Anda di halaman 1dari 50

PANDUAN

KOMUNIKASI YANG
EFEKTIF

RUMAH SAKIT MATA SOLO


2018

i
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT MATA SOLO
NOMOR : 99.3/SK/DIR/X/2018
TENTANG
PANDUAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
RUMAH SAKIT MATA SOLO

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT MATA SOLO

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan, maka


diperlukan adanya Panduan Komunikasi Yang Efektif di
Rumah Sakit Mata Solo;
b. bahwa sesuai butir a. diatas perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur UtamaRumah Sakit Mata Solo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004


tentang Praktek Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
417/MENKES/PER/II/2011tentang Komisi Akreditasi
Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit;
6. Akta Notaris dengan Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pendirian PT Heksa Pilar Mas;
7. Surat Keptusan Walikota Surakarta Nomor
449/0006/IMRS/I/2 tentang Ijin Mendirikan Rumah Sakit;
8. Surat Keputusan Direktur PT. Heksa Pilar Mas Nomor
09/X/2012 tentang pengangkatan dr. Amania Fairuzia,
Sp.M sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF RUMAH

i
SAKIT MATA SOLO
KESATU : Mencabut Keputusan Direktur Utama RS Mata Solo Nomor :
125/SK/DIR/IX/2015 tentang Panduan Komunikasi Yang
Efektif Rumah Sakit Mata Solo dan memberlakukan
Keputusan Direktur Utama RS Mata Solo Nomor :
99.3/SK/DIR/X/2018 tentang Panduan Komunikasi Yang
Efektif Rumah Sakit Mata Solo sebagaimana terlampir dalam
surat keputusan ini.
KEDUA : Panduan Komunikasi Yang Efektif Rumah Sakit Mata Solo
sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini dimaksud
dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam
memberikan pelayanan di Rumah Sakit Mata Solo.
KETIGA : Segala biaya yang timbul oleh karena diterbitkannya
keputusan ini dibiayai dengan anggaran Rumah Sakit.
KEEMPAT : Keputusan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Surakarta
pada tanggal 01 Oktober 2018
Direktur Utama,

dr. Amania Fairuzia, Sp.M

ii
Lampiran :Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo
Nomor : 99.3/SK/DIR/X/2018
Tanggal : 01 Oktober 2018
Tentang : PANDUAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF RUMAH
SAKIT MATA SOLO
------------------------------------------------------------------------------------------------------

PANDUAN

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

RUMAH SAKIT MATA SOLO


2018

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan anugerahnya yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku
PanduanKomunikasi Yang Efektif Rumah Sakit Mata Solo ini dapat selesai disusun.
Buku Panduan ini merupakan Panduan kerja bagi semua pihak yang terkait
dalam memberikan pelayanan kepada pasien dalam melakukan komunikasi yang
efektif di Rumah Sakit Mata Solo.
Dalam Panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana Komunikasi
Yang Efektif di Rumah Sakit Mata Solo.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya
atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan
Komunikasi Yang Efektif Rumah Sakit Mata Solo.

Surakarta, 01 Oktober 2018

Tim penyusun

iv
TIM PENYUSUN

NO NAMA JABATAN
1 Dr. dr. Halida Wibawaty, Sp.M(K) Direktur Pelayanan Medis
2 dr. Rochasih Mudjajanti, Sp.M Direktur Penunjang Medis
3 M. Jaenal Arifin, Amd.RMIK Rekam Medis
4 Anggit Bagasworo, Amk Perawat
5 Reni Septiawati, Amd Rekam Medis
6 Tri Ari Ayunaningrum, Amk Kepala Unit Rawat Jalan
7 Mertyana Referandum, Amk Kepala Unit Rawat Inap
8 Agus Basuki, S.Kep Kepala Unit IGD
9 Ristiana Purwaningsih, Amk Tim PKRS
10 Vitra Kustiah, Amd.RO Kepala Unit RO
11 Siti Nur Rohmatul Hasanah, S.Fam.,Apt Kepala Unit Farmasi
12 Nina Setyowati, Amk Kepala Unit Keperawatan
13 Gabriena Rasetya Fannya, Amd.AK Kepala Unit Laboratorium

Tim Kontributor

1. dr. Amania Fairuzia, Sp.M

2. Deby Nur Azizah, Amd.PK

3. Deby Septiana Pertiwi, S.Kep.Ns

4. Tiara Partiwi Saraswati, Amk

5. Selly Ayu Hapsari, Amk

6. Ferry Tri Bintoro, Amd.

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….…i
KEPUTUSAN DIREKTUR RS MATA SOLO……………………………….…..iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iv
TIM PENYUSUN…………… ........................................................................ …….v
DAFTAR ISI ............. ……………………………………………………………....vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………. ....................................... ....….1
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................ ……..9
BAB III KEBIJAKAN .................................................................................... ……10
BAB IV TATA LAKSANA............................................................................. ……11
BAB V DOKUMENTASI ............................................................................... ……48
LAMPIRAN

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-
hari, mulai antar teman / pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan
komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara
sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan
penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk
mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut. Begitu pula
dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat
ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter.
Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan
perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas,
perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi
yang bisa diterapkan di segalasituasi. Dalam profesi kedokteran, komunikasi
dokter dengan pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam
membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia, sebagian
dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang – bincang
dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa
saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien,
umumnya pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah dihadapan dokter
sehingga takut bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya,
pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus
kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga
pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit /
keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas.
Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalamPenga
mbilan keputusan tentang rencana tindaka selanjutnya.Kurtz (1998) menyatakan
bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena
petugas, perawat dan dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas
dasar kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan

1
panduan komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RS Mata Solo
untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

B. Definisi Komunikasi Efektif


Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media
(Efendy, 2006 : 5).
Menurut Liliweri A, 2008, Komunikasl mengandung beberapa pengertian
komunikasi, yaitu:
1. Pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling
mengerti serta saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara
seseorang dengan orang lainnya.
2. Pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi antar dua orang atau lebih.
3. Suatu hubungan yang dilakukan melalui surat, kata-kata, simbol atau pesan
yang bertujuan agar tiap manusia yang terlibat dalam proses dapat saling
tukar menukar arti dan pengertian terhadap sesuatu.
Jenis Komunikasi
1. Komunikasi verbal yaitu komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan
kata –kata
2. Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan lambang atau isyarat
3. Komunikasi tertulis yaitu komunikasi pesan yang disampaikan melalui
tulisan.
Tujuan :
1. Mengurangi tingkat kesalahan (kesalah fahaman)
2. Mempengaruhiperilakuseseorang
3. Mengungkapkanperasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Menyelesaikansebuahmasalah
6. Mencapaisebuahtujuan
7. Menurunkanketegangandan penyelesaiankonflik
8. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain

2
C. Proses komunikasi

Komunikasi dapat efektif apabila pesan yang diterima dan dimengerti oleh
penerima pesan, pesan ditindaklanjuti oleh penerima pesan dan tidak ada
hambatan yang mengganggu.
Gambar :
Apakah anda mengerti…
Oh saya
mengerti….

