Anda di halaman 1dari 19

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 06.04.

01
RUMAH SAKIT TINGKAT IV SAMARINDA

PEDOMAN
KOMUNIKASI EFEKTIF MENDORONG KETERLIBATANPASIEN &
KELUARGA DALAM PELAYANAN

RUMAH SAKIT TK.IV. SAMARINDA

TAHUN 2022
KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV.SAMARINDA
Nomor : SKep /070/I/2022/Rev.02

tentang

PEDOMAN
KOMUNIKASI EFEKTIF MENDORONG KETERLIBATAN PASIEN & KELUARGA DALAM
PELAYANAN
KEPALA RUMAH SAKIT TK.IV.SAMARINDA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di Rumah sakit


TK.IV.Samarinda khususnya mengenai Komunikasi Efektif, perlu
dilaksanakan secara teratur, terarah dan berkesinambungan;

b. bahwa untuk menunjang peningkatan mutu pelayanan khususnya


Komunikasi Efektif di Rumah Sakit TK.IV.Samarinda perlu dibuat suatu
kebijakan;

c. bahwa untuk pelaksanaan poin – poin tersebut di atas, perlu ditetapkan


dengan Surat Keputusan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, tambahan Lembaran
Negara nomor 4431);
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1173/MENKES.PER/X/2004
tentang Standar Akreditasi RS;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/MENKES/PER /IV/2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
5. Permenkes No. 11 Tahun 2017 tentang keselamatan pasien.
6. Permenkes No. 4 Tahun 2018 tentang kewajiban rumah sakit dan
kewajiban pasien
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1195/Menkes/SK/VII/2010
tanggal 23 Agustus 2010 tentang Lembaga/Badan akreditasi rumah sakit
yang telah diakreditasi oleh International Quality in Health Care (ISQUA)
dan Joint Commission International (JCI);
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1681/Menkes/PER/IX/2005
tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit TK.IV.Samarinda

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT TK.IV.SAMARINDA


TENTANG KEBIJAKAN KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT
TK.IV.SAMARINDA

KESATU : Kebijakan Komunikasi Efektif Medorong Keterlibatan Pasien dan Keluarga


dalam Pelayanan di Rumah Sakit TK.IV.Samarinda sebagaimana
terdapat pada lampiran Surat Keputusan ini;
KEDUA : Bagi unit kerja terkait dilingkungan Rumah Sakit TK.IV.Samarinda dalam hal
pelaksanaan pelayanan Komunikasi Efektif Medorong Keterlibatan Pasien
dan Keluarga dalam Pelayanan agar mengacu kepada kebijakan yang
dimaksud;

KETIGA : Kebijakan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit TK.IV.Samarinda merupakan


acuan bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada
pasien;

KELIMA : Kebijakan ini secara teknis pelaksanaannya dijabarkan lebih lanjut dalam
bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO);

KEENAM : Dengan diterbitkannya surat keputusan ini menyatakan tidak berlaku lagi
Surat Keputusan sebelumnya yang berhubungan dengan Surat Keputusan
ini;

KETUJUH : Surat Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan dan akan
diperbaiki kembali sebagaimana mestinya apabila terdapat kekeliruan di
dalam penetapannya.

Ditetapkan di ;Samarinda, 03 januari 2022


Kepala Rumkit TK.IV.Samarinda

dr. Eko Lulus Budiyanto, M.Kes


Mayor Ckm NRP 11050020320176

Distribusi :

