Anda di halaman 1dari 36

BAB V

SUMUR PRODUKSI

Pada prinsipnya, pada pengusahaan reservoir minyak diharapkan dapat


diperoleh hasil yang maksimal dengan biaya yang serendah mungkin. Dengan
dasar ini pengaturan bentuk pola dan letak serta konfigurasi sumur harus
diperhitungkan dengan cermat, sehingga dengan jumlah sumur yang seefisien
mungkin sudah dapat diharapkan untuk recovery yang maksimum

5.1. Tujuan Sumur Produksi


Tujuan pemboran sumur produksi adalah untuk mengangkat atau
memproduksikan hidrokarbon dari reservoir ke permukaan. Pada tahapan ini,
lapangan yang ditemukan dianggap mempunyai nilai ekonomis yamg tinggi dan
prospek dikembangkan sebagai lapangan produksi. Dari hasil perolehan minyak
ini, diharapkan perusahaan minyak akan mendapatkan keuntungan yang besar
sebagai pengganti biaya eksplorasi sebelumnya.
Untuk dapat memproduksikan minyak secara optimum tentunya harus
dipertimbangkan letak dan konfigurasi serta pola penyebaran sumur-sumur
produksi sehingga minyak yang terdapat dalam reservoir dapat terkuras
seluruhnya.

5.2. Perencanaan Tata letak Sumur Produksi


5.2.1. Perkiraan Cadangan Reservoir Secara Volumetris
Untuk perhitungan cadangan secara volumetris diperlukan peta isopach,
yaitu suatu peta yang menggambarkan ketebalan lapisan yang sama. Peta ini
digunakan untuk menentukan volume batuan total (bulk batuan). Gambar 5.1
menunjukkan peta isopach dari suatu reservoir minyak. Untuk menghitung
volume batuan dari peta isopach dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
persamaan pyramidal, persamaan trapezoidal, dan dengan grafik.
Gambar 5.1.
Batas Isopach Reservoir
(Pirson, S.J., 1958)

Bulk volume dari reservoir yang dihitung dengan pendekatan cara


pyramidal menggunakan persamaan sebagai berikut :

Vb 
h
A  An 1 
3 n
An xAn 1  ……………………………(5-1)

dimana :
Vb = bulk volume batuan, acre-ft
An = luas yang dibatasi oleh garis isopach terendah, acre
An+1 = luas yang dibatasi oleh garis isopach diatasnya, acre
h = interval antara garis isopach
Bulk volume dari reservoir yang dihitung dengan pendekatan cara
trapezoidal menggunakan persamaan sebagai berikut :
h
Vb  A  An 1
2 n
 …………………………………… (5-2).

Persamaan trapezoidal digunakan jika harga An+1/An lebih besar dari 0.50.
Cara ketiga adalah dengan grafik, yaitu dengan memplot luas masing-
masing area di dalam kontur versus ketebalan formasi pada kontur tersebut,
seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.2, dari gambar tersebut dapat dihitung bulk
volume reservoir yang sama dengan luas daerah yang berada dibawah kurva.
Perhitungan luas daerah ini dapat dilakukan dengan numerik maupun dengan
memakai planimeter.
1. Untuk Reservoir Minyak
Setelah bulk volume reservoir dihitung, maka dapat, menentukan
besarnya initial oil in place dengan persamaan :
Vb   1  S wi 
N  …………………………………….. (5-3)
Boi

dimana :
N = initial oil in place, STB
Vb = bulk volume reservoir yang mengandung hidrokarbon, cuft
 = porositas batuan, fraksi
Swi = saturasi air mula-mula, fraksi
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB
Oleh karena recovery faktor merupakan perbandingan antara unit recovery
(recoverable reserve) dengan initial oil in place, maka besarnya recovery faktor
untuk masing-masing mekanisme pendorong diatas adalah sebagai berikut :
a. untuk reservoir depletion drive
 1  S w  S g  Boi
RFD  1   …………………………. (5-4)
 1  S w  B0a

b. untuk reservoir water drive dan segregation drive


1  S w  Sor
RFw  ………………………………….. (5-5)
1  Sw

2. Untuk Reservoir Gas


Seperti halnya pada reservoir minyak, initial gas in place dihitung dengan
persamaan yang sama pada persamaan 5.3, yaitu :
G = Vb  (1-Swi) Bgi ……………………………………………………………….. (5-6)
dimana :
G = initial gas in place, SCF
Vb = bulk volume reservoir yang diisi gas, cuft
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, SCF/cuft
Sedangkan recovery faktor dapat ditentukan dengan perbandingan antara
recoverable reserve (Rrec) dengan initial gas in place, yaitu :
G  Ga Bgi  Bga
RF  x100%  x100% ………………..(5-7)
G Bgi

dimana RF adalah recovery faktor (persen)


Untuk reservoir water drive yang aktif. Unit recovery dalam satuan SCF/acre-ft
adalah :
Rrec = 43560  (1-Sw) Bgi – Sgr Bga …………………………………(5-8)
Dengan demikian, maka recovery faktornya adalah :
(1  S w ) Bgi  S gr Bg a
RF  x100% …………………………… (5-9)
(1  S wi ) Bgi

dimana Sgr adalah saturasi gas sisa (fraksi)

Gambar 5.2.
Jenis kurva Untuk Menentukan Bulk Volume
Reservoir Dari Isopach
(Pirson, S.J., 1958)

Perencanaan tata letak disini dititikberatkan pada pola pengaturan pola


spasi sumur produksi. Spasi sumur produksi merupakan jarak antar sumur yang
satu dengan sumur yang lainnya, dimana jarak tersebut harus direncanakan
terlebih dahulu. Hal ini berhubungan langsung dengan cara pengurasan dari suatu
sumur dalam sebuah reservoir dibawah kondisikondisi tertentu.
Dalam penentuan spasi sumur produksi terdapat beberapa faktor yang
harus diperhatikan dan dipertimbangkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan spasi sumur
diantaranya : faktor reservoir dan heterogenitas, jari-jari pengurasan, dan bentuk
geometri spasi sumur, tetapi faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah
faktor geologi yang mempengaruhi penyebaran hidrokarbon dan faktor geologi