Umpan balik

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Gangguan

D. Unsur komunikasi

Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita mengetahui dan


mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur
unsur komunikasi tersebut adalah :
1. Komunikator (Dokter, Perawat, FO, Kasir, dll).
Komunikator adalah orang yang menyampaikan isi pernyataannya
kepada penerima. Sebagai komunikator yang baik harus memiliki beberapa
tanggung jawab :
a. Mengirim pesan dengan jelas.
b. Memilih media yang sesuai.
c. Meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah diterima dengan baik.
d. Menguasai materi.
e. Pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang
disampaikan.
f. Menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh sipenerima pesan
(komunikan).

3
Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan
balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran
Indonesia, hal 42):
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya,
gerak tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)
agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru
mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
2. Isi Pesan (apa yang disampaikan).
Kelengkapan pesan perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi,
media penyampaian, penerimanya.
3. Saluran (Elektronic, Lisan, dan Tulisan).
Saluran berperan sebagai jalan yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.Berita
dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus.Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirimya itu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).Media yang dapat
digunakan yakni melalui telepon, lembar kertas, peraga.
4. Penerima/komunikan (Pasien, Keluarga Pasien, Perawat, Dokter, FO, dll).
Penerima berfungsi sebagai penerima berita.Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan.Tanggungjawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim.Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8).
Terdapat beberapa faktoryang perlu diperhatikan untuk mengupayakan
proses komunikasi yang efektif, yaitu antara lain:
a. Sensitifitas kepada penerima komunikasi. Sensitivitas ini sangatlah
penting dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan media
komunikasi. Hal-hal yang bersifat penting dan pribadi paling baik
dibicarakan secara langsung atau tatap muka, dan dengan demikian

4
mengurangi adanya kecanggungan serta kemungkinan adanya
miskomunikasi.
b. Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis. Hal ini menjadi
penting dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan.
Komunikasi seriingkali disampaikan secara non verbal atau lebih dikenal
dengan body language. Pengertlan akan body language, yang bisa
berbeda sesuai dengan kultur, ini akan memberikan kelebihan dalam
komunikasi.
c. Penentuan waktu yang tepat. Hal ini sangatlah pentlng terutama dalam
mengkomunikasikan keadaan yang bersifat sensitif.
d. Umpan balik. Umpan balik menjadikan komunikasi lebih efektif karena
dapat memberikan kepastian mengenal sejauh mana komunikasi yang
diadakan oleh seseorang sumber (source) dapat diterima oleh komunikan
(receiver).
e. Komunikasi tatap muka. Komunikasi semacam ini memungkinkan kita
untuk melihat dengan baik lawan bicara kita, melihat body language,
melihat mimik lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai
komunikasi yang memungkinkan terjadinya miskomunikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa langkah yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Teliti tujuan sebenarnya dalam setiap berkomunikasi.
b. Pertimbangkan keadaan fisik dan psikis orang lain dalam berkornunikasi.
c. Perhatikan tekanan nada dan eksperesi wajah sesuai dengan isi pesan yang
disampaikan.
d. Perhatikan konsistensi dalam berkomunikasi.
e. Jadilah pendengar yang baik dalam berkomunikasi.

E. Sifat Komunikasi

Komunikasi bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan


promosi).
1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan, dll
Akses informasi ini dapat di peroleh melalui Customer Service, Admission,
dan leaflet.

5
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi):
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus dihindari dan dilakukan pasca
operasi.
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.

F. Komunikasi yang efektif


Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalah pahaman.
Prosesnya adalah:
1. Komunikator secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara
lengkap isi pesan tersebut oleh komunikan.
2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh komunikan.
3. Komunikan mengkonfirmasi isi pesan kepada Komunikator.
Gambar :

Yah..benar. Dikonfirmasikan Jadi isi pesannya ini ya


pak…

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

6
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus
menjabarkan huruf satu per satu dengan menggunakana alfabeth yaitu:
Kode Alfabet International:

Sumber : Wikipedia

7
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan komunikasi efektif ini diterapkan dilingkup rumah sakit yang


ditujukan kepada:
1. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yaitu dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya dengan pasien
2. Antar Profesional Pemberi Asuhan, misalnya dokter dengan dokter, dokter dengan
perawat baik menggunakan tulisan maupun berkomunikasi secara lisan/via
telepon
3. Manajemen Rumah Sakit dengan seluruh staf rumah sakit
4. Rumah Sakit dengan masyarakat
Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas
informasi, pelaksana PKRS, dan semua karyawan di rumah sakit. Dengan tujuan:
1. Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan pesan yang disampaikan
komunikator sampai pada komunikan dengan benar dan lengkap
2. Mengurangi kesalahan persepsi akibat komunikasi secara lisan
3. Tercapainya 5 hal pokok, yaitu:
a. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan
b. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar
c. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau
tidakmenyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
d. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
e. Memperoleh umpan balik dari pendengar

8
BAB III
KEBIJAKAN

Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo Nomor 02/ PER/DIR/2018
tentang Kebijakan-Kebijakan di Rumah Sakit Mata Solo.

