Anda di halaman 1dari 33

INFEKSI VIRUS

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

Ketua : Fadil Muhammad Pashya (074)

Sekretaris : Puti Zulfa Frestacia (073)

Penyaji : Nessia Rahma Belinda (071)

Moderator : Suci Rismayanda (075)

Anggota :

Dea Avrilia (072)

Restu Humairoh (076)

Azura Nurrahman (077)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan hidayah-Nya.Sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal

mungkin.Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan

kekurangan.Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar

lebih baik lagi dari sebelumnya.

Tak lupa ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing

atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami.Sehingga

kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan

inshaAllah sesuai yang kami harapkan. Dan kami ucapkan terimakasih pula

kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata kami mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan. Amin.

Padang, 16 Oktober 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah......................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
2.1 Definisi Infeksi Menular Seksual ............................................................................ 6
2.2 Jenis-Jenis Penyakit Infeksi Virus .......................................................................... 6
2.2.1 Herpes Zozter ..................................................................................................... 6
2.2.2 Herpes Simplex ................................................................................................ 13
2.2.3 Varisela ............................................................................................................ 16
2.2.4 Variola.............................................................................................................. 20
2.2.5 Kondiloma Akuminatum.................................................................................. 23
2.2.6 Moluskum Kontangiosum ................................................................................ 25
BAB III ............................................................................................................................. 30
PENUTUP ........................................................................................................................ 30
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 30
DAFTRA PUSTAKA ....................................................................................................... 31

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ tubuh pada manusia yang sangat penting karena

terletak pada bagain luar tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan

seperti sentuhan, rasa sakit dan pengaruh lainnya dari luar.kulit tubuh seseorang

yang terkena penyakit sangat menganggu penampilan dan aktifitas.Penyakit kulit

sering dianggap remeh karena sifatnya yang cenderung tidak berbahaya dan tidak

menyebabkan kematian.Penyakit kulit di Indonesa pada umumnya lebih banyak

disebabkan karena infeksi bakteri, jamur, virus dan karena dasar alergi (Putri dkk,

2018).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran menyebabkan

diketahuinya bakteri, protozoa, jamuaan virus sebagai penyebab penyakit

hubungan seksual. Sebagian penyakit tersebut bisa disembuhkan kecuali acquire

immunodefisiency syndrome (AIDS). Di Indonesia penyakit ini sudah banyak

menjalar dengan perkembangan penularan yang sangat cepat, penyakit ini dapat

melumpuhkan semua daya tahan tubuh terhadap berbagai bakteri protozoa, jamur

dan virus lainnya (Djuanda, 2007).

Virus merupakan mikroba yang bersifat parasit dengan ukuran

mikroskopik dan cenderung bekerja dengan cara menginfeksi inangnya.Virus

dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen

penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahn yang

membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan

3
kematian pada sel yang diinfekinya. Dalam beberapa kasus, infeksi virus sering

bermanifestasi pada kulit seperti herpes zoster, herpes simplek, veruka, varisela,

dll.

Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kejadian infeksi kulit

antara lain dari faktor internal meliputi umur, pendidikan, pengetahuan tentang

infeksi virus, status pernikahan, pekerjaan sebagai pekerja seks komersil, individu

yang beresiko tinggi adalah individu yang sering berganti pasangan seksual dan

tidak melakukan hubungan seksual dengan kondom. Tingginya angka kejadian

infeksi menular seksual dikalangan remaja dan dewasa muda, terutama wanita,

merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan infeksi virus.

Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi virus yang menular. Hal

ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan

oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya (Najmah, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah yaitu :

1. Apa pengertian infeksi virus ?

2. Apakah etiologi infeksi virus ?

3. Apa saja jenis-jenis infeksi virus ?

4
1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, didapatkan tujuan masalah yaitu :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi virus

2. Untuk mengetahui apaetiologi dari infeksi virus

3. Untuk mengetahui apa saja jenis jenis dari infeksi virus

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Menular Seksual

Virus merupakan mikroba yang bersifat parasit dengan ukuran

mikroskopik dan cenderung bekerja dengan cara menginfeksi inangnya.Virus

dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen

penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahn yang

membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan

kematian pada sel yang diinfekinya. Dalam beberapa kasus, infeksi virus sering

bermanifestasi pada kulit seperti herpes zoster, herpes simplek, veruka, varisela,

dll.

2.2 Jenis-Jenis Penyakit Infeksi Virus

2.2.1 Herpes Zozter

a. Definisi

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti

gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg

menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi

setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster yaitu sutau

infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap

6
varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella

dalam bentuk cacar air). Varisela adalah infeksi virus akut yang di tandai dengan

adanya vesikel pada kulit yang sangat menular. Penyakit ini disebut juga

denga chicken pox, Cacar air, atau varisela Zoster. Herpes Zoster mempunyai

manifestasi klinis yang berbeda dengan vasirela ,meskipun penyebabnya sama.

b. Etiologi

Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus Varicella

zoster. Varicella zoster adalah agens virus penyebab dari cacar air dan herpes

zoster. Setelah sembuh dari cacar air, virus Varicella tetap ada dalam tubuh dalam

tahap laten seumur hidup.

Sebagai virus laten, Varicella tidak akan menunjukkan gejala apapun,

tetapi potensial untuk aktif kembali. Pada tahap reaktivitas, Varicella muncul

sebagai Herpes zoster yang sering disebut sebagai shingles. Virus varicella zoster

terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid

tersusun atas 162 sub unit protein-virion yang lengkap dengan diameternya 150-

200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas

virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim

proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.

Faktor resiko herpes zoster :

1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya

tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi

pula resiko terserang nyeri.

7
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti

HIV dan leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama

dari immunocompromised.

3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.

4. Orang dengan terapi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang

Faktor pencetus kambuhnya herpes zoster:

1. Trauma/ luka

2. Kelelahan

3. Demam

4. Alkohol

5. Gangguan pencernaan

6. Obat-obatan

7. Sinar ultraviolet

8. Haid

9. Stress

8
c. Gejala Klinis

Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodormal yang berlangsung

selama 1-4 hari.

1. Gejala yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatige, malaise,

nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin (rasa terbakar atau tertusuk), gatal

dan kesemutan.

2. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau hilang

timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi.

3. Gejala yang mempengaruhi mata: berupa kemerahan, sensitive terhadap

cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur,

penurunan sensasi penglihatan dan lain-lain.

Timbulnya erupsi kulit :

1. Kadang terjadi limfadenopti regional

2. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang

dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi diseluruh bagian

tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.

9
3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul

dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga

berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari.

Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini

nyeri segmental juga menghilang.

4. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang-kadang sampai hari

ke-7.

5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan

jaringan parut (pitted scar).

6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih

sensitive terhadap nyeri yang dialami.

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan

herpes zoster dan herpes simplex.

2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk membedakan

diagnostic herpes virus.

3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.

4. Pemeriksaan histopatologik

5. Pemeriksaan mikroskop electron

6. Kultur virus

10
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke

dalam media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu

pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus

varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat

sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.

7. Identifikasi antigen/ asam nukleat VVZ

8. Deteksi antibody terhadap infeksi anti virus

Deteksi antigen, Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila

dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan

menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca

dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna

fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.

9. Uji serologi, Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes

zoster adalah ELISA.

10. PCR, PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam

cairan tubuh, contohnya cairan serebrospinal.

e. Pengobatan

a) Pengobatan topical

Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin

untuk mencegah vesikel pecah. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres

terbuka dengan larutan antiseptic atau kompres dingin dengan larutan burrow 3x

11
sehari selama 20 menit. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan

salep antibiotic (basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama

3x sehari.

b) Pengobatan sistemik

Drug of choise-nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis

virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat

menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical,

atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca

kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap

postherpetic neuralgia. Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine

(Ara-A Vira-A) dapat diberika lewat infuse intravena atau salep mata.

Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif

namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan dan menekan

respon immune. Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk

manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan pruritus.

f. Diagnosa Banding

Diagnose banding dari infeksi virus ini antara lain :

 Herpes simplek

 Varicella

 Dermatis Contacta alergika

 Penyakit dengan efloresersi bulla ; pemfisus vulgaris

 Dermatis herpenformis dan dutega

12
 Bulos pumfigord

2.2.2 Herpes Simplex

a. Definisi

Herpes simpleks adalah penyakit berbentuk lesi pada kulit disebabkan oleh

Herpes Simplex Virus (HSV) yang menimbulkan infeksi akut yang ditandai

dengan vesikel berkelompok pada kulit yang lembab.

b. Etiologi

Herpes simpleks disebabkan oleh HVS atau herpes virus harmonis (HVH),

yang merupakan anggota dari family herpesviridae.Virus ini biasanya ditularkan

melalui hubungan badan atau penyakit ini juga disebut infeksi menular seksual.

Infeksi primer biasanya terjadi dalam waktu 2-21 hari setelah hubungan

seksual (oral maupun anal). Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis,

pada suatu waktu infeksi ini akan menjdai rekuren , karna adanya factor pencetus,

seperti: trauma, demam, gangguan pencerenaan, kelelahan, alcohol, dan beberapa

kasus sukar diketahui penyebabnya.

c. Gejala klinis

Adapun gejalanya sebagai berikut:

- Nyeri dan disuria

- Uretal dan vaginal discharge

- Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)

- Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal

13
- Nyeri pada rectum, tenesmus

Tanda-tanda:

- Eritem, vesikel, pustule, ulserasi multiple, erosi, lesi dengan krusta pada

tingkat infeksi

- Limfadenopati inguinal

- Faringitis

- Servisitis

Adapun tipe-tipe dari HSV adalah:

Herpes Simplex Virus tipe 1 : pada umumnya menyebabkan lesi atau luka

pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.

Herpes Simplex Virus tipe 2 : umumnya lesi pada genital dan sekitarnya

(bokong, anal, dan paha).

14
d. Patogenesis

Virus herpes simpleks merupakan organisme berbentuk silindris serta

terdiri terutama dari DNA, berukuran kira-kira 10 µm, tetapi memiliki sarung

yang mudah larut, sehingga organisme tampak dua kali lebih besar dari ukuran

yang sebenarnya.Virus mempunyai kecenderungan untuk menyerang sel epitelial

dan sel akan menunjukan perubahan sitologi yang meliputi :

- Perkembangan badan nukleus inklusi (inklusi sel = konstitusi sitoplasma sel

yang pada umumnya tidak bernyawa dan sering hanya bersifat sementara)

- Giant sel multinukleus

- Kerusakan sel

Perubahan sitologi terdiri dari penggabungan sel yang normal dengan sel

yang terinfeksi, untuk membentuk masa sinsisial yang kecil (giant sel) dengan

nukleus lebih dari satu. Pada beberapa keadaan, dapat terjadi pembelahan nuklei

tanpa pembelahan sitoplasma, sehingga akan terbentuk giant sel multinukleat

yang lain. Sel-sel ini terlihat jelas pada hapusan sel lesi herpes dan sering disebut

sebagai mulbery sel. Di antara tanda-tanda histologi dari lesi herpes, sitolisis

merupakan tanda yang paling jelas, dengan disertai pembentukan vesikel intra

epitelial. Epitelial dasar vesikel dapat sangat rusak sehingga vesikel terletak

subepitelial. Sel-sel pada tepi vesikel dapat menunjukan tanda-tanda seperti di atas

tetapi tanda tersebut terlalu jelas terlihat pada pemeriksaan histologi. Infeksi

herpes simpleks mempunyai hubungan dengan respon antibodi.

Herpes varisela – infeksi Zooster mirip dengan herpes simpleks, yaitu pada

struktur virus, pola infeksi (terdapat kontak primer, infeksi sistemis akut/infeksi

15
ulang), maupun patologi lesi epitelial. Selain itu pada tiap lesi berubag dari

makula menjadi papula dan vesikel, yang membentuk borok dan infeksi sekunder.

e.. Pemeriksaan Penunjang

Pemerikasaan untuk penyakit ini yaitu pemeriksaan laboratorium dengan

tes sederhana yaitu Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright,

akan terlihat raksasa berinti banyak. Pemeriksaan laboratorium yang lain yaitu

dilakukan melalui miksroskop electron atau kultur jaringan.

f. Pengobatan

1. Acyclovir cream

2. Acyclovir 5 x 200mg/hr 5-7 hari

3. Isoprinosin

4. Simptomatis

2.2.3 Varisela

a. Definisi

June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang

disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat

akut yang umumnya menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak,

malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang

kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan

keropeng.

16
Sedangkan menurut Adhi Djuanda varisela yang mempunyai sinonim

cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster

yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,

kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh.

b. Etiologi

Penyebab dari penyakit cacar air adalah infeksi suatu virus yang bernama

virus varicella zoster yang disebarkan manusia melalui cairan percikan ludah

maupun dari cairan yang berasal dari lepuhan kulit orang yang menderita penyakit

cacar air. Seseorang yang terkena kontaminasi virus cacar air varicella zoster ini

dapat mensukseskan penyebaran penyakit cacar air kepada orang lain di

sekitarnya mulai dari munculnya lepuhan di kulitnya sampai dengan lepuhan kulit

yang terakhir mengering.

c. Gejala Klinis

Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.

Pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala,

demam sedang dan rasa tidak enak badan. Gejala tersebut biasanya tidak

ditemukan pada anak-anak yang lebih muda, gejala pada dewasa biasanya lebih

berat.

24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar

(makula). Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan

berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini

memakan waktu selama 6-8 jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan

lepuhan yang baru. Pada hari kelima, biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan

17
yang baru, seluruh lepuhan akan mengering pada hari keenam dan menghilang

dalam waktu kurang dari 20 hari.

Papula di wajah, lengan dan tungkai relatif lebih sedikit; biasanya banyak

ditemukan pada batang tubuh bagian atas (dada, punggung, bahu). Bintik-bintik

sering ditemukan di kulit kepala. Papula di mulut cepat pecah dan membentuk

luka terbuka (ulkus), yang seringkali menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga

bisa ditemukan di kelopak mata, saluran pernafasan bagian atas, rektum dan

vagina.

Papula pada pita suara dan saluran pernafasan atas kadang menyebabkan

gangguan pernafasan. Bisa terjadi pembengkaan kelenjar getah bening di leher

bagian samping.

Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada,

hanya berupa lekukan kecil di sekitar mata. Luka cacar air bisa terinfeksi akibat

garukan dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus.

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Tzank smear

 Preparat di ambil dari dicreaping dasar fesikel yang masih baru. Kemudian di

warnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, giemsa’s, wright’s,

toluidine blue ataupun papanicolaous’s. Dengan mikroskop cahaya akan

dijumpai multinucleated giant cell.

 Pemeriksaan ini sensifitasnya sekitar 84%

 Tes ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes

simpleks virus.

18
2. Direct Flourescent Assay (DFA)

 Preparat di ambil dari scraping dasar fesikel tetapi apabila sudah berbentuk

krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.

 Hasil pemeriksaan cepat.

 Membutuhkan mikroskop fluorecence.

 Tes ini dapat menemukan antigen virus varisella.

 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara varisella zoster virus dengan

herpes simpleks virus.

3. Polymerase chain rection (PCR)

 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sensitif.

 Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping

dasar fesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai

preparat dan CSF.

 Sensitfitasnya 97-100%.

 Tes ini dapat menemukan nucleus acid dari virus varisella zoster.

4. Biopsi kulit

Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak fesikel intra epidermal dengan

degenerasi sel epidermal dan acantholytis. Pada dermis bagian atas di jumpai

adanya lymphocylic infiltrate.

19
e. Pengobatan

Pada saatiniacyclovirtelahterbuktibermanfaatuntukpengobatanvarisela,

Acyclovir – 9 – [(2-hydroxy thonyl) methyl] guanine merupakan chat pilihan.

Obatinidapatdigunakan:

 Secara intravena: Pada kasus dengan komplikasi berat atau dengan gangguan

sistem kekebalan.

 Sedang pada pemberian oral dapat digunakan pada anak yang tanpa

komplikasi. Begitupun harus diingat bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri.

2.2.4 Variola

a. Definisi

Variola atau cacar adalah penyakit menular pada manusia yang disebabkan

oleh virus Variola major atau Variola minor. Penyakit ini dikenal dengan

nama Latinnya, Variola atau Variola vera, yang berasal dari kata Latin varius,

yang berarti "berbintik", atau varus yang artinya "jerawat".

Variola muncul pada pembuluh darah kecil di kulit serta

di mulut dan kerongkongan. Di kulit, penyakit ini menyebabkan ruam, dan

kemudian luka berisi cairan. V. major menyebabkan penyakit yang lebih serius

dengan tingkat kematian 30–35%. V. minor menyebabkan penyakit yang lebih

ringan (dikenal juga dengan alastrim, cottonpox, milkpox, whitepox, dan Cuban

itch) yang menyebabkan kematian pada 1% penderitanya. Akibat jangka panjang

infeksi V. major adalah bekas luka, umumnya di wajah, yang terjadi pada 65–85%

penderita. Variola ialah penyakit virus yang disertai keadaan umum yang buruk,

20
dapat menyebabkan kematian, eflorosensinya dapat monomorf terutama diperifer

tubuh.

b. Etiologi

Penyebab variola ialah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2 tipe virus

yang hamper identik tetapi menyebabkan 2 tipe variola, yaitu variola mayor dan

variola minor (alastrim) Perbedaan kedua tipe virus tersebut adalah bahwa virus

yang menyebabkan variola mayor bila diinokulasikan pada membrane

korioalantoik tumbuh pada suhu 38 derajat -38,5 derajat C, sedangkan yang

menyebabkan variola minor tumbuh di bawah suhu 38 derajat C. Virus ini sangat

stabil pada suhu ruangan, sehingga dapat hidup di luar tubuh selama berbulan-

bulan.

c. Gejala Klinis

Inkubasinya 2-3 minggu, terdapat 4 stadium :

Stadium inkubasi erupsi

Terdapat nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai demam tinggi ,

menggigil, lemas dan muntuah-muntah, yang berlangsung selama 3-4 hari.

21
Stadium makulo-papular

Timbul makula-makula eritematosa yang cepat menjadi papul-papul,

terutama dimuka dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Pada

stadium ini suhu tubuh normal kembali dan penderita merasa sehat kembali dan

tidak timbul lesi baru.

Stadium vesikulo-pustulosa

Dalam waktu 5-10 hari timbul vesikel-vesikel yang kemudian menjadi

pustule-pustul dan pada saat ini suhu tubuh meningkat lagi. Pada kelainan tersebut

timbul umbilikasi.

Stadium resolusi

Stadium ini berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta-krusta dan

suhu tubuh mulai menurun. Kemudian krusta-krusta terlepas dan meninggalkan

sikatriks-sikatriks yang atrofi. Kadang-kadang dapat timbul pendarahan yang

disebabkan depresi hematopoetik dan disebut sebagai black variola yang sering

fatal. Mortalitasnya variola bervariasi diantara 1-50%.

Cara penularan

Penularannya melalui kontak langsung ataupun tak langsung tapi infeksi

primernya selalu melalui hawa napas. Virusnya yang terdapat di udara, berasal

dari debu pakaian, tempat tidur dari keropeng yang jatuh di tanah ataupun dari

hawa napas sipenderita, terhirup bersama hawa pernapasan sehingga terjadi

penularan. Cacar adalah penyaki yang sangat menular.

d. Pengobatan

22
Penderita harus dikarantinakan. Sistemik dapat diberikan obat antiviral

(asiklovir atau vasiklovir) misalnya isoprinosin, dan interferon dapat pula

diberikan globulin gama. Kecuali itu obat yang bersifat simtomatik, misalnya

analgetik/antipiretik. Diawasi pula kemungkinan timbulnya infeksi sekunder,

maupun infeksi nosokomial, serta cairan tubuh dan elektrolit. Jika dimulut masih

terdapat lesi, diberikan makanan lunak. Pengobatan topical bersifat penunjang,

misalnya kompres dengan antiseptik atau salap antibiotik.

2.2.5 Kondiloma Akuminatum

a. Definisi

Kondiloma Akuminata (KA) adalah vegetasi oleh Human Papilloma Virus

(HPV) tipe tertentu, bertangkai dangan permukaannya berjonjot. Kebanyakan

infeksi HPV di daerah anogenital didapatkan melalui hubungan seksual. HPV

masuk kedalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit. Masa inkubasi KA

berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). Penyakit ini terutama terdapat

di daerah lipatan yang lembab, misalnya di daerah genitalia eksterna.Pada pria

predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara

uretra eksterna, korpus, dan pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva dan

sekitarnya, introitus vagina, kadang-kadang pada porsio uteri.

b. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah virus papilloma.Pada wanita, virus papiloma

tipe 16 dan 18, yang menyerang leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada

alat kelamin luar dan bisa menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan

virus papiloma lainnya bisa menyebabkan tumor intra-epitel pada leher rahim

23
(ditunjukkan dengan hasil Pap-smear yang abnormal) atau kanker pada vagina,

vulva, dubur, penis,mulut, tenggorokan atau kerongkongan.

c. Gejala Klinis

Kutil genitalis paling sering tumbuh di permukaan tubuh yang hangat dan

lembap.Pada pria, area yang sering terkena adalah ujung dan batang penis dan

dibawah kulit depannya (jika tidak disunat).Pada wanita, kutil timbul di vulva,

dinding vagina, leher rahim (serviks) dan kulit di sekeliling vagina.Kutil genitalis

juga bisa terjadi di daerah sekeliling anus dan rektum, terutama pada pria

homoseksual dan wanita yang melakukan hubungan seksual melalui dubur.

Kutil biasanya muncul dalam waktu 1-6 bulan setelah terinfeksi, dimulai

sebagai pembengkakan kecil yang lembut, lembap, berwarna merah atau pink.

Mereka tumbuh dengan cepat dan bisa memiliki tangkai.Pada suatu daerah

seringkali tumbuh beberapa kutil dan permukaannya yang kasar memberikan

gambaran seperti bunga kol (blumkol).

Pada wanita hamil, pada gangguan sistem kekebalan (penderita AIDS atau

pengobatan dengan obat yang menekan sistem kekebalan) dan pada orang yang

kulitnya meradang, pertumbuhan kutil ini sangat cepat.

24
d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan acetowhite

Pemeriksaan ini menggunakan larutan asam asetat 3-5%, yang dapat

digunakan untuk mendeteksi infeksi HPV subklinis. Dalam waktu 1-5 menit lesi

akan berubah warna menjadi putih. Histopatologi pada epitel yang terinfeksi HPV

pada pemeriksaan histopatologi akan tampak adanya akantosis, papilomatosis,

hiperkeratosis, parakeratosis dan koilositosit. Koilosit yang merupakan sel

skuamosa matur dengan daerah perinukleus besar dan bening, mungkin tersebar

diseluruh lapisan sel. Nukleus koilosit mungkin membesar dan hiperkromatik.

e. Pengobatan

1. Bergantung pada besar, lokasi, jenis, jumlah lesi, keterampilan dokter

2. Kemoterapi

 Tinktur podofilin 15-25% 4-6 jam:2x/ mgg ≤ 0,5 cc

 Podofilotoksin 0,5% : 2 x sehari, 3 hari

 Asam triclorasetat 50% : 1 x seminggu

 Krim 5-fluorourasil 1-5% : setiap hari (tdk miksi 2 jam)

 Imiquimod

2.2.6 Moluskum Kontangiosum

a. Definisi

Moluskum kontagiosum adalah penyakit disebabkan oleh virus poks, klinis

berupa papul bertentuk kubah, berkilat, dan pada permukaan nya terdapat lekukan

(delle/umbilikasi), berisi massa yang mengandung badan moluskum.

25
b. Etiologi

Etiologi dari penyakit ini adalah virus (genus Molluscipoxvirus) yang

menyebabkan moluskum kontagiosum menjadi anggota dari family poxviridae,

yang juga terdapat anggota smallpox. Molluscum Contagiosum Virus (MCV)

merupakan virus double stranded DNA, berbentuk lonjong dengan ukuran 230 x

330 nm.

c. Gejala Klinis

Pada kulit akan tampak lesi umbilikata yang multipel. Lesi tersebut papul

berbatas tegas, licin, dan berbentuk kubah (dome shaped) sewarna kulit. Ukuran

papul bervariasi dari 2-6 milimeter. Di bagian tengah lesi, biasanya terdapat

lekukan(delle) kecil, berisi bahan seperti nasi dan berwarna putih yang

merupakan cirri khas dari moluskum kontagiosum.

Benjolan biasanya tidak terasa gatal, tidak terasa nyeri.Namun papul bisa

meradang, misalnya karena garukan, sehigga teraba hangat dan

berwarnakemerahan.Jika terjadi infeksi sekunder, bisa terjadi supurasi. Lokasi

bisa di wajah, badan, kadang-kadang pada perut, bagian bawah perut, dan

genitalia.

Pasien anak dengan dermatitis atopik, 10% mengalami moluskum

kontagiosum, dan bisa mengalami perluasan. Namun, prevalensi moluskum

kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik, memiliki hubungan

langsung yang rendah. Walaupun luas daerah yang terkena moluskum

kontagiosum pada anak dengan dermatitis atopik lebih besar dibandingkan

26
dengan anak tanpadermatitis atopik, tetapi dalam suatu penelitian Seize, dkk

tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik.

d. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis biasanya dapat langsung ditegakkan. Evaluasi dengan konten

sentra menggunakan persiapan crush dan pewarnaan Giemsa dan pemeriksaan

histopatologik dapat dilakukan jika diperlukan. Pada pemeriksaan histopatologis

akan ditemukan epidermis hipertropi dan hiperplastik. Di atas lapisan basal, dapat

dilihat sel yang membesar berisi inklusi intrasitoplasmik besar (Henderson-

Paterson bodies).Hal ini dapat meningkatkan ukuran sel sehingga dapat

menyentuh Horny layer.

e. Pengobatan

Sangatlah penting untuk mendiskusikan risiko dan keuntungan bagi terapi

pasien dengan keluarga pada fase jinak karena moluskum kontagiosum sendiri

akan sembuh tanpa komplikasi pada individu tanpa komplikasi imunokompeten.

Pemberian terapi dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan meliputi

kebutuhan pasien, rekurensi penyakit serta kecenderungan pengobatan yang

meninggalkan lesi pigmentasi atau jaringan parut. Sebagian besar pengobatan

moluskum kontagiosum bersifat traumatis pada lesi. Terapi yang sering

27
diaplikasikan pada pasien moluskum kontagiosum seperti kuretase dan kryoterapi,

bagaimanapun kedua terapi ini menyakitkan bagi pasien.

Bedah Beku (Cryosurgery) merupakan salah satu terapi yang umum dan

efisien digunakan dalam pengobatan moluskum kontagiosum, terutama pada lesi

predileksi perianal dan perigenital. Bahan yang digunakan adalah nitrogen cair.

Aplikasi menggunakan lidi kapas pada masing-masing lesi selama 10-15 detik.

Pemberian terapi dapat diulang dengan interval 2-3 minggu. Efek samping

meliputi rasa nyeri saat pemberian terapi, erosi, ulserasi serta terbentuknya

jaringan parut hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi.

Terapi lainnya berupa eviserasi yang merupakan metode yang mudah

untuk menghilangkan lesi dengan cara mengeluarkan inti umbilikasi sentral

melalui penggunaan instrumen seperti skalpel, ekstraktor komedo dan jarum

suntik. Penggunaan metode ini kebanyakan tidak dapat ditoleransi oleh anak-anak.

Suspensi podofilin 25% dalam larutan benzoin atau alkohol dapat

diaplikasikan pada lesi dengan menggunakan lidi kapas, dibiarkan selama 1 -4

jam kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan air bersih. Pemberian

terapi dapat diulang sekali seminggu. Terapi ini membutuhkan perhatian khusus

karena mengandung mutagen yaitu quercetin dan kaempherol. Efek samping lokal

akibat penggunaan bahan ini meliputi erosi pada permukaan kulit normal serta

timbulnya jaringan parut. Efek samping sistemik akibat penggunaan secara luas

pada permukaan mukosa berupa neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus,

leukopeni dan trombositopenia.Podofilotoksin merupakan alternatif yang lebih

aman dibandingkanpodofilin. Sebanyak 0,05 ml podofilotoksin 5% diaplikasikan

28
pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari. Kontraindikasi absolut kedua bahan ini pada

wanita hamil.

Sedangkan cantharidin merupakan agen keratolitik berupa larutan yang

mengandung 0,9% collodian dan acetone. Telah menunjukkan hasil memuaskan

pada penanganan infeksi Molluscum Contagiosum Virus (MCV). Pemberian

bahan ini terbatas pada puncak lesi serta didiamkan selama kurang lebih 4 jam

sebelum lesi dicuci. Cantharidin menginduksi lepuhan pada kulit sehingga perlu

dilakukan tes terlebih dahulu pada lesi sebelum digunakan. Bila pasien mampu

menoleransi bahan ini, terapi dapat diulang sekali seminggu sampai lesi hilang.

Efek samping pemberian terapi meliputi eritema, pruritus serta rasa nyeri dan

terbakar pada daerah lesi. Kontraindikasi penggunaan Cantharidin pada lesi

moluskum kontagiosum di daerah wajah.

Medikamentosa lainnya adalah Cimetidine yang merupakan antagonis

reseptor histamin H2 yang menstimulasi reaksi hipersensitifitas tipe lambat.

Mekanisme kerja Cimetidine pada terapi moluskum kontagiosum masih belun

diketahui secara jelas. Sebuah studi menunjukkan keberhasilan penggunaan

cimetidine dosis 40 mg / kgBB / oral / hari dosis terbagi dua pada pengobatan

moluskum kontagiosum dengan lesi ekstensif. Cimetidine berinteraksi dengan

berbagai pengobatan sistemik lain, sehingga perlu dilakukan anamnesis riwayat

pengobatan pada pasien yang akan mendapat terapi obat ini.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesehatan adalah suatu harta yang sangat berharga untuk kehidupan

manusia, karena dengan kondisi tubuh yang sehat, manusia dapat melakukan

aktivitas kehidupan secara normal dan berjalan maksimal. Manusia harus

melakukan pola hidup bersih dan sehat agar dapat terhindar dari segala macam

bentuk penyakit. Dimana penyakit – penyakit itu sangat banyak dan bermacam –

macam. Sehingga perlu adanya suatu pencegahan penyakit agar kondisi manusia

tetap bisa sesuai dengan kondisi yang sehat dan tidak terjangkit penyakit menular.

Penyakit menular dapat ditularkan baik melalui kontak langsung dengan

penderita, melalui binatang perantara, udara, makanan dan minuman, atau benda-

benda yang sudah tercemar oleh bakteri, virus, cendawan, atau jamur.

30
DAFTRA PUSTAKA

Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK

Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

Anonymous.2005.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47513/3/Chapt

er%20II.pdf. [ Di akses pada Hari Sabtu, 20 Oktober 2016 : 16:37 WIB]

Anonymous.2005.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31374/4/Chapt

er%20II.pdf. [Diakses pada Hari Sabtu, 20 Oktober 2016 ; pukul : 15:15

WIB]

Blume A. et al, 2008. Should Men with Asymptomatic Non Specific Uretritis be

Identified and Treated. International Journal of STD and AIDS.

Daili S, Indriatmi W, Zubier F. 2009. Infeksi Menular Seksual. Penerbit FKUI.

Jakarta

Djuanda A. dkk, 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta

: Fakultas Kedokteran Indonesia.

Fauci K.B., Jameson H.B., 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine

16th Edition. USA : Mc Graw Hill Companies.

Graham R, Burns T. 2006. Kutu Kepiting. Dalam : Dermatologi. Edisi 8. Jakarta:

Penerbit Erlangga; h. 50-2.

Jawetz K, Melnick dan Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi20. 1995.

EGC. Jakarta, Indonesia.

31
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby

Company, Toronto.

Mandal, Wilkins, dan Dunbar. 2000. Lecture Notes : penyakit Infeksi edisi ke

enam. Jakarta: Erlangga

Menaldi, S. L. SW., Kusmarinah, B, Wresti, I. 2017. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin

Edisi Ketujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Odom R.B., 2000. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical Dermatology

9th Edition. Saunders Philadelpia.

Umayah, R. 2014. Variola virus. rizaumayah.com/2014/02/variola-virus.html.

diakses pada bulan Oktober 2018

Warrell, David A. C, Timothy M. F, John D. B, Edward J. Infection of Herpes

Viruses (excluding eipstein bar virus), 4th ed, Oxford Text Book Of

Medicine: Oxford University Press, 2003: 7. 10. 2.

Widoyono. 2002. ”Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya”. Edisi-2. Surabaya : ERLANGGA

Wolff K. et al, 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th Edition

Volume 1 and 2. McGraw Hill Medical.

Zubier F. Kondilomata Akuminata. dalam Daili SF, Makes WIB, Zubier F,

(editor). Penyakit Menular Seksual. Edisi 4 Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2011.h. 140-5

32

Anda mungkin juga menyukai