Dafpus Sjs Gilut
Dafpus Sjs Gilut
Disusun Oleh :
M. K. Bima Sakti, S.Ked
61111004
Pembimbing :
dr. Antonius Sianturi, Sp.P
dr. Widya Sri Hastuti, Sp.P, FCCP, FAPSR
1. TUBERKULOSIS
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
TB Paru diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.
Bakteri ini merupakan basil tahan asam yang ditemukan oleh Robert Koch
pada tahun 1882.7 Mycobacterium tuberculosis adalah kuman penyebab TB
yang berbentuk batang ramping lurus atau sedikit bengkok dengan kedua
ujungnya membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk
bunga kol dan berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam
kondisi optimal. Diketahui bahwa pH optimal untuk pertumbuhannya adalah
antara 6,8-8,0. Untuk memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi
pertumbuhannya pada pH 6,8.8
M. tuberculosis tipe humanus dan bovines adalah mikobakterium yang
paling banyak menimbulkan penyakit TB pada manusia. Basil tersebut
berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit
pada suhu 80 C dan 20 menit pada suhu 60C), dan mudah mati apabila
terkena sinar ultraviolet (sinar matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup
berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang lembab.9
1.3 Patogenesis
1. TB primer : paparan I, inhalasi droplet nuclei menuju ke alveoli.
Multiplikasi sbg lesi eksudatif parenkim minimal (fokus Ghon)
1
memberikan gambaran limfadenopati hiler homolateral (kompleks
primer/Ranke). Bergantung respon imun, dpt terjadi berbagai kondisi :
– Asimptomatis
– Komplikasi paru dan pleura
2. TB post primer : reinfeksi atau reaktivasi setelah periode laten pasca
infeksi primer. Gambaran klinis berupa Destruksi luas jaringan, BTA
dahak (+), keterlibatan lobus superior paru, tanpa limfadenopati.
3
- Genomic deletion Analysis
Uji Lainnya :
- Uji Tuberkulin, IGRA, T-SPOT TB
- ELISA, ICT, Mycodot dan IgG/IgM TB
1.6.3 Pemeriksaan Radiologi
- Foto thorax PA, lateral, top lordotic, oblik
Di jumpai bayangan berawan/nodular disegmen apical dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Luluh paru (destroyed lung) menunjukan kerusakan jaringan
paru yang berat, gambaran radiologi terdiri dari atelectasis,
ekstasis/multikavitas dan fibrosis parenkim
- CT-Scan
1.6.4 Pemeriksaan Penunjang Lain
- Analisis cairan pleura
- Histopatologi jaringan dengan cara biopsy (BJH), trans bronchial
lung biopsy (TBLB), trans thoracal needle aspriration (TTNA),
biopsy paru terbuka.
- Pemeriksaan darah : LED meningkat
1.7 Diagnosis
4
2. Meningitis TB
2.1 Definisi
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis
tuberkulosis merupakan hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen
bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru.16
Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebrospinal
Fluid (CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu:
meningitis purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium
tuberculosis, dan meningitis serosa dengan penyebab bakteri tuberkulosis
ataupun virus. Tanda dan gejala klinis meningitis hampir selalu sama pada
setiap tipenya, sehingga diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk
menentukan tipe meningitis. Hal ini berkaitan dengan penanganan
selanjutnya yang disesuaikan dengan etiologinya. Untuk meningitis
tuberkulosis dibutuhkan terapi yang lebih spesifik dikarenakan penyebabnya
bukan bakteri yang begitu saja dapat diatasi dengan antibiotik spektrum luas.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 menyatakan meningitis
tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi primer tuberkulosis,
83% disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru.17
2.2 Epidemiologi
Meningitis tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang paling sering
ditemukan di negara yang sedang berkembang, salah satunya adalah
Indonesia, dimana insidensi tuberkulosis lebih tinggi terutama bagi Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA)18,19,20. Meningitis tuberculosis merupakan
penyakit yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan tepat karena
mortalitas mencapai 30%, sekitar 5:10 dari pasien bebas meningitis TB