9
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Komunikasi Efektif antara Dokter / Petugas Kesehatan dengan Pasien


Keberhasilan komunikasi antara dokter/petugas kesehatan dengan pasien
pada umumnya akan menimbulkan kenyamanan serta kepuasan bagi kedua belah
pihak dan pada khususnya akan menciptakan empati bagi pasien.
Tahap komunikasi medis meliputi sikap professional dokter, tahap
komunikasi dan memperhatikan unsur penting dalam berkomunikasi.
1. Sikap profesional dokter
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan dengan :
a. Mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya
b. Mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagiantugas
profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self)
c. Mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien
d. Mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with
others).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan
sudut pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-
pasien (doctor patient) dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
2. Komunikasi antara dokter dengan pasien dilakukan dengan 2 tahap, yakni:
a. Tahap pengumpulan informasi dimulai dengan tahap penggalian
informasi yang terdiri dari:
1) Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
2) Menggali riwayat pasien
b. Tahap penyampaian informasi.
3. Agar tercipta komunikasi efektif antara dokter dengan pasien, maka harus
memperhatikan 5 hal penting, yakni:
a. Materi Informasi apa yang disampaikan
1) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saatpemeriksaan)
2) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnose.
3) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi)
4) Hasil dan Interpretasi tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis
5) Diagnosis jenis atau tipe

10
6) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara)
7) Prognosis
8) Dukungan (support) yang tersedia
b. Siapa yang diberi informasi
1) Pasien, kalau pasiennya rnenghendaki dan kondisinya memungkinkan
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
3) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampudan
bertanggung jawab atas pasienkalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
c. Berapa banyak atau sejauh mana
1) Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa
perlu denganmemperhatikan kesiapan mental pasien
2) Untuk keluarga : sebanyak yang pasien/kelurga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukanagar dapat menentukan tindakan
selanjutnya
d. Kapan penyampaian inforrnasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
e. Dimana penyampaiannya
1) Di ruang praktik dokter
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat
3) Ditempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien / keluarga
dan dokter.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap pengkajian
Pengakajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi / admisi dan perawat untuk mengumpulkan
data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya.
2. Tahap perumusan diagnose
Data dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnose keperawatan merupakan hasilpenilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnose keperawatan yang tepat
memenlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.

11
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan
alternative rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum
memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu
mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dllaksanakan secara teratur dan
efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu masalah psikologis.

B. Komunikasi saat Memberikan Edukasi kepada Pasien & Keluarganya


Tahap asesmen pasien : sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan:
1. Keyakinan yang dianut pasien.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. Emosional seperti depresi, senang dan
marah.
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif setelah melalui tahap
asesmen pasien:
1. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet
kepada pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information (perawat/dokter yang bertugas).

12
Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami
edukasi yang diberikan:
1. Apabila pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan. Pertanyaannya adalah: “Dari materi
edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi,
pasiennya mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan
pihak keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang
telah disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi
yang diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien.
Dengan pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib
untuk mengisi formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah
pihak antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai
bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi
yang benar.

C. Komunikasi antara Dokter dengan Tenaga Kesehatan


1. Dokter dengan Dokter
a. Lembar Konsultasi
Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Mata Solo, antar
pemberi layanan melakukan komunikasi dengan teknik SOAP. Teknik
SOAP terdiri atas unsur Subjective, Objective, Assessment, dan Planning.
S (Subjective) Pernyataan atau keluhan dari pasien yang
didapatkan dari anamnesis seperti keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, serta riwayat
alergi
O (Objective) Data yang diobservasi oleh perawat atau dokter yang

13
didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik, seperti tanda-tanda vital,
visus, tekanan intraokular, dan hasil pemeriksaan penunjang.
A (Assessment) Kesimpulan dari Subjective dan Objective yang
berupa diagnosa medis pasien.
P (Planning) Rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil Assessment

Pada prinsipnya, lembar konsultasi merupakan komunikasi antar


dokter. Lembar konsultasi diisi menggunakan format SOAP. Adapun cara
pengisian konsultasi adalah sebagai berikut :
a. DPJP menuliskan identitas pasien dan diagnosis penyakit pasien di
lembar konsultasi
b. DPJP awal memohon konsultasi untuk pasien tersebut kepada DPJP
yang dituju
c. Lembar konsultasi diserahkan kepada DPJP yang dituju
d. DPJP yang dituju menjawab dan mengisi dilembar konsultasi
2. Dokter dengan Perawat
a. Rekam Medis
Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Mata Solo, dokter
memberikan instruksi kepada perawat melalui rekam medis. Dokter
mengisi rekam medis dengan teknik SOAP terdiri atas unsur Subjective,
Objective, Assessment, dan Planning. Pada prinsipnya, rekam medis
merupakan komunikasi antar tenaga kesehatan. Perawat wajib mengikuti
instruksi dokter yang ditulis di bagian Planning.
b. CPPT
Catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) adalah proses asuhan
pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan dari berbagai unit
kerja/pelayanan dan terkoordinasi satu dengan lainnya agar menghasilkan
asuhan yang efektif dan pasien.
3. Via Telepon
Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Mata Solo, antar pemberi
layanan melakukan komunikasi dengan teknik SBAR. Perhatian dan
tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assesment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR merupakan
komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan yaitu : apa yang
terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dan dokter yang dihubungi dan
kapan dokter harus mengambil tindakan.

14
Empat (4) Unsur SBAR:
a. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya : penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak
nafas, dll.
b. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis. Misalnya : Riwayat alergi obat-obatan, hasil
pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan, hasil pemeriksaan
penunjang, dll.
c. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
d. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini. Misalnya: menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, dll.
S Situation/Situasi
 Mengidentifikasi diri dan tempat penelpon
 Mengidentifikasi nama pasien dan alasan untuk melapor
 Jelaskan masalah yang ingin disampaikan
Pertama, terangkan secara spesifik tentang diri anda, nama pasien,
konsultan, lokasi pasien dan tanda-tanda vital.
Contohnya sebagai berikut: mohon disesuikan
Ini adalah A seorang perawat di lantai 2 RS X. Alasan saya
menelepon adalah bahwa Ny. X (35 tahun) di kamar 202 tiba-tiba
sesak napas, saturasi oksigen nya turun menjadi 88 % pada udara
ruangan, respirasinya 24 x/menit, frekuensi nadi 110x/menit, dan
tekanan darahnya 85/50, suhunya 36,5. Kami telah memberikan 6
liter oksigen dan saturasinya menjadi 93%, frekuensi pernapasan
menjadi 22x/menit.
Background/Latar
B Belakang
 Memberikan alasan pasien dirawat
 Jelaskan riwayat medis yang signifikan
 Penelpon kemudian menginformasikan konsultan latar

