Anda di halaman 1dari 40

STUDI LITERATUR: EFEKTIFITAS TERAPI BERMAIN MONTASE

TERHADAP PENINGKATAN PERKEMBANGAN MOTORIK


HALUS ANAK USIA PRA SEKOLAH

PROPOSAL PENELITIAN

RIRIEN AGUSTRIANI ISA


NIM. C01419211

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji dan rasa syukur terpanjat ke


hadirat Allah SWT, semata atas karunia, inayah dan nikmat dari-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian studi literature
dengan judul “efektifitas terapi bermain montase terhadap peningkatan
perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah”
Penyusunan proposal penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kendala,
namun berkat bantuan dari berbagai pihak sehingga proposal ini selesai tepat
pada waktunya. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini saya menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo Bapak………………………...
2. Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Gorontalo
………;
3. Wakil Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan Universitas
Muhammadiyah Gorontalo …………………………………….;
4. Wakil Rektor Bidang Riset Pengembangan dan Kerjasama Universitas
Muhammadiyah Gorontalo …………………………;
5. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Al-Islam Kemuhammadiyaan
Universitas Muhammadiyah Gorontalo Bapak ………………………….;
6. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo Ns.
Abdul Wahab Pakaya, M. Kep
7. Ketua Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Gorontalo Ns. Rona Febriyona, S.Kep.,M.Kes.
8. Pembimbing 1 Ns. Dewi Modjo M. Kep dan Pembimbing 2 Ns., Andi Akifa
Sudirman, M. Kep yang telah banyak membantu dan memberikan
bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.

Dalam menyelesaikan Proposal ini, penulis menyadari penyusunan


proposal penelitian ini masih banyak kekurangan akibat dari keterbatasan
pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan dalam
penulisan proposal penelitian ini. Akhir kata, semoga proposal ini bermanfaat
bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa.
Gorontalo, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman sampul ......................................................................................... i


Kata Pengantar.............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iv
Daftar Tabel .................................................................................................. v
Daftar Gambar............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1


1.2. Identifikasi Masalah.......................................................................... 4
1.3. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.5. Manfaat Penenelitian ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................. 6


2.1 Konsep Anak Usia Pra Sekolah....................................................... 6
2.2 Konsep Perkembangan Motorik Pada Anak..................................... 9
2.3 Konsep Terapi Bermain................................................................... 14
2.4 Konsep Montase..............................................................................
2.5 Penelitian Relevan........................................................................... 33
2.6 Kerangka Teori................................................................................ 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 35

3.1. Desain Penelitian............................................................................. 35


3.2. Cara Pengumpulan Data.................................................................. 35
3.3. Diagram Alir Penelitian Literature..................................................... 36
3.4. Metode Analisa................................................................................ 37

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria inklusi pada litelature........................................................... 30


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori............................................................................26


Gambar 2. Diagram Alur Konsep Yang Diteliti...............................................28
Gambar 3. Diagram Alur Proses Seleksi Literatur.........................................29
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak usia dini atau usia pra sekolah adalah sosok individu yang sedang
menjalani proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan
selanjutnya. Stimulus dan pemberian rangsangan sangat diperlukan untuk
menumbuh kembangkan segala kemampuan (potensi) yang dimiliki sang anak.
Pemberian rangsangan dan stimulus dapat diperoleh melalui sebuah pendidikan.
Pada masa ini anak mengalami masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik
dan psikis yang siap menerima stimulus atau rangsangan yang diberikan oleh
lingkungan sekitar anak. Tangan, lengan dan tubuh bersama dengan koordinasi
yang lebih baik dari mata. Perkembangan fisik atau motorik halus diartikan
sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian tubuh
yang terdiri dari tiga unsur yaitu otak, syaraf, dan otot yang dimana ketiga
unsur ini saling bekerjasama sehingga berbentuk (Mansur, 2015).
Perkembangan anak yang harus diperhatikan sejak dini adalah
perkembangan motorik halusnya. Keterampilan motorik berkaitan dengan otot
kecil seperti gerakan jari. Motorik halus adalah suatu organisasi yang
menggunakan sekelompok otot kecil seperti jari tangan dan tangan yang
seringkali membutuhkan ketelitian dan koordinasi mata dengan tangan,
keterampilan itu termasuk pemanfaatan dengan alat untuk bekerja dan benda-
benda kecil atau mesin pengendali seperti mengetik, menjahit dan lain-lain.
Kemampuan motorik halus merupakan faktor yang penting bagi pendidikan
anak usia dini. Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot
halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
untuk berlatih dan belajar, misalnya menggunting, kolase, menggambar,
montase, menulis dan sebagainya. Perkembangan motorik merupakan faktor
yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak secara
keseluruhan (Suryana, 2016).
Dampak dari perkembangan motorik halus anak yang tidak optimal adalah
anak akan mengalami kesulitan dalam beraktivitas terutama bermain atau
berinteraksi dengan lingkungan Menurut data World Health Organization
(WHO), angka kejadian anak yang mengalami gangguan motorik halus di
amerika swerikat sebesar 12-16%, Thailand 24% dan argentina 22%. Di
Indonesia sendiri data anak yang mengalami masalah keterlambatan
perkembangan motorik halus mencapai 13% (Kementrian Kesehatan Repuiblik
Indonesia, 2018).
Tujuan perkembangan motorik halus adalah melatih kemampuan
koordinasi mata dan anak. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Fungsi
perkembangan motorik halus pada anak adalah untuk mendukung
perkembangan aspek lain yaitu bahasa, kognitif dan emosional. Satu aspek
perkembangan dengan aspek perkembangan lain saling mempengaruhi
tidak dapat di pisahkan (Munandar, 2012).
Salah satu permainan yang dapat meningkatkan perkembangan motorik
halus anak pra sekolah adalah adalah dengan bermain montase. Menurut
Susanto (dalam Muharrar & Verayanti, 2013), montase merupakan sebuah
karya yang dibuat dengan cara memotong objek-objek gambar dari
berbagai sumber kemudian ditempelkan pada suatu bidang sehingga
menjadi satu karya dan tema. Kegiatan montase dirancang untuk
meningkatkan berbagai macam perkembangan motorik, kognitif, bahasa, dan
perkembangan lainnya. Montase juga memiliki manfaat dan tujuan untuk
meningkatkan kreativitas, melatih imajinasi,dan malatih koordinasi mata
dengan tangan anak, sehingga kegiatan montase merupakan salah satu
kegiatan di TK khususnya pada aspek perkembangan motorik halus.
Bermain montase sangat baik untuk perkembangan motorik halus anak
dikarenakan dalam kegiatan montase lebih ditekankan pada anak untuk
menempelkan gambar. Peran aktif anak dalam kegiatan pembelajaran akan
lebih memberikan anak pemahaman lebih terhadap pengetahuan yang
didapat, serta dapat mempertahankan lebih lama memori anak mengenai
pengetahuan tersebut (Andini, 2015).
Berdasarkan gambaran tentang Pendidikan anak usia dini dan penggunaan
bermain montase dalam meningkatkan perkembangan motorik halus anak usia
4-6 tahun maka peneliti ingin melakukan studi literatur tentang efektivitas terapi
bermain montase terhadap peningkatan perkembangan motorik halus anak usia
pra sekolah.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Data World Health Organization (WHO), angka kejadian anak yang
mengalami gangguan motorik halus di amerika serikat sebesar 12-16%,
Thailand 24% dan argentina 22%.
2. Di Indonesia sendiri data anak yang mengalami masalah keterlambatan
perkembangan motorik halus mencapai 13%.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka rumusan masalah
dalam studi literatur ini adalah apakah terapi bermain montase efektif terhadap
peningkatan perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah?.

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan efektifitas terapi bermain
montase terhadap peningkatan perkembangan motorik halus anak usia pra
sekolah.

1.5 Manfaat Penelitian


A. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang efektifitas terapi bermain montase terhadap peningkatan perkembangan
motorik halus anak usia pra sekolah.
B. Manfaat praktis
1. Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia
Pendidikan anak usia dini atau pra sekolah terutama menggunakan terapi
bermain untuk meningkatkan perkembangan motorik halus.
2. Bagi keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan
khususnya keperawatan anak dalam upaya memberikan intervensi
bermain untuk meningkatkan perkembangan motrik halus anak usia pra
sekolah.
3. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi peneliti terutama dalam
menambah khasanah pengetahuan tentang manfaat terapi bermain
montase dalam meningkatkan perkembangan motorik halus anak pra
sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Usia Pra sekolah


A. Pengertian
Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun. Pencapaian
perkembangan anak usia prasekolah yaitu biologis, psikososial, kognitif, spiritual,
dan sosial. keberhasilan pencapaiaan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
sebelumnya sangat penting bagi anak prasekolah untuk memperluas tugas-tugas
yang telah mereka kuasai selama masa toddler (Soetjiningsih, 2018).
Periode prasekolah mendekati tahun antara 3 dan 6 tahun. Anak-anak
menyempurnakan penguasaan terhadap tubuh mereka. Perkembangan fisik
pada anak usia prasekolah berlangsung menjadi lambat, dimana perkembangan
kognitif dan psikososial terjadi cepat (Suryana, 2016).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia
prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun dengan ciri
perkembangan fisik yang lambat dan perkembangan kognitif dan psikososial
yang cepat. pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah sangat ditentukan
dari keberhasilannya dalam pencapaian pertumbuhan dan perkembangan
selama masa toddler.
B. Karakteristik Perkembangan Anak Prasekolah
Perkembangan anak usia pra sekolah menurut Masganti (2015) mencakup
berbagai aspek. Secara umum perkembangan anak usia dini mencakup
perkembangan fisik, sosial, emosi, kognitif dan moral.
1. Perkembangan Fisik
Saat berusia 3-5 tahun, anak terlihat lebih tinggi dan lebih kurus. Dari usia
toddler anak cenderung bertambah tinggi bukan bertambah berat. Saat
berusia 5 tahun, ukuran otak anak prasekolah hampir menyamai ukuran
otak individu dewasa. Ekstremitas tumbuh lebih cepat daripada batang
tubuh, menyebabkan tubuh anak tampak tidak proporsional.
a. Berat badan
Anak prasekolah hanya mengalami kenaikan sebanyak 3-5 kg dari
berat badan saat mereka berusia 3 tahun, sehingga berat badan
mereka hanya mencapai kurang lebih 18-20 kg.
b. Tinggi badan
Anak prasekolah tumbuh sekitar 25 cm setiap tahunnya. Dengan
demikian, setelah usia 5 tahun, tinggi badan mereka menjadi dua kali
panjang badan lahir, yaitu sekitar 100 cm.
c. Kemampuan motorik
Anak prasekolah mampu mencuci tangan dan wajah, serta menyikat
gigi mereka. Mereka merasa malu untuk memperlihatkan tubuh
mereka. Biasanya, anak prasekolah berlari dengan keterampilan yang
meningkat setiap tahunnya. Setelah usia 5 tahun, anak berlari dengan
sangat terampil dan dapat melompat tiga langkah. Anak prasekolah
dapat berdiri seimbang di atas jari-jari kaki dan dapat mengenakan
pakaian tanpa bantuan (Soetjiningsih, 2018)
2. Perkembangan social
Perkembangan sosial merupakan perkembangan tingkah laku pada
anak dima- na anak diminta untuk menyesuaikan diri dengan aturan
yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Dengan kata lain,
perkembangan sosial merupakan proses belajar anak dalam
menyesuaikan diri dengan norma, moral dan tradisi dalam sebuah
kelompok. ada tahapan ini anak hanya mementingkan dirinya sendiri
dan belum mampu bersosialisasi secara baik dengan orang lain.
Anak belum mengerti bahwa lingkungan memiliki cara pandang yang
berbeda dengan dirinya. Anak masih melakukan segala sesuatu demi
dirinya sendiri bukan untuk orang lain.
Awal perkembangan sosial pada anak tumbuh dari hubungan anak
dengan orang tua atau pengasuh dirumah teru- tama anggota
keluarganya. Anak mulai bermain bersama orang lain yaitu keluar-
ganya. Tanpa disadari anak mulai belajar berinteraksi dengan orang
diluar dirinya sendiri yaitu dengan orang-orang diseki- tarnya.
Interaksi sosial kemudian diper- luas, tidak hanya dengan keluarga
dalam rumah namun mulai berinteraksi dengan tetangga dan tahapan
selanjutnya ke sekolah (Beaty Janice, 2013).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan
atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial atau norma dalam masyarakat. Pro- ses ini
biasanya disebut dengan sosialisasi. Tingkah laku sosialisasi adalah
sesuatu yang dipelajari, bukan sekedar hasil dari kematangan.
Perkembangan sosial anak diperoleh selain dari proses kematangan
juga melalui kesempatan belajar dari responss terhadap tingkah laku
(Suryana, 2016)..
3. Perkembangan emosi
Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan
atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang
dialami. Emosi dapat berbentuk rasa senang, takut, marah, dan
sebagainya. Karaktristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik
yang terjadi pada orang dewasa, dimana karekteristik emosi pada anak
itu antara lain; (1) Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba; (2)
Terlihat lebih hebat atau kuat; (3) Bersifat sementara atau dangkal;
(4) Lebih sering terjadi; (5) Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah
lakunya, dan (6) Reaksi mencerminkan individualitas.
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap- tahap
perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap
perilaku anak. Anak memiliki kebutuhan emosional, seperti ingin
dicintai, dihargai, rasa aman, merasa kompeten dan mengoptimalkan
kompetensinya. Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai
dan mengekspresikan emosi. Pada usia enam tahun anak-anak
memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti kecemburuan,
kebanggaan, kesedihan dan kehilangan, tetapi anak-anak masih
memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain. Pada tahapan
ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup
kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional, serta
menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang
kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional. Seluruh
kapasitas ini berkembang secara signifikan selama masa prasekolah
dan beberapa diantaranya tampak dari meningkatnya kemampuan
anak dalam mentoleransi frustasi (Nurmalitasari, 2015).
Menurut Sujiono (2014), perkembangan emosi pada masa kanak-kanak
awal ditandai dengan munculnya emosi evaluatif yang disadari rasa
bangga, malu, dan rasa bersalah, dimana kemunculan emosi ini
menunjukkan bahwa anak sudah mulai memahami dan menggunakan
peraturan dan norma sosial untuk menilai perilaku mereka. Berikut
penjelasan dari tiga emosi tersebut:
a. Rasa bangga
Perasaan ini akan muncul ketika anak merasakan kesenang
setelah sukses melakukan perilaku tertentu. Rasa bangga sering
diasosiasikan dengan pencapaian suatu tujuan tertentu.
b. Rasa malu
Perasaan ini muncul ketika anak menganggap dirinya tidak
mampu memenuhi standar atau target tertentu. Anak yang sedang
malu sering kali berharap mereka bisa bersembunyi atau menghilang
dari situasi tersebut.
c. Rasa bersalah
Rasa ini akan muncul ketika anak menilai perilakunya sebagai sebuah
kegagalan. Dan dalam mengekspresi- kan perasaan ini biasa
anak terlihat seperti melakukan gerakan-gerakan tertentu seakan
berusaha memperbaiki kegagalan mereka.
4. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif anak prasekolah merupakan fase pemikiran
intuitif. Anak masih egosentrik, tetapi egosentrisme perlahan-lahan
berkurang saat anak menjalani dunia mereka yang semakin berkembang.
Anak prasekolah belajar melalui trial and error dan hanya memikirkan 1
ide pada satu waktu. Sebagian besar anak yang berusia 5 tahun dapat
menghitung uang koin. Kemampuan membaca juga mulai berkembang
pada usia ini. Anak menyukai dongeng dan buku-buku mengenai
binatang dan lainnya.
Proses kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa
manusia. Contoh proses kognitif terjadi dalam mengenali benda-benda
pada bayi, menggabung kalimat, menguasai kata, mengingat puisi,
mengerjakan soal-soal matematika, membayangkan sesuatu yang akan
terjadi, menemukan jawaban sebab akibat, atau memahami sesuatu yang
tersirat dalam sebuah peristiwa (Masganti, 2015).
5. Perkembangan moral
Anak prasekolah mampu berperilaku prososial, yakni setiap tindakan
yang dilakukan individu agar bermanfaat bagi orang lain. Perilaku moral
biasanya dipelajari melalui upaya meniru, mula-mula orang tua dan
kemudian orang terdekat lainnya. Anak parsekolah mengontrol perilaku
mereka karena mereka menginginkan cinta dan persetujuan dari orang
tua. Biasanya mereka berperilaku baik di tatanan social.
C. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak pra sekolah
Dalam membicarakan perkembangan, para ahli psikologi selalu terlibat
dalam perdebatan menentukan faktor-faktor yang paling dominan dalam proses
perkembangan tersebut. Perdebatan yang selalu terjadi terjadi antara lain dalam
masalah bawaan (nature) dan bimbingan (nurture), kesinambungan dan
ketidaksinambungan, serta pengalaman masa dini dan masa lanjut (Masganti,
2015).
1. Masalah bawaan dan bimbingan
Manusia dilahirkan dalam keadaan baik. Sumber kebaikan dalam diri
manusia tidak diperoleh dari luar, melainkan dari dalam diri yang secara
alami telah diberikan Tuhan kepada manusia. Perbuatan bermoral
berakar pada kebebasan manusia dalam berbuat dan perbuatan itu
terjadi secara otomatis sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang rasional.
Faktor pembawaan merupakan hal penting dalam perkembangan, namun
faktor lingkungan dapat menyembunyikan faktor bawaan tersebut
sehingga tidak berkembang sebagaimana mestinya.
2. Kesinambungan dan ketidaksinambungan
Perkembangan terkadang terjadi secara berkesinambungan, tetapi juga
kadang-kadang terjadi tidak berkesinambungan. Para penganut aliran
nurture selalu memandang perkembangan sebagai proses bertahap dan
berkelanjutan. Misalnya mereka mengatakan anak-anak yang telah
mampu berjalan dan mendapat kesempatan belajar berjalan tentu akan
mampu berlari sebagai konsekuensi dari kemampuan berjalan yang telah
dimilikinya. Perkembangan terjadi secara kualitatif terus bertambah dan
berkembang. Anak-anak yang semula hanya mampu berpikir konkrit,
tetapi pada usia tertentu mampu berpikir abstrak. Perkembangan bersifat
kualitatif dan tidak selalu merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Di
dalam perkembangan mungkin saja terjadi percepatan, lompatan, atau
bahkan kemunduran.
3. Pengalaman masa dini dan lanjut
Pengalaman pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan.
Mereka yang sukses pada awal-awal kehidupan tentu akan mengalami
pengalaman yang baik pada masa selanjutnya. Pendapat ini didukung
banyak ahli di antaranya Erik Erikson yang menyatakan bahwa
pengalaman sosial emosional pada usia dini akan menentukan
perkembangan sosial emosional pada usia berikutnya
2.2 Perkembangan Motorik pada anak
A. Perkembangan Motorik Kasar
A. Pengertian
Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan kemampuan anak
dalam menggerakkan otot besar atau sebagian tubuh atau seluruh tubuh
dalam aktivitas motoriknya (Wong Donna, 2012). Sedangkan menurut Fida
(2012), perkembangan motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang
menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh
motorik kasar diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik
turun tangga dan sebagainya.
Menurut Adriana, (2017), motorik kasar adalah kemampuan yang
membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan
motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot
kaki dan seluruh tubuh anak. Aktivitas yang menggunakan otot-otot besar di
antaranya gerakan keterampilan non lokomotor, gerakan lokomotor, dan
gerakan manipulative.
B. Klasifikasikan perkembangan motorik kasar
Menurut Soetjiningsih (2018), perkembangan motorik kasar anak dinilai
dari keterampilan motorik kasar anak. Keterampilan motorik kasar usia 3-5
tahun dalam Tabel Keterampilan motorik kasar anak usia 3-5 tahun dibawah
ini:
Tabel Keterampilan motorik kasar anak usia 3-5 tahun

Anak usia 3 tahun Anak usia 4 tahun Anak usia 5 tahun


1. Berdiri pada satu kaki 1. Berdiri di atas satu 1. Berdiri di atas satu
selama 5-10 detik kaki selama 10 detik kaki selama 10 detik
2. Berjalan dengan 2. Berjalan maju dan 2. Berjalan mundur
berjinjit mundur dengan dengan tumit dan jari
3. Menaiki tangga berjinjit sejauh 6 kaki. kaki
dengan kaki 3. Menaiki tangga 3. Menaiki tangga
bergantian. dengan kaki dengan kaki
4. Berlari dengan baik bergantian tetapi bergantian tetapi
tetapi masih kesulitan tetap turun dengan tetap turun.
saat berbelok atau kaki yang sama pada 4. Dapat berlari dan
berhenti secara tiap injakan berhenti sesuai
mendadak 4. Lomba lari, bersalto keinginan.
5. Mendorong, atau berguling ke 5. Bermain skate atau
melompat dari depan. papan seluncur
langkah dasar atau 5. Melompat dan dengan
tempat pijakan meloncat dengan keseimbangan yang
satu kaki baik

C. Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar


Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar pada anak
antara lain adalah (Soetjiningsih, 2018):
a. Gizi ibu pada waktu hamil
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadi kehamilan maupun pada waktu
sedang hamil lebih sering menghasilkan bayi berat badan lahir rendah
(BBLR), disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan
perkembangan otak janin yang mempengaruhi kecerdasan dan emosi.
b. Status Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,
dimana kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa,
status gizi yang kurang akan mempengaruhi kekuaan dan kemampuan
motorik kasar anak.
c. Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar seperti
berjalan, berlari, melompat dan naik turun tangga.
d. Pengetahuan ibu
Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu dalam tumbuh kembag anaknya, dengan terbatasnya
kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan
terhambatnya perkembangan anak. Pengetahuan ibu mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan motorik kasar anak pada periode
tertentu
B. Perkembangan Motorik Halus
1. Pengertian
Motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus
atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
untuk berlatih dan belajar, misalnya menggunting, kolase, menggambar,
montase, menulis dan sebagainya. Perkembangan motorik merupakan
faktor yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak secara
keseluruhan (Soetjiningsih, 2018).
Motorik halus adalah gerakan yang melibatkan gerakan-gerakan yang
lebih halus dilakukan oleh otot-otot kecil. Gerakan halus ini memerlukan
koordinasi yang cermat. Semakin baik gerakan motorik halus sehingga
membuat anak dapat berkreasi, seperti menggunting kertas dengan hasil
guntingan yang lurus, menggambar gambar sederhana dan mewarnai,
menggunakan kilp untuk menyatukan dua lembar kertas, menjahit,
menganyam kertas serta menajamkan pensil dengan rautan pensil. Namun,
tidak semua anak memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan ini
pada tahap yang sama (Sujiono, 2014).
Menurut Beaty Janice (2013), karakteristik pengembangan motorik
halus anak lebih ditekankan pada gerakan tubuh yang lebih spesifik seperti
menulis, menggambar, menggunting dan melipat. Perkembangan motorik
halus anak perlu dilatih atau distimulasi agar dapat berkembang dengan baik.
Tindakan pemberian stimulasi dilakukan dengan prinsip bahwa stimulasi
merupakan ungkapan rasa kasih sayang, bermain dengan anak, dilakukan
secara bertahap dan berkelanjutan.
2. Tahapan Perkembangan Motorik Halus
Tahapan perkembangan motorik halus berdasarkan usia, antara lain
adalah (Reimer et al., 2015):
a. Usia 1-2
Mengambil benda kecil dengan ibu jari atau telunjuk, membuka 2-3
halaman buku secara bersamaan, menyusun menara dari balok,
memindahkan air dari gelas ke gelas lain, belajar memakai kaus kaki
sendiri, menyalakan TV dan bermain remote, belajar mengupas
pisang.
b. Usia 2-3
Mencoret-coret dengan 1 tangan, menggambar garis tak beraturan,
memegang pensil, belajar menggunting, mengancingkan baju,
memakai baju sendiri.
c. Usia 3-4
Menggambar manusia, mencuci tangan sendiri,membentuk benda
dari plastisin, membuat garis lurus dan lingkaran cukup rapi.
d. Usia 4-5
Menggunting dengan cukup baik, melipat amplop, membawa gelas
tanpa menumpahkan isinya, memasukkan benang ke lubang besar
3. Fungsi motorik halus
Menurut Muri’ah & Wardan (2020), ada beberapa alasan tentang fungsi
perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu yaitu :
a. Melalui keterampilan motorik halus, peserta didik di TK dapat
menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang.
b. Melalui keterampilan motorik halus, peserta didik di TK dapat beranjak
dari kondisi helplessness (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama
kehidupannya kekondisi yang independence (bebas dan tidak
bergantung).
c. Melalui keterampilan motorik, peserta didik di TK dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah (taman
kanak-kanak) atau usia kelas di sekolah dasar, peserta didik sudah
dapat dilatih menggambar, melukis, baris-berbaris, menggunting,
meronce, menganyam, persiapan menulis dan lain sebagainya.
Menurut Soetjiningsih (2018), fungsi pengembangan motorik di TK
adalah sebagai berikut:
a. Melatih kelenturan dan koordinasi otot jari dan tangan.
b. Melatih ketrampilan/ketangkasan gerak dan berfikir anak.
c. Membentuk, membangun, dan memperkuat tubuh anak.
d. Meningkatkan perkembangan emosi anak
4. Prinsip dalam Pengembangan Motorik Halus
Untuk mengembangkan motorik halus anak usia 4-6 tahun di Taman
Kanak-Kanak secara optimal, perlu memperhatikan prinsip- prinsip berikut
(Beaty Janice, 2013):
a. Memberikan kebebasan ekspresi pada anak
b. Melakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar
dapat merangsang anak untuk kreatif
c. Memberikan bimbingan kepada anak untuk menemukan teknik/cara
yang baik dalam melakukan kegiatan dengan berbagai media
d. Menumbuhkan keberanianan anak dan hindarkan petunjuk yang
dapat merusak keberanian dan perkembangan anak
e. Membimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf
perkembangan
f. Memberikan rasa gembira dan ciptakan suasana yang menyenangkan
pada anak
g. Melakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan
5. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Motorik Halus
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik halus
pada anak adalah (LN, 2016):
a. Stimulasi
Pemberian stimulasi pada tiga tahun pertama kehidupan anak
merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan anak karena tiga
tahun pertama otak merupakan organ yang sangat pesat pertumbuhan
dan perkembangan. Stimulasi juga dapat berfungsi sebagai penguat
yang bermanfaat bagi perkembangan anak, termasuk perhatian dan
kasih sayang dari orang tua. Peran orang tua mempengaruhi
perkembangan motorik anak. Anak diberikan stimulasi dini maka
kemampuan motorik akan berkembang dengan baik. Namun
kemampuan anak yang luar biasa ini tidak akan muncul, bila kita tidak
merangsang sel-sel saraf otaknya sejak dini secara terus menerus.
Stimulasi yang terus-menerus memungkinkan sel otak membangun
sambungan antar sinap yang berperan pada kemampuan proses
belajar dan kecerdasan anak. Semakin banyak sinap, semakin tinggi
kecerdasan intelektual anak. Semakin sering pula sinap-sinap ini
digunakan secara berulang-ulang, sambungannya akan semakin kuat.
Saat anak beranjak dewasa, sambungan yang tidak digunakan akan
hancur dengan sendirinya.
b. Nutrisi
Kecukupan zat gizi pada anak merupakan prasyarat yang sangat
penting dalam perkembangan anak termasuk di dalam perkembangan
otak. Zat gizi yang dibutuhkan untuk perkembangan otak bukan hanya
zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Anak yan mengalami kurang
nutrisi terutama selama periode kritis pertumbuhan otak akan
mempunyai nilai yang lebih rendah pada tes perbendaharaan kata,
pemahaman bacaan, aritmatika dan pengetahuan umum serta
mengalami gangguan perkembangan motorik.
Selain itu kekurangan nutrisi dapat dialami baik saat prenatal maupun
pascanatal. Nutrisi yang inadekuat pada ibu hamil dapat menyebabkan
hambatan pertumbuhan otak dalam janin serta akan lahir bayi dengan
berat lahir rendah. Cacat fisik, pengulangan kelas dan gangguan
belajar lebih sering pada anak dengan berat lahir rendah begitu juga
dengan tingkat inteligensi serta nilai matematika dan bahasa.
Menurut Soetjiningsih (2018), kekurangan gizi selama periode
pascanatal dini menghasilkan perlambatan bermakna dari laju
pertumbuhan sistem saraf pusat, dengan berat otak yanglebih rendah,
korteks serebri yang lebih tipis, jumlah neuron yang lebih sedikit,
kurangnya mielinisasi percabangan dendrit dan yang lainnya.
Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik
fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat
memperlihatkan tanda-tanda apatis, kurang menunukkan perhatian
terhadap sekitar dan lambat bereaksi terhadap satu rangsangan.
Umumnya anak yang mengalami gangguan gizi membutuhkan lebih
banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Anak ini juga
lebih mudah mendapat infeksi sekunder akut atau kronik maupun
anemia (Mansur, 2015)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus
menurut Hurlock (2012), yaitu :
a. Perkembangan sistim Saraf
b. Kemampuan fisik yang memungkinkan untuk bergerak
c. Keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak.
d. Lingkungan yang mendukung.
e. Aspek psikologis anak.
f. Umur
g. Jeniskelamin.
h. Genetik.
i. Kelainan kromosom.
2.3 Konsep Terapi Bermain
A. Pengertian
Bermain merupakan saran untuk anak belajar mengenal lingkungan
dan merupakan kebutuhan yang paling penting dan mendasar bagi anak
khususnya untuk anak usia dini, melalui bermain anak dapat memenuhi
seluruh aspek kebutuhan perkembangan kognitif,afektif,social,emosi,motorik
dan bahasa. Bermain mempunyai nilai yang penting bagi perkembangan
fisik,kognitif,bahasa dan social anak, bermain juga bermanfaat untuk
memicu kreativitas, mencerdaskan otak, menanggulangi konflik, melatih
empati,mengasah panca indra, terapi dan melakukan penemuan (Wiwik
Pratiwi, 2017).
Bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk
bersenang-senang. Bermain juga diartikan sebagai dunia anak-anak, yang
merupakan hak asasi bagi anak usia dini dan hakiki pada masa prasekolah,
berkaitan dengan hal itu Hurlock mengategorikan bermain menjadi dua, yaitu:
“Bermain aktif dan bermain pasif, bermain aktif yaitu kesenangan yang
dilakukan individu seperti berlari sedangkan bermain pasif yaitu tidak
melakukan kegiatan secara langsung seperti menonton tv (Fadlillah, 2019).
Bermain sebagai alat utama bagi anak untuk belajar dan suatu kegiatan
yang dilakukan berulang-ulang yang menimbulkan kesenangan dan
kepuasan. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial
bagi anak pra sekolah. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan
tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas,
bahasa, emosi, sosial, nilai dan sikap hidup. Sehingga penerapan metode
bermain dapat memotivasi anak dalam pembelajaran melalui metode
bermain anak akan berada dalam suasana yang menyenangkan dan
pembelajaran pun menjadi lebih menarik (Mutiah, 2015).
B. Manfaat Bermain
Susanto (2016) mengemukakan bahwa bermain dapat bermanfaat
membentuk sikap mental dan nilai-nilai kepribadian anak diantaranya :
a. Dengan bermain itu anak belajar menyadari keteraturan, peraturan
dan berlatih menjalankan komitmentyang dibangun dalam
permainan tersebut.
b. Anak belajar menyelesaikan masalah dalam kesulitan terendah
sampai yang tertinggi.
c. Anak berlatih sabar menunggu giliran setelah temannya
menyelesaikan permainnanya.
d. Anak berlatih bersaing dan membentuk motivasi dan harapan hari
esok akan ada peluang memenangkan permainan.
e. Anak-anak sejak dini belajar menghadapi resiko kekalahan yang
dihadap dari permainan
Sedangkan menurut Santrock (dalam Rohmah (2016), manfaat bermain
bagi aspek-aspek perkembangan anak usia dini, yang meliputi:
a. Bermain dan Perkembangan moral
Perkembangan moral mencakup perkembangan pikiran, perasaan,
dan perilaku menurut aturan dan kebiasaan mengenai hal-hal yang
seharusnya dilakukan seseorang ketika berinteraksi dengan orang
lain. Pada anak usia dini, moralitas bagi mereka merupakan hal
abstrak dan sulit untuk didefinisikan, sehingga perlu cara lain
untuk mengenalkan moral pada anak, salah satu cara yaitu melalui
kegiatan bermain. Menurut Fadlillah (2019), Anak usia dini yang
memiliki latar tidak bisa lepas dari kegiatan bermain, seharusnya
dijadikan celah dalam mengembangkan berbagai aspek
perkembangan. Misal dalam bermain diberikan tata cara atau
aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar. Disinilah peran
bermain dalam mengembangkan moral, ketika anak sudah mau
mengikuti aturan yang berlaku, maka tidak akan sulit
memberikan konsep-konsep yang berlaku juga dalam masyarakat,
misalnya anak kecil harus salim dan berpamitan kepada orang tua
sebelum sekolah atau bepergian.
b. Bermain dan Perkembangan kognitif
Arti dari kognitif merupakan pengetahuan, ingatan, kreativitas,
daya pikir, serta daya nalar. Anak usia dini dapat mengenal
konsep hanya dengan bermain. Dengan bermain anak akan lebih
mudah menerima konsep-konsep tersebut daripada diajarkan
seperti orang dewasa yang sedang belajar. Contoh sederhana
semisal ia sedang bermain bola, ia dapat mengenal bentuk bola
yang ia mainkan bagaimana, warna bolanya apa, lebih besar
atau lebih kecilkah dengan bola milik teman lainnya.
c. Bermain dan Perkembangan motorik
Aspek motorik sarat dengan kegiatan yang dilakukan dengan gerak,
baik gerak kasar atau halus. Pada anak usia dini, aktivitas yang
dikerjakan selalu diwarnai dengan gerak. Gerak dapat menyebabkan
anak bermain dan bermain membuat anak menggerakkan anggota
tubuhnya. Anak yang mendapatkan kesempatan untuk bermain, maka
ia akan melatih kemampuan otot-otot yang menjadikan anak kuat dan
bugar.
Anak yang sehat adalah anak yang aktif dan tidak hanya duduk
melamun, berdiam diri tanpa reaksi karena sifat dasar anak
adalah suka bergerak. Dalam mengembangkan kemampuan
motorik, kegiatan bermain dapat dilakukan dengan menggunakan
alat atau tanpa alat. Selain itu, bermain juga dapat melatih
kemampuan motorik kasar dan motorik halus (Rohmah, 2016).
d. Bermain dan perkembangan Bahasa
Sejak lama telah diketahui bahwa bahasa memegang peranan
penting dalam kehidupan. Tanpa adanya bahasa, maka tidak
akan pernah terjadi interaksi antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.
Bahasa juga menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk
ciptaan Tuhan lainnya.
C. Karakteristik bermain Anak Prasekolah
Karakteristik bermain anak usia dini dapat dilihat melalui berbagai hal
pada saat anak melakukan kegiatan bermain dan diklasifikasikan menjadi
enam, (Fadlillah, 2019) yaitu:
a. Bermain muncul dari dalam diri anak, maksudnya keinginan bermain
harus muncul dari dalam diri anak, sehingga anak dapat menikmati
dan bermain sesuai dengan caranya sendiri.
b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat dan kegiatan untuk
dinikmati, maksudnya bermain pada anak usia dini harus terbebas
dari aturan yang mengikat, karena anak usia dini memiliki cara
bermain sendiri.
c. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya, maksudnya pada
saat bermaian air, anak melakukan aktivitas dengan air dan mengenal
air dari bermainnya.
d. Bermain harus didominasi oleh pemain maksudnya, pemain adalah
anak itu sendiri tidak didominasi oleh orang dewasa.
e. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain
D. Jenis bermain
Terdapat beberap jenis permainan yang dikemukakan oleh beberapa
ahli (Mutiah, 2015) yaitu;
a. Permainan sensorimotor yaitu permainan yang dilakukan untuk
memperoleh kenikmatan untuk melatih perkembangan sensorimotor.
b. Permainan praktis yaitu melibatkan pengulangan perilaku
keterampilan-keterampilan baru yang sedang dipelajari,
c. Permainan pura-pura yaitu terjadi ketika anak mentransformasikan
lingkungan fisik ke dalam suatu simbol,
d. Permainan sosial yaitu permainan yang melibatkan interaksi sosial
dengan teman sebaya,
e. Permainan fungsional permainan yang dilakukan anak secara
berulang-ulang dengan menemukan kesenangan dalam bermain
dengan lingkungannya,
f. Permainan konstruktif yaitu ketika anak melibatkan diri dalam suatu
kreasi,
g. Game yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
kenikmatan yang melibatkan aturan.
E. Tipe permainan
Menurut Muharrar & Verayanti (2013), ada beberapa tipe permainan
yang ditinjau dari karakter social yaitu:
a. Permainan pengamat
Tipe dari permainan pengamat adalah anak memperhatikan apa yang
dilakukan oleh anak lain, tetapi tidak berusaha untuk terlibat aktivitas
dalam bermain. Anak memiliki keinginan dalam memperhatikan
interaksi antara lain, tetapi tidak bergerak untuk berpartisipasi.
b. Permainan tunggal
Tipe permainan tunggal adalah anak bermain secara mandiri dengan
mainan yang berbeda dengan mainan yang digunakan oleh anak lain
ditempat yang sama. Keinginan anak dipusatkan pada aktivitas
mereka sendiri yang mereka lakukan tanpa terkait dengan aktivitas
anak lain.
c. Tipe parallel
Tipe permainan parallel adalah anak bermain secara mandiri tetapi
diantara anak anak lain. Mereka bermain dengan mainan yang sama
seperti mainan yang digunakan oleh anak lain disekitarnya tetapi
Ketika anak tampak berinteraksi mereka tidak saling mempengaruhi
salah satu. Misalnya bermain kloze dan montase.
d. Tipe bermain asosiatif
Tipepermainan asosiatif adalah bermain Bersama dan mengerjakan
aktivitas serupa bahkan sama, tetapi tidak ada organisasi, pembagian
kerja, penetapan kepemimpinan dan tujuan Bersama.terdapat
pengaruh perilaku yang sangat besar Ketika satu anak memulai
aktivitas, seluruh kelompok mengikuti.
e. Tipe Permainan kooperatif
Tipe permainan kooperatif adalah permainan bersifat teratur dan anak
bermain kelompok dengan anak lain. Anak akan berdiskusi dan
merencanakan aktivitas untuk tujuan pencapaian akhir.
F. Tahap-tahap perkembangan bermain
Menurut Jean Piaget (dalam Mutiah, 2015)), tahapan
perkembangan bermain anak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok sebagai berikut:
a. Sensori motor (sensory motor play) Tahap ini terjadi pada anak usia
0-2 tahun. Pada tahap ini bermain anak lebih mengandalkan indra dan
gerak-gerak tubuhnya. Untuk itu, pada usia ini mainan yang tepat
untuk anak ialah yang dapat merangasang panca indranya, misalanya
mainan yang berwarna cerah, memiliki banyak bentuk dan tekstur,
serta mainan yang tidak mudah tertelan oleh anak.
b. Praoprasional (symbolic play) Tahap ini terjadi pada anak usia 2-7
tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai bisa bermain khayal dan
pura-pura, banyak bertanya, dan mulai mencoba hal-hal baru, dan
menemui simbol-simbol tertentu. Adapun alat permainan yang cocok
untuk usia ini adalah yang mampu merangsang perkembangan
imajinasi anak, seperti menggambar, balok/lego, dan puzzle. Namun
sifat permainan anak usia dini lebih sederhana dibandingkan dengan
operasional konkret.
c. Operasional konkret (social play)
Tahap ini terjadi pada anak usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak
bermain sudah menggunakan nalar dan logika yang bersifat objektif.
Adapun alat permainan yang tepat untuk usia ini ialah yang mampu
menstimulasi cara berpikir anak. Melalui alat permainan yang
dimainkan anak dapat menggunakan nalar maupun logikanya dengan
baik. Bentuk permainan yang bisa digunakan di antaranya: dakon,
puzzle, ular tangga, dam-daman, dan monopoli.
d. Formal operasional (game with rules and sport) Terjadi pada tahap
anak usia 11 tahun ke atas. Pada tahap ini anak bermain sudah
menggunakan aturan-aturan yang sangat ketat dan lebih mengarah
pada game atau pertandingan yang menuntuk adanya menang dan
kalah.
Sujiono (2014), mengemukakan bahwa ada enam tahapan
perkembangan bermain pada anak yaitu :
a. Unoccupied atau tidak menetap
Anak hanya melihat anak lain bermain tetapi tidak ikut bermain.
Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan tetapi
tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain.
b. Onlooker atau penonton/pengamat
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain tetapi anak
sudah mulai bertanya lebih mendekat pada anak yang sedang
bermaon dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk
bermain, setelah mengamati anak biasanya dapat mengubah cara
bermain.
c. Solitary independent/ bermain sendiri
Pada tahap ini anak mulai bermain akan tetapi bermain dengan
dirinya sendiri terkadang anak berbicara temanya yang sedang
bermain tetapi tidak terlibat dengan permainan anak.
d. Paralel activity atau kegiatan parallel
Anak sudah bermain denngan anak lain akan tetapi belum terjadi
interaksi dengan anak yang lain dan cenderung menggunakan alat
yang ada di dekat anak yang lain.
e. Associative play atau bermain dengan teman
Pada tahap terjadi interaksi yang lebih kompleks, dalam bermain anak
sudah saling mengingatkan satu dengan yang lain, terjadi tukar
menukar mainan atau mengikuti anak yang lain .
f. Cooperative or orgenaized supplementary play atau kerja sama dalam
bermain atau dengan aturan.
Anak bermain secara terorganisasi dan masing-masing menjalankan
peran yang saling mempengaruhi satu sama lain.
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain
Faktor-faktor yang mempengaruhi bermain anak menurut Soetjiningsih
(2018):
a. Kesehatan, semakin sehat anak maka semakin banyak energinya
untuk bermain aktif.
b. Perkembangan motorik, permainan anak melibatkan koordinasi
motorik. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat
dalam permainan aktif .
c. Inteligensi, pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif
dibandingkan dengan yang kurang pandai, dan permainan mereka
lebih menunjukkan kecerdikan.
d. Jenis kelamin, anak laki-laki kecenderungannya bermain lebih kasar
di bandingkan anak perempuan, dan lebih menyukai permainan yang
permainan yang melibatkan fisik motorik mereka.
e. Lingkungan, anak yang berasal dari lingkungan pedesaan kurang
baermain dibandingkan mereka yang berasal dari lingkungan kota.
f. Status sosial ekonomi, anak yang berasal dari kelompok sosial
ekonomi yang lebih tinggi menyukai kegitan yang mahal dan
sebalikanya mereka yang berasal dari kalangan bawah memilih
kegiatan yang tidak mahal seperti bermain bola dan berenang.
g. Jumlah waktu bebas, jumlah waktu bermain bergantung pada status
ekonomi keluarga.
h. Peralatan bermain, perlatan bermain yang dimiliki anak
mempengaruhi permainannya.

2.4 Konsep Montase


A. Pengertian
Montase adalah suatu kreasi seni aplikasi yang dibuat dari tempelan
guntingan gambar atau guntingan foto diatas bidang dasaran gambar.
Montase berasal dari bahasa inggris (montage)artinya menempel (Mutiah,
2015). Sedangkan menurut Sujiono (2014), Montase merupakan sebuah
karya yang dibuat dengan cara memotong obyek-obyek gambar dari
berbagai sumber kemudian ditempelkan pada suatu bidang sehingga menjadi
satu kesatuan karya dan tema.
B. Manfaat Bermain Montase
Bermain motase akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
motorik halus anak pra sekolah. Permainan ini juga dapat membantu anak
untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam meniru bentuk fungsi
dari permainan montase antara lain (Wiwik Pratiwi, 2017):
a. Fungsi praktis yaitu fungsi pada benda sehari hari, karya tersebut
dapat digunakan sebagai bahan dekorasi.
b. Fungsi edukasi yaitu mengembangkan daya piker dan daya serap
emosi, estetika dan kreatifitas.
c. Fungsi ekspresi yaitu menggunakan berbagai bahan dan tekstur
dapat melejitkan ekspresi.
d. Fungsi social yaitu menyediakan lapangan pekerjaan dengan
banyaknya karya yang dimiliki diharapkan dapat menciptakan
lapangan pekerjaan dengan modal kreatifitas.
e. Fungsi psikologis yaitu menuangkan ide, emosi yang menimbulkan
perasaan puas dan kesenangan sehingga dapat mengurangi beban
psikologis.
C. Ciri-Ciri Perkembangan Motorik Halus melalui Kegiatan Montase
Bermain motase sangat efektif dalam meningkatkan perkembangan
motorik halus anak. Adapun Ciri-ciri motorik halus anak yang cocok dengan
kegiatan seni motase menurut Mutiah (2015) adalah:
a. Menempel pada potongan kecil yang terdiri dari;
1) Tongkat sesuai pola yang telah ditentukan,
2) Anak mampu menggunakan dan menggerakkan jari tangan untuk
membuat bentuk gambar yang telah ditentukan pada saat
pembuatan pola montase sederhana.
b. Menjelajahi
1) Anak mampu memilih potongan sesuai dengan ukuran gambar,
2) Menggunakan tahapan montase sesuai tingkat usia mereka,
c. Mengekspresikan diri melalui gerakan kolase secara detail yang terdiri
dari;
1) Anak mampu menempel tanpa penutup,
2) Mengkoordinasikan mata dan tangan untuk membuat gerakan
yang rumit,
3) Menyelesaikan kolase secara tertib dan rapi.
D. Langkah-langkah Membuat Motase
Dalam membuat montase kita membutuhkan gambar-gambar unik,
yang bisa berasal dari koran bekas, majalah bekas dan gambar-gambar
lainnya yang memiliki keunikan (Mutiah, 2015). Alat dan bahan yang
digunakan dalam pembuatan montase ini adalah:
a. Koran atau majalah,
b. Gunting,
c. Lem
d. Buku gambar A4.
Adapun langkah-langkah dalam membuat montase adalah sebagai
berikut:
a. Sediakan buku gambar A4
b. Guntinglah gambar yang kita inginkan,
c. Tempelkan gambar yang telah digunting berdasarkan kreasi
masingmasing pada buku gambar A4.
Susunan gambar tadi bisa kita ubah misalnya dengan mengganti
bagian tubuh dengan bagian tubuh binatang. Sehingga susunan gambar-
gambar akan berbentuk lucu dan baru.
2.5 Penelitian Relevan
Desain
Peneliti/ tahun Judul penelitian Hasil penelitian
penelitian
Rahayu & Penerapan classroom action terjadi
Mas’udah, 2017 Kegiatan research. Sampel peningkatan
Montase Untuk anak usia 4-5 kemampuan
Meningkatkan tahun yang motorik halus
Kemampuan berjumlah 16 melalui kegiatan
Motorik Halus anak yang terdiri montase pada
Pada Anak dari 10 anak laki- kelompok A Di
Kelompok A di laki dan 6 anak TK Al Wardah
TK Al Wardah perempuan. Peterongan
Peterongan Teknik Jombang.
Jombang pengumpulan
data yang
digunakan dalam
penelitian ini
yaitu observasi
(pengamatan)
dan dokumentasi.
Naibaho & Pengaruh Quasi Ada perbedaan
Indarto, 2018 kegiatan montase ekspreimen. kemampuan
terhadap Sampel yang Motorik halus
kemampuan digunakan dalam anak didik yang
motorik halus penelitian ini 23 signifikan
anak usia 5-6 Orang anak sesudah
tahun di TK didik. Adapun kegiatan
Tunas Melati teknik montasedalam
Kandis, pengumpulan pembelajaran.
Kabupaten Siak. data yang
digunakan yaitu
observasi dan
dokumentasi.
Teknik analisis
data
menggunakan uji
t-test
Andini, 2015 pengaruh Quasi ada pengaruh
kegiatan montase ekspreimen. kegiatan
terhadap Sampel dalam montase
kemampuan penelitian ini terhadap
motorik halus adalah semua kemampuan
pada anak anak kelompok motorik halus
kelompok A di A dengan pada anak
TK Aisyiyah jumlah sebanyak kelompokm A di
Bustanul Athfal 21 anak, yang TK Aisyiyah
3 Surabaya. terdiri dari 10 Bustanul Athfal 3
anak laki-laki dan Surabaya
11 anak
perempuan.
Selain itu, pada
teknik
pengumpulan
data
menggunakan
teknik observasi
dan tes serta
alat penilaian
berupa lembar
observasi.

2.6 Kerangka teori

Terapi Bermain
montase

Perkembangan
motorik kasar
1. Perkembangan - Gerakan lokomotor
moral - Gerakan non lokomotor
2. Perkembangan - Gerakan manipulatif
kognitif
3. Perkembangan Perkembangan
motorik motorik halus
4. Perkembangan - Menggunting kertas
bahasa - Menggambar
- Mewarnai
- Melipat kertas
Bermain montase

1. Mampu menempel pada


Manfaat montase potongan kecil
- Fungsi praktis 2. Anak mampu memilih
- Fungsi edukasi potongan sesuai dengan
- Fungsi ekspresi ukuran gambar
- Fungsi social 3. Anak mampu
- Fungsi psikologis Mengekspresikan diri
melalui montase

Gambar 1. Kerangka Teori


Sumber; (Hurlock, 2012), (Fadlillah, 2019),
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi
kepustakaan atau literatur review. Literature riview merupakan pengumpulan
data dan informasi dengan cara menggali pengetahuan atau ilmu dari sumber -
sumber seperti buku, karya tulis, dilihat catatan kuliah, serta beberapa sumber
lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Telaah literatur
bertujuan untuk membuat kesimpulan dan evaluasi pada suatu topik tertentu.
Untuk menjelaskan fenomena (Rusmawan, 2019). Adapun studi kepustakaan
yang akan digunakan dalam literature review ini adalah semua penelitian yang
terkait dengan bermain montase dan perkembangan motorik halus.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari sumber
pustaka atau dokumen. Pada riset pustaka (library research), penelusuran
pustaka tidak hanya untuk langkah awal menyiapkan kerangka penelitian
(research design) akan tetapi sekaligus memanfaatkan sumber-sumber
perpustakaan untuk memperoleh data penelitian (Zed, 2014).
3.2 Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil penelitian
yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online nasional dan
internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan pencarian jurnal
penelitian yang dipublikasikan di internet melalui database yaitu GARUDA dan
Google Schoolar. Peneliti menggunakan kata kunci dalam Bahasa Indonesia:
bermain montase dan perkembangan motorik halus. sedangkan kata kunci dalam
bahasa inggris adalah play montage or fine motorik development. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan berdasarkan criteria yang
ditentukan oleh penulis dari setiap jurnal yang di ambil. Melakukan penelitian
terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan tujuan penelitian dan
melakukan skrining terhadap jurnal sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Adapun Kriteria jurnal yang dipilih adalah sebagai berikut :
1. Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2015 sampai dengan 2020,
kesesuaian keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan pembahasan.
2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan
menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi yaitu GARUDA dan
Google Schoolar.
3. Cara penulisan yang efektif untuk setting jurnal dengan memasukkan kata
kunci sesuai judul penulisan dan melakukan penelusuran berdasarkan
advance search.
4. Jurnal yang dipilih full text dan dapat diakses tidak berbayar.

3.3 Diagram Alir Penelitian Literature


Secara sistematis, langkah dalam penulisan studi literatur dapat
digambarkan sebagai berikut:

Studi Literature

Pengumpulan data

Konsep yang diteliti

Konseptualitas

Analisa

Kesimpulan dan saran

Gambar 2. Diagram Alir Konsep Yang Diteliti

Alur seleksi literatur berdasarkan jurnal dapat digambarkan sebagai berikut:


Literatur di Identifikasi
Identifikasi melalui
1. GARUDA
2. google Scoolar

Literatur di Identifikasi Literatur


dikeluarkan
1. Judul
2. Hanya abstrak
Literatur di skrining (tidak full text)
Screening melalui akses full text 5 3. Google akses
tahun terakhir (tidak bisa
didownload/berba
yar)
4. Memerlukan user
ID

Kelayakan Literatur kelayakan Literatur dikeluarkan


dikaji 1. Literatur
merupakan
ulasan, opini
2. Literature review
Inklusi Memenuhi Inklusi

Gambar 3. Diagram Alur Proses Seleksi Literatur


Secara sistematis langkah-langkah dalam penulisan literatur review
yaitu literature review dimulai dengan materi hasil penulisan yang secara
sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan.
Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu untuk memberikan
penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak
dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin penting dan relevansinya
dengan permasalahan penelitian. Untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur
plagiat, penulis hendaknya juga mencatat sumber informasi dan
mencantumkan daftar pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau
hasil penulisan orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang
disusun secara sistematis sehingga penulisan dengan mudah dapat mencari
kembali jika sewaktu-waktu diperlukan.
Selanjutnya jurnal diidentifikasi dan dilakukan skrining berdasarkan kriteria
inklusi yaitu:
Tabel 1 Kriteria inklusi pada litelature
Kriteria Inklusi
Jangka waktu tanggal publikasi 5 tahun terakhir
mulai dari tahun 2015-2020
Bahasa Inggris dan Indonesia
Subyek Anak usia pra sekolah
Jenis artikel Original bentuk full teks, dapat diakses
dan jurnal terpublikasi
Tema isi artikel Bermain motase dan perkembangan
motorik halus

3.4 Metode Analisa


Pada penelitian ini menggunakan analisis literature / analisis isi / content
analisa. Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam
media (Bungin, 2011). Setelah dianalisis, isi / content dari literatur penelitian dan
text book kemudian dinarasikan.
Studi literatur disintesis menggunakan metode naratif dengan
mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil
yang diukur untuk menjawab tujuan. Literatur penelitian yang sesuai dengan
criteria inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan literatur meliputi
nama peneliti, tahun terbit literatur, tempat penelitian, judul penelitian, metode
dan ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan literature penelitian tersebut
dimasukan ke dalam tabel sesuai dengan format tersebut di atas. Untuk lebih
memperjelas analisis abstrak dan full text literatur dibaca dan dicermati.
Ringkasan literature tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap isi yang
terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil / temuan penelitian. Untuk lebih
memperjelas analisis abstrak dan full text literatur dibaca dan dicermati.
Ringkasan literatur tersebut kemudian dilakukan analisis terhadap isi yang
terdapat dalam tujuan penelitian dan hasil/temuan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2017). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada Anak (Edisi 2).
Jakarta: Salemba Medika.

Andini. (2015). Pengaruh Kegiatan Montase Terhadap Kemampuan Motorik


Halus pada Anak kelompok A di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 3 Surabaya.
3(2), 54–67.

Beaty Janice, J. (2013). Observasi Perkembangan Anak Usia Dini Edisi Ketuju.
Surabaya: Cropp Media.

Fadlillah, M. (2019). Buku ajar bermain & permainan anak usia dini. Prenada
Media.

Fida, M. (2012). Pola pertumbuhan dan perkembangan. Pengantar Ilmu


Kesehatan Anak. Yogyakarta: Dmedika.

Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan Jilid 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Kementrian Kesehatan Repuiblik Indonesia. (2018).


Laporan_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf. In Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (p. 198).
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Lap
oran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

LN, H. S. Y. (2016). Psikologi perkembangan anak & remaja. Remaja


Rosdakarya.

Mansur, M. A. (2015). Pendidikan anak usia dini dalam Islam. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Masganti. (2015). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini.

Muharrar, S., & Verayanti, S. (2013). Kreasi Kolase, Montase, Mozaik


Sederhana. Jakarta: Erlangga.

Munandar, U. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Muri’ah, D. R. H. S., & Wardan, K. (2020). Psikologi Perkembangan Anak dan


Remaja. Literasi Nusantara.

Mutiah, D. (2015). Psikologi bermain anak usia dini. Kencana.

Naibaho, S., & Indarto, W. (2018). the Influence of Montage Activity To Fine
Motoric Ability of Children Age 5-6 Years in Tk Tunas Melati Kandis ,
Kabupaten Siak Pengaruh Kegiatan Montase Terhadap Kemampuan
Motorik Halus Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Tunas Melati Kandis , Kabupaten
Siak. Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 1–13.

Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia


Prasekolah. Buletin Psikologi, 23(2), 103.
https://doi.org/10.22146/bpsi.10567

Rahayu, S., & Mas’udah. (2017). PENERAPAN KEGIATAN MONTASE UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA ANAK
KELOMPOK A DI TK AL WARDAH PETERONGAN JOMBANG Sri. Jurnal
Paud Teratai, 6(3), 1–7.

Reimer, A. M., Cox, R. F. A., Boonstra, F. N., & Nijhuis-van der Sanden, M. W. G.
(2015). Measurement of Fine-Motor Skills in Young Children with Visual
Impairment. Journal of Developmental and Physical Disabilities, 27(5), 569–
590. https://doi.org/10.1007/s10882-015-9433-5

Rohmah, N. (2016). Bermain Dan Pemanfaatannya Dalam Perkembangan Anak


Usia Dini. Jurnal Tarbawi, 13(2), 27–35.

Rusmawan, U. (2019). Teknik Penulisan Tugas Akhir dan Skripsi Pemrograman.


Elex media komputindo.

Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak


Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir. Kencana.

Sujiono, Y. N. (2014). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT.
Indeks.

Suryana, D. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi & Aspek


Perkembangan Anak. Prenada Media.

Susanto, A. (2016). Perkembangan anak usia dini.

Wiwik Pratiwi. (2017). Konsep Bermain Pada Anak Usia Dini. Manajemen
Pendidikan Islam , 5, 106–117.

Wong Donna, L. (2012). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:


EGC.

Zed, M. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan (3rd Editio). Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai