14.I1.0195 Linda Bahari Putri PDF
14.I1.0195 Linda Bahari Putri PDF
Dekan,
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur dan Terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang
berjudul “Uji Sensori Susu Cair dan Susu Kental Manis Di PT Frisian Flag Indonesia”,
dengan lancar dan tepat waktu. Selama menjalankan kerja praktek dan penulisan
laporan ini, saya mendapat banyak sekali pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan
terutama mengenai metode-metode uji sensori di PT Frisian Flag Indonesia. Semua ini
dapat tercapai oleh karena doa, nasihat, bimbingan, serta dukungan dari semua pihak.
Maka dari itu, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
ii
Penulis menyadari jika masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kerja praktek
ini dikarenakan keterbatasan penulis. Maka dari itu penulis berharap adanya kritik
maupun saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap
semoga laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para
pembaca dan juga semua yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..…………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….....................ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………..vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………...ix
1. PENDAHULUAN…………………………………………………………………...1
1.1. Latar Belakang Kerja Praktek………………………………………………...1
1.2. Tujuan Kerja Praktek…………………………………………………………2
1.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan……………………………………………...3
1.4. Metode Kerja Praktek………………………………………………………...3
2. PROFIL PERUSAHAAN……………………………………………………………4
2.1. Sejarah Perusahaan…………………………………………………………...4
2.2. Visi dan Misi Perusahaan…………………………………………………….7
2.3. Struktur Organisasi…………………………………………………………...7
2.4. Ketenagakerjaan…………………………………………………………….10
2.5. Laboratorium PT Frisian Flag Indonesia…………………………………...11
2.6. Distribusi dan Pemasaran…………………………………………………...12
3. SPESIFIKASI PRODUK………………………………………………………….13
3.1. Susu Bubuk………………………………………………………………....13
3.2. Susu Cair…………….……………………………………………………...15
3.3. Susu Kental Manis………………………………………………………….17
iv
4.2.2. Proses Produksi Susu Kental Manis…………………………………...27
a. Persiapan Bahan Baku………………………………………………..27
b. Mixing………………………………………………………………...28
c. Penyaringan…………………………………………………………...28
d. Homogenisasi…………………………………………………………28
e. Pasteurisasi……………………………………………………………29
f. Evaporasi……………………………………………………………...29
5. ANALISIS SENSORI……………………………………………………….........30
5.1. Latar Belakang Analisis Sensori……………………………………………30
5.2. Evaluasi Sensori di PT Frisian Flag Indonesia……………………………..31
a. Uji Deskriptif (Descriptive Test)…………………………………………..32
b. Uji Pembedaan (Discriminative Test)……………………………………..32
c. Uji Kesukaan (Afektif Test)………………………………………………..32
5.3. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pelaksanaan Evaluasi Sensori…....33
5.3.1. Alat dan Bahan untuk Evaluasi Sensori………………………………..33
5.3.2. Ruangan Uji Sensori…………………………………………………...33
a. Tasting Booth atau Bilik Pencicipan………………………………….33
b. Meeting Room………………………………………………………...34
5.3.3. Waktu Pelaksanaan Uji Sensori………………………………………..34
5.3.4. Panelis………………………………………………………………….34
5.4. Tahap-Tahap dalam Melakukan Uji Sensori di PT Frisian Flag Indonesia...36
a. Tahap Penyaringan (Screening)……………………………………………36
b. Tahap Pelatihan…………………………………………………………….37
c. Uji Kemampuan……………………………………………………………37
d. Evaluasi…………………………………………………………………….37
5.5. Jenis-jenis Pengujian Sensori di PT Frisian Flag Indonesia………………..38
5.5.1. Uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA)………………………...38
5.5.2. Tetrad Test……………………………………………………………..39
5.5.3. International Dairy Federation (IDF) Scoring Test…………………...41
5.5.4. Batch Variation………………………………………………………...42
5.5.5. Ranking Test…………………………………………………………...42
5.6. Hasil Penilaian Uji Sensori Metode QDA, IDF, Tetrad, Ranking…...……..42
5.6.1. Uji Sensori dengan Metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA).42
5.6.2. Uji Sensori dengan Metode International Dairy Federation (IDF)…...44
5.6.3. Uji Sensori dengan Metode Tetrad…………………………….............45
5.6.4. Uji Sensori dengan Metode Ranking Test………………………..........47
6. PEMBAHASAN…………………………………………………………………..47
6.1. Uji Sensori Metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA)…………….47
6.1.1. Atribut Warna………………………………………………………….47
6.1.2. Atribut Aroma………………………………………………………….48
6.1.3. Atribut Rasa dan Aftertaste…………………………………………….48
6.1.4. Atribut Mouthfeel……………………………………………………....49
6.2. Uji Sensori Metode International Dairy Federation (IDF)………………...49
6.3. Uji Sensori Metode Tetrad………………………………………………….50
6.4. Uji Sensori Metode Ranking Test…………………………………………...50
v
7. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………....51
7.1. Kesimpulan………………………………………………………………….51
7.2. Saran………………………………………………………………………...51
8. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...52
9. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………54
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1. PENDAHULUAN
Industri di bidang pangan saat ini sudah berkembang pesat dalam hal teknologi maupun
inovasi, seperti dalam halnya pada industri susu. Banyak masyarakat yang mengetahui
bahwa susu merupakan minuman yang penting bagi tubuh karena terdapat banyak
kandungan gizi didalamnya, namun tingkat konsumsi susu masyarakat di dunia,
termasuk Indonesia masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan karena faktor sosial
budaya di Indonesia sendiri bukan merupakan budaya milk drinker, serta kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai susu. Oleh karena itu penulis dituntut untuk semakin
sadar bahwa pengetahuan serta pengalaman yang luas dalam teknologi seputar ilmu
pangan. Tidak hanya teori pengetahuan saja yang dibutuhkan, namun adanya
pengalaman kerja juga dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan industri pangan.
Masalah serta rintangan akan selalu ada ketika sudah benar-benar terjun ke lapangan.
Maka dari itu, dengan adanya pengalaman kerja dapat menjadi bekal yang cukup.
Dengan dilakukannya Kerja Praktek (KP), akan diperoleh banyak sekali pembelajaran
mengenai hal apa saja yang sesungguhnya terjadi di dunia kerja, sehingga tidak hanya
teori yang ada pada perkuliahan saja yang dapat diperoleh, namun pengalaman praktek
di lapangan juga dapat diperoleh. Selain itu, Program Studi Teknologi Pangan di
Universitas Katolik Soegijapranata memiliki tujuan untuk para lulusan Teknologi
Pangan dapat mengembangkan sektor agroindustri dalam mencukupi kebutuhan pangan
tanpa mengabaikan kelestarian sumber pangan serta dapat mencetak tenaga professional
di bidang penanganan pangan yang dapat memberikan sumbangan bagi pemecahan
berbagai masalah pangan dan fenomenanya di Indonesia. Oleh karena itu, selama
berkuliah di Fakultas Teknologi Pangan, dibekali berbagai ilmu pengetahuan dan juga
teori seputar bidang pangan seperti bagaimana cara mengolah makanan dengan baik dan
benar, apa saja karakteristik dari bahan pangan, pengawasan serta penjaminan mutu dan
mesin & peralatan yang ada pada industri pangan serta mata kuliah lainnya yang
memiliki kaitan dengan industri pangan. Namun, tidak semua hal itu dapat diperoleh
mahasiswa melalui sesi tatap muka dan praktikum yang dilakukan dengan skala
1
2
Kerja Praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam Program Studi
Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Kegiatan Kerja
Praktek ini bertujuan untuk melengkapi serta mengaplikasikan berbagai teori yang telah
didapatkan selama duduk di bangku perkuliahan, diharapkan mampu mengaplikasikan
suatu konsep mengenai penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam suatu industri
pangan yang terjadi secara riil, serta mempersiapkan para mahasiswa untuk siap masuk
kedalam dunia kerja usai menempuh jalur pendidikan. Penulis memilih salah satu plant
milik PT Frisian Flag Indonesia yang berlokasi di Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang
dimana PT Frisian Flag Indonesia merupakan industri pangan berbasis susu dalam
negeri yang sukses mengembangkan industrinya sebagai perusahaan multinasional.
Pada periode ini, penulis diberi kesempatan untuk menjalankan Program Kerja Praktek
di Departemen Research and Development divisi Sensori. Kerja Praktek yang dijalani
penulis berkaitan dengan analisa sensori yang dilakukan di Departemen Research and
Development PT Frisian Flag Indonesia.
Tujuan dari dilakukannya Kerja Praktek (KP) pada PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta:
Mengetahui berbagai macam metode sensori yang digunakan di PT Frisian Flag
Indonesia.
Menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam produk atau bahan-
bahan formulasi
Mengevaluasi produk pesaing
Mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan
3
Kerja Praktek dilakukan di PT Frisian Flag Indonesia yang berlokasi di Jalan Raya
Bogor, KM 5 Pasar Rebo, Jakarta Timur selama 30 hari kerja dan dimulai pada 1
Agustus 2017 dan berakhir pada 31 Agustus 2017
Metode yang diterapkan pada kerja praktek ini adalah dengan pengamatan langsung,
diskusi dengan pembimbing lapangan terkait dengan topik dari proyek yang diberikan,
dan melalui literature study yang memiliki keterkaitan dengan kerja praktek. Beberapa
kegiatan yang telah dilakukan selama melakukan kerja praktek ialah:
Orientasi pabrik
Induksi resmi perusahaan mengenai tata tertib dan hal-hal yang berkaitan dengan
Kerja Praktek
Perkenalan dengan seluruh karyawan Departemen Research and Development PT
Frisian Flag Indonesia
Terlibat langsung dalam evaluasi sensori dan melakukan berbagai macam metode
uji sensori yang diagendakan oleh divisi Sensori secara berkala
Melakukan diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai metode sensori yang
terdapat di PT Frisian Flag Indonesia yang menjadi proyek Kerja Praktek penulis
Pengumpulan data uji sensori profile
Studi pustaka dengan mengumpulkan literatur-literatur terkait dengan hasil
penilaian sensori yang telah dilakukan serta pelengkap dari data yang diperoleh
selama melakukan kerja praktek
2. PROFIL PERUSAHAAN
Pada mulanya para peternak di seluruh Belanda bergabung dalam koperasi peternak
sapi, kemudian pada tahun 1913, 30 koperasi sepakat membentuk pabrik pengolahan
susu De Cooperative Condensfabriek Friesland (CCF). Tahun 1914, Friesche Vlag
terdaftar sebagai nama produk dagang CCF dan CCF mulai mengekspor susu kental
manis ke Eropa. Tahun 1922, CCF mulai mengekspor susu kental manis kaleng ke
Batavia, Hindia Belanda (Jakarta, Indonesia). Pada Tahun 1923, susu kental manis
Friesche Vlag dipasarkan oleh mitra bisnis dalam negeri dengan nama “ soesoe jtap
bendera”. Pada tahun 1942, Jepang melarang kapal Belanda menjual susu kental manis
kaleng di Indonesia. Pada tahun 1950an, mitra bisnis lokal kembali mendatangkan dan
memasarkan susu kental manis kaleng di Indonesia.
Pada Tahun 1968, CCF dan perusahaan lokal bekerjasama mendirikan PT Friesche Vlag
Indonesia. Pada tahun 1969, Royal Friesland Food berkembang menjadi PT Friesche
Vlag Indonesia, dengan penanaman modal asing dari Belanda yang terdapat di plant
Pasar Rebo. Pada tahun 1971, Plant Pasar Rebo mulai memproduksi susu kental manis
yang dipasarkan ke seluruh Indonesia. Pada tahun 1972, PT Friesche Vlag Indonesia
mulai memproduksi produk lokal pertamanya untuk dipasarkan yaitu susu cair dan susu
kental manis dengan merek SUSU BENDERA atau FRISIAN FLAG. Pada Tahun 1977,
PT Frisian Flag Indonesia mengambil alih manajemen perusahaan PT Foremost
Indonesia yang juga merupakan produsen susu kental manis dengan status permodalan
Indonesia-Belanda. Pengambil alihan PT Foremost dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas produksi sehingga visi menjadi produsen susu nomor satu di Indonesia dapat
tercapai. Pada tahun 1979, PT Friesche Vlag Indonesia mulai memproduksi susu bubuk
(plant Pasar Rebo).
Pada Tahun 1988, PT Friesche Vlag Indonesia mulai memproduksi susu pertumbuhan
yang pertama di Indonesia (plant Pasar Rebo). Pada tahun 1991, PT Friesche Vlag
Indonesia mulai memproduksi susu UHT siap saji (plant Ciracas). Pada Tahun 1998, PT
4
5
Friesche Vlag Indonesia mulai memproduksi susu kental manis kemasan sachet (plant
Pasar Rebo). Pada Tahun 2002, PT Friesche Vlag Indonesia berubah nama menjadi PT
Frisian Flag. Pada Tahun 2003, beberapa perusahaan mulai bergabung di bawah PT
Frisian Flag Indonesia. Pada Tahun 2008, Campina dan Friesland Food memutuskan
untuk bekerja sama dan membentuk sebuah merger perusahaan menjadi Friesland
Campina yang berkantor pusat di Amersfoort, Netherland. Pada Tahun 2010, terjadi
penggantian logo serta identitas PT Frisian Flag Indonesia. Pada Tahun 2012, 90 tahun
Frisian Flag di Indonesia, launching SEANUTS di Indonesia. Pada Tahun 2013, Friso
mulai dipasarkan di Indonesia. Pada tahun 2014, PT Frisian Flag Indonesia
meluncurkan kemasan baru FF Suprima (Gambar 1).
Berikut ini adalah logo lama dan logo baru PT Frisian Flag Indonesia
Gambar 1. Logo Lama (kiri) dan Logo Baru (kanan) PT Frisian Flag Indonesia
(Sumber: http://www.bitebrands.co/2011/01/frisian-flag-studi-kasus-rebranding.html)
Konsep logo baru hampir sama dengan logo lama, tetapi simbol bendera dan gambar
hati berwarna merah mengalami perubahan desain. Pada logo yang baru, tulisan
“Frisian Flag” berada di tengah dengan ukuran yang lebih besar sehingga lebih mudah
menarik perhatian konsumen, bentuk yang menyerupai hati yang berwarna merah pada
logo mengalami pengurangan jumlah, dari 7 buah pada logo yang lama menjadi 5 buah
pada logo yang baru. Bentuk ini ialah berupa pompebleden (daun bunga lili air kuning)
yang diambil dari bendera provinsi Friesland, Belanda. PT FFI mengubah tagline “ Raih
Hari Esokmu”, menjadi tagline “Nutrisi untuk Maju” atau disebut juga rebranding.
Warna putih yang menjadi sentral dan dikelilingi gradiasi warna biru menunjukkan
inovasi susu yang tiada henti dan selalu dipenuhi kemungkinan-kemungkinan baru.
6
Lingkaran putih yang terdapat pada logo menggambarkan sinar matahari sebagai
sumber inspirasi dan vitalitas yang menggambarkan susu siap minum yang kaya akan
nutrisi.
Saat ini PT Frisian Flag Indonesia memperoleh berbagai sertifikat dan penghargaan,
antara lain:
1. Sertifikat ISO 9001:2000 untuk Total Quality Management.
2. Penghargaan terhadap Good Manufacturing Practices (GMP) untuk penerapan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam Total Quality Control.
3. PT Frisian Flag Indonesia memperoleh The Best Investor Award 2007 untuk
kategori perusahaan berskala besar di Indonesia. Penghargaan diserahkan langsung
oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono kepada
Presiden Direktur PT Frisian Flag Indonesia, Bapak Ceek Ruygok.
4. Piagam penghargaan yang diberikan oleh Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, Fauzi Bowo pada bulan Juni 2010 sebagai perusahaan dengan predikat
“Sangat Baik” dalam ketaatan dan kinerja pengelolaan lingkungan di Provinsi DKI
Jakarta selama tahun 2009.
5. Piagam penghargaan program penilaian peningkat kinerja perusahaan (Proper) 210-
2011 dengan predikat “ Peringkat Hijau” dari Kementerian Lingkungan Hidup pada
tahun 2011. Sertifikat ISO 14001 untuk Environment Management System (Sistem
Manajemen Lingkungan) yang mengatur proses produksi semua produk Frisian Flag
dari raw material sampai menjadi finished goods dengan tetap memperhatikan
aspek-aspek lingkungan baik internal yaitu lingkungan kerja maupun eksternal yaitu
dampak terhadap lingkungan sekitar.
6. Sertifikat OSHAS 18001 mengenai Safety, Health, and Environment bagi pekerja.
Lain halnya dengan ISO, OSHAS tidak diberikan secara komersil melainkan dicapai
dengan memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh International Labor
Organization (ILO).
7. Sertifikat ISO 22001 mengenai Food Safety dimana penerapan HACCP untuk
menjamin keamanan pangan dari titik-titik kritikal.
7
Struktur organisasi merupakan hal yang sangat penting pada sebuah perusahaan, karena
dengan adanya struktur organisasi, akan mempermudah perusahaan untuk memperjelas
gambaran tugas, tanggung jawab, dan wewenang karyawan. Struktur organisasi pada PT
Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia tersebut, dapat dilihat bahwa
semua kedudukan memiliki tugas dan wewenang masing-masing, yaitu:
1. Direktur Utama
Tugas dan wewenang direktur utama yaitu membuat rencana pelaksanaan kerja
sama perusahaan, memastikan bahwa kebijakan mutu diprakarsai, dikembangkan,
dan diterapkan, menentukan organisasi terbaik yang layak untuk kerjasama,
8
4. Direktur Operasional
Direktur operasional bertanggung jawab kaitannya dalam hal manajemen fungsi
manufacturing, QC/QA, Logistic, Purchasing, Production, dan R&D agar produksi
berjalan secara efektif pada tingkat yang kompetitif.
9
5. Direktur Penjualan
Direktur Penjualan (trade marketing) bertanggungjawab kaitannya dalam hal
pengembangan bisnis, operasional penjualan, dan pengembangan konsumen dalam
pasar nasional sehingga perusahaan mendapatkan posisi produk port folio yang baik
dan kuat serta operasional penjualan yang efektif.
9. Plant Manager
Plant Manager merupakan penanggung jawab dari semua kegiatan operasional yang
terjadi dalam perusahaan. Plant Manager bertugas mengawasi seluruh kegiatan
operasional dari setiap departemen mulai dari masalah yang menyangkut
ketenagakerjaan sampai masalah tentang proses produksi. Plant Manager
bertanggung jawab kepada Operation Director.
10
2.4. Ketenagakerjaan
Jumlah karyawan di PT Frisian Flag Indonesia kurang lebih 1700 karyawan, dimana
setiap karyawan yang akan bekerja di PT Frisian Flag Indonesia akan diuji oleh pihak
terkait sesuai dengan kedudukan yang diberikan. Sebelum seorang pegawai ditetapkan
sebagai pegawai tetap, maka pegawai harus mengikuti masa percobaan selama 1 tahun
dan apabila dalam masa percobaan selama 1 tahun calon pegawai menunjukan performa
kerja yang baik, maka akan diangkat sebagai pegawai tetap.
Jumlah hari kerja pegawai dalam satu minggu adalah sebanyak 5 hari dalam jangka
waktu 40 jam kerja setiap minggunya dengan jam kerja dari jam 08.00 hingga 17.00
WIB. Karyawan bagian produksi terbagi menjadi karyawan non shift dan karyawan
shift. Karyawan non shift yang memiliki hari dan jam kerja seperti karyawan kantor,
sedangkan karyawan shift terbagi dalam tiga shift. Karyawan shift bekerja 5 hari
berturut-turut dan mendapat libur 2 hari (Sabtu-Minggu). Jika karyawan shift tetap
bekerja selama libur (Sabtu-Minggu) akan dihitung sebagai kerja lembur. Karyawan
yang bekerja lebih dari dari 8 jam, maka akan diberikan upah sebagai upah lembur.
Setiap karyawan akan di rolling setiap minggunya untuk diganti jadwal kerja shift nya.
Jadwal kerja karyawan shift di PT Frisian Flag Indonesia yaitu shift pertama dimulai
pada pukul 08.00 hingga 15.00 WIB, selanjutnya shift dua pada pukul 15.00 hingga
23.00 WIB, dan shift terakhir yaitu shift malam dimulai pada pukul 23.00 hingga pukul
07.00 WIB.
11
Perusahaan menyediakan fasilitas berupa kantin yang menyediakan makan pagi, siang,
sore, serta malam bagi karyawan yang hadir dan bekerja, sarana pendukung seperti
tempat parkir, area merokok, mushola, kantin, toilet dan loker karyawan. Selain itu
setiap bulan perusahaan memberikan hasil produksi susu kepada setiap karyawan
dengan jumlah dan jenis yang ditentukan oleh perusahaan.
Laboratorium Kimia
Laboratorium kimia memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan mutu dari
produk yang dilakukan secara kimiawi.
Laboratorium Fisika
Laboratorium fisika memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan mutu dari
produk secara fisik.
Laboratorium Formulasi
Laboratorium formulasi memiliki fungsi sebagai tempat yang digunakan untuk
melakukan research and development untuk membuat inovasi produk baru.
Laboratorium Instrumentasi
Laboratorium Instrumentasi terdapat alat-alat yang digunakan untuk menunjang
proses dari analisa yang dilakukan.
12
Laboratorium Analisis
Laboratorium analisis berfungsi untuk menentukan tanggal kadaluwarsa produk
yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia.
Produk yang telah release lalu dikeluarkan dan distribusikan ke pasar berdasarkan order
sales dan credit control. Produk hasil produksi pabrik dipasarkan oleh divisi sales.
Divisi sales bertanggung jawab atas distribusi produk akhir, penjualan dan promosi.
Proses distribusi dan pemasaran PT Frisian Flag Indonesia didukung oleh sistem
manajemen data online sehingga dapat menghasilkan kumpulan data yang tepat, efisien,
serta fleksibilitas yang tinggi. Selain itu untuk dapat meningkatkan distribusi dan
pemasaran, PT Frisian Flag Indonesia juga bekerja sama dengan supermarket,
distributor, supplier, dan pedagang kecil seperti toko dan kios kecil.
3. SPESIFIKASI PRODUK
PT Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu industri susu dalam negeri yang
memproduksi susu dalam berbagai bentuk, yaitu susu cair siap minum, susu bentuk
bubuk, serta kental manis. Setiap jenis susu yang diproduksi terdiri atas berbagai
macam varian. Varian dari setiap jenis susu yang diproduksi oleh PT Frisian Flag
Indonesia yaitu susu bubuk, susu cair siap minum, susu kental manis.
Spesifikasi Produk Susu Bubuk yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.
13
14
Lanjutan Tabel 1.
FF Jelajah Susu bubuk anak usia 1-3
tahun
(Sumber:https://www.frisianflag.com/)
Spesifikasi produk susu cair yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2.
16
(Sumber: https://www.frisianflag.com/produk/susu-siap-minum)
Spesifikasi produk susu kental manis yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 3.
18
(Sumber: https://www.frisianflag.com/produk/susu-kental-manis)
4. PROSES PRODUKSI SUSU CAIR UHT DAN SUSU KENTAL MANIS DI PT
FRISIAN FLAG INDONESIA
4.1. Bahan Baku Susu Cair UHT dan Susu Kental Manis di PT Frisian Flag
Indonesia
Bahan Baku yang digunakan dalam pembuatan susu UHT dan susu Kental Manis di PT
Frisian Flag Indonesia hampir sama, namun terdapat perbedaan penambahan jumlah
konsentrasi gula dalam susu kental manis, penambahan zat pewarna sintetik pada susu
UHT, penambahan vitamin C pada susu UHT. Berikut adalah bahan baku yang
digunakan:
- Susu Segar
Susu segar merupakan susu murni yang tanpa melalui proses pemanasan atau
pasteurisasi, namun dihasilkan dari proses pemerahan terhadap hewan ternak seperti
kambing, sapi, domba, dan unta. Susu segar mengandung semua zat yang
dibutuhkan oleh tubuh, namun susu segar juga mampu ditumbuhi oleh
mikroorganisme apabila pH sekitar 6,80 (Suwito, 2010). Apabila susu segar diperah
dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang segar, maka jumlah
mikroorganisme dalam susu segar yaitu kurang dari 5 x 103 per ml (Jay, 1996).
Batas cemaran mikroba dalam susu segar adalah Total Plate Count (TPC) < 3 x 104
cfu/ml, koliform < 0.1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 101 cfu/ml,
Escherichia coli negatif, Salmonella negatif, dan Streptococcus group B negative
(SNI 01-6366-2000).
- Air
Air yang digunakan dalam pembuatan susu cair siap minum dan susu kental manis
adalah air biasa dan air hasil pengolahan sinar UV yang harus memenuhi syarat
spesifikasi yang diterapkan perusahaan. Air hasil pengolahan sinar UV hanya
digunakan apabila air biasa belum mencapai standar yang ditetapkan oleh PT Frisian
Flag Indonesia. Sedangkan air yang digunakan dalam pembuatan skala laboratorium
menggunakan air minum kemasan.
19
20
- Whey Powder
Bahan Baku Whey Powder digunakan dalam pembuatan susu cair dan susu kental
manis. Whey Powder adalah produk yang diperoleh dari hasil samping keju. Whey
powder ditambahkan dalam sampel ini untuk memenuhi standar kandungan protein
yang telah ditetapkan. Penambahan whey powder disesuaikan dengan standar
protein yang telah ditetapkan.
(FAO, 2013)
- Buttermilk Powder
Buttermilk Powder merupakan lemak hewani yang digunakan dalam pembuatan
susu kental manis. BMP juga merupakan hasil samping pembuatan mentega yang
telah dikeringkan dengan spray dryer (FAO, 2013).
- Sukrosa
Sukrosa dalam pembuatan susu kental manis ini bertujuan sebagai pemanis alami
dan pengawet. Hal ini dikarenakan gula dapat menurunkan aw dan mampu
mempertahankan tekanan osmotic sehingga denaturasi protein oleh mikrobia
menjadi terhambat. Gula yang digunakan dalam pembuatan susu kental manis
tergolong tinggi mencapai 45% atau lebih, sehingga susu kental manis ini memiliki
umur simpan yang lebih lama tanpa penambahan bahan pengawet.
lemak susu. Sifat Anhydrous Milk Fat yaitu lebih stabil dari Palm Oil dan memiliki
rasa yang gurih, sehingga penggunaan Anhydrous Milk Fat hanya untuk produk
Gold. Dalam proses produksi apabila yang diproduksi merupakan susu kental manis
cokelat, diperlukan penambahan bubuk cokelat yang berfungsi sebagai flavour
tambahan.
- Palm Oil
Palm Oil merupakan minyak goreng yang telah mengalami tahap penghilangan
warna dan bau. Palm Oil adalah jenis minyak nabati yang ditambahkan untuk
meningkatkan kandungan lemak. Palm Oil digunakan di dalam pembuatan produk
Krimer (biru), Omela, dan Cokelat.
- Laktosa
Laktosa digunakan dalam pembuatan susu kental manis dan susu cair siap minum.
Laktosa dikenal sebagai gula susu. Laktosa berfungsi sebagai penstabil produk akhir
agar tidak dihasilkan produk akhir yang berpasir. Penambahan laktosa pada proses
pembuatan susu kental manis dikenal dengan istilah seeding lactose, dimana laktosa
yang ditambahkan berukuran maksimal 10 mikron dengan jumlah disesuaikan
kebutuhan.
(FAO, 2013)
- Cocoa Powder
Tujuan penambahan cocoa powder dalam produk ini adalah untuk memberi rasa
coklat pada susu yang intens.
- Vitamin
Penambahan vitamin ini terdapat pada proses pembuatan susu kental manis dan susu
UHT. Vitamin yang ditambahkan dalam pembuatan susu kental manis yaitu vitamin
A, B1, dan D3. Vitamin A dan D3 merupakan jenis vitamin yang larut lemak,
sedangkan vitamin B1 merupakan jenis vitamin yang larut air. Pada susu UHT
terdapat bahan baku tambahan terakhir yaitu vitamin C dan vitamin α-tochopherol.
22
- Flavour
Flavour merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk memperkuat aroma dan
memberikan rasa yang diinginkan. Flavour yang digunakan pada susu kental manis
seperti flavor krim dan flavor condensed milk. Flavour yang digunakan pada susu
UHT seperti flavour stroberi, coklat.
- Pewarna Sintetik
Pewarna sintetik yang digunakan dalam PT Frisian Flag Indonesia adalah senyawa
Ponceau 4R. Senyawa Ponceau 4R merupakan zat pewarna sintetik yang
ditambahkan dalam bahan pangan yang diijinkan penggunaannya untuk makanan
dalam jumlah tertentu oleh Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu 30-300
ppm (Sumarlin, 2010).
4.2. Proses Produksi Susu Cair UHT dan Susu Kental Manis di PT Frisian Flag
Indonesia
Di PT Frisian Flag Indonesia, produksi seluruh jenis susu cair siap minum difokuskan di
Ciracas. Jenis susu cair yang diproduksi juga bervariasi. Susu cair siap minum yang
terdapat di PT Frisian Flag Indonesia tersedia dalam kemasan botol, kemasan pilloflex,
dan dalam kemasan multilayer. Susu cair siap minum dalam kemasan botol di PT
Frisian Flag Indonesia menggunakan penerapan sterilisasi retort atau biasa disebut
sebagai sterilized milk. Susu cair dalam kemasan pilloflex, dipisahkan menjadi dua
bagian, yaitu yang berisi minuman susu ekonomis dan minuman susu fermentasi
berperisa buah. Susu dalam kemasan multilayer menggunakan penerapan sistem UHT,
sehingga susu dalam kemasan multilayer ini memiliki umur simpan yang lebih panjang
dan relatif stabil dalam suhu ruang. Berikut adalah gambaran proses pembuatan susu
cair dengan sistem UHT di PT Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
23
Fresh milk
Penyaringan
Homogenisasi
Pencampuran
Mixing
bahan kering
Sterilisasi (T=1420C, t=4 detik)
Keterangan:
Susu Sterilisasi
: Proses Produksi
Pengisian dan pengemasan
: Bahan Baku
Susu UHT
: Produk
Gambar 2. Diagram Alir Produksi Susu Cair UHT Siap Minum di PT Frisian Flag
Indonesia
b. Penyaringan
Pada tahap ini, susu segar dilakukan penyaringan sebanyak dua kali. Pertama susu
segar dilewatkan pada strainer yang bertujuan menyaring partikel dengan ukuran
besar yang terbawa dalam susu seperti senar sikat serta benda logam lainnya,
sedangkan penyaring yang kedua memiliki ukuran 190μm dengan tujuan menyaring
partikel kecil.
c. Pendinginan
Setelah susu segar mengalami tahap penyaringan, susu tersebut dilakukan proses
pendinginan pada plate cooler sampai suhu 4oC.
d. Penyimpanan
Setelah susu mengalami tahap pendinginan, susu disimpan dalam dua buah raw milk
storage tank yang masing-masing berkapasitas 60 ton dengan suhu < 10o C.
e. Pasteurisasi
Susu segar sebelum digunakan dipasteurisasi terlebih dahulu pada suhu 90oC selama
30 detik menggunakan Plate Heat Exchanger (PHE).
f. Homogenisasi
Setelah susu segar dipasteurisasi, susu tersebut dilakukan homogenisasi. Susu segar
melewati dua tahap homogenisasi. Homogenisasi tahap pertama dengan tekanan 20
bar dan tahap kedua menggunakan tekanan 150 bar.
25
h. Persiapan Bahan
Bahan baku untuk membuat susu Frisian Flag Coklat UHT selain susu segar (fresh
milk), terdiri atas Skim Milk Powder (SMP), gula (sukrosa), bubuk coklat (cocoa
powder), vitamin, dan stabilizer. Skim Milk Powder (SMP), gula (sukrosa), dan
bubuk coklat (cocoa powder) disimpan di dumper dalam bentuk sack atau karung.
Sedangkan vitamin dan stabilizer disimpan di ruangan tersendiri bersuhu 16oC yang
dilengkapi dengan timbangan. Stabilizer perlu dipersiapkan secara terpisah di
stabilizer tank menggunakan bantuan air panas 90oC untuk melarutkan bahan-bahan
tersebut. Stabilizer tank dilengkapi dengan agitator dan pompa transfer untuk
mentransfer stabilizer yang telah larut ke dalam mixing tank.
i. Mixing
Bahan-bahan seperti SMP, gula dan bubuk coklat dimasukkan dari dumper ke
blender kemudian turun ke mixing tank yang dilengkapi agitator. Bahan-bahan
tersebut disirkulasi dari mixing tank ke blender dan juga sebaliknya menggunakan
pompa sirkulasi hingga larut. Hal ini dilakukan dengan tujuan menyempurnakan
pelarutan bahan-bahan karena blender mempunyai jalur yang sempit dan dilengkapi
dengan motor. Di dalam mixing tank ditambahkan air panas pada suhu 90oC untuk
membantu pelarutan. Setelah bahan-bahan tersebut selesai disirkulasi lalu ke dalam
mixing tank ditambahkan campuran dari stabilizer tank yang berisi stabilizer yang
telah larut. Setelah itu dilakukan proses pengadukan di dalam mixing tank
menggunakan agitator tanpa proses sirkulasi. Campuran bahan-bahan dari mixing
tank dipompa ke deaerator dan strainer, lalu ke filter dengan ukuran lubang 300
μm. Setelah itu dipompa ke plate cooler untuk didinginkan hingga suhu 6oC, dan
dialirkan ke standard tank yang nantinya akan dicampur dengan susu pasteurisasi
dan vitamin.
26
j. Sterilisasi
Campuran susu dan coklat dari standard tank dipompa menuju balance tank
menggunakan pompa transfer yang selanjutnya dialirkan ke unit sterilisasi. Unit
sterilisasi meliputi koil dan homogenizer. Koil merupakan tubular heat exchanger
yang bertujuan untuk mensterilkan susu dengan cara pemanasan hingga suhu 142oC
selama 4 detik. Homogenizer digunakan untuk menyeragamkan ukuran partikel susu
hasil pencampuran. Homogenisasi dengan homogenizer ini mempunyai dua tahap.
Tahap pertama menggunakan tekanan 30 bar, dan tahap kedua menggunakan
tekanan 250 bar. Setelah dihomogenisasi, susu mengalami pendinginan hingga suhu
28oC dengan alat cooling tower. Susu yang telah disterilisasi ini selanjutnya
ditampung dalam aseptic tank yang berkapasitas 12 ton.
Proses produksi susu kental manis terdiri dari berbagai tahapan, yaitu persiapan bahan
baku, pencampuran (mixing), penyaringan, homogenisasi, pasteurisasi, evaporasi,
pendinginan atau seeding lactose, penyimpanan, dan filling. Berikut adalah gambaran
proses produksi susu kental manis PT Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada Gambar
3.
Pasteurisasi
Evaporasi
Keterangan:
Pendinginan
: Bahan Baku
Penyimpanan
: Proses Produksi
Filling
: Produk
Produk
Gambar 3. Diagram Alir Produksi Susu Kental Manis di PT Frisian Flag Indonesia
dipasteurisasi pada suhu tinggi selama kurang dari satu menit. Setelah
dipasteurisasi, susu selanjutnya didinginkan agar mikrobia tahan panas tidak dapat
tumbuh. Setelah itu susu dialirkan ke dalam tanki penyimpanan sementara.
b. Pencampuran (Mixing)
Pada proses pencampuran, pertama-tama mencampurkan susu yang berasal dari
tanki penyimpanan sementara dengan air yang telah dipanaskan sebelumnya.
Kemudian baru ditambahkan susu bubuk seperti skim milk powder, butter milk
powder, dan whey powder. Dalam proses ini terdapat blower yang menghisap susu
yang berterbangan sehingga tidak ada polusi. Setelah itu dilanjutkan dengan
pencampuran gula dan palm oil. Dimana palm oil yang ditambahkan sebelumnya
sudah dicampur terlebih dahulu dengan bahan tambahan seperti vitamin A, B1, D3,
dan BHA. Pada saat pencampuran gula, tangki pencampur harus tetap dipanaskan.
Hal ini untuk memudahkan gula larut dalam campuran. Pemanasan dilakukan
dengan menggunakan mesin Plate Heat Exchanger. Pada tahapan ini dilakukan
inspeksi oleh QC mengenai besarnya total solid (TS), pH, lemak dan viskositas.
Apabila telah memenuhi standar, proses dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
c. Penyaringan
Setelah proses pencampuran selesai larutan akan dilewatkan pada filter untuk
selanjutnya masuk kedalam PHE untuk pemanasan. Penyaringan ini berfungsi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi fisik oleh bahan-bahan yang tidak diinginkan.
Filter yang digunakan terbuat dari nilon yang berukuran 500 mikron. Setelah
melewati penyaringan dan pemanasan pada PHE produk akan kembali masuk
kedalam tanki pencampuran. Produk dari tanki pencampuran, dialirkan menuju tanki
penampungan 1 (balance tank 1). Di dalam balance tank 1, produk akan mengalami
penyaringan kembali dimana filter yang digunakan terbuat dari nilon dengan ukuran
200 µm.
d. Homogenisasi
Produk yang berasal dari balance tank 1 akan dilakukan proses homogenisasi
dengan menggunakan homogenizer. Tujuan dari homogenisasi ini adalah untuk
29
e. Pasteurisasi
Produk yang sudah dihomogenisasi selanjutnya akan dialirkan kedalam pasteurizer
mengalami proses pasteurisasi. Pada proses pasteurisasi ini bertujuan untuk
membunuh semua bakteri patogen dan menginaktifkan enzim termasuk enzim
lipase. Sehingga dengan pasteurisasi ini diharapkan membuat kondisi produk selalu
baik selama pendistribusian dan lebih awet serta aman dikonsumsi. Saat proses
pasteurisasi, produk dilewatkan menuju holding tube, yaitu pipa berkelok-kelok
untuk mempertahankan suhu selama pasteurisasi. Dalam holding tube, terdapat flow
diversion valve (FDV) yang merupakan sensor suhu selama pasteurisasi. Produk
yang telah dipasteurisasiakan dialirkan ke balance tank II.
f. Evaporasi
Produk dari BT II dialirkan ke dalam vacuum cooler untuk dikentalkan. Dalam
vacuum cooler produk akan mengalami proses penguapan pada kondisi vakum,
sehingga lama kelamaan produk akan menjadi kental. Tekanan yang digunakan agar
tercapai kondisi vakum yaitu -40 cmHg.
5. ANALISIS SENSORI
Analisis sensori atau yang biasa disebut pengujian organoleptik merupakan analisis atau
cara penilaian panelis terhadap contoh uji yang disajikan berdasarkan panca indera atau
respon dari inderawi (Ayustaningwarno, 2014). Menurut Ayustaningwarno (2014),
dalam penilaian organoleptik terdapat enam tahapan yaitu menerima produk, mengenali
produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali produk yang
telah diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Tujuan evaluasi sensori
yaitu untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam produk atau
bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi
produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan,
dan memberikan data yang diperlukan untuk promosi produk (Ayustaningwarno, 2014).
Dalam analisa sensori atau pengujian organoleptik terdapat beberapa kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dalam analisa sensori atau uji organoleptik yaitu metodenya
cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu
produk karena berhubungan langsung dengan konsumen, serta hasil pengukuran dan
pengamatan cepat diperoleh. Kelemahannya dalam pengujian organoleptik yaitu
beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis
terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis menjadi
jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara manajer dan
panelis (Meilgaard et al., 2000).
Dalam analisa sensori atau uji organoleptik, diperlukan suatu atribut sensori untuk
dijadikan pembanding suatu produk. Atribut sensori atau yang biasa disebut lexicon
merupakan karakter spesifik yang terdapat pada produk, dimana karakter tersebut
dikembangkan berdasarkan komposisi bahan produk (Drake et al., 2003). Lexicon
sensori biasanya digunakan dalam pelatihan panelis sensori deskriptif, melaksanakan uji
konsumen, program pelatihan dan pengembangan keterampilan panelis dalam
menghasilkan lexicon atau bahasa sensori produk. Selain itu, lexicon sensori juga dapat
membantu perusahaan dan peneliti yang mencoba untuk meningkatkan keseragaman
30
31
produk dengan adanya standar atribut sensori, definisi dan referensi yang digunakan
(Araujo et al., 2012). Penampilan, aroma, mouthfeel, dan aftertaste merupakan contoh
dari atribut pada susu yang merupakan suatu contoh aplikasi dari lexicon yang sudah
dikembangkan (Araujo et al., 2012). Warna putih, warna kekuningan, warna kecoklatan
merupakan contoh atribut penampilan. Aroma keseluruhan, aroma vanilla merupakan
contoh atribut aroma. Rasa vanilla, susu merupakan contoh atribut mouthfeel, serta rasa
kesat merupakan contoh atribut aftertaste (Chapman et al., 2001). Nilai atribut sensori
ini bersifat subyektif yang menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu untuk
mengukur respon panelis terhadap atribut sensori.
Evaluasi sensori di PT Frisian Flag Indonesia dilakukan pada departemen Research and
Development (R&D) dan departemen Quality Control (QC). Pada departemen QC,
pengujian evaluasi sensori dilakukan hanya pada pada existing product yang dilakukan
pada setiap batch setelah produksi selesai. Pengujian evaluasi sensori pada departemen
QC ini bertujuan untuk mengecek mutu end-product sebelum product batch tersebut
didistribusikan dan sebagai salah satu parameter penentu umur simpan dari existing
product. Sistem evaluasi sensori pada QC yaitu karyawan QC yang bertugas pada divisi
sensori, akan memeriksa apakah atribut sensori yang dimiliki oleh end-product sudah
sesuai dengan parameter atribut yang dirancang. Apabila pada produk ditemukan atribut
sensori yang tidak sesuai dari parameter yang dirancang, maka sampel product pada
batch tersebut akan dianalisa lebih lanjut oleh departemen QC.
Pada departemen R&D , pengujian evaluasi sensori bertujuan untuk menganalisa atribut
sensori secara kuantitatif yang disajikan dalam data tabel maupun grafik, sehingga PT
Frisian Flag Indonesia dapat mengetahui karakteristik product mereka dengan product
competitor. Pada departemen R&D divisi sensori bertanggung jawab untuk
mengevaluasi perbedaan atribut sensori pada saat dilakukan pengembangan product
baru dengan existing product. Pada tahapan new product development, sampel yang
digunakan adalah product dari hasil trial production, pilot plant project, maupun lab-
scale production. Pada tahap pengembangan product baru, analisa sensori dilakukan
32
hingga product baru tersebut mencapai tahap first commercial. Selanjutnya setelah
peluncuran product baru, sampel yang diproduksi pada batch dianalisa oleh departemen
QC. Kemudian dilakukan evaluasi sensori sebagai parameter umur simpan oleh
departemen R&D setelah dilakukan trial production atau pilot plant project.
Dalam analisa sensori terdapat berbagai macam metode analisis yang digunakan oleh
departemen R&D PT Frisian Flag Indonesia. Metode uji sensori secara umum yang
digunakan oleh departemen R&D PT Frisian Flag Indonesia ada 3, yaitu, uji deskriptif,
uji pembeda dan uji kesukaan. Namun metode uji sensori yang sering digunakan oleh
departemen R&D PT Frisian Flag Indonesia, yaitu uji deskriptif dan uji pembeda.
Uji deskriptif yang digunakan di PT Frisian Flag Indonesia adalah QDA (Quantitative
Descriptive Analysis). Metode kerja uji dekriptif ini adalah pengujian yang dilakukan
oleh panelis terlatih. Uji deskriptif ini bertujuan untuk menentukan profil sensori suatu
produk meliputi profil cita rasa maupun profil tekstur serta merupakan hal yang penting
dalam hal pengembangan produk dan pengendalian mutu (SNI 01-2346-2006).
Uji pembeda yang dilakukan di PT Frisian Flag Indonesia bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan antara dua sampel atau lebih. Metode kerja uji pembeda ini
adalah dengan membandingkan karakteristik dan sifat sensori masing-masing sampel.
Contoh uji pembeda yang digunakan di PT Frisian Flag Indonesia adalah tetrad test,
IDF, dan batch variation.
Metode uji kesukaan adalah dengan menanyakan respon panelis terhadap suatu produk
dengan jawaban yang berupa pernyataan “seberapa suka dengan produk tersebut”
dengan tingkat kesukaan skala 1 (tidak suka) – 5 (antara suka dan tidak suka) – 9
33
Dalam pelaksanaan evaluasi sensori, alat dan bahan yang digunakan untuk preparasi
penilaian sensori adalah. alat pemanas (heater), magnetic stirrer, beaker glass,
timbangan analitik, plastic cup 50 ml, sampel susu yang dinilai sensorinya, creakers dan
air mineral untuk menetralisir indera perasa panelis, serta form dan alat tulis yang
diberikan kepada panelis untuk menilai sampel yang disajikan (SNI 01-2346-2006).
Ruangan yang digunakan untuk sensori juga harus sesuai dengan kriteria, yaitu
terisolasi, kedap suara dan bau, memiliki suhu ruangan antara 20-250C, kelembaban 40-
60%, sumber cahaya untuk ruangan harus mencukupi dan dinding berwarna netral
karena cahaya dan warna ruangan akan mempengaruhi penilaian sensori untuk atribut
yang akan diuji (SNI 01-2346-2006). PT Frisian Flag Indonesia memiliki 2 ruang
sensori, yaitu tasting booth dan meeting room
b. Meeting room
Meeting room digunakan untuk panelis mendiskusikan mengenai atribut yang ada
pada produk yang diuji serta pada saat melakukan training. Pada meeting room,
ruangan ini terpisah dengan ruang persiapan sehingga suara dan bau masakan tidak
mengganggu tugas panelis. Ruang Meeting ini harus nyaman, dilengkapi dengan
meja besar dan bangku/kursi yang idealnya diatur minimal untuk 10 orang,
dilengkapi papan tulis dan flipchart yang diletakkan dimana semua panelis dapat
melihatnya.
Waktu pelaksanaan dalam melakukan uji sensori di PT Frisian Flag Indonesia dilakukan
pada jam 09.00-11.00 dan pada jam 14.00-16.00. Hal ini sudah sesuai dengan SNI 01-
2346-2006 yang menyatakan bahwa waktu pelaksanaan yang baik dalam pengujian
sensori dilakukan pada jam 09.00-11.00 dan 14.00-16.00, dikarenakan bahwa pada jam
tersebut, panelis tidak dalam kondisi lapar atau kenyang.
5.3.4. Panelis
PT Frisian Flag memiliki 24 panelis terlatih. Panelis ini dibedakan menjadi dua grup
utama, yaitu panelis untuk susu bubuk putih (vanilla, madu & plain milk) dan panelis
untuk susu cair varian cokelat dengan jumlah masing-masing panelis 12 orang. Namun
dalam waktu pelaksanaan melakukan sensori, jumlah panelis dalam melakukan sekali
pengujian sensori tidak berjumlah 12 panelis, sehingga dapat mempengaruhi hasil
35
pengujian sensori. Hal ini dikarenakan pada saat ingin melakukan pengujian sensori,
panel leader melakukan komunikasi yang mendadak dalam waktu pelaksaan uji sensori.
PT Frisian Flag Indonesia memiliki empat macam jenis panelis yang berbeda, yaitu:
Consumer Panel
Consumer panel merupakan panelis yang berasal dari konsumen. Panelis kelompok
ini tidak membutuhkan pelatihan khusus dalam melakukan analisa sensori, sehingga
disebut sebagai panelis tidak terlatih.
Screened Panel
Screened Panel merupakan panelis tidak terlatih yang telah melalui tahap
penyaringan (screening). Panelis kelompok ini digolongkan dalam kategori
excellent, good, dan fair. Hal ini karena didasarkan pada tingkat sensitivitas dan
performance respon indera panelis.
Specialist Panel
Kelompok jenis ini merupakan panelis yang telah lolos screening dan mendapatkan
predikat excellent serta good, karena panelis kelompok ini harus memiliki kepekaan
yang lebih tinggi daripada screened panel. Selain sensitivitas dan performance
indera bagus, panelis bisa menentukan metode sensori apa sesuai tujuan yang ingin
dicapai. Kelompok panelis jenis ini bertanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Kelompok jenis ini berasal dari internal perusahaan khususnya departemen
Research and Development (R&D). departemen Quality Assurance (QA), dan
departemen Quality Control (QC).
dibagi kedalam beberapa kelompok spesialisasi rasa, seperti spesialis susu rasa
cokelat dan spesialis susu putih (mencakup plain, vanilla, madu).
Dalam melakukan Uji Sensori, terdapat 4 tahap dalam melakukan uji sensori di PT
Frisian Flag Indonesia yaitu tahap seleksi, yaitu tahap penyaringan (Screening), tahap
pelatihan (Training), uji kemampuan, evaluasi (Lampiran 2)
- Flavor test
Pada tahap flavor test ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana calon panelis
mengenal dan mengetahui rasa lain selain rasa dasar. Tahap ini dilakukan dengan
cara calon panelis diberi 18 macam larutan disertai dengan tulisan rasa dari setiap
larutan, misal rasa mint, apel, lemon, strawberi, cokelat, jeruk, dsb. Kemudian dari
18 macam rasa tersebut dihafalkan dan dikenali identifikasi karakter dan flavor
sampelnya, lalu setelah 4 jam dilakukan pengujian blind test terhadap 16 macam
rasa. Untuk lolos pada tahap ini, calon panelis harus memiliki minimum jawaban
benar sebanyak ≥12.
b. Tahap Pelatihan
Tahap pelatihan merupakan tahap calon panelis sudah lolos dalam tahap screening.
Pada tahap ini dilakukan dengan cara panelis berdiskusi dengan dipandu oleh
pemimpin diskusi untuk menentukan atribut apa saja yang ada dalam suatu produk,
kemudian dilakukan penilaian dengan skor. Jika atribut beserta skor telah
disepakati bersama, maka akan dijadikan sebagai referensi bagi pengujian sensori
selanjutnya.
c. Uji Kemampuan
Uji kemampuan dilakukan beberapa hari setelah diskusi, dimana pada tahap ini
merupakan tahap panelis menjalani simulasi analisis sensori yang sesungguhnya.
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan
panelis dalam menginterpretasikan atribut suatu produk menggunakan skor.
d. Evaluasi
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apakah seorang panelis layak untuk
mengikuti pengujian sensori selanjutnya.
38
Dalam sejumlah metode evaluasi sensori yang digunakan di PT Frisian Flag Indonesia,
evaluasi sensori yang menjadi fokus pada laporan kerja praktek ini adalah QDA, Tetrad
Test, IDF, Batch Variation, Ranking Test. Tujuan dan kegunaan masing-masing
evaluasi sensori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut
QDA merupakan jenis evaluasi sensori yang tergolong dalam uji descriptive dan
biasanya sering disebut profiling. Pada uji QDA ini dilakukan oleh panelis terlatih yang
terdapat di PT Frisian Flag Indonesia. Metode kerja evaluasi ini yaitu dengan cara
mengidentifikasi dan mendeskripsikan atribut sensori suatu produk, membandingkan
karakter atribut sensori pada berbagai macam merek susu. Atribut yang dijadikan
parameter dalam QDA meliputi penampakan fisik, aroma, rasa dan aftertaste serta
tekstur dan afterfeel. Pada form QDA terdapat garis yang berskala nol (0) hingga seratus
(100), kemudian panelis mengisinya dengan cara memberi garis vertical pada garis
skala pada setiap atribut yang diujikan yang terdapat pada Lampiran 3.
Dalam pengujian evaluasi sensori QDA ini diawali dengan 3 tahap, yaitu:
- Tahap profiling
Tahap profiling diawali dengan mempersiapkan sampel, form isian, dan form
referensi. Kemudian sampel disajikan dalam gelas beker dan dituang ke dalam cup
plastic yang telah diberi kode berupa tiga digit angka yang telah ditulis sesuai kode
pada form scanning. Pemberian kode tersebut bertujuan agar panelis tidak
mengetahui jenis produk yang sedang diujikan. Kemudian sampel disajikan dalam
keadaan yang masih hangat agar cita rasa tidak hilang dan supaya sampel masih
dalam keadaan homogen, maka sampel yang terdapat pada beker diletakkan diatas
hotplate. Metode profiling ini yaitu setiap panelis diberi satu set sampel beserta
referensi, kemudian panelis diminta untuk mencicipi, lalu membandingkannya
dengan sampel referensi. Kemudian panelis menggambarkan karakteristik produk
tertentu yaitu memberi skor dengan rentang 0-100 yang terdapat pada form tersebut
dengan atribut meliputi penampakan fisik, aroma, rasa, aftertaste, tekstur, serta
afterfeel (Drake et al., 2003).
- Analisis data
Analisis data pada evaluasi sensori QDA ini dilakukan dengan melakukan scanning
pada setiap lembar form dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan aplikasi
software Fizz.
Tetrad test merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan yang signifikan antara dua sampel yang diuji yang meliputi citarasa, aroma,
tekstur, warna dan unsur organoleptic lainnya serta digunakan untuk menganalisis
perbedaan yang terdapat diantara produk trial dan standar. Pada uji tetrad test ini
dilakukan oleh pihak R&D di PT Frisian Flag Indonesia. Pada tetrad test ini sampel
yang akan dianalisa, dituang ¼ cup. Pada tetrad test ini terdapat dua jenis metode, yaitu:
- Metode simplo
Pada metode ini dilakukan dengan cara mengelompokkan sampel yang sama
kedalam grup dari empat buah cup yang memiliki kode berbeda, lalu setiap set
sampel (empat cup) terdapat dua pasang sampel yang sama.
40
- Metode duplo
Pada metode ini dilakukan dengan cara panelis diberi satu set sampel dimana pada
setiap set terdapat delapan buah cup yang memiliki kode yang berbeda, kemudian
panelis mencicipi dan mengelompokkan sampel yang sama ke dalam grup yang
terdapat pada form, yang dimana dari 8 cup yang memiliki kode berbeda tersebut,
terdapat 4 pasang sampel yang sama. Apabila kedua produk memiliki perbedaan
yang signifikan, maka sampel tersebut ditutup dengan menggunakan kertas
aluminium foil agar panelis tidak mengelompokkan sampel bukan berdasarkan
perbedaan warna saja.
Pengisian sampel pada uji tetrad ini dilakukan sesuai dengan kode yang terdapat pada
cup. Setiap produk yang akan diuji diberi kode A dan kode B, misal produk standar
diberi kode A dan produk trial diberi kode B, lalu produk tersebut dituang ke dalam cup
sesuai dengan urutan kode cup yang tertulis pada form kode tetrad (Lampiran 7).
Penyajian sampel pada panelis dilakukan dengan cara mengacak kode dengan tujuan
agar panelis tidak mudah menebak sampel yang berpasangan. Untuk pendataan pada uji
tetrad ini berupa jawaban benar atau salah. Jawaban benar diberikan apabila panelis
berhasil mengelompokkan sampel yang sama dalam satu grup, sedangkan jawaban salah
diberikan ketika panelis mengelompokkan sampel yang berbeda dalam satu grup.
Produk A dan B dikatakan memiliki kesamaan (tidak signifikan) apabila terdapat
minimal 11 jawaban salah dari 20 jawaban, sedangkan dikatakan memiliki perbedaan
(signifikan) apabila terdapat minimal 11 jawaban benar dari 20 jawaban yang ada.
Jumlah minimal panelis yang dibutuhkan adalah 20 panelis.
IDF scoring test merupakan pengujian yang dilakukan dengan acuan dari International
Dairy Federation dan dilakukan dengan cara membandingkan sampel dengan produk
yang dijadikan referensi atau dengan membandingkan produk trial maupun produk
yang sudah disimpan dengan produk standar, lalu mengidentifikasi keduanya, dan
memberikan penilaian dengan skala 1-5, lalu hasil tes yang diperoleh kemudian dirata-
41
rata untuk dijadikan skor rasa pada suhu dan penyimpanan waktu tertentu. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui excetern antara produk trial dengan produk
standar serta sebagai bagian dari uji shelf life apakah terdapat perubahan sifat (kimia,
fisika, biologis) pada produk selama masa penyimpanan yang dapat mengakibatkan
perubahan cita rasa. Penilaian dilakukan dengan sistem rating atau dengan memberi
skor pada form yang disediakan. Pada pengujian IDF ini dilakukan oleh panelis terlatih
yang berasal dari PT Frisian Flag Indonesia. Berdasarkan skor pada form IDF yang
terdapat pada Lampiran 4 yang dimana berada pada rentang 1-5, masing-masing skor
memiliki arti:
Score 1: very considerable deviation from the pre-established sensory specification
Score 2: considerable deviation from the pre-established sensory spesification
Score 3: noticeable deviation from the pre-established sensory specification
Score 4: minimal deviation from the pre-established sensory specification
Score 5: conformity with the pre-established sensory specification
Panelis yang digunakan pada IDF Scoring test adalah screened panelis, dengan jumlah
minimal tiga orang pada setiap pengujian.
Pemberian kode pada cup sampel pada uji IDF ini hanya dengan tulisan “STD” untuk
sampel standard dan huruf “A”, “B”, “C”, atau “D” untuk masing-masing sampel trial.
Hal ini dikarenakan pada uji IDF, analisis data dapat langsung dilakukan tanpa perlu
melalui proses scanning form.
Batch variation merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat kestabilan produk
pada tiap batch produksi. Produk yang diuji merupakan produk yang sama dari 10 batch
yang berbeda. Pada pengujian ini, analisis data dilakukan dengan analisis statistic
standar deviasi untuk melihat rentang perbedaan dari setiap atribut sensori pada semua
sampel yang diuji dengan aplikasi Microsoft Excel. Apabila rentang perbedaan makin
sempit, maka produk makin stabil. Makin lebar rentang perbedaan, maka produk tidak
stabil. Rentang perbedaan dapat dikatakan sempit apabila nilai standar deviasi berada di
dalam rentang nilai maximum limit dan minimum limit. Dapat dikatakan lebar rentang
42
perbedaannya, apabila nilai standar deviasi berada di luar rentang nilai maximum limit
dan minimum limit.
Keterangan:
z tergantung pada α; individual risk: z= 1.96, α= 0.025; global risk: z= lihat tabel z
value, α= z value*2 /(k*(k-1))
n= number of subject
k= number of product
Tabel Z-Value
5.6. Hasil Penilaian Uji Sensori Metode QDA, IDF, Tetrad, Ranking
Hasil dari analisa sensori dengan metode QDA pada sampel Liquid Choco dapat dilihat
pada Tabel 4 berikut:
Sample A memiliki karakter sensori dominan rasa manis, intensitas krim dan cokelat
yang sedang dan kekentalan yang sedang. Vanilla note juga bisa terdeteksi oleh semua
panelis. Sedangkan karakter sensori di sample B dominan krim, manis yang agak tinggi,
cokelat dengan intensitas medium. Selain itu, sedikit asin dan terdapat note karamel.
Secara keseluruhan, bila dibandingkan antara sample A dan sample B, sample B lebih
krim tetapi kurang manis. Selain itu top note pembeda lainnya adalah vanilla dan
caramel. Vanilla yang hanya ada di sample A dan karamel yang hanya ada pada sample
B. Untuk atribut yang lain intensitasnya setara.
Hasil dari analisa sensori dengan metode IDF pada sampel liquid full cream dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut
Berdasarkan pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa terdapat 6 panelis dan 3 batch. Sampel
pada batch 1 dan batch 3 didapatkan hasil yang baik pada sampel, sehingga sampel
dapat diterima. Pada batch 2 didapatkan hasil yang tidak baik, sehingga sampel tidak
dapat diterima. Pada keterangan sampel masing-masing panelis didapatkan rata-rata
hasil pada sampel ini adalah lebih asin.
45
Hasil dari analisa sensori dengan metode Tetrad pada sampel susu kental manis coklat
dapat dilihat pada Tabel 6 berikut
Tabel 6. Hasil Analisa Sensori Uji Tetrad Susu Kental Manis Cokelat
Evaluasi ini diikuti oleh 10 panelis dan dilakukan dalam 2 repetisi, sehingga totalnya
ada 20 respon. Berdasarkan 20 respon, jawaban yang benar hanya 9, yaitu 3 pada
repetisi 1 dan 6 pada repetisi 2.
Hasil dari analisa sensori dengan metode ranking test pada sampel susu kental manis
dapat dilihat pada Tabel 7 berikut
46
Tabel 7. Hasil Analisa Sensori Uji Ranking Test Susu Kental Manis
Threshold Value = z * √
= 1.96 * √
= 11.76
Keterangan:
z tergantung pada α; individual risk: z= 1.96, α=0.025
n= number of subject
k= number of product
Pada uji ranking test diketahui bahwa terdapat 9 panelis atau 18 respon dan 3 macam
produk susu kental manis untuk menguji atribut rasa manis pada sampel tersebut.
Evaluasi data pada Tabel 7 menggunakan Friedman individual risk. Pada uji
menggunakan Friedman individual risk, didapatkan hasil threshold value yaitu 11.76
dan dengan jumlah rank sum pada sample 1 yaitu 30, rank sum pada sample 2 yaitu 40,
rank sum pada sample 3 yaitu 38.
6. PEMBAHASAN
Warna merupakan faktor paling utama dalam menentukan mutu suatu produk. Hal ini
sesuai dengan Winarno (2004) mengatakan bahwa penentuan mutu bahan makanan
pada umumnya tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur
dan nilai gizi. Pada uji QDA ini menggunakan pewarna alami, yaitu cocoa powder yang
dapat mempengaruhi perbedaan warna pada suatu produk. Pada atribut warna
didapatkan hasil warna yang berbeda nyata pada sampel A dan sampel B dalam liquid
coklat. Perbedaan warna pada kedua sampel tersebut dipengaruhi oleh proses
pemanasan pada saat pembuatan sampel yang diencerkan, sehingga berpengaruh
terhadap proses akhir. Proses pemanasan yang berlebih menyebabkan terjadinya
perubahan warna. Perubahan warna terjadi dalam bentuk pencokelatan non enzimatik
melalui reaksi maillard. Hal ini sesuai dengan Baek et. al., (2008), yang mengatakan
bahwa adanya perbedaan warna yang berbeda nyata diakibatkan karena adanya reaksi
maillard yang terjadi antara asam amino glisin dengan berbagai jenis gula yang terdapat
pada sampel yaitu D-psikosa, D-fruktosa, D-tagatosa dan Dglukosa.
47
48
Atribut aroma merupakan atribut yang dianalisa dengan indra pembau panelis yang
didasarkan oleh kepentingan dan tujuan dari penjualan produk. Hasil uji deskripsi
menyatakan bahwa atribut aroma pada susu cair coklat pada sampel A didapatkan hasil
aroma keseluruhan, aroma cokelat, aroma vanilla yang lebih tinggi. Pada sampel B
didapatkan hasil aroma caramel yang lebih tinggi. Aroma yang terbentuk pada susu
diakibatkan karena aroma merupakan senyawa volatile yang dapat bereaksi dengan
syaraf penciuman (Tressl & Jennings, 2000).
Pada atribut rasa, pada sampel A di dapatkan hasil rasa vanilla, rasa manis, aftertaste
vanilla, aftertaste manis yang lebih tinggi dibanding sampel B (Tabel 4). Pada sampel B
didapatkan hasil rasa krim, rasa caramel, rasa asin, aftertaste krim, aftertaste caramel,
aftertaste asin yang lebih tinggi dibanding sampel A. Aftertaste adalah flavour atau rasa
yang tertinggal di mulut. Pada atribut rasa, suhu menjadi salah satu hal yang
mempengaruhi kemampuan indera pengecap untuk menangkap rangsangan. Perbedaan
suhu dapat mempengaruhi penerimaan rasa yang berbeda. Adanya kandungan lemak
dalam susu juga berperan dalam membentuk cita rasa susu, terutama rasa krim
(Anjarsari, 2010). Adanya rasa asin pada susu disebabkan karena adanya kandungan
laktosa yang rendah, namun kadar kloridanya tinggi (Muchtadi et al., 2016).
Penambahan flavour pada susu bertujuan untuk menambah cita rasa dan ciri khas
produk tersebut. Hal ini terlihat dari sampel B yang memiliki khas flavour krim,
caramel, sedangkan sampel A memiliki khas flavour vanilla. Rasa manis yang
terdeteksi berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan
garam-garam mineral lainnya. Pada atribut aftertaste, terjadi beda nyata antar kedua
produk.
49
Atribut mouthfeel yang dirasakan pada sampel A dan B adalah thickness atau kekentalan
(Tabel 4). Kekentalan yang dirasakan oleh panelis dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu karena adanya modifikasi ӄ-kasein sehingga menghasilkan peningkatan
sensitivitas terhadap pengendapan kalsium dan penggumpalan, penguraian proteolitik
kasein oleh enzim tahan panas yang terbentuk secara alami, polimerisasi kasein dan
protein whey oleh reaksi Maillard atau reaksi kimia lainnya (Fellows, 2012). Hal ini
juga dipertegas oleh Muctadi et al., (2016) yang mengatakan bahwa perubahan protein
susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik. Pada hasil kekentalan didapatkan hasil
yang tidak beda nyata pada kedua sampel tersebut, hal ini menandakan bahwa pada
kedua sampel sudah terjadi proses modifikasi ӄ-kasein yang cukup baik.
Pada uji IDF sampel yang diujikan adalah sampel liquid full cream. Pada uji IDF
terdapat 6 panelis dimana masing-masing panelis mendapatkan 3 macam sampel yang
berbeda (Tabel 5). Pada sampel 1 dan 3 didapatkan hasil rata-rata 5 yang menandakan
bahwa sampel yang diuji sudah sesuai dengan sampel yang dijadikan referensi,
sehingga dapat diterima. Pada batch 2 didapatkan score minimal 3 yang menandakan
bahwa pada sampel terlihat adanya penyimpangan dari spesifikasi sensori yang ada
sebelumnya dan maksimal 4 yang menandakan bahwa sampel terjadi penyimpangan
minimal dari spesifikasi sensori yang sudah ada sebelumnya, sehingga sampel pada
batch 2 tidak dapat diterima. Hal ini menandakan bahwa sampel pada batch 1 dan 3
memiliki kesamaan dengan sampel standar. Sampel trial dinyatakan memiliki
persamaan dengan sampel standar apabila nilai yang didapat berada pada kisaran 4-5.
Berdasarkan Tabel 5, dinyatakan bahwa sampel trial yang diuji layak rilis dari segi
sensori. Pada uji shelf life untuk sampel yang telah disimpan selama 6 bulan, apabila
pada pengujian nilai yang didapat lebih dari sama dengan 3, maka produk dapat
diterima. Namun, apabila nilai yang didapatkan kurang dari 3, maka produk tidak dapat
diterima. Hasil keterangan sampel pada masing-masing panelis yaitu asam, lebih asin,
lebih creamy. Hasil keterangan sampel tersebut berbeda dapat disebabkan oleh berbagai
50
faktor, seperti sampel yang digunakan pada tiap batch mempunyai uji shelf-life yang
berbeda, suhu penyimpanan yang berbeda pada masing-masing sampel, sehingga dapat
mempengaruhi hasil uji sensori.
Pada uji Tetrad sampel yang diujikan adalah sampel susu kental manis cokelat. Pada uji
sensori Tetrad menggunakan metode simplo, pengujian dilakukan oleh 10 panelis
dimana masing-masing panelis mendapatkan 4 sampel dimana 2 sampel tersebut
berpasangan atau sama. Sehingga dari 10 panelis didapatkan 20 respon panelis, karena
masing-masing panelis mendapatkan 2 sampel dan dilakukan 2 kali repetisi.
Berdasarkan hasil uji sensori tetrad dimana terdapat 20 respon, didapatkan hasil
jawaban yang benar hanya 9 dari 20 respon panelis (Tabel 6). Berdasarkan Tabel 6,
dapat dikatakan bahwa kedua sampel yang diujikan tidak berbeda nyata karena dapat
dikatakan signifikan atau berbeda nyata apabila total jawaban benar minimal 11 dari 20
respon panelis.
Pada uji ini digunakan sampel susu kental manis. Pada uji ranking test ini terdapat 9
panelis dengan total responses 18 dan 3 macam produk untuk diuji kemanisannya dari
yang paling lemah hingga paling kuat. Dari hasil tersebut, kemudian diuji menggunakan
analisis Friedman individual risk. Pada Tabel 7 dilakukan uji menggunakan Friedman
individual risk dan didapatkan hasil bahwa pada ketiga sampel mempunyai tingkat
kemanisan yang berbeda karena selisih total rank sum nya lebih kecil dari threshold
value, yaitu selisih rank sum antara sampel 1 dan sampel 2 yaitu 10, sedangkan selisih
rank sum antara sampel 2 dan sampel 3 yaitu 2 dan threshold value yaitu 11.76.
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Jenis metode evaluasi sensori yang digunakan di PT Frisian Flag Indonesia yaitu
uji Quantitative Descriptive Analysis, uji International Dairy Federation, uji
Tetrad, uji Ranking Test.
Reaksi maillard yang terjadi antara asam amino glisin dengan berbagai jenis gula
seperti D-psikosa, D-fruktosa, D-tagatosa dan Dglukosa dapat mempengaruhi
intensitas warna pada susu.
Pada atribut aroma, didapatkan hasil yang beda nyata diakibatkan karena aroma
merupakan senyawa volatile yang dapat bereaksi dengan syaraf penciuman
Pada atribut rasa dan aftertaste didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata
diakibatkan karena adanya perbedaan suhu yang dapat mempengaruhi penerimaan
rasa yang berbeda, kandungan lemak dalam susu, penambahan flavour yang dapat
menambah cita rasa dan ciri khas produk tersebut.
Pada atribut kekentalan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dikarenakan
adanya perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik dan
modifikasi ӄ-kasein, penguraian proteolitik kasein oleh enzim tahan panas yang
terbentuk secara alami, polimerisasi kasein dan protein whey oleh reaksi Maillard
atau reaksi kimia lainnya.
7.2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah dalam penjadwalan waktu untuk
melakukan pengujian sensori, sebaiknya dilakukan komunikasi terlebih dahulu antara
panel leader dengan panelis mengingat dalam hal uji sensori apabila dilakukan dua kali
repetisi, jumlah panelis dalam sekali repetisi harus sama dengan sekali repetisi pada jam
sebelumnya atau berikutnya agar hasil uji sensori lebih akurat.
51
8. DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha
Ilmu. Yogyakarta
Araujo, L.V., Delores, C., dan Angel A.C.B. 2012. Development of A Sensory Lexicon
and Aplication by An Industry Trade Panel for Turron, A European Protected
Product. J. of Sensory Studies Vol 27(1): 26-36. Doi: 10.1111/j.1745-
459x.20111.0034.
Baek, S., H. S. Y. Kwon and H. G. Lee. 2008. Maillard browning reavtion of D-psicose
as affected by reaction factor. J. Food Science and Biotechnology Vol 17 : 1349-
1351.
Drake, M. A., Karagul-Yuceer., Cadwallader, K.R., Civille, G.V and Tong, P.S. 2003.
Determination of the sensory attributes of dried milk powders and dairy ingredients.
J. of Sensory Studies Vol 18(3) : 199-216.
FAO. 2013. Milk and Dairy Product in Human Nutrition. Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Rome: FAO.
Fellows, P. 2012. Food Processing Technology Principle and Practice. 3rd Ed.
Woodhead Publishing Limited. England and CRC Press. Washington, DC.
Jay, M.J. 1996. Modern Food Microbiology. Fifth Ed. International Thomson
Publishing. Chapman & Hall Book, Dept. BC.
52
53
Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techiques. Boca
Raton, Florida. CRC Press.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk industri pangan
dan agro. Bogor (ID). IPB Press.
Sumarlin, L. 2010. Identifikasi Pewarna Sintesis pada Produk Pangan yang Beredar di
Jakarta dan Ciputat. Jurnal Valensi Vol 1 (6)
Suwito, W., 2010, Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya, Jurnal Litbang Pertanian, Vol 29 (3), 96-
100.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
9. LAMPIRAN
Direktur Utama
54
55
Oleh :
Linda Bahari Putri
NIM : 14.I1.0195
2017