15
belakang pasien: diagnosis, tanggal masuk, prosedur
sebelumnya, obat-obatan saat ini, alergi, hasil laboratorium
terkait dan hasil diagnostik yang relevan. Untuk ini, penelpon
harus telah mengumpulkan informasi dari grafik pasien, flow
sheet dan catatan perkembangan pasien.
Sebagai contoh disesuikan:
“Ny A (59 tahun), dengan burst fraktur pada T5, komplikasi
pasien adalah hemothorax ditempat pemasangan chest tube.
Chest tube itu dilepas lima hari lalu dan rontgen thoraks nya
telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pasien sudah
mobilisasi dengan fisioterapi dan menunjukkan perbaikan.
Hemoglobinnya adalah 100 gm/L dan telah mendapatkan
Enoxaparin untuk profilaksis DVT profilaksis dan oxycodone
untuk mengurangi nyerinya.”
Assesment/
A Penilaian
 Tanda-tanda vital
 Pola penyakit
 Gambaran klinis, kekhawatiran
Kita perlu berpikir kritis ketika menginformasikan penilaian
tentang keadaan pasien pada konsulen. Ini berarti bahwa kita
telah mempertimbangkan apa yang mungkin menjadi alasan
yang mendasari kondisi pasien. Tidak hanya dari penilaian kita
namun juga dengan indikator objektif lainnya, seperti hasil
laboratorium.
Jika tidak memiliki penilaian, Anda dapat bericara:
“Saya pikir dia mungkin memiliki emboli paru.”
“Saya tidak yakin apa masalahnya, tapi saya khawatir.”
Recommendation/Rekomendasi
R
 Jelaskan apa yang Anda butuhkan, secara spesifik tentang
permintaan dan waktunya.
 Memberikan saran seperti Pasien dapat di transfer ke ICU/
HCU, Dok?
 Memperjelas yang diharapan : ”Dokter dapat melihat pasien
sekarang?
Akhirnya sampaikan apa yang menjadi rekomendasi kita.
Perintah yang diberikan di telepon perlu diulang kembali untuk

16
memastikan akurasi.
“Apakah dokter ingin saya melakukan rontgen
thorak/pemasangan IV line?”
“Dapatkah saya mulai melakukan CT Scan?”
Memasukkan SBAR mungkin tampak sederhana, tetapi
membutuhkan banyak pelatihan. Disarankan untuk berlatih
antar sesame teman perawat untuk memberikan informasi pada
konsulen dalam bentuk SBAR.

Dalam berkomunikasi secara lisan via telepon di rumah sakit, petugas dan
tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari
komunikasi lisan dengan prosedur READ BACK.
1. Read Back
a. Staf yang menerima informasi, mencatat kelengkapan informasi atau
hasil pemeriksaan kedalam catatan rekam medis pasien dan
membacakan kembali atau “ read back “ secara lengkap informasi
yang diterimanya.
b. Untuk obat- obat yang kedengarannya mirip atau ” Sound alike
Drugs”, nama obat harus dieja kata demi kata.
c. Beri tanda pada nama obat atau hasil pemeriksaan yang sudah
dibacakan kembali tersebut, jika si pemberi informasi telah
menyatakan ” ya ”/ ketepatan pengulangan.
d. Beri tanda tangan dan nama jelas perawat yang menerima atau
informasi serta perawat saksi, catat jam prosedur terjadi.
e. Lakukan verifikasi ke DPJP dalam waktu 1 X 24 jam kepada dokter
yang memberi order pada saat datang berkunjung dengan memberi
tanda tangan dan nama jelas, tanggal dan jam verifikasi pada catatan
sebelumnya.
2. Daftar singkatan, akronim, simbol, dan penandaan dosis yang tidak boleh
digunakan di seluruh bagian RS
a. Dokter, perawat, dan staf farmasi disosialisasikan mengenai daftar
singkatan, akronim simbol, dan penandaan dosis yang tidak boleh
digunakan di seluruh bagian RS.
b. Monitoring implementasi SPO ini pada saat melakukan audit Rekam
medis pasien dan resep yang masuk ke bagian farmasi serta analisa
penyebab dari setiap kejadian kesalahan obat / medication error.

17
3. Jenis pemeriksaan emergensi dan penanganan nilai pemeriksaan yang
kritis / ” critical value ”
a. Setiap nilai pemeriksaan diagnostik abnormal harus dilaporkan dari
bagian terkait ke perawat dalam waktu 5 menit setelah hasil
pemeriksaan dibaca, selanjutnya perawat melaporkan kepada dokter
pemilik pasien dalam waktu 5 menit setelah laporan diterima.
b. Dokter pemilik pasien segera melakukan tindak lanjut kepada pasien
sesuai hasil yang dilaporkan.
c. Monitoring implementasi SPO, dengan mengumpulkan data adanya
kejadian keterlambatan penanganan pasien akibat keterlambatan
informasi hasil dengan nilai kritis yang membutuhkan penanganan
segera berdasarkan laporan kejadian.
4. Implementasi standar / model untuk komunikasi serah terima informasi
pasien yang efektif.
a. Menetapkan model pendokumentasian pada proses serah terima
informasi pasien antar shift dinas perawat, antar ruangansaat
perpindahan pasien, saat perawat melaporkan kondisi pasien kepada
dokter.
b. Melakukan audit rekam medis pasien terkait dengan pelaksanan
Model untuk mengukur kesesuaian dan kepatuhan staf terhadapSPO.
Melakukan monitoring kejadian – kejadian klinik yang terkait dengan
penyebab komunikasi yang tidak efektif setelah menerapkan model,
melakukan analisa, dan rencana tindak lanjut untuk perbaikan
Prosedur menerima telepon:
Penelpon
1. Jawab salam dan sebutkan nama dan unit kerja (”Selamat Pagi, Dengan
petugas “A” dan ruangan “A”)
2. Beritahukan keperluan menelphon dengan kata-kata yang jelas, sopan dan
mudah dimengerti oleh penerima telephon.
3. Berikan konfirmasi terkait informasi yang disampaikan.
4. Jika semua sudah selesai tutup pembicaraan telphon dengan ucapkan
“salam”
Penerima telepon
1. Ucapkan salam dan sebutkan Unit Kerja....Nama (”Ruang B”)dengan
petugas “A” ada yang bisa saya bantu) / (Jika dering panjang.../ dari luar
RSMS ada yang bisa saya bantu?)