memiliki gangguan neurologis walaupun telah di berikan antibiotik yang
adekuat. Diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan
untuk mengurangi resiko gangguan neurologis yang mungkin dapat
bertambah parah jika tidak ditangani.20,21,22
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas
dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi
meningitis TB terjadi setiap 300 kasus TB primer yang tidak diobati. Centers
5
for Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun 1990 morbiditas
meningitis TB 6,2% dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal. Insiden
meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada
status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor
genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi
berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid,
keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini
dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan
dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada
usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah
3 bulan.23
6
Gambar 2. Struktur meningen dari luar
Sumber: Atlas anatomi natter 2013
10
Diagnosis ataupun suspek meningitis TB memerlukan gejala dan tanda
meningitis yang disertai klinis yang mengarahkan ke infeksi tuberkulosa dan
pada hasil foto rontgen toraks serta cairan serebrospinalis menunjukkan
infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosa dapat
terjadi melalui 2 tahapan. Tahap pertama adalah ketika basil My-cobacterium
tuberculosis masuk melalui inhalasi droplet menyebabkan infeksi
terlokalisasi di paru dengan penyebaran ke limfonodi regional. Basil tersebut
dapat masuk ke jaringan meningen atau parenkim otak membentuk lesi
metastatik kaseosa focisub-ependimal yang disebut rich foci. Tahap kedua
adalah bertambahnya ukuran rich foci sampai kemudian ruptur ke dalam
ruang subarachnoid dan mengakibatkan meningitis.28
Tabel 1. Kriteria diagnosis untuk klasifikasi diagnosis meningitis TB
11
Berdasarkan tabel di atas, diagnosis kemungkinan meningitis TB
(probable) adalah apabila didapatkan skor antara 10 sampai 12. Diagnosis
mungkin bisa meningitis TB (possible) jika skor di atas 6 di bawah 10.
Penilaian cairan serebrospinalis pada pasien dengan meningitis TB dapat
menunjukkan warna yang jernih, pleocytosis sedang dengan peningkatan
pada limfosit, peningkatan kandungan protein dan konsentrasi glukosa yang
sangat rendah. Penemuan ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan
penemuan meningitis bakterial lain, yaitu pada meningitis bakterial tipikal
penemuan pada cairan serebrospinalis adalah berwarna keruh putih,
pleocytosis yang sangat tinggi dan dengan peningkatan pada neutrophil.20
Pada meningitis TB, sering ditemukan glukosa pada cairan serebrospinalis di
bawah 5 mg/dl dengan warna yang jernih, hitung jenis sel darah putih
menunjukkan peningkatan limfosit sebesar 50% atau lebih pada 50 sampai
500 per μL sel darah putih di dalam cairan serebrospinalis. Kandungan
protein di atas 1 g/L dan glukosa kurang dari 2.2 mmol/L. Namun pada
beberapa kasus bisa ditemukan hasil penemuan laboratorium yang berbeda.
Untuk meyakinkan diagnosis meningitis TB, tes cairan serebrospinalis lain
baru-baru ini telah dikembangkan. Salah satunya adalah evaluasi adenosine
deaminase activity (ADA), pengukuran interferon-gamma (IFN-ɣ) yang
dikeluarkan oleh limfosit, deteksi antigen dan antibodi bakteri M.tuberculosis
dan immunocytochemical staining of mycobacterial antigens (ISMA) pada
sitoplasma makrofag CSF.20
Meningitis tuberkulosa merupakan bentuk tuberkulosis paling fatal
dan menimbulkan gejala sisa yang permanen, oleh karena itu, dibutuhkan
diagnosis dan terapi yang segera. Penyakit ini merupakan tuberkulosis
ekstrapulmoner kelima yang sering dijumpai dan diperkirakan sekitar 5,2%
dari semua kasus tuberkulosis ekstrapulmoner serta 0,7% dari semua kasus
tuberkulosis. Gejala klinis saat akut adalah defisit saraf kranial, nyeri kepala,
meningismus, dan perubahan status mental. Gejala prodromal yang dapat
dijumpai adalah nyeri kepala, muntah, fotofobia, dan demam.28
Tes aktivitas ADA merupakan rapid test yang menampilkan
