Anda di halaman 1dari 15

RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

No. Ijin : 1938/503/PPT.II.50.A8/04/2013


Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Pancor Lombok Timur
Telp. (0376) 21004, Fax (0376) 22693

SURAT KEPUTUSAN
NOMOR : /SK/RSIN/ /

TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF


DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan
dan ridho Allah SWT :
MENIMBANG : 1. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada RSI Namira
Lombok timur salah satunya adalah melalui pelaksanaan kegiatan
komunikasi pemberian informasi yang efektif
2. Bahwa komunikasi yang efektif merupakan salah satu hal yang
dapat mendukung keselamatan pasien
3. Bahwa Rumah Sakit Islam Namira sebagai Rumah Sakit Milik
Yayasan Rumah Sakit Islam Namira Pancor Kabupaten Lombok
Timur perlu dikelola secara professional untuk terciptanya Rumah
Sakit yang unggul dan berkualitas dalam pelayanan
4. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana poin (3) serta
kepentingan dinas dan kelancaran kegiatan pelayanan di RSI Namira
serta peningkatan mutu pelayaan , pembinan karir, meningkatkan
wawasan, memperluas pengalaman dan kemampuan petugas
pelaksana pelayanan dipandang perlu dibuatkan Panduan
Komunikasi Efektif di RSI Namira yang ditetapkan dengan keputusan
Direktur

MENGINGAT : 1. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


2. Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5. Permenkes RI nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
6. Permenkes RI Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 tentang Perizinan
Rumah sakit
7. Permenkes RI Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang
Pedoman Pengorganisasian Rumah sakit di Lingkungan Departemen
Kesehatan
8. Kepmenkes RI nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.03/1/0347/2013 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Islam
Namira Pancor NTB
10. Keputusan Yayasan Rumah Sakit Namira Pancor Nomor
003/SK/YRSPN/08/2011 tentang Pengangkatan Direktur Rumah
Sakit Islam Namira

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN
PERTAMA Pemberlakuan Panduan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Islam
Namira sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini
KEDUA Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
KETIGA Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini maka
akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Lombok Timur


Tanggal :

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr. H. Basirun, MMRS


Direktur

TEMBUSAN Yth :
1. Komite Keselamatan Pasien
2. Pelayanan Medis
3. Arsip
Lampiran Keputusan Direktur
Nomor : 27/PAN/RSIN/X/2014
Tentang : Panduan Komunikasi Efektif di RSI Namira

PANDUAN KOMUNIKASI EFEKTIF

I. Definisi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tetentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi (Komaruddin, 1994; hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang dilakukan tepat waktu,
akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Komunikasi dapat efektif apabila pesan
diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan
ditindakalanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada
hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003)
Komunikasi ini dapat dilakukan antar petugas pemberi layanan di rumah
sakit sehingga tingkat kesalahan dalam komunikasi dapat dikurangi dengan
mengikuti proses sbb :
a. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan atau lewat telepon.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi,
kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
b. Mencatat Secara lengkap (Write Back)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
c. Membacakan Kembali (Read Back)
Setiap setelah selesai menerima informasi petugas membacakan kembali (read back)
apa yang telah ditulis sehingga terdengar jelas oleh pemberi informasi
Misalnya :
Dokter (pemberi informasi) : injeksi ceftriaxon 1 gr drip dalam NaCl 0,9% 100cc 20
tpm
Perawat (penerima informasi) : menuliskan dan membacakan injeksi ceftriaxon 1 gr
drip dalam NaCl 0,9% 100cc 20 tpm

d. Mengkonfirmasi Ulang (Repeat Back)


Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan
dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.

II. Ruang Lingkup


a. Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter
mengenai cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif
dengan pasien dan keluarganya
3. Mencegah atau mengurangi kesalahan dalam berkomunikasi antar petugas dan
tim kesehatan
4. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik
b. Unsur Komunikasi
Komunikasi terdiri dari beberapa unsur yakni :
1. Sumber/komunikator (dokter, perawat, petugas kesehatan lain, petugas
administrasi, kasir,dll)
2. Isi pesan
3. Media/saluran (lisan dan tulisan)
4. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, petugas
administrasi, dll)
c. Sumber/Komunikator
Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung
jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang
sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik.
(konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Komunikator yang baik adalah komunikator
yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang
disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat
dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan balik,
diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
2. Mendengar (listening),termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal dibalik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).

4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar


tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator
d. Isi Pesan (Apa yang Disampaikan)
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
e. Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. informasi
dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan
tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi
berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan
sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang dapat digunakan:
Melalui telepon, leaflet dll.
f. Penerima/Komunikan
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab
penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan
memberikan umpan balik kepada pengirim.Umpan balik sangat penting sehingga
proses komunikasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8)

III. Tatalaksana
1. Komunikasi Efektif Perawat Pasien
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas
dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses
pelayanan kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat
melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu
menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal
yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan
data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya.Data pasien diperoleh dari :
a. Wawancara, terdiri dari :
• Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
• Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.
• Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa
lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional
kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya
diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien.
Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan
perhatian. Dalam berkomunikas perawat perlu memperhatikan budaya yang
berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan
bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang
menjadi kendala, antara lain :
 Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien
dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh
terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang
sesuai.
 Ketajaman pancaindera
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium
bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat
menerima pesan komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi
baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medic
yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan
perlu/tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir
perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai
bentuk komunikasi non verbal.
 Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami
bahasa. Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik
secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam
menjawab pertanyaan.
 Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.
2. Tahap perumusan diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya,tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat
memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan
alternative rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya sebelum
memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu
mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan
efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi
dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan
saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
a. Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
b. Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
c. Fokus pada pasien.
d. Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
e. Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
f. Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
g. Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
h. Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
i. Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

2. Komunikasi Efektif Dokter Pasien


Komunikasi antara dokter dan pasien di RSI Namira mengacu pada Konsil
Kedokteran Indonesia yang tercantum dalam buku Komunikasi Efektif Dokter-Pasien
tahun 2006.

3. Komunikasi Antar Pemberi Layanan


Dalam memberikan pelayanan di RSI Namira antar pemberi layanan melakukan
komunikasi dengan teknik SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang
dipergunakan dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dengan dokter. Dengan
komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai kondisi
pasien lebih informatif dan terstruktur.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur
Situation, Background, Assessment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR
merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang
terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan
dokter harus mengambil tindakan. Empat Unsur SBAR meliputi :
a. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien. Misalnya :
penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dll.
b. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis. Misalnya : Riwayat alergi obat-obatan, hasil
pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan, hasil pemeriksaan
penunjang, dll.
c. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga perlu
diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
d. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, dll.
Komunikasi SBAR dilakukan pada saat komunikasi lisan maupun telfon antar
pemberi layanan. Misalnya saat melakukan operan jaga, transfer pasien, mendampingi
visit dokter, melaporkan hasil pemeriksaan kritis dll. Tiap kegiatan komunikasi memiliki
standar prosedur operasional tersendiri yang tetap mengacu pada standar SBAR.
Contoh komunikasi SBAR :
S (Situation) Nama Pasien, Umur, DPJP, Diagnosis masuk,
Keluhan saat ini, Ruangan, Nomor MR, Tanggal
masuk
B (Background) Riw. Penyakit Dahulu , Alergi, Terapi dari DPJP
A (Assesment) Kesadaran, TD, Nadi, Nafas, Suhu
R Tindakan (Asuhan Keperawatan) yang sudah
(Recommendation) dilakukan, Instruksi/Order Dokter

4. Komunikasi Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien


Walaupun dalam pemberian pelayanan ataupun pelaporan antar pemberi
layanan harus melakukan komunikasi dengan teknik SBAR, namun untuk
meningkatkan keselamatan pesien yang harus diperhatikan juga oleh pemberi dan
penerima informasi atau instruksi baik melalui lisan dan telepon maupun tulisan
adalah:

a. Komunikasi efektif dalam menerima Instruksi melalui lisan dan telepon yaitu:
1) Penerima instruksi harus mencatat dengan lengkap instruksi yang diterima
(Write Back)
2) Penerima instruksi membacakan kembali instruksi yang diterima (Read
Back) Pada keadaan Emergency penerima instruksi langsung mengulang
kembali instruksi dengan lengkap.
3) Instruksi atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi ulang oleh pemberi instruksi
4) Apabila instruksi diterima secara tidak langsung harus melakukan konfirmasi
ulang dengan menelpon kembali pemberi instruksi. atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan (Repeat Back)
5) Penerima instruksi mencatat tanggal dan jam intruksi yang diberikan,
kemudian ditanda tangani oleh penerima dan pemberi instruksi serta
distempel.
6) Untuk instruksi melalui telepon
a) Pemberi instruksi memverifikasi instruksi yang sudah diberikan dengan
memberi stempel dan tanda tangan serta nama yang jelas pada kolom
yang tersedia di catatan terintegrasi selambat-lambatnya dalam waktu
1x24 jam.
b) Apabila dokter pemberi instruksi berhalangan (cuti, sakit) maka yang
melakukan verifikasi dan menandatangani catatan pesan yang ditulis
oleh penerima instruksi adalah dokter pengganti yang ditunjuk oleh
dokter DPJP (pemberi instruksi) selambat-lambatnya dalam waktu 1x24
jam
c) Jika dokter pengganti belum datang dalam waktu 1x 24 jam maka
verifikasi dilakukan oleh dokter jaga.
7) Bila instruksi mengandung nama obat LASA, maka nama obat LASA harus
dieja satu persatu hurufnya.
8) Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look alike sound alike, look
alike, dan sound alike.
b. Untuk instruksi tertulis:
1) Instruksi ditulis dengan lengkap dan jelas
2) Dicatat tanggal dan jam intruksi diberikan, ditandatangani oleh pemberi
instruksi dan distempel
3) Penerima intruksi membaca kembali instruksi dengan baik dan
ditandatanganinya.
4) Apabila ada hal-hal yang kurang jelas, penerima instruksi harus melakukan
konfirmasi ulang kepada pemberi instruksi.

5. Komunikasi Asuhan dan Edukasi


Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :
1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan.
2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien.
Komunikasi Informasi Asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan
oleh petugas customer service, registrasi dan admission yang meliputi :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Contoh sikap petugas customer service, registrasi dan admission ketika menerima
pasien :
 Berdiri ketika pasien datang.
 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri (“Selamat pagi/siang/sore/malam,
saya (nama)”).
 Menanyakan nama pasien (“Maaf dengan Bpk/Ibu?”).
 Tawarkan bantuan kepada pasien (“Ada yang bisa dibantu Bpk/Ibu (nama)?” )
 Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
 Menilai suasana hati lawan bicara.
 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
 Memberikan informasi yang diperlukan oleh pasien.
 Memberikan informasi jadwal praktek/paket dan langsung tanyakan apakah mau
dibantu untuk dibuatkan perjanjian.
 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
 Memberikan solusi yang tepat dan cepat bila ada keluhan yang disampaikan.
 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka tetap menunjukkan
raut wajah dan sikap yang tenang.
 Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ Ada lagi yang bisa kami bantu
Bpk/Ibu?”).
 Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bpk/Ibu. Apabila ada
lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan penuh cinta kasih.”
 Berdiri ketika pasien hendak pulang.
Komunikasi Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien
Petugas rumah sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien bisa memahami pentingnya
mengikuti proses pengobatan yang telah ditetapkan. Terdapat 3 tahap dalam
pemberian edukasi :
1. Tahap asesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai kebutuhan edukasi
pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir asesmen kebutuhan edukasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
 Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
 Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
 Hambatan emosional dan motivasi.
 Keterbatasan fisik dan kognitif.
 Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

2. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif


Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil
asesmen pasien, yaitu :
 Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka proses
komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya.
 Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga sekandung (istri,
anak, ayah, ibu atau saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka
(lihat selengkapnya di Panduan Penanganan Pasien Difabel).
 Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau deperesi) maka
proses komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan
media cetak seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bias menghubungi
medical information.
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
 Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan.
 Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dpat dilakukan
dengan cara menanyakan kepada keluarganya engan pertanyaan yang sama,
yaitu “Apakah Bapak/Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
(lihat selengkapnya di Panduan Penanganan Pasien Difabel).
 Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi)
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien
mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti
bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang
benar.

6. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Kritis


Pelaporan hasil tes kritis dapat diartikan :
a. Proses penyampaian tes kritis/hasil tes kritis kepada dokter yang merawat pasien
b. Nilai/hasil kritis adalah hasil pemeriksaan diagnostic/penunjang yang memerlukan
penanganan segera
c. Proses penyampaian nilai hasil pemeriksaan yang memerlukan penanganan segera
dan harus dilaporkan ke DPJP dalam waktu kurang dari 1 jam
d. Pelaporan hasil kritis disampaikan dari unit laboratorium, radiologi, perawatan, IGD
e. Petugas yang melaporkan hasil kritis harus mencatat tanggal dan waktu menelpon.
Nama lengkap petugas kesehatan yang dihubungi dan nama lengkap yang
menelfon
f. Pelaporan hasil tes kritis diatur dalam SPO RSI Namira.

7. Komunikasi Lisan dan Telfon Pada Keadaan Darurat /Cito


Dalam keadaan darurat (emergency) dan cito di ruang IGD, kamar operasi, ICU dan
perinatal prosedur komunikasi efektif dilakukan dengan singkat dan jelas yakni dengan
tetap memperhatikan :
a. Prosedur SBAR dilakukan secara singkat dengan fokus pembicaraan pada
masalah pokok pasien
b. Prosedur menuliskan kembali, membaca kembali dan mengkonfirmasi kembali
dilakukan secara singkat, cepat dan tepat.

8. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan


Dalam melakukan komunikasi efektif di rumah sakit hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
a. Pastikan ketepatan/kebenaran informasi yang diberikan kepada dokter/petugas
kesehatan tekait, selalu persiapkan hal-hal yang akan disampaikan sebelum
melakukan komunikasi secara lisan atau melalui telfon
b. Siapkan alat tulis dan form rekam medis terintegrasi untuk menuliskan instruksi
dokter atau informasi dari petugas kesehatan
c. Sampaikan keadaan pasien secara sistematis dan jelas
d. Pada saat melaporkan hasil pemeriksaan laboratorium sebaiknya perawat
membacakan hasil-hasil yang bertanda bintang (*) atau nilai yang berada diluar
nilai rujukan normal
e. Untuk istilah/instruksi yang belum/kurang dimengerti lakukan konfirmasi untuk
menegaskan kebenaran instruksi dokter
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan
hurufnya satu persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu:
Kode Alfabeth Internasional:
Karakter Kode Pengucapan
A Alfa AL-FAH
B Bravo BRAH-VOH
C Charlie CHAR-LEE atau SHAR-LEE
D Delta DELL-TAH
E Echo ECK-OH
F Faxtrot FOKS-TROT
G Golf GOLF
H Hotel HOH-TEL
I India IN-DEE-AH
J Juliet JEW-LEE-ETT
K Kilo KEY-LOH
L Lima LEE-MAH
M Mike MIKE
N November NO-VEM-BER
O Oscar OSS-CAH
P Papa PAH-PAH
Q Quabec KEH-BECK
R Romeo ROM-ME-OH
S Sierra SEE-ALR-RAH
T Tango TANG-GO
U Uniform YOU-NEE-FORM atau OO-NEE-FORM
V Viktor VIK-TAH
W Whiskey WISS-KEY
X Xray ECKS-RAY
Y Yankee YANG-KEY
Z Zulu ZOO-LOO

IV. Dokumentasi
Kegiatan komunikasi efektif di RSI Namira terdokumentasi dalam beberapa bagian yakni
pada form rekam medis terintegrasi, form pengkajian keperawatan dan lembar rawat inap,
form transfer pasien serta form edukasi.

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr. H. Basirun, MMRS


Direktur

Anda mungkin juga menyukai