18
2. Tanyakan keperluan penelphon, bila perlu catat hal-hal yang penting
(siapkan bolpoin dan kertas dekat pesawat telephon)
3. Jawablah dengan tepat dan benar, sesuai dengan yang penelphon
tanyakan.
4. Bila diperlukan, tulis informasi dari penelphon dan lakukan konfirmasi
tentang yang ditulis.
Yang perlu diperhatikan saat proses komunikasi via telphon:
1. Jangan menerima telephon pada saat komunikasi dengan orang lain
2. Tidak boleh terlalu lama melakukan komunikasi via telephon, karena
kemungkinan ada penelphon lain yang ingin menghubungi lagi.
3. Bila penelpon memerlukan berbicara dengan orang lain selain penerima
telephon, sampaikan kepada orang yang dituju dengan secepatnya(bila
orang yang dituju berada dekat dari jangkauan) atau jawab “Mohon
telephon kembali karena orang yang dituju sedang tidak ada” (bila orang
yang diluar jangkauan kita / tidak diruang).

D. Komunikasi antara Manajemen Rumah Sakit dengan Stafnya


Komunikasi oganisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri
dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi.Isinya berupa cara kerja di
dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan
dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, peryataan, jumpa pers, dan surat-
surat resrni. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui
secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang
dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan
suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis
organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan
situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

19
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach,
(1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Fungsi informative
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi.
Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh Informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
lnformasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat
melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran
manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu
kebijakanorganisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk
melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan
keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
2. Fungsi regulative
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif,
yaitu:
a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen,
yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua
informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi
pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasive
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya
daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela
oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding
kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi integrative
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua
saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.

20
b. Saluran kornunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama
masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan
darmawisata. Pelaksanaan aktivitasini akan menumbuhkan keinginan
untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki
pengertian yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada
mereka yang berotoritas lebih rendah (Pace & Faules, 2000).Komunikasi ke
bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para
pemimpin kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan
untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan,
disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum.
Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk
merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan
yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang
informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan (Muhammad, 2004).
Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah Menurut Katz dan Kahn
dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas ke bawah mempunyai lima tujuan
pokok, yaitu:
a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini
memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana
melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan,
penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan
informasi jenis ini.
b. Memberikan Informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe
informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan
mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi
dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain,tipe
informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka
membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional.
Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program
pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti
dan hukuman.
d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan.
Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam

21
mempertahankan operasional perusahaan.Karyawan sering mengeluh, seperti
mereka tidak tahu bagaimana atasan melihat performans mereka.
e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi
menanamkan pengertian tentang tujuan yang Ingin dicapai.
Bentuk komunikasi yang digunakan dalam komunikasi ke bawah
(Muhammad, 2004):
1. Bentuk lisan: rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak
interpersonal, laporan lisan, ceramah.
2. Bentuk tulisan: surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi
pekerjaan, Panduan pelaksaan pekerjaan, laporan tertulis, panduan
kebijaksanaan.
3. Bentuk gambar: grafik, poster, peta, film, slide.
Bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan di RS Mata Solo, diantaranya adalah:
1. Bentuk Lisan
Koordinasi antar bagian dibentuk melalui kegiatan-kegiatan:
a. Morning Report
Morning report adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar
sejawat dokter, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian
pelayanan medis, transfer of knowledge, dan fungsi koordinasi sesama
sejawat dokter untuk meningkatkan mutu pelayanan medis.
b. Rapat koordinasi Keperawatan
Rapat koordinasi keperawatan adalah sebuah bentuk komunikasi dan
koordinasi antar bagian Keperawatan dengan Kepala Ruangan (Karu),
didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian pelayanan
keperawatan, transfer of knowledge, dan fungsi koordinasi sesama
perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
c. Rapat koordinasi Mingguan
Rapat koordinasi Mingguan adalah sebuah bentuk komunikasi dan
koordinasi antar Direksi dengan staf dibawahnya yang dilaksanakan
setiap 1 minggu sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil
pemberian pelayanan rumah sakit, dan fungsi koordinasi antar bagian
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang didapat selama kurun
waktu 1 minggu
d. Rapat Pejabat Struktutral (Bulanan)
Rapat Pejabat Struktural adalah sebuah bentuk komunikasi dan
koordinasiantar Direksidengan staf dibawahnya yang dilaksanakan setiap
1 bulan sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian

22
pelayanan rumah sakit dan fungsi koordinasi antar bagian meningkatkan
mutu pelayananrumah sakit selama kurun waktu 1 bulan.
2. Bentuk tulisan
Sedangkan bentuk tulisan yang digunakanadalah dengan : s urat, memo
Intern, uraian tugas, Panduan, laporan kegiatan, dan panduan kebijakan

E. Komunikasi Rumah Sakit dengan Masyarakat


1. Rumah Sakit melakukan proses komunikasi dengan masyarakat sekitar dalam
bentuk penyuluhan kepada masyarakat untuk memfasilitasi akses terhadap ke
pelayanan dan akses terhadap informasi tentang pelayanan asuhan pasien
2. Proses komunikasi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Daerah pasien
3. Dalam proses komunikasi rumah sakit terhadap masyarakat, rumah sakit
menyampaikan:
a. Mutu pelayanan RS Mata Solo
b. Info layanan RS Mata Solo
c. Jadwal Praktek Dokter
d. Jam pelayanan
e. Cara bagaimana masyarakat dapat mengakses layanan tersebut
f. Dan lain-lain

F. Komunikasi Efektif untuk menyampaikan Informasi Urgent (CODE BLUE)


Jika terjadi code blue, pastikan pasien memang benar membutuhkan
pertolongan karena dalam kondisi tidak responsif, nadi tidak teraba atau tidak
bernafas. Petugas yang menemukan harus segera memencet alarm code blue
yang berada didekat lift lalu memencet tombol microphone dan berkata “Code
Blue, Code Blue lantai satu ruang 6” (misalnya) diulang sampai tiga kali.
Team code blue dipimpin oleh dokter jaga dan perawat bersiap datang ke
lokasi dengan membawa peralatan emergency. Usahakan lima menit sampai
dilokasi code blue. Team code blue memastikan lingkungan pasien aman untuk
melakukan pertolongan. Cek nyeri pasien dengan menekan sternum pasien.
Team code blue melakukan tugasnya sampai diputuskannya bahwa resusitasi
dihentikan oleh ketua tim code blue. Tim code blue memberikan bantuan hidup
lanjut kepada pasien kemudian segera ditransfer ke IGD.
Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu :
1. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka secepatnya dipindahkan ke IGD
untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju.

23
2. Jika keluarga pasien menolak atau IGD sedang penuh maka pasien dirujuk ke
rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas.
3. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang
perawatan biasa maka keluarga pasien harus menandatangani surat penolakan.
Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan
kordinasi dengan bagian manajemen pelayanan pasien, kemudian pasien
dipindahkan ke kamar jenazah dilantai 5. Ketua tim code blue memberikan
informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
Manajer pelayanan pasien melakukan dokumentasi semua kegiatan dalam
rekam medis pasien dan melakukan koordinasi dengan ketua code blue pasca
resusitasi.

G. Komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi urgent (code red)


Apabila terjadi kebakaran tim code red langsung ambil APAR, cabut pin
pengaman, arahkan selang APAR ke sumber api secara merata searah dengan
angin. Petugas aktifkan code red dengan cara menekan tombol alarm kebakaran
dan menekan tombol microphone dan mengucapkan “Code Red – Code Red
lantai 3 ruang admin” misalnya. Diulang hingga tiga kali. Hubungi petugas
kebakaran melalui telephone RS ke Eks 103 dan menghubungi Dinas Pemadam
Kebakaran Kota Surakarta dengan no (0271) 710900.
Seluruh karyawan rumah sakit, pasien dan keluarga pasien meninggalkan
ruangan melalui jalur evakuasi bila mendengar alarm kebakaran. Diutamakan
orang tua, anak-anak dan wanita terlebih dahulu. Dalam proses evakuasi bisa
menggunakan kursi roda bila dibutuhkan.Selama menunggu petugas Damkar
datang, tim pemadam rumah sakit (memakai helm merah) akan berusaha
memadamkan dengan APAR dan selang Hydrant yang berada di dekat tombol
alarm kebakaran.Gunakan tangga darurat, dilarang menggunakan Lift. Evakuasi
menuju titik kumpul untuk keselamatan yang berada di parkir depan rumah sakit
dan sisi barat gedung.
Tugas tim pemadam kebakaran antara lain :
1. Memadamkan api pada kesempatan pertama dengan alat yang tersedia secara
cepat dan tepat (menggunakan alat pemadam api ringan atau hidran)
2. Melokalisasi area yang terbakar dengan menyemprotkan hidran pada barang
yang mudah terbakar sampai Dinas Kebakaran datang.
3. Membantu di lantai lain yang terbakar bila memerlukan tenaga dan bekerja
sama dengan kelompok lain yang memerlukan bantuan.
4. Menggunakan tangga darurat atau lift kebakaran selama lift tersebut aman.

24
5. Memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Hidran
Kebakaran bangunan
6. Menjaga terjadinya penjalaran kebakaran dengan cara melokalisasi daerah
kebakaran dan menyingkirkan barang-barang yang mudah terbakar, atau
menutup pintu dan jendela
7. Mencegah orang yang bukan petugas pemadam atau petugas Tim
Penenggulangan Bencana & Kebakaran mendekati daerah yang terbakar
8. Menghubungi Kepala Keadaan Darurat jika kebakaran diperkirakan tidak
dapat diatasi lagi
Agar semua sistem dalam pengelolaan keadaan darurat dapat terwujud
dengan baik maka dilakukan sosialisasi kode kedaruratan agar tidak
menimbulkan kepanikan dan kegaduhan pada pasien, keluarga pasien,
pengunjung dan pegawai Rumah Sakit di sosialisasikan berupa Kode
Kedaruratan medis yang digunakan ada sembilan yaitu :
1. Code red : terjadi kebakaran
2. Code blue : henti jantung
3. Code pink : penculikan bayi atau/anak-anak,
4. Code grey : orang yang membahayakan
5. Code silver : orang yang membahayakan dengan senjata
6. Code yellow : ancaman bom
7. Code whait : bencana di dalam atau di luar rumah sakit
8. Code orange : tumpahan bahan berbahaya

H. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR STAF KLINIS (HAND OVER).


Hand over adalah proses serah terima tugas antara petugas yang dinas
dalam kurun waktu tertentu kepada petugas yang dinas pada jam kerja berikutnya
yang mencakup pasien yang di rawat, pasien poli, obat-obatan pasien maupun
informasi lain yang perlu di overkan kepada tim.
Prosedur hand over antara lain:
1. Laporkan secara langsung dan tertulis pada buku operan jaga kepada perawat
penanggung jawab berikutnya.
2. Laksanakan pengkajian secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan
segenap tindakan yang telah dilaksanakan serta hal - hal yang penting lainnya
selama masa perawatan (tanggung jawab).
3. Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian yang matang sebaiknya
dicatat khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat penanggung
jawab berikutnya.

25
4. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam operan jaga meliputi :
a. Identitas pasien dan diagnosa medis.
b. Masalah keperawatan yang masih muncul.
c. Tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (secara umum)
d. Intervensi kolaboratif yang telah dilaksanakan.
e. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalamkegiatan
operatif, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang lain,
persiapan untuk konsultasi atau prosedur yang tidak rutin dijalankan.
f. Prosedur rutin yang biasa dijalankan tidak perlu dilaporkan.
5. Lakukan klarifikasi, tanya jawab dan validasi terhadap hal – hal yang telah
dioperkan atau keterangan - keterangan yang kurang jelas.
6. Upayakan penyampaian dengan jelas, singkat dan padat.
7. Mintakan tanda tangan dan nama petugas berikutnya sebagai bukti operan
jaga berikutnya.

I. Hambatan dan Masalah Komunikasi


Hambatan adalah segala sesuatu yang rnenghalangi, membingungkan,
mengacaukan dan menggang uproses komunikasi. Gangguan ini bisa muncul
pada setiap tahap dalam proses komunikasi, namun demikian gangguan
terbanyak timbul pada tahap Encoding & Decoding.
Dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai individu terdapat
beberapa gangguan dalam komunikasi, seperti beberapa contoh dibawah ini:
1. Mata rantai yang terlalu panjang yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan
(distortion).
2. Terlalu banyak Informasi dalam saluran komunikasi, yang bisa menyebabkan
overload atau terjadinya gangguan.
3. Lingkungan yang menimbulkankesulitan dalam komunikasi.
4. Hambatan Organisasi yaitu tingkat hirarkhi, wewenang manajerial dan
spesialisasi. Tingkat hirarkhi bila suatu organisasi tumbuh, dan strukturnya
berkembang, akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena pesan
harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, yang memerlukan waktu yang
lebih lama barulah pesan itu sampai. Wewenang manajerialartinya,
kekaburan wewenang bagi setiap tingkatan pada jabatan tertentu akan
membuat pesan tidak sampai ke seluruh bagian yang ada dalam organisasi
tersebut. Spesialisasi artinya adalah prinsip organisasi, tetapi juta
menimbulkan masalah-masalah komunikasi, apalagi mereka yang berbeda
keahlian bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi dan kepentingan dan