proliferasi dan diferensiasi limfosit sebagai hasil dari aktivasi imunitas yang
diperantarai sel (cell-mediated immunity) terhadap infeksi bakteri
12
M.tuberculosis23,29. Aktivitas ADA tidak dapat membedakan meningitis TB
dengan meningitis bakterial lainnya, tapi aktivitas dari ADA dapat menjadi
informasi tambahan yang berguna untuk menyingkirkan diagnosis meningitis
yang diakibatkan selain bakteri. Nilai ADA dari 1 sampai 4 U/L (sensitivitas
>93% dan spesifitas <80%) dapat membantu eksklusi diagnosis meningitis
TB. Nilai >8 U/L (sensitivitas 59% dan spesifitas >96%) dapat membantu
menegakkan diagnosis meningitis TB (p<0.001). Namun, nilai diantara 4 dan
8 U/L insufisien untuk mengonfirmasi atau mengeksklusi diagnosis
meningitis TB (p=0.07)23. Hasil positif palsu juga bisa ditemukan pada pasien
dengan infeksi HIV.29
Pengukuran IFN-ɣ yang dikeluarkan oleh limfosit yang terstimulasi
oleh antigen bakteri M.tuberculosis telah diakui lebih akurat dibandingkan
dengan skin-testing untuk mendiagnosis infeksi TB laten dan sangat berguna
untuk mendiagnosis TB ekstrapulmoner. Namun, sensitivitas dan spesifitas
tes bervariasi menurut asal atau sumber infeksi primernya30. Telah dilaporkan
kegagalan tes pengukuran IFN-ɣ ini diakibatkan oleh kematian limfosit yang
cepat ketika distimulasi dengan antigen M.tuberculosis ex vivo sehingga hasil
tes dapat ditemukan negatif meskipun sesungguhnya telah terdapat infeksi
TB.31
Penggunaan tes ISMA pada sitoplasma makrofag CSF berdasarkan
asumsi bahwa pada stase inisial infeksi terjadi fagositosis basil TB oleh
makrofag dan pada stase selanjutnya basil TB tersebut berkembang dan
bertambah di dalammakrofag31. Hasil tes yang positif mengindikasikan
bahwa terdapat isolat bakteri TB di dalam CSF. Pada studi terbaru di
dapatkan sensitivitas 73.5% dan spesifitas 90.7% dengan nilai prediksi positif
dan negatif sebesar 52.9% dan 96% berturut-turut.32
Diagnosis pasti meningitis TB dapat dibuat hanya setelah dilakukan
pungsi lumbal pada pasien dengan gejala dan tanda penyakit di sistem saraf
pusat (defisit neurologis), basil tahan asam positif dan atau atau
M.tuberculosis terdeteksi menggunakan metode molekular dan atau atau
setelah dilakukan kultur cairan serebrospinal (CSF)20. Namun segala metode
untuk memastikan sebuah diagnosis meningitis TB ini memiliki resiko
13
memperlambat terapi inisiasi. Kultur memerlukan 2 sampai 3 minggu untuk
mendapatkan hasil. Deteksi mikroskopik untuk basil tahan asam dan isolasi
kultur memiliki sensitivitas rendah. Metode molekular yang paling baru juga
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah namun dapat digunakan
untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang berada di CSF sehingga dapat
menjadi pertimbangan untuk mengevaluasi respon terapi.20
Sumber : Marx GE, Chan ED, Tuberculosis diagnosis and treatment overview, 2011
14
Fixed-dose drug combination (FDC) adalah obat yang mengandung dua
atau lebih jenis obat di dalam satu tablet atau kapsul. Keuntungan dari
penggunaan FDC adalah menurunkan resiko pembentukan resistensi terhadap
obat dan medication errors yang lebih sedikit sebab hanya sedikit obat yang perlu
diresepkan33. Anak-anak di atas usia 8 tahun dengan berat badan lebih dari 30 kg
dapat diberikan standard four-drug FDC atau FDC yang memiliki kandungan 4
jenis obat TB standar yang digunakan pada pasien dewasa selama fase intensif
(dua bulan) terapi.34
Tabel 3. FDC untuk dewasa dan usia > 8 tahun dan berat badan > 30 kg
Sumber : Guidelines for Tuberculosis Control in New Zealand 2010 Chapter 3: Treatment of
Tuberculosis Disease. 2010
15
tambahan obat TB dan dilakukan tapering off setelah dua minggu (total
penggunaan kortikosteroid 6 minggu).34
3. HIV/ AIDS
3.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus dengan
materi genetik asam ribonukleat (RNA). Retrovirus mempunyai kemampuan
yang unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA
dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, setelah
masuk ke tubuh hospes. Virus ini menyerang dan merusak sel- sel limfosit T-
helper (CD4+) sehingga sistem imun penderita turun dan rentan terhadap
berbagai infeksi dan keganasan 12.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV4.