1. Ketua Komite Medik Rumkit Tk.IV.Samarinda


2. Ketua Tim Akreditasi Rumkit Tk.IV.Samarinda.
3. Kepala unit, Urusan dan Ruangan Rumkit Tk.IV.Samarinda
BAB I
DEFINISI

A. Pengertian
Komunikasi efektif adalah Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi
dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
1. Unsur komunikasi
a. Sumber/komunikator (dokter, perawat, admission, kasir,dll)
b. Isi pesan
c. Media/saluran (elektronic,lisan,dan tulisan).
d. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, admission).
2. Sumber / komunikator
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih
media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah diterima
dengan baik.
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang disampaikan, cara
berbicaranyanya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
3. Isi Pesan (apa yang disampaikan)
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
4. Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita dapat
berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu,
media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung
atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap.
Media yang dapat digunakan melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet
5. Penerima / komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim.
Umpan balik sangat penting sehingga proses komunikasi berlangsung dua arah.
Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan
balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar
tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
6. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi).
7. Klasifikasi Komunikasi
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi
diklasifikasikan menjadi:
a. Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikirang yang terjadi di dalam diri komunikator
sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi secara aktif dari
intrapersonal merupakan keterlibatan internal individu dalam pemprosesan
simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal
Konumikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator
dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat atau
antara seorang tenaga medis dengan pasien.
c. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.
Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang
lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut
dengan komunikasi kelompok.
d. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan
komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan
efisien.
e. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar
organisasi baik secara formal maupun informal. Komunkasi organisasi pada
umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hubungan
antar manusia.
f. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar
di suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan
komunikan yang sama.

8. Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis,
komunkasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi
dua arah.
a. Komunikasi Tertulis
Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik
manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis yaitu: ringkas, pertimbangan, konkrit, jelas,
sopan, benar.
Dalam Rumah sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan
perkembangan pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya
yang memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.
2) Alat pengingat / berpikir bilaman diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien.
4) Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah,
surat pengankatan, SPO.
Keuntungan komunikasi tertulis:
a. Adanya dokumen tertulis.
b. Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.
c. Dapat menyampaikan ide yang rumit.
d. Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan.
e. Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
f. Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
g. Membentuk dasar kontrak atau penjanjian.
h. Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.

b. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi
dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya,
yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh
secara langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan. Komunikasi
verbal ini harus memperhatikan arti denotatif dan konotatif, kosa kata, tempo
bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari
komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara
langsung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi verbal:

1) Memahami arti denotatif dan konotatif.


Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif,
kritis berarti cerdas, tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian.
2) Kosa kata mudah dipahami.
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa
kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting
dalam komunkasi verbal.
3) Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau
nada. Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan
bahwa orang tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang
berbicara dengan nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut sedang
bergembira. Petugas dan tenaga medis rumah sakit hendaknya menjaga
intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada pasien.

4) Jelas dan ringkas


Komunikasi yang efektif harus sederhana, ringkas dan maksudnyadapat
diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin
kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat diterima
dengan jelas, apabila penyampaiannya dengan berbicara secara lambat
dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu, komunikator harus tetap
memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.
5) Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang
cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan
bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus
diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis di rumah sakit, jangan sampai
pasien menjadi curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang
cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu,
misalnya memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya.
6) Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan
resiko operasi. Oleh karena itu petusa dan tenaga medis harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunkasi. Relevansi atau kesuaian
materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Komunikasi akan efektif apabila topic pembicaraan berkenaan dengan
masalah yang dihadapi oleh komunikan. Komunikasi verbal akan lebih
bermanfaat jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
Dalam menggunakan kata yang sulit maka pemberi pesan harus
mengeja hurufnya dengan menggunakan kode alphabet internasional,
yaitu:
c. Komunkasi Non Verbal
Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan
kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling menyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesa non verbal dapat memperkuat
pesan yang disampaikan secara verbal, misalnya menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, simbol-simbol, serta cara berbicara
seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Komunkasi non verbal meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Metakomunikasi
Suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
komunikator dan komunikan disebut metakomunikasi, misalnya tersenyum
meskipun hati kecewa atau marah. Metakomunikasi dapat dilihat dari:
1) Penampilan fisik
Penampilan seseorang merupakan faktor yang menarik perhatian
dalam komunikasi antar pribadi. Penampilan fisik, cara berpakaian dan
cara berhias akan menunjukkan kepribadian seseorang. Tenaga medis
yang memperhatikan penampilan diri dapat menampilkan citra
profesionalisme yang positif.
2) Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi
merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
3) Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar.
Sakit, susah, senang, taku, ngeri, jijik, dan sebagainya dapat diketahui
dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar
dalam menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap
muka.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelaksanaan komunikasi efektif di Rumah Sakit Tk.IV.Samarinda adalah:


1. Antar Perawat dan Pasien
2. Antar Dokter dan Pasien
3. Antar Pemberi Layanan
4. Komunikasi Asuhan dan Edukasi
BAB III
TATA LAKSANA

A. Komunikasi Efektif Perawat dan Pasien


Tahap komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien.
Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan
pada tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dari:
a. Wawancara
1) Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukaan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas
pasien.
2) Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit
dengan tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit
dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan.
3) Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide, dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu
pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan
peluang kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal
dan mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak
digunakan oleh professional kesehatan seperti perawat, dokter,psikolog
dan psikiater, biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami
gangguan psikologis.

b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi / catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien.

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien. Oleh


karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian. Pada
waktu perawat berkomunikasi, perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada dan
tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usai, dan perkembangan pasien.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan, menerima
dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala, antara
lain:
a. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadappersepsi
dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
b. Ketajaman panca indera
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila panca inderanya berfungsi baik.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengkaji mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik
secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam
menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.

1. Tahap perumusan diagnosa


Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnose keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat
memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.

2. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan. Misalnya, sebelum memberikan makanan yang akan
diterapkan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui
makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat merupakan
media komunikasi antar tenaga kesehatan perawat yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan teratur dan efektif.

3. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan
dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu:
a. Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi.
b. Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
c. Fokus pada pasien.
d. Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
e. Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
f. Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
g. Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
h. Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
i. Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

B. Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien


Didalam komunikasi dokter-pasien, ada dau tahap yang penting:
1. Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari:
a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi
pendengar yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan,
harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu
dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data
penting untuk menegakkan diagnosis.
b. Penggalian riwayat penyakit
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui
pertanyaan-pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dengan
pertanyaan-pertanyaan tertutup. Melalui pertanyaan terbuka dan tertutup,
dokter akan:
1) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu.
2) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga.
3) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang.

2. Tahap penyampaian informasi


Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan kurat, maka dokter
masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di tahap
pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak ke dalam kecurigaan yang tidak
beralasan. Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan
agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
a. Materi informasi apa yang disampaikan
1) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman / sakit saat pemeriksaan).
2) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis. Berbagai
tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis
(manfaat, resiko, efek samping / komplikasi).
3) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
4) Diagnosis, jenis atau tipe. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi
(kekurangan dan kelebihan masing-masing cara).
5) Prognosis, dukungan (support) yang tersedia.

b. Siapa yang diberi informasi


1) Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien. Keluarganya atau
pihak lain yang menjadi wali / pengampu dan bertanggung jawab atas
pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi
sendiri secara langsung.

c. Berapa banyak dan sejauh mana


1) Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa
perlu dengan memperhatikan kesiapan mental pasien.
2) Untuk keluarga: sebanyak yang pasien / keluarga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya.

d. Kapan menyampaikan informasi


Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

e. Dimana menyampaikannya
1) Di ruang praktik dokter.
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
3) Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien / keluarga
dan dokter.

f. Bagaimana menyampaikannya
1) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimili, sms, internet.
2) Persiapan, meliputi:
a) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim).
b) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak
terganggun orang lalu lalang, suara gaduh dari tv / radio, telepon.
c) Waktu yang cukup
d) Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui
oleh keluarga / orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang
hadir sebaiknya lebih dari satu orang).
3) Jejaki sejauh mana pengertian pasien / keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan. Tanyakan kepada pasien / keluarga, sejauh mana
informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien / keluarga
menerima informasi yang akan diberikan.

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Perhatikan sikap non verbal pasien
a. Bila terlihat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk berbaring,
duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses konsultasi.
b. Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter apat
meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross check),
apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
c. Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu
yang membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara bernegosiasi
dengan pasien. Bila perlu pasien dapat lagi di kesempatan berikutnya.
d. Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter hendaknya
memberi kesempatan pasien untuk berbicara.

2. Mulai dengan pertanyaan tebuka


Contoh: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?”

3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis.
Contoh: “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan. Harga sembako semakin
mahal saja ya.”

4. Fasilitasi keluhan pasien dengan:


a. Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi.
b. Menanggapi dengan ucapan, “baik” atau “Oke”, atau menganggukkan kepala.

5. Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan pertanyaan


atau jawaban pada waktu yang tepat. Tanyakan bila ada keraguan. Konfirmasi
maupun negosiasi dengan mengikutsertakan pendapat atau putusan pasien.

C. Komunikasi Antar Pemberi Layanan

Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit Tk. IV Samarinda, antar pemberi layanan
melakukan komunikasi dengan teknik CABAK dan SBAR.
1. Petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari
komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK), yaitu:
a. MENCATAT SECARA LENGKAP (WRITE BACK)
Tenaga kesehatan yang menerima instruksi secara verbal (telepon/ lisan/
melaporkan hasil test yang kritis) dari dokter, atau dari tenaga kesehatan yang
lain:
Menuliskan/mencatat secara lengkap (write back) pesan dari pengirim di catatan
terintegrasi dalam Rekam Medik pasien:
i. Tanggal dan jam pesan diterima.
ii. Instruksi :
1) Dosisobat yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik untuk
menghindari salah penafsiran / hasil test kritis yang dilaporkan.
2) Jenis tindakan/prosedur yang harus dilakukan/dipersiapkan

b. MEMBACAKAN KEMBALI (READ BACK)


Setiap setelah selesai menuliskan instruksi dokter / hasil laporan, petugas
kesehatan membacakan kembali (read back) apa yang telah ditulis tersebut,
sehingga terdengar jelas oleh pengirim pesan.

Misalnya:
Instruksi dokter (via telepon): Inj. Ceftriaxone 1 gr, drip dalam Nacl 0,9% 100 cc
20 tts/menit
Perawat Rawat Inap: Menuliskan dan Membacakan :

Inj. Ceftriaxone 1 gr, drip dalam Nacl 0,9% 100 cc 20


tts/menit

c. MENGKONFIRMASI ULANG (CONFIRMATION))


Sebelum komunikasi secara lisan atau melalui telepon diakhiri dan setelah
pesan dituliskan secara lengkap, maka petugas kesehatan mengkonfirmasi ulang
instruksi dokter dan data pasien secara singkat dan jelas, yang meliputi :
i. Mengkonfirmasi Kembali (Confirmation) ke pengirim pesan untuk konfirmasi
kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk :
1) Nama lengkap pasien, usia pasien, ruang perawatan dan diagnosa.
2) Instruksi dokter/ laporan dari petugas kesehatan
3) Tulis nama dokter/petugas kesehatanyang memberikan pesan.
4) Tulis nama dan tanda tangan petugas yang menerima pesan.
ii. Dokter/ petugas kesehatan pengirim pesan akan menandatangani catatan
pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1
x 24 jam sejak pesan diterima.
iii. Komunikasi CABAK ini dituliskan di dalam formulir Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi.
iv. Untuk petugas laboratorium, pelaporan hasil kritis kepada dokter dituliskan di
dalam formulir catatan lengkap perintah lisan/ melalui telepon/ pelaporan hasil
pemeriksaan kritis. Formulir ini kemudian diserahkan ke unit rawat inap untuk
dilampirkan ke dalam berkas rekam medis pasien.

d. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan


identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi antara perawat dengan dokter.Dengan komunikasi SBAR ini maka
perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatif dan
terstruktur.
Ada 4 (empat) unsur SBAR:
a. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya: penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
b. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya.
Misalnya: Riwayat keluhan klinis, alergi obat-obatan, hasil-hasil pemeriksaan
penunjang, dll.
c. Assessment
Penilaian / pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
d. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.
Misalnya: menghubungi dokter, mengarahkan pasien untuk melakukan
pemeriksaan penunjang, dll.

Saya menelpon tentang (nama pasien


(An/Tn/Ny/Nn), umur, ruang perawatan,
diagnosa)

□ Pasien tersebut mengeluh

□ Masalah yang ingin disampaikan adalah /


SITUATION

□ Melaporkan hasil pemeriksaan


laboratorium/radiologi / _
□ Melaporkan persiapan / rencana tindakan

a. Keadaan Umum Pasien : Baik / cukup / buruk*,


Tanda-tanda Vital** : TD: / , N: , R: ,
T:
b. Penatalaksanaan pasien saat ini :
□ Terapi :
BACKGROUND

□ Tindakan : O2 l/m / balance cairan /


transfusi /

Terdapat perubahan pada keadaan pasien


dibandingkan sebelumnya yang perlu ditindaklanjuti
:
□Status Mental □ TD/ Nadi/ Resp/ Temp

□ Retraksi/ Penggunaan otot aksesoris


ASSESSMENT □Warna Kulit □ Sal. Cerna (muntah, diare)
□Sal. Kemih (urine output berkurang)

□Muskuloskeletal (sendi, kelemahan) □Nyeri


□WoundDrainage Lainnya
□Pasien tampaknya tidak stabil dan cenderung
memburuk

Apakah sebaiknya dilakukan# :

€ Pemeriksaan penunjang diagnostik : Lab (AGD,


elektrolit, enzim jantung, dll), EKG, Rontgen,
USG, CT Scan, dll*
€ Perubahan terapi (jenis, dosis, cara pemberian)
: injeksi, oral, inhalasi, dll*

€ Pasien dipuasakan/ perubahan menu diet *:


RECOMENDATION Pa sien perlu dikonsulkan ke dr Spesialis
lainnya yang terkait


Pa sien alih rawat ke unit lain (ICU) / RS lain *

€ Penjelasan kepada pasien dan / atau


keluarga pasien

€ Saran lainnya,

D. Komunikasi Asuhan dan Edukasi


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu:
1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan.
2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.

Komunikasi Informasi Asuhan


Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa
dilakukan oleh petugas customer service dan petugas admisi yang meliputi:
1. Jam pelayanan
2. Pelayanan yang tersedia
3. Cara mendapatkan pelayanan
4. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
5. Informasi perkiraan biaya perawatan.

Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien


Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya
mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan.
Terdapat 3 tahap dalam pemberian edukasi:
1. Tahap asesmen pasien Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai
kebutuhan edukasi pasien dan kebutuhan edukasi keluarga pasien berdasarkan formulir
asesmen. Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
b. Kemampuan membaca, tingkat pendudukan dan bahasa yang digunakan.
c. Hambatan emosional dan motivasi.
d. Keterbatasan fisik dan kognitif.
e. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil
asesmen pasien, yaitu:
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka
proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien
sesuai dengan kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka
proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan
media cetak seperti brosur yang diberikan kepada pasien / keluarga dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau depresi) maka proses
komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien dapat menghubungi perawat. Tahap Verifikasi
Pada tahap ini petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan
senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat
dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya tentang
pertanyaan yang sama, yaitu “Dari penjelasan yang telah disampaikan
apakah bapak / ibu / saudara sudah mengerti? Kalau sudah, coba diulang
apa yang saya sampaikan tadi”.
c. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi),
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien
mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapakn komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informasi dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter dan
pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga
pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua rangkaian komunikasi efektif dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi


dalam suatu catatan agar asuhan/edukasi yang diterima oleh pasien terencana dengan
baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan dapat secara optimal dan sesuai
dengan kebutuhan asuhan pasien.

1. Daftar nomor telepon seluruh extension di Rumah Sakit Tk.IV. Samarinda


2. Daftar nomor telepon seluruh dokter di Rumah Sakit Tk.IV. Samarinda
3. Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
4. Formulir catatan lengkap perintah lisan/melalui telepon/pelaporan hasil pemeriksaan
kritis
5. Daftar hasil pemeriksaan kritis Laboratorium yang wajib dilaporkan segera

Samarinda, 03 Januari 2022


Kepala Rumkit Tk.IV. Samarinda

dr. Eko Lulus Budiyanto, M.Kes


Mayor Ckm NRP 11050020320176

Anda mungkin juga menyukai