Anda di halaman 1dari 27

PANDUAN

KOMUNIKASI EFEKTIF

RS. PANTI WILASA “ Dr. CIPTO “


Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) Semarang

Jl. Dr. Cipto No. 50 Semarang - 50126


Telp. (024) 3546040 (hunting)/Facs. (024) 3546042
e-mail : rspwdc@indo.net.id // rspwdc@pantiwilasa.com //
Website: www.pantiwilasa.com

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
KEPUTUSAN
DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG
NOMOR : 086/RSPWDC/SK.01/VI/2018

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF
DI RS. PANTI WILASA "Dr. CIPTO" SEMARANG REVISI 1

DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG

Menimbang : a. bahwa untuk melakukan komunikasi efektif di RS. Panti Wilasa


”Dr. Cipto” Semarang, maka diperlukan panduan dalam
pelaksanaannya;
b. bahwa panduan komunikasi efektif yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Direktur pada tahun 2014, perlu dievaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan
b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RS. Sakit Panti Wilasa
“Dr. Cipto” Semarang;

Mengingat : 1. Undang - undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran;


2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan;
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Komunikasi Data Dalam Sistem Informasi
Kesehatan Terintegrasi;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien;
8. Anggaran Dasar Yakkum berdasarkan Akta Notaris Nomor:
6 tanggal 1 Februari 1950 Notaris Tan A Sioe, dengan perubahan
terakhir berdasar Akta Notaris Nomor : 1 tanggal 2 Februari 2005
Notaris E. Ratna Widaja, SH. Notaris di Surakarta (Tambahan Berita
Negara R.I. tanggal 17 /2-2006 No. 14), dan Akta Noratis Nomor : 06
Tanggal 11 Juli 2016 Notaris Asih Sari Dewanti SH. Notaris di Surakarta
yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia Nomor :

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
AHU-AH.01.06-00341 tanggal 22 Juli 2016 dan Nomor :
AHU-AH.01.06-0002017 tanggal 06 April 2017;
9. Surat Keputusan Pengurus Yakkum nomor: 2295-Ps/PUK.RSPWDC / I /
2014 tentang pengangkatan dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes sebagai
Direktur RS. Panti Wilasa ”Dr. Cipto” periode 2014 – 2019;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO” SEMARANG


NOMOR: 086/RSPWDC/SK.01/VI/2018 TENTANG PEMBERLAKUAN
PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DI RS. PANTI WILASA "Dr. CIPTO"
SEMARANG REVISI 1;

Pertama : Mencabut Keputusan Direktur RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”


Semarang Nomor : 240/RSPWDC/SK.010/III/2014 tentang Panduan
Komunikasi Efektif Di RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang;

Kedua : Memberlakukan Keputusan Direktur RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”


Semarang Nomor: 086/RSPWDC/SK.01/VI/2018 Tentang Pemberlakuan
Panduan Komunikasi Efektif Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1;

Ketiga : Panduan Komunikasi Efektif Di RS. Panti Wilasa "Dr. Cipto" Semarang
Revisi 1 yang dimaksud sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini;

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa
segala sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali sebagaimana
mestinya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini

Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 6 Juni 2018

dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR
RS. PANTI WILASA “Dr.CIPTO”
Nomor : 086/RSPWDC/SK.01/VI/2018
Tanggal : 6 Juni 2018

BAB I
DEFINISI

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan


individu untuk berhubungan dengan orang lain. Komunikasi merupakan suatu seni untuk
menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti
dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan.

Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini
juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen
internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik
hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar
tim multidisplin termasuk unsur medis dan non medis, unsur penunjang, unsur adminitrasi
sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal. Sedangkan konsumen
eksternal lebih mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara
individual, kelompok, keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali
hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah
buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.

Rumah sakit sebagai suatu organisasi tidak akan efektif apabila interaksi diantara orang-
orang yang tergabung di dalamnya tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi
sangat penting karena merupakan aktifitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk
menginformasikan sesuatu dengan cara tertentu kepada staf atau unit-unit dibawahnya.
Dengan komunikasi maka fungsi menejerial yang berawal dari fungsi perencanaan,
implementasi dan pengawasan dapat dicapai.

Faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah adanya saluran komunikasi formal yang
diketahui secara pasti dimana jalur komunikasi tersebut sebaiknya bersifat langsung dan
sependek mungkin. Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara
komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal
ini akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena
itu, komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada orang lain.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
BAB II
RUANG LINGKUP

Komunikasi mencakup proses penyampaian dan atau penerimaan informasi serta pemberian
respon/tanggapan atas informasi tersebut. Dengan demikian, komunikasi mengandung
makna aliran dua arah (penyampaian dan respon).

II.A. KOMUNIKASI ANTAR STAF


1. Komunikasi internal,
Dapat dilakukan secara langsung (lisan) maupun tidak langsung (tulisan dalam
surat, e-mail, media whatsapp, papan pengumuman, bulletin). Komunikasi
internal sebaiknya dilaksanakan dengan berbagai metode untuk menjamin
sampai dan dipahaminya informasi tersebut kepada seluruh karyawan.
Pertukaran gagasan dalam rumah sakit dapat dibagi menjadi Empat Dimensi
Komunikasi Internal :
a. Downward communication :
Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada
tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya sesuai
dengan struktur organisasi Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr. Cipto”
Semarang. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a.1. Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
a.2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk
dilaksanakan (job retionnale)
a.3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku
(procedures and practices)
a.4. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai:
a. Metode tulisan
b. Metode lisan
c. Metode tulisan diikuti lisan
d. Metode lisan diikuti tulisan
b. Upward communication :
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim
pesan kepada atasannya sesuai dengan struktur organisasi Rumah Sakit
Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah:
Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang
sudah dilaksanakan
b.1. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan
ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
b.2. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
b.3. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun
pekerjaannya.
c. Horizontal communication :
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun
bagian yang memiliki kedudukan yang setara sesuai dengan struktur

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
organisasi Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah:
c.1. Memperbaiki koordinasi tugas
c.2. Upaya pemecahan masalah
c.3. Saling berbagi informas
c.4. Upaya pemecahan konflik
c.5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama
d. Interline communication
Yaitu tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas
fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-
saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan
jabatan fungsional. Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang
dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan
dalam rantai-rantai perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk
membimbing komunikasi lintas-saluran.
Ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan komunikasi
lintas-saluran:
d.1. Setiap pegawai yang ingin berkomunikasi melintas saluran harus
meminta izin terlebih dahulu dari atasannya langsung
d.2. Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas-saluran harus
memberitahukan hasil komunikasinya kepada atasannya
2. Komunikasi eksternal
Mencakup komunikasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan di luar
organisasi. Untuk itu organisasi sebaiknya mendefinisikan dengan tegas siapa
saja pihak-pihak berkepentingan yang harus memperoleh tanggapan dari
organisasi. Komunikasi eksternal mencakup dialog, menerima,
mendokumentasikan, dan memberikan respon/tanggapan kepada pihak esternal
yang berkepentingan tentang kinerja dan dampak lingkungan organisasi
1. Pemilik Rumah Sakit
2. Dewan Pengawas
3. Tokoh masyarakat

3. Rekam Medis
Semua keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas
pasien, anamnesa, pemeriksaan, penunjang, diagnosa sampai dengan segala
penyelesaian dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan
baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat
darurat. Jadi rekam medis merupakan alat komunikasi antar pemberi pelayanan
pasien dan menyimpan informasi penting tentang kesehatan pasien.