5.2.2. Faktor Reservoir Dan Heterogenitas Reservoir


A. Faktor Reservoir
Beberapa hal dari reservoir yang akan mempengaruhi penentuan spasi sumur
akan ditinjau berdasarkan mekanisme pendorong dan penyebaran hidrokarbon
(heterogenitas) atas dasar lithologi dan struktur struktur geologinya.
1. Mekanisme Pendorong Pada Reservoir
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa mekanisme pendorong alamiah ini
menentukan jumlah minyak yang akan didorong menuju sumur-sumur
produksi. LC Uren membagi mekanisme pendorong yang mempengaruhi
penentuan spasi sumur menjadi dua macam yaitu :
a. Reservoir dengan mekanisme pendorongnya adalah air dan disebut juga
dengan reservoir dibawah kondisi hydraulik kontrol.
b. Reservoir dengan mekanisme pendorongnya adalah gas dan disebut juga
dengan reservoir dibawah kondisi volumetrik kontrol.
Berdasarkan mekanisme pendoropng ini LC Uren menentukan spasi sumur,
sedangkan mekanisme pendorong berdasarkan gravitasi tidak dimasukkan,
karena dianggap mekanisme pendorong tersebut selalu terdapat pada setiap
reservoir. Jika reservoirnya mempunyai mekanisme pendorong air dan batuan
yang ada mempunyai permeabilitas yang tinggi dan kontinuitas dari porositas
batuan memungkinkan kesetimbangan tekanan dengan cepat tercapai, maka
spasi sumur dapat dibuat renggang, dimana spasi sumur yang renggang tersebut
tidak akan berpengaruh buruk terhadap ultimate recovery
Tahap komplesi yang tertunda tidak akan berpengaruh pada produksi
mula-mula dan laju produksi yang ada, tetapi penundaan dalam pengeboran akan
dapat meyebabkan berkurangnya laju produksi yang diinginkan. Pada kondisi
reservoir seperti ini satu sumur minyak akan dapat memproduksi semua minyak
yang dapat diproduksi oleh suatu reservoir.
Sumur-sumur tambahan (infill drilling) perlu dibuat jika diinginkan minyak dapat
diproduksikan lebih besar dengan waktu yang relatif cepat, jika dibandingkan
dengan hanya satu sumur eksploitasi. Hal ini sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat spasi sumur lebih rapat. Dalam hal ini jumlah minyak yang dapat
diproduksikan dari suatu sumur tidak berpengaruh oleh spasi sumur karena
mobilitas air lebih kecil dibanding dengan mobolitas minyak, sehingga air
sebagai mekanisme pendorong selalu berada dibelakang minyak yang didorong
kearah sumur eksploitasi.
Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk suatu reservoir yang mempunyai
mekanisme pendorong air atau dibawah kondisi hydraulik kontrol, ultimate
recoverynya tidak tergantung dari besar kecilnya radius pengurasan, sehingga
spasi sumur yang renggang lebih menguntungkan. Oleh karena itu, reservoir pada
kondisi ini tidak mempunyai radiun pengurasan alamiah.
Mengenai besar kecilnya laju produksi dari suatu reservoir tergantung
berkurangnya tekanan dan penggunaan tekanan untuk mendorong fluida reservoir
ke sumur eksploitasi. Dalam sistem aliran radial, kehilangan tekanan dan
penggunaan tekanan terbesar adalah pada sekitar dinding lubang bor.
Penurunan tekanan pada reservoir dibawah kondisi hidrolik kontrol relatif
kecil sehingga mampu mendorong minyak ke sumur eksploitasi. Sedang reservoir
dibawah kondisi volumetrik kontrol, penurunan tekanan relatif cepat sehingga
akan hanya mampun mendorong fluida yang mempunyai mobilitas besar, dalam
hal ini adalah gas. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan dalam penentuan
spasi sumur. Dalam hal ini jumlah minyak yang dapat diproduksikan dari sebuah
sumur tidak terpengaruh oleh spasi sumur karena mobilitas air lebih kecil
dibanding dengan mobilitas minyak, sehingga air sebagai mekanisme pendorong
selalu berada dibelakang minyak yang didorong kearah sumur.
Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk reservoir yang mempunyai
mekanisme pendorong air atau dibawah kondisi hidrolik kontrol, ultimate
recoverynya tergantung dari besar kecilnya radius pengurasan, sehingga spasi
sumur yang renggang lebih menguntungkan. Oleh karena itu reservoir pada
kondisi ini tidak mempunyai radius pengurasan alamiah.
Untuk reservoir dengan pendorong gas atau dibawah volumetrik kontrol,
merencanakan spasi sumur yang rapat adalah hal yang terbaik untuk
dilaksanakan. Dalam hal ini tidak dimengerti karena mobilitas gas sebagai tenaga
pendorong jauh lebih besar dari mobilitas minyak yang didorong. Oleh karena itu
spasi sumur yang renggang dapat menyebabkan gas terproduksi terlebih dahulu
sehingga akan menghalangi produksi minyak.
Mengenai besar kecilnya laju produksi dari suatu reservoir tergantung
berkurangnya tekanan dan penggunaan tekanan untuk mendorong fluida reservoir
ke sumur(terutama sumur eksploitasi). Dalam sistem aliran radial, kehilangan
tekanan dan penggunaan tekanan terbesar adalah pada sekitar dinding lubang bor.
Pada reservoir dibawah kondisi volumetrik kontrol, penurunan tekanan
relatif cepat sehingga akan hanya mampu mendorong fluida yang mempunyai
mobilitas besar, dalam hal ini adalah gas. Hal ini merupakan salah satu
pertimbangan dalam penentuan spasi sumur.
2. Struktur Geologi
Struktur geologi dan posisi struktur dari suatu reservoir sangat
berpengaruh terhadap akumualsi hidrokarbon dan cara memproduksinya,
sehingga hal ini perlu juga dipertimbangkan dalam penentuan spasi sumur dalam
perencanaan pengembangna lapangan.
Beberapa struktur geologi yang saling berbeda, dapat mengandung
minyak dan gas bumi yang produktif, dimana hal ini merupakan masalah yang
khas dalam penentuan lokasi letak dan spasi sumur.
Untuk suatu akumulasi hidrokarbon dalam suatu bentuk perangkap dome
atau antiklinal yang berada dibawah kondisi hidrolik kontrol akan lebih banyak
menghasilkan fraksi perolehan minyak jika spasi sumur dibuat agak renggang
sepanjang puncak struktur. Dengan demikian minyak yang diproduksikan akan
terproduksi lebih dahulu sebelum air yang merupakan tenaga pendorong.
Pada formasi yang mepunyai kemiringan curam maka spasi sumur dibuat
lebih rapat pada arah strike bidang perlapisan dibanding dengan arah bidang
lapisan. Untuk reservoir yang berada dibawah kondisi volumetrik kontrol maka
spasi sumur dibuat lebih rapat pada arah dip bidang perlapisan dibanding dengan
arah strike bidang perlapisan.
Pada reservoir yang mempunyai permeabilitas besar dan air sebagai
mekanisme pendorongnya mendesak secara perlahan, maka pengurasan yang ada
dilakukan secara gravitasi sehingga komplesi dalam pelaksanaannya dilakukan
pada daerah yang kemiringannya rendah. Penempatan letak sumur pada sisi
struktur yang rendah memungkinkan dapat meproduksi minyak lebih lanjut
setelah sumur-sumur bagian atas struktur tidak menghasilkan minyak lagi
melainkan sudah memproduksikan gas. Berdasarkan kondisi yang ada, maka
sebaiknya perencanaan spasi sumur yang rapat pada area dekat/diatas batas
minyak-air daripada didaerah puncak struktur.
Jadi secara fisis persoalan spasi sumur adalah mencari hubungan antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap spasi sumur itu sendiri dan efisiensi
perolehan minyak dengan radius pengurasan tertentu kearah sumur produksi.
B. Heterogenitas Reservoir
Tingkat heterogenitas ini akan berpengaruh selain pada penyebaran sumur
yaitu penentuan spasi sumurnya, juga penentuan laju pengurasan.
Heterogenitas dengan porositas dan permeabilitas yang tinggi maka spasi
sumurnya dapat dibuat yang renggang, sebab dengan spasi yang renggang fluida
sudah mampu mengalir kedalam lubang sumur, sehingga mempunyai area
pengurasan yang cukup luas meskipun dengan tenaga yang tidak terlalu besar,
dimana hal ini akan menghemat biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sumur.
Sebaliknya untuk reservoir dengan porositas dan permeabilitas yang
rendah, maka spasi sumur dibuat agak rapat agar fluida dapat mengalir kedalam
lubang sumur, apabila dengan spasi yang renggang maka fluida akan kesulitan
mengalir ke lubang, sehingga ada daerah yang tidak terkuras minyaknya,
mengingat tenaganya tidak cukup besar.

