Anda di halaman 1dari 34

ROZAL NAWAFIL

PARTAI POLITIK
DI INDONESIA

ْ‫للاَ ْلَ يُغَيِِّ ُْر َما بِقَ ْومْ َحتَّى يُ َغيِِّ ُروْاْ َما بِأ َ ْنفُس ِِه ْم‬
ِّْ َّْ‫إِن‬
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’d: 11)

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


Jatinangor
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah karena dengan rahmat, dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tulisan “ Partai Politik di Indonesia “ ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Salam dan Shalawat bagi junjungan kita, sebaik-baik
manusia di muka bumi, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam berserta para
sahabatnya dan keluarganya serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman
nanti.

Terimakasih penulis ucapkan pada Bapak Busiri selaku Dosen mata kuliah Pengantar
Ilmu Politik yang telah memberikan tugas ini kepada kami dan kepada seluruh civitas
akademika Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Penulis sangat berharap tulisan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Partai Politik itu sendiri. Sekiranya tulisan yang telah
disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Semoga karya bakti ini dapat bermanfaat. Hanya kepada Allah kita meminta
pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon keadilan.

Jatinangor , Juli 2019

Rozal Nawafil
NPP. 29.0062

Partai Politik di Indonesia 1


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 1
Daftar Isi .................................................................................................................................................... 2
Pendahuluan ............................................................................................................................................ 3

Bab I: Pengertian Dan Teori Asal Partai Politik ......................................................................... 4


A. Pengertian Partai Politik ....................................................................................................... 4
B. Teori Asal Partai Politik ........................................................................................................ 6
Bab II: Fungsi dan Tujuan Partai Politik ....................................................................................... 7
A. Fungsi Partai Politik ............................................................................................................... 7
B. Tujuan Partai Politik ............................................................................................................... 10
Bab III: Klasifikasi Partai Politik ...................................................................................................... 12
A. Sistem Partai Tunggal ............................................................................................................ 12
B. Sistem Dwi-Partai .................................................................................................................... 13
C. Sistem Multi-Partai ................................................................................................................. 14
Bab IV: Sejarah Partai Politik ............................................................................................................ 15
Bab V: Perkembangan Partai Politik di Indonesia .................................................................... 17
A. Masa Penjajahan Belanda ..................................................................................................... 17
B. Masa Penjajahan Jepang ........................................................................................................ 17
C. Masa Kemerdekaan ................................................................................................................. 18
Bab VI: Problema Partai Politik di Indonesia .............................................................................. 25
A. Permasalahan Partai Politik di Indonesia ...................................................................... 25
B. Membangun Sistem Kepartaian yang Baik .................................................................... 30

Penutup ...................................................................................................................................................... 32
Daftar Pustaka ......................................................................................................................................... 33
Biodata Penulis ....................................................................................................................................... 34

Partai Politik di Indonesia 2


PENDAHULUAN
Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan
umum (Pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan
figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Ketika
demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan
pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan
sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang
benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu
sarana legitimasi kekuasaan.
Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa
persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu
harus bebas dan otonom. Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam
artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas.
Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki
peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok
yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat, pemilih harus
diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya
dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang
luas. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.
Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem
perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah.
Partai politik merupakan salah satu institusi dari pelaksanaan demokrasi modern.
Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan UUD. Negara Indonesia sangatlah
menghargai pendapat ataupun aspirasi dari rakyatnya. Oleh karena itu UUD telah
mengatur dan menjamin kebebasan untuk berkumpul ataupun berorganisasi. Sehingga
setiap rakyat pun terdorong untuk membentuk suatu organisasi.
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kepentingan bersama.
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara.

Partai Politik di Indonesia 3


BAB I
PENGERTIAN & TEORI ASAL PARTAI POLITIK
PENGERTIAN PARTAI POLITIK

Partai politik secara umum dapat didefinisikan dengan, sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan ataupun kepentingan yang sama. Dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik. Biasanya dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.

Berikut beberapa definisi dari partai politik menurut beberapa para ahli:

Prof. Miriam Budiardjo: “Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama dengan
tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya),
dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka”.

Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah “sekelompok manusia yang terorganisir secara
stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya, berdasarkan penguasaan ini memberikan
kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil”.

R. H. Soltau: “Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih. Bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka”.

Sigmund Neumann: “Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang
berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas
dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham”.

Menurut Undang-Undang:
UU Partai Politik pasal 1 ayat 1 tahun 2011: Partai Politik adalah organisasi yang
bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan
UUD 1945.

Di Indonesia terdapat 2 jenis partai politik yaitu Partai Politik Nasional dan Partai
Politik Lokal. Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk di Provinsi
Aceh oleh beberapa warga negara Indonesia secara suka rela atas persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan, anggota, masyarakat, bangsa dan
negara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten/Kota (DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Bupati dan Wakil
Bupati/Wali Kota dan Wakil Walikota di Provinsi Aceh.

Partai Politik di Indonesia 4


Untuk mengikuti pemilihan umum, partai politik wajib memenuhi persyaratan tertentu
yang telah di tetapkan oleh Undang-undang. Selanjutnya,komisi pemilihan umum akan
,melakukan proses sertivikasi terdiri dari tahap yaitu verivikasi administrasi dan
verivikasi faktual.Syarat pembentukan partai politik pun telah di atur sedemikian rupa
di dalam UU tentang partai politik. Dalam pasal 2 ayat 1tahun 2008 UU partai politik.
Telah di jelaskan bahwa, “partai politik di dirikan dan dibentuk paling sedikit 30 orang
warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap
provinsi dengan akta notaris”. Sehingga setiap kelompok orang tidak dapat dengan
sembarangan ingin membentuk suatu partai politiknya sendiri. Partai politik sangat
berbeda dengan gerakan (movement) dan berbeda juga dengan kelompok penekan
(pressur group) atau istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang
memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan
perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.

TEORI ASAL PARTAI POLITIK

Teori-teori asal partai politik :


1 teori kelembagaan melihat ada hubungan antara parlementer awal dan tarjadilah
partai politik di bentuk oleh kalangan legislative dan eksekutif karena ada kebutuhan
parlemen untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan
masyarakat .
2 teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu system
politik untuk mengatasi kritis yang di timbulkan dengan perubahan masyarakat secara
luas krisis terjadi bila system politik mengalami masa transisi perubahan masyarakat
tradisional yang sederhana menjadi modern yang berstruktur.
3 teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial
ekonomi seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa ,
transportasi , perluasan dan peningkatan pendidikan , industrialisasi , urbanisasi dan
peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan .
Jadi , partai politik merupakan produk logis dari modernlisasi sosial ekonomi .

Partai Politik di Indonesia 5


BAB II
FUNGSI & TUJUAN PARTAI POLITIK
FUNGSI PARTAI POLITIK

Secara umum, tujuan partai politik adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik dengan cara kostitusionil untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan kepada rakyatnya.

Berikut beberapa fungsi partai politik:

Menurut Miriam Budiardjo (2003), ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi
politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik.

1) Sebagai Sarana Komunikasi Politik


Dalam hal ini partai politik juga berfungsi untuk menerima banyak ragam
pendapat dan aspirasi yang berkembang setelah itu pendapat akan digabungkan di olah
dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur
Partai politik merumuskan usulan-usulan kebijakan yang bertumpu pada aspirasi
dari masyarakat. Kemudian rumusan tersebut diartikulasikan kepada pemerintah agar
dapat dijadikan sebagai sebuah kebijakan. Proses ini menunjukan bahwa komunikasi
antar pemerintah dengan masyarakat dapar dijembatani oleh partai politik. Dan bagi
partai politik mengartikulasikan aspirasi rakyat merupakan suatu kewajiban yang tidak
dapat dielakkan, terutama bila partai politik tersebut ingin tetap eksis dalam kancah
politik nasional.

2) Sebagai Sarana Sosialisasi Politik


Partai politik menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik
generasi yang satu ke generasi yang lain. Pelaksanaan fungsi sosialisasi ini di lakukan
melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader,
penataran, dsb. Fungsi lain dari sosialisasi politik adalah suatu proses yang melaluinya
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik berlaku di
masyarakat dimana pun ia berada upaya menciptakan citra (image) bahwa ia
memperjuangkan kepentingan umum.

3) Sebagai Sarana Rekruitment Politik


Berkaitan dengan kepemimpinan dimana partai politik berkewajiban untuk
melakukan seleksi dan rekruitmen dalam rangka mengisi posisi dan jabatan politik
tertentu. Dengan adanya rekruitmen politik maka dimungkinkan terjadinya rotasi calon
mobilitas politik. Tanpa rotasi dan mobilitas politik pada sebuah sistem politik, maka
akan muncul diktatorisme dan stagnasi politik dalam sistem tersebut.Rekruitmen
politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu
cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin.

4) Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)


Potensi konflik selalu ada di masyarakat , terlebih masyarakat heterogen dari segi
etnis , sosial-ekonomi ataupun agama. Dan perbedaan itu menyimpan potensi
konflik apabila keanekaragaman itu terjadi dinegara yang menganut paham demokrasi
Partai Politik di Indonesia 6
persaingan dan perbedaan pendapat di anggap hal yang wajar Partai politik dapat
menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara warga negara dengan
pemerintahnya. Selain itu, partai juga melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutan-
tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok masyarakat.

Menurut pasal 11 ayat 1 dalam Undang-Undang Partai Politik.


Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;[11]
2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
untuk kesejahteraan masyarakat;[12]
3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;[13]
4) Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan[14]
5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.[15]

Fungsi partai politik menurut Andrew Knapp mencakup antara lain:


1) Mobilisasi dan integrasi,
2) Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih,
3) Sarana rekruitmen pemilih, dan
4) Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan

Menurut Caton (2007:7) dalam Pamungkas, dalam negara demokrasi dan berbagai
fungsi partai politik yang ada sebenarnya terdapat 4 (empat) fungsi sentral partai
politik, yaitu:
1. fungsi artikulasi kepentingan, yaitu mengembangkan program-program dan
kebijakan pemerintah yang konsisten.
2. fungsi agregasi kepentingan, memungut tuntutan masyarakat dan
membungkusnya.
3. rekuitmen, yaitu menyeleksi dan melatih orang untuk posisi-posisi di eksekutif
dan legislatif.
4. mengawasi dan mengkontrol pemerintah.

Fungsi-fungsi tersebut dalam cakupan lebih luasnya antara lain adalah dari satu partai
ke partai lain menunjukkan bahwa kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik belum
berhasil menanamkan loyalitas yang kuat sehingga kaderisasi tersebut menjadi masalah
besar di partai politik. Partai-partai politik tersebut dianggap tidak memiliki
kemampuan mengerahkan dan mewakili kepentingan warga dengan pemerintah.
Fungsi partai untuk memperkuat stabilitas pemerintahan dan demokrasi adalah
menjaga stabilitas partai.

Berdasarkan penjelasan fungsi partai politik diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi
partai politik adalah untuk membantu masyarakat menyalurkan aspirasinya dan
membantu masyarakat berpartisipasi dalam politik, mengawasi jalannya pemerintahan
dan mewujudkan pemerintahan yang adil dan demokratis.

Partai Politik di Indonesia 7


Menurut Paul Allen Beck dan Frank J.Sorauf (1992;17), kesulitan untuk melekatkan
fungsi apa yang semestinya menjadi atribut partai disebabkan oleh dua hal.

Pertama, di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang
apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli menggunakan kata itu untuk
menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu, sementara
ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi-konsekuensi yang
tidak direncanakan atau sebuah kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang
direncanakan. Pakar yang lain menyebutkan fungsi adalah menandakan sebuah
kontribusi partai untuk beroperasi dalam sistem politik yang luas.

Kedua,kesulitan Untuk memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan


kebutuhan untuk dapat diobservasi dan diukur atas fungsi yang dijalankan.

Ada beberapa faktor yang bias menjadi penyebab gagalnya sebuah partai politik di
Indonesia menjalankan fungsinya, yaitu:

1) Sistem Kepartaian di Indonesia Sejak zaman kemerdekaan , Indonesia


mengadopsi sistem multipartai dengan segala variannya sebagai wujud
kemajemukan (beragamnya kepentingan dan kelompok sosial) Indonesia. Secara
spesifik pada negara berkembang, partai politik yang ada akan membentuk
sistem yang terpolarisasi sebagai akibat dari lebarnya jarak ideologi. Keadaan
tersebut akan menghasilkan pemerintahan yang tidak stabil karena partai politik
yang cenderung untuk terlibat dalam konflik horizontal. Hal itu juga yang
menyebabkan partai politik kurang dapat menjalankan fungsi komunikasi
dansosialisasi politik di masyarakat.

2) Budaya Elitisme Partai politik di Indonesia masih dikuasai oleh kelompok-


kelompok (faksi) tertentu. Pada perkembangannya, budaya tersebut membuat
partai hanya dikuasai oleh elit-elit tertentu dan bahkan menjadi semacam dinasti
politik dalam partai. Hal itu mungkin menjadi strategi partai politik untuk
mempertahankan ideologi dan kepentingannya. Kalau sudah begitu, fungsi
rekrutmen partaipolitik tidak akan berjalan sempurna dan bisa menjadi
pengaruh buruk dalam pendidikan politik di masyarakat.

3) Pragmatisme Partai Politik Pada dasarnya, ideologi partai politik di Indonesia


dipengaruhi oleh jalur-jalur agama, kelas dan kebangsaan. Namun pada dewasa
ini,idealisme partai seakan dikalahkan oleh budaya pragmatisme yang
menyebabkan partai politik di Indonesia lebih berpikir untuk mempertahankan
kekuasaan politiknya saja dari pada mempertahankan idealismenya. Kendala
pelaksanaan fungsi partai politik di Indonesia secara garis besar disebabkan
karena partai politik di Indonesia lebih berpikir untuk mempertahankan
kekuasaan politiknya saja daripada mempertahankan idealismenya.

Terjadinya kesulitan dalam menjalankan fungsi partai politik ini menurut Paul Allen
Beck dan Frank J. Sorauf dikarenakan oleh dua hal, yakni:

1. Di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang


apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli menggunakan kata

Partai Politik di Indonesia 8


tersebut untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi
dalam pemilu. Sementara ahli yang lain menggunakannya untuk
menggambarkan konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah kebetulan
yang dihasilkan dari aktivitas yang direncanakan.

2. Kesulitan untuk memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan


kebutuhan untuk dapat diobservasi dan diukur di atas fungsi yang dijalankan.
Beberapa penulis malah berpendapat bahwa salah satu fungsi partai adalah
mengorganisir konflik sosial atau artikulasi kepentingan sosial. Arianto
menjabarkan bahwa masyarakat tidak lagi percaya dengan partai. Kandidat yang
diberikan sebagai calon dianggap tidak memberikan perubahan. Akibatnya
masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena
tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik di mana
baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti pemilu. Maka
kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi
harus dibebankan, yaitu partai penguasa. Partai penguasa bertanggungjawab
terhadap berbagai tindakan yang dilakukan pemerintah.

Berdasarkan fakta, tidak semua fungsi partai politik dilaksanakan dalam porsi besar
dan tingkat keberhasilan yang sama. Tetapi semua fungsi dijalankan sesuai kepada
sistem politik itu sendiri yang menjadi faktor yang melingkupi partai politik tersebut,
tetapi juga ditentukan oleh faktor lain. Di antaranya yaitu berupa dukungan atau
semangat yang diberikan anggota masyarakat terhadap partai politiknya.

Di negara demokrasi, partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya


pada saat kelahirannya yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingan nya
dihadapan penguasa. Sebaliknya di Negara otoriter partai tidak dapat menunjukkan
harkatnya tetapi lebih banyak menjalankan kehendak penguasa.

TUJUAN PARTAI POLITIK

Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2008
tentang Partai Politik, yaitu

 mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
 menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
 mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia
 mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
 meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
 memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
 membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara

Partai Politik di Indonesia 9


Tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe yaitu :

 Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan


lapisan atas.
 Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan
pengusaha.
 Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
 Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.

a. Tujuan parpol secara umum

Tujuan partai politik secara umum diantaranya :


 Partai politik untuk mewujudkan cita-cita nasional dari suatu bangsa yang
sebagai mana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar republik
Indonesia tahun 1945. Tujuan idealnya adalah bukan unuk kepentingan pribadi
atau golongan tertentu, melainkan untuk seluruh bangsa Indonesia. Tidak peduli
akan adanya perbedaan baik suku, bahasa, budaya, agama, dan lainnya.
 Menjaga dan memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia. Partai
politik didirikan bukanlah untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh
karena itu, segala tindakan yang sifatnya menggagu persatuan dan kesatuan
bangsa dilarang.
 Partai politik juga didirikan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan
demokrasi yang berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
di dalam Negara republik Indonesia. Dengan adanya partai politik, kehidupan
demokrasi dapat berkembang sehingga kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat dapat tercapai serta mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.

b. Tujuan parpol secara khusus

Tujuan khusus partai politik ini sifatnya lebih ke dalam partai politik itu sendiri atau
apa yang di raih oleh partai politik tersebut dalam lingkup dirinya sendiri. Beberapa
tujuan khusus atau misi yang harus dicapai oleh suatu partai politik, yaitu sebagai
berikut:
 Partai politik meningkatkan partisipasi politik baik bagi anggota dan juga
masyarakat Indonesia dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan
pemerintah.
 Sebuah partai politik harus memperjuangkan cita-cita partai politik dalam
kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
 Partai politik harus memiliki kemampuan untuk membangun etika dan budaya
politik, baik dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Partai Politik di Indonesia 10


BAB III
KLASIFIKASI PARTAI POLITIK
Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jika dilihat dari segi komposisi
dan fungsi kaenggotaannya, secara umum partai poltik dapat dibagi dalam dua jenis
yaitu partai masa dan partai kader.

Partai masa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh


karena itu ia biasanya terdir dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran alira
politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam
memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Namun,
kelemahan dari partai massa masing –masing aliran atau kelompok yang bernaung di
bawah partai massa cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-masing,
terutama pada saat–saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah
atau hilang sama sekali, hal itu menyebabkan salah satu golongan memisahkan diri dan
mendirikan partai baru. Sedangkan partai kader mementingkan keketatan organisasi
dan disiplin kerja dari anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian
doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon
anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah
ditetapkan.

Klasifikasi lainnya dapa dilakukan dari segi sifat dan orientasi, secara umum dapat
dibagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan dan partai ideology atau partai azas.
Partai lindungan biasanya memiliki organisasi nasional yang kendor, disiplin yang
lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur.
Sedangkan partai ideology atau azas biasanya mempunyai pandangan hidup yang
digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang
kuat dan mengikat.

Pembagian di atas sering dianggap kurang memuaskan karena dalam setiap partai ada
unsur lindungan serta pembagian rezeki di samping pandangan hidup tertentu. Oleh
karena itu Maurice Duverger dalam bukunya yang berjudul Political Parties,
mengklasifikasikan partai politik ke dalam tiga jenis, yaitu sistim partai tunggal, sistim
dwi-partai dan sistim multi-partai.

SISTEM PARTAI TUNGGAL

Dalam sistem ini, hanya ada satu partai dalam suatu negara atau ada satu partai yang
mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lainnya untuk dapat
menyalurkan aspirasi rakyat. Sehingga aspirasi rakyat tidak dapat berkembang dengan
baik. Segalanya ditentukan oleh satu partai tanpa adanya campur tangan partai lain,
baik sebagai saingan maupun sebagai mitra. Partai tersebut tentunya adalah partai yang
mengendalikan pemerintahan. Suasana kepartaian dinamakan non-kompetitif karena
partai- - partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak
dibenarkan untuk saling bersaing secara merdeka melawan partai itu. Contohnya
adalah Partai Nazi di Jerman, Partai Fascis di Italia dan Partai Komunis di Uni Soviet,
RRC, Jerman, Kuba dll.

Partai Politik di Indonesia 11


Di negara-negara yang baru lepas dari kolonialisme kecenderungan kuat untuk
memakai pola sistem partai-tunggal pimpinan diharapkan dengan masalah bagaimana
mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak
sosial serta pandangan hidupnya. Fungsi partai adalah menyakinkan atau memaksa
masyarakat untuk menerima persepsi pimpinan parti mengenai kebutuhan utama dari
masyarakat seluruhnya. Negara yang paling berhasil dalam menyingkirkan partai lain
ialah Uni Soviet pada masa jayanya. Partai Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-
kompetitif, tidak ada partai lain yang diperbolehkan bersaing, oposisi dianggap sebagai
penghianatan. Partai-tunggal serta organisasi yang bernung dibawahnya berfungsi
sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpandauan dari
kepentigan partai kepentingan rakyat secara menyeluruh.

SISTEM DWI-PARTAI

Dalam sistem ini diartikan adanya dua partai dalam suatu negara atau adanya dua
partai yang berperan dominan dari partai yang lain. Dalam sistem ini di bagi jelas antara
partai yang berkuasa dan partai oposisi. Partai yang kalah berperan sebagai pengecam
utama tapi yang setia terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan,
dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu – waktu dapat bertukar tangan. Dalam
persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut
dukungan orang – orang yang ada di tengah dua partai dan yang sering dinamakan
pemilih terapung.

Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengancam utama tapi yang setia
(loyal opposition) terhadap kebjakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan
pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan
memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut dukunygan
orang-orang yang ada ditengah kedua partai dan sering dinamakan pemilihan terapung
(floating vote) atau pemilih ditengah (median vote).

Pengaruh partai ini biasanya terbatas, tetapi kedudukanya berubah menjadi sangat
krusial pada saat perbedaan dalam perolehan suara dari kedua partai besar dalam
pemilihan umum sangat kecil. Dalam situasi seperti ini partai pemenang terpaksa
membentuk koalisi dengan partai leberal demokrat atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk
terpeliharanya stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan
partai oposisi. Akan tetapi perlu juga diperhatikan dalam masyarakat yag terpolarisasi
sistem dwi-partai malahan dapat mempertajam perbedaan pandangan antara kedua
belah pihak, karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang dapat meredakan
suasana konflik.

Sistem dwi-partai umumnya diperkuat dengan dipergunakan sistem pemilihan single-


member counstituency (Sistem Distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya
dapat dipilih satu saja.
Sistem dwi-partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat, yaitu
komposisi masyarakat homogeny, consensus dalam masyarakat mengenai azas dan
tujuan sosial yang pokok kuat, dan adanya kontinuitas sejarah. Contohnya adalah Partai

Partai Politik di Indonesia 12


Konservatif (Tory) dan Partai Buruh di Inggris serta Partai Liberal dan Partai Buruh di
Australia.

Inggris biasanya di kemukakan sebagai contoh yang paing ideal dalam menjalankan
sistem dwi-partai. Partai buruh dan Partai Konservatif boleh di katakan tidak
mempunyai pandangan yang banyak berbeda mengenai azas dan tujuan politik, dan
perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu mengganggu kontinuitas dalam
kebijaksanaan pemerintah. Perbedaan yang pokok hanya berkisar pada cara–cara dan
kecepatan melaksanakan beberapa program pembaharuan yang menyangkut masalah
sosial, perdagangan dan industri. Di samping kedua partai tadi ada beberapa partai kecil
lainnya, diantaranya yan paling penting adalah Partai Liberal. Kedudukan partai ini
relatif sedikit artinya dan baru terasa perannya jika kemenangan yang dicapai oleh
salah satu partai besar hanya tipis sekali, sehingga perlu diadakan koalisi dengan Partai
Liberal.

SISTEM MULTI-PARTAI

Dalam sistem ini terdapat lebih dari dua partai. Negara yang menganut sistem multi
partai adalah Indonesia, Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia, Nederland, Australia,
Prancis, Swedia, dan Federasi Rusia. Prancis mempunyai jumlah partai yang berkisar 17
dan 28, sedangkan di Federasi Rusia sesudah jatuhnya partai komunis jumlah partai
mencapai 43.

Dalam sistem multi-partai, jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas, maka
terpaksa dibentuk pemerintahan koalisi. Penentuan suara mayoritas adalah “setengah
tambah satu”, yaitu bahwa sekurang – kurangnya lebih dari separuh jumlah anggota
parlemen.

Keanekaragaman budaya politik suatu masyarakat mendorong pilihan kearah sistem


multi-partai. Perbedaan tajam antara ras, agama, atau suku bangsa mendorong
golongan-golongan masyarakat lebih cendrung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya
(primoedial) dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa pola multi-partai
lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik dari pada pola dwi-partai.

Sistem multi-partai, apalagi jika dihubungkan dengan sistem pemerintahan


parlementer, mempunyai kecendrungan untuk menitikberatkan kekuasan pada badan
legislatif, sehingga peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Indonesia
mempunyai sejarah panjang dengan berbagai jenis sistem multi-partai. Sistem ini telah
melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbeda-beda. Mulai 1998
indonesia berupaya untuk mendirikan suatu sistem multi-partai yang mengambil
unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.

Partai Politik di Indonesia 13


BAB IV
SEJARAH PARTAI POLITIK
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan
gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam
hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan
pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik
dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili
aspirasi rakyat.

Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan
aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan
terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut
meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan
oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat.
Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang
meluas dan populis.

Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan


berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-
negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke
arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di
Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya
akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting
terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai
kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.

Berdasarkan sejarahnya terdapat 3 teori yang dapat menjelaskan asal-usul dan


pertumbuhan partai politik.

1. Teori Kelembagaan

Teori ini melihat ada keterhubungan antara Parlemen awal dan timbulnya partai politik.
Teori ini mengatakan bahwa, partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif (dan
eksekutif) karena ada kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontrak
dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Setelah partai tersebut
terbentuk dan menjalankan fungsinya, maka muncul partai politik lain yang dibentuk
oleh kalangan masyarakat. Oleh kalangan masyarakat partai politik dibentuk karena
masyarakat sadar bahwa partai politik yang dibentuk oleh pemerintah tidak dapat
menampung aspirasi mereka.

2. Teori Situasi Historik

Teori ini melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sebuah sistem politik untuk
mengatasi krisis yang disebabkan oleh perubahan masyarakat secara luas.Teori ini
menjelaskan bahwa krisis situasi yang terjadi manakala suatu sistem politik mengalami
masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk masyarakat yang sifatnya
tradisional yang berstruktur sederhana menuju masyarakat yang modern yang

Partai Politik di Indonesia 14


berstruktur kompleks. Pada situasi terjadi berbagai perubahan seperti perubahan
jumlah penduduk, perluasan pendidikan, perubahan pola pertanian dan industri,
partisipasi media massa, urbanisasi, perubahan ekonomi yang berorientasi pasar,
peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru dan munculnya gerakan-gerakan
populis.

3. Teori Pembangunan

Teori yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.Dalam
teori ketiga ini, melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi
komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan mutu
pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti
birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok-kelompok kepentingan dan organisasi
profesiserta peningkatan individu dalam memberikan pengaruh terhadap lingkungan
sekitarnya, melahirkan sebuah kebutuhan terhadap sebuah organisasi politik yang
mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi partai politik
merupakan sebuah produk logis dari modernisasi sosial ekonomi

Partai Politik di Indonesia 15


BAB V
PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA

Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode


perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing,
yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka.

MASA PENJAJAHAN BELANDA

Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu
Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu
semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah,
ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan
Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia
merdeka.

Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran


nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan
Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun
1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah
pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di
bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan
Muhammad Yamin.

Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI
(Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang
merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami)
yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun
1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.

MASA PENDUDUKAN JEPANG

Rezim pemerintah Jepang yang sangat represif bertahan sampai tiga setengah tahun.
Sumber daya alam atau tenaga manusia dikerahkan untuk menunjang perang “Asia
Timur Raya” dalam rangka itu semua partai di bubarkan dan setiap kegiatan politik
dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi,
yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

Partai Politik di Indonesia 16


MASA KEMERDEKAAN

Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk
mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia.
Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.

Pesta demokrasi lima tahunan, pemilihan umum ( pemilu), menjadi perhelatan politik
yang selalu menimbulkan gegap gempita. Dengan segala cerita dan keriuhannya.
Indonesia telah 12 kali menyelenggarakan pemilu. Pemilu pertama digelar pada era
Presiden Soekarno pada tahun 1955. Jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu
juga berbeda dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Pada 1955, jumlah partai politik
peserta pemilu mencapai 172 partai.

Berikut perjalanan pemilu di Indonesia dari masa ke masa : Pemilu 1955 Pemilu 1955
diikuti oleh 172 parpol dengan 15 daerah pemilihan dan jumlah pemilih sekitar 43 juta
orang. Berdasarkan data Litbang Kompas, kursi yang diperebutkan sebanyak 257 kursi
DPR.

Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar
diantaranya adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI
(15,4%).

Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI.
Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik,
karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat
berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga
kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai
akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi
parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi
terpimpin. Demokrasi terpimpin ditandai pertama dengan diperkuatkan kedudukan
presiden antara lain di tetapkannya presiden seumur hidup melalui TAP MRP No
III/1963 , pengurangan peranan partai politik kecuali PKI , peningkatan peranan militer
sebagai kekuatan sosial politik

Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan
di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan
NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada
masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan
bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).

Tindakan MPRS ialah mencabut kembali ketetapan No III/1963 tentang penetapan


presiden soekarno sebagai presiden seumur hidup , tindakan yang dilakukan oleh orde
baru adalah pembubaran PKI melalui TAP MPRS No.XXV/1966 dan partindo menjalin
hubungan erat dengan PKI.

Pemilu 1971 pada era Presiden Soeharto diikuti oleh 10 parpol yaitu:
1. Partai Katolik

Partai Politik di Indonesia 17


2. Partai Syarikat Islam Indonesia
3. Partai Nahdlatul Ulama
4. Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)
5. Golongan Karya
6. Partai Kristen Indonesia
7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
8. Partai Nasional Indonesia
9. Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
10.Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia.

Untuk mengikis pengaruh PKI yang begitu besar saat itu, Golongan Karya (Golkar)
dibentuk di akhir-akhir masa kepemimpinan Sukarno. Golkar langsung ikut Pemilu
tahun 1971 dan menang. Ia bisa mengungguli partai-partai yang sebelumnya dominan
yakni NU, PNI dan Parmusi.

Beberapa parpol yang ikut pada Pemilu 1955 tak lagi ikut serta pada masa Orde Baru
karena telah dibubarkan, seperti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai
Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Golkar menang dengan
mengantongi 62,8 persen suara (236 kursi DPR). Kemudian, disusul Nahdlatul Ulama
(NU) dengan 18,6 persen suara (58 kursi); Parmusi 5,3 persen suara (24 kursi); Partai
Nasionalis Indonesia (PNI) dengan 6,9 persen suara (20 kursi), dan Partai Syarikat
Islam Indonesia (PSII) dengan 2,3 persen suara (10 kursi).

Tahun 1973 atau dua tahun setelah Pemilu 1971, Rezim Orde Baru menggabungkan
partai-partai politik yang ada. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golkar, maka jumlah parpol peserta pemilu menjadi lebih
sedikit.

Tiga partai politik terbentuk dari hasil penggabungan atau fusi tersebut. Tiga partai itu
adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,
Parmusi, PSII, dan PERTI. Lalu ada Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan
gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo. Sementara Golkar
berdiri sendiri.

Dalih rezim Soeharto saat ini adalah untuk menciptakan stabilitas. Saat itu pemerintah
berkaca pada rezim orde lama di mana banyak parpol membuat perpecahan di tubuh
masyarakat.

Selanjutnya di Pemilu 1977 hingga 1997, Pemilu selalu diikuti oleh tiga parpol ini dan
selalu Golkar yang jadi pemenang. Golkar saat itu menjadi kendaraan politik utama
Soeharto untuk melanggengkan kekuasaan. Soeharto juga setiap periode selalu ditunjuk
oleh MPR menjadi Presiden RI.

Era Reformasi ditandai dengan mundurnya Soeharto dari presiden setelah berkuasa
hampir 32 tahun lamanya. Sejak itu, masyarakat menuntut kepada pemerintah penerus
agar ada pembaharuan kehidupan politik yang lebih demokratis dibanding sebelumnya.
Salah satunya yakni dengan mengeluarkan undang-undang pemilu yang baru.

Presiden Baharuddin Jusuf Habibie kemudian menerbitkan UU No 2 tahun 1999 tentang

Partai Politik di Indonesia 18


Partai Politik. Terbitnya undang-undang tersebut menggugah berdirinya partai-partai
politik baru.

"Reformasi membawa beberapa perubahan fundamental," kata Miriam Budiardjo dalam


bukunya berjudul Dasar-Dasar Ilmu Politik.

KPU, kala itu, mencatat ada 141 partai politik yang mendaftarkan diri ke Departemen
Kehakiman. Namun hanya 48 di antaranya memenuhi syarat dan boleh mengikuti
Pemilu 1999.

Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:


1. Partai Indonesia Baru
2. Partai Kristen Nasional Indonesia
3. Partai Nasional Indonesia – Supeni
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam
7. Partai Kebangkitan Ummat
8. Partai Masyumi Baru
9. Partai Persatuan Pembangunan
10. Partai Syarikat Islam Indonesia
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama
13. Partai Kebangsaan Merdeka
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. Partai Amanat Nasional
16. Partai Rakyat Demokratik
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. Partai Katolik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat
20. Partai Rakyat Indonesia
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang
23. Partai Solidaritas Pekerja
24. Partai Keadilan
25. Partai Nahdlatul Ummat
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. Partai Islam Demokrat
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi Indonesia
33. Partai Golongan Karya
34. Partai Persatuan
35. Partai Kebangkitan Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. Partai Buruh Nasional
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong

Partai Politik di Indonesia 19


39. Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. Partai Keadilan dan Persatuan
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. Partai Nasional Demokrat
47. Partai Ummat Muslimin Indonesia
48. Partai Pekerja Indonesia

Pemilu 1999 untuk pertama kalinya Golkar kalah. Pendatang baru, PDI Perjuangan yang
digawangi Megawati Soekarnoputri langsung jadi pemenang.

Di Pemilu selanjutnya di tahun 2004, mulai ada seleksi pada parpol yang akan ikut
pemilu dengan Undang-Undang Pemilu yang baru. Partai dengan perolehan kursi 2
persen di DPR atau 3 persen di DPRD yang boleh ikut Pemilu 2004. Saat itu hanya enam
partai yang memenuhi kriteria. Sementara partai-partai lain yang tidak memenuhi
kriteria harus bergabung dengan partai lainnya.

Dari 'seleksi' ini, ada 24 parpol yang berhak ikut Pemilu 2004, yaitu:

1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme


2. Partai Buruh Sosial Demokrat Indonesia
3. Partai Bulan Bintang
4. Partai Merdeka
5. Partai Persatuan Pembangunan
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9. Partai Demokrat
10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
13. Partai Amanat Nasional
14. Partai Karya Peduli Bangsa
15. Partai Kebangkitan Bangsa
16. Partai Keadilan Sejahtera
17. Partai Bintang Reformasi
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
19. Partai Damai Sejahtera
20. Partai Golongan Karya
21. Partai Patriot Pancasila
22. Partai Sarikat Indonesia
23. Partai Persatuan Daerah
24. Partai Pelopor

Partai Politik di Indonesia 20


Pada Pemilu 2004 ini juga digelar Pemilihan Presiden langsung di mana Susilo Bambang
Yudhoyono terpilih.

Pada Pemilu 2009 muncul pemenang baru, yakni Partai Demokrat di mana sosok
sentral partai ini, SBY, adalah petahana yang berlaga kembali di pilpres. Jumlah parpol
yang ikut Pemilu 2009 berjumlah 38 partai.

Terdiri dari 34 partai politik yang lolos verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum dan
empat parpol lama yang berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi partai politik
peserta Pemilu 2004 berhak ikut Pemilu 2009.

Selain itu ada enam partai lokal di Aceh yang bertarung untuk ditingkat DPRD selain
partai di tingkat nasional yakni Partai Aceh, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu
Aceh, Partai Daulat Aceh, Partai Rakyat Aceh, dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh.

Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:

Partai Politik Nasional:


1. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6. Partai Barisan Nasional (Barnas)
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)*
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)*
9. Partai Amanat Nasional (PAN)*
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)*
14. Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)*
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)*
20. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)*
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor*
23. Partai Golongan Karya (Golkar)*
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)*
25. Partai Damai Sejahtera (PDS)*
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia)
27. Partai Bulan Bintang (PBB)*
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)*
29. Partai Bintang Reformasi (PBR)*
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat*
Partai Politik di Indonesia 21
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
41. Partai Merdeka
42. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
43. Partai Sarikat Indonesia (PSI)
44. Partai Buruh

Partai Lokal Aceh:


35. Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)
36. Partai Daulat Aceh (PDA)
37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
38. Partai Rakyat Aceh (PRA)
39. Partai Aceh (PA)
40. Partai Bersatu Aceh (PBA)

Catatan : Tanda * menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004

Pemilu 2014 diikuti oleh 15 partai Politik, 12 partai di tingkat nasional dan tiga partai
lokal Aceh. Tiga partai lokal yang ikut adalah Partai Aceh (PA), Partai Nasional Aceh
(PNA) dan Partai Damai Aceh (PDA) sedangkan 12 partai nasional pada Pemilu 2014
yakni PDI-P, Golkar, Demokrat, PKB, PPP, PAN, PKS, Gerindra, Hanura, Nasdem, PBB,
dan PKPI. Dari 12 partai itu, hanya 10 partai yang memenuhi parliamentary threshold
sebesar 3,5 persen perolehan suara. Kesepuluh partai yang melenggang ke DPR adalah
PDI Perjuangan (18,95 persen), Golkar (14,75 persen), Gerindra (11,81 persen),
Demokrat (10,19 persen), PKB (9,04 persen), PAN (7,59 persen), PKS (6,79 persen),
Nasdem (6,72 persen) PPP (6,53 persen), Hanura (5,26 persen). Sementara itu, Joko
Widodo dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan
Presiden 2014. PDIP kembali unggul dalam Pemilu ini. Sementara Demokrat melorot di
urutan keempat.

Pada Pemilu 2019, ada 20 partai politik yang berlaga, terdiri dari 16 parpol tingkat
nasional dan empat parpol lokal Aceh.

20 Parpol berdasarkan nomor urut adalah:

1. Partai Kebangkitan Bangsa


2. Partai Gerindra
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
4. Partai Golkar
5. Partai Nasdem
6. Partai Garuda
7. Partai Berkarya
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Perindo
10. Partai Persatuan Pembangunan
11. Partai Solidaritas Indonesia
12. Partai Amanat Nasional
13. Partai Hanura

Partai Politik di Indonesia 22


14. Partai Demokrat
15. Partai Aceh
16. Partai Sira
17. Partai Daerah Aceh
18. Partai Nanggroe Aceh
19. Partai Bulan Bintang
20. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Partai Politik di Indonesia 23


BAB VI
PROBLEMA PARTAI POLITIK DI INDONESIA
PERMASALAHAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan partai politik (parpol) di Indonesia
memiliki tiga kekurangan utama. Ketiganya yaitu keterbukaan pengelolaan dana parpol,
kaderisasi hingga penegakan etik yang lemah. Ketiga problem itu berdasarkan
penelitian yang dilakukan KPK terhadap seluruh parpol di Indonesia. Penilitian itu
dilakukan KPK dengan mengandeng Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kekurangan pertama yaitu soal keterbukaan soal pengelolaan dana parpol. Banyak
parpol yang tidak mau diaudit secara keseluruhan terkait anggaran dana parpol
tersebut. Kedua proses kaderisasi. Sejumlah parpol mapan malah mengambil dari pihak
luar ketimbang kadernya sendiri saat kepala daerah atau anggota dewan. Yang terakhir
soal penegakan etik. Belum ada ketegasan dari parpol dalam memberikan sanksi
kepada kader yang berbuat salah.

Ketiga hal itu harus dibenahi oleh setiap parpol. Saat ini para pelaku yang terjerat oleh
KPK didominasi anggota parlemen baik di pusat maupun daerah. Korupsi, baik yang
dilakukan secara individu maupun kolektif untuk kepentingan partai politik,
merupakan fenomena yang seakan terus bergulir. Kasus-kasus skandal korupsi partai
politik juga makin marak dengan melibatkan individu-individu di pemerintahan.
Maraknya fenomena ini tidak lain disebabkan karena kebutuhan sumber dana yang
besar untuk partai politik sebagai sebuah mesin politik

Satu-satunya yang mendominasi politik Indonesia, sebagaimana dijamin dalam


konstitusi yang telah beberapa kali diamandemen. Dominasi ini meliputi penguatan
fungsi DPR, yang berarti penguatan peran partai politik karena hanya partai politik
yang berhak memiliki kursi di DPR, kewenangan partai politik sebagai satu-satunya
organisasi yang berhak mencalonkan presiden dan wakilnya serta kepala daerah,dan
wewenang partai politik melalui wakil-wakilnya di DPR untuk memilih dan mengangkat
pejabat publik (Asshiddiqie, 2007).

Perannya yang sedemikian besar diatur dalam konstitusi lewat sejumlah proses yang
sarat dengan tarik menarik kepentingan wakil-wakil partai politik yang ada di DPR RI.
Ini merupakan salah satu perubahan paling dramatis dan menguntungkan bagi partai
politik, mengingat UUD 1945 bahkan tak sekalipun menyebut “partai politik” dan secara
praktik fungsi partai politik dimandulkan oleh rezim Orde Baru. Peran yang demikian
besar dan strategis ini diikuti dengan kebutuhan berkegiatan untuk menjalankan
fungsinya, terutama untuk mempertahankan keberadaannya dan mengupayakan
berbagai cara untuk memenangkan pertarungan elektoral. Partai politik membutuhkan
sumber dana yang terbilang sangat besar untuk mencakup mulai dari kebutuhan
operasional (kesekretariatan) hingga konsolidasi organisasi.

Partai Politik di Indonesia 24


Junaidi dkk (2011: 104-108) membagi kebutuhan partai politik ini ke dalam lima aspek
berdasarkan laporan keuangan partai politik ke pemerintah. Kelima aspek ini adalah:
1. operasional sekretariat, yang mengacu pada PP No. 5/2000;
2. konsolidasi organisasi, termasuk Musyawarah Nasional, kongres, atau muktamar.
3. pendidikan politik termasuk kaderisasi
4. unjuk publik yang meliputi survei, pemasangan iklan di media massa, perayaan
ulang tahun, bakti sosial, seminar, dan kegiatan lainnya; serta
5. perjalanan dinas ketua umum partai politik bersama jajaran pengurus partai
lainnya.

Besarnya pengeluaran ini tidak dibarengi dengan pendapatan atau pemasukan yang
memadai. Pendapatan partai politik diatur sebagaimana yang diatur dalam Undang-
undang, dan disebutkan juga dalam AD/ART partai politik, mencakup lima sumber:
iuran anggota,sumbangan perseorangan anggota, sumbangan perseorangan bukan
anggota, sumbangan badan usaha, dan subsidi Negara.

Penelitian Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Indonesia (Kemitraan)


tentang keuangan partai politik mencoba membuat simulasi pendapatan dan belanja
(pengeluaran) partai politik berdasarkan laporan keuangan partai ke pemerintah

a. Undang-Undang yang Mengatur Keuangan Partai Politik


Lepas kendalinya partai politik, termasuk pengendalian partai politik oleh pemilik
uang tertentu, berpengaruh pada fungsi dan peran partai politik. Hal ini melatar
belakangi lahirnya pengaturan keuangan partai politik dalam tiga UU partai politik:
UU No. 31/2002, UU No.2/2008, dan UU No. 2/2011. Sebelumnya, pada masa Orde
Baru pemerintah juga mengatur tentang keuangan partai politik dalam UU No.
3/1975 yang menyebutkan bahwa sumber keuangan partai politik berasal dari
iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat, usaha lain yang sah, dan bantuan
dari Negara. Adapun UU yang dibuat untuk mengatur secara lebih rinci soal
keuangan partai politik. UU No 31/2002 menjabarkan posisi dan fungsi partai
politik setelah perubahan UUD 1945. UU No. 2/2008 merupakan pengganti UU
No.31/2002, yang dimaksudkan untuk menyempurnakan pengaturan partai politik.
Terakhir, UU No.2/2011 yang berlaku sejak 15 Januari 2011 dibuat untuk
mengganti UU No.2/2008 dengan maksud untuk mempertegas pengaturan
keuangan.

b. Politik uang
Politik uang atau yang umumnya dikenal sebagai money politik, yang dilakukan
oleh individu-individu partai politik di Indonesia merupakan sebuah fenomena
yang semakin mencuat dalam dua dekade terakhir. Fenomena ini bahkan sudah
mencapai titik kronis, dikarenakan banyaknya kasus-kasus terjadi di momen politik
lokal maupun nasional. Di samping itu, berbeda dengan korupsi, politik uang sulit
dibuktikan secara hukum, tapi lebih umum diakui secara sosial. Praktek ini sudah
dimulai oleh Golkar pada masa Orde Baru yang mengiming-imingi masyarakat
setiap Pemilu yang kemudian dikenal dengan istilah ‘serangan fajar’, dan
berkembang di hampir seluruh pemilihan di lingkungan partai politik pada era
tersebut.

Partai Politik di Indonesia 25


Politik uang, menurut Ali Nurdin, adalah istilah khas Indonesia yang tidak dikenal
dalam literatur politik. Meski demikian, politik uang secara umum dipahami sebagai
praktik pendistribusian uang (tunai atau dalam bentuk barang) dari individu
kandidat pada Pemilu atau Pilkada kepada pemilih di wilayah pemilihan mereka.
Istilah lain yang digunakan dalam literatur atau kajian politik adalah vote-buying
atau pembelian suara oleh para kandidat Pemilu dengan membagi-bagikan uang
atau bentuk konsesi lainnya.

Fenomena vote-buying ini menurut Scheffer merupakan sesuatu yang umum terjadi
dalam Pemilu yang kompetitif (popular election). Pembelian suara memiliki banyak
arti dan dipahami dalam konteks yang berbeda-beda tergantung faktor-faktornya,
termasuk tradisi politik, budaya, dan sistem pemilihan.

Politik uang dalam Pemilu langsung bekerja paling tidak empat siklus.
1. transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon kepala
daerah yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pasca-
Pemilu.
2. transaksi antara pasangan calon kepala daerah dengan partai politik, dimana
partai politik cenderung memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk dana dari
kandidat tersebut.
3. transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan petugas-petugas
Pemilukada yang mempunyai wewenang untuk menghitung perolehan suara
agar kandidat memiliki kesempatan untuk memperoleh tambahan suara guna
memenangkan pemilihan, dengan cara-cara yang tidak sah melalui bantuan
dari otoritas pelaksana pemilu. Aspinall dkk menyebut praktek ini sebagai vote-
trading atau pertukaran suara, dan ini menjadi fenomena yang marak di
berbagai pilkada sebagaimana temuan penelitian mereka.
4. transaksi antara calon atau tim kampanye dengan calon pemilih dalam bentuk
pembelian suara. Lima aktor yang terlibat dalam siklus tersebut adalah
penyandang dana atau donor, kandidat politik dan timnya, partai politik,
penyelenggara pemilu, dan calon pemilih.

Persoalan lain yang dihadapi sistem kepartaian adalah belum berjalannya secara
maksimal fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik terhadap
negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partai politik terhadap
negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya
partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai
politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan
nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman.
Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan pendidikan
politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk
menghasilkan keder-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Sistem kepartaian yang ada juga masih menghadapi derajat kesisteman yang rendah
serta kurang mengakar dalam masyarakat, struktur organisasi partai yang tidak stabil
yang tidak mengacu pada AD/ART, dan citra partai di mata publik yang masih relatif
buruk. Selain itu, partai politik yang ada pada umumnya cenderung mengarah pada tipe
partai politik kharismatik dan klientelistik ketimbang partai programatik.

Partai Politik di Indonesia 26


Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkan oleh belum
munculnya pola partai kader. Partai politik cenderung membangun partai massa yang
memiliki ciri-ciri: meningkatnya aktivitas hanya menjelang pemilu, menganut sistem
keanggotaan yang amat longgar, belum memiliki sistem seleksi dan rekrutmen
keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkan sistem pengkaderan dan
kepemimpinan politik yang kuat.
Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada massa adalah kurang
intensif dan efektifnya kerja partai. Sepanjang tahun sebagian besar kantor partai
hampir tidak memiliki agenda kegiatan yang berarti. Hal ini ditandai dengan tidak
dimilikinya rencana kerja partai yang bersifat jangka panjang, menegah dan jangka
pendek. Partai politik semestinya merupakan suatu kelompok terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, dan
yang mempunyai visi, misi, program dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik
dan melalui kekuasaan politik itu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai
akibatnya, partai politik tidak memiliki program yang jelas dalam melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan,
belum dapat membangun sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk
menjembatani rakyat dengan pemerintah.
Partai politik semacam ini hanya berorientasi pada perolehan dukungan suara di
daerah pemilihannya dalam rangka memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan
kepentingan dan pemenuhan hak konstituen. Hal ini yang membuat partai gagal dalam
mengembangkan dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Dalam kondisi krisis
kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang berakibat pada penurunan
dukungan masyarakat terhadap perolehan suara, hal ini dapat menimbulkan frustasi
bagi kader dan pengurus partai. Kondisi ini akan berakibat kader dan pengurus partai
yang berdedikasi tinggi sekaligus memiliki karakter, dengan mudah mengubah garis
politik.
Bertolak dari sistem rekrutmen dan ketidakjelasan program kerja dan orientasi partai,
pemenuhan hak dan kewajiban yang terabaikan, rendahnya kepercayaan masyarakat,
kepemimpinan partai yang kurang responsif dan inovatif sehingga menimbulkan
sejumlah problematik dan konflik yang sering tidak terselesaikan oleh internal partai.
Konflik yang tidak terselesaikan tersebut disebabkan oleh terbatasnya pengaturan
penyelesaian konflik yang dilakukan melalui prinsip musyawarah mufakat internal
partai, maupun penyelesaian konflik/perselisihan yang dilakukan melalui pengadilan.
Tambahan lagi, tidak adanya kesadaran para pengurus untuk segera menyelesaikan
konflik dan masing-masing mau menangnya sendiri akan mengakibatkan semakin
berlarut-larutnya konflik tersebut.
Faktor lain yang menyebabkan lemahnya pelembagaan sistem kepartaian adalah belum
ada pengaturan yang dapat dijadikan pedoman untuk membekukan kepengurusan
partai politik, baik untuk kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi, maupun tingkat
kabupaten/kota. Problem lain yang dihadapi adalah upaya untuk meningkatkan
keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik sekalipun masih
menemukan kendala kultural dan struktural.
Problematik lain yang dijumpai adalah gejala belum adanya kemandirian partai yang
terkait dengan pendanaan yang tidak memadai di luar iuran anggota dan subsidi
negara. Iuran anggota pada sebagian besar partai relatif tidak berjalan karena partai

Partai Politik di Indonesia 27


umumnya bersifat massa dan juga lemahnya mekanisme hadiah dan ganjaran di dalam
internal partai. Hal ini mengakibatkan partai senantiasa tergantung atau berharap pada
sumbangan dari pemerintah dan pihak lain baik pribadi atau perusahaan. Akibatnya,
partai politik sibuk mencari tambahan dana partai sedangkan pada saat yang
bersamaan partai politik harus memperjuangkan kepentingan rakyat.
Selain itu, mekanisme pengelolaan keuangan yang tidak didasarkan pada perencanaan
dan penganggaran, pengakuntansian dan pelaporan yang baik, mengakibatkan tidak
terwujudnya laporan pertanggungjawaban keuangan partai yang transparan, akuntabel
dan auditable. Hal ini mendorong rendahnya tingkat kepercayaan anggota dan
masyarakat terhadap partai politik dalam mengelola keuangan dan kekayaannya.
Hal lain yang turut serta menyokong lemahnya pelembagaan partai politik adalah
longgarnya syarat bagi pembentukan partai politik. UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik menentukan bahwa “Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling
sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh
satu) tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi dan didaftarkan oleh paling sedikit
50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik dengan akta
notaris.”. Dari ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan partai politik
mudah dilakukan karena cukup mengumpulkan 30 (tiga puluh) orang, sehingga
mendorong setiap orang atau kelompok untuk mendirikan partai politik.

Hampir sebagian besar partai politik menghadapi masalah sentralisasi yang terlalu kuat
dalam organisasi partai, antara lain ditandai oleh sentralisasi dalam pengambilan
keputusan di tingkat pengurus pusat (DPP) dan pemimpin partai. Hal ini membuat
kepengurusan partai di daerah sering kali tidak menikmati otonomi politik dan harus
rela menghadapi berbagai bentuk intervensi dari pengurus pusat partai. Dalam kaitan
ini, penyempurnaan sistem kepartaian dalam rangka mendukung penguatan sistem
pemerintahan presidensial dan sistem perwakilan, perlu diatur ketentuan yang
mengarah pada terbentuknya sistem multipartai sederhana, terciptanya pelembagaan
partai yang efektif dan kredibel, terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis
dan akuntabel, dan penguatan basis dan struktur kepartaian.
Problematik lain, partai politik di Indonesia dewasa ini belum terlembaga sebagai
organisasi moderen. Yang dimaksud dengan pelembagaan partai politik adalah proses
pemantapan sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga
terbentuk suatu budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem
demokrasi. Dalam konteks pembangunan politik, yang terpenting bukanlah jumlah
partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian
yang berlangsung. Sistem kepartaian disebut kokoh dan adaptabel, apabila partai politik
mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai
akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting
bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan
yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Partai Politik di Indonesia 28


MEMBANGUN SISTEM KEPARTAIAN YANG BAIK
Sistem kepartaian yang kokoh sekurang-kurangnya harus memiliki dua
kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat
mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mencakup
dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang
dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan yang dihadapi oleh sistem politik.
Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi partai yang
mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok baru ke
dalam sistem politik.
Penguatan partai politik di Indonesia dapat dilakukan pada 3 level, yaitu : level akar
rumput, level pusat, dan level pemerintahan. Pada level akar rumput partai menghadapi
konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Pada level pusat
partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. Pada level
pemerintahan partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain,
komisi, dan negara.
Penguatan partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombak partai,
merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partai dan
masyarakat secara umum. Pengelolaan partai politik pada akar rumput ini pada
akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai. Persoalan
memelihara loyalitas pendukung menjadi problema utama bagi partai politik di akar
rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peranan partai di akar rumput saat
ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakat sipil dan media massa. Penguatan
juga harus dilakukan pada level partai di pusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi
payung bagi aktivitas partai pada level pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung
aktivitas pekerja partai dan koordinator berbagai kepentingan. Apa pun kebijakan yang
diambil harus dikomunikasikan kepada partai pada level akar rumput dan pada partai
di pemerintahan. Peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diraih
oleh partai politik kemudian harus ditransformasikan dalam berbagai kebijakan dengan
mengedepankan kepentingan rakyat.
Pelembagaan partai partai biasa dilakukan melalui penguatan 4 (empat) komponen
kunci, yakni, pengakaran partai (party rooting), legitimasi partai (party legitimacy),
aturan dan regulasi (rule and regulation), dan daya saing partai (competitiveness).
Pengakaran partai dimaksudkan agar partai terikat secara organik dengan masyarakat,
khususnya dengan konstituennya. Dengan ini partai dapat secara kontinyu menjalankan
fungsi-fungsinya yang terhubung secara langsung dengan masyarakat, seperti
pendidikan politik, sosialisasi dan komunikasi politik dan juga agregasi kepentingan
yang lebih luas.
Selanjutnya, pelembagaan kepartaian bisa juga dilakukan dengan menata aturan dan
regulasi (rule and regulation) dalam partai. Maksudnya adalah penguatan partai dengan
menciptakan kejelasan struktur dan aturan kelembagaan dalam berbagai aktivitas
partai baik di pemerintahan, internal organisasi, maupun akar rumput. Dengan adanya
aturan main yang jelas dan disepakati oleh sebagian besar anggota, dapat dicegah upaya
untuk manipulasi oleh individu atau kelompok tertentu bagi kepentingan-kepentingan
jangka pendek yang merusak partai. Kemudian, dalam perbaikan terhadap struktur dan
aturan, dapat dilekatkan berbagai nilai demokrasi dalam pengelolaan partai.

Partai Politik di Indonesia 29


Pelembagaan partai politik juga dilakukan dengan menguatkan daya saing partai yakni
yang berkaitan dengan kapasitas atau tingkat kompetensi partai untuk berkompetisi
dengan partai politik lain dalam arena pemilu maupun kebijakan publik. Daya saing
yang tinggi dari partai ditunjukkan oleh kapasitasnya dalam mewarnai kehidupan
politik yang didasari pada program dan ideologi partai sebagai arah perjuangan partai.
Secara teoretik, daya saing partai berarti kapasitasnya untuk memperjuangkan program
yang telah disusun. Partai yang demikian seringkali dianggap memiliki identitas partai
programatik.
Dengan demikian, secara keseluruhan pelembagaan partai dapat dilihat dari seberapa
partai memperkuat dirinya dalam hal pengakaran, penguatan legitimasi, pembuatan
aturan main, dan peningkatan daya saing.
Secara teori ada keterkaitan yang erat antara upaya penataan sistem politik yang
demokratis dengan sistem pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam masa transisi
politik, pemahaman terhadap hubungan antara kedua proses itu menjadi sangat
penting. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, seringkali penataan elemen sistem
politik dan pemerintahan dilakukan secara terpisah. Logika yang digunakan seringkali
berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam realitas, semua elemen tersebut akan
digunakan dan menimbulkan kemungkinan komplikasi satu dengan lainnya.
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai
politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat ketimbang memperebutkan kursi
kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai politik, meminimalisir
mungkin adanya sikap politik yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap
membuka adanya ruang bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi
politik yang lebih sehat dan lebih konsisten pada aturan main organisasi.

Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi partai politik juga harus memberikan ruang
bagi terbangunnya suatu sistem manajemen konflik yang lebih baik. Agar konflik
personal maupun kelompok maupun yang terjadi diluar partai tidak bisa berkembang,
mampu kendalikan sehingga tidak melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku
negatif yang bisa merusak. Manajemen konflik juga penting dalam mengelola masalah
tersebut sebelum diselesaikan secara organisasi, atau minimal bisa secara efektif
mencegah adanya perpecahan ditubuh partai.

Sebagaimana yang dipikirkan oleh Ross (1993) sebagai seorang ahli dalam manajemen
konflik, bahwa manajemen konflik berupa penyelesaian konflik dan bisa jadi
menghasilkan ketenangan, hal positif, mufakat dan lebih kreatif. Masih ada waktu bagi
para pemimpin partai untuk melakukan perubahan di dalam partainya. Kepemimpinan
kharismatis haruslah diabdikan untuk kepentingan semua kader, bukan kelompok.
Kepemimpinan model itu harus dipadukan dengan manajemen pengelolaan partai yang
modern, terbuka dan demokratis, termasuk dalam mengelolah konflik. Hanya dengan
menerapkan manajemen modern, partai bisa eksis dan mendapat simpati
pendukungnya.

Partai Politik di Indonesia 30


PENUTUP
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai,
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk
melakukan kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.

Partai politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan


kahidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab
sebagai alat artikulasi masyarakat dan sarana partisipasi politik. Dengan kondisi Partai
Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan
rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial
yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna
mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk
memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan
partai yang sehat dan fungsional

Tiga tantangan utama yang penulis identifikasi adalah relasi patronase dan klientalisme
yang kuat, mekanisme dan sistem yang tidak demokratis dalam internal partai, serta
keterbatasan pengawasan dan implementasi. Untuk tetap memperbaiki citra partai
politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai politik lebih maksimal memikirkan
nasib masyarakat ketimbang memperebutkan kursi kekuasaan. Sedangkan dalam
konteks konflik internal partai politik, meminimalisir mungkin adanya sikap politik
yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap membuka adanya ruang bagi
kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat dan
lebih konsisten pada aturan main organisasi.

Demikian tulisan ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada. Penulis
banyak berharap para pembaca agar menyampaikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya tulisan ini dan dan penulisan lain di kesempatan-
kesempatan berikutnya. Semoga tulisan ini berguna bagi penulis pada khususnya juga
para pembaca yang budiman pada umumnya.

Partai Politik di Indonesia 31


DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Partai Politik & Perubahannya (2011).
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik-cet. Ke-26. Jakarta: Gramedia, 2004.
Saragih, Swani Sona. Pengantar Ilmu Politik.
Rudy, Teuku May. Pengantar Ilmu Politik-cet. pertama. Bandung: Eresco, 1993.
Sanit, Arbi. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Sitepu, P Anthonius. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Djuyandi, Yusa. Pengantar Ilmu Politik, Suatu Dasar Bagi Pemula. Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik-cet. ketujuh. Jakarta: Grasindo, 2010.
Fieth, M Herbert. Pemikiran Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka jaya. 1984.
Asshiddiqie, Jimly. Kemerdekaan Serikat. Buana ilmu populer, 2007.
Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
http://id.wikipedia.org

Partai Politik di Indonesia 32


BIODATA PENULIS
Rozal Nawafil lahir pada tanggal 28 Januari 2000 di Desa
Keude Siblah, Blangpidie, Aceh Barat Daya (Abdya) dari
pasangan Nawawi dan Agustina, S.Pd.

Pendidikan dasar dan menengah penulis ditamatkan di


Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh. Saat ini, penulis
sedang menempuh pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam
Negeri setelah sebelumnya sempat satu tahun berkuliah di
Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Syiah Kuala (Unsyiah)
Banda Aceh.

Tulisan ini penulis tulis sebagai tugas terstruktur mata kuliah Pengantar Politik di kelas E-1
Prodi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sektor Publik, Fakultas Manajemen
Pemerintahan, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor tahun 2019.

Riwayat pendidikan penulis:

 SD Negeri 2 Keude Siblah; lulus 2011


 SMP Negeri Unggul Tunas Nusa; lulus 2014
 SMA Negeri Unggul Tunas Bangsa; lulus 2017
 Institut Pemerintahan Dalam Negeri; angkatan XXIX

Pengalaman organisasi penulis:

 Wakil Ketua OSIS SMPN Unggul Tunas Nusa (2012-2013)


 Wakil Ketua MPK SMPN Unggul Tunas Nusa (2013-2014)
 Wakil Ketua Redaksi Buletin Tusa News (2014-2015)
 Ketua OSIS SMAN Unggul Tunas Bangsa (2015-2016)
 Ketua II PC OPI Aceh Barat Daya (2016-2018)
 Bidang Kesma Forum Blangpidie Abdya (2017-2018)
 Bidang PSDM Forum Ukhuwah Aneuk Teknik (FUAT) Unsyiah (2017-2018)
 Bidang Dakwah Rakan Meutuah Banda Aceh (2017-2018)
 Bidang Infokom Hipelmabdya (2017-2019)
 Kabid Infokom PD OPI Aceh (2017-2019)

Partai Politik di Indonesia 33

Anda mungkin juga menyukai