Laporan Penelitian Pembekalan Keterampilan Berpikir Komputasi Pada Anak Usia Dini Meningkatkan Daya Saing Dalam Persaingan Global Di Abad 21

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KOMPUTASI PADA

ANAK USIA DINI MENINGKATKAN DAYA SAING DALAM


PERSAINGAN GLOBAL DI ABAD 21

Yohanes Yobel Yuantomo


180709715/B

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


Jl. Babarsari No. 5-6, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55281
MAKALAH
PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KOMPUTASI PADA
ANAK USIA DINI MENINGKATKAN DAYA SAING DALAM
PERSAINGAN GLOBAL DI ABAD 21

Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran bahasa Indonesia yang dibina oleh
Dra. B. Rini Susanti, M.M.

Oleh:
Yohanes Yobel Yuantomo/180709715/B

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


Jl. Babarsari No. 5-6, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55281
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................... 4


2.1 Anak Usia Dini .................................................................................. 4
2.2 Berpikir Komputasi ........................................................................... 7
2.3 Berpikir Analitis ................................................................................ 8
2.4 Berpikir Sistematis ............................................................................ 10

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................... 12


3.1 Kemampuan Anak Usia Dini dalam Mempelajari Keterampilan
Berpikir Komputasi ........................................................................... 12
3.2 Cara Melatih Anak Keterampilan Berpikir Komputasi .................... 13
3.3 Mengasah Pola Berpikir Analitis dan Sistematis dengan
Berpikir Komputasi ........................................................................... 14

BAB IV PENUTUP ............................................................................... 15


Kesimpulan ............................................................................................. 15

Daftar Pustaka ......................................................................................... 17

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pembekalan Keterampilan Berpikir Komputasi pada Anak Usia
Dini Meningkatkan Daya Saing dalam Persaingan Global di Abad 21”. Penulis
menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, makalah ini tidak
akan dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dra B. Rini Susanti, M.M. selaku dosen mata kuliah bahasa
Indonesia yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang membangun guna
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis harap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para tenaga pendidik dan orangtua.

Yogyakarta, 10 Desember 2018

Penulis

ii
ABSTRAK

Pada zaman ini keterampilan berpikir komputasi sangat diperlukan oleh


seseorang demi dapat bersaing dalam persaingan global di era digital ini. Usia dini
adalah saat yang tepat untuk mulai membekali seseorang dengan keterampilan
berpikir komputasi. Pada usia dini anak dapat mempelajari keterampilan berpikir
komputasi lebih cepat daripada saat anak telah beranjak dewasa. Hal tersebut
disebabkan pada usia ini anak masih dalam tahap perkembangan baik itu secara
mental, psikologi maupun kognitif. Oleh karena itu dengan membekali
keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini peluang mereka untuk
bersaing dalam persaingan global di abad ini semakin meningkat.
Untuk membekali anak usia dini dengan keterampilan berpikir komputasi
tidaklah mudah. Pada usia dini anak akan merasa cepat bosan terhadap kegiatan
yang mereka lakukan tak terkecuali berpikir komputasi. Tenaga pendidik sebagai
penyalur pesan harus dapat menyajikan materi secara ringkas dan menarik agar
anak tidak cepat bosan. Selain itu tenaga pendidik harus mampu untuk
menyesuaikan pembelajaran dengan gaya belajar yang dimiliki setiap anak. Hal
tersebut disebabkan pada usia ini anak memiliki imajinasi yang unik dan luar biasa
sehingga gaya belajar dan daya tangkap setiap anak berbeda-beda.
Tanpa disadari pada saat berlatih berpikir komputasi seseorang secara
otomatis telah mengasah kemampuan mereka untuk berpikir secara analitis dan
sistematis. Hal tersebut disebabkan pada saat memecahkan masalah berkaitan
dengan keterampilan berpikir komputasi seseorang dituntut untuk terlebih dahulu
menganalisis masalah untuk dicarikan solusinya. Setelah mendapatkan solusi
tersebut mereka harus bisa menemukan solusi yang terbaik dengan melihat
hubungan antar sebab dan akibat dalam masalah tersebut. Kedua kombinasi ini telah
mempertajam kemampuan berpikir analisis dan sistematis seseorang. Kedua
kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam industri 4.0 dimana seseorang berlomba-
lomba mencari masalah untuk dipecahkan dengan bantuan teknologi demi
mendapatkan profit yang menguntungkan.
Kata Kunci: anak usia dini, berpikir komputasi, berpikir analitis dan sistematis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut National Association For The Education Of Young Children


(NAEYC) dan para ahli pada umumnya mendefinisikan anak usia dini adalah anak
dari usia nol tahun sampai dengan usia delapan tahun. Beberapa orang menyebut
fase atau masa ini sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan seperti
apa mereka kelak jika dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan (John,
2018). Pada masa golden age, anak akan cepat belajar dan cepat mengerti suatu hal
yang diajarkan kepada mereka tak terkecuali keterampilan berpikir komputasi.
Berpikir Komputasi adalah kemampuan seseorang memecahkan masalah,
merancang sistem, dengan mengambil konsep dasar seorang ahli teknologi
informasi berpikir dalam memecahkan masalah. Istilah berpikir komputasi sendiri
telah diperkenlakan oleh Jeanette M. Wing, seorang profesor Computer Science di
Carnegie Mellon pada tahun 2004. Kemampuan berpikir komputasi meliputi empat
hal yaitu: dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma (Group, 2018).
Apabila dikaitkan dengan tema pembekalan keterampilan berpikir
komputasi pada anak usia dini yang dapat meningkatkan daya saing dalam
persaingan global di abad 21 dengan karakteristik dan ciri-ciri yang terdapat pada
anak usia dini. Kita perlu berpikir ulang dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kritis, reflektif, sekaligus akademis. Mengapa anak usia dini lebih mudah dan lebih
cepat untuk mengingat dan mempelajari keterampilan berpikir komputasi?
Bagaimana cara mempersiapkan anak usia dini dengan melatih berpikir komputasi
untuk menghadapi teknologi dan informasi yang telah mengambil peran penting
dalam kehidupan? Mengapa berpikir komputasi dapat meningkatkan pola
pemikiran analitis dan sistematis pada anak usia dini yang dibutuhkan dalam
industri 4.0 di abad 21?
Program untuk membekali anak dengan keterampilan berpikir komputasi
telah dimulai sejak tahun 2004 pertama kali di negara Lithuania dengan sebutan
bebras. Ketika tahun 2016 bebras baru masuk ke Indonesia dan mengadakan

1
kompetisi pertama kali ditahun yang sama pada bulan November. Kesadaran
masyarakat tentang pentingnya membekali anak dengan keterampilan berpikir
komputasi masih sangat kurang. Selain itu kurangnya sosialisasi yang dilakukan
pemerintah tentang program ini membuat bebras menjadi lenyap dan kurang
dikenal masyarakat padahal keterampilan berpikir komputasi sangat diperlukan
bagi seseorang untuk bersaing di abad 21. Sampai saat ini penelitian tentang
pembekalan keterampilan berpikir komputasi kepada anak usia dini untuk
meningkatkan daya saing dalam persaingan global di abad 21 masih belum dapat
ditemukan.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pembekalan
keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini untuk meningkatkan daya
saing dalam persaingan global di abad 21. Apabila dijabarkan secara lebih spesifik,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak karakteristik dan ciri-ciri yang
terdapat pada anak usia dini terhadap kecepatan dalam memahami dan mempelajari
keterampilan berpikir komputasi, mengetahui cara yang tepat untuk mengajarkan
anak keterampilan berpikir komputasi demi meningkatkan daya saing dalam
persaingan global di abad 21, dan mengetahui hubungan penguasaan keterampilan
berpikir komputasi terhadap peningkatan pola pemikiran analitis dan sistematis
yang dibuthkan dalam industri 4.0 di abad 21.
Di abad 21 teknologi dan informasi telah menjadi pilar utama yang tak
tergantikan. Oleh karena hal tersebut setiap orang dituntut untuk memiliki
kemampuan berpikir komputasi demi dapat bersaing di era digital. Penelitian ini
akan menambah kajian mengenai cara meningkatkan daya saing dalam persaingan
global di abad 21 lewat keterampilan berpikir komputasi yang diberikan pada anak
usia dini. Selain itu penelitian ini dapat mengembangkan metode yang tepat untuk
membekali anak usia dini dengan keterampilan berpikir komputasi berdasarkan
karakteristik dan ciri-ciri yang terdapat pada anak usia dini.
Pembekalan keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini
merupakan langkah yang tepat untuk mempersiapkan anak agar bisa bersaing di
masa depan. Sayangnya, kesadaran orangtua untuk membekali anak dengan
keterampilan berpikir komputasi masih sangat kurang karena pemerintah masih

2
belum gencar untuk mensosialisasikan pentingnya keterampilan berpikir
komputasi. Penelitian ini dapat membantu pemerintah untuk melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai pentingnya keterampilan berpikir komputasi bagi
anak usia dini di abad 21. Selain itu penelitian ini dapat menyadarkan orangtua
mengenai pentingnya keterampilan berpikir komputasi bagi anak agar dapat
bersaing dalam persaingan global di masa depan.
Adapun sistematika penulisan makalah ini dibuat sedemikian rupa sehingga
mempermudah pembaca untuk lebih mudah memahami isi dari makalah ini. Penulis
mengelompokkan pembahasan makalah ke dalam beberapa bagian yaitu
pendahuluan, masalah, tujuan, dan sistematika. Pada bab pendahuluan berisi
pengenalan singkat mengenai permasalahan yang dibahas, permasalahan, tujuan
penulisan serta sistematika penulisan. Pada bab landasan teori berisi kajian teori-
teori yang digunakan dalam pembahasan mengenai pembekalan keterampilan
berpikir komputasi pada anak usia dini untuk meningkatkan daya saing dalam
persaingan global di abad 21. Pada bab isi menceritakan penjelasan mengenai
pembekalan keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini untuk
meningkatkan daya saing dalam persaingan global di abad 21. Pada bab terakhir
yaitu penutup yang berisi tentang kesimpulan mengenai pembahasan pembekalan
keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini untuk meningkatkan daya
saing dalam persaingan global di abad 21.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

Teknologi dan informasi telah menjadi kebutuhan yang penting pada zaman
ini. Berbagai aspek dalam kehidupan sangat mengandalkan teknologi demi
mewujudkan hasil yang baik dan efisien. Dengan berkembangnya teknologi,
keterampilan berpikir komputasi pun menjadi suatu hal yang harus dimiliki oleh
setiap orang pada zaman ini demi dapat bersaing dalam persaingan global tak
terkecuali anak-anak. Anak-anak harus diberikan keterampilan berpikir komputasi
sejak usia dini demi mempersiapkan mereka di masa depan. Penelitian ini akan
membahas tentang pembekalan keterampilan berpikir komputasi pada anak usia
dini yang dapat meningkatkan daya saing dalam persaingan global di abad 21. Oleh
karena itu untuk mendukung tema penelitian yang akan dibahas, terdapat beberapa
teori yang berkaitan dengan tema penelitian.

2.1 Anak Usia Dini


Pengertian anak usia dini secara umum adalah anak-anak di bawah usia 6
tahun. Pemerintah melalui UU Sisdiknas mendifinisikan anak usia dini adalah anak
dengan rentang usia 0-6 tahun. Soemiarti patmonodewo mengutip pendapat tentang
anak usia dini menurut Biecheler dan Snowman, yang dimaksud anak prasekolah
adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Batasan yang dipergunakan oleh the
National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC), dan para
ahli pada umumnya adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun.
Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan
sebagai anak usia dini (John, 2018).
Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai golden age karena
masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika dewasa baik dari segi
fisik, mental maupun kecerdasan. Sedangkan hakikat anak usia dini adalah individu
yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek
fisik, kognitif, sosioemosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus

4
yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Dari berbagai
definisi, penulis menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8
tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun
mental (John, 2018). Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik karena
mereka berada pada proses tumbuh kembang yang sangat pesat dan fundamental
bagi kehidupan berikutnya. Secara psikologis anak usia dini memiliki karakteristik
yang khas dan berbeda dengan anak yang usianya di atas delapan tahun. Anak usia
dini yang unik memiliki karakteristik sebagai berikut (Suryana, 2014, h.8).

2.1.1 Anak bersifat egosentris


Pada umumnya anak masih bersifat egosentris, ia melihat dunia dari
sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati ketika anak
saling berebut mainan, atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun
tidak dipenuhi oleh orang tuanya. Karakteristik ini terkait dengan
perkembangan kognitif anak (Suryana, 2014, h.8).

2.1.2 Anak memiliki rasa ingin tahu (curiosity)


Anak berpandangan bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan
menakjubkan. Hal ini mendorong rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Rasa
ingin tahu anak sangat bervariasi, tergantung apa yang menarik perhatiannya.
Sebagai contoh, anak akan tertarik dengan warna, perubahan yang terjadi dalam
benda itu sendiri. Bola yang berbentuk bulat dapat digelindingkan dengan
warna-warni serta kontur bola yang baru dikenal oleh anak sehingga anak suka
dengan bola. Rasa ingin tahu ini sangat baik dikembangkan untuk memberikan
pengetahuan yang baru bagi anak dalam rangka mengembangkan kognitifnya.
Semakin banyak pengetahuan yang didapat berdasar kepada rasa ingin tahu
anak yang tinggi, semakin kaya daya pikir anak (Suryana, 2014, h.9).

5
2.1.3 Anak bersifat unik
Menurut Bredekamp (1987), anak memiliki keunikan sendiri seperti
dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh
masing-masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan dan latar
belakang budaya serta kehidupan yang berbeda satu sama lain. Meskipun
terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi,
namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama
lain (Suryana, 2014, h.9).

2.1.4 Anak memiliki imajinasi dan fantasi


Anak memiliki dunia sendiri, berbeda dengan orang di atas usianya.
Mereka tertarik dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya
dengan fantasi. Terkadang mereka bertanya tentang sesuatu yang tidak dapat
ditebak oleh orang dewasa, hal itu disebabkan mereka memiliki fantasi yang
luar biasa dan berkembang melebihi dari apa yang dilihatnya. Untuk
memperkaya imajinasi dan fantasi anak, perlu diberikan pengalaman
pengalaman yang merangsang kemampuannya untuk berkembang (Suryana,
2014, h.10).

2.1.5 Anak memiliki daya konsentrasi pendek


Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan
dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada
kegiatan lain, kecuali memang kegiatan tersebut, selain menyenangkan juga
bervariasi dan tidak membosankan. Rentang konsentrasi anak usia lima tahun
umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu
secara nyaman. Daya perhatian yang pendek membuat ia masih sangat sulit
untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama,
kecuali terhadap hal-hal yang menarik dan menyenangkan bagi mereka.
Pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang
bervariasi dan menyenangkan, sehingga tidak membuat anak terpaku di tempat
dan menyimak dalam jangka waktu lama (Suryana, 2014, h.10).

6
2.2 Berpikir Komputasi
Berpikir komputasi adalah salah satu keterampilan dasar yang tidak hanya
dimiliki oleh seorang ilmuan komputer melainkan dimiliki oleh setiap orang. Setiap
anak harus diajarkan keterampilan berpikir komputasi untuk membuat mereka
dapat membaca, menulis, dan berhitung (Riley, 2014, p.xiii). Kemampuan ini
meliputi empat hal yaitu dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma.
Dekomposisi adalah kemampuan yang mampu memecah masalah dari masalah
yang besar ke bagian-bagain kecil yang mampu dikelola dengan lebih mudah.
Pengenalan pola adalah kemampuan yang mampu untuk Mengidentifikasi pola-
pola yang serupa dan terjadi dalam sebuah masalah. Abstraksi adalah kemampuan
untuk melakukan generalisasi terhadap pembentukan pola, melihat karakteristik
dasarnya, dan menyingkirkan detail yang tidak perlu. Algoritma adalah kemampuan
untuk membuat langkah-langkah runtut dalam menyelesaikan masalah (Hebat
Group, 2018).
Terdapat karakteristik yang terdapat dalam berpikir komputasi apabila
diterapkan dalam memecahkan suatu masalah.

2.2.1 Berpikir komputasi mampu memberikan pemecahan masalah menggunakan


komputer atau lain (Sammir, 2015).
2.2.2 Berpikir komputasi mampu mengorganisasi dan menganalisa data (Sammir,
2015).
2.2.3 Berpikir komputasi mampu melakukan representasi data melalui abstraksi
dengan suatu model atau simulasi (Sammir, 2015).
2.2.4 Berpikir komputasi mampu melakukan otomatisasi solusi melalui cara
berpikir algoritma (Sammir, 2015).
2.2.5 Berpikir komputasi mampu melakukan identifikasi, analisa dan
implementasi solusi dengan berbagai kombinasi langkah / cara dan sumber daya
yang efisien dan efektif (Sammir, 2015).
2.2.6 Berpikir komputasi mampu melakukan generalisasi solusi untuk berbagai
masalah yang berbeda (Sammir, 2015).

7
Berpikir komputasi ditujukan untuk menyelesaikan masalah baik itu
masalah yang rumit maupun yang sederhana. Masalah yang diselesaikan tidak
hanya masalah seputar ilmu komputer, melainkan juga untuk menyelesaikan
beragam masalah. Machine learning misalnya, telah menggubah bagaimana ilmu
statistika dimanfaatkan. Sedangkan dalam bidang ilmu biologi, data mining (yang
merupakan konsep komputasi) dapat melakukan pencarian pada sejumlah besar
data untuk menemukan pola-pola. Harapannya adalah struktur data dan algoritma
dapat menggambarkan struktur protein dengan cara yang menjelaskan fungsi-
fungsi mereka (Sammir, 2015).

Selain diterapkan dalam ilmu pengetahuan, penerapan berpikir komputasi


juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti misalnya seseorang yang
sebelum berangkat kerja mempersiapkan barang-barang yang akan digunakannya
sepanjang hari pada tas-nya, hal tersebut adalah prefetching dan caching. Contoh
lainnya adalah ketika seseorang kehilangan pulpennya lalu mengusut kembali
langkah-langkahnya ke belakang. Hal tersebut adalah back tracking. Berpikir
komputasi adalah teknik pemecahan masalah yang sangat luas wilayah
penerapannya. Tidak mengherankan bahwa memiliki kemampuan tersebut adalah
sebuah keharusan bagi seseorang yang hidup pada abad ke dua puluh satu ini
(Sammir, 2015).

2.3 Berpikir Analitis


Keterampilan berpikir analitis, yaitu suatu keterampilan unutk mengurai
sebuah struktur atau suatu pokok masalah menjadi berbagai bagian atau komponen-
komponen dan melakukan penelaahan atas bagian bagian tersebut serta mencari
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat
arti keseluruhan atau untuk mengetahui pengorganisasian struktur yang membentuk
pokok masalah tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah
memahami sebuah konsep global dari pokok masalah dengan cara mengurai atau
merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci.
Pertanyaan analisis menghendaki agar pemikir kritis mengidentifikasi urutan

8
langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada
sudut kesimpulan (Surya, 2013, h.181). Hal ini juga diperkuat oleh Bloom yang
menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan
materi kedalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi
hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir.
Bloom membagi aspek analisis ke dalam tiga kategori yaitu:
1) Analis bagian seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang didefinisikan,
argumen, asumsi, dalil, hipotesis, dan kesimpulan (Hutomo, 2018).
2) Analisis hubungan seperti menghubungkan antara unsur-unsur dari suatu sistem
matematika (Hutomo, 2018).
3) Analisis sistem seperti mampu mengenalunsur-unsur dan hubungannya dengan
struktur yang terorganisirkan (Hutomo, 2018).
Penjabaran dari ketigakategori tersebut menurut Suharsimi meliputi
berbagai keterampilan, yaitu: memperinci, mengasah diagram, membedakan,
mengidentifikasi, mengilustrasi, menyimpulkan, menunjukkan dan membagi.
Kemampuan analisis yang dapat diukur adalah kemampuan mengidentifikasi
masalah, kemampuan menggunakan konsep yang sudah diketahui dalam suatu
permasalahan dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan cepat. Ross
mengungkapkan beberapa indikator kemampuan analitis yaitu:
1) Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan suatu masalah
adalah masuk akal (Hutomo, 2018).
2) Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan atas penyelidikan
atau penelitian (Hutomo, 2018).
3) Meramalkan atau menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi
yang sesuai (Hutomo, 2018).
4) Mempertimbangkan validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir
deduktifdan induktif (Hutomo, 2018).
5) Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang
digunakan dalam jawaban adalah benar (Hutomo, 2018).

9
2.4 Berpikir Sistematis
Sistematis merupakan cara berpikir atau berbuat yang bersistem yaitu
berurutan, runtun dan tidak tumpang tindih. Sistematis juga diartikan sebagai suatu
bentuk usaha untuk menguraikan serta merumuskan sesuatu hal dalam konteks
hubungan yang logis serta teratur sehingga membentuk sistem secara menyeluruh,
utuh dan terpadu yang mampu menjelaskan berbagai rangkaian sebab akibat yang
terkait suatu objek tertentu. Menurut sugiyono, dalam metode ilmiah sistematis
diartikan sebagai suatu proses yang dipakai dalam penelitian dengan menggunakan
berbagai langkah yang bersifat logis (Artikelsiana, 2018).
Berpikir sistematis atau system thingking merupakan sebuah pendekatan
holistik untuk memandang sebuah masalah secara menyeluruh di mana elemen-
elemen di dalamnya saling berinteraksi satu sama lain. sekilas pengertiannya
memang hampir mirip dengan pengertian sistematis, tetapi dalam arti yang lebih
khusus. Dalam pemikiran ini, seseorang harus menekankan semua hubungan
berbagai elemen, sehingga mendapatkan solusi terbaik. Dengan menggunakan cara
berpikir ini, diharapkan solusi yang diberikan lebih realistis dan akurat. Cara
berpikir ini baik digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang rumit.
Terutama masalah yang memiliki feedback eksternal maupun internal. Dalam cara
berpikir ini, untuk memahami suatu masalah harus memahami keseluruhan sistem.
Suatu hal yang kecil pun bisa menjadi solusi dari suatu hal yang lebih besar.
Pemikiran ini tidak hanya diterapkan dalam ilmu pengetahuan ilmiah. Tetapi bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Artikelsiana, 2018).
Dari pengertian sistematis dapat disimpulkan bahwa terdapat karakteritik
system thinking yaitu:
2.4.1 Cara berpikir menyeluruh dan tidak berpikir secara sebagian (Artikelsiana,
2018).
2.4.2 Melihat suatu hal dengan gambaran yang lebih luas dan besar (Artikelsiana,
2018).
2.4.3 Mencari tahu efek yang akan ditimbulkan dari sebuah aksi (Artikelsiana,
2018).

10
2.4.4 Identifikasi suatu hubungan tertentu mempengaruhi sistem tersebut
(Artikelsiana, 2018).
2.4.5 Memahami konsep dari sebuah perilaku dinamis (Artikelsiana, 2018).
2.4.6 Memahami cara kerja struktur sistem yang membentuk perilaku
(Artikelsiana, 2018).
2.4.7 Mencoba melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda (Artikelsiana,
2018).

Berpikir sistematis dapat digunakan dalam berbagai hal seperti manajemen bisnis,
analisis bisnis, komputasi, kesehatan, pembangunan berkelanjutan, manufaktor dan
masih banyak lainnya. Berpikir sistematis penting untuk dilakukan guna mencari
solusi terbaik untuk sebuah permasalahan dan mengetahui dampak apa saja yang
terjadi dari pengambilan solusi tersebut. Proses ini tidak hanya dilakukan dalam
sebuah penelitian saja tetapi juga permasalahan sehari-hari (Artikelsiana, 2018).

11
BAB III

PEMBAHASAN

Pembekalan keterampilan berpikir komputasi pada anak usia dini sangat


penting untuk dilakukan pada zaman ini. Pada zaman ini teknologi dan informasi
telah menjadi bagian penting dalam kehidupan yang tak tergantikan. Dengan
teknologi manusia dapat mempermudah segala jenis pekerjaan dan membangun
dunia kearah yang lebih baik. Oleh karena itu anak usia dini perlu dipersiapkan
untuk menghadapi persaingan global di masa depan dengan membekali mereka
keterampilan berpikir komputasi. Berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, pada bab ini penulis akan menjawab masalah yang berkaitan dengan
tema penelitian yaitu pembekalan keterampilan berpikir komputasi dapat
meningkatkan daya saing dalam persaingan global di abad 21.

3.1 Kemampuan Anak Usia Dini dalam Mempelajari Keterampilan


Berpikir Komputasi

Menurut National Association For The Eduction Of Young Children


(NAEYC) anak usia dini adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan
tahun (John, 2018). Pada masa ini anak sedang mengalami perkembangan yang
begitu pesat baik secara fisik, kognitif, mental, maupun kecerdasan. Oleh karena itu
banyak orang yang menyebut usia ini adalah masa keemasan atau Golden Age.
Masa ini adalah masa yang sangat menentukan karakter seseorang dimasa depan.
Pembekalan keterampilan berpikir komputasi pada saat masa keemasan seorang
anak adalah tindakan yang tepat. Hal tersebut disebabkan pada saat usia ini anak
akan lebih cepat mengerti dan memahami keterampilan berpikir komputasi karena
mereka sedang dalam masa perkembangan.
Suryana dalam bukunya mengatakan bahwa salah satu karakteristik anak
pada usia dini adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Anak berpandangan bahwa dunia
ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini mendorong rasa ingin
tahu (curiosity) yang tinggi. Rasa ingin tahu anak sangat bervariasi, tergantung apa

12
yang menarik perhatiannya (Suryana, 2014, h.9). Dari aspek tersebut dapat
disimpulkan bahwa apabila orangtua atau tenaga pendidik memberikan dukungan
kepada anak untuk membuat mereka tertarik mempelajari keterampilan berpikir
komputasi maka anak akan lebih cepat untuk menguasai keterampilan berpikkir
komputasi daripada saat mereka sudah beranjak dewasa. Hal tersebut disebabkan
mereka masih memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga mereka tidak
menganggap proses belajar sebagai beban.

3.2 Cara Melatih Anak Keterampilan Berpikir Komputasi


Saat melatih anak usia dini dengan keterampilan berpikir komputasi, tenaga
pendidik berarti sedang berusaha untuk menyampaikan pesan kepada komunikan
yang dalam hal ini berarti anak usia dini. Pesan sendiri memiliki arti sekumpulan
informasi, ide, atau perasaan yang hendak disampaikan kepada orang lain (Bretz,
1983, p.16). Oleh karena itu, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
baik oleh komunikan maka tenaga pendidik harus memperhatikan keunikan pada
setiap anak. Suryana dalam bukunya mengatakan bahwa anak usia dini memiliki
sifat yang unik seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga.
Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat
diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan
satu sama lain (Suryana, 2014, h.9). Orangtua atau tenaga pendidik yang akan
mengajarkan anak keterampilan berpikir komputasi harus memperhatikan minat
dan gaya belajar anak agar materi dapat dipahami oleh anak dengan maksimal.
Selain memperhatikan minat dan gaya belajar anak, orangtua atau tenaga
pendidik juga harus mampu menyajikan materi secara menarik karena anak pada
usia dini memiliki daya konsentrasi yang pendek. Pada umumnya anak sulit untuk
berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat
mengalihkan perhatian pada kegiatan lain, kecuali memang kegiatan tersebut, selain
menyenangkan juga bervariasi dan tidak membosankan. Rentang konsentrasi anak
usia lima tahun umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan
memperhatikan sesuatu secara nyaman (Suryana, 2014, h.10). Oleh karena itu,
materi yang diberikan setidaknya harus memuat gambar yang dapat

13
mengilutrasikan isi soal tersebut. Gambar yang disertakan dalam soal dapat
merangsang imajinasi anak untuk membayangkan bagaimana maksud dari soal
tersebut. Pada usia dini, anak memiliki imajinasi dan fantasi yang tinggi dan setiap
anak memiliki imajinasi yang berbeda-beda (Suryana, 2014, h.10). Apabila melihat
aspek tersebut, anak mungkin akan menjawab pertanyaan dengan cara yang
berbeda-beda dan sebagai tenaga pendidik anak tidak boleh disalahkan karena
menjawab soal dengan cara yang berbeda.

3.3 Mengasah Pola Berpikir Analitis dan Sistematis dengan Berpikir


Komputasi

Keterampilan berpikir analitis, yaitu suatu keterampilan unutk mengurai


sebuah struktur atau suatu pokok masalah menjadi berbagai bagian atau komponen-
komponen dan melakukan penelaahan atas bagian bagian tersebut serta mencari
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang tepat
(Surya, 2013, h.181). Sedangkan kemampuan berpikir sistematis adalah cara
berpikir atau berbuat yang bersistem yaitu berurutan, runtun dan tidak tumpang
tindih (Artikelsiana, 2018). Dengan menguasai keterampilan berpikir komputasi,
kemampuan seseorang dalam menganalisa sebuah masalah juga semakin
meningkat. Hal ini disebabkan pada saat menyelesaikan sebuah masalah komputasi
seseorang harus menganalisa permasalahan terlebih dahulu dan kemudian membagi
masalah tersebut kedalam subbab masalah untuk menjawab dan mendapatkan
solusi dari permasalahan tersebut.
Setelah mendapatkan solusi yang mungkin, untuk memecahkan masalah
komputasi seseorang harus mendapatkan solusi yang terbaik dari solusi yang ada.
Untuk mendapatkan solusi terbaik seseorang harus menekankan semua hubungan
berbagai elemen. Cara berpikir tersebut adalah cara berpikir secara sistematis.
Dengan demikian, melatih keterampilan berpikir komputasi kepada anak usia dini
secara tidak langsung telah mengasah kemampuan berpikir analisis dan sistematis
pada anak. Kedua kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam industri 4.0 dimana
teknologi dan informasi telah berperan dalam proses produksi, distribusi, dan
pemasaran.

14
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Keterampilan berpikir komputasi sangat diperlukan pada zaman ini hal


tersebut disebabkan oleh teknologi yang sudah menjadi bagian penting yang tak
tergantikan. Demi meningkatkan daya saing seseorang dalam persaingan global di
abad 21, keterampilan berpikir komputasi harus diberikan sejak usia dini. Usia dini
didefinisikan sebagai anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun.
Keterampilan berpikir komputasi sangat efektif untuk diajarkan pada masa ini
disebabkan pada masa ini anak masih dalam tahap perkembangan baik secara
mental, psikologi, maupun kognitif atau yang sering disebut dengan Golden Age.
Rasa ingin tahu seorang anak pada masa ini masih sangat tinggi dan karena mereka
masih dalam tahap perkembangan tentunya mereka akan lebih cepat mempelajari
keterampilan berpikir komputasi dibandingkan ketika mereka telah beranjak
dewasa.

Setiap anak memiliki keunikan sendiri dalam urusan gaya belajar mereka.
Oleh karena itu, tenaga pendidik harus memperhatikan bagaimana cara mereka
belajar demi membangun ketertarikan anak untuk mempelajari keterampilan
berpikir komputasi. Meskipun anak pada usia dini memiliki daya ingat yang luar
biasa, mereka cepat bosan terhadap sesuatu tak terkecuali pembelajaran
keterampilan berpikir komputasi. Untuk mengatasi hal tersebut, tenaga pendidik
harus berhasil menyajikan materi pembelajaran secara ringkas dan menarik agar
anak tidak cepat bosan dan dapat memahami materi dengan baik. Pada usia ini anak
juga memiliki imajinasi yang luar biasa dan setiap anak memiliki imajinasi yang
berbeda-beda. Oleh karena itu tenaga pendidik dapat memberikan gambar untuk
mengilustrasikan soal yang tersedia agar anak dapat membayangkan bagaiamana
maksud pertanyaan dari soal tersebut.

15
Saat berlatih keterampilan berpikir komputasi, tanpa disadari seseorang juga
mengasah kemampuan berpikir analitis dan sistematis yang mereka miliki. Hal
tersebut disebabkan pada saat menjawab pertanyaan tentang berpikir komputasi,
seseorang harus terlebih dahulu menganalisa soal untuk mendapatkan solusi-solusi
yang mungkin. Setelah itu barulah solusi terbaik akan dipilih untuk menjawab
permasalahan yang tersedia dengan menekankan semua hubungan berbagai elemen.
Cara berpikir tersebut adalah cara berpikir secara sistematis. Kedua cara berpikir
ini sangat dibutuhkan di abad 21 yang telah mendorong industri dunia menuju
industri 4.0 dimana teknologi telah mengambil bagian penting di dalamnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Artikelsiana. 2018. 99+ Pengertian Sistematis dan Manfaatnya Menurut Para Ahli,
(Online), (http://www.artikelsiana.com/2018/11/pengertian-
sistematis.html), diakses 28 November 2018.

Bretz, Rudy. 1983. Media for Interactive Communication. Beverly Hills: SAGE
Publication

Hebat Group. 2017. Bekali Anak dengan Keahlian Abad 21, Berpikir Komputasi.
(Online), (https://www.bernas.id/50602-bekali-anak-dengan-keahlian-abad-
21-berpikir-komputasi.html), diakses 26 November 2018.

Hutomo, Nanang. 2018. Kemampuan Berpikir Analitis, (Online),


(https://id.scribd.com/document/241554531/Kemampuan-Berpikir-
Analitis), diakses 28 November 2018.

John, Dewey. 2018. Pengertian Anak Usia Dini Menurut Beberapa Cendekiawan.
(Online), (https://www.silabus.web.id/anak-usia-dini/), diakses 25
November 2018.

Riley, David D. dan Kenny A. Hunt. 2014. Computational Thinking For The
Modern Problem Solver. La Crosse: CRC Press.

Sammir, Haddad. 2015. Berpikir Komputasi. (Online),


(https://dokumen.tips/documents/berpikir-komputasi.html), diakses 27
November 2018.

Surya, Hendra. 2013. Cara Belajar Orang Genius. Jakarta: Percetakan PT Gramedia.

Suryana, Dadan. 2014. Dasar-dasar Pendidikan TK. Banten: Universitas Terbuka.

17

Anda mungkin juga menyukai