II.B. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT


1. Populasi masyarakat Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada
meliputi masyarakat umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan
peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan
yaitu peserta ex. Jamkesmas, Askes, Jamsostek, dan TNI/Polri), pasien
kecelakaan dengan menggunakan asuransi Jasa Raharja, pasien peserta

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
Asuransi Kesehatan, serta perusahaan-perusahaan swasta yang bekerjasama
(PKS) dalam pelayanan kesehatan bagi karyawan.
2. Strategi Komunikasi dilakukan melalui Internet, radio, banner, spanduk dan
komunikasi langsung ke masyarakat dan perusahaan-perusahaan.
3. Isi informasi Informasi yang disampaikan adalah jenis pelayanan yang terdapat
di rumah sakit, jam pelayanan dan bagaimana akses pelayanan dari masyarakat
ke rumah sakit termasuk kualitas pelayanan yang diberikan.

II.C. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA


Komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien dan keluarga harus dilakukan
secara efektif. Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attidute change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi.
Komunikasi efektif yang dilakukan di rumah sakit dapat berupa :
1. Komunikasi verbal
Komunikasi yang dilakukan dengan jelas dan ringkas. Dapat melalui contoh
untuk membuat penjelasan lebih mudah dipahami oleh penerima
informasi/perintah/pesan, mengulang bagian yang penting sehingga penerima
pesan mengetahui “apa, siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana”. Ide-
ide disampaikan secara ringkas dengan menggunakan kata-kata sehingga dapat
mengekspresikan ide secara sederhana.

Menyampaikan pesan dan informasi serta istilah-istilah yang mudah dimengerti


pasien sesuai dengan tingkat pendidikan, budaya dan format sehingga pesan
menjadi efektif.

Intonasi dan kecepatan berbicara juga disesuaikan dengan tingkat pendidikan


dan budaya masyarakat setempat sehingga apa yang disampaikan menjadi jelas
dan dapat merubah perilaku penerima pesan
2. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal dapat berupa
a. Penampilan fisik
b. Sikap tubuh dan cara berjalan
c. Ekspresi wajah dan kontak mata
d. Sentuhan (kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian sesuai
dengan norma sosial
3. Jenis informasi
Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien dan keluarga meliputi
a. Jenis dan akses pelayanan di rumah sakit
b. Biaya perawatan dan tindakan
c. informasi diagnosis, pemeriksaan yang akan dilakukan, terapi, rencana
tindakan dan inform consent
4. Pemberi informasi
Semua informasi disampaikan sesuai dengan kewenangan staf rumah sakit yaitu
front office, kasir, staf klinik (dokter UGD/Poli, DPJP, perawat) dan staf non klinik

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
BAB III
TATA LAKSANA

Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
Prosesnya adalah:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap
isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.
b. Isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh penerima pesan.
c. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.
d. Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan hurufnya
satu persatu dengan menggunakan alphabet

Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :


a. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
b. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
c. Pesan yang disampaikan dapat menggugah minat di pihak komunikan.
d. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
e. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward

III.A. KOMUNIKASI ANTAR STAF


Komunikasi antar staf adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam
rumah sakit baik secara formal maupun informal. Komunikasi formal adalah
komunikasi yang disetujui oleh antar staf itu sendiri dan sifatnya berorientasi
kepentingan rumah sakit. Isinya berupa cara kerja di dalam rumah sakit,
produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam rumah sakit.
Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun
komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya
bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Model komunikasi yang terperinci, dengan unsur-unsur penting dalam suatu


organisasi yaitu :
1. Langkah pertama: Sumber mempunyai gagasan, pemikiran atau kesan yang
diterjemahkan atau disandikan ke dalam kata-kata dan simbol-simbol,
kemudian disampaikan atau dikirimkan sebagai pesan kepada penerima
penerima menangkap simbol-simbol dan diterjemahkan kembali atau diartikan
kembali menjadi suatu gagasan dan mengirimkan berbagai bentuk umpan balik
kepada pengirim.
2. Langkah kedua : Sumber (source) atau pengirim mengendalikan berbagai pesan
yang dikirim, susunan yang digunakan, dan saluran mana yang akan digunakan
untuk mengirim pesan tersebut. Mengubah pesan ke dalam berbagai bentuk
simbo-simbol verbal atau nonverbal yang mampu memindahkan pengertian,
seperti kata-kata percakapan atau tulisan, angka dsb.
3. Langkah ketiga sumber mengirimkan pesan melalui berbagai saluran komunikasi
lisan. Manfaat komunikasi lisan, antar pribadi adalah kesempatan untuk
berinteraksi antara sumber dan penerima, memungkinkan komunikasi nonverbal

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
(gerakan tubuh, intonasi suara, dll) disampaikannya pesan secara tepat, dan
memungkinkan umpan balik diperoleh. Sedangkan komunikasi terulis dapat
disampaikan melalui media seperti :memo, surat, laporan, catatan, bulletin, surat
kabar dsb. Komunikasi tulisan mempunyai kelebihan dalam penyediaan laporan
atau dokumen untuk kepenting masa mendatang. Yang tidak kalah penting
adalah komunikasi lewat media sosial seperti Whatsapp, dimana komunikasi
lewat media ini dapat disebarkan secara cepat ke seluruh rumah sakit disusul
dengan edaran tertulis secara resmi.
4. Langkah keempat adalah penerimaan pesan oleh pihak penerima. Pada
umumnya penerima menerima pesan melalu panca indera mereka.. banyak
pesan penting yang tidak diterima oleh seseorang karena mereka tidak
menerima pesan karena kesalahan dalam mememilih media yang tepat.
5. Langkah kelima adalah decoding. Hal ini menyangkut memahami simbol-simbol
yang dipergunakan oleh pengirim (sumber). Ini amat dipengaruhi oleh latar
belakang, kebudayaan, pendidikan, lingkungan, praduga dan gangguan
disekitarnya. Dalam komunikasi dua arah antara pimpinan dan stafnya (atasan
dan bawahan) kemampuan pimpinan dalam berkomunikasi menjadi faktor
penentu berhasil tidaknya orang lain memahami ide, gagasan yang ia
sampaikan.
6. Langkah terakhir adalah umpan balik. Setelah pesan diterima dan diterjemahkan,
penerima memberikan respon, jadi komunikasi adalah proses yang
berkesinambungan dan tak pernah berakhir. Inilah yang disebut bahwa
komunikasi yang efektif itu akan menimbulkan interaksi yang baik pula dalam
melaksanakan tujuan organisasi.

A. Rapat Direktur Rumah Sakit dengan Kepala Bagian dan Koordinator


1. Direktur Rumah Sakit mengeluarkan surat edaran rapat
a. Hari pelaksanaan
b. Waktu
c. Tempat
2. Rapat membahas evaluasi kinerja dan koordinasi
3. Kepala Bagian dan Koordinator menyampaikan segala permasalahan dan
pemecahan yang telah dilaksanakan serta rencana solusi kedepannya.
4. Direktur membuat rekomendasi pemecahannnya.
5. Rapat dilengkapi dengan notulen dan daftar hadir.

B. Rapat Kepala Bagian/Koordinator dengan Bawahannya


1. Rapat dipimpin oleh Kepala Bagian/Koordinator yang sudah dibuatkan
jadwal memimpin rapat oleh bagian Sekretariat
2. Rapat diikuti oleh seluruh karyawan dibawah manajemen Kepala Bagian
atau Koordinator
3. Rapat membahas kinerja dan permasalahan selama operasional
4. Rapat dilengkapi dengan notulen dan daftar hadir.
5. Kepala Bagian/Koordinator melaporkan hasil rapat kepada direktur.
6. Apabila ada permasalahan yang harus segera dibahas solusinya. maka
direktur akan melaksanakan rapat insidentil dengan seluruh manajemen
atau manajemen terkait.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
C. Supervisi dan Ronde Keperawatan
1. Kepala bagian atau coordinator keperawatan / kepala ruangan keliling ke
unit-unit menjadi tanggungjawabnya.
2. Menanyakan dan melihat situasi jalannya pelayanan.
3. Apabila ada permasalahan yang harus segera menyelesaikannya dan
melaporkannya pada manajemen

D. Komunikasi Antar Staf Fungsional


1. Pelaksanaan operan antar shift jaga per masing-masing unit
2. Adanya komunikasi yang meliputi informasi tentang:
a. Status kesehatan dan CPPT
b. Ringkasan pulang pasien rawat jalan/rawat inap
c. Informasi klinik saat transfer dan dirujuk
d. Adanya serah terima/operan
3. Operan dilakukan langsung di unit kerja kecuali untuk perawat rawat inap,
operan langsung dilakukan ke masing-masing ruang pasien
4. Operan meliputi hal-hal yang sudah dikerjakan dan yang akan dilanjutkan
oleh shift pengganti, tembusan kebijakan/program yang diberikan oleh
manajemen dll

D.1. Prosedur Menerima Informasi Melalui Telepon.


1. Ucapkan salam.
2. Menerima pesan secara lengkap melalui telepon dan tuliskan secara
lengkap (write back)
3. Bacakan pesan yang ditulis secara lengkap kepada pemberi pesan
(read back).
4. Untuk pesan yang kurang jelas, lakukan pengejaan dengan
International Code Of Signal Interco atau International Phonetic
Alphabet (IPA).
5. Untuk pesanan tentang terapi (obat) yang kurang jelas, lakukan
konfirmasi ulang dengan menyebut nama generiknya.
6. Lakukan dokumentasi sesuai ketentuan di rekam medis RM 5

D.2. Kebijakan Menerima Perintah Lisan /Lisan Lewat Telepon


1. Penerima perintah menulis lengkap perintahnya, membaca ulang dan
melakukan konfirmasi.
2. Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari jam/tanggal, isi perintah,
nama penerima perintah dan tanda tangan, nama pemberi perintah
dan tanda tangan (pada kesempatan berikutnya)
3. Baca ulang dengan jelas, bila perintah mengandung nama oabat
LASA, maka nama obat LASA harus dieja satu persatu hurufnya.
4. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look alike sound alike,
look alike dan sound alike.
5. Konfirmasi lisan dan tertulis, konfirmasi lisan sesaat setelah pemberi
perintah mendengar pembacaan dan memberikan pernyataan
kebenaran pembacaan secara lisan misalnya “ya sudah benar”.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
Konfirmasi tertulis dengan tanda tangan pemberi perintah yang harus
diminta pada kesempatan kunjungan berikutnya.
6. Ada Kolom keterangan yang dapat dipakai mencatat hal-hal yang
perlu dicatat, misal pemberi perintah tak mau tanda tangan.

D.3. Prosedur Pemberian Informasi Atau Edukasi:


1. Ucapan salam.
2. Pastikan identitas pasien.
3. Ciptakan suasana yang nyaman dan hindari tampak lelah.
4. Perkenalkan diri dan jelaskan tugas dan peran anda.
5. Jelaskan informasi dan edukasi kepada pasien dan atau keluarga.
6. Lakukan verifikasi kepada pasien dan atau keluarga terhadap
informasi atau materi edukasi yang telah diberikan.
7. Berikan formulir edukasi untuk ditandatangani oleh pasien dan
keluarga.
8. Berikan nomor telepon yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu
diperlukan.
9. Tawarkan bantuan kembali “apakah masih ada yang dapat saya
bantu?”
10. Ucapkan terima kasih dan semoga lekas sembuh.
11. Berdiri ketika pasien hendak pulang.

D.4. Prosedur Komunikasi Dengan Mengunakan SBAR :