26
istilah- istilah dalam pekerjaan mereka masing dapat menghambat, dan
membuat kesulitan dalam memahami, sehingga akan timbul salah pengertian
dan sebagainya.
Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas
kesehatan, yakni:
1) role stress
2) lock of interprofessional understanding
3) autonomy struggles
Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena padagilirannya
akan mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien. Menghadapi pasien
setiap hari bukanlah suatu hal yang mudah. Petugas kesehatan hampir setiap
hari harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nyawa seseorang,
misalnya menentukan diagnosis penyakit fatal, menjelaskan pengobatan yang
kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan, menginformasikan prognosis
yang tidak baik atau harus memberikan obat yang harganya sulit dljangkau
oleh pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi suasana hati
dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbalnya
dengan sesama petugas. Pengendalian emosi dan stres sangat
dibutuhkandalam pekerjaan sehari-haritenaga medis di rumah sakit.
Kita mengharapkan semua petugas kesehatan memahami perannya
masing-masing dalam lingkungan kerjanya. Dalam praktiknya, ternyata tidak
demikian. Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami peran petugas
lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran tentang peran dari masing-masing
petugas masih sering terjadi. ltulah yang disebut dengan Lack of
interprofessional understanding.
Faktor ketiga adalah masalah otonomi, yakni“the freedom to be self-
governing or selfdirecting”. Pentingnya otonomi digaris bawahi oleh
Conway, yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat
penting agar petugas dapat memenuhi peran profesinya. Tingginya
professional autonomy berhubungan dengan membaiknya job morale dan job
performance. Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat
memacu ketegangan interpersonal. Perawat misalnya sering menyatakan
kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka untuk pengambilan
keputusan yangsederhana tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan
pasien. Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas kesehatan
memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.
Masalah komunikasi merupakan penyebab yang paling umum dalam

27
terjadinya medical error .Diantaranya adalah kegagalan komunikasi baik
verbal ataupun tertulis, miskomunikasi antar staf, antarshift, informasi tidak
didokumentasikan dengan baik atau hilang, masalah komunikasi dalam satu
lokasi,antar berbagai lokasi, antar tim layanan dengan pekerja non klinis dan
antar staf dengan pasien. Arus informasi yang tidak adekuat juga merupakan
masalah yang umum terjadi, misalnyaketersediaan informasi yang terbatas
saat akan merumuskan keputusan penting, komunikasi yang tidak tepat waktu
saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, kurangnya kordinasi instruksi
obat saattransfer antara unit, informasi penting yang tidak disertakan saat
pasien ditransfer ke unit lain ataudirujuk ke rumah sakit lain.
Setiap komunikasi yang terjalin wajib dicatat dalam berkas rekam
medis pasien, baik komunikasiantar petugas kesehatan (dokter dengan dokter,
dokter dengan perawat, dokter dengan tenaga medislainnya, perawat dengan
perawat, perawat dengan tenaga medis lain) ataupun koniunikasi antar
petugas kesehatan dengan pasien atau keluarga pasien (dokter dengan pasien
atau keluarga pasien,perawat dengan pasien atau keluarga pasien).
1. Masalah Komunikasi Dokter dengan Pasien
Masalah komunikasi antara dokter dan pasien antara lain:
a. Masalah penerimaan informasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien
atau keluarga pasien yang dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan
pasien bila pasien atau keluarga pasien tidak mengerti tujuan terapi atau
tindakan yang akan dilakukan sehingga menyebabkan, antara lain:
1) Tindakan tertunda
2) Penolakan tindakan medis
3) Masalah komunikasi dokter, tata bahasa, gaya bicara yang dapat
menimbulkan:
a) Ketersinggungan pasien atau keluarga pasien
b) Pasien komplain ke Rumah Sakit
c) Pasien meminta alih rawat ke dokter lain
d) Pasien menuntut dokter atau melaporkan dokter ke Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
2. Masalah Komunikasi Dokter dengan Dokter
Masalah pembagian kewenangan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
utama dan DPJP yang lain sering menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan
dalam kondisi rawat bersama. Kurangnya komunikasi atau masalah pencatatan
terapi dalam rekam medik pasien yang tidak dilihat oleh dokter lain sehingga
terapi menjadi tumpang tindih. Tidak pernah berdiskusi tentang kebutuhan

28
pasien sehingga terapi menjadi tidak efisien, efektif, masa perawatan/Length
Of Stay (LOS) lebih lama juga menjadi masalah yang sering tenjadi.
Perbedaan pendapat dan nasihat juga sering membingungkan pasien. Masalah
komunikasi yang lain adalah instruksi dari DPJP ke dokter jaga ruangan yang
tidak jelas atau terburu-buru sehingga menyebabkan kesalahan.
Dalam hal ini perlu dibuat kebijakan tentang kewenangan DPJP sehingga
komunikasi antara dokter yang satu dengan dokter yang lain terjalin dengan
baik sehingga pasien mendapat pelayanan yang aman dan bermutu.
3. Masalah Komunikasi Dokter dengan Perawat / Tenaga Kesehatan Lain
Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawat pasien untuk
memberikan instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter
ruangan atau perawat/ bidan untuk melaksanakan pengobatan atau
pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya penulisan rekam medik merupakan
sumber informasi tentang pasien yang dibuat bukan hanya untuk penulis tetapi
juga bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan pasien pada saat
tersebut atau di masa mendatang.
Beberapa contoh masalah kornunikasi antara dokter dan perawat, antara
lain:
a. Masalah kewenangan klinis perawat sebagai penerima instruksi dokter
(Akper / D3, Perawat level tertentu, S1)
b. Kesalahan penerimaan lntruksi (obat dan tindakan), misalnya:
1) Salah dengar nama obat,
2) Salah dengar dosis obat
3) Salah dengar cara pemakaian obat
4) Salah dengar waktu pemberian obat / tindakan
5) Salah baca instruksi dokter karena tulisan tidak jelas
6) Pada saat perawat mengikuti visit dokter, seringkali instruksi dokter
ada yang terlewat untuk dilakukan.
Salah satu masalah komunikasi yang sering timbul adalah tulisan atau
instruksi dokter yang sulit dibaca oleh perawat, bahkan kadang-kadang penulis
sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca kembali tulisannya.
Penulisan yang tidak jelas membuat proses kerja menjadi terganggu. Tidak
jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal pembicaraan
rnelalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi yang buruk
atau dokter tidak mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat
berkomunikasi dengan pemberi instruksi, sebagian petugas akan menunda
pekerjaan tersebut, atau menduga - duga instruksi apa yang harus

29
dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat
berakibat fatal bagi pasien.
Kerugian lain yang dapat ditimbulkan adalah, dokter lain tidak dapat
memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan
perawatan dengan baik. Perawat juga tidak dapat membaca instruksi yang
seharusnya dilakukan sehingga pasien akan terlambat mendapatkan
penanganan.
Dalam keadaan kurangnya tenaga, dalam hal ini terutama kekurangan
tenaga perawat, masalah akan sering bermunculan, hal ini harus diantisipasi
oleh setip Koordinator atau manajer. Pasien komplain karena perhatian kurang
di rawat inap, respon perawat lambat dan permintaan lama dipenuhi, bahkan
yang parahnya dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan yang dapat
menyebabkan cedera pada pasien. Untuk mengatasi role overload atau
kurangnya tenaga, perlu dilakukan pengaturan jumlah tenaga perawat dengan
baik, memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas.
Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing
petugas.
Masalah komunikasi lain yang sering terjadi adalah ketika instruksi
diberikan melalui telepon. Pemberian instruksi dokter lewat telepon tidak
dapat dihindari dalam pelayanan di rumah sakit, hal ini dikarenakan
keberadaan dokter yang tidak 24 jam di rumah sakit, adanya perubahan
kondisi pasien yang memerlukan terapi tambahan atau tindakan medis, dan
pada keadaan emergency atau gawat darurat. Banyak faktor yang
menyebabkan kesalahan pada proses pemberian instruksi dokter lewat telepon,
yaitu antara lain karena gangguan koneksi telepon sehingga suara dokter tidak
jelas, dokter terburu-buru dalam memberikan instruksi, kompetensi dan
pengetahuan perawat masih kurang atau level kompetensi perawat penerima
instruksi tidak memenuhi syarat, perawat penerima instruksi adalah perawat
baru atau perawat magang, prosedur read back-repeat back tidak dijalankan.
Untuk menghindari kesalahan penerimaan instruksiatau kegagalan
komunikasi, telah diatur beberapa kebijakan untuk menghindari kejadian tidak
diharapkan pada pasien. Dalam sasaran keselamatan pasien yang kedua, yaitu
peningkatan kornunikasi yang efektif, telah diatur teknik-teknik komunikasi,
antara lain teknik SBAR (Situation – Background – Asessment -
Recommendation) serta teknik Read back - Repeat back, dimana penerima
instruksi seharusnya setelah menulis instruksi dalam rekam medis pasien
wajib membacakan kembali instruksi tersebut dan pemberi instruksi, dalam

30
hal ini adalah dokter juga harus mengulang kembali instruksinya dan bila
perlu mengeja nama obat atau tindakannya, apalagi bila obat tersebut
tergolong obat kewaspadaan tinggi (high alert medication), contohnya
pemberlan elektrolit pekat.
4. Masalah Komunikasi antara Tenaga Kesehatan
Komunikasi internal antar tenaga medis dapat mencakup instruksi
dokter terkait terapi, rencana pelayanan medik danpenunjang medik, serta
transfer antar ruangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada
gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.
Masalah komunikasi antar tenaga kesehatan yang mudah terjadi
kesalahan antara lain pada:
a. Saat transfer pasien dan ruang satu ke ruangan lain. Pada saat transfer
pasien/pindah ruang, perawat harus melakukan operan dengan lengkap
kepada perawat lain, misalnya tentang kelanjutan terapi, rencana tindakan,
kelengkapan informed consent, hasil-hasil pemeriksaan penunjang dan
banyak hal lain yang sering terlewat pada saat transfer Informasi.
b. Saat berlangsungnya operan antara petugas kesehatan, yang paling sering
terjadi adalah lupa dicatat sehingga tidak dioperkan kepada petugas shift
berikutnya.
Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan
cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk komunikasi verbal dan
non-verbal. Tidakberbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap
petugaskesehatan seyogyanya menerapkan keterampilan
komunikasiinterpersonalnya bila berhadapan dengan sesama
petugaskesehatan.Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang denganpenulisan
yang jelas, dan bila perlu didukung olehkomunikasi verbal dan non-verbal
yang sesuai. Dankomunikasi yang efektif akan menimbulkan lingkungan
kerjayang aman dan pasien akan terjaga keselamatannya selamadalam
perawatan di rumah sakit.
5. Masalah Komunikasi antara Atasan dan Bawahan
Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan
lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sebagai berikut
(Thoha, 2005):
a. Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawanakan
menyebabkan pemblokan atau tidak maumenyampaikan pesan dan

31
gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu
memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan
informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu penting bagi penyelesaian
tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut
tetap dipegangnya.Misalnya seorang pimpinan akan mengirimkan pesan
untuk memotivasi karyawan guna menyempurnakan produksi, tetapi tidak
mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam rnengatasi masalah-masalah
organisasi.
b. Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan
metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang
disampaikan secara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan
lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, booklet,
dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan
dan bawahan.
c. Pesan yang berlebihan
Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka
karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman, majalah dan
pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus
dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya
cenderung tidak membacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-
pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan
saja tidak dibaca.
d. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke
bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi
pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku
karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling
menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan.
Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh
karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektifltasnya.
e. Penyaringan
Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua
diterima mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan.
Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor
diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai

32
dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada seorang
supervisor mungkin memblok supervisor.
Persoalan utama dalam kornunikasi atasan bawahan adalah sejauh
mana komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau
tidak. Apabila hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan
maka hasil komunikasi dinyatakan efektif, jika hasil yang didapatkan lebih
besar dan tujuan yang diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan sangat
efektif, tetapi apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang
diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang
efektif. Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan
pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Thoha,
2005).

33
BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi komunikasi efektif meliputi :


1. Lembar Edukasi
2. Informed Consent
3. General Consent
4. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
5. Ringkasan Pulang Pasien
6. Transfer Internal Pasien
7. Transfer Eksternal Pasien
8. Lembar Konsultasi Via Telepon
9. Lembar Konsultasi Antar Dokter

34
LAMPIRAN

35
36
37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai