Dosen :
Disusun :
Nama : Hana Farida Salsabila ( 16334040 )
Villya Sukmaningsih (
Indra Ressy Octaviani ( 16334034 )
Pony Mulyasari ( 16334035 )
Oktarina ( 16334007 )
M Fatih
Andry Alfajr ( 16334072 )
Siswa Hadi Pomo ( 16334078 )
Arum Jannati ( 16334039 )
Agnivia Pramesti ( 16334061 )
Yasinta Dwianitami ( 16334091 )
Siti Syarifah ( 17334007 )
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
Jl. Moch. Kahfi II, Srengseng Sawah,Jagakarsa, Jakarta Selatan
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya serta limpahan kesehatan pada kami,
sehingga Makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik mungkin dan dengan tepat
waktu . Makalah ini dibuat dengan judul “TOKSIKOLOGI OBAT-OBAT
PSIKOTROPIKA” diharapkan bisa membuat pembaca memahami jenis-jenis dan
efek-efek toksik pada obat-obat golongan psikotropika.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini. Akhir kata, saya sampaikan
terima kasih kepada semua pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
terhadap pembaca dan atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
| TOKSIKOLOGI 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
Latar Belakang................................................................................................................ 4
Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5
I.1 ................................................................................................................ T
ujuan ............................................................................................................... 5
II.1 ............................................................................................................... T
eori Dasar .......................................................................................................
II.2 ...............................................................................................................
II.3 ...............................................................................................................
II.4 ...............................................................................................................
II.5 ...............................................................................................................
II.6 ...............................................................................................................
II.7 ...............................................................................................................
II.8 ...............................................................................................................
II.9 ...............................................................................................................
III.1 ..............................................................................................................
III.2 ..............................................................................................................
III.3 ..............................................................................................................
III.4 ..............................................................................................................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................
IV.1 ............................................................................................................. K
esimpulan .......................................................................................................
IV.2 ............................................................................................................. S
aran .................................................................................................................
| TOKSIKOLOGI 3
BAB I
PENDAHULUAN
| TOKSIKOLOGI 4
Telah dipostulatkan oleh Paracelcus, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat
ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran
suatu zat yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu
menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis
tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun pada
dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada
manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang
relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai
dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko kimia dari DDT,
mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di
jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah
akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan
efek toksik yang bersifat kronis.
I.3 Tujuan
| TOKSIKOLOGI 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
| TOKSIKOLOGI 6
ketergantungan. Menurut konsep neurobiologi, istilah ketergantungan
(dependence) lebih mengacu kepada ketergantungan fisik, sedangkan untuk
ketergantungan secara psikis istilahnya adalah ketagihan (addiction). Pada bagian
ini akan dipaparkan secara singkat tentang toleransi obat. Toleransi obat sendiri
dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : toleransi farmakokinetik, toleransi
farmakodinamik, dan toleransi yang dipelajari (learned tolerance).
| TOKSIKOLOGI 7
dapat juga terjadi pada obat-obat non-psikotropika, seperti obat-obat
simpatomimetik dan golongan vasodilator nitrat.
Di sisi lain, adiksi atau ketagihan obat ditandai dengan adanya dorongan,
keinginan untuk menggunakan obat walaupun tahu konsekuensi negatifnya. Obat-
obat yang bersifat adiktif umumnya menghasilkan perasaan euphoria yang kuat
dan reward, yang membuat orang ingin menggunakan dan menggunakan obat
lagi. Adiksi obat lama kelamaan akan membawa orang pada ketergantungan fisik
juga.
| TOKSIKOLOGI 8
menggunakan lagi. Hal ini karena ikatan obat opiat dengan reseptornya di
nucleus accumbens akan menyebabkan pelepasan dopamin yang terlibat dalam
system reward.
| TOKSIKOLOGI 9
genetik ditemukan ada keterkaitan dengan predisposisi individu untuk kurang
atau lebih rentan terkena ketergantungan obat. Ketergantungan obat sulit
dikendalikan karena keinginan penggunaan obat yang kompulsif, yang
menyebabkan pengguna berusaha mendapatkan obat untuk penggunaan berulang,
bahkan meskipun harus menghadapi konsekuensi kesehatan dan sosial yang
negatif. Begitu tergantung, individu sering gagal dalam usahanya untuk berhenti.
