SURAT KEPUTUSAN
NOMOR : /SK/RSIN/ /
TENTANG
Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan
dan ridho Allah SWT :
MENIMBANG : 1. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada RSI Namira
Lombok timur salah satunya adalah melalui pelaksanaan kegiatan
komunikasi pemberian informasi yang efektif
2. Bahwa komunikasi yang efektif merupakan salah satu hal yang
dapat mendukung keselamatan pasien
3. Bahwa Rumah Sakit Islam Namira sebagai Rumah Sakit Milik
Yayasan Rumah Sakit Islam Namira Pancor Kabupaten Lombok
Timur perlu dikelola secara professional untuk terciptanya Rumah
Sakit yang unggul dan berkualitas dalam pelayanan
4. Bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana poin (3) serta
kepentingan dinas dan kelancaran kegiatan pelayanan di RSI Namira
serta peningkatan mutu pelayaan , pembinan karir, meningkatkan
wawasan, memperluas pengalaman dan kemampuan petugas
pelaksana pelayanan dipandang perlu dibuatkan Panduan
Komunikasi Efektif di RSI Namira yang ditetapkan dengan keputusan
Direktur
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
PERTAMA Pemberlakuan Panduan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Islam
Namira sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini
KEDUA Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
KETIGA Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini maka
akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya
TEMBUSAN Yth :
1. Komite Keselamatan Pasien
2. Pelayanan Medis
3. Arsip
Lampiran Keputusan Direktur
Nomor : 27/PAN/RSIN/X/2014
Tentang : Panduan Komunikasi Efektif di RSI Namira
I. Definisi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tetentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi (Komaruddin, 1994; hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988).
Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang dilakukan tepat waktu,
akurat, jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Komunikasi dapat efektif apabila pesan
diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan
ditindakalanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada
hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003)
Komunikasi ini dapat dilakukan antar petugas pemberi layanan di rumah
sakit sehingga tingkat kesalahan dalam komunikasi dapat dikurangi dengan
mengikuti proses sbb :
a. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan atau lewat telepon.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti
telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi,
kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
b. Mencatat Secara lengkap (Write Back)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
c. Membacakan Kembali (Read Back)
Setiap setelah selesai menerima informasi petugas membacakan kembali (read back)
apa yang telah ditulis sehingga terdengar jelas oleh pemberi informasi
Misalnya :
Dokter (pemberi informasi) : injeksi ceftriaxon 1 gr drip dalam NaCl 0,9% 100cc 20
tpm
Perawat (penerima informasi) : menuliskan dan membacakan injeksi ceftriaxon 1 gr
drip dalam NaCl 0,9% 100cc 20 tpm
III. Tatalaksana
1. Komunikasi Efektif Perawat Pasien
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas
dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses
pelayanan kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat
melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu
menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal
yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan
data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya.Data pasien diperoleh dari :
a. Wawancara, terdiri dari :
• Wawancara admisi
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
• Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.
• Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa
lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional
kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya
diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostic (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien.
Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan
perhatian. Dalam berkomunikas perawat perlu memperhatikan budaya yang
berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi, penggunaan
bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang
menjadi kendala, antara lain :
Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien
dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh
terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang
sesuai.
Ketajaman pancaindera
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium
bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat
menerima pesan komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi
baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medic
yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan
perlu/tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan gerak bibir
perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai
bentuk komunikasi non verbal.
Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami
bahasa. Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik
secara verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam
menjawab pertanyaan.
Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.
2. Tahap perumusan diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya,tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat
memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan
alternative rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya sebelum
memberikan makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu
mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat
oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan
efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi
dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan
saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
a. Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
b. Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
c. Fokus pada pasien.
d. Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
e. Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
f. Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
g. Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
h. Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
i. Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
a. Komunikasi efektif dalam menerima Instruksi melalui lisan dan telepon yaitu:
1) Penerima instruksi harus mencatat dengan lengkap instruksi yang diterima
(Write Back)
2) Penerima instruksi membacakan kembali instruksi yang diterima (Read
Back) Pada keadaan Emergency penerima instruksi langsung mengulang
kembali instruksi dengan lengkap.
3) Instruksi atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi ulang oleh pemberi instruksi
4) Apabila instruksi diterima secara tidak langsung harus melakukan konfirmasi
ulang dengan menelpon kembali pemberi instruksi. atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan (Repeat Back)
5) Penerima instruksi mencatat tanggal dan jam intruksi yang diberikan,
kemudian ditanda tangani oleh penerima dan pemberi instruksi serta
distempel.
6) Untuk instruksi melalui telepon
a) Pemberi instruksi memverifikasi instruksi yang sudah diberikan dengan
memberi stempel dan tanda tangan serta nama yang jelas pada kolom
yang tersedia di catatan terintegrasi selambat-lambatnya dalam waktu
1x24 jam.
b) Apabila dokter pemberi instruksi berhalangan (cuti, sakit) maka yang
melakukan verifikasi dan menandatangani catatan pesan yang ditulis
oleh penerima instruksi adalah dokter pengganti yang ditunjuk oleh
dokter DPJP (pemberi instruksi) selambat-lambatnya dalam waktu 1x24
jam
c) Jika dokter pengganti belum datang dalam waktu 1x 24 jam maka
verifikasi dilakukan oleh dokter jaga.
7) Bila instruksi mengandung nama obat LASA, maka nama obat LASA harus
dieja satu persatu hurufnya.
8) Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat Look alike sound alike, look
alike, dan sound alike.
b. Untuk instruksi tertulis:
1) Instruksi ditulis dengan lengkap dan jelas
2) Dicatat tanggal dan jam intruksi diberikan, ditandatangani oleh pemberi
instruksi dan distempel
3) Penerima intruksi membaca kembali instruksi dengan baik dan
ditandatanganinya.
4) Apabila ada hal-hal yang kurang jelas, penerima instruksi harus melakukan
konfirmasi ulang kepada pemberi instruksi.
IV. Dokumentasi
Kegiatan komunikasi efektif di RSI Namira terdokumentasi dalam beberapa bagian yakni
pada form rekam medis terintegrasi, form pengkajian keperawatan dan lembar rawat inap,
form transfer pasien serta form edukasi.