasi tenang. Dalam artian
nasihat Rasul Paulus harus dipahami secara benar. Bahwa tangan yang ditadahkan ke atas
haruslah tangan yang suci. Arti tangan yang suci diuntukkan bagi Allah dan tidak digunakan
untuk perselisihan dan hal-hal lain yang mendatangkan amarah (bdn. Maz. 44:21-22a).

Sedangkan Heschel membedakan doa berdasarkan dua tipe yakni, doa eksprensif dan
empatik. Doa Eksprensif merupakan bentuk ungkapan perasaan kesedihan, kegembiraan dari
pihak yang berdoa. Sedangkan doa empetik merupakan doa dimana sang pendoa
menempatkan diri dan masuk ke dalam siatuasi yang dialami oleh pihak lain.2

Lebih rinci lagi James F. White menguraikan bentuk-bentuk doa, yaitu invokasi
(panggilan beribadah), pujian, pengucapan syukur, pengakuan, permohonan syafaat,
persembahan, dll. Masing-masing doa bekerja dalam cara yang berbeda-beda. Meskipun
demikian, semua doa memiliki unsur yang sama dan satu yaitu suara dari ciptaan kepada

1
Abineno J. L. Ch, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1977), hlm 14
2
E. H. Van Olst, Alkitab Dan Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996)
Sang Pencipta. Melalui doa, manusia diberi kesempatan menucapkan kata-kata yang benar,
mengatakan kepada Allah apapun keprihatinan yang terdalam.3
Hal serupa oleh BPH Sinode GPM mengidentifikasikan doa sebagai perbuatan orang
percaya yang bersekutu atau yang berserah kepada Allah. Di dalam doa, terdapat unsur
perminataan, pengucapan syukur dan puji-pujian yang merupakan wujud dan sikap hidup
yang bersekutu dan bergantung pada Allah. Aspek penyerahan diri menunjukan sikap
penyerahan diri manusia yang utuh kepada Allah dan pengabulannya bergantung pada
kehendak dan kemurahan Allah. Namun, doa harus tetap diungkapkan dengan keyakinan
penuh bahwa Allah senantiasa merancangkan yang baik atas kehidupan manusia.
Doa tak hanya menjadi ungkapan kata kata tapi juga dapat diungkapkan dalam bentuk
nyanyian. Kata ‘nyanyian’ berasal dari kata dasar “nyanyi’. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata ‘nyanyian’ berarti bunyi (suara) yang berirama dan bernyanyian
musik. Lebih dari itu, nyanyi sebenarnya berarti suara yang bernyanyian, berirama dan
mengangdung arti dan makna tertentu. Dengan demikian, nyanyian berarti suatu perpaduan
harmonis antara melodi dan syair dengan arti tertentu. Melodi merupakan dasar apresiasi
sebuah komposisi. Tidak mungkin ada komposisi musik yang lain tanpa sebuah dasar musik
yakni melodi. Melodi bukan hanya sebagai dasar musik tetapi juga berfungsi sebagai sarana
pengungkapan inspirasi. Misalnya, untuk menciptakan sebuah nyanyian doa, seorang
pencipta nyanyian tidak dapat menggunakan melodi yang ribut melainkan melodi yang lebih
tenang. Melodi sangat berkaitan dengan perasaan, karena pencipta musik menciptakannya
dengan melibatkan emosi yang dilibatkannya. Sedangkan syair merupakan konkritisasi dari
apa yang dirasakan oleh seseorang kepada objek yang menerima.4
Sebuah doa yang diungkapkan dalam bentuk nyanyian disebut nyanyian doa.
Menurut Samuel Hakh, menyanyi adalah bentuk doa.5 Pandangan ini dikutip dari Johanes
Calvin. Menurutnya, melalui doa umat dapat menaikkan ungkapan syukurnya atas anugerah
yang Allah berikan. Tetapi di sisi lain, doa merupakan permohonan pengampunan di hadapan
Allah. Semua ungkapan umat ini dapat disampaikan dalam bentuk nyanyian. Hal ini
menunjukan sisi teologis dari sebuah nyanyian.