3.2 Patogenesis
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang
memiliki reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+). Glikoprotein
envelope virus, yakni gp120 akan berikatan dengan permukaan sel limfosit
CD4+, sehingga gp41 dapat memperantarai fusi membran virus ke membran
sel. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, RNA virus masuk ke bagian
tengah sitoplasma CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, terjadi transkripsi
terbalik (reverse transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA
salinan (cDNA) untai-ganda virus. cDNA kemudian bermigrasi ke dalam
nukleus CD4+ dan berintegrasi dengan DNA dibantu enzim HIV integrase.
Integrasi dengan DNA sel penjamu menghasilkan suatu provirus dan memicu
transkripsi mRNA. mRNA virus kemudian ditranslasikan menjadi protein
struktural dan enzim virus. RNA genom virus kemudian dibebaskan ke dalam
sitoplasma dan bergabung dengan protein inti. Tahap akhir adalah
pemotongan dan penataan protein virus menjadi segmen- segmen kecil oleh
enzim HIV protease. Fragmen-fragmen virus akan dibungkus oleh sebagian
16
membran sel yang terinfeksi. Virus yang baru terbentuk (virion) kemudian
dilepaskan dan menyerang sel-sel rentan seperti sel CD4+ lainnya, monosit,
makrofag, sel NK (natural killer), sel endotel, sel epitel, sel dendritik (pada
mukosa tubuh manusia), sel Langerhans (pada kulit), sel mikroglia, dan
berbagai jaringan tubuh.13
Sel limfosit CD4+ (T helper) berperan sebagai pengatur utama respon
imun, terutama melalui sekresi limfokin. Sel CD4+ juga mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel B untuk menghasilkan antibodi dan mengeluarkan faktor
pertumbuhan sel T untuk meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik (CD8+).
Sebagian zat kimia yang dihasilkan sel CD4+ berfungsi sebagai kemotaksin
dan peningkatan kerja makrofag, monosit, dan sel Natural Killer (NK).
Kerusakan sel T-helper oleh HIV menyebabkan penurunan sekresi antibodi
dan gangguan pada sel-sel imun lainnya.14
Pada sistem imun yang sehat, jumlah limfosit CD4+ berkisar dari 600
sampai 1200/ μl darah. Segera setelah infeksi virus primer, kadar limfosit
CD4+ turun di bawah kadar normal untuk orang tersebut. Jumlah sel
kemudian meningkat tetapi kadarnya sedikit di bawah normal. Seiring dengan
waktu, terjadi penurunan kadar CD4+ secara perlahan, berkorelasi dengan
perjalanan klinis penyakit. Gejala-gejala imunosupresi tampak pada kadar
CD4+ di bawah 300 sel/μl. Pasien dengan kadar CD4+ kurang dari 200/μl
mengalami imunosupresi yang berat dan risiko tinggi terjangkit keganasan
dan infeksi oportunistik.13
3.4 Diagnosis
Terdapat dua uji yang khas digunakan untuk mendeteksi antibodi
terhadap HIV. Pertama, tes ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
yang bereaksi terhadap antibodi dalam serum. Apabila hasil ELISA positif,
dikonfirmasi dengan tes kedua yang lebih spesifik, yaitu Western blot. Bila
hasilnya juga positif, dilakukan tes ulang karena uji ini dapat memberikan
hasil positif-palsu atau negatif-palsu. Bila hasilnya tetap positif, pasien
dikatakan seropositif HIV. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan klinis dan
imunologik lain untuk mengevaluasi derajat penyakit dan dimulai usaha
untuk mengendalikan infeksi.13
WHO mengembangkan sebuah sistem staging (untuk menentukan
prognosis), berdasarkan dari kriteria klinis, sebagai berikut.15
Tabel 4. WHO clinical staging system for HIV infection and related
disease in adult (13 years or older)
Stage 1 :
- Asimptomatik
- Limfadenopati general
Stage 2:
-Penurunan berat badan < 10% berat badan sebelumnya
- Manifestasi mukokutaneus minor (misal: ulserasi oral, infeksi jamur di
kuku)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi saluran napas atas rekuren (misal: sinusitis bakterial)
