Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN

PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY

RUMAH SAKIT MATA SOLO


2018
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT MATA SOLO
NOMOR : 56.2/SK/DIR/VII/2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA
NOMOR : 43/SK/DIR/VIII/2015
TENTANG
PANDUAN PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT MATA SOLO

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit


diperlukan adanya Panduan Penyusunan Clinical Pathway Rumah
Sakit Mata Solo;
b. bahwa agar evaluasi Clinical Pathway di Rumah Sakit Mata Solo
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur utama
rumah sakit Mata Solo sebagai landasan bagi evaluasi Clinical
Pathway di Rumah Sakit Mata Solo;
c. bahwa sesuai butir a. dan b. diatas perlu ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 417/
MENKES/ PER/ II/ 2011 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
5. Keputusan Direktur Rumah Sakit Mata Solo Nomor :
43/SK/DIR/VIII/2015.
M EMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY RUMAH SAKIT


MATA SOLO.
Pertama : Panduan Penyusunan Clinical Pathway Rumah Sakit Mata Solo
sebagaimana terlampir dalam surat keputusan ini.
Kedua : Bahwa dengan ditetapkannya peraturan ini, maka keputusan Direktur
Rumah Sakit Mata Solo Nomor : 43/SK/DIR/VIII/2015 Tentang Panduan
Penyusunan Clinical Pathway Rumah Sakit Mata Solo dinyatakan tidak
berlaku.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat hal-hal yang perlu penyempurnaan akan diadakan
perbaikan dan penyesuaian sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Surakarta


Pada tanggal : 27 Juli 2018
Direktur Utama
Rumah Sakit Mata Solo,

dr. Amania Fairuzia, Sp.M


NIK.1980.10.11.2012.11.1.001
Lampiran : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT
MATA SOLO
Nomor : 56.2/SK/DIR/VII/2018
Tentang : PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA NOMOR
............... TENTANG PANDUAN PENYUSUNAN CLINICAL
PATHWAY RS MATA SOLO.
Tanggal : 27 Juli 2018
Lampiran:
Surat Keputusan Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo
Nomor : 56.2/SK/DIR/VII/2018
Tanggal : 27 Juli 2018
Tentang : Panduan Penyusunan Clinical Pathway Rumah Sakit Mata Solo
PANDUAN
PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAY

RUMAH SAKIT MATA SOLO


2018

i
KATA PENGANTAR

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan teknologi yang semakin


berkembang pesat, serta meningkatnya kesadaran pasien akan hak-haknya perlu
kita sadari bersama bahwa pelayanan di rumah sakit menjadikan suatu tantangan
yang harus diantisipasi untuk mencapai peningkatan yang menyeluruh.
Suatu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit, yaitu
dengan mewujudkan suatu pelaksanaan standar pelayanan yang memadai serta
perilaku yang benar, di setiap tindakan yang berhubungan dengan pelayanan
tersebut. Untuk mencapai tujuan di atas maka perlu diterbitkan Panduan
Penyusunan Clinical Pathway Rumah Sakit Mata Solo.
Besar harapan kami buku ini dapat dipelajari, dipahami serta petugas
mampu melaksanakan setiap kebijakan dan prosedur yang telah ditentukan di
Rumah Sakit Mata Solo upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah
Sakit Mata Solo dapat berjalan dengan lancar dan tertib sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan buku pedoman ini. Kami menyadari bahwa buku pedoman ini masih
banyak kekurangannya, untuk itu saran dan masukan yang berharga senantiasa
kami harapkan.

Surakarta, 18 September 2018

Penyusun

ii
TIM PENYUSUN

No. Nama Jabatan/Unit Kerja


1 dr. Edy Raharjo Sp.S Ketua Komite PMKP
2 Dr. dr. Halida Wibawaty, Sp.M(K) Direktur Pelayanan Medis
3 Debby Septiana Pertiwi S.Kep, Ns Sekretaris Komite PMKP
4 Wulandari Amd.Kep Anggota Komite PMKP
5 Bayu Argo Kusumo S.Kep, Ns Anggota Komite PMKP
6 Deby Nur Azizah, Amd.PK Anggota Komite PMKP
7 Yoga Indria Putri, Amk Anggota Komite PMKP
8 Vitra Kustiah, Amd. RO Kepala Unit Refraksi
9 Nina Setyowati,AMK Kepala Unit Kamar Bedah
10 Tri Ari Ayunaningrum, AMK Kepala Unit Rawat Jalan
11 Siti Nur Rohmatul Hasanah, S.Farm, Apt Kepala Unit Farmasi

12 Ferry Tri Bintoro, Amd Kepala Unit Laboratorium


13 Ristiana Purwaningsih, Amk Komite SKP
14 Agus Basuki, S.Kep Komite PPI

DAFTAR ISI

COVER

iii
SURAT KEPUTUSAN

HALAMAN JUDUL............................................................................... i

KATA PENGANTAR.............................................................................. ii

TIM PENYUSUN................................................................................... iii

DAFTAR ISI........................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1

A. Dasar Hukum........................................................................ 1

B. Definisi................................................................................. 2

C. Tujuan................................................................................... 4

BAB II RUANG LINGKUP .................................................................. 5

BAB III KEBIJAKAN ........................................................................... 6

BAB IV TATA LAKSANA..................................................................... 7

A. Prinsip Prinsip Dalam Menyusun Clinical Pathways (CP). . 9

B. Langkah-Langkah dalam Membuat Clinical Pathway......... 10

C. Persiapan dalam Penyusunan Clinical Pathways.................. 13

BAB V DOKUMENTASI ...................................................................... 15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta


meningkatnya kesadaran pasien akan haknya untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu maka diperlukan suatu upaya (standarisasi dari proses pelayanan di setiap
bagian Rumah Sakit Mata Solo. Untuk itu dipandang perlu dibuat Buku Panduan
Clinical Pathway Rumah Sakit Mata Solo dengan sasaran adanya standarisasi
proses asuhan klinis, mengurangi risiko di dalam proses asuhan klinik, terutama
dalam hal-hal yang terkait dengan tahap pengambilan keputusan dan memberikan
asuhan klinis tepat, efektif dengan menggunakan sumber daya secara efisien, serta
secara konsisten menghasilkan mutu pelayanan tinggi dengan cara-cara
“evidence-based”.
Hasil dan Revisi Clinical Pathway dapat digunakan juga sebagai alat untuk
melakukan perbaikan dan revisi Standar Pelayanan Medis / Panduan Praktik
Klinis dan Asuhan Keperawatan yang bersifat dinamis dan berdasarkan
pendekatan Evidence Based Medicine (EBM) dan Evidance Based Nurse (EBN).
Untuk menunjang keberhasilan dilapangan diperlukan partisipasi aktif,
komitmen dan konsistensi dari seluruh jajaran direksi, manajemen dan profesi
demi terlaksana dan suksesnya program tersebut di Rumah Sakit Mata Solo. Peran
organisasi profesi juga cukup penting dalam mengembangkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) dan Clinical Pathway sebagai acuan pedoman bagi setiap anggota
profesi dalam melaksanakan praktek keprofesiannya.
A. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.

1
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
920/Menkes/Per/XII/1996 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Swasta di bidang medik.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis.

B. Definisi
Terdapat beberapa definisi tentang clinical pathway, antara lain:
1. Clinical Pathways adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu
selama di rumah sakit.
2. Clinical Pathways adalah metodologi dalam cara mekanisme pengambilan
keputusan terhadap layanan pasien berdasarkan pengelompokan dan dalam
periode waktu tertentu. (European Pathways Association, 2005)
3. Clinical Pathways adalah salah satu alat manajemen penyakit yang dapat
mengurangi variasi pelayanan, meningkatkan outcome, dan juga
penghematan pemakaian sumber daya/finansial
4. Clinical Pathways adalah sebuah rencana detail setiap tahap penting dari
pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis
(diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan.
5. Clinical Pathway adalah Suatu cara untuk menstandarisasikan praktik
klinis dan umumnya dilaksanakan di rumah sakit
6. Clinical Pathway dikembangkan dari Clinical Practice Guideline (CPG)
7. Clinical Pathway merupakan suatu alat untuk mendapatkan perawatan
yang terkoordinasi dan hasil yang prima dalam suatu rentang waktu
tertentu dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
8. Suatu metodologi untuk suatu pembuatan keputusan yang menguntungkan
dan pengorganisasian pelayanan untuk suatu kelompok pasien dalam suatu
jangka waktu tertentu

2
9. Suatu rancangan penatalaksanaan multi disiplin klinis terbaik untuk suatu
kelompok pasien dengan diagnosis tertentu yang dapat membantu
koordinasi dan memberikan kualitas pelayanan yang prima
10. Suatu alat audit untuk manajemen dan klinis, dimulai sejak kegiatan
pasien saat mendaftar dan berakhir saat pasien dinyatakan sembuh dan
boleh pulang. ke rumah. Ia menyatukan rencana pelayanan kesehatan dan
asuhan keperawatan dengan terapi lain seperti terapi; gizi, fisioterapi dan
kejiwaaan
11. Clinical Pathway bukan merupakan standar pelayanan atau pengganti
penilaian klinis atau pengganti perintah dokter, melainkan suatu
dokumen yang terintegrasi untuk memudahkan proses perawatan pasien
dan mengefektifkan pelayanan klinis dan finansial dengan
menggabungkan pendekatan tim dan klinis
12. Clinical pathway adalah sebuah pemetaan mengenai tindakan klinis
untuk diagnosis tertentu dalam waktu tertentu, yang mendokumentasikan
clinical practice terbaik dan bukan hanya clinical practice sekarang.
Clinical pathway yang diterapkan dengan baik dapat menjadi “alat”
kendali mutu pelayanan kesehatan RS. Di sisi yang lain, dalam era JKN
yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan kini, penerapan clinical pathway
dapat menjadi salah satu upaya kendali biaya. Biaya yang dikeluarkan
dari pemberi pelayanan kepada pasien dapat dihitung berdasarkan
clinical pathway dan dibandingkan dengan tarif INA CBG’s yang telah
ditetapkan. Sehingga, jika biaya pelayanan yang diberikan kepada pasien
melebihi tarif INA CBG’s yang telah diterapkan maka rumah sakit dapat
segera mengupayakan efisisensi, tanpa perlu melakukan Fraud.
C. Tujuan
1. Meminilmalisasi Variasi diagnosis dan prosedur minimal.
2. Menyediakan standar untuk pelayanan secara nyata dan baik.
3. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang
berkelanjutan.
4. Mengurangi Length of Stay rumah sakit.
5. Menurunkan penggunaan Clinical Guidelines dan pengobatan berbasis
bukti.
6. Meningkatkan komunikasi, teamwork dan rencana perawatan.

3
7. Menurunkan biaya perawatan.
8. Efisiensi penggunaan sumber daya tanpa mengurangi mutu.

BAB II
RUANG LINGKUP

Clinical Pathway dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang


meliputi area:
1. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap kelompok staf medis
(KSM) klinis dan penunjang.
2. Profesi keperawatan: asuhan keperawatan.
3. Profesi farmasi: unit dose daily dan automatic stop ordering.
4. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf
Medis (KSM), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.

4
BAB III
KEBIJAKAN

Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Mata Solo Nomor 02/PER/DIR/VII/2018


tentang kebijakan-kebijakan di Rumah Sakit Mata Solo.

5
BAB IV
TATA LAKSANA

Agar tidak tumpang tindih serta sinergis dengan kenyataan di rumah sakit),
maka implementasi Clinical Pathways sebaiknya terpadu dengan tatakelola
manajamen (corporate governance) dan tatakelola klinis (clinical governance)
yang telah berlaku sesuai misi rumah sakit dalam bidang pelayanan, pendidikan
dan penelitian.
Tujuan utama clinical pathway adalam meningkatkan mutu dan menjaga
keselamatan pasien, seperti tercantum dalam gambar berikut:

6
Ev id ence H ealth Gu ideline Pand u an Clin ic al Patie nt
Ba sed /PNPK/ Pra k tik Pa th way Sa fety
Tec hn olo g y SPM
Med icin e Asse sm en t Kli n is
Pr ofesi

Gambar. Clinical Pathway dalam Konsep Patient Safety

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348 /


MENKES / PER / IX / 2010 – yang digunakan adalah istilah Standar Pelayanan
Kedokteran (SPK) yang terdiri dari Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK dibuat oleh organisasi
profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan SPO dibuat di tingkat
rumah sakit oleh profesi medis dengan koordinator Komite Medis dan ditetapkan
penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh pimpinan (direktur).

Standar Prosedur Operasional untuk profesi medis di rumah sakit dalam


bentuk Panduan Praktik Klinis pada umumnya dapat diadopsi dari Panduan
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang telah dibuat oleh organisasi profesi
masing masing, tinggal dicocokkan dan disesuaikan dengan kondisi sarana dan
kompetensi yang ada di rumah sakit. Bila PNPK yang telah dibuat oleh organisasi
profesi tersebut dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan RI serta sesuai dengan
kondisi rumah sakit – maka tinggal disepakati oleh anggota profesi (SMF) terkait
sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK) dan disahkan penggunaannya di rumah
sakit oleh direktur rumah sakit tersebut.

Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi
rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai

7
dengan keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut – maka
profesi di rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis (PPK)
untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit oleh
direktur rumah sakit. Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun
PPK untuk rumah sakit profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya
secara efektif (clinical effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan
memberikan terapi berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Secara
sederhana peraturan tersebut dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar berikut ini.

Gambar. Ringkasan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


1348/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran – PNPK,
SPO dan PPK. (Sumber: Dody Firmanda. 2012)

8
A. Prinsip Prinsip Dalam Menyusun Clinical Pathways (CP)
Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di
rumah sakit harus bersifat:
1. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus :
a. terpadu/integrasi (integrated care)
b. berorientasi fokus terhadap pasien (patient focused care)
c. berkesinambungan (continuing of care)
2. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, farmasis, analis
kesehatan, ahli gizi, dan lain-lain)
3. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan
penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus
rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi).
4. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien
secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen
yang merupakan bagian dari Rekam Medis.
5. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians
dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
6. Varians tersebut dapat terjadi karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors) dan
dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan.

B. Langkah-Langkah dalam Membuat Clinical Pathway


1. Menentukan Topik
Topik yang dipilih terutama yang bersifat high volume, high cost, high risk
dan problem prone. Dapat pula dipilih kasus-kasus yang mempunyai gap
yang besar antara biaya yang dikeluarkan dengan tarif INA CBG’s yang
telah ditetapkan.
Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi
setempat seperti data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien)
yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian,
Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit dan sensus harian.
2. Menunjuk koordinator (penasehat multidisiplin)

9
Kordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidaklah harus
memahami clinical pathway secara konten. Sebelum menunjuk
koordinator, terlebih dahulu dikumpulkan anggota yang berasal dari
berbagai disiplin yang terlibat dalam pemberi pelayanan pasien. Tim
multidisiplin tersebut wajib menyampaikan item-item pelayanan yang
diberikan kepada pasien berdasarkan SPO kepada masing-masing tim
profesi dan mengikuti rangkaian rapat dalam kelanjutan membuat clinical
pathway.
3. Menentukan Pemain Kunci
Pemain kunci adalah siapa saja yang terlibat dalam pelayanan yang
diberikan kepada pasien. Misal, pemain kunci dalam pemberian pelayanan
kepada pasien Appendicits Akut tanpa komplikasi adalah dokter umum,
dokter spesialis bedah, dokter spesialis anastesi, perawat, dan ahli gizi.
4. Melakukan Kunjungan Lapangan
Setelah menentukan anggota dalam penyusunan clinical pathway, maka
selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan untuk mencari pedoman praktik
klinis (PPK), misalnya dalam bentuk SPO atau SPM dan SAK (Standar
Asuhan Keperawatan). Kunjungan lapangan dilakukan agar dapat menilai
sejauh mana pelayanan yang didapatkan oleh pasien. Juga menilai
hambatan yang terjadi di bangsal dalam menjalankan SPO atau SPM
sehingga dapat dibuat rekomendasi dalam menyusun clinical pathway.
Dalam mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, dapat pula
dilakukan dengan melakukan benchmarking terhadap penerapan clinical
pathway di tempat lain. Perlu diingat bahwa, clinical pathway untuk kasus
dengan diagnosis yang sama yang diterapkan di rumah sakit lain belum
tentu dapat serta-merta diterapkan di rumah sakit kita. Hasil benchmarking
perlu dipadukan dengan kemampuan manajerial dan SDM RS serta
kondisi-kondisi lain yang terkait.
5. Mencari Literatur
Dalam mencari literatur dapat mencari best practice dalam skala nasional
yaitu PNPK, ataupun sumber-sumber guideline/ jurnal penelitian

10
internasional dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing rumah
sakit. Evidence Based Medicine diperlukan bilamana PNPK belum/ tidak
dikeluarkan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
6. Melaksanakan Customer Focus Group
Langkah Ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit sehingga, kesenjangan antara
harapan dan pelayanan yang didapatkan pasien dapat diketahui dan dapat
diperbaiki.
7. Telaah Pedoman Praktik Klinis (PPK)
Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK (SPM dan
SAK), namun jika sebelumnya rumah sakit belum mempunyai PPK, maka
PPK harus dibuat, karena tidak ada clinical pathway tanpa adanya PPK.
Berdasarkan Permenkes. nomor 1438 tahun 2010, clinical pathway bersifat
sebagai pelengkap PPK. Menurut Permenkes tersebut, PPK harus di-
review setiap 2 tahun sekali, sehingga secara tidak langsung pembuatan
clinical pathway dapat meningkatkan kepatuhan review PPK.
8. Analisis casemix
Dalam pengembangan clinical pathway, perlu dilakukan mengumpulkan
aktivitas-aktivitas untuk dikaitkan dengan besarnya biaya, untuk mencegah
adanya Fraud. Dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi LoS suatu
diagnosis, biaya per-kasus, penggunanan obat apakah sudah sesuai dengan
formularium nasional, maupun tes penunjang diagnostik suatu penyakit.
9. Menetapkan Desain Clinical Pathway serta Pengukuran Proses dan
Outcome.
Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah beberapa informasi
yang harus ada dalam clinical pathway, yaitu kolom pencatatan informasi
tambahan, variasi, kolom tanda tangan, serta kolom verifikasi dari bagian
rekam medis. Kemudian, ditetapkanlah item-item aktivitas dari masing-
masing penyakit sesuai dengan literatur yang telah dipilih dan disesuaikan
dengan keadaan rumah sakit. Item aktivias ini sebaiknya muda dimengerti,
sehingga meningkatkan kepatuhan dalam menjalankannya.

11
10. Sosialisasi dan Edukasi
Tahap terakhir dalam membuat clinical pathway adalah, melakukan
sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna, dalam hal ini berbagai
profesi yang berhubungan langsung pada pasien. Dalam tahap awal dapat
dilakukan uji coba penerapan clinical pathway yang telah disusun guna
mendapatkan feedback untuk mendapatkan bentuk yang user friendly serta
konten yang sesuai dengan kondisi di lapangan dalam rangka mencapai
kepatuhan penerapan clinical pathway yang lebih optimal. Sosialisasi
clinical pathway ini harus dilakukan intensif minimal selam 6 bulan. Perlu
ditekankan bahwa clinical pathway adalah “alat.” Efektifitas dalam kendali
mutu dan kendali biaya amat tergantung pada user yang menerapkannya.
Sehingga, perlu disusun strategi sedemikian rupa agar alat tersebut
diterapkan sebagaimana mestinya dalam kepatuhan maupun ketepatan
penggunaannya.
C. Persiapan dalam Penyusunan Clinical Pathways
Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran serta
efisien waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di
SMF, Instalasi Rawat Inap (mulai dari gawat darurat, ruangan rawat inap,
ruangan tindakan, instalasi bedah, ICU/ICCU) dan sarana penunjang
(instalasi gizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan, radiologi dan
sebagainya).
1. Profesi Medis
Mempersiapkan Standar Pelayanan Medis atau Panduan Praktik Klinis dan
standar prosedur operasional (SPM/PPK/SPO) sesuai dengan bidang
keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisi berdasarkan data dari rekam
medis diatas - mempersiapkan SPM/PPK/SPO, bila belum ada dapat
menyusun dulu SPM/PPK/SPOnya sesuai kesepakatan.
2. Profesi Rekam Medis/Koder
Mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9 CM, Laporan RL1 sampai
dengan 5 (terutama RL3). Profesi Rekam Medis membuat daftar 5 - 10
penyakit utama dan tersering dari setiap divisi SMF/Instalasi dengan kode

12
ICD 10 serta rerata lama hari rawat berdasarkan data laporan morbiditas
RL3.
3. Profesi Perawat
Mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
4. Profesi Farmasi
Mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit dose dan stop ordering.
5. Profesi Akuntasi/Keuangan
Mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit Setiap varians yang didapatkan
akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan audit medis
sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun
2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011.

13
BAB V
DOKUMENTASI

1. Formulir clinical pathway disediakan di unit perawatan terkait.


2. Formulir clinical pathway dimasukkan ke dalam berkas Rekam Medik
sesuai dengan diagnosis masing-masing pasien
3. Setelah pasien pulang Formulir clinical pathway akan ditarik/dikeluarkan
dari berkas Rekam Medik untuk dilakukan analisis kepatuhannya oleh Tim
MR Review

14
15

Anda mungkin juga menyukai