Format muatan informasi dalam proses komunikasi antar petugas medis
(baik saat perawat melakukan laporan atau konsultasi ke dokter, saat
perawat melakukan pergantian shift dan atau konsultasi antar dokter yang
merawat) menggunakan pendekatan atau formula SBAR atau Situation,
Background, Assesment, Recommendation
1. Ucapkan salam sesuai waktu saat komunikasi (pagi, siang, sore)
2. Perkenalkan : nama, asal rumah sakit, ruangan mana ?
3. Bila komunikasi dilakukan melalui telepon, pastikan orang yang
dihubungi adalah benar dengan mengkonfirmasi namanya (“apakah
benar saya berbicara dengan....?”)
4. Jelaskan Situation (situasi atau kondisi yang dilihat pada pasien)
yang terjadi :
a. Sebutkan identitas petugas yang berbicara : nama, ruangan
dan rumah sakit tempat bertugas.
b. Sebutkan identitas pasien yang dilaporkan : Nama
(Tn/Ny/Nn/An....), tanggal lahir atau umur dan ruang perawatan.
c. Jelaskan perubahan kondisi pasien yang diamati : berdasarkan
pengamatan petugas, keluhan subyektif pasien, atau
perubahan tanda-tanda obyektif yang ditemukan pasien.
5. Jelaskan Background (latar belakang medis) yang berkaitan dengan
situasi tersebut :
a. Tanggal mulai dirawat.
b. Diagnosa awal dan diagnosa kerja saat ini.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
c. Hasil pemeriksaan sebelumnya : pemeriksaan fisik, laboratoris,
radiologis, dan lain-lain.
d. Terapi (obat-obatan dan tindakan) yang diberikan sebelumnya.
e. Riwayat alergi obat (bila ada)
6. Sebutkan Assesment (penilaian atas kondisi) terkait dengan situasi
tersebut:
a. Kemungkinan-kemungkinan yang tejadi pada pasien terkait
perubahan kondisi yang ditemukan pada pasien menurut anda
sebagai petugas medis saat itu.
b. Tindakan-tindakan yang sudah diambil terkait kondisi saat itu.
7. Sebutkan Recommendation (rekomendasi tindak lanjut) yang
dianjurkan sebagai petugas medis saat itu, rekomendasi yang
dianjurkan bisa antara lain :
a. Permintaan untuk : melihat pasien sesegera mungkin,
rujuk atau mentransfer pasien, konsultasi ke dokter lain, atau
menjelaskan pada pasien atau keluarganya tentang perubahan
kondisi yang terjadi.
b. Permintaan untuk : advis pemeriksaan penunjang lain yang
diperlukan.
c. Permintaan untuk : advis perubahan terapi atau tindakan
lain yang diperlukan.
8. Setelah diberikan advis untuk melakukan tindak lanjut, lakukan
prosedur Write back – read back – repead back terhadap advis
tersebut sebelum dilakukan.
9. Ucapkan terima kasih dan salam penutup.

Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan menjabarkan


hurufnya satu persatu dengan menggunakan Alphabet (Phonetic
Alfabeth). Jika pesan lisan meragukan, klarifikasi dengan “Phonetic
Alfabeth” kepada pemberi pesan
Kode Phonetic Alfabet internasional
A Alfa J Juliet S Sierra
B Bravo K Kilo T Tanggo
C Charlie L Lima U Uniform
D Delta M Mike V Victor
E Echo N November W Whiskey
G Foxtrot O Oscar X X ray
H Golf P Papa Y Yankee
I Hotel Q Quebec Z Zulu

D.5. Prosedur Komunikasi Dengan Metode SOAP


S-O-A-P dilaksanakan pada saat dokter menulis penilaian ulang terhadap
pasien rawat inap atau saat visit pasien. S-O-A-P di tulis dicatatan
terintegrasi (CPPT) pada status rekam medis pasien rawat inap,

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
sedangkan untuk pasien rawat jalan S-O-A-P di tulis di dalam status rawat
jalan pasien.

Cara menulis metode S-O-A-P adalah sebagai berikut :


S (SUBJECTIVE) atau Subyektif adalah keluhan pasien saat ini yang
didapatkan dari anamnesa (autoanamnesa atau aloanamnesa).
O (OBJECTIVE) atau Objektif adalah hasil pemeriksaan penunjang pasien
pada saat ini
A(ASSESMENT) atau penilainan keadaan adalah berisi diagnosis kerja,
diagnosis diferensial atau problem pasien yang didapatkan dari
penggabungan penilaian subyektif dan obyektif
P(PLAN) atau rencana asuhan adalah berisi tentang rencana untuk
menegakkan diagnosis, pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan
untuk menegakkan diagnosis pasti, rencana terapi dan tindakan, tindakan
monitoring yang akan dilakukan.

D.6. Penggunaan Kode-Kode Darurat


Acuan dalam menggunakan tanda-tanda atau kode tertentu yang
menyatakan kondisi kedaruratan dalam upaya penyelamatan pasien,
keluarga pasien, pengunjung, karyawan dan seluruh warga yang berada
disekitar rumah sakit. Kode-kode tersebut diaktifkan dan disebarkan ke
seluruh rumah sakit secara efektif melalui media dan alur yang sesuai
dengan masing-masing kondisi.
1. Code Red (Merah)
Code Red adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman
kebakaran di lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus
mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit untuk kasus kebakaran.
Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang masing-
masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai
panduan tanggap darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas
teknik segera mematikan listrik di area kebakaran, perawat segera
memobilisasi pasien ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya.
2. Code Blue (Biru)
Code Blue adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,
keluarga pasien, pengunjung, dan karyawan yang mengalami henti
jantung dan membutuhkan tindakan resusitasi segera. Pengumuman
ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau tim
code blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera berlari
secepat mungkin menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan
resusitasi jantung dan paru pada pasien. Tim medis reaksi cepat (tim
code blue) ini merupakan gabungan dari perawat dan dokter yang
terlatih khusus untuk penanganan pasien henti jantung. Karena
setiap shift memiliki anggota tim yang berbeda-beda, dan bertugas
pada lokasi yang berbeda-beda pula (pada lantai yang berbeda atau
bangsal/ruang rawatan yang berbeda); diperlukan pengumuman yang
dapat memanggil mereka dengan cepat.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
3. Code Pink (Merah muda)
Code Pink adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan
bayi/ anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan rumah
sakit.Secara universal, pengumuman ini seharusnya diikuti dengan
lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit secara
serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan
pelabuhan terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban
penculikan.
4. Code Black (Hitam)
Code black adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman
orang yang membahayakan (ancaman orang bersenjata atau tidak
bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai
diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang dicurigai bom
di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain.
5. Code Brown (Coklat)
Code Brown adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi
pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit pada titik-titik yang
telah ditentukan. Pada intinya, menginisiasi tim evakuasi untuk
melaksanakan tugasnya.

E. Komunikasi Antar Pemberi Pelayanan di rumah sakit


1. Antar pelayanan klinik dengan non klinik
Saluran komunikasi dapat dilakukan saat Rapat
a. Antar unit pelayanan di rumah sakit (IGD ke RI/HCU, RI ke HCU
dan HCU ke RI)
a.1. Pasien sering berpindah (transfer) pelayanan di rumah sakit.
Saat perpindahan pasien maka terjadi juga perpindahan tim
pelayanan. Perpindahan pasien dari satu tim pelayanan ke tim
pelayanan yang lain harus diikuti oleh perpindahan informasi
kesehatan pasien.
a.2. Alat komunikasi pasien antar tim pelayanan adalah rekam
medis atau ringkasannya.
a.3. Ringkasan transfer Rekam medis sebagai sarana komunikasi
transfer pasien mengandung :
i. Alasan masuk rumah sakit
ii. Temuan yang signifikan
iii. Diagnose yang telah ditegakkan
iv. Tindakan yang telah diberikan
v. Obat-obatan yang telah diberikan
vi. Kondisi pasien saat dipindah
b. Antar DPJP dan Dokter Umum
b.1. Jika oleh karena suatu sebab dokter spesialis tidak dapat
melaksanakan tugasnya, maka yang bersangkutan wajib
melapor kepada atasan dan mendelegasikan tugas-tugas
kepada dokter spesialis di lingkungan SMFnya
b.2. Apabila di suatu SMF hanya ada satu orang dokter spesialis
atau jika semua dokter spesialis disuatu SMF berhalangan

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
hadir (tugas), maka Kepala SMF wajib mendelegasikan tugas-
tugas pelayanan kesehatan kepada dokter umum (asisten),
sesuai dengan kompetensinya yang ditentukan oleh dokter
spesialis yang bersangkutan
b.3. Pada kasus tertentu baik dari rawat jalan maupun rawat inap
yang memerlukan pengelolaan medis oleh lebih dari satu
DPJP/bidang SMF lain sesuai dengan kewenangan klinisnya,
DPJP utama wajib melalukan konsul dalam hal:
i. Konsul Minta Pendapat: Apabila hanya diperlukan untuk
memperoleh informasi dan pertimbangan dari SMF lain
tanpa mendapat penanganan lanjutan dari SMF tersebut.
ii. Konsul Alih Rawat: Dilakukan apabila suatu kasus yang
awalnya dirawat oleh suatu SMF dan ternyata sudah tidak
perlu mendapatkan perawatan dari SMF tersebut,
sedangkan lebih tepat dirawat oleh SMF lain.
iii. Konsul Rawat Bersama: Apabila terdapat kasus yang
bersifat komplek dan harus mendapat penanganan lebih
dari satu bidang ilmu/SMF dengan DPJP Utama adalah
bidang SMF yang tingkat kegawatannya paling tinggi.
b.4. Segala bentuk transformasi antar DPJP dituangkan dalam form
konsul yang tersedia dan diletakan dalam rekam medis pasien
b.5. Segala perihal keperluan konsul antar DPJP harus dijelaskan
kepada pasien mengenai maksud dan tujuannya
c. Antar DPJP dengan perawat
c.1. Perawat UGD, Poliklinik dan Ruangan wajib melaksanakan
instruksi dari DPJP dalam pemberian pelayanan medis pasien
yang ditulis form perkembangan penyakit pasien.
c.2. Segala tindakan yang dilakukan oleh perawat atas instruksi
DPJP harus tercatat dalam form tindakan keperawatan dan
apabila terjadi sesuatu pada pasien setelah diberikan tindakan
segera dan perawat harus wajib melaporkan ke DPJP yang
merawat.
d. Antar dokter jaga dan antar perawat jaga (shift jaga)
d.1. Diinformasikan jumlah pasien.
d.2. Permasalahan yang ada
d.3. Keadaan pasien-pasien yang bermasalah
e. Antar shift FO, shift Kasir
e.1. Shift sebelumnya menjelaskan keadaan secara umum
e.2. Menjelaskan permasalahan selama jaga
e.3. Instruksi yang terbaru dari atasannya

E. REKAM MEDIS
1. Isi Rekam Medis
a. Isi rekam medís untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat:
a.1. Identitas pasien;
a.2. Tanggal dan waktu;

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
a.3. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
a.4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
a.5. Diagnosis;
a.6. Rencana penatalaksanaan;
a.7. Pengobatan dan / atau tindakan;
a.8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien;
a.9. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik;
a.10. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
a.11. Nama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu dari
sekurang-kurangnya memuat :
b.1. Identitas pasien;
b.2. Tanggal dan waktu;
b.3. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
b.4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
b.5. Diagnosis;
b.6. Rencana penatalaksanaan;
b.7. Pengobatan dan / atau tindakan;
b.8. Persetujuan tindakan bila diperlukan;
b.9. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;
b.10. Ringkasan pulang atau resume medis (discharge summary);
b.11. Nama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
b.12. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;
b.13. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik;
c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya
memuat :
c.1. Identitas pasien;
c.2. Kondísi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;
c.3. Identitas pengantar pasien;
c.4. Tanggal dan waktu;
c.5. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat penyakit;
c.6. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
c.7. Diagnosis;
c.8. Pengobatan dan/atau tindakan;
c.9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan
unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;
c.10. Nama dan tanda tangán dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;
c.11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain;
c.12. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
d. Isi rekam medís pasien dalam keadaan bencana selain memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud isi rekam medis untuk gawat
darurat, ditambah dengan :
d.1. Jenis bencana dan lokasi dimana pasien dítemukan;
d.2. Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana masal;
d.3. Identitas yang menemukan pasien;

2. Yang dapat mengakses RM


a. Direktur
b. Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi, dan Dokter Gigi
Spesialis yg melayani pasien
c. Tenaga Para Medis Perawatan & Tenaga Para Medis Non Perawatan
yg langsung terlihat didalamnya seperti : Perawat, Perawat Gigi,
Bidan, Petugas Laboratorium, Petugas Gizi, Anestesi, Petugas
Radiologi,Petugas Rehabilitasi Medis, Petugas Farmasi, Petugas
Rekam Medis dll
d. Komite Medik

3. Ketentuan pengisian RM
Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah
pasien menerima pelayanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap pasien,
selambat-lambatnya dalam waktu 1 X 24 jam harus ditulis dalam
lembaran medis.
b. Semua pencatatan harus ditandatangani oleh dokter/ tenaga
kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama
terangnya serta diberi tanggal.
c. Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa
lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang
merawat atau oleh dokter pembimbingnya.
d. Catatan yang dibuat oleh Residen harus diketahui oleh dokter
pembimbingnya.
e. Dokter yang merawat, dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan
melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf.
f. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan

4. Kode diagnosis dan tindakan


a. Koding penyakit sesuai ICD-10
b. Pembedahan/ tindakan (ICD-9)
c. Laboratorium
d. Radiologi
e. Dokter

5. Kerahasiaan Rekam Medis


Secara umum telah disadari bahwa informasi yang didapat dari RM bersifat
rahasia, hal ini menjelaskan hubungan yang khusus antara pasien dan

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
dokter yang wajib dilindungi dari kebocoran sesuai dengan kode etik
kedokteran dan perundang-undangan yang berlaku. Permintaan informasi
mengenai data medis tertentu seorang pasien oleh pihak ketiga, dapat
diberikan kepada:
a. Asuransi.
b. Perusahaan yang pegawainya mendapat tunjangan perwatan
kesehatan.
c. Riset dokter
d. Pengadilan

6. Informasi yang bersumber dari RM dibagi dua kategori :


a. Informasi yang mengandung nilai-nilai kerahasiaan yaitu : Laporan
atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil
pemeriksaan, pengobatan, observasi, atau wawancara dengan
pasien. Informasi ini tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak
yang tidak berwenang, karena menyangkut individu langsung si
pasien pemberitahuan keadaan sakit/penyakit pasien kepada
keluarganya hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat, pihak
lain tidak mempunyai hak sama sekali.
b. Informasi tidak mengandung nilai kerahasiaan yaitu : Jenis informasi
yang dimaksud adalah perihal identitas (nama, alamat dan lain-lain).
Walaupun begitu petugas tenaga bantuan, perawat, petugas rekam
medis maupun petugas rumah saikt lainnya harus berhati-hati bahwa
ada kalanya identitas pasien dianggap perlu disembunyikan dari
pemberitaan untuk keperluan security, misalnya untuk ketenangan
pasien, pasien dalam tanggungan pihak berwajib dan lain-lain

7. Sumber Hukum Kerahasiaan Informasi Rekam medis


Sumber hukum sebagai acuan di dalam masalah kerahasiaan informasi
sesuai dengan Peraturan Pemerintah, PP No.10 Tahun 1996 mengenai :”
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran”. Dengan adanya Peraturan
Pemerintah itu siapapun yang berkerja di rumah sakit, khususnya bagi
yang berhubungan dengan data rekam medis wajib memperhatikan
ketentuan tersebut.
a. Pasal 1 Yang dimaksud rahasia kedokteran adalah segala sesuatu
yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu
atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
b. Pasal 3 : Yang wajib menyimpan rahasia yang dimksud dalam pasal I
ialah Tenaga keseatan menurut pasal 2 undang-undang tenaga
kesehatan ( Lembaran Negara th. 1963 No.78 ). Mahasiswa
kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan / atau perawatan & orang lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan
c. Dalam peraturan Mentri Kesehatan RI No.269/Men.Kes/III/2008,
secara tegas dijelaskan pada bab.IV pasal 10, bahwa : Rekam medis
merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya
d. Sedang bab IV pasal 11 dijelaskan bahwa penjelasan tentang isi

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang
merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan peraturan-peraturan yang tersebut diatas, maka setiap
petugas yang dalam pekerjaannya berurusan dengan pasien atau yang
mengetahui keadaan pasien, yang telah mengucapkan sumpah jabatan
ataupun tidak, wajib menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan pasien.
Dengan demikian yang wajib menyimpan rahasia kedokteran adalah :
a. Dokter yang merawat
b. Ahli farmasi
c. Ahli laboratorium, ahli radiologi, bidan, para pegawai, para medis dan
mahasiswa di lingkungan RS

8. Sistem Penyimpanan Dokumen Rekam Medis


a. Sistem Penyimpanan Rekam Medis
Sistem penyimpanan dokumen rekam medis di Rumah Sakit Panti
Wilasa “Dr Cipto” secara Sentralisasi yaitu semua hasil pemeriksaan
baik rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat dijadikan satu
folder DRM.
b. Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan berkas RM aktif terletak pada ruang RM, dan
Ruang penyimpanan berkas RM in aktif terletak pada gudang RM
c. Penyimpanan Rekam Medis Aktif
Yang dimaksud RM aktif adalah dokumen rekam medis yang jangka
waktu / umurnya tidak lebih dari 5 tahun sejak tanggal pemeriksaan
terakhir bagi pasien rawat jalan atau pada tanggal terakhir pasien
masuk rumah sakit untuk dirawat inap
d. Penyimpanan Rekam Medis In Aktif
Yang dimaksud rekam medis in aktif adalah dokumen rekam medis
yang disimpan dalam jangka waktu setelah 5 tahun disimpan sebagai
dokumen rekakm medis aktif kemudian dicabut untuk disimpan
selama 2 tahun untuk pasien rawat jalan dan 5 tahun untuk pasien
rawat inap.

9. Peminjaman Rekam Medis


a. Peminjaman Rekam Medis untuk keperluan riset dan pendidikan
dilaksanakan di ruang RM dengan pemesanan tertulis
Dasar : a) PERMENKES RI No. 269/MENKES/III/2008 tentang
Rekam Medis.
Tata cara peminjaman rekam medis untuk keperluan riset dan
pendidikan :
a.1. Membuat Permohonan secara tertulis kepada Direktur Rumah
Sakit Panti Wilasa “Dr Cipto”
a.2. Direktur Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr Cipto” mendisposisi
kepada Kepala Instalasi Rekam Medis
a.3. Kepala Instalasi Rekam Medis mendisposisi kepada petugas
filing untuk mencarikan dokumen rekam medis sesuai dengan

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
permintaan
a.4. Berkas rekam medis yang diinginkan dan sudah tersedia dapat
dipergunakan dan berkas yang telah diambil dari tempat
penyimpanan diberi tracer untuk reference dan mempermudah
pengambilan
a.5. Peminjaman harus menggunakan berkas rekam medis didalam
ruangan yang tersedia dan tidak diizinkan membawa keluar
berkas rekam medis
b. Peminjaman berkas rekam medis untuk menyuguhkan informasi
sebagai bukti keperluan pengadilan, dengan cara :
Atas permintaan pengadilan, dengan surat kuasa khusus tertulis dari
direktur Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr Cipto”, salinan berkas rekam
medis dapat diberikan.
c. Peminjaman berkas rekam medis Individual Pasien Rawat Inap.
Dengan pemesanan secara tertulis
Dasar : PERMENKES No 269/MENKES/PER/III/ 2008 tentang
Rekam Medis.
Tata laksana:
c.1. Dokter yang merawat pasien atau perawat membuat surat
permohonan tertulis dan ditanda tangani pada buku ekspedisi
yang telah disediakan di ruang rekam medis.
c.2. Kepala Instalasi rekam medis mendisposisikan ke petugas filing
untuk melayani peminjaman berkas rekam medis.
c.3. Dalam waktu paling lama 1x24 jam dokumen rekam medis
yang di pinjam harus sudah dikembalikan ke bagian rekam
medis dengan dicatat pengembaliannya di buku ekspedisi
sebagai bukti pengembalian dan dibubuhi tanda tangan oleh
petugas rekam medis yang menerima
d. Petunjuk keluar / tracer adalah suatu alat penting untuk mengganti
berkas rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan. Pada
tracer memuat informasi tentang
d.1. Nomor rekam medis
d.2. Nama pasien
d.3. Tanggal dikeluarkan
d.4. Peminjam
Cara ini harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap petugas rekam
medis dalam rangka membina ketelitian kerja, serta disiplin dalam
rangka memudahkan pengawasan terhadap berkas rekam medis
yang keluar dari penyimpanan

10. Pemusnahan RM
a. Membentuk tim pemusnah berkas dengan surat keputusan dari
Direktur Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr Cipto” dengan beranggotakan
sekurangkurangnya 4 orang yang terdiri dari : 1) Petugas Rekam
Medis. 2) Dokter. 3) Komite Medik. 4) Unit Pelayanan Lain
(Keperawatan)

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
b. Tim pemusnahan berkas RM membuat surat berita acara kepada
Direktur RS dan DirJen YanMed DepKes RI.
c. Berita acara pelaksanaan pemusnahan dikirim kepada Direktur
Rumah Sakit Panti Wilasa “Dr Cipto” dan DirJen YanMed DepKes RI.
d. Berkas RM yang non aktif selama 5 tahun diseleksi menjadi 2
kelompok seperti berkas RM umum dan berkas RM dengan diagnosa
kanker & psikiatri
e. Berkas RM yang akan dimusnahkan dipilah kembali untuk disimpan
pada rak penyimpanan non aktif, seperti ringkasan masuk dan keluar,
inform consent, resume medik, laporan operasi/tindakan, catatan
anestesi, identitas bayi baru lahir, surat kematian
f. Petugas menulis nomor RM, nama pasien, diagnosa akhir, tahun
terakhir dilayanipada buku khusus pencatatan berkas yang akan
dihapus.
g. Petugas melakukan penghapusan dengan cara menghancurkan
berkas pada mesin penghancur kertas
h. Tim pemusnahan membuat berita acara penghapusan berkas RM
rangkap lima setelah ditandatangani semua anggota diserahkan ke
unit rekam medis. Kemudian berita acara tersebut akan diserahkan
kepada direktur RS, DirJen YanMed DepKes RI, panitia RM, Komite
RM, dan arsip.
i. Formulir penghapusan berkas RM harus diisi menurut kebutuhan
informasi

III.B. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT


1. Komunikasi dengan menggunakan media
a. Spanduk himbauan kesehatan yang berkaitan dengan peringatan hari-hari
besar nasional dan internasional, seperti : Peringatan hari kesehatan, hari
anak nasional, HIV-AIDS sedunia dll
b. Span dukpelayanan rumah sakit dan spanduk kegiatan – kegiatan sosial
c. Standing Banner
d. Balih tentang pelayanan rumah sakit
e. Sign Box dan Neon Box tentang Pelayanan UGD 24 Jam, Jadwal Poli
Spesialis, Neon Box Pelayanan Rumah Sakit
f. Iklan di Radio mengenai pelayanan rumah sakit.
g. Website dan Sosial Media
h. Brosur dan flayer tentang pelayanan rumah sakit
2. Komunikasi langsung
a. Talkshow dokter umum di Radio
b. Penyuluhan kesehatan dalam safari kesehatan ke desa-desa/perusahaan
c. Kegiatan Edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
d. Seminar kesehatan

III.C. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA


1. Proses Komunikasi
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
yang dimaksud oleh penerima pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003)

2. Unsur Komunikasi
a. Sumber atau komunikator (dokter, perawat, admission, administrasi, unit
rawat inap, unit rawat jalan, kasir dan lain-lain).
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang menyampaikan
isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab
pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah diterima dengan
baik (Konsil Kedokteran Indonesia, halaman 8).
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh
penerima pesan (komunikan).
b. Isi pesan (apa yang disampaikan).
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian dan penerimanya.
c. Media atau saluran (Elektronik, lisan dan tulisan)
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita
dapat berupa berita lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa
perubahan sikap (Konsil Kedokteran, hal 8)
Media yang dapat yang dapat digunakan : melalui telepon, menggunakan
lembar lipat, bukled, VCD (peraga).
d. Penerima atau komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter,
admission, administrasi, unit rawat jalan, unit rawat inap).
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantia sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim, Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah (Konsil Kedokteran
Indonesia, hal 8)
Pemberi atau komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses
umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (Konsil Kedokteran
Indonesia, hal 42) :
a.1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, parafrase, intonasi.
a.2. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat
a.3. Cara mengamati (observation) agar dapat mamhami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata atau
kalimatnya, gerak tubuh)
a.4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak mengganggu komunikasi, misalnya karena komunikan

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
keliru mengartikan gerak tubuh raut tubuh, raut muka dan sikap
komunikator.

3. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi):
a. Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
a.1. Jam Pelayanan.
a.2. Pelayanan yang tersedia.
a.3. Cara mendapatkan pelayanan.
a.4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan
ketika kebutuhan asuhan pasien melalui kemampuan rumah sakit.
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Servis, informasi,
admission (TPP : Tempat Penerimaan Pasien) dan Website
b. Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi)
b.1. Edukasi tentang obat
b.2. Edukasi tentang keamanan dan efektivitas penggunaaan alat medis
b.3. Edukasi tentang penyakit
b.4. Edukasi tentang manajemen nyeri
b.5. Edukasi pasien tentang Rehabilitasi
b.6. Edukasi tentang gizi (lihat pedoman Gizi)
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information yang
diberikan oleh PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit)

4. Proses Komunikasi
Proses komunikasi adalah memberikan edukasi kepada pasien atau keluarganya
berkaitan dengan kondisi kesehatannya :
a. Tahap pengumpulan informasi pasien (assesmen pasien).
Sebelum melakukan edukasi petugas menilai dulu kebutuhan edukasi
pasien dan keluarganya.
a.1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
a.2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan.
a.3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: depresi, senang dan
marah)
a.4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
a.5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
b. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.
Setelah tahap assesmen pasien, kemungkinan ditemukan :
b.1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang.
b.2. Hambatan fisik pasien (tuna rungu dan tuna wicara), maka komuniksi
yang efektif adalah membrikan leaflet kepada pasien dan keluarga
sekandung (istri, anak, ayah, ibu dan saudara sekandung) dan
menjelaskan kepada mereka.
c. Hambatan emosional pasien (pasien marah atau depresi), maka
komunikasi yang efektif adalah memberikan materi edukasi dan
menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
d. Kendala bahasa, maka segera menghubungi humas yang bertugas (nomor
telepon 126.) humas akan menghubungi penerjemah.
e. Tahap verifikasi ( memastikan pasien dan keluarganya menerima edukasi
yang diberikan ).
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informasi dan ditandatangani kedua belah pihak
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti
bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang
benar.

5. Dokter UGD dengan Pasien dan Keluarga


a. Setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian dokter menjelaskan diagnosis
atau perkiraan diagnosis pasien, serta pemeriksaan penunjang yang akan
dilakukan.
b. Dokter menjelaskan tujuan pemeriksaan,hasil yang diharapkan dari
pemeriksaan penunjang tersebut untuk menegakkan diagnosis
c. Untuk besarnya biaya pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan,
pasien atau keluarga di minta ke FO untuk mendapatkan informasi.
d. Apabila keluarga dan pasien setuju, pemeriksaan dapat dikerjakan
e. Apabila keluarga dan pasien tidak setuju maka pemeriksaan tidak
dilakukan dan keluarga menandatangani surat penolakan.
f. Setelah hasil pemeriksaan penunjang [Radiologi,lab,EKG,USG] sudah
selesai kemudian dokter menjelaskan ke keluarga pasien.

6. Informasi Dokter DPJP dengan Pasien dan Keluarga


a. DPJP wajib memberikan pendidikan kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap rumah sakit antara lain: Memberi informasi yang benar, jelas dan
jujur, Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga,
Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, Memahami
konsekuensi pelayanan, Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan
rumah sakit, Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
b. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati Pendidikan tersebut
disampaikan secara lisan dan dicatat dalam Lembar Penunjukan DPJP
Utama dan Bukti Pelaksanaan Penjelasan DPJP yang dilengkapi tanda
tangan pasien, dan DPJP.
c. DPJP wajib membuat rencana pelayanan

Menuliskkan rencana pelayanan


1. Dokter menuliskan rencana kerja atau permasalahan medis yang akan
ditangani
2. Dokter menulis rencana tindakan yang akan dilaksanakan, dapat berupa
rencana pemeriksaan penunjang, konsul dan lain-lain.
3. Dokter menyusun rencana terapi atau intervensi guna menangani masalah.

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
4. Dokter membubuhkan tanda tangan dan waktu penulisan

Menginformasikan rencana pelayanan kepada pasien/ keluarga


1. Dokter sudah menyampaikan pada pasien bahwa pasien diperiksa dan dibuat
diagnose kerja.
2. Dokter menyampaikan pada pasien pemeriksaan/tindakan apa yang akan
dilaksanakan.
3. Dokter menyampaiakan kemungkinan manfaat dan resikonya terhadap
tindakan
4. Dokter memastikan apakah pasien sudah paham.
5. Dokter mempersilakan kepada pasien untuk menanyakan sesuatu apabila
belum jelas.
6. Dokter menuliskan pada dokumen rekam medis bahwa telah
menginformasikan rencana pelayanan dan membubuhkan paraf

7. Informasi Front Office Dengan Pasien


a. Pendaftaran Pasien
a.1. Petugas pendaftaran memberikan salam hangat kepada
pasien/keluarga pasien yang datang ke bagian pendaftaran.
a.2. Petugas pendaftaran mewawancarai pasien atau keluarga pasien
terhadap identitas pasien
a.3. Untuk data nama pasien dilakukan eja huruf oleh pasien/keluarga
pasien atau diulang oleh petugas pendaftaran dengan mengeja huruf
sehingga tidak terjadi kesalahan nama pasien
a.4. Untuk data tanggal lahir/umur, petugas mengulang menanyakan
kebenaran data dan apabila masih diragukan maka pengecekan
langsung ke UGD untuk memastikan kesesuaian antara umur dengan
fisik pasien
b. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
b.1. Pasien/keluarga pasien datang ke bagian pendaftaran untuk
melakukan pendaftaran rawat inap
b.2. Petugas pendafataran memberikan informasi tentang: Hak Dan
Kewajiban Pasien b) Identifikasi Pasien c) Jenis Pelayanan d)
Fasilitas Ruangan/Pelayanan e) Tarif Ruangan f) Tarif Tindakan
b.3. Petugas menuliskan terhadap isi penjelasan dari point 2 pada
dokumen rekam medis dan apabila hal-hal yang dijelaskan sudah
dimengerti dan disetujui oleh pasien/keluarga pasien maka dokumen
rekam medis ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien dan
petugas pendaftaran yang memberikan informasi. Data rekam medis
dimasukkan ke list pasien.
b.4. Setelah pasien setuju dengan informasi biaya dan tindakan medis,
petugas pendaftaran menginformasikan ke unit terkait
b.5. Jika Pasien tidak setuju dengan informasi biaya, Petugas
Pendaftaran akan menginformasikan kepada Dokter yang merawat
dan Dokter akan memberikan solusi apakah akan memberikan
keringanan biaya atau disarankan ke rumah sakit pemerintah

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
b.6. Jika terjadi perubahan kriteria tindakan dari ruang tindakan akan
menginfomasikan kepada keluarga pasien.

8. Informasi antara perawat dengan pasien dan keluarga


a. Memberi salam pada pasien dan keluarga
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang fasilitas yang ada di
ruang perawatan dan prosedur penggunaannya
c. Menjelaskan tata tertib di Rumah Sakit
d. Menjelaskan hak dan kewajiban pasien
e. Memberikan penjelasan dokter/petugas yang merawat, informasi waktu
konsultasi, informasi catatan perkembangan konsisi pasien dan rencana
asuhan perawatan
f. Memberikan informasi tentang persiapan pulang
g. Setiap selesai melaksanakan orientasi harus tercatat pada checklist dan
ditanda tangani oleh kedua belah pihak

9. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI


a. Hambatan fisik: Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat
pendengaran (tuna rungu), tuna netra, tuna wicara atau pasien sudah lanjut
usia (lansia).
b. Hambatan Sematik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa
yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan
c. Hambatan Fisikologis merupakan hambatan-hambatan karena adanya
unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia

10. UPAYA ATASI HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN


KELUARGA PASIEN
a. Petugas harus bersikap lembut dan sopan
b. Petugas lebih memaksimalkan volume suaranya khususnya untuk pasien
yang mempunyai hambatan fisik dan lansia
c. Apabila pasien atau keluarga pasien kurang memahami apabila
menggunakan bahasa Indonesia maka petugas menyampaikan informasi
dengan menggunakan bahasa daerah
d. Mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan mulut)
e. Untuk pasien tuna wicara biasanya membawa rekan untuk menerjemahkan
ucapan yang disampaikan petugas rumah sakit.
f. Hambatan bahasa untuk pasien asing
f.1. Apabila pasien membawa guide/penterjemah, maka informasi
diberikan/ ditanyakan melalui guide/penterjemah.
f.2. Apabila pasien tidak membawa penterjemah/guide, petugas
memanggil karyawan yang lain yang mempunyai kemamampuan
berbahasa Inggris
f.3. Melatih karyawan berbahasa Inggris

BAB IV
PENUTUP

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi penuntun bagi edukator dan unsur terkait dalam
pelaksanaan komunikasi efektif di dalam maupun di luar RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”. Kami
berharap panduan ini dapat bermanfaat dan dapat meningkatkan mutu pelayanan di
RS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”. Namun demikian, kami tetap terbuka untuk menerima kritik
dan saran demi penyempurnaan panduan ini di masa mendatang. Kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan dan penerbitannya, kami mengucapkan banyak terima
kasih.

Direktur,
RS. PANTI WILASA “Dr. CIPTO”

dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes

3
PAN.PWDC.WM.01.R.01.T.06.06.18

Anda mungkin juga menyukai