Dan/atau Performance scale 3: istirahat di tempat tidur < 50% dalam sehari
selama sebulan terakhir
Stage 4:
- HIV wasting syndrome
- Pneumonisitis carina pneumonia
- Toxoplasmosis otak
- Kriptosporidiosis dengan diare, lebih dari sebulan
- Kriptokokosis, ekstra paru
- TB ekstra paru
- Penyakit disebabkan oleh CMV
- Infeksi virus herpes lebih dari 1 bulan
- Leukoensefalopati multifokal yang progresif
- Infeksi jamur endemik yang menyebar
Sumber : WHO clinical staging system for HIV infection and related disease in adult
(13 years or older)
19
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapI
ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350
sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil
dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
20
Tabel 6. Tatalaksana IO sebelum memulai terapi ARV
21
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
22
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada Gambar berikut :
transmisi
- Diagnosis
tepat dan
cepat
Jumlah kasus TB - Pengobatan
Risiko menjadi TB bila tepat dan
BTA +
dengan HIV: lengkap
Faktor lingkungan:
- 5-10% setiap - Kondisi
- Ventilasi
tahun kesehatan
- Kepadatan
- > 30% lifetime mendukung
- Dalam
ruangan
Faktor perilaku
HIV (+) SEMBU
H
TERPAJAN INFEK
SI
T MAT
I
B
Konsentrasi Kuman 10%
Lama Kontak - Keterlambatan
- Malnutrisi diagnosis dan
- Penyakit pengobatan
DM, - Tatalaksana tak
imunosupres memadai
an - Kondisi kesehatan
4.2 Patogenesis
Pada orang yang imunokompeten, ketika terinfeksi M. tuberculosis,
organisme disajikan kepada makrofag melalui ingesti dimana setelah
diproses, antigen mikobakteri disajikan ke sel-T. Sel CD4 mengeluarkan
limfokin yang meningkatkan kapasitas makrofag untuk menelan dan
membunuh mikobakteri. Pada sebagian besar orang terjadi infeksi dan TB
tidak berkembang, meski sejumlah basil tetap dorman tubuh. Hanya 10% dari
kasus yang berkembang menjadi TB klinis, segera setelah infeksi primer atau
bertahun-tahun kemudian sebagai reaktivasi TB. Hal ini memungkinkan
terjadinya kerusakan pada fungsi dari sel T dan makrofag.5
23
Deplesi dan disfungsi sel CD4 yang progresif, ditambah dengan adanya
kerusakan pada fungsi makrofag dan monosit, membentuk ciri infeksi HIV.
Disfungsi ini pada odha sebagai predisposisi terjadinya infeksi TB baik
primer maupun reaktivasi. Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa infeksi
HIV meningkatkan risiko reaktivasi laten TB dan juga risiko penyakit
progresif dari infeksi baru.5
4.3 Diagnosis
Tuberkulosis pada pasien dengan HIV mempunyai gejala dan gambaran
klinis yang berbeda dengan orang tanpa terinfeksi HIV. Hal ini disebabkan
karena rendahnya reaksi imunologik penderita AIDS. Seperti diketahui
manifestasi klinis TB sebenarnya merupakan reaksi imunologik terhadap
Mycobacterium tuberculosis. Walaupun gambaran radiologik TB pada
penderita AIDS mirip gambaran TB primer, keadaan umum pasien dengan
AIDS cepat memburuk. Situasi penyakit TB akan mengalami peningkatan
dengan masuknya HIV/ AIDS. Kombinasi TB dengan HIV/ AIDS sangat
berbahaya dan mematikan.6
Ketika infeksi HIV berlanjut, limfosit T CD4+ mengalami penurunan baik
dalam jumlah maupun fungsinya. Sel ini memerankan peranan penting dalam
pertahanan tubuh terhadap M. tuberculosis. Dengan demikian, kemampuan
sistem imunitas menurun dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
lokal bakteri tersebut. 15
Pada pasien yang terinfeksi HIV, TB paru masih merupakan TB yang
tersering. Penampakan klinis tergantung dari derajat imunosupresi. Tabel 6
menunjukkan perbedaan pada gambaran klinis, hasil sputum dan radiologi
antara pasien infeksi HIV dengan TB paru tahap awal dan tahap lanjut.15
Tabel 8 . Perbedaan TB paru pada infeksi HIV tahap awal dan lanjut15.