3
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2011) hlm. 56
4
Denmas Marto, Terapi melalui Musik Agama bagi Pengidap HIV, (Harian Pikiran Rakyat 06-12-2004), hlm. 19
5
Dr. Samuel B. Hakh, Dokumen Pemahaman Iman, Ibadah dan Jabatan Gerejawi Dalam Gereja Protestan di
Indonesia (GPI), (Jakarta Pusat: Badan Pekerja Harian Gereja Protestan di Indonesia), hlm. 66
Sedangkan menurut E. H. Van Olst, nyanyian adalah bagian internal dan keberadaan
orang-orang percaya. Dalam arti lain, nyanyian merupakan salah satu respon terhadap
keyakinan iman orang-orang percaya.6
Menurut Judson, pemahaman Bangsa Barat mengenai nyanyian adalah seni atau
bahkan menjadi suatu komunitas yang mewah. Hal ini merupakan hal yang berbeda dari
masa lalu, misalnya masyarakat sebelum raja Daud, yaitu zaman Miryam dan Musa, maupun
zaman hakim-hakim. Nyanyian merupakan bagian organis dari kehidupan sebagai seni. Bagi
mereka, nyanyian memadukan ribuan hubungan semua manusia mulai dari kelahiran sampai
pada kematian. Dengan demikian, fungsi utama nyanyian adalah menyatukan dan
menghibur.7
Nyanyian merupakan bentuk ungkapan syukur dan terima kasih (“thanksgiving”)
kepada Allah, berefleksi tentang karya Allah lewat nyanyian atas hidup, nafas kehidupan,
keringanan dalam penderitaan dan kesenangan yang dirasakan, baik secara pribadi maupun
persekutuan.8 Nyanyian memberikan keuntungan dan kesempatan bagi setiap orang untuk
mempersembahkan suara terbaik kepada Allah, mengekspresikan diri dengan perasaan
menuju kepada Allah.9 Dalam kesempatan yang sama nyanyian sangat berkuasa dan dapat
mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik.10

2. Semiotika Model Charles Sanders Pierce


Semiotika adalah metode analisis untuk mengkaji tanda. Pada dasarnya, semiotika
hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan. Bagi Charles Sanders Peirce prinsip mendasar
sifat tanda adalah sifat representatif dan interpretatif. Sifat representatif tanda berarti tanda
merupakan sesuatu yang lain, sedangkan sifat interpretatif adalah tanda tersebut memberikan
peluang bagi interpretasi bergantung pada pemakai dan penerimanya. Semiotika memiliki
tiga wilayah kajian:
a. Tanda itu sendiri. Studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang
berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara tanda terkait dengan manusia yang
menggunakannya.

6
E. Van Olst, Alkitab dan Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm. 8
7
Judson Com Wall, Elements of Worship (Briged Publishing: Sonth, 1985), hlm 103
8
Irene Nowel O.S.B, Sing A New Song, the Psalms in the Sunday Lectionary, hlm. 71-72
9
James hlm 104-106
10
Lamar Boschman, Musik Bangkit Kembali (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Imanuel, 2001) hlm 58
b. Sistem atau kode studi yang mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna
memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya.
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja bergantung pada penggunaan kodedan
tanda
Teori semiotika Charles Sanders Peirce sering kali disebut “Grand Theory” karena
gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua penandaan, Peirce ingin
mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali komponen dalam
struktural tunggal. Charles Sanders Peirce dikenal dengan model triadic dan konsep
trikotominya yang terdiri atas berikut ini:
a. Representamen adalah bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda.
b. Object merupakan sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh
representamen yang berkaitan dengan acuan.
c. Interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda.
Untuk memperjelas model triadic Charles Sanders Peirce dapat dilihat pada gambar
berikut:

Object

Representamen Interpretant

Gambar 1. Triangle Meaning11


(Sumber: Nawiroh Vera “Semiotika dalam Riset Komunikasi)

11
Skripsi: Nur Hikma Usman, Representasi Nilai Toleransi Antarumat Beragama dalam
Film “Aisyah Biarkan Kami Bersaudara” (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce”),
(Makasar: UIN Allaudin Makasar, 2017), hal.23-25
METODE PENELITIAN

Tipe studi yang digunakan adalah tipe studi kepustakaan. Bahwa secara metodologis
studi yang digunakan adalah pendekatan kepustakaan sebagai cara memperoleh data dan
analisis. Unit kepustakaan yang dimaksud adalah berbagai literatur yang membahas tentang
analisis semiotika dan makna nyanyian doa.

PEMBAHASAN

1. Sejarah Singkat Nyanyian “Mohrom Lawl”


Nyanyian “Mohrom Lawl” merupakan sebuah karya seni yang diciptakan oleh Bapak
Yulianus Unmehopa, atau yang dikenal dengan sapaan “Opa Wowoi”. Beliau adalah
anak negeri Letwurung12 yang berdomisili di Kota Ambon karena tuntutan pekerjaan
sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil. Namun, sebagai seorang musisi, beliau
menghasilkan banyak nyanyian lokal, salah satunya nyanyian “Mohrom Lawl” dengan
menggunakan bahasa daerah Letwurung. Nyanyian dengan lirik bahasa daerah ini
memiliki kedekatan yang sangat kuat dengan masyarakat Letwurung. Kedalaman makna
dari syair nyanyian tersebut berpengaruh baik dalam proses pelestariannya.Nyanyian ini
diwariskan turun temurun secara lisan.
Bukan hanya menjadi nyanyian masyarakat Letwurung, nyanyian “Mohrom Lawl”
juga menarik perhatian masyarakat Wakpapapi. Adanya kesatuan rumpun bahasa antara
masyarakat Letwurung dan Wakpapapi, yaitu bahasa Ilwyar Wakmer sehingga nyanyian
tersebut juga dijadikan sebagai nyanyian pusaka masyarakat Wakpapapi. Sebagai sebuah
nyanyian yang bermakna, nyanyian “Mohrom Lawl” mendapat perhatian penuh dalam
aktivitas adat masyarakat Wakpapapi yaitu dijadikan sebagai nyanyian adat. Nyanyian ini
dapat juga disebut sebagai hymne masyarakat Wakpapapi. Bukan hanya dalam aktivitas
adat, nyanyian “Mohrom Lawl” juga dilestarikan dalam aktivitas berjemaat (bergereja)
masyarakat Wakpapapi. Misalnya, menjadi nyanyian pembuka dalam ibadah Pelwata
(wadah pelayanan perempuan) jemaat Wakpapapi dan sering dinyanyikan dalam ibadah
jemaat Wakpapapi.Tidak hanya dalam konteks masyarakat Wakpapapi yang berdomisili
di Wakpapapi, nyanyian ini juga digunakan sebagai nyanyian dalam ibadah persekutuan

12
Letwurung merupakan ibu kota kecamatan Babar Timur, kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.
anak negeri Wakpapapi yang berada di tanah rantau, misalnya di Saumlaki, Ambon,
Merauke, dll.
Nyanyian ini dapat disebut sebagai nyanyian doa karena syairnya merupakan suatu
ungkapan doa kepada Tuhan, permohonan, penyerahan dan pengharapan atas gumulan
kehidupan keluarga. Kesederhanaan syair serta kedalaman makna menimbulkan perasaan
sedih, haru, rindu mewarnai suasana hati ketika nyanyian tersebut dikumandangkan. Oleh
sebab itulah, tulisan ini hendak mengkaji tentang makna teologi yang terkandung dalam
syair nyanyian “Mohrom Lawl” serta berupaya membangun suatu refleksi teologi.
Mengawalinya, penulis akan menganalisis tanda syairnya. Mengingat nyanyian ini
diciptakan dalam bahasa daerah maka penulis juga akan menjabarkan syair nyanyian
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Strukur syair nyanyian “Mohrom
Lawl” terdiri atas 9 bait dan proses analisis akan dilakukan pada setiap bait.

MOHROM LAWL (TUHAN MAHA BESAR)

Bait I :
Mohrom Lawl mewahkyoow
(TuhanMaha Besar kumohon)
Morermotareke
(Lindungilah kami)
Ulul uwai myot no oiwyar loerai
(Keluarga kami di tanah rantau)

Bait II :
Montaleker rirlye
(Lepaskan tantangan)
Rirlye pyamte Mohrom
(Derita yang menimpa, Tuhan)
Mele leoti pelem pehrom
(Suatu hari nanti kita bertemu)

Reff :
Merel mewahkyow Mohrom Lawl
(Kami minta padaMu Tuhan Maha Besar)
Mtime myarker amikye
(Lindungi kami semua)
Ulul uwai myotno oiwyarloerai
(Keluarga kami di tanah rantau)
Oute morker mpakyer
(Tuhan yang kusembah)

2. Analisis Semiotika dan Makna Teologi Lirik Nyanyian “Mohrom Lawl”


Objek dari proses penelitian ini adalah syair nyanyian “Mohrom Lawl”. Namun,
mengingat bahwa nyanyian tersebut diciptakan dalam bahasa daerah rumpun Ilwyar
Wakmer maka pada proses analisis ini akan dilakukan pada syair nyanyian dalam bahasa
Indonesia berdasarkan struktur yang telah diuraikan di atas.
Untuk menemukan makna pada syair nyanyian “Mohrom Lawl” maka data-data
yang dicari dan dianalisis adalah yang terspesifikasi pada sebuah pengakuan dan atau
permohonan karena secara utuh, syair nyanyian tersebut merupakan pengakuan dan
permohonan kepada Tuhan (doa).

Bait I (baris 1-3)


Tuhan Maha Besar kumohon
Lindungilah kami
Keluarga kami di tanah rantau

Tanda (representamen) yang muncul dari bait I ini adalah “Tuhan Maha Besar”.
Tuhan adalah sosok yang diyakini, dipuja dan disembah oleh manusia. Tanda tersebut
merupakan sebuah pengakuan bahwa Tuhan itu Maha Besar. Kebesaran dari Tuhan tidak
tertandinggi oleh apapun sebab Ialah pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan
manusia.

Tanda tersebut merupakan sebuah pengakuan sekaligus permohonan dari “Aku” pada
kata “kumohon”. Kata “aku” merupakan kata ganti orang pertama tunggal dalam sebuah
kalimat. Aku dalam tanda tersebut merupakan seseorang yang menyatakan permohonan
kepada Tuhan. Selanjutnya diikuti dengan kata “mohon” yang merupakan permintaan untuk
mendapat sesuatu. Permohonan dalam lirik tersebut ditujukan kepada Tuhan Maha Besar. Itu
berarti bahwa aku dalam tanda tersebut menyatakan permohonan kepada Tuhan yang
diyakininya sebagai sosok yang layak dijadikan sebagai sumber permohonan atas dasar
kebesaran Tuhan yang ia yakini. Permohonan tersebut berupa perlindungan dalam kalimat
“lindungilah kami”. Kata “kami” merupakan kata ganti orang ketiga jamak dalam sebuah
kalimat. “Kami” dalam kelimat tersebut merujuk kepada “keluarga” seperti pada baris ketiga
“Keluarga kami di tanah rantau”. Kata “keluarga” memiliki arti yang berbeda-beda
berdasarkan jenisnya. Pertama, keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak. Kedua,
keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak mereka yang
terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak. Jenis yang ketiga lebih luas
lagi yaitu keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya.
Keluarga luas meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek dan keluarga nenek. 13
Keluarga yang dimaksud dalam baris ketiga nyanyian “Mohrom Lawl” adalah seperti yang
dimaksud pada jenis yang ketiga, yaitu keluarga luas. Dalam ungkapan permohonan
perlindungan tidak hanya ditujukan kepada keluarga inti tetapi lebih luas lagi kepada semua
orang yang berdasarkan garis keturunan memiliki hubungan darah yang diartikan dalam kata
“keluarga”. Kehidupan keluarga yang sedarah sangat identik dengan kebersamaan. Namun,
kebersamaan tidak selamanya berarti tinggal pada tempat yang sama. Kebersamaan yang
dibangun kadang juga melibatkan jarak. Hal ini terlihat pada baris terakhir pada bait I dimana
secara spesifik keluarga yang dimaksud adalah keluarga di tanah rantau. Kata “rantau”
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti daerah (negeri) di luar daerah
(negeri) sendiri atau daerah (negeri) di luar kampung halaman.14 Jadi, berdasarkan penjelasan
tersebut terlihat bahwa objek yang muncul adalah hakikat manusia sebagai seorang hamba.
Seluruh pengungkapan pada bait I ini merupakan perwakilan dari pengakuan seorang hamba.
Seorang hamba yang bermohon kepada Tuhan Yang Maha Besar.

Jelas bahwa secara keseluruhan, makna (interpretan) dari bait pertama ini adalah
sebuah pengakuan bahwa Tuhan memiliki kekuatan yang sangat besar dan atas
kebesaranNya itulah maka hanya Dialah tempat manusia bermohon termasuk menyampaikan
pergumulan kehidupan keluarga dalam hal ini meminta perlindungan kepada kehidupan
keluarga yang sedang berada di daerah perantauan. Dalam kesadaran penuh manusia
mengakui Tuhan layak dipuji, diagungkan dan hanya kepada Dialah manusia bermohon.

13
https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
14
https://kbbi.web.id/rantau
Di bawah ini adalah peninjauan berdasarkan teori segitiga makna dari Charles
Sanders Peirce atau yang sering disebut triadik. Triadik memiliki tiga titik inti yaitu Tanda
(pada sebelah kiri bawah), Objek (di atas segitiga) dan Interpretant (pada kanan bawah
segitiga). Peninjauan berdasarkan segitiga makna ini penting untuk memperlihatkan inti dari
penjelasan makna di atas.

HAMBA
(Objek)

TUHAN MAHA BESAR PENGKUAN DAN PERMOHONAN


(Tanda) Pengakuan manusia bahwa Tuhan adalah
Maha Besar. Atas pengakuan inilah
manusia dengan kesadaran penuh
senantiasa memohon perlindungan atas
kehidupan keluarga yang berada di
perantauan.
(Interpretan)

Bait II (baris 4-6)

Lepaskan tantangan
Derita yang menimpa, Tuhan
Suatu hari nanti kita bertemu

Tanda yang muncul pada bait II adalah tantangan dan derita. Setiap manusia di dunia
pastinya ingin menikmati hidup yang bahagia. Salah satu tolak ukur kebahagiaan adalah
ketika dalam hidup manusia dapat lepas dari tantangan dan derita. Tantangan dan derita
merupakan hal yang tidak diinginkan oleh manusia pada umumnya. Tantangan dan derita
merupakan situasi yang menyiksa. Sehingga manusia selalu berupaya untuk mencapai
kebahagiaan dengan melepaskan diri dari tantangan dan derita. Namun, dalam kehidupan
manusia tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan dan derita sering datang menghampiri yang
tentunya akan mendatanngkan kebahagiaan yang sejati. Sebagai manusia yang terbatas,
setiap orang yang percaya bahwa Tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupkan setiap makhluk tentunya senantiasa bermohon kepadaNya untuk dilepaskan dari
tantangan dan derita. Pada bait II syair nyanyian ini memiliki keterkaitan dengan bait
sebelumnya. Adanya keyakinan bahwa Tuhan sebagai sumber perlindungan oleh sebab itu
manusia memohon agar dilepaskan dari tantangan dan derita. Permohonan ini bukan berarti
manusia menyangkali tantangan dan derita sebagai bagian yang harus dihadapi dalam
kehidupan namun permohonan agar dimampukan untuk menghadapi keadaan-keadaan buruk
dalam kehidupan sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan yang diinginkannya.
Kedua tanda tersebut menggambarkan keadaan buruk yang pastinya tidak diinginkan
oleh setiap manusia. Kedua keadaan tersebut pada akhirnya mendatangkan maut dalam
kehidupan manusia. Keinginan manusia untuk dilepaskan dari tantangan dan derita ini
didasari oleh keinginan untuk tetap menjalani kehidupan dan kerinduan kepada hal-hal yang
belum dicapai. Hal tersebut berkaitan dengan kalimat selanjutnya yaitu “suatu hari kita
bertemu”. Kalimat ini mengandung makna kerinduan yang mendalam. Keadaan hidup
keluarga yang terpisah oleh jarak sering dihiasi oleh rasa rindu untuk bertemu. Untuk
menggenapi kerinduan tersebut manusia memohon agar senantiasa diberikan hidup yang lebih lama
agar diperkenankan untuk bertemu suatu hari nanti.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat jelas bahwa objek yang muncul adalah
keinginan manusia untuk mencapai kebahagiaan. Pencapaian kebahagiaan yang dimaksud
adalah terlepas dari tantangabn derita yang mendatangkan maut. Kebahagiaan yang
dimaksud juga adalah ketika manusia diberikan kesempatan untuk melepaskan segala
kerinduan yang ada dalam dirinya. Kerinduan yang dimaksud dalam bait II ini ditujukan
kepada keluarga yang berada di tanah rantau. Dengan demikian, makna (interpretan) dari bait
II ini adalah adanya kerinduan yang manusia rasakan ketika dalam hidup kebersamaan
sebagai keluarga harus melibatkan jarak. Untuk itu, manusia senantiasa bermohon kepada
Tuhan agar suatu saat nanti diberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang
dirindukan. Itu adalah salah satu bentuk kebahagiaan yang hendak dicapai oleh setiap
manusia yang memiliki hasrat untuk merindu.
Di bawah ini adalah peninjauan berdasarkan teori segitiga makna dari Charles
Sanders Peirce atau yang sering disebut triadik. Triadik memiliki tiga titik inti yaitu Tanda
(pada sebelah kiri bawah), Objek (di atas segitiga) dan Interpretant (pada kanan bawah
segitiga). Peninjauan berdasarkan segitiga makna ini penting untuk memperlihatkan inti dari
penjelasan makna di atas.

KEBAHAGIAAN
(Objek)

TANTANGAN DAN DERITA KERINDUAN UNTUK BERTEMU


(Tanda) Manusia meminta untuk dilepaskan dari
tantangan dan derita yang mendatangkan
maut. Dengan kata lain manusia meminta
hidup yang lebih lama agar suatu hari
nanti diperkenankan untuk bertemu
dengan keluarga yang terpisah.
(Interpretan)

Reff :

Kami minta padaMu Tuhan Maha Besar


Lindungi kami semua
Keluarga kami di tanah rantau
Tuhan yang kusembah

Bagian terakhir dari syair nyanyian “Mohrom Lawl” yang merupakan pengulangan
(reffrain). Bagian ini merupakan inti dari semua ungkapan dalam bait-bait sebelumnya.
Bagian ini menyimpulkan semua maksud yang pencipta sampaikan pada syair nyanyian
tersebut. Secara jelas dapat diketahui bahwa syair nyanyian “Mohrom Lawl” merupakan
syair doa. Dalam syair ini pencipta mengungkapkan permohonan kepada Tuhan yang
diyakini sebagai pemegang kekuasaan terbesar bagi kehidupan seluruh makhluk. Tanda yang
terlihat pada bagian ini terdapat pada baris terakhir yaitu “Tuhan yang kusembah”. Sapaan
kepada Tuhan Yang Maha Besar merupakan sapaan ketika seseorang berdoa. Ketika manusia
berdoa berarti dalam kesadaran penuh manusia mengakui keyakinannya kepada Tuhan
sebagai sumber segala kebaikan dalam kehidupan manusia. Hanya kepadaNya manusia
bermohon dan menyembah. Begitu pula pada syair nyanyian “Mohrom Lawl” yang
merupakan syair doa. Pada setiap bait terdapat sapaan kepada Tuhan. Secara khusus, syair
nyanyian ini nengungkapkan permohonan seseorang kepada Tuhan serta memohon
perlindungan bagi kehidupan keluarga yang sedang terpisah oleh jarak atau sedang berada di
tanah rantau. Syair nyanyian ini menyiratkan perasaan saying dan kasih seseorang kepada
keluarganya. Mendoakan kehidupan keluarga adalah cara terbaik manusia memperlakukan
orang-orang yang dikasihinya.
Berdasarkan penjelesan tersebut, objek yang muncul pada bagian pengulangan syair
nyanyian ini adalah tentang cara mengasihi. Berdoa merupakan cara manusia mengasihi
sesamanya dalam hal ini adalah keluarga di tanah rantau.
Dengan demikian, makna (interpretan) bagian pengulangan ini adalah menjadikan
Tuhan sebagai sumber perlindungan keluarga. Mendoakan kehidupan keluarga adalah cara
manusia mengasihi kehidupan keluarga. Sebab Tuhan adalah sumber perlindungan
kehidupan keluarga dan hanya kepadaNya manusia bermohon dan menyembah.
Di bawah ini adalah peninjauan berdasarkan teori segitiga makna dari Charles
Sanders Peirce atau yang sering disebut triadik. Triadik memiliki tiga titik inti yaitu Tanda
(pada sebelah kiri bawah), Objek (di atas segitiga) dan Interpretant (pada kanan bawah
segitiga). Peninjauan berdasarkan segitiga makna ini penting untuk memperlihatkan inti dari
penjelasan makna di atas.

CARA MENGASIHI
(Objek)

TUHAN YANG KUSEMBAH TUHAN SEBAGAI PELINDUNG KELUARGA


(Tanda) Mendoakan kehidupan keluarga adalah cara seseorang
memperlakukan orang-orang yang disayangi secara
baik. Sebab Tuhan adalah sumber perlindungan
kehidupan keluarga. Hanya kepadaNya manusia
bermohon dan menyembah.
(Interpretan)
REFLEKSI TEOLOGI – MOHROM LAWL NYANYIAN ORANG BASUDARA
MASYARAKAT WAKPAPAPI

Bagaimana cara kita memperlakukan orang-orang yang kita kasihi? Bagaimana cara
kita menyikapi rasa rindu terhadap orang-orang yang kita kasihi? Bagaimana cara kita tetap
memelihara rasa persaudaraan dengan keluarga meskipun tidak berada pada tempat yang
sama? Bagaimana kita membangun sikap hidup sebagai seorang hamba Tuhan? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan reflektif yang menjadi inti pengembangan refleksi
teologi dalam tulisan ini. Berikut ini adalah skema tentang refleksi teologi yang hendak
dibangun berdasarkan analisis semiotik terhadap syair nyanyian “Mohrom Lawl”.

Pengakuan TUHAN Permohonan

SESAMA DIALOG SESAMA

Cara Mengasihi PERAN NYANYIAN Menyikapi Rindu

DIALOG DENGAN TUHAN

Secara keseluruhan, syair nyanyian tersebut merupakan suatu ungkapan doa. Doa
adalah suatu bentuk dialog manusia sebagai hamba kepada Tuhan yang diyakininya sebagai
pemelihara kehidupan. Keyakinan ini yang menjadi dasar manusia senantiasa membangun
dialog dengan Tuhan tentang pergumulan kehidupannya. Berdasarkan tipe doa yang
dibedakan oleh Heschel maka syair nyanyian tersebut merupakan tipe doa eksprensif dimana
doa merupakan ungkapan perasaan kesedihan atau kegembiraan dari pihak yang berdoa.
Mendoakan kehidupan keluarga, memohon perlindungan dari Tuhan sebagai tanda
mengekspresikan sesuatu yang murni dirasakan dari dalam hatinya. Doa yang diungkapkan
memiliki banyak unsur. Berdasarkan syair nyanyian tersebut, doa mengandung unsur
pengakuan dan permohonan. “Mohrom Lawl” yang artinya Tuhan Maha Besar adalah bentuk
pengakuan bahwa Tuhan adalah satu-satunya pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. KebesaranNya tdak mampu ditandingi oleh siapapun
atau oleh pihak manapun. Atas kebesaranNya itulah maka manusia senantiasa bermohon
dengan kata lain Tuhan adalah sumber permohonan manusia. Dalam syair nyanyian ini
manusia menyampaikan permohonan perlindungan terhadap kehidupan keluarganya.

DIALOG DENGAN SESAMA

Selain membangun dialog dengan Tuhan, doa juga merupakan upaya manusia
membangun dialog dengan sesama ciptaan dalam hal ini adalah keluarga. Keluarga yang
dimaksud dalam syair nyanyian ini adalah semua orang yang berdasarkan garis keturunan
memiliki hubungan darah dalam hal ini memiliki hubungan darah sebagai anak cucu negeri
Wakpapapi.

Mendoakan kehidupan keluarga adalah tanda betapa besar cinta seseorang kepada
keluarganya. Membawa kehidupan keluarga dalam pembicaraan yang lebih intim dengan
Maha Pencipta. Setiap orang punya cara untuk memlihara rasa cinta bagi keluarganya. Salah
satunya dengan berdoa adalah cara seseorang mengasihi. Seperti yang diteladankan oleh
Paulus dalam Efesus 1:16, bahwa rasa syukur yang dialaminya atas kasih karunia Allah pun
turut didoakannya bagi jemaat Efesus yang memiliki hubungan seperti sebuah keluarga
dengannya. Ada suatu ikatan cinta kasih yang Paulus bangun bersama jemaat Efesus. Atas
dasar itulah, Paulus mendoakan agar kasih karunia Tuhan juga menyertai jemaat Efesus yang
dikasihinya. Ini merupakan suatu teladan bahwa cara sederhana untuk memperlakukan orang
yang kita kasihi adalah dengan mendoakannya. Berbicara kepada Tuhan tentang kehidupan
manusia dengan orang-orang yang dikasihi. Membangun hubungan yang harmonis dalam
keluarga adalah tugas manusia secara esensial. Dengan begitu, manusia mewujudkan
hakikatnya sebagai ciptaan Tuhan yang Imago Dei yaitu memancarkan sikap hidup saling
mengasihi. Gagasan dari nyanyian ini merupakan suatu kunci untuk memelihara kehidupan
antara manusia dengan saudara-saudaranya.

Bukan hanya sebagai cara mengasihi, berdoa juga merupakan suatu cara menyikapi
rindu. Berdasarkan konteks syair nyanyian ini, tersirat bahwa ada kerinduan yang mendalam
dari seseorang kepada keluarganya yang sedang terpisah oleh jarak. Tuntutan hidup membuat
sehingga kebersamaan hidup keluarga tidak selamanya dengan tinggal bersama. Terpisah
oleh jarak seringkali membuat orang rindu. Rindu selalu menggelisahkan hati setiap manusia.
Namun berdoa adalah kuncinya, karena sejauh apapun jarak, doa akan selalu
mempertemukan. Atau dengan kata lain, nyanyian ini menghimbau bagi semua penikmatnya
bahwa jika rindu jangan gelisah, mari berdoa.

Dengan demikian, dialog merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dalam
hakikat sebagai hamba maupun sebagai makhluk sosial. Dialog merupakan hal yang
menghidupkan kesadaran manusia sebagai seorang hamba bagi Tuhan dan kesadaran sebagai
saudara bagi sesamanya manusia. Penting sekali bagi manusia untuk senantiasa membangun
dialog dengan Tuhan maupun sesama ciptaan. Dalam upaya membangun dialog tersebut ada
banyak cara yang ditempuh. Salah satunya dengan penggunaan nyanyian “Mohrom Lawl”.
Nyanyian ini menjadi bukti pengakuan dan betapa kuatnya keyakinan masyarakat Wakpapapi
tentang pentingnya membangun dialog dengan Tuhan dan sesama. Tujuan membangun
dialog bukanlah untuk hal yang negatif melainkan untuk membangun suatu keadaan hidup
yang harmonis antara manusia dengan Tuhan serta manusia dengan sesama ciptaan dalam hal
ini keluarga. Nyanyian ini begitu bersejarah dalam kebersamaan hidup orang basudara
masyarakat Wakpapapi. Kesederhadaan syair dan melodi serta kesaratan makna teologi dari
nyanyian tersebut menyentuh hati setiap orang yang mengumandangkan nyanyian tersebut.
Dengan menyanyikan nyanyian “Mohrom Lawl” maka masyarakat Wakpapapi mengakui
dan mengabadikan semangat hidup orang basudara dan keyakinan kepada Tuhan sebagai
pemelihara yang agung bagi kehidupan manusia. Melalui nyanyian ini, masyarakat
Wakpapapi dan generasi penerus diajak untuk tetap hidup saling mengasihi, saling
mendoakan dan tetap menjadikan Tuhan sebagai pemelihara yang utuh dalam kehidupan
manusia sebagai orang basudara. Nyanyian yang diungkapkan bersama menandakan bahwa
doa ini bukan hanya menjadi doa pribadi dari seorang individu melainkan menjadi doa
bersama masyarakat Wakpapapi bagi kehidupan keluarga.

PERAN NYANYIAN MEMBANGUN DIALOG

Setiap nyanyian pasti memiliki nilai teologi. Setiap nyanyian doa yang
dikumandangkan memiliki kekuatan yang berlipat ganda bila dibandingkan dengan doa yang
diungkapkan dengan cara berbicara. Seperti ungkapan dari seprang Uskup sekaligus
Pujangga Gereja, Agustinus dari Hippo bahwa “Qui bene cantat bis orat” yang berarti, Dia
yang bernyanyi dengan baik, sama dengan berdoa dua kali”. Nyanyian merupakan sarana
yang ekspresif dibandingkan dengan ucapan biasa demi terciptanya dialog untuk membangun
persekutuan umat. Itu berarti bahwa sebuah nyanyian memiliki nilai yang sangat kuat untuk
membangun iman umat karena nyanyian merupakan suatu bentuk ekspresi iman manusia
kepada Tuhan. Melalui nyayian atau bernyanyi manusia mengekspresikan pengakuannya
dan keyakinannya kepada Tuhan. Nyanyian juga merupakan respon manusia terhadap karya
keselamatan yang diterimanya dari Allah. Nyanyian memiliki satu kesatuan untuk
membangun relasi dengan Tuhan dan sesama. Dalam sejarah kekristenan pun demikian,
seperti yang disaksikan oleh Alkitab. Sejak permulaan sejarah Kristen di sepanjang abad dan
di seluruh dunia, perkumpulan sangat identik dengan bernyanyi, misalnya di gendung gereja,
rumah-rumah keluarga atau di salam terbuka. Banyak pula nyanyian yang dikumandangkan
oleh tokoh-tokoh Alkitab sebagai respon terhadap kasih Allah yang mereka rasakan.
Nyanyian pujian Simeon (Luk. 2:29-32) merupakan nyanyian ungkpan syukur atas
kegenapan janji Allah yaitu ia telah melihat Mesias sebelum ia mati; Nyanyian Zakharia
kepada Tuhan (Luk. 1:68-79) sebagai respon atas kebikan Tuhan memberikan seorang anak
dalam masa ketuaannya yaitu Yohanes yang kemudian dikenal sebagai Yohanes Pembaptis;
Nyanyian pujian Maria (Luk. 1:46-55) atas kebaikan Tuhan mempercayainya dalam
rancangan damai sejahtera Allah bagi dunia yaitu sebagai seorang wanita yang mengandung
dan melahirkan Yesus Sang Juru Selamat dunia. Masih banyak lagi bagian Alkitab yang
menyaksikan betapa penting kekuatan sebuah nyanyian sebagai cara manusia
mengekspresikan ungkapan syukur kepada Allah. Dengan demikian, secara teologis,
nyanyian adalah bentuk manusia merespon kasih karunia Allah yang berlaku dalam
kehidupannya. Hal ini sejalan dengan makna nyanyian”Mohrom Lawl” yang merupakan
salah satu cara masyarakat Wakpapapi mengekspresikan pengakuan kepada Tuhan Maha
Besar serta cara menjaga keharmonisan hidup keluarga.
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai “Makna Nyanyian
Mohrom Lawl” dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce maka dapat
disimpulkan bahwa nyanyian Mohrom Lawl memiliki makna yang sangat mendalam untuk
membangun kesadaran manusia sebagai seorang hamba dan sebagai saudara. Sebagai
seorang hamba, nyanyian tersebut mengingatkan bahwa Tuhan adalah pemegang kekuasaan
tertinggi dalam kehidupan manusia. Dalam kesadaran itulah manusia senantiasa hidup
dengan tetap mengandalkan kekuasaan-Nya dan menjadikan Tuhan sebagai sumber
perlidungan kehidupan manusia serta senantiasa membangun dialog dengan-Nya melalui
berdoa. Sedangkan sebagai seorang saudara, manusia diingatkan bahwa penting sekali untuk
menjaga keharmonisan kehidupan keluarga dalam keadaan yang terpisah oleh jarak
sekalipun. Saling mendoakan adalah bentuk manusia saling mengasihi sehingga penting
sekali bagi seseorang untuk mendoakan kehidupan keluarganya. Menjadikan Tuhan sebagai
pelindung yang utuh bagi kehidupan keluarga. Kesadaran ini senantiasa dibangun seiring
dengan dikumandangkannya nyanyian Mohrom Lawl. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa, sebuah nyanyian memiliki peran yang penting bagi manusia untuk membangun
keadaan hidup yang harmonis bagi manusia sebagai seorang hamba dan seorang saudara.
REFERENSI

Sumber Buku

Boschman Lamar. (2001). Musik Bangkit Kembali. Jakarta: Yayasan Injil Imanuel.

Ch, Abineno J, L. (1977). Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru. Jakarta; BPK Gunung
Mulia.

Hakh, Samuel, B. Dokumen Pemahaman Iman, Ibadah dan Jabatan Gerejawi dalam Gereja
Protestan di Indonesia. Jakarta Pusat: Badan Pekerja Harian Gereja Protestan di Indonesia.

Nowel Irene. Sing A New Song, the Psalms in the Sunday Lectionary

Van Olst, E, H. (1996) Alkitab dan Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Wall Judson Com (1985). Elements of Worship. Briged Publishing: Sonth.

White James, F. (2011). Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Sumber Lain

Marto, Denmas. (2004) Terapi melalui Musik Agama bagi Pengidap HIV. Harian Pikiran
Rakyat.

Usman, Nur Hikma. (2017). Representasi Nilai Toleransi Antarumat Beragama dalam Film
“Aisyah Biarkan Kami Bersaudara”. Makasar: UIN Allaudin Makasar

https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga
https://kbbi.web.id/rantau

Anda mungkin juga menyukai