Perdirjen p.7 - 2017 - Agroforestri PDF
Perdirjen p.7 - 2017 - Agroforestri PDF
TENTANG
DIREKTUR JENDERAL
PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN AGROFORESTRI.
Pasal 1
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Agroforestri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal ini.
-3-
Pasal 2
Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
dijadikan acuan dalam pelaksanaan Agroforestri.
Pasal 3
Pelaksanaan Agroforestri yang telah dilaksanakan sebelum
diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan
tetap berlaku dan untuk pelaksanaan selanjutnya harus
disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 4
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Salinan sesuai dengan aslinya Pada tanggal 1 Agustus 2017
KEPALA BAGIAN HUKUM DAN DIREKTUR JENDERAL,
KERJASAMA TEKNIK,
Ttd.
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG
NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/8/2017
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN AGROFORESTRI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Umum
Agroforestri atau yang dalam istilah Indonesia disebut sebagai
“wanatani” merupakan sistem/pola pemanfaatan lahan dengan
menggabungkan dua komponen atau lebih yang terdiri atas pertanian
(agro=tani) dan kehutanan (forest=wana) dan pada beberapa kasus juga
dikombinasikan dengan hewan ternak yang telah banyak dijalankan di
Indonesia. Diawali dari unit terkecil yaitu keluarga, agroforestri telah
banyak berkembang seiring perubahan zaman bahkan sampai pada level
komersial/produksi. Agroforestri ini sejatinya adalah upaya optimalisasi
pemanfaatan lahan yang banyak mengalami modifikasi, sehingga tidak
hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tapi bahkan
sebagai solusi sosial ekonomi bagi pengelolaan hutan di Indonesia.
Agroforestri selama ini dijabarkan sebagai salah satu upaya
konservasi tanah dan air secara vegetatif, juga diharapkan dapat
membantu memecahkan permasalahan sosial ekonomi terkait dengan
pemanfaatan kawasan hutan.
Agroforestri atau wanatani memiliki ragam pengertian. Secara
sederhana agroforestri dapat diartikan sebagai menanam tanaman kayu-
kayuan dan tanaman semusim dalam satu lahan. Akan tetapi pengertian
tersebut berkembang menjadi lebih luas, sehingga agroforestri diartikan
sebagai sistem dan teknologi penggunaan lahan dengan pengaturan ruang
dan waktu yang dilakukan secara sengaja/terencana, melalui kombinasi
tanaman kayu-kayuan (pohon-pohonan) dengan tanaman tidak kayu-
kayuan atau tanaman semusim (tahunan) dan/atau ternak/hewan lainnya
di dalam satu unit lahan sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis di antara komponen penyusunnya
Dalam peraturan ini agroforestri memuat tentang pola agroforestri
yang dapat diterapkan pada kawasan hutan, khususnya di Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH). Peraturan ini digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan agroforestri oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup
Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan
Lindung (PDASHL) maupun instansi lainnya, swasta dan masyarakat.
5
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup peraturan ini meliputi :
1. konsepsi agroforestri
2. klasifikasi agroforestri
3. pola agroforestri
4. perencanaan
5. pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan
6. pengendalian
7. pelaporan
8. serah terima pekerjaan.
D. Sasaran
1. Ruang tumbuh pada blok pemanfaatan pada hutan lindung
2. Areal yang saat ini dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan
pertanian/perkebunan/perikanan yang berada di hutan lindung
3. Ruang tumbuh di luar kawasan hutan dan/atau lahan milik
masyarakat yang dapat dikembangkan untuk kegiatan pertanian dan
kehutanan
E. Pengertian
BAB II
KONSEPSI AGROFORESTRI
C. Manfaat Agroforestri
KONDISI/PERMASALAHAN
Keterbatasan kebutuhan Modal kecil, tenaga kerja
hidup jangka pendek dan banyak tersedia
jangka panjang
Masalah kepemilikan
Pertanian
tanah
subsistens
Kerusakan tanah
Keterbatasan pakan ternak, kayu bakar,
kayu perkakas
Solusi
AGROFORESTRI
(dinomori)
SOLUSI/PEMECAHAN MASALAH
BAB III
KLASIFIKASI AGROFORESTRI
Keterangan :
A : Pertanian AP : Agropastura (unsur kehutanan
tidak ada)
S : Kehutanan SP : Silvopastura
P : Peternakan ASP :Agrosilvopastura
AS : Agrosilvikultur
15
3. Skala komersial
Ciri-ciri dari agroforestri skala ini adalah :
a) luas lahan > 5 Ha;
b) komposisi terdiri atas 2-3 kombinasi tanaman, salah satunya
merupakan komoditi utama, sedangkan jenis lain hanya sebagai
pendukung,
c) dikembangkan pada skala luas (investasi besar), dan menggunakan
input teknologi yang memadai,
d) penanganan pasca panen dan pemasaran yang jelas, dan
e) manajemen professional.
Agroforestri skala komersial dapat diterapkan pada wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH). Pada skala komersial, komposisi tanaman
agroforestri diatur sesuai jarak dan strukturnya sehingga pengaturan
panen dapat dilakukan secara bergilir. Selain itu, pengaturan jarak
dan ruang juga berguna untuk efektivitas dan efisiensi pengelolaan
serta maksimalisasi nilai ekonomi. Dengan demikian unsur kelestarian
hutan dan kontinuitas suplai dapat terjamin yang merupakan syarat
untuk keberlanjutan pemasaran. Pola yang dapat diterapkan pada
skala ini bisa berupa pola mosaik (sesuaikan dengan pengertian) atau
pola-pola lain sesuai dengan kebutuhan produksi.
1. Hasil Hutan Kayu (HHK) : produk hasil hutan yang dimanfaatkan oleh
petani/pengelola lahan agroforestri berupa hasil hutan kayu.
Gambar 16. Contoh Agroforestri untuk Produksi Hasil Hutan berupa Kayu
18
Lahan
2. Agroforestri pada zona tropis lembab
Karakter biofisik yang mencirikan wilayah ini adalah curah hujan dan
kelembaban yang tinggi, topografi berbukit-bukit, dengan tanah yang
didominasi oleh jenis podsolik merah kuning yang memiliki tingkat
kesuburan rendah. Wilayah Indonesia yang termasuk di dalam zona ini
adalah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Agroforestri yang
diterapkan pada zona ini biasanya menyerupai perladangan yang
strukturnya meniru hutan alam yang tersusun dari tanaman kayu-
kayuan, jenis flora dan fauna endemik yang belum banyak
dibudidayakan secara luas.
21
Ciri utama pada zona ini adalah lahan terbatas dengan kemiringan
yang tinggi, berbatu, berpasir, serta sangat rentan terhadap erosi dan
longsoran atau pergerakan tanah jika terjadi hujan lebat, apalagi jika
penutupan lahan sangat kurang. Konservasi tanah, pemeliharaan
22
BAB IV
POLA AGROFORESTRI
OVERLAPPING ______________________________
Tanaman lada dengan karet
___________________________________
waktu
----------------------------->
Gambar 26. Ilustrasi Pola Kombinasi Agroforestri Menurut Waktu
Keterangan :
: tanaman kayu-kayuan
: tanaman semusim
Tanaman kayu-kayuan
Tanaman semusim
Tanaman kayu-
kayuan
Tanaman semusim
Tanaman kayu-kayuan
Tanaman semusim
1.4. Tegakan pohon atau perdu tumbuh tersebar secara tidak merata
pada lahan pertanian. Tidak ada model yang sistematis (acak atau
random).
Tanaman kayu-kayuan
Tanaman semusim
Tanaman kayu-
kayuan
Tanaman semusim
2. Secara vertikal
Penyebaran secara vertikal merupakan struktur kombinasi komponen
penyusun agroforestri berdasarkan kenampakan samping atau
penampang melintang, sehingga bukan hanya strata kombinasi yang
terlihat namun kemerataan/distribusi masing-masing jenis.
Penyebaran secara vertikal terbagi atas
2.1. Merata dengan beberapa strata dimana komponen kehutanan dan
pertanian tersebar pada sebidang lahan dengan strata yang
sistematis.
2.2. Tidak merata dimana komponen kehutanan dan pertanian
tersusun dalam strata yang tidak beraturan (acak/random) pada
sebidang lahan.
BAB V
PERENCANAAN
A. Sasaran Lokasi
a. Prinsip Agroforestri
1) Optimalisasi pemanfaatan ruang tumbuh dan efisiensi
penggunaan tanah dan air.
2) Tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi
utamanya.
3) Pengelolaan tanah terbatas.
4) Tidak melakukan penebangan pohon dalam penyiapan lahan;
5) Tidak menimbulkan dampak negative terhadap biofisik dan
sosial ekonomi;
6) Tidak menggunakan peralataan mekanis dan alat berat;
7) Tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah
bentang alam.
b. Lokasi Agroforestri
1) Ruang tumbuh pada blok pemanfaatan pada hutan lindung;
2) Areal yang saat ini dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan
pertanian/perkebunan/perikanan yang berada di hutan
lindung;
3) Areal bekas perambahan, areal tidak berhutan/tidak produktif,
areal yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
a. Prinsip Agroforestri
1) Optimalisasi pemanfaatan ruang tumbuh dan efisiensi
penggunaan tanah dan air.
2) Tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi
utamanya.
3) Tidak menimbulkan dampak negative terhadap biofisik dan
sosial ekonomi.
4) Tidak mengubah bentang alam.
30
b. Lokasi Agroforestri
B. Prakondisi Masyarakat
1. Tujuan penanaman;
2. Jenis HHBK potensial dan/atau unggulan lokal;
3. Kondisi agroklimat setempat;
4. Kultur budaya dan sosial ekonomi masyarakat setempat;
Jenis Tanaman
Zona
Semusim Industri/Perkebunan Hortikultura Kehutanan
Rendah 1. Kc. Tanah 1. Kelapa 1. Jeruk
Elevasi : 0-500 2. Jagung 2. Mlinjo 2. Mangga Semua jenis
mdpl 3. Kedelai 3. Kapuk 3. Pepaya tanaman kayu-
Iklim : B,C,D 4. Kc. Hijau 4. Kemiri 4. Alpukat kayuan
5. Ubi Jalar 5. Kopi 5. Pisang kehutanan
6. Ubi Kayu 6. Kelengkeng yang sesuai
7. Durian dengan
8. Petai agroklimatnya
9. Tomat
10. Cabai
11. Kunyit
12. Jahe, dll
Sedang 1. Ubi Kayu 1. Cengkeh 1. Jeruk 1. Albizia
Elevasi >500- 2. Ubi Jalar 2. Kopi 2. Apel 2. Pinus
1000 mdpl 3. Ubi Kayu 3. Coklat 3. Kelengkeng 3. Kaliandra
Iklim : B,C,D 4. Kc. Tanah 4. Mlinjo 4. Pepaya 4. Khusus di
5. Kc. Hijau 5. Kapuk 5. Alpukat hutan
6. Kemiri 6. Durian lindung
7. Nanas jenis
8. Tomat tanaman
9. Kentang kayu-
10. Kunyit kayuan
11. Jahe kehutanan
12. Cabai, dll adalah
Atas 1. Jagung 1. Kopi 1. Jeruk penghasil
Elevasi : 2. Coklat 2. Apel HHBK
>1000-1500 3. Alpukat
mdpl 4. Kentang
Iklim : A,B,C,D 5. Tomat,dll
Tinggi 1. Jagung 1. Timun
Elevasi : Belanda
>1500 mdpl 2. Carica
Iklim : B,C,D 3. Kentang
4. Bawang
daun, dll
2. Penyiapan bahan-bahan
a. Peta-peta
Peta yang diperlukan dalam penyusunan rancangan berupa peta
liputan lahan dan peta dari RTkRHL DAS.
b. Tally Sheet
Tally sheet disiapkan untuk membantu pemetaan dan identifikasi
kondisi fisik lapangan serta sosial-kelembagaan calon lokasi
kegiatan RHL.
c. Peralatan pemetaan lapangan
Peralatan standar pemetaan berupa GPS, kompas, dan meteran
serta alat fotografi untuk proses dokumentasi kegiatan pemetaan.
3. Identifikasi Lokasi
a. Orientasi Peta
Identifikasi calon lokasi penanaman kegiatan agroforestri melalui
peta merupakan langkah awal yang sangat penting, karena
dengan identifikasi peta yang baik maka pekerjaan penyusunan
rancangan kegiatan selanjutnya akan menjadi sangat efisien.Peta
yang digunakan adalah peta RTkRHL DAS/ RPRHL.
b. Orientasi Lapangan
Hasil identifikasi peta dijadikan bahan untuk melakukan orientasi
lokasi langsung di lapangan dengan menggunakan peralatan
pemetaan standar yaitu GPS, kompas, dan meteran. Pekerjaan ini
dalam praktiknya dapat dilakukan bersamaan dengan identifikasi
lapangan. Orientasi lapangan dilakukan untuk mengetahui
kondisi penutupan lahan dan menentukan batas-batas terluar
calon lokasi kegiatan agroforestri, serta kondisi topografi dan
aksesibilitas.
34
6. Pengolahan data
a. Lokasi kegiatan :
h. Lembar pengesahan
No Nama Anggota Luas Pemilik Upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Keterangan
Kelompok Tani Kelompok Lahan Vegetatif Sipil Teknis
Garapan Tanaman Tanaman Tanaman Teras SPA Terjunan
(Ha) Kayu- Buah/MPTS Semusim
kayuan (Batang) (Batang) Jenis Ha Meter Buah
(Batang)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
37
BAB VI
PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
A. Penyediaan Bibit
B. Penyiapan kelembagaan
C. Penanaman
1. Persiapan penanaman
Persiapan penanaman dilaksanakan melalui tahapan, yaitu :
a. Penataan areal penanaman sesuai dengan pola agroforestri yang
akan diterapkan
Kegiatan penataan areal penanaman dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1) Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan;
2) Penentuan arah larikan;
3) Penentuan tempat penampungan sementara bibit yang akan
ditanam.
b. Pembuatan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang dibangun untuk kelancaran kegiatan
agroforestri meliputi :
1) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan;
2) Pembuatan jalan inspeksi/setapak dan atau jembatan di dalam
lokasi agroforestri jika diperlukan.
2. Pelaksanaan Penanaman
Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan dan pada lubang
tanam atau larikan yang telah disiapkan. Kegiatan penanaman
dilakukan sesuai dengan tipe agroforestri dan jenis-jenis tanaman yang
telah ditentukan.
a. Dari jenis tanaman yang dibudidayakan, kegiatan penanaman
dapat dibedakan menjadi:
1) Penanaman tanaman kayu-kayuan dan/atau MPTS
Lubang tanam yang telah dibuat sebaiknya ditambahkan
dengan kompos. Bibit tanaman ditanam pada lubang tanam
yang telah disiapkan secara hati-hati sebatas leher akar
kemudian diisi tanah gembur dan dipadatkan. Pada tanah
datar, bibit tanaman ditanam memanjang dari timur ke barat,
sedangkan pada lahan miring ditanam searah kontur.
Penanaman agroforestri di luar kawasan hutan dilakukan
dengan ketentuan:
a) Jumlah tanaman kayu-kayuan paling sedikit 400 batang/ha
untuk kawasan lindung;
b) Jumlah tanaman kayu-kayuan paling sedikit 300 batang/ha
untuk kawasan penyangga;
c) Jumlah tanaman kayu-kayuan paling sedikit 200 batang/ha
untuk kawasan budidaya.
39
D. Pemeliharaan
BAB VII
A. Pengendalian
a. Penyusunan rancangan,
b. Persiapan lapangan,
c. Penanaman dan pemeliharaan.
Luas Tanaman
Blok/Petak/Unit
No Rencana (Ha) Realisasi
(Lokasi Tanam)
(Ha) %
1 2 3 4 5
3
dst
B. Pelaporan
BAB VIII
PENUTUP
Ditetapkan di Jakarta
Salinan sesuai dengan aslinya Pada tanggal 1 Agustus 2017
KEPALA BAGIAN HUKUM DAN DIREKTUR JENDERAL,
KERJASAMA TEKNIK,
Ttd.
DUDI ISKANDAR