Tahap Infeksi HIV
Gambaran TB Paru
Awal Akhir
Biasanya Biasanya
Gambaran klinis menyerupai TB menyerupai TB
paru post-primer paru primer
24
Hasil sputum BTA Biasanya positif Biasanya negative
Biasanya terdapat
Biasanya terdapat infiltrat tanpa
Gambaran radiologis
kavitas kavitas
Sumber: WHO clinical staging system for HIV infection and related disease in adult (13
years or older)
4.4 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, prinsip pengobatan TB dengan HIV/AIDS sama dengan
pengobatan tanpa HIV/AIDS. Prinsip pengobatan adalah menggunakan
kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka
waktu yang tepat1. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV (Antiretroviral) dimulai
berdasarkan stadium klinis HIV dengan standar WHO.2
Pengobatan OAT pada TB-HIV1:
a. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena
akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit.
b. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik
sekali pakai yang steril.
c. Desensitasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati.
d. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberikan respon
untuk pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat,
juga harus dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien
HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan
derajat penyerapan, karenanya dosis standar OAT yang diterima sub
optimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum.
Interaksi obat TB dengan ARV1:
a. Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya efek toksik OAT.
b. Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan
nukleotida, kecuali Didanosin (ddl) yang harus diberikan selang 1 jam
dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antasida.
25
c. Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV golongan
nonnukleotida dan inhibitor protease. Rifampisin jangan diberikan
bersama dengan nelfinavir karena rifampisin dapat menurunkan kadar
nelfinavir sampai 82%.
d. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan
pemberian ARV dalam 8 minggu tanpa mempertimbangkan kadar
CD4.
e. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol
dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal) selama pemberian OAT.
26
Tabel 9. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang
dewasa yang belum pernah mendapat terapi ARV (treatment-naïve)
27
BAB II
LAPORAN KASUS
2. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. MH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Banyuwangi, 7 Oktober 1977
Umur : 39 tahun
No. Rekam Medik : 124025
Tanggal Masuk : 31, Juli 2016
Tanggal Pulang : 5 Agustus 2016
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Sei Lekop Blok E7 no 13
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 40 kg
Indeks Massa Tubuh : 14,69 kg/m2
2.1 Anamnesis
Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran +/- Sejak 3hari yang lalu.
Riwayat Pribadi :
a. Merokok (+) 1 bungkus per hari sejak umur 15 tahun
b. Konsumsi alkohol (+)
29
c. Riwayat seks bebas (+) dengan WPS
d. Sering ke tempat hiburan (+)
e. Riwayat penggunaan ekstasi (-)
Vital Sign :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu : 37,5oC
SpO2 : 98%
Status Generalis
Kepala : normocephali, rambut hitam sedikit beruban, mudah di cabut,
Mata : conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil anisokor
(2mm/3mm), oedema palebra (-/-), sekret (-/-)
Telinga : deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-), sekret (-/-)
Hidung : deformitas (-/-), napas cuping hidung (-/-), Epistaksis (-/-),
Mulut : bibir kering (+), bibir sianosis (-), lidah kotor (+), candidiasis (+)
30
Leher : deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-), pembesaran
kelenjar getah bening (-/-), nyeri tekan (-/-) peningkatan JVP (-/-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi intercostal (+)
Palpasi : vocal fremitus normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonchi (+/+)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis terlihat, trill terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea mid clavikula anterior sinistra ICS
VI
Perkusi :
Batas atas jantung ICS II
Batas kanan Jantung linea sternalis dekstra ICS VI
Batas kiri jantung linea aksilaris sinistra ICS VI
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, ukuran normal, darm contour (-), darm steifung (-), bekas
luka operasi (-)
Palpasi : supel , hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Auskultasi : bising peristaltik usus normal
Ekstremitas
Superior : edema (-/-) , akral hangat (+/+), CRT < 2’’
Inferior : edema (-/-) , akral hangat (+/+), CRT < 2’’
Ruam skuama hampir di seluruh badan, wajah, bibir, kemaluan, tangan, dan
kaki (+), tampak kemerahan (+), dan gatal (+).
31
2.3. Pemeriksaan Laboratorium (31 Juli 2016)
Hematologi
Hb : 9,8 gr/dL
Leukosit : 5.000
Eritrosit : 3,6 juta/mm3
Trombosit : 190.000
Hematokrit : 29%
MCV : 81,2 fL
MCH : 27,2 pg
MCHC : 33,5 g/dL
Basofil : 0%
Eusinofil : 0%
Neutrofil : 70%
Limfosit : 17%
Monosit : 13%
Kimia Darah
Ureum : 28 mg/dL
Creatinin : 0,9 mg/dL
Kimia Darah
SGOT/AST : 49 U/I
SGPT/ALT : 15 U/I
Elektrolit
Natrium : 123 mmol/L
Kalium : 3,4 mmol/L
Klorida : 90 mmol/L
32
Pemeriksaan Laboratorium (3 Agustus 2016)
Elektrolit
Natrium : 143 mmol/L
Kalium : 2,9 mmol/L
Klorida : 99 mmol/L
pH : 7,492
PCO2 : 29,2
PO2 : 140
BE : -1,5
tCo2 : 23
HcO3 : 21,8
SO2 : 99%
33
- Jantung Aorta tidak membesar
- trakea di tengah
- kedua hilus tidak menebal
- Tampak infiltrat di perihiler bilateral
- kedua hemidiafrgama lancip
- kedua sinus phrenico costalis lancip
- jaringan lunak dinding dada terlihat baik
Kesan :
- Sesuai Bronchopneumonia
- Cor tidak membesar
34
- Kapsul garam 3x1
- Omeprazole 40mg vial/ 24jam
- Konsul Spesialis Syaraf, advice Citicoline 500mg/12 jam, Neurobion
amp/24jam, Ampicilin 1gr/ 12jam
A:
- TB Paru LLKPO BTA (-)
- HIV Stadium IV
- Penurunan kesadaran Ec. Meningoensefalitis TB
- Malnutrisi
- Hiponatremia
P:
- Pasang NGT
- Infus NaCl 0,9% 500c/12 jam
- Infus Nacl 3%/24 jam
35
- Ceftriaxone 2gr/ 24 jam / IV
- OAT Kategori II /1x3 tab
- Cotrimoksazole /1x2 tab
- Ondansetron 4mg/ 8jam/ IV
- Streptomisin 750mg/ 24 jam/ IV
- Inhalasi ventolin + NS 2cc / 6jam
- Kapsul garam 3x1
- Omeprazole 40mg vial/ 24jam
- Konsul Spesialis Syaraf, advice Citicoline 500mg/12 jam, Neurobion
amp/24jam, Ampicilin 1gr/ 12jam
39
E. (5 Agustus 2016 jam 06.30 WIB)
S : Demam pasien (+), Lemah (+), mual (-), muntah (+), lemas (+), sesak napas
(+)
O:
- Keadaan Umum : Tampak sakit Berat
- Kesadaran : Apatis E4 M5 V3
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 98 x / menit
- Pernapasan : 28 x / menit
- Suhu : 40,60C
- SPO2 : 95% O2 NRM 8 liter
- Mulut : Sianosis (-), Kering (+)
- Rhonki (+/+) Wheezing (-)
- Ruam skuama hampir di seluruh badan, wajah, bibir, kemaluan, tangan,
dan kaki (+), tampak kehitaman (+),
A:
- TB Paru LLKPO BTA (-)
- HIV Stadium IV
- Meningoensefalitis TB
- Malnutrisi
- Hiponatremia ---- Perbaikan
- Hipokalemia
P:
- Infus NaCl 0,9% 500c/12 jam
- Infus Nacl 3%/24 jam
- Ceftriaxone 2gr/ 24 jam / IV
- OAT Kategori II /1x3 tab
- Cotrimoksazole /1x2 tab --- STOP : Alergi Cotrimoksazole
- Ondansetron 4mg/ 8jam/ IV
- Streptomisin 750mg/ 24 jam/ IV
- Dexamethasone 4x1 amp/ IV—STOP : Ikuti Pemberian Neurologist
- Inhalasi ventolin + NS 2cc / 8jam
40
- Kapsul garam 3x1
- Bisolvon 3x1 amp – ganti : N Acetylsistein 3x2 capsul
- Omeprazole 40mg/vial/ 24 jam
Konsul Spesialis Syaraf, advice Citicoline 500mg/12 jam, Neurobion
amp/24jam, Ciprofloxacin 500mg, Dexamethasone 5mg/ 6jam, PLAN : CT-Scan
Kepala.
Pada laporan kasus ini dibahas seorang laki-laki berusia 39 tahun datang
ke IGD RSUD Embung Fatimah pada tanggal 31 Juli 2016 dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak -/+ 3 hari yang lalu, Awalnya pasien hanya lemah
seluruh anggota gerak badan. Lama kelamaan mengalami lemah yang sangat berat
hingga mengalami penurunan kesadaran, lemah di rasakan sejak +/- 10 hari yang
lalu. Pasien juga mengalami penurunan berat badan yang sangat drastis sejak 1
bulan terakhir ini. Dan mengalami penurunan nafsu makan sejak 1 bulan ini, mual
muntah (+), Demam (+), Sesak napas (+).
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang serta riwayat sakit pasien, dokter
mendiagnosa TB paru LLKPO BTA (-), Meningoensefalitis TB, HIV stage IV
Beberapa hal yang perlu dibahas mengenai kasus tersebut antara lain :
42
Lemah seluruh anggota gerak badan Lemah dikarenakan Peningkaatan
metabolisme tubuh → kebutuhan nutrisi
sel meningkat → pemecahan cadangan
makanan (Glikolisis, gluconeogenesis)
→ Pemecahan cadangan makanan di
jaringan → kelemahan fisik
Penurunan berat badan, penurunan nafsu Proses inflamasi aktivasi makrofag, oleh
makan IFN-y, IL-1, IL-4, IL-6, TNF-a →
pyrogen endogen bersirkulasi sistemik
dan menembus masuk hepatoencephalic
barrier bereaksi terhadap hypothalamus
→ produksi prostaglandin →
prostaglandin merangsang cerebral
cortex → respon behavioral → nafsu
makan menurun dan leptin meningkat
menyebabkan stimulasi hypothalamus
→ nafsu makan disupresi, pada masa
yang sama terjadi peningkatan
metabolisme pada pasien TB karena
peningkatan penggunaan energy
metabolik → Penurunan nafsu makan
dan peningkatan metabolism tubuh
pasien TB → menyebabkan penurunan
BB
43
Mual, muntah Dipicu iritasi mukosa lambung dan
proses infeksi lambung adanya
rangsangan hantaran impuls afferent ke
pusat muntah yaitu didaerah medulla
otak (Chemoreceptor Trigger Zone) atau
CTZ, korteks serebral, visceral afferent,
dari faring sampai saluran cerna impuls
afferent terintergrasi, hipersekresi
saliva, faring, saluran cerna, otot
abdomen, semua terintegrasi memicu
proses mual, muntah
- Omeprazole 40mg vial/ 24jam Salah satu obat golongan PPI (proton
pump inhibor hcl) berfungsi untuk
menghambat produksi asam lambung
- Dexamethasone /6jam/IV
Golongan obat anti inflamasi
47
kortikosteroid, yang berfungsi untuk
antisipasi maupun pencegahan edema
cerebri
- Ampicillin stop
- Cotrimoksazole stop alergi
- Ciprofloxacin 500mg 2x1
Antibiotic golongan fluoroquinolone
spectrum luas dan lebih khusus ke
bakteri gram negatif.
Therapy tambahan pada tanggal 5 agustus
2016, obat yang diberikan berupa :
- Bisolvon stop
48
DAFTAR PUSTAKA