5.2.3. Penentuan Jari-Jari Pengurasan


Jari-jari pengurasan (drainage radius/re) merupakan jarak radial dari
lubang bor di reservoir dimana terjadi aliran fluida reservoir ke sumur dan diluar
batas reservoir tekanan tetap serta tidak ada aliran atau diluar batas reservoir
terjadi aliran ke sumur-sumur sekitarnya.
Cara menentukan jari-jari pengurasan dibedakan menjadi dua,
berdasarkan kondisi reservoir, yaitu :
 Infinite system yaitu untuk lapangan baru atau lapangan eksploitasi dimana
belum adan interferensi antar sumur.
 Finite system yaitu untuk lapangan minyak yang reservoirnya terbatas.

1. Infinite System
Untuk infinite system (sistem tak terbatas), jari-jari pengurasan dihitung
dengan persamaan yang diturunkan oleh Van Poolen, yaitu :
k t
re 
40  Ct

Dimana :
k = permeabilitas, md
t = waktu alir, hari
o = viskositas minyak, cp
 = porositas,fraksi
Ct = kompressibilitas total,vol/vol/psi
= Co (1-Sw) + CwSw + Ct
Co = kompressibilitas minyak, vol/vol/psi
Cw = kompressibilitas air, vol/vol/psi
Cf = kompressibilitas lapisan batuan, vol/vol/psi
Sw = saturasi air,fraksi
2. Finite System
Untuk sistem ini, jari-jari pengurasan dihitung dengan menggunakan dua
cara, yaitu :
- Cara Miller, Dyess, Hutchinson dan Parrine
Persamaan yang mereka kemukakan adalah :
0,00633 k t
re  …………………………………….. (5-11)
 o Ct t De

dimana :
t = waktu shut-in dimana tekanan mulai stabil,apabila tekanan statik
tercapai atau waktu shut-in terakhir apabila tekanan statik
belum tercapai, hari.
tDe = waktu shut-in tanpa dimensi
= 0,28 untuk tekanan statik yang telah tercapai.
= 0,10 untuk tekanan statik yang belum tercapai.
Sebenarnya hasil perhitungan akan lebih representatif apabila tekanan statik
sudah tercapai, yang berarti sebaiknya sumur perlu ditutup lama tetapi penutupan
yang lama tidak menguntungkan.
- Cara Matthew, Brons dan Hozebroek.
Matthew dan kawan-kawan telah membuat suatui grafik pressure fuction Gambar
5.4 yaitu plot antara PDe versus tDe dimana :
PDe = (2,3(P* - P)/m …………………………………… (5-12)
tDe = (0,000624 ko th)/( o Ct A) …………………………… (5-13)
dimana :
P* = Tekanan statik hasil ekstrapolasi, psi
P = Tekanan statik rata-rata,psi
m = Slope, psi/log unit
th = Waktu produksi sumur atau waktu alir Horner, jam
Ct = Kompresibilitas total,vol/vol/psi
Apabila diperkirakan bahwa areal penyerapan berbentuk circle, maka luasnya
adalah re2, jadi persamaan untuk tDe dapat diubah menjadi :
0,000264 k o t h
t De  …………………………… (5-14)
 o Ct re 2
atau
0,0000834 k o t h
t De  ………………………… (5-15)
 o Ct re 2
paramater-parameter yang diketahui adalah : P* , P , m , (dari analisa PBU) , o ,
Co (dari analisa PVT) , Cw , Ct , (dari korelasi) , ko , (dari PBU) ,  (dari analisa
core) , dan Sw (dari analisa).

Gambar 5.3
Grafik Pressure Function
(Amyx, J.W., Bass Jr, DM., and Whitting, R.L., 1960)

5.2.5. Penentuan Geometri Spasi Sumur


Ada dua bentuk geometri spasi sumur yang sering digunakan, yatu
berbentuk bujursangkar yang terdiri dari empat buah sumur dan pada kondisi ini
diharapkan pengurasannya berbentuk bujursangkar. Sedang yang lainnya
berbentuk segitiga sama sisi dengan tiga buah sumur dan diharapkan pada kondisi
ini pengurasannya berbentuk segi enam (Hexagonal)
Gambar 5.4
Bentuk Geometri Spasi Sumur
(Amyx, J.W., Bass Jr, DM., and Whitting, R.L., 1960)

Pada kedua model ini dapat ditentukan luas daerah pengurasan efektifnya, yaitu
sebagai berikut :
1. Bentuk Bujur Sangkar
Bentuk bujur sangkar ini dibentuk oleh empat buah sumur dalam hal ini
minyak dianggap bergerak menembus batuan reservoir menuju sumur yang
paling dekat. Spasi berbentuk bujursangkar ini akan memberikan daerah
pengurasan seperti pada gambar 5.4. Luas daerah yang akan memberikan
pengaliran ke sumur, dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
D2
a  …………………………………………….(5-16)
43560
2. Bentuk Segi Tiga
Bentuk segitiga sama sisi atau beberapa segitiga yang membentuk segi enam,
akan mempunyai luas daerah pengurasan sumur :
0,866 D 2
a  ……………………………………………(5-17)
43560
Dimana :
a = Luas daerah pengurasan yang dapat memberikan pengaliran terhadap
sumur, acre
D = Jarak antar sumur satu dengan yang lainnya, ft.
Dalam hal tertentu maka daerah pengurasan dapat diaanggap luas equivalen,
yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari pengurasan efektif R. Harga R ini
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Bentuk bujur sangkar : R = 0,637 D
Bentuk segitiga : R = 0,595 D
Dengan menganggap bahwa daerah pengurasan berbentuk lingkaran, maka
jarak antar sumur satu dengan yang lain (D) dapat ditentukan dengan
persamaan :
D = 2 * re
Dimana :
re = jari-jari pengurasan, ft
Salah satu contoh pengaturan tata letak dan konfigurasi sumur produksi
dalam ukuran spasi 20 acre seperti yang terdapat di lapangan Kettlement
Hills, California dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.5.
Pengaturan tata letak sumur-sumur dalam ukuran 20 acre
Spacing yang terdapat di lapangan Kettlement Hills, California
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)

5.3. Pengaturan Pola Spasi Sumur


Masalah pengaturan pola penyebarn sumur memerlukan data-data geologi
reservoir dari suatu lapangan yang akan dikembangkan. Data-data geologi
reservoir yang akan diperlukan yaitu mengenai struktur, stratigrafi, mekanisme
pendorong dan sifat fisik batuan serta fluida reservoirnya. Pada dasarnya ada dua
pola penyebaran sumur yaitu :
- Pola yang teratur
- Pola yang tidak teratur
5.3.1. Pola Spasi Sumur Teratur
Pola penyebaran sumur yang teratur dilakukan jika struktur dan stratigrafi
yang ada pada suatu reservoir tidaklah begitu kompleks dan mempunyai
homogenitas reservoir yang baik. Dengan menggunakan pola yang teratur ini
diharapkan nanti pada tahap produksi sekunder akan lebih mudah dilakukan,
sehingga pengurasan dapat mencapai hasil yang maksimum. Untuk lebih
jelasnya pola penyebaran sumur yang teratur dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6
Pola Penyebaran Sumur Yang Teratur
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)

5.3.2. Pola Spasi Sumur Tidak Teratur


Hal ini dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang ada pada suatu
lapangan cukup kompleks seperti adanya beberapa patahan (fault block) dan
juga mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi, sehingga tidak mungkin
dilaksanakannya pola penyebaran sumur teratur. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7.
Pola Penyebaran Sumur Yang Tidak Teratur
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)

5.4. Penentuan Letak Sumur Produksi


Dalam usaha mengeksploitasikan suatu reservoir agar diperoleh recovery
maksimal, maka dalam penentuan letak sumur-sumur produksi perlu
dipertimbangkan pengaruh mekanisme pendorong reservoir dan kondisi geologi.
Dibawah ini akan dijelaskan penentuan letak sumur produksi berdasarkan
mekanisme pendorong alamiah yang bekerja pada reservoir.
5.4.1. Gas Cap drive
Untuk jenis gas cap drive ini pengaturan letak sumur produksi dapat
menggunakan pola teratur, jika formasinya tebal dan sudut kemiringannya kecil.
Sedang pada formasi produktif yang tipis serta sudut kemiringannya besar maka
sebaiknya digunakan pola tidak teratur. Hal ini dilakukan karena bila memakai
pola teratur akan menyebabkan banyak sumur yang terletak terlalu dekat
dengan batas minyak gas akan memproduksikan gas. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8.
Penempatan Letak Sumur Untuk gas Cap Drive
(Allen, T.O, Robert, Allan., 1979)
5.4.2. Water Drive
Untuk jenis water drive ini, letak sumur produksi dapat menggunakan
pola teratur, jika formasinya tebal dan sudut kemiringannya kecil dimana
komplesi sumur digunakan pada bagian atas struktur, hal ini untuk mencegah
terproduksinya air pada tahap awal. Untuk ini dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Sedangkan untuk formasi produktif yang tipis dengan sudut kemiringan formasi

Gambar 5.9.
Penempatan Letak Sumur Dan KonfigurasimSumur Untuk
Water Drive Reservoir Dengan Lapisan Tebal Dan Sudut
Kemiringan Rendah
(Allen, T. O, Robert, Allan P., 1979)

yang besar, maka pola yang digunakan sebaiknya pola tidak teratur, hal ini
untuk mencegah terproduksinya air pada tahap awal, jika digunakan pola teratur.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Gambar 5.10.
Pola Penempatan Letak Sumur Untuk Water Drive
Reservoir Dengan lapisan Tipis Dan Sudut Kemiringan Besar
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)

5.4.3. Solution Gas Drive


Untuk jenis mekanisme pendorong solution gas drive ini dapat digunakan
pola penempatan sumur yang teratur, baik untuk sudut kemiringan formasi kecil
maupun besar. Hal ini dapat dilakukan baik bila batuan reservoirnya tidak
berlapis-lapis. Untuk hal yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.11 dan
5.12
Perencanaan komplesi sumur produksi juga harus diletakkan pada bagian
bawah formasi, karena dengan demikian mekanisme pendorongnya akan
bertambah yang berasal dari perbedaan grafitasi (grafitasi drainage) antara
minyak dan gas.
Untuk Solution Gas Drive dengan kemiringan lapisan tebal, penempatan
letak sumur adalah pada sisi bagian bawah reservoir dan disusun secara teratur,
sehingga sumur-sumur eksploitasi yang dikomplesikan pada bagian tersebut
akan mempunyai produksi yang lama.
.
Gambar 5.11.
Pola Penempatan Letak Sumur Untuk Solution Gas Drive
dengan Sudut Kemiringan Formasi Rendah
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)

Gambar 5.12
Pola Penempatan Letak Sumur Untuk Solution Gas Drive
Dengan Sudut Kemiringan Formasi Besar
(Allen, T.O, Robert, Allan P., 1979)
5.4.4.Combination Drive
Untuk reservoir jenis ini, penempatan letak sumur produksinya tergantung
pada tenaga pendorong yang paling dominan bekerja pada reservoir tersebut.
Apabila tenaga pendorong yang paling dominan adalah Water Drive maka sumur
dikomplesikan pada bagian teratas dari struktur dan sebaliknya jika Gas Cap
yang dominan maka sumur dikomplesikan pada bagian bawah struktur tersebut.
Bila mengalami kesulitan dalam menentukan tenaga pendorong yang
paling dominan, maka sumur dipolakan dengan Surface Grade. Kerugian
terbesar dari Grid Pattren ini adalah semua sumur yang menembus struktur
tinggi akan terinvasi oleh pengembangan gas pada awal produksi. Sumur-sumur
akan berproduksi dengan GOR yang tinggi dan Efficiency Recovery yang
rendah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.13.

Gambar 5.13.
Pola Penempatan Letak Sumur Pada Combination Drive reservoir
(Allen, T.O, Robert, Allan, P., 1979)

5.5. Metode Perolehan Tahap Lanjut


Pada umumnya eksploitasi tahap lanjut dilakukan setelah berakhirnya
eksploitasi tahap awal. Akan tetapi hal ini tidaklah mutlak sebab mungkin
pelaksanaan eksploitasi tahap lanjut dilakukan sebelum berakhirnya eksploitasi
tahap awal, misalnya pada operasi stimulasi yang dimaksudkan untuk
memperbaiki produktivitas formasi dengan memperbesar permeabilitas atau
memperkecil viscositas. Demikian halnya dengan operasi pressure maintenance
(injeksi air atau gas), dimana injeksi dimulai pada saat reservoir masih
mempunyai tenaga yang mampu memproduksikan minyak sampai kepermukaan.

5.5.1. Tujuan Produksi Tahap Lanjut


Dengan mengacu pada penjelasan diatas, maka dapat diambil pengertian
bahwa metode produksi tahap lanjut atau Enhanced Oil recovery (EOR)
berbagai cara atau usaha yang dilakukan untuk meningkatkan laju produksi dari
suatu sumur tanpa merusan formasi dari reservoir yang ada, sehingga faktor
perolehan minyak dari sumur produksi tersebut akanb meningkat. Sedangkan
alasan dilakukan EOR ini karena dari hasil perkiraan-perkiraan reservoir
tersebut masih mempunyai jumlah cadangan hidrokarbon yang cukup besar,
tetapi tekanan sudah sangat menurun sehingga bila dilakukan produksi tahap
lanjut maka hasilnya masih menguntungkan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tujuan dari EOR adalah
sebagai berikut :
 Untuk meningkatkan faktor perolehan minyak
 Mengurangi atau memperkecil saturasi minyak yang masih tertinggal
(residual oil recovery).
 Menurunkan viscositas minyak yang terdapat dalam reservoir.
 Mengurangi tekanan kapiler pada sistem fluida-batuan reservoir.
 Memberikan kekuatan pengaliran (driving force) pada laju produksi minyak
yang sudah rendah.
 Meningkatkan luas daerah yang tersapu (areal swept efficiency), yang mana
hal ini tergantung pada karakteristrik reservoir dan juga pelaksaan operasinya
seperti penempatan sumur injeksi.

5.5.2. Pola Sumur Injeksi-Produksi


Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak ini yang
efisiensi adalah dengan membuat pola sumur injeksi-produksi.
Gambar 5.14.
Pola Teratur Sumur Injeksi-Produksi
(Latil., M., 1980)

Pertimbangan dalam penentuan tergantung pada tingkat keseragaman formasi,


yaitu penyebaran permeabilitas ke arah lateral maupun arah vertikal. Pola-pola
ini bisa berbentuk teratur maupun tidak teratur. Dimana dalam hal yang tidak
teratur didekati dengan membuat model-model geologi reservoir yang
mendekati, sementara pola teratur masing-masing mempunyai sistem jaringan
tersendiri, yang mana akan memberikan jalur arus berbeda-beda, sehingga
memberikan luas daerah tersapu yang berbeda. Gambar 5.14 memperlihatkan
bentuk pola sumur teratur.

5.5.3. Jenis-Jenis Produksi Tahap Lanjut


Ditinjau dari segi teknis dan cara pengoperasiaannya, metode produksi
tahap lanjut ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : Stimulasi, Pressure
Maintenance, Pemboran Infill dan Proses Flooding yang meliputi : Immiscible,
Miscible, Chemical, dan Thermal Processes. Proses stimulasi, pressure
maintenance, dan pemboran infill dilakukan pada saat energi reservoir masih
mapu memproduksikan hidrokarbon sampai kepermukaan; sedangkan proses
flooding dilakukan setelah energi mula-mula yang dikandung oleh reservoir
telah habis, dan injeksi fluida ini disebut dengan secondary recovery. Sementara
bila injeksi dimulai ketika reservoir tersebut masih mempunyai energi yang
sanggup memproduksikan sampai ke permukaan, disebut pressure maintenance.
Tetapi meskipun demikian, kedua cara diatas pada prinsipnya sama, yaitu injeksi
fluida kedalam reservoir untuk meningkatkan recovery minyak kumulatif atau
laju produksi minyak.

5.5.3.1. Pressure Maintenance


Berkurangnya recovery minyak dari suatu reservoir dapat diakibatkan
oleh makin menurunnya tekanan reservoir selama diproduksikan, sehingga
tekanan drawdown tidak mampu lagi memberikan laju produksi yang ekonomis
dan produksi terpakasa berhenti, walaupun sebenarnya jumlah cadangan minyak
yang tertinggal (remaining reserve) masih cukup besar.
Menurunnya tekanan reservoir disebabkan oleh adanya pengosongan
reservoir akibat diproduksikannya minyak. Hal ini terutama terjadi pada
reservoir yang mempunyai jenis mekanisme pendorong depletion drive. Pada
reservoir depletion, disampaing tekanannya cepat menurun, recovery yang
diperoleh juga relatif kecil. Oleh karena itu pada reservoir jenis ini perlu sekali
dilakukan pemeliharaan tekanan reservoir (pressure maintenance) unutk
meningkatkan recovery minyaknya, yaitu dengan cara menginjeksikan air atau
gas kedalam reservoir tersebut.
Pada dasarnya prinsip dari pressure maintenance ini adalah
mengusahakan agar :
1. Depletion Drive Index (DDI) menurun atau tidak dominan, yaitu dengan cara
menjaga tekanan reservoir agar tetap tinggi, atau
2. Mengganti tenaga pendorong alamiah dengan tenaga pendorong buatan yang
lebih efisien, misalnya dengan mengganti gas cap drive dengan water drive
buatan.
Pemeliharaan tekanan reservoir agar tetap tinggi mempunyai beberapa
keuntungan-keuntungan, yaitu :
1. Viscositas minyak turun, karena sejumlah gas tertahan didalam larutan
2. Permeabilitas efektip dari minyak bertambah, juga sebagai berkurangnya gas
yang terbebaskan dari minyak.
3. Umur produksi dari suatu reservoir bertambah.
Pemilihan metoda yang akan digunakan didalam pressure maintenance ini
tergantung pada kondisi reservoir yang ada, dimana pada dasarnya ada dua
metode yang digunakan yaitu ; injeksi gas ke puncak reservoir dan injeksi air ke
pinggir dan dasar reservoir.
A. Injeksi Air
Pressure maintenance dengan cara injeksi air ini dilakukan dengan cara
menginjeksikan air ke pinggir reservoir, sementara sumur produksinya
ditempatkan pada lokasi yang lebig tinggi (up structure). Injeksi air ini
dilakukan dengan maksud untuk memungkinkan tercapainya pengembangan
front air yang seragam . Hal ini dapat dicapai dengan cara mempelajari aspek-
aspek geologi reservoir secara teliti dan merencanakan program injeksi air
sebaik mungkin. Seprti misalnya, untuk injeksi air kedalam struktur yang
berbentuk kubah (dome), maka penginjeksian yang paling baik dilakukan
dengan menggunakan sumur-sumur yang terdistribusi secara merata ke seluruh
reservoir. Dengan cara injeksi air ini, diharapkan reservoir dapat bekerja
sebagai water drive buatan.
Pada umumnya injeksi air ini lebih emnguntungkan daripada injeksi gas,
hal ini dikarenakan saturasi minyak sisa (residual oil saturation) untuk water
drive biasanya lebih kecil jika dibandingkan dengan water drive. Disamping
itu hal terutama disebabkan adanya perbandingan mobilitas pada water drive
yang lebih menguntungkan, dan juga karena adanya karakteristik dari
kebanyakan reervoir yang bersifat water wet, sehingga proses pendesakan air
lebih merata ke seluruh reservoir.

B. Injeksi Gas
Pressure maintenance dengan menggunakan injeksi gas ini dilakukan
dengan cara menginjeksikan gas ke bagian puncak dari reservoir. Dengan
cara ini diharapkan reservoir akan bekerja sebagaimana gas cap drive (DDI
menurun), sehingga pendorongan minyak dari reservoir diharapkan akan
lebih baik. Jadi pada prinsipnya injeksi gas ini adalah dengan membuat gas
cap buatan.
Gas yang diinjeksikan biasanya merupakan gas hidrokarbon. Injeksi gas
dilakukan jika terdapat sumber gas dalam jumlah besar dan cukup dekat
letaknya, termasuk gas yang berasal dari hasil produksi lapangan itu sendiri.
Injeksi gas dapat diterapkan untuk mempertahankan tekanan pada harga
tertentu (pressure maintenance), atau juga untuk mengambil minyak yang
tersembunyi dibagian atas reservoir yang terhalang oleh patahan atau
bongkah garam (salt dome) yang sering disebut dengan “attic oil”. Jumlah
gas yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan reservoir pada tekanan
tertentu dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

R = Rs + Rf ……………………………………………………..(5-18)
Dimana :
R = perbandingan produksi gas-minyak (total)
Rs = perbandingan gas-minyak untuk gas yang berasal dari larutan
Rf = perbandingan gas-minyak untuk gas yang berasal dari gas bebas
Untuk mempertahankan tekanan, maka volume fluida yang keluar harus
sama dengan volume gas yang masuk.
(Bo + Rf Bg) + (Rs + Rf) = I (Rs + Rf) Bg …………………… (5-19)
Sehingga fraksi produksi gas yang diinjeksikan kembali (I), adalah:
B o  Rf Bg
I ………………………………………… (5-20)
(R s  R f ) B g

Dimana :
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/scf.
Bg = faktor volume formasi gas, scf/bbl.
Untuk mengetahui efisiensi dari operasi injeksi gas pada pressure
maintenance, maka perlu dilakukan pengamatan terhadap harga drive
indexnya secara berkala.

5.5.3.2. Sumur Infill


Pemboran infill ini dilakukan pada suatu lapangan minyak yang telah
berproduksi masih dibawah tingkat laju produksi yang efisien (MER). Tujuan
pemboran infill ini adalah untuk mendapatkan dan mengangkat minyak yang
mungkin diproduksikan (recoverable oil) dari suatu reservoir dalam jangka
waktu yang lebih cepat.
A. Pertimbangan-Pertimbangan Perlunya Dilakukan Pemboran Sumur
Infill
Untuk dapat memutuskan dilakukannya operasi pemboran infill, maka perlu
dipertimbangkan seperti :
1. Jumlah sisa cadangan minyak (remaining recoverable reserve) masih cukup
besar.
2. Jumlah sumur yang ada masih terlalu sedikit dan masih kurang efisien dalam
menguras cadangan.
3. Kapasitas fasilitas penampungan di permukaan belum mancapai harga yang
maksimum.
4. Laju produksi lapangan masih belum mencapai harga : Maximum efficient
Rate” (MER).
5. Ada tanda-tanda kecenderunagn minyak akan bermigrasi kearah lapisan
pembatasan di sekitarnya.
6. Serangkaian pekerjaan pressure maintenance belum dapat memberikan
peningkatan laju produksi lapangan.
7. Permintaan konsumen diperkirakan akan terus meningkat.
8. Fluktuasi harga di pasaran cenderung terus meningkat.
9. Adanya keputusan politik.
B. Penentuan Spasi sumur Infill
Seperti halnya pada pemboran-pemboran pengembangan yang lainnya,
maka penentuan spasi sumur infill ini juga dimaksudkan untuk memperkecil jari-
jari pengurasan (re).
Berdasarkan pada persamaan Darcy untuk aliran radial dalam suatu daerah
pengurasan yang terbatas, yaitu ;
2 c k h ( P e  P w)
q ………………………………………(5-21)
ln r e / r w

Maka dari persamaan diatas dapat dilihat bahea harga q dapat diperbesar
sehubungan dengan spasi sumur yaitu dengan cara memperkecil harga ln re/rw.
Sedangkan harga ln re/rw ini kecil jika harga re kecil atau harga rw besar. Harga
rw besarnya terbatas, sehingga untuk memperkecil harga ln re/rw tersebut
dilakukan dengan cara merubah-rubah harga re-nya. Hal ini berarti bahwa untuk
memperkecil harga re diperlukan penambahan jumlah lubang sumur, dan
penambahan jumlah lubang sumur tersebut erat sekali hubungannya dengan
jarak antara sumur yang satu dengan yang lainnya (spasi sumur).
Hubungan antara jari-jari pengurasan sumur (re) dengan spasi sumur (D)
adalah, bahwa jarak antara dua buah sumur tidak boleh melebihi dua kali jari-jari
pengurasannya, jadi D = 2 re. Apabila spasi sumur lebih dari dua kali jari-jari
pengurasannya, maka akan terdapat daerah reservoir yang tidak terbatas dan
fluidanya akan tertinggal didalam reservoir. Hal ini disebabkan, fluida dalam
batuan reservoir mempunyai penyebaran yang terbatas sampai pada jarak tertentu
di sekitar lubang bor. Sedangkan jika spasi sumur terlalu kecil dari dua kali jari-
jari pengurasan, maka akan mengakibatkan terjadinya overlaping antara kedua
sumur tersebut, sehingga pada saat diproduksikan akan cenderung terjadi coning.
Dengan denikian, terdapat hubungan antara q, D dan re, dimana semakin
besar harga re maka akan semakin besar pula harga D dan akan mengakibatkan
semakin kecilnya q yang diperoleh, begitu juga berlaku untuk hal yang
sebaliknya.Apabila diinginkan harga q yang besar dengan memperkecil harga re
maka spasi sumur akan menjadi semakin kecil, sehingga D = 2 re berdasarkan
laju produksi yang diinginkan dapat ditentukan.
Pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan untuk penentuan suatu
program spasi sumur ini, antara lain adalah sebagai berikut :
 Jumlah sumur yang akan dibor harus cukup banyak untuk dapat memberikan
informasi geologi dan menguras reservoir.
 Sebaiknya hanya dilakukan pada sumur-sumur yang dapat berproduksi
dengan kecepatan maksimum dan efisiensi untuk menguras reservoir tersebut.
 Disesuaikan dengan waktu atau umur dari lapangan produksi. Jadi jumlah
sumur yang akan dibor harus dapat menguras reserviur pada waktu yang telah
ditentukan.
C. Penentuan letak Sumur Infill
Pada dasarnya untuk dapat merencanakan letak sumur infill secara baik,
dipengaruh oleh beberapa faktor, antara lain : cadangan minyak yang masih
tersisa di dalam reservoir yang mingkin dapat diangkat (remaining recoverable
reserve), struktur geologi dan faktor-faktor ekonomi.
Disini hanya dua faktor yang pertama saja yang akan diuraikan,
sedangkan mengenai faktor-faktor ekonomi tidak diuraikan.
1. Remaining Recoverable Reserve
Besarnya cadangan yang tersisa di dalam reservoir yang mungkin masih
diangkat sangat tergantung pada RF (recovery faktor). Sedangkan besarnya harga
RF tersebut sangat ditentukan oleh energi reservoirnya (mekanisme pendorong0).
Dengan demikian untuk dapat mencapai suatu harga recovery yang seoptimal
mungkin, maka harus diusahakan agar tenaga pendorong yang dimiliki reservoir
dapat bekerja secara efektif.
Untuk suatu water drive field dengan reservoir yang sangat permeable
serta diikuti dengan kontinuitas pori-pori akan menyebabkan tekanan formasi
cepat seimbang, sehingga dengan demikian disarankan agar sumur dibor dengan
spasi lebar tanpa mempengaruhi ultimate recoverynya. Dalam mekanisme water
drive yang ditunjang oleh persediaan air yang besar, akan menyebabkan batas air-
minyak (WOC) makin bergerak keatas; dan untuk daerah yang makin dekat
dengam WOC tersebut, disarankan agar spasi sumurnya lebih lebar, hal ini
disebabkan untuk sumur-sumur di bagian bawah reservoir akan lebih cepat dalam
memproduksikan air, sehingga selain membuang energi reservoir akibat adanya
air yang terproduksi, juga menyebabkan tidak efisiensinya sumur-sumur di
bagian bawah reservoir tersebut.
Sementara untuk gas drive field, pada bagian atas reservoir, spasi sumur
dibuat dengan jarak lebih lebar, hal ini dilakukan untuk menghindari agar gas
jangan terlalu cepat berproduksi. Apabila gas terlalu cepat terproduksi, maka hal
ini akan terjadi pembuangan energi reservoir dengan sia-sia, sehingga akibatnya
sumur tersebut menjadi tidak efisien.
2. Struktur Geologi
Adanya struktur geologi yang bermacam-macam akan mempengaruhi
minyak dan gas bumi, terutama dalam hal bermigrasi dari batuan induk (source
rock) sebelum terakumulasi dalam suatu perangkap resevoir. Dengan demikian
dalam mengeksploitasi suatu minyak dan gas bumi dalam reservoir, perlu sekali
mempertimbangkan bentuk dan struktur geologi tersebut.
Masing-masing struktur geologi diatas, dalam hubungannya dengan
penempatan letak sumur infill mempunyai permasalahan sendiri-sendiri, yaitu
apakah sumur infill tersebut harus diletakkan pada bagian puncak antiklin atau di
dekat batas tepi air.
Untuk suatu akumulasi minyak yang terlatak pada struktur antiklin atau
kubah garam dengan mekanisme water drive, maka jika dieksploitasikan dengan
spasi sumur yang lebar dan dibor di sepanjang puncak dari struktur tersebut, akan
menghasilkan recovery minyak yang besar. Sumur-sumur yang diatur menurut
posisi tersebut, akan lebih ekonomis jika dibandingkan dengan sumur-sumur
yang diletakkan dibawah. Untuk mengurangi pengaliran ke atas pada waktu
memproduksikan minyak di bagian yang dekat dengan WOC, maka setiap sumur
harus mempunyai spasi yang lebih rapat pada arah strike daripada dip. Hal ini
dimaksudkan agar terjadinya water coning dapat dikurangi.
Gas cap biasanya terdapat pada bagian puncak dari struktur antiklin.
Apabila membor pada daerah gas cap tersebut, maka sumur-sumur yang dibuat
harus mempunyai spasi yang lebih lebar. Dan minyak harus diprodukasikan dari
sumur-sumur pada arah dip kebawah (down dip), hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi aliran gas dari bagian puncak.
Untuk reservoir yang sangat permeabel dan batas tepi airnya bergerak
maju secara perlahan-lahan, maka karena adanya gaya grafitasi akan
menyebabkan sisa-sisa minyak dari puncak mengalir kebawah, sehingga sumur-
sumur yang terletak di bagian bawah mungkin dapat terus memproduksikan
minyak walaupun di bagian puncak hanya tinggal memproduksi gas saja. Dalam
hal ini, sumur yang akan dibor di bagian bawah harus ditempatkan dengan spasi
yang rapat dibandingkan dengan sumur-sumur yang berada di bagian puncak.

BAB VI
PEMBAHASAN

6.2. Pengaruh Heterogenitas Reservoir Terhadap Penyebaran Hidrokarbon


Dalam suatu studi reservoir, sering digunakan anggapan bahwa formasi
reservoir bersifat homogen dengan ketebalan serba sama (uniform thickness),
distribusi porositas dan permeabilitas seragam kesegala arah (isotropik). Pada
kenyataannya struktur reservoir yang sesungguhnya sangatlah kompleks,
dikarenakan adanya proses-proses atau gejala-gejala geologi yang terjadi.
Sehingga mengakibatkan sifat-sifat fisik dari batuan menjadi sangat bervariasi
(heterogen). Heterogenitas rseervoir merupakan suatu tingkat ketidakseragaman
dari sifat fisik batuan dan fluida reservoir dari suatu tempat ke tempat yang lain
dalam reservoir yang sama. Sebenarnya kondisi inilah yang paling banyak
didapatkan di reservoir.
Dalam mengidentifikasi reservoir yang bersifat heterogen selalu dimulai
dari stuudi geologi yang menguraikan luasan reservoir dan heterogenitas
reservoir dalam skala yang berlainan. Tingkat heterogenitas yang berbeda-beda,
ada reservoir dengan tingkat heterogenitasnya tinggi, tetapi ada juga reservoir
yang mempunyai tingkat heterogenitas yang rendah sehingga sering dianggap
sebagai reservoir yang homogen. Heterogenitas reservoir dapat terjadi pada skala
mikroskopis (skala kecil), skala makroskopis (skala menengah), dan skala
megaskopis (skala besar).
Faktor-faktor yang mengontrol adanya heterogenitas di dalam reservoir
yaitu ; sedimentasi tektonik regional, komposisi batuan dan tekstur serta geometri
batuan.. Proses sedimentasi yang dipengaruhi tektonik regional mengakibatkan
terjadinya bermacam-macam lingkungan pengendapan seperti : lingkungan
pengendapan darat, laut dan trasgresi, sehingga dengan adanya bermacam-macam
lingkungan pengendapan ini, reservoir akan bersifat heterogen.
Faktor sedimentasi tektonik regional, diagenesa dan struktur geologi
merupakan kontrol geologi untuk mengetahui adanya heterogenitas reservoir
secara megaskopis.
Faktor geometri batuan dapat digunakan sebagai kontrol geologi terhadap
heterogenitas reservoir skala mikroskopis karena geometri batuan yang terdiri
dari ukuran rongga pori (pore throat size), ukuran pori-pori batuan (pore body
size), peretakan akan mempengaruhi besarnya harga porositas dan permeabilitas
serta saturasi fluida dari batuan tresebut.
Berdasarkan arah penyebaran, maka heterogenitas batuan reservoir dapat
dibadakan menjadi dua macam, yaitu heterogenitas vertikal dan heterogenitas
horisontal reservoir.
Kontrol geologi yang mempengaruhi terjadinya heterogenitas vertikal
adalah beragamnya lingkungan pengendapan, diagenesa, dan struktur
sedimennya. Setiap lingkungan pengendapan akan mempunyai kecenderungan
untuk membentuk model pengendapan tertentu dimana hal tersebut akan
tergantung pada unsur-unsur lingkungan pengendapannya. Unsur-unsur
lingkungan pengendapan meliputi material sedimen, keadaan pembatas energi
mekanik, kimia fisika dan aktivitas biologis.
Pengaruh heterogenitas vertikal terhadap sifat fisik batuan
reservoir(seperti porositas, permeabilitas dan saturasi fluida) dimana hal ini
sangat menentukan dalam penyebaran hidrokarbon dalam reservoir terutama
adalah besarnya zona transisi, dimana dengan mengecilnya permeabilitas maka
zona transisi akan makin besar. Dengan demikian pada suatu lapangan yang zona
transisinya tidak sama, maka akan memgakibatkan miringnya batas minyak air
(WOC).
Kontrol geologi yang mempengaruhi terjadinya heterogenitas horisontal
adalah lingkungan pengendapan, diagenesa, struktur dan tekstur sedimennya.
Material sedimen yang terendapkan pada suatu lingkungan pengendapan akan
mempunyai jarak trasportasi ysng berbeda, sehingga komposisi dan teksturnya
pada arah horisontal akan berlainan. Heterogenitas horisontal akan semakin
kompleks dengan terjadinya proses diagenesa dan strukturisasi sedimen sehingga
lingkungan pengendapan akan mempunyai batas-batas reservoir tertentu.
Dengan adanya heterogenitas reservoir yang dapat dibedakan menjadi
haterogenitas skala mikroskopis, skala makroskopis maupun heterogenitas skala
megaskopis dimana ketiganya dikontrol oleh adanya heterogenitas vertikal dan
horisontal sangat berpengaruh terhadap penyebaran hidrokarbon dalam reservoir
dalam hal penyebaran cadangan dan produktivitasnya. Hal ini disebabkan karena
pengaruhnya terhadap sifat fisik batuan (porositas, permeabilitas dan saturasi
fluida) dan dengan adanya pengaruh heterogenitas horisontal terhadap komposisi
dan tekstur, maka pengaruh heterogenitas reservoir terhadap penyebarannya jelas-
jelas terlihat.

6.3. Peranan Penyebaran Hidrokarbon Dalam Penentuan Tata Letak Sumur


Produksi
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa besaran-besaran reservoir yang
merupakan sifat fisik dari batuan dan fluida reservoir akan mempunyai harga
yang bervariasi apabila teridentifikasi bahwa reservoir tersebut bersifat heterogen
sehingga berpengaruh terhadap penyebaran hidrokarbon dimana dengan adanya
penyebaran hidrokarbon tersebut akan berpengaruh terhadap operasi
pengembangan dan operasi tahap lanjut.
Setelah diketahui dari pemboran eksplorasi dan deliniasi bahwa reservoir
yang bersangkutan mengandung lapisan yang prospek, maka untuk tercapainya
perolehan minyak yang maksimal perlu ditentukan penyebaran sumur (produksi)
yang akan menguras reservoir sesuai dengan kondisi penyebaran yang dapat
teridentifikasi.
Sebagai pertimbangan utama dalam penentuan penyebaran sumur adalah
informasi data-data tentang karakteristik reservoir baik batuan maupun fluidanya.
Karena penyebaran sumur yang dimaksud disini adalah sumur produksi
(pengurasan), maka data-data tersebut telah diperoleh dari sumur-sumur
sebelumnya dalam hal ini adalam sumur eksplorasi dan deliniasi. Dari survey
pendahuluan, antara lain pemboran eksplorasi, pemboran deliniasi serta evaluasi
penilaian formasi dapatlah diketahui bagaimana kondisi geologi reservoir
terutama adalah struktur jebakan, sifat lithologi batuan dan heterogenitas yang
berpengaruh terhadap penyebaran hidrokarbon (point terpenting dalam
pertimbangan untuk menentukan tata letak sumur produksi).
Untuk dapat menempatkan sumur produksi (pengurasan) secara baik dan
tepat, perlu diketahui penyebaran hidrokarbonnya secara detail yang meliputu
sifat fisik batuan dan fluidanya. Penyebaran tersebut berpengaruh terhadap
distribusi cadangan dan produktivitasnya, tebaran titik produksi dan terhadap
pengaturan spasi sumur-sumurnya. Secara logic, hal ini dapat dengan mudah kita
terima karena kita tidak mungkin menempatkan sumur produksi di suatu area
yang cadangannya kecil dan produktivitasnya rendah. Oleh karena itu penyebaran
hidrokarbon disini merupakan faktor yang mutlak harus dipikirkan secara
rasional dan teliti.
Dengan demikian prioritas penempatan sumur produksi dapat ditentukan.
Penyebaran sumur-sumur produksi tidak terlepas dari distribusi cadangan yang
terjadi dalam reservoir. Reservoir yang mempunyai tingkat heterogenitas yang
rendah akan mempunyai cadangan hidrokarbon yang hampir tersebar merata di
seluruh reservoir. Sebaliknya, bila reservoir memiliki tingkat heterogenitas yang
tinggi, maka penyebaran cadangannya di reservoir akan tidak merata. Hal ini
tentunya akan berpengaruh langsung terhadap penyebaran sumur-sumur produksi.
Penyebaran sumur-sumur produksi pada reservoir yang relatif homogen
akan mengikuti pola penyebaran yang lebih teratur bila dibandingkan dengan
reservoir yang heterogen. Sedangkan pada reservoir yang heterogen akan
mengikuti pola sumur yang tidak teratur. Hal ini akan berpengaruh terhadap
perencanaan penempatan titik sumur serta jumlah sumur. Dengan demikian
penyebaran sumur-sumur produksi tersebut tentunya akan disesuaikan dengan
posisi dan penyebaran hidrokarbon (cadangan) dari bagian-bagian reservoir.
Lithologi batuan reservoir akan sangat berpengaruh terhadap
permeabilitas dan tekanan kapiler dari batuan, yang mana kedua sifat fisik ini
mempengaruhi pergerakan fluida dari reservoir ke lubang sumur, sehingga
penyebaran sumur-sumur produksi akan sangat ditentukan oleh penyebaran
permeabilitas batuan pada reservoir tersebut. Untuk bagian reservoir yang
mempunyai permeabilitas tinggi, maka bagian tersebut tentunya akan diperlukan
lebih sedikit sumur bila dibandingkan dengan bagian yang mempunyai
permeabilitas yang rendah, maka jumlah sumur yang dibutuhkan lebih banyak
dan jarak antara setiap sumur relatif rapat. Hal ini dimaksudkan agar fluida
reservoir dapat diproduksikan secara maksimal dan cepat, sehingga investasi
dapat cepat kembali.
Penyebaran sumur-sumur pengurasan juga dipengaruhi oleh mekanisme
pendorong yang bekerja pada reservoir yang bersangkutan. Untuk reservoir
dengan mekanisme pendorong air, penyebaran sumur-sumur produksinya akan
mengikuti pola yang tidak teratur apabila lapisan produktifnya tipis dan sudut
kemiringan lapisan produktif besar. Tetapi untuk lapisan produktif yang tebal
dengan sudut kemiringan yang kecil (water drive) maka penyebaran sumur-
sumurnya mengikuti pola penyebaran teratur.
Sedangkan untuk reservoir dengan mekanisme pendorong berupa gas cap
apabila lapisan produktifnya tipis dengan sudut kemiringan yang besar maka
sumur-sumurnya akan tersebar secara tidak teratur. Jika lapisan produktif besar
dengan sudut kemiringan kecil maka sumur-sumur akan tersebar secara teratur
dan merata diseluruh reservoir. Hal diatas dimaksudkan untuk menghindari
terproduksinya air maupun gas secara dini.
Bilamana resrvoir mempunyai gas cap dan aquifer. Dimana mekanisme
pemdorongnya strong water drive, maka air cepat naik, sehingga pilihan letak
interval perforasi harus jauh setinggi mungkin dari level WOC, untuk dapat
pengurasan minyak seoptimal mungkin, sebelum air mulai terproduksi. Karena
kalau letak interval perforasi rendah disekat WOC akan menyebabkan produksi
prosentase kadar ait tinggi terlalu dini. Hal ini sangat tidak dikehendaki. Bila law
water drive , namun gas cap drive lebih kuat, pilihan interval perforasi harus
serendah mungkin dari level WOC atau sejauh mungkin dari level GOC, supaya
terhindari dari produksi gas atau GOR tinggi lebih cepat (gas coning) dan
pengurasan tidak maksimal. Bila mekanisme pendorong dari keduanya cukup
berpengaruh, maka pilihan interval perforasi diambil ditengah-tengah diantara
GOC dan WOC (jauh dari level GOC dan WOC).
Dengan demikian penyebaran hidrokarbon yang dipengaruhi juga oleh
keadaan jenis perangkap atau mekanisme pendorong reservoirnya disamping sifat
fisik batuan dan fluidanya jelas-jelas merupakan hal yang harus dipertimbangkan
secara detail dan teliti. Bila hal tersebut diatas tidak dapat kita penuhi, maka
prinsip untuk dapat menguras cadangan semaksimal mungkin dengan berpegang
pada prinsip ekonomi tidak akan pernah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai