Anda di halaman 1dari 49

Laporan Kasus

Autisme

Oleh:

Fidella Ayu Aldora, S.Ked 04084821820022


Jennifer Finnalia Husin, S.Ked 04084821820023

Pembimbing:
dr. Yenny Fitrizar

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Autisme

Oleh:

0408482182002
Fidella Ayu Aldora, S.Ked 2
Jennifer Finnalia Husin, 0408482182002
S.Ked 3

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 30 April-15 Mei 2018

Palembang, Mei 2018

dr. Yenny Fitrizar


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin
meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua.
Hingga saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini,
sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan dan penanganan yang
tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh
faktor psikologis yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak hangat secara
emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang
membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak
(Yeni, Murni, & Oktora, 2009).
Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di
desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan
budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di
berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi was-
was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang normal
selalu dikaitkan dengan gangguan autisme. Di California pada tahun 2002
disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan
autisme terjadi pada 15.000-60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia yang
berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya
jumlah penderita, namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai
150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 :
1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih
berat (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).
Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui
pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa ini
terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak (autisme
infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter lainnya.
Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan
bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau cemas apakah anaknya tuli (Yeni,
Murni, & Oktora, 2009).
Terapi anak autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang
intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan
peran serta orang tua sehingga melibatkan banyak bidang, baik bidang
kedokteran, pendidikan, psikologi maupun bidang sosial. Dalam bidang
kedokteran, untuk menangani masalah autisme dengan pengobatan khususnya
medika mentosa, di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan
latihan pada orang tua penderita. Terapi perkembangan perilaku dapat dilakukan
dalam bidang psikologi, sedangkan mendirikan yayasan autisme sebagai lembaga
yang mampu secara profesional menangani masalah autisme adalah salah satu
contoh yang dilakukan dalam bidang sosial (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).
Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan
autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan
komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada
otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku
dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi. Sejauh ini masih belum
terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor risikonya sehingga
strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Saat ini tujuan
pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi
tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autisme (Yeni, Murni, &
Oktora, 2009).
BAB II
LAPORAN KASUS

Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276


ANAMNESI
S
Nama : ARKAN Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C
Alamat : Jalan Radial Blok 45 Lt 3 Agama :
Islam
Pekerjaan : Belum Bekerja Status perkawinan :
Belum Kawin
Tanggal pemeriksaan : 08-05-2018 Dokter muda :
Jennifer dan Fidella
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
PEMERIKSAAN
FISIK Nama : ARKAN PUTERA. C Umur / Jenis : 3
TAHUN/ L
1. RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA
- Riwayat penyakit sama : tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang
sama

5. RIWAYAT PEKERJAAN
-

6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Sosial ekonomi orang tua pasien menengah ke atas

Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276


PEMERIKSAAN
FISIK
Nama : ARKAN PUTERA. C Umur / Jenis : 3 TAHUN/
L
II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : E4V5M6 (GCS 15)
Tinggi Badan/ Berat Badan :
Cara berjalan/Gait
- Antalgik gait : tidak ada

- Hemiparesegait : tidak ada

- Steppage gait : tidak ada

- Parkinson gait : tidak ada

- Tredelenburg gait : tidak ada

- Waddle gait : tidak ada

- Lain-lain : tidak ada

Bahasa/ bicara
Komunikasi verbal : buruk
Komunikasi non verbal : buruk

Tanda vital
Tekanan Darah : 90/60 mm/Hg
Nadi : 100x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 36,5oC

Kulit : normal
Status Psikis
Sikap : tidak kooperatif Orientasi : normal
Ekspresi wajah : baik Perhatian : buruk
B. Saraf - saraf otak

Nervus Kanan Kiri


I. N. Olfaktorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan

II. N. Opticus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

III. N. Occulomotorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. N. Trochlearis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. N. Trigeminus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. N. Abducens Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VII. N. Fasialis Ruang : POLIKLINIK


Tidak dilakukan No.Rek.Med : 1045276
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK
VIII. N. Vestibulocochlearis Nama : ARKAN PUTERA. Umur
Tidak dilakukan / Jenis
Tidak : 3 TAHUN/
dilakukan
C L

IX. N. Glossopharyngeus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

X. N. Vagus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

XI. N. Accesorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan

XII. N. Hypoglossus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normo cephali
Posisi
- Mata : normal

- Hidung : normal, simetris

- Telinga : normal, simetris

- Mulut : simetris

- Wajah : simetris gerakan abnormal : tidak ada


D. Leher
Inspeksi : statis, simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-),
tumor (-), JVP 5-2cmH2O
Luas Gerak Sendi
Ante /retrofleksi(n 65/50) :65/50
Laterofleksi (D/S)(n 40/40) :40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45
Tes Provokasi
Lhermitte test/ Spurling : tidak dilakukan Test Valsava: tidak dilakukan
Distraksi test : tidak dilakukan Test Nafziger: tidak dilakukan
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
PEMERIKSAAN FISIK
E. Thorax Nama : ARKAN Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C
Bentuk : simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Eks. & Ins. Maksimum (tidak dilakukan)
Paru-paru
- Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung normal
- Auskultasi : BJ I & II (+) normal, HR 84x/menit, reguler, murmur (-),
gallop (-)
F. Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
G. Trunkus
Inspeksi
- Simetris : simetris
- Deformitas : tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Gibbus : tidak ada
- Hairy spot : tidak ada
- Pelvic tilt : tidak ada
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
Palpasi
PEMERIKSAAN FISIK
Namatidak
- Spasme otot-otot para vertebrae: : ARKAN
ada Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C
- Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada
Luas gerak sendi lumbosakral
- Ante/retro fleksi (95/35) : 95/35
- Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40/40
- Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35
H. Test provokasi :
- Valsava test : tidak dilakukan
- Tes Laseque : tidak dilakukan
- Baragard dan Sicard : tidak dilakukan
- Niffziger test : tidak dilakukan
- Test SLR : tidak dilakukan
- Test: O’Connell : tidak dilakukan
- FNST : tidak dilakukan
- Test Patrick : tidak dilakukan
- Test Kontra Patrick : -/-
- Tes gaernslen : tidak dilakukan
- Test Thomas : tidak dilakukan
- Test Ober’s : tidak dilakukan
- Nachalasknee flexion test : tidak dilakukan
- Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan
- Mc.Bride sitting test : tidak dilakukan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan
- Test schober : tidak dilakukan

I. Anggota Gerak Atas


Inspeksi kanan kiri
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada
- Tremor : tidak ada tidak ada
- Nodus herbenden : tidak ada tidak ada
Palpasi :-
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
PEMERIKSAAN FISIK /
NEUROLOGI
Nama : ARKAN PUTERA. Umur / Jenis : 3 TAHUN/
C L
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Abduksi lengan 55
Fleksi siku 55
Ekstensi siku 55
Ekstensi wrist 55
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 55
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
PEMERIKSAAN FISIK / Proprioseptik Normal
LGS
TidakPUTERA.
Vegetatif Nama : ARKAN ada kelainan
Umur / Jenis : 3
C TAHUN/ L

Penilaian fungsi tangan Kanan Kiri


- Anatomical normal normal
- Grips normal normal
- Spread normal normal
- Palmar abduct normal normal
- Pinch normal normal
Luas Gerak Sendi Aktif
Dextra Aktif
Sinistra Pasif
Dextra Pasif
Sinistra
Abduksi Bahu 0-180 0-180 0-180 0-180

Adduksi Bahu 180-0 180-0 180-0 180-0

Fleksi bahu 0-180 0-180 0-180 0-180

Extensi bahu 0-60 0-60 0-60 0-60


Endorotasi bahu (f0) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f0) 0-90 0-90 0-90 0-90
Endorotasi bahu (f90) 90-0 90-0 90-0 90-0
Eksorotasi bahu (f90) 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150

Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0

Ekstensi pergelangan tangan 0-70 0-70 0-70 0-70


Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
Pronasi
PEMERIKSAAN FISIK 0-90 0-90 0-90 0-90

Fleksi jari-jariNama
tangan: ARKAN
0-90 0-90 Umur 0-90
0-90 / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C

Test Provokasi kanan kiri


- Yergason test : tidak dilakukan tidak dilakukan

- Apley scratch test : tidak dilakukan tidak dilakukan

- Moseley test : tidak dilakukan tidak dilakukan

- Adson maneuver : tidak dilakukan tidak dilakukan


I. Anggota Gerak Bawah
Inspeksi kanan kiri
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada
- Tremor : tidak ada tidak ada
Palpasi
- Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada tidak ada
- Diskrepansi : tidak ada tidak ada
Neurologi
Motorik Kanan Kiri
Gerakan luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 55

Ekstensi paha 55

Ekstensi lutut 55

Fleksi lutut 55

Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5


Motorik Kanan Kiri
Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276
PEMERIKSAAN FISIK Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Nama
Plantar fleksi:pergelangan
ARKAN kaki 5 Umur 5/ Jenis : L
PUTERA. C
Tonus Eutoni Eutoni

Tropi Eutropi Eutropi


Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi


Luas Gerak Sendi Aktif
Dextra Aktif
Sinistra Pasif
Dextra Pasif
Sinistra
Fleksi paha 0- 30 0-45 0-45 0-45
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi paha 0-35 0-35 0-35 0-35
Adduksi paha 0-15 0-15 0-15 0-15
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-110 0-110 0-110 0-110
Ekstensi lutut 0-100 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi pergelangan kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Plantar fleksi pergelangan
Ruangkaki 0-50 0-50
0-50
: POLIKLINIK 0-50 : 1045276
No.Rek.Med
PEMERIKSAANInversi
FISIKkaki 0-35 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki Nama0-20
: ARKAN
0-20 0-20Umur / Jenis : 3 TAHUN/
0-20
PUTERA. C L

Tes Provokasi Sendi Lutut kanan kiri


Stes test tidak dilakukan tidak dilakukan
Drawer’s test tidak dilakukan tidak dilakukan
Test tunel pada sendi lutut tidak dilakukan tidak dilakukan
Test homan tidak dilakukan tidak dilakukan
Test lain-lain tidak dilakukan tidak dilakukan
III. Pemeriksaan Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan refleks –
refleks primitive pada anak –anak dengan gangguan SSP

Righting reaction : tidak dilakukan


Reaksi keseimbangan : tidak dilakukan
Pemeriksaan lainnya : tidak dilakukan

Bowel test / Bladder test


- Sensorik peri anal : tidak dilakukan
- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan
- BCR ( Bulbocavernosis Refleks : tidak dilakukan
Fungsi luhur
- Afasia : tidak ada
- Apraksia : tidak ada
- Agrafia : belum dapat dinilai
- Alexia : belum dapat dinilai

IV. Pemeriksaan Penunjang


A. Radiologis Ruang : POLIKLINIK
: tidak dilakukan No.Rek.Med : 1045276
RESUME
B. Laboratorium Nama: tidak
: ARKAN
dilakukan Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C

C. Lain-lain CT-Scan/ MRI : tidak dilakukan


V. RESUME

Pasien dibawa ke poli Rehabilitasi Medik RSMH dengan keluhan anak belum dapat berbicara
dengan jelas pada saat usia saat ini. Hal ini dirasakan oleh ibu sejak kurang lebih 3 bulan yang
lalu. Ibu menyadari jika anaknya tidak sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Ibu
pasien mengatakan kalau anaknya belum bisa berbicara, hanya bicara (mengoceh) tanpa arti. Ibu
pasien juga mengatakan, anaknya belum bisa mengucapkan “papa-mama” secara spesifik, bahasa
yang diucapkan tidak bisa dimengerti, dipanggil tidak menoleh, diberi perintah tidak dilakukan,
serta bila menginginkan sesuatu tidak meminta dengan mengucapkan namun dengan menarik
tangan ibunya. Ibu pasien juga mengaku anaknya sangat senang berlari dan melompat, cenderung
suka main sendiri dan sangat aktif serta tidak dapat fokus pada satu hal dan cenderung asik
dengan dunianya sendiri. Saat ini anak baru bisa mengoceh tanpa arti dan belum bisa membentuk
kalimat. Pasien sulit untuk tidur malam, tidur malam selalu diatas jam 22.00. Pasien juga sulit
untuk tidur siang, sangat jarang sekali tidur siang. Hal ini semakin lama semakin sulit bagi anak
untuk dapat diam ketika anak mulai dapat aktif bermain sendiri dan bertambah parah pada satu
tahun ini. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka berlari tanpa tujuan dan
melompat kesana sini, serta susah bila diajak bermain dengan orang lain. Anak sering mengoceh
sendiri, dengan kata kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa
sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah patah kata, tidak pernah
bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah jelas dari orang
lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain, Nafsu makan pasien berubah-ubah seringkali
Ruangmau
baik, namun kadang buruk dan hanya : POLIKLINIK No.Rek.Med
minum susu melalui dot saja.: Tidak
1045276
ada keluhan lain
EVALUASI / DIAGNOSIS
yang diderita anak, tidak ada muntah,
Nama : ARKAN Umur / Jenis : 3 TAHUN/
PUTERA. C L dan tanda-tanda vital dalam batas
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis
normal. Pasien tidak kooperatif dan perhatiannya buruk.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis autisme
VI. EVALUASI

DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis:
Autisme

Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276


PROGRAM
REHABILITASI
Nama : ARKAN Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C
VII. PROGRAM REHABILITASI MEDIK
Fisioterapi
Terapi Panas : tidak dilakukan
Terapi Dingin : tidak dilakukan
Stimulasi Listrik : tidak dilakukan
Terapi Latihan : Tidak dilakukan
Okupasi Terapi
ROM Exercise : Tidak ada
ADL Exercise : Dilakukan
Ortotik Prostetik
Ortotic : Tidak ada
Prostetik : Tidak Ada
Alat bantu ambulansi : Tidak ada
Terapi Wicara
Afasia : Dilakukan
Disartria : Tidak Dilakukan
Disfagia : Tidak Dilakukan
Social Medik : Memberikan support mental dan memberikan terapi
kepada pasien

Edukasi :
❖ Konsul ke dokter spesialis kejiwaan, untuk pertimbangan penggunaan terapi medikamentosa
❖ Konsul ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi wicara dan okupasi

TERAPI Ruang : POLIKLINIK No.Rek.Med : 1045276


PROGNOSA / FOLLOW
UP Nama : ARKAN Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PUTERA. C
VIII. TERAPI MEDIKAMENTOSA
- Risperidon 0,1 mg + Vitamin B kompleks tablet dalam sediaan pulveres. Diminum 2x1 hari.

IX . PROGNOSA
- Medik : Bonam
- Fungsional : Dubia ad bonam

X . FOLLOW UP

Tanggal : 8 Mei 2018

Keluhan : Anak belum dapat berbicara dengan jelas pada usia saat ini (3 tahun)

Pemeriksaan Umum : Tekanan Darah : 90/60 mm/Hg


Nadi : 100x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 36,5oC
VAS Score :1

Keadaan khusus : tidak dilakukan

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Autisme
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang
mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autism
berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata
lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada
melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.
Autisme merupakan salah satu kelompok gangguan pada anak yang
ditandai dengan munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya
(Sadock, 2007).

B. Epidemiologi
Penyandang autisme pada anak (autisme infantile) dalam kurun waktu
10 sampai 20 tahun terakhir semakin meningkat di dunia. Prevalensi anak
autis di dunia pada tahun 1987 diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran.
Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1
berbanding 500 kelahiran. Sedangkan, pada tahun 2000 prevalensi anak
autisme meningkat menjadi 1 banding 150 kelahiran dan tahun 2001
perbandingannya berubah menjadi 1:100 kelahiran. Secara global
prevalensinya berkisar 4 per 10.000 penduduk, dan pengidap autisme laki-
laki lebih banyak dibandingkan wanita (lebih kurang 4 kalinya). Sedangkan
penyandang autis di Indonesia diperkirakan lebih dari 400.000 anak (Lubis,
2009). Penelitian yang dilakukan di Brick Township, New Jersey (Bertrand,
2001) melaporkan angka prevalensi autis yaitu 40 per 10.000 untuk anak
3-10 tahun dengan autisme dan 67 per 10.000 untuk seluruh spektrum
autisme pada anak-anak. Penelitian terbaru di Canada menyatakan bahwa
prevalensi autisme mencapai 0,6 sampai 0,7% atau satu berbanding 150
kelahiran (Fombonne, 2009).
C. Etiologi
Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang
menjelaskan tentang aurisme infantil yaitu:
1. Teori psikoanalitik
Teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967) menyatakan
bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua terhadap anaknya.
Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan persaan negatif
mereka. Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak
apapun pada dunia sehingga menciptakan “benteng kekosongan” untuk
melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Lubis, 2009).
2. Genetik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko
lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara
kandung yang juga autis sekitar 3% (Kasran, 2003). Kelainan dari gen
pembentuk metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis.
Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme
kontrol tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu
perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran
cerna, dan penguat sistem imun. Disfungsi metalotianin akan
menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan
tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sisten imun yang sering
ditemukan pada orang autis. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab
lebih berisikonya laki-laki dibanding perempuan. Hal ini disebabkan
karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen dan progesteron
(Kasran, 2003).
3. Studi biokimia dan riset neurologis
Pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik
menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang
berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini
bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar.
Penelitian ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di
serebelum. Dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI),
telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada
individu autistik secara nyata lebih kecil dari pada orang normal. Satu
dari kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab
atas perhatian. Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-
penderita autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan
cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal (Kasran,2003).

D. Patogenesis Autisme
Penyebab terjadinya autisme sangat beraneka ragam dan tidak ada
satupun yang spesifik sebagai penyebab utama dari autisme. Ada indikasi
bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi
yang melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozygot
(kembar identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme;
kemungkinan pada dua kembar dizygot (kembar fraternal) hanya sekitar
5-10% saja (Kasran, 2003).
Sampai sejauh ini tidak adagen spesifik autisme yang teridentifikasi
meskipun baru-baru ini telah dikemukakan terdapat keterkaitan antaragen
serotonin-transporter. Selain itu adanya teori opioid yang mengemukakan
bahwa autisme timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat
oleh opioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen
dan opioid merupakan perombakan yang tidak lengkap dari gluten dan casein
makanan. Meskipun kebenarannya diragukan, teori ini menarik banyak
perhatian. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan adanya barrier yang
defisien di dalam mukosa usus, di darah-otak(blood-brain) atau oleh karena
adanya kegagalan peptida usus dan peptida yang beredar dalam darah untuk
mengubah opioid menjadi metabolit yang tidak bersifat racun dan
menimbulkan penyakit (Kasran, 2003). Barrier yang defektif ini mungkin
diwarisi(inherited) atau sekunder karena suatu kelainan. Berbagai uraian
tentang abnormalitas neural pada autisme telah menimbulkan banyak
spekulasi mengenai penyakit ini. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun,
baik teori anatomis yang sesuai maupun teori patofisiologi autisme atau tes
diagnostik biologik yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang sebab
utama autisme. Beberapa peneliti telah mengamati beberapa abnormalitas
jaringan otak pada individu yang mengalami autisme, tetapi sebab dari
abnormalitas ini belum diketahui, demikian juga pengaruhnya terhadap
perilaku (Kasran, 2003).
Kelainan yang dapat dilihat terbagi menjadi dua tipe, disfungsi dalam
stuktur neural dari jaringan otak dan abnormalitas biokimia jaringan otak.
Dalam kaitannya dengan struktur otak, pemeriksaan post-mortem otak dari
beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem
limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua
daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar.
Peneliti ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di serebelum.
Dengan menggunakan magnetic resonance imaging, telah ditemukan dua
daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu autistik secara
nyata lebih kecil daripada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami
sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Didukung oleh studi
empiris neurofarmakologis dan neurokimia pada autisme, perhatian banyak
dipusatkan pada neurotransmitter dan neuromodulator, pertama sistem
dopamine mesolimbik, kemudian sistem opioid endogen danoksitosin,
selanjutnya pada serotonin, dan ditemukan adanya hubungan antara autisme
dengan kelainan-kelainan pada sistem tersebut (Kasran, 2003).
Sedangkan dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita
autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan
serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Perlu disinggung bahwa
abnormalitas serotonin ini juga tampak pada penderita down syndrome,
kelainan hiperaktivirtas, dan depresi unipoler. Juga terbukti bahwa pada
individu autistik terdapat kenaikan dari beta-endorphins, suatu substansi di
dalam badan yang mirip opiat. Diperkirakan adanya ketidakpekaan individu
autistik terhadap rasa sakit disebabkan oleh karena peningkatan kadar
betaendorphins ini (Kasran, 2003).

E. Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis


Banding Autisme Infantil
1. Karakteristik
a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang
menjauhi pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari
kontak fisik. Mereka umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang
pasif atau kelewat gaduh (overlay agitated). Bayi yang pasif adalah
mereka yang kebanyakan diam sepanjang waktu dan tidak banyak
tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi yang gaduh adalah yang
hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu terjaga (Rapin,
1997).
Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan
perkembangan yang normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian
gejala-gejala autisme mulai timbul. Individu demikian ini sering
disebut sebagai menderita autisme “regresif”. Dibandingkan teman-
teman sebayanya, anak-anak autistik seringkali ketinggalan dalam hal
komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping itu, perilaku
disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan
perilaku yang tidak bertujuan (non-goal directed behavior)
(mengayun-ayunkan badan tiada hentinya, melipatlipat tangan),
mencederai diri sendiri, bermasalah dalam makan dan tidur, tidak
peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri sendiri seperti
menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin merupakan
bentuk stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan
oleh peningkatan endorphin (Rapin, 1997).
b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik
adalah perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk
melakukan atau berada dalam keadaan yang sama terus-menerus.
Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun
kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku
ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum).Sebagian dari individu
yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa
transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang
terjadi; masalah gangguan perilaku biasa menjadi lebih sering dan
lebih berat pada periode ini. Namun demikian, masih banyak juga
anak-anak autistik yang melewati masa pubertasnya dengan tenang.
Umumnya gejala autisme berupa suatu gangguan sosiabilitasnya,
kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan nonverbal serta defisit
minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan untuk
berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua
anak yang pendiam, anak-anak dengan autisme benar-benar
mengalami gangguan berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa
untuk komunikasi serta gerak tubuh(gesture) benar-benar defisien.
Ketidakmampuan untuk menerjemahkan stimuli akustik
menyebabkan anak-anak autistik mengalami agnosia auditorik verbal;
mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti sedikit sehingga
tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal
(Rapin, 1997).
c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan
reseptif-ekspresif, menunjukkan daya pengertian (comprehension)
yang lebih baik dari pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga
pada mereka itu tampak artikulasinya buruk dan mereka tidak
memiliki kepandaian gramatis. Kelompok anak-anak autistik lain
yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat berkembang
cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimat-
kalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung
repetitif, non-komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia
yang berkelebihan (Rapin, 1997).
d. Sekitar 75% penderita autisme adalah mereka dengan
keterbelakangan mental (mentally retarded). Derajat kognitif individu
ini secara bermakna berkaitan dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ
pra-sekolah tidak dapat meramalkan hasil yang dapat diandalkan
karena beberapa anak dengan program perawatan yang efektif
menunjukkan perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis
secara khas menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di
mana keterampilan nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada
keterampilan verbal (kecuali pada sindrom asperger di mana pola
yang sebaliknya terlihat). Pemahaman yang buruk dari apa yang
orang lain pikirkan, menetap sepanjang hidup dan kreativitas mereka
biasanya terbatas. Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang
paradoksikal terhadap suatu stimuli sensori; kadang-kadang
hipersensitif dan kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi
tertentu, stimuli taktil atau rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh
lebih baik dari pada persepsi auditorik (Rapin, 1997).
2. Gambaran Klinis
Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak.
Usia anak dimana sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci
untuk segera melakukan intervensi berupa pelatihan dan pendidikan dini.
National Academy of Science USA menganjurkan bahwa pendidikan dini
merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak dengan sindroma
autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa sindroma autisme
merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam bidang
sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal
tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan
sebelum lahir) sangat penting untuk upaya penanggulangan.
Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3
tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah
terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa
keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat
menonjol adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup
dalam autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social
ke dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal
ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan
bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. Gangguan
dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak
melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain
sendiri.
b. Kelemahan kognitif
Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental
(IQ < 70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal
yang berkaitan dengan kemampuan sensori montor. Terapi yang
dijalankan anak autis meningkatkan hubungan social mereka tapi
tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang
dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama
sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh
penarikan diri dari lingkungan social.
c. Kekurangan dalam bahasa
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti
terlambat bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara,
yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit, atau
menunjukkan ekolali, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain.
Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau
potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak
autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri
mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya
anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak
dapat terlibat dalam pembicaraan normal.
d. Tingkah laku stereotip
Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya
perlaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti
impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan
mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Anak
autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus
menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-putar, berjingkat-
jingkat, dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang
ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan
akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku
yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik
pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada
roda mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan
lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan
autisme adalah:
A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari
1 dan satu masing-masing dari 2 dan 3:
1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai
manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut:
a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata
ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap
rutinitas dalam interaksi sosial.
b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai
tingkat perkembangannya.
c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat
atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang
memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang
menarik.
d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai
menifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara
(tidak menyertai usaha mengimbangi cara komunikasi
alternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru)
b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau
meneruskan pembicaraan orang lain.
c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata
aneh.
d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau
pura-pura bermain seuai tingkat perkembangan.
3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai
manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau
kelainan dalam intensitas maupun focus perhatian akan
sesuatu yang terbatas.
b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau
ritual pun tidak fungsional.
c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar
arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh
tubuhnya.
d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.
B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang
berikut ini dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial
2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3. Permainan simbol atau imaginatif.
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan
disintegrasi masa anak.
Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara
lain:
a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi
jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.
b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini
berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio
emosional yang tampak bagai kurangnya respon terhadap emosi orang
lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks
sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam
integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya,
kurangnya respon timbal balik sosial emosional.
c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini
berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa
yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial;
buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif
kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya
respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang
lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan
modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk
menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.
d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang
terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan
untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini
biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang
rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat
kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat
memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang
sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik
dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat
stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus
terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan
terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata
ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam
rumah).
e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas
seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat
(terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti
menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika terkait dengan
retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam
spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan
mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan
sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan
baik).
Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun
untuk dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis
pada semua usia.
4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding autisme infantil, antara lain:
a. Gangguan perkembangan pervasif yang lainnya
Beberapa kelainan yang dimasukkan dalam kelompok ini adalah
anak-anak yang mempunyai ciri-ciri autisme, yaitu gangguan
perkembangan sosial, bahasa, dan perilaku, namun cirri lainnya
berbeda dengan autism infantil. Gangguan ini adalah sebagai berikut:
1) Sindroma Rett
Sindroma Rett adalah penyakit otak yang progresif tapi
khusus mengenai anak perempuan. Perkembangan anak sampai
usia 5 bulan normal, namun setelah itu mundur. Umumnya
kemunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan
bahasa, interaksi social maupun motoriknya.
2) Sindroma Asperger
Pada sindroma Asperger mempunyai ketiga ciri autism
namun masih memiliki intelegensia yang baik dan kemampuan
bahasanya juga hanya terganggu dalam derajat ringan. Oleh
karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai “high
functioning autism”.
Gangguan Asperger berbeda berbeda dengan autism infantil.
Onset usia autisme infantile terjadi lebih awal dan tingkat
keparahannya lebih parah dibandingkan gangguan Asperger.
Pasien autisme infantil menunjukkan penundaan dan
penyimpangan dalam kemahiran berbahasa serta adanya gangguan
kognitif. Oral vocabulary test menunjukkan keadaan yang lebih
baik pada gangguan Asperger. Defisit sosial dan komunikasi lebih
berat pada autisme. Selain itu ditemukan adanya manerisme
motorik sedangkan pada gangguan Asperger yang menonjol
adalah perhatian terbatas dan motorik yang canggung, serta gagal
mengerti isyarat nonverbal. Lebih sulit membedakan gangguan
Asperger dengan autisme infantil tanpa retardasi mental.
Gangguan Asperger biasanya memperlihatkan gambaran IQ yang
lebih baik daripada autisme infantil, kecuali autisme infantil high
functioning. Batas antara gangguan Asperger dan high functioning
autism untuk gangguan berbahasa dan gangguan belajar sangat
kabur. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence yang
normal sedangkan autisme infantil mempunyai verbal intelligence
yang kurang. Gangguan Asperger mempunyai empati yang lebih
baik dibandingkan dengan autisme infantil, sekalipun keduanya
mengalami kesulitan berempati
3) Sindroma Disintegratif
Sindroma ini ditandai dengan kemunduran dari apa yang
telah dicapai setelah umur 2 tahun, paling sering sekitar umur 3-4
tahun. Gangguan ini sangat jarang terjadi dan paling sering
mengenai anak laki-laki dibanding perempuan.
b. Gangguan perkembangan bahasa (disfasia)
Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer
kiri, sebagai daerah pusat berbahasa. Ada beberapa subtipe gangguan
ini yang menyerupai dengan autism infantil khususnya ditinjau dari
perkembangan bahasa wicaranya. Bedanya pada disfasia tidak
terdapat perilaku repetitive maupun obsesif.
Kriteria Autisme Infantil Disfasia
Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000
Ratio jenis kelamin 3-4 : 1 sama atau hampir
(Laki-laki:Perempuan) sama
Riwayat keluarga adanya 25 % kasus 25 % kasus
keterlambatan bicara /
gangguan bahasa
Ketulian yang sangat jarang tidak jarang
berhubungan
Komunikasi nonverbal tidak ada/rudimenter Ada
Kelainan bahasa (misalnya lebih sering lebih jarang
ekolalia, frasa stereotipik
di luar konteks)
Gangguan artikulasi lebih jarang lebih sering
Tingkat intelegensia sering terganggu parah walaupun mungkin
terganggu, seringkali
kurang parah
Pola test IQ tidak rata, rendah pada lebih rata, walaupun
skor verbal, rendah IQ verbal lebih rendah
pada sub test dari IQ kinerja
pemahaman
Perilaku autistik, gangguan lebih sering dan lebih tidak ada atau jika
kehuidupan sosial, aktivitas parah ada, kurang parah
stereotipik dan ritualistic
Permainan imaginative tidak ada/rudimenter biasanya ada

c. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak


Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun.
Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi
kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang
lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.
Kriteria Autisme Infantil Skizofrenia dengan
onset masa anak-anak
Usia onset <36 bulan >5 tahun
Insidensi 2-5 dalam 10.000 Tidak diketahui,
kemungkinan sama
atau bahkan lebih
jarang
Rasio jenis kelamin 3-4:1 1,67:1
(Laki-laki:Perempuan)
Status sosioekonomi Lebih sering pada Lebih sering pada
sosioekonomi tinggi sosioekonomi rendah
Penyulit prenatal dan Lebih sering pada Lebih jarang pada
perinatal dan disfungsi otak gangguan skizofrenia
autistik
Karakteristik perilaku Gagal untuk Halusinasi dan
mengembangkan waham, gangguan
hubungan : tidak ada pikiran
bicara (ekolalia); frasa
stereotipik; tidak ada
atau buruknya
pemahaman bahasa;
kegigihan atas
kesamaan dan
stereotipik.
Fungsi adaptif B i a s a n y a s e l a l u Pemburukan fungsi
terganggu
Tingkat inteligensi Pada sebagian besar Dalam rentang normal
kasus
subnormal, sering
terganggu parah
(70%)
Kejang grand mal 4-32% Tidak ada atau
insidensi rendah

d. Retardasi Mental (RM)


Hal yang tidak mudah untuk membedakan autisme infantil
dengan retardasi mental, sebab autisme juga sering disertai retardasi
mental. Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat
atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala
perilaku yang termasuk ciri autistik. Pada retardasi mental tidak
terdapat 3 ciri pokok autism secara lengkap. Retardasi mental adalah
gangguan intelegensi, biasanya diketahui setelah anak sekolah karena
ketidaksanggupan anak mengikuti pelajaran formal. Pembagian
retardasi mental mental dilihat dari kemampuan Intelligent Quetient
(IQ), retardasi mental ringan IQ 55-70, RM sedang IQ 40-55, RM
berat 25-40, RM sangat berat IQ < 25.
Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan
retardasi mental adalah:
1) Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau
anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya.
2) Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain.
3) Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan
fungsi
e. Afasia didapat dengan kejang
Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang
kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan
disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal
untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan
ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan.
Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada
saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu
gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi
kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan
gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa
residual yang cukup besar
f. Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah
Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anak-
anak tersebut sering membisu atau menunjukkan tidak adanya minat
secara selektif terhadap bahasa ucapan. Ciri-ciri yang membedakan
yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi yang
tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya
secara bertahap menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan-1 tahun.
Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras,
sedangkan anak autistik mungkin mengabaikan suara keras atau
normal dan berespon hanya terhadap suara lunak atau lemah. Hal
yang terpenting, audiogram atau potensial cetusan auditorik
menyatakan kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak
seperti anak-anak autistik, anak-anak tuli biasanya dekat dengan
orang tuanya, mencari kasih sayang orang tua dan sebagai bayi
senang digendong.
g. Pemutusan psikososial
Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti
pemisahan dari ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit,
dan gagal tumbuh) dapat menyebabkan anak tampak apatis, menarik
diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan motorik dapat terlambat.
Anak-anak dengan tanda tersebut hamper selalu membaik dengan
cepat jika ditempatkan dalam lingkungan psikososial yang
menyenangkan dan diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.

F. Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil


1. Anamnesis
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat
sejak lahir. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi
atau anak menurut usia:
a. Usia 0-6 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4) Sulit bila digendong
5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
6) Tidak ditemukan senyum sosial
7) Tidak ada kontak mata
8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun
1) Kaku bila digendong
2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Tidak tertarik pada boneka
5) Memperhatikan tangannya sendiri
6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun
1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2) Melihat orang sebagai “benda”
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu
5) Kaku bila digendong
e. Usia 4-5 tahun
1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
5) Temperamen tantrum atau agresif
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak
semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika,
Dinda. 2011):
a. Interaksi sosial
1) tidak tertarik bermain bersama teman
2) lebih suka menyendiri
3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk
bertatapan
4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginkan
b. Komunikasi
1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
2) senang meniru atau membeo (ekolali)
3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara
tapi kemudian sirna
4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dapat dimengerti orang lain
5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian
tersebut tanpa mengerti artinya
6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit
bicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
c. Pola bermain
1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, gasing.
3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau
rodanya diputar-putar.
4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang
terus dan dibawa kemana-mana.
d. Gangguan sensoris
1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti
senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk.
4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal
1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya
dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.
2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya,
kemusian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat
bicara kemudian hilang.
f. Penampakan gejala
1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih
kecil. Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.
2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak
berkurang.
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :
a. Perilaku
1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-
goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar,
mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan
gerakan yang diulang-ulang.
2) tidak suka pada perubahan
3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
b. Emosi
1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa,
menangis tanpa alasan.
2) kadang suka menyerang dan merusak.
3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa
b. Kesadaran : compos mentis
c. Sikap : hipoaktif
d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi
e. Orientasi : baik/buruk
f. Bentuk pikir : autistik
g. Isi pikir : waham bizarre
h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi
i. Roman muka : sedikit mimik
j. Afek : inappropiate
k. Persepsi : halusinasi (+)
l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum
m. Hubungan jiwa : sulit
n. Insigth : buruk
G. Penatalaksanaan Autisme
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat
menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang
bersifat seratogenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan
perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih diperlukan suatu
penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini (Kasran,
2003).
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang
paling penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode
Lovaas adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied
Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui
program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu:
1. Kemampuan memperhatikan
Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk
bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya
atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk
memperhatikan keadaan atau objek yang ada disekelilingnya.
2. Kemampuan menirukan
Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan
motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar
sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian.
3. Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi
terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti
maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
4. Bahasa ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai
dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi
dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan
menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal.
5. Kemampuan praakademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan
permainan yang mengajarkan anak tentang emosi, hubungan
ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-
bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imajinasinya lewat
media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di sekitarnya.
6. Kemampuan mengurus diri sendiri
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan
sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang
disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih mengenakan
pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.

H. Prognosis
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
2. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur
anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
3. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
4. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur
hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan
kefasihan yang berbeda-beda.
5. Terapi yang intensif dan terpadu.
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan
dengan intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk
memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme
memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai
disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak,
terapis bicara dan pendidik.
Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada
gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu
menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik.
Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi
gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan
berbagai terapi.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa Arkan Putera. C, 3 tahun dibawa


ibunya ke poliklinik rehabilitasi medik RSMH dengan keluhan belum bisa
berbicara. Ibu Arkan mengaku sejak 3 bulan lalu, menyadari jika anaknya tidak
sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Ibu pasien mengatakan
kalau anaknya belum bisa berbicara, hanya bicara (mengoceh) tanpa arti. Ibu
pasien juga mengatakan, anaknya belum bisa mengucapkan “papa-mama” secara
spesifik, bahasa yang diucapkan tidak bisa dimengerti, dipanggil tidak menoleh,
diberi perintah tidak dilakukan, serta bila menginginkan sesuatu tidak meminta
dengan mengucapkan namun dengan menarik tangan ibunya. Ibu pasien juga
mengaku anaknya sangat senang berlari dan melompat, cenderung suka main
sendiri dan sangat aktif serta tidak dapat fokus pada satu hal dan cenderung asik
dengan dunianya sendiri. Saat ini anak baru bisa mengoceh tanpa arti dan belum
bisa membentuk kalimat.
Pasien sulit untuk tidur malam, tidur malam selalu diatas jam 22.00. Pasien
juga sulit untuk tidur siang, sangat jarang sekali tidur siang. Hal ini semakin lama
semakin sulit bagi anak untuk dapat diam ketika anak mulai dapat aktif bermain
sendiri dan bertambah parah pada satu tahun ini. Anak selalu bergerak kesana
kemari tanpa tujuan, sangat suka berlari tanpa tujuan dan melompat kesana sini,
serta susah bila diajak bermain dengan orang lain. Anak sering mengoceh sendiri,
dengan kata kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan
tertawa sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah
patah kata, tidak pernah bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak
bisa mengerti perintah jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang
lain, Nafsu makan pasien berubah-ubah seringkali baik, namun kadang buruk dan
hanya mau minum susu melalui dot saja. Tidak ada keluhan lain yang diderita
anak, tidak ada muntah.
Pada pemeriksaan keadaan umum didapatkan hasil dalam batas normal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pasien tidak kooperatif dan perhatiannya buruk.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
autisme.
DAFTAR PUSTAKA

• Bertrand, J., Mars, A., Boyle, C., Bove, F., Yeargin-Allsop, M., Decoufle,
P. 2001. Prevalence of autism in a United States Population. Pediatrics,
108; 1155-61.
• Fombonne, Eric. 2009. Epidemiology of Pervasive Developmental
Disorders. Pediatrics Research, 6 (65); 591-8.
• Kasran, Suharko.2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol. 22 No. 1; 24-30.
• Lubis, Misbah. 2009. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak
A u t i s . D i a m b i l d a r i : h t t p : / / r e p o s i t o r y. u s u . a c . i d / b i t s t r e a m /
123456789/14528/1/09E01232.pdf.
• Rapin, I. 1997. Autism. New Journal English Medicine, Vol 337; 97-104.
• Sadock, B.J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry.10th Edition.
University School of Medicine New York; Chapter 42.
• Sartika, Dinda. 2011. Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa
Mandiri (YAKARI) Medan. Skripsi: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
• Yeni, A. F., Murni, J. Y., & Oktora, R. 2009. Autisme danPenatalaksanaan.
Diambil dari: http://www.Files-of-DrsMed.tk/.

Anda mungkin juga menyukai