II.5 Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan salah satu obat yang paling sering diberikan
pada resep di seluruh dunia dimana agen penenang-hipnotis yang pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1960. Benzodiazepin biasa digunakan untuk berbagai
situasi yang meliputi kontrol kejang, kecemasan, penarikan alkohol, insomnia ,
kontrol obat-terkait agitasi, sebagai relaksan otot, dan sebagai agen
preanesthetic. Mereka juga sering dikombinasikan dengan obat lain untuk sedasi
prosedural . Karena digunakan secara luas, obat ini memiliki kecenderungan
untuk disalahgunakan. Selain itu, benzodiazepin yang sering digunakan dalam
overdosis, baik sendiri atau terkait dengan zat lainnya.
| TOKSIKOLOGI 10
flumazenil secara intravena , suatu antagonis benzodiazepin murni, efektif
membalikkan depresi SSP yang diinduksi benzodiazepine.
II.6 Patofisologi
| TOKSIKOLOGI 11
karena redistribusi cepat dari SSP ke situs perifer (misalnya, jaringan adiposa),
dengan demikian, lorazepam (larut air) memiliki durasi aksi SSP yang lama
daripada diazepam (lipofilik). Namun, diazepam memetabolisme untuk
intermediet aktif dengan waktu paruh yang lama yang memperpanjang efek
terapeutiknya.
| TOKSIKOLOGI 12
BAB III
PEMBAHASAN
| TOKSIKOLOGI 13
Eliminasi yang cepat dari asetilkolin yang dibebaskan selama penghantaran
impuls saraf adalah penting agar sistem saraf berfungsi normal. Pada setiap
impuls, asetilkolina harus dieliminasi sebelum suatu impuls berikutnya
dihantarkan. Maka untuk itu diperlukan setilkolin esterase yang berperan
pada membran postsinaptik dan bertugas memutuskan ikatan asetil dan
kolinnya.
Senyawa fosfat organik umumnya larut baik dalam lemak, sehingga akan
dengan mudah diabsorpsi melalui kulit dan relatif mudah ditranspor melewati
sawar darah otak menuju reseptornya di otak. Akibatnya ialah muncul
gangguan sistem saraf pusat dan perifer. Sampai batas tertentu, kerja blokade
fungsi saraf ini dapat dilawan oleh antagonis asetilkolin dengan nitrogen
tersier, misalnya atropina, yang juga bekerja pada sistem saraf pusat.
| TOKSIKOLOGI 14
anroganik menjadi fosfat organik berenergi tinggi. Xenobiotika yang sesuai
untuk reaksi pemutusan dan menggangu demikian racun HCN menghambat
pernafasan aerob, yaitu proses pertukaran elektron yang melibatkan oksigen.
Keracunan seperti ini dapat membahayakan jiwa. Hidrogen sulfida (H2S),
mempunyai mekanisme kerja yang sangat mirip dengan HCN dan merupakan
gas yang toksik.
| TOKSIKOLOGI 15
dan dengan demikian kemampuan darah untuk mentranspor oksigen akan
berkurang dengan nyata.
| TOKSIKOLOGI 16
kemudian dapat digunakan sebagai pengendor otot (relaksan otot). Atropin
memblok reseptor kolinergik pada postganglion parasimpatik. Sedangkan
nikotina bekerja pada hantaran kolinergik pada sinaps ganglion.
Banyak senyawa yang mempengaruhi penghantaran neurohormonal
tidak hanya bekerja pada sistem saraf otonom seperti obat andrenergik, anti
adrenergik obat kolinergik dan antikolinergik melainkan juga berbagai jenis
psikofarmaka. Antidipresan trisiklik (imipramina dan sebagainya)
mempengaruhi penghantaran rangsang pada sinaps adrenergik, senyawa ini
menghambat pengambilan kembali penghantar (transfer) pada ujung saraf
prasinaptik. Disamping obat ini, banyak toksin yang bekerja mempengaruhi
penghantaran rangsang salah satunya toksin botulinum bekerja menghambat
pembebasan asetilkolina pada pelat akhir (end plate) motorik dan dengan
demikian menyebabkan paralisis.
Berbagai halusinogen, contohnya meskalin, yang diisolasi dari bebagai
jenis kaktus Meksiko, dan LSD (asam lisergat dietilamid) yaitu suatu turunan
alkaloid Secale cornutum, menggangu penghantaran rangsang pada bagian
tertentu sistem saraf pusat. Beberapa stimulan lemah seperti arekolina, alkaloid
dari buah pinang, atau norpseudoefedrina dari Catha edulis mempengaruhi
juga hantaran impuls sentral.
b. Kerja mutagenik, yaitu zat kimia yang bekerja mengubah sifat genetika sel.
c. Kerja karsinogenik, yaitu zat kimia yang dapat menyebabkan kanker pada
waktu yang lama.
| TOKSIKOLOGI 17
5. Kerja Teratogenik
Suatu kondisi abnormal yang terjadi pada janin yang timbul selama fase
perkembangan embrio (fetus) atau bisa diartikan dengan pembentukan cacat
bawaan. Efek yang terjadi adalah janin terlahir dengan pertumbuhan organ
tubuh yang tidak lengkap. Jenis kerusakan tidak hanya tergantung dari zat
penyebab tapi juga tergantung pada fase perkembangan embrio, tempat zat
teratogenik bekerja. Contoh kasus: alkohol yang di konsumsi oleh wanita hamil,
dapat menyebabkan kelainan jantung; terjadi craniofacial abnormalities
(kelainan pada tengkorak dan wajah), yaitu a.l: microcephaly, small eyes, dan
flat midface; retardasi pada pertumbuhan; dan kelainan pembentukan tulang.
Selain itu juga dapat menyebabkan retardasi mental, lemah otot, kelainan
bicara, dan kelainan pada pendengaran.
| TOKSIKOLOGI 18
difenhidramin HCl. Beberapa reaksi dapat terjadi lebih parah dan harus
mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Alergi yang parah dapat mengakibatkan
hal yang fatal seperti anaphylaxis shock. Hal ini bila tidak segera ditangani
maka dapat mengakibatkan kematian.
b. Imunosupresan
Imunosupresan adalah penekanan pada sistem imun. Zat yang termasuk dalam
imunosupresan dapat digolongkan menjadi lima kategori:
1) Antineoplastik, seperti: metotreksat
c. Auto Imun
Sistem imune menghasilkan auto antibodi tehadap antigen endogen, yang
merusak jaringan normal. Seperti anemia hemolitik, pada penyakit ini terjadi
fagositosis terhadap eritrosit sehingga terjadi hemolisis dan anemia. Senyawa
yang dapat mengakibatkan anemia hemolitik adalah pestisida dieldrin.
| TOKSIKOLOGI 19
b. Gas Air Mata
Gas air mata pada konsentrasi rendah telah menyebabkan nyeri mata dan aliran
air mata yang deras. Contohnya: klorpikrin, bromaseton, bromasetofenon, dan
klorosetofenon. Pada konsentrasi tinggi zat ini dapat menyebabkan udema
(pembengkakan) paru-paru. Bila mata terkena sedikit gas air mata, maka
gangguan akan hilang dengan sendirinya karena kenaikan pembentukan air
mata yang diakibatkannya. Tetapi bila terkena pada konsentrasi yang lebih
tinggi maka harus dicuci berulang-ulang dengan air atau lebih baik dengan
larutan Natrium Hidrogen Karbonat 2%. Bersamaan dengan pencucian maka
kelopak mata harus dibalik.
| TOKSIKOLOGI 20
sistem reproduksi. Akhirnya, ginjal dan saluran kencing merupakan rute
utama untuk menghilangkan metabolit toksik sistemik dari tubuh.
1. Sistem pernafasan
Saluran pernafasan dapat menderita berbagai penyakit yang bisa diakibatkan
oleh paparan toksik, yang umum terjadi adalah:
a. Bronkitis akut atau kronis, akibat pembengkakan lapisan membran
tabung bronkial, yang dapat disebabkan oleh racun atau oleh infeksi.
Bronkitis kronis dapat disebabkan oleh amonia, arsen, debu kapas
(penyakit paru-paru coklat), dan oksida besi dari paparan asap las.
b. Emfisema, kondisi paru-paru yang ditandai dengan pembesaran
abnormal ruang udara yang distal ke bronkiolus terminal, disertai
dengan penghancuran dinding tanpa fibrosis yang jelas dan hilangnya
elastisitas ruang udara paru. Emfisema ditandai dengan pembesaran
paru-paru yang tidak mengeluarkan udara secara memadai dan
melakukan tidak menukar gas dengan baik, sehingga sulit bernafas,
terjadi pada perokok berat.
c. Gangguan interstisial, fibrosis paru dimana jaringan ikat fibrosa berlebih
berkembang di paru-paru dapat diakibatkan oleh penumpukan bahan
berserat di dalam rongga paru. Fibrosis kronis dapat terjadi akibat
paparan debu aluminium, aluminium, kromium (VI), debu batubara,
debu tanah liat kaolin, ozon, fosgen, silika, dan talk mineral.
d. Cedera paru akut, edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru;
meningkatkan penghalang kapiler alveolar dan membuat pernapasan
menjadi lebih sulit, pada kasus yang parah, paru-paru benar-benar
tenggelam dalam cairan tersebut. Contoh penyebab edema paru adalah
ozon, phosgene (COCl2).
Efek toksik yang umum terjadi pada paru adalah akibat dari beban
oksidatif. Beban oksidatif terjadi sebagai akibat oksidan aktif, terutama radikal
| TOKSIKOLOGI 21
bebas yang dihasilkan oleh berbagai agen toksik dan respon sel pertahanan paru-
paru. Ozon, O3, NO2, polutan udara yang paling sering dikaitkan dengan asap
fotokimia, adalah oksidan yang sangat aktif di udara yang tercemar. Sebagian
besar kerusakan oksidatif pada paru-paru akibat radikal bebas, seperti radikal
hidroksil, HO• dan ion superoksida, O-•, yang memulai dan menengahi reaksi
berantai oksidatif. Paru-paru yang terpapar oksidan menunjukkan peningkatan
kadar enzim yang menangkis radikal bebas, memberikan bukti peran mereka
dalam kerusakan oksidatif. Ada bukti yang menunjukkan bahwa sel paru-paru
yang rusak akibat pelepasan zat toksik yang mengubah paru-paru menjadi reaktif
yaitu anion superoksida, O2•.
2. Kulit
Penyakit kulit dan kondisi kulit yang paling umum akibat terpapar zat beracun
adalah:
1) Dermatitis kontak, ditandai dengan permukaan kulit yang teriritasi,
gatal, dan kadang terasa sakit, gejalanya adalah eritema, atau kemerahan.
Permukaan kulit mengalami pengelupasan, permukaannya terlepas.
Penebalan dan pengerasan bisa terjadi, suatu kondisi klinis dikenal
sebagai indurasi. Blistering, kondisi yang disebut vesiculation, juga bisa
terjadi. Kulit yang terkena dermatitis kontak biasanya menunjukkan
edema, dengan akumulasi cairan di antara sel kulit. Ada dua kategori
umum dermatitis kontak: dermatitis iritan dan dermatitis kontak alergi.
2) Dermatitis iritan tidak melibatkan respons imun dan biasanya
disebabkan oleh kontak dengan zat korosif yang menunjukkan pH yang
ekstrem, kemampuan pengoksidasi, dehidrasi, atau kecenderungan untuk
melarutkan lipid kulit. Dalam kasus paparan ekstrem, sel kulit hancur
dan bekas luka permanen. Kondisi ini dikenal sebagai luka bakar kimia.
Paparan asam sulfat pekat, yang menunjukkan keasaman ekstrim, atau
pada asam nitrat pekat, yang mendenaturasi protein kulit, Oksidan yang
kuat hidrogen peroksida 30% dapat menyebabkan luka bakar kimiawi
yang buruk. Bahan kimia lain meliputi amonia, kapur sirih (CaO), klor,
etilen oksida, hidrogen halida, metil bromida, oksida nitrogen, fosfat
putih unsur, fenol, hidroksida logam alkali (NaOH, KOH), dan toluena
diisosianat.
| TOKSIKOLOGI 22
3) Dermatitis kontak alergi terjadi saat individu menjadi peka terhadap
bahan kimia pada paparan awal, setelah itu eksposur selanjutnya
menimbulkan respons yang ditandai dengan dermatitis kulit. Dermatitis
kontak alergi adalah hipersensitivitas tipe IV yang melibatkan sel T dan
makrofag, bukan antibodi. Ini adalah respons tertunda, terjadi satu atau
dua hari setelah terpapar, dan seringkali hanya memerlukan sejumlah
kecil alergen untuk menyebabkannya. Beberapa di antaranya adalah zat
yang dioleskan ke kulit secara langsung sebagai produk kebersihan.
Termasuk dalam kategori ini adalah antibiotik bacitracin dan neomycin,
pengawet benzalkonium klorida, kortikosteroid terapeutik, dan antiseptik
diklorofen. Di antara zat lain yang menyebabkan dermatitis kontak alergi
adalah formaldehid, asam abietik dari tumbuhan, hydroquinone,
monomer akrilik, pewarna triphenylmethane, 2-mercaptobenzthiazole, p-
fenilen diamina, tetrametilthiuram, 2,4-dinitrochlorobenzene,
pentaeritritol triakrilat, resin epoksi, garam dikromat, merkuri , dan nikel.
4) Urticaria, yang biasa dikenal dengan gatal-gatal, adalah reaksi alergi
tipe I yang berawal sangat cepat dari paparan racun yang menjadi subjek
sensitif. Hal ini ditandai dengan pelepasan histamin dari sejenis sel darah
putih. Histamin menyebabkan banyak gejala reaksi alergi, termasuk
edema jaringan. Selain edema, eritema, dan menyertai bekas luka pada
kulit, urtikaria disertai dengan gatal yang parah. Pada kasus yang parah,
seperti yang terjadi pada beberapa orang akibat sengatan lebah atau
tawon, urtikaria dapat menyebabkan anafilaksis sistemik, reaksi alergi
yang berpotensi fatal.
| TOKSIKOLOGI 23
b. Hepatitis, radang sel hati akibat zat yang menyebabkan respons kekebalan,
atau penyakit mematikan sel, dan sisa-sisanya dilepaskan ke jaringan hati,
atau zat yang menyebabkan kematian sel (nekrosis) sel hati, contohnya
dimethylformamida.
d. Sirosis, yang disebabkan alkoholisme kronis, adalah hasil akhir yang fatal
dari kerusakan hati. Sirosis ditandai dengan pengendapan dan
penumpukan jaringan serat kolagen, yang menggantikan sel hati aktif dan
akhirnya sel hati tidak berfungsi.
e. Tumor dan kanker hati, disebabkan aflatoksin dari jamur, arsenik, dan
torium dioksida (sebagai kontras radioaktif untuk tujuan diagnostik)
2) Hipoksia anemia, bila aliran darah normal, tetapi kapasitas darah untuk
membawa oksigen menurun. Penyebabnya adalah kompetisi pada tempat
heme mengikat oksigen, biasanya hasil paparan karbon monoksida. CO
Karbon monoksida memiliki afinitas yang lebih besar terhadap besi (II)
pada heme daripada molekul oksigen, membentuk kompleks stabil
carboxyhemoglobin (Hb-CO). Penyebab lainnya adalah
methemoglobinemia, di mana zat besi (II) dalam hemoglobin teroksidasi
menjadi besi (III). Methemoglobin tidak membawa oksigen dan korban
keracunan dapat meninggal karena kekurangan oksigen. Ion nitrit, NO2,
| TOKSIKOLOGI 24
anilin, dan nitrobenzena) adalah racun yang dapat menyebabkan
methemoglobinemia.
b. Anemia
Hipoksia jangka panjang dapat menurunkan pembentukan sel darah di sumsum
tulang. Penurunan produksi eritrosit dan leukosit dalam sumsum,
mengakibatkan anemia aplastic dapat disebabakan paparan benzene. Timbal
menyebabkan gangguan sintesis heme.
c. Leukemia
yaitu produksi leukosit yang tidak terkontrol adalah suatu bentuk kanker,
paparan benzena kini dianggap sebagai penyebab kanker jenis ini.
d. Cardiotoksik
Sirkulasi darah terjadi akibat denyut jantung dan juga dipengaruhi oleh kondisi
sistem vaskular. Detak jantung melibatkan mekanisme elektrik (impuls saraf)
dan mekanik (kontraksi dan relaksasi otot jantung). Beberapa racun dapat
mempengaruhi tindakan terkoordinasi dengan baik ini, seperti bradikardia
(penurunan denyut nadi), takikardia (peningkatan denyut), dan aritmia (denyut
nadi tidak teratur). Antineoplastik, 5-fluoruoracil bersifat kardiotoksik,
menyebabkan hipotensi berat. Obat antidepresan seperti imipriminin, agen
antipsikotik, dan anestesi umum menyebabkan gangguan impuls berakibat
aritmia. Kadar anestesi lokal sistemik yang tinggi seperti lidokain dapat
menyebabkan gangguan jantung karena gangguan konduksi akson syaraf.
Katekolamin sintetis yang digunakan untuk mengobati gangguan pernafasan
dan kardiovaskular nekrosis sel jantung (kematian sel). Paparan akut alcohol
menyebabkan aritmia.
| TOKSIKOLOGI 25
arteriosklerosis. Efek umum lainnya adalah aterosklerosis, suatu bentuk
arteriosklerosis dimana lapisan dalam dinding arteri ditutupi dengan plak yang
dihasilkan oleh pengendapan zat lemak. Kolesterol, karbon monoksida,
dinitrotoluen, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan asam amino homocysteine
telah dikaitkan sebagai penyebab atherosklerosis. Acrolein, dari asap tembakau
dan knalpot mesin, secara biokimia sangat aktif akibat gugus aldehidnya
menyebabkan kerusakan pada sel vaskular. Arsenik menyebabkan
arteriosclerosis, pelebaran arteri dan kapiler merupakan gejala keracunan
arsenik akut.
5. Sistem Saraf
Efek dari neurotoksikan dapat dimanifestasikan dalam dua kategori:
encephelopathy dan neurophaty perifer.
1) Encephelopathy mengacu pada kelainan otak, meliputi edema serebral
(akumulasi cairan di otak), degenerasi dan hilangnya neuron otak, dan
nekrosis korteks serebral. Gejala encephelopathy meliputi hilangnya
koordinasi (ataksia), konvulsi, kejang, cerebral palsy (paralisis parsial dan
tremor), dan koma. Neurotoxins dapat menyebabkan gejala penyakit
Parkinson, yang meliputi kekakuan, cara berjalan yang acak, dan getaran
tangan dan jari. Gejala psikologis, seperti rasa malu, kemarahan yang tidak
terkontrol, dan kecemasan ekstrim, mungkin merupakan gejala kerusakan
neurotoxins pada jaringan otak. Efek lain dari neurotoksin bisa menjadi
demensia, ditandai dengan kehilangan ingatan, gangguan kemampuan
penalaran, dan biasanya gangguan perilaku. Logam yang menyebabkan
encephelopathy meliputi aluminium, bismut, timbal, dan arsenik (metaloid)
2) Neuropati perifer mengacu pada kerusakan saraf di luar sistem saraf pusat.
Hal ini terutama terlihat sebagai kerusakan pada saraf motorik yang terlibat
dengan gerakan otot sukarela. Arsenik menyebabkan neuropati perifer,
bismut menyebabkan gangguan emosional, timbal menyebabkan penurunan
belajar pada anak-anak, mangan menyebabkan gangguan emosional dan
gejala penyakit Parkinson, dan thallium menyebabkan gangguan emosional,
ataksia, dan neuropati perifer. Elemen merkuri yang terhirup uapnya bisa
mengakibatkan berbagai gejala psikologis, termasuk gangguan emosional,
kelelahan, dan tremor. Senyawa methyl-merkuri sangat neurotoksik,
| TOKSIKOLOGI 26
menyebabkan ataksia dan parestesia (sensasi gelitik dan sensasi tusukan
jarum). Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan hilangnya neuron
di korteks dan gejala encephelopathy dan parkinsonism. Gejala keracunan
karbon tetraklorida yang paling umum kedua setelah kerusakan hati adalah
encephelopathy. Korban yang selamat dari keracunan sianida mungkin
menderita parkinsonism yang tertunda. Kloramfenikol dapat mengakibatkan
neuropati perifer.
3) Axonopati, kondisi akibat kemunduran akson saraf dan mielin sekitarnya,
dapat disebabkan oleh hasil metabolisme n-hexane, γ-diketones, colchicine,
disulfiram, hydralazine, dan insektisida pyrethroids. Neuropati perifer adalah
jenis yang paling umum dari gangguan axonopathic. Sejumlah kasus psikosis
manik terjadi pada pekerja yang terpapar karbon disulfida, CS2, pada industri
rayon viscose dan karet.
4) Mielinopathi, efek neurotoksik akibat disintegrasi insulasi myelin disekitar
akson, disebabkan hexachlorophene, suatu antiseptik pada sabun bayi.
5) Gangguan neurotransmisi. Beberapa neurotoksin tidak mengubah struktur sel
saraf, namun mengganggu transmisi neurotransmisi, transmisi impuls saraf,
contohnya nikotin. Efek neurotoksik dari nikotin telah terjadi pada anak-anak
yang tertelan nikotin, dan bahkan pekerja yang menyerap nikotin melalui
kulit untuk menangani daun tembakau basah. Gejala pertama keracunan
nikotin meliputi denyut jantung yang dipercepat, berkeringat, dan mual.
Belakangan, jantung bisa melambat sedemikian rupa sehingga tekanan darah
menjadi terlalu rendah. Subjek bisa menjadi mengantuk dan bingung dan
mengalami koma. Kematian terjadi akibat kelumpuhan otot pernafasan. Zat
yang sangat menghancurkan yang mempengaruhi neurotransmisi adalah
kokain, yang menghambat pengambilan katekolamin di terminal saraf.
Kecanduan kokain sangat berbahaya karena bisa menembus sawar darah otak
dengan mudah.
6) Nefrotoksik
| TOKSIKOLOGI 27
Efek toksik pada ginjal dapat berupa gagal ginjal akut dan kronis. Beberapa di
antaranya termasuk senyawa merkuri organic, anti infeksi seperti sulfonamida
dan vankomisin, antineoplastik adriamycin (terapi kanker) dan mitomisin C,
imunosupresan siklosporin A, analgetik dan anti-inflamasi asetaminofen,
enfluran dan lithium digunakan untuk mengobati gangguan pada sistem saraf
pusat. Beberapa logam, termasuk kadmium, timbal, merkuri, nikel, dan
kromium, bersifat nephrotoxic. Beberapa zat yang berasal dari bakteri
(mikotoksin) dan tumbuhan (terutama alkaloid) bersifat nefrotoksik. Ini
termasuk aflatoksin B, citrinin, alkaloid pyrrolizidine, dan rubratoxin B.
Hidrokarbon terhalogenasi nephrotoxic meliputi bromobenzene, chloroform,
carbon tetrachloride, dan tetrafluoroethylene, yang diangkut ke ginjal sebagai
konjugat sistein. Etilen glikol dan dietilen glikol membahayakan ginjal karena
biokonversinya terhadap oksalat yang menyumbat tubulus ginjal. Herbisida
paraquat, diquat, dan 2,4,5-trichlorophe-noxyacetate juga memiliki efek
toksik pada ginjal (Manahan, 2003).
2. Toksokinetika
| TOKSIKOLOGI 28
a. Absorbsi dan distribusi
Cara pemakaian amfetamin secara oral, intravena, rektal, inhalasi, bawah
lidah (sub lingual), dengan bioavailabilitas oral 20-25 %, nasal 75 %, rektal
95-99%, injeksi intravena 100 %. Sedangkan bioavailabilitas metamfetamin
oral 62,7%, nasal 79%, rokok 90,3%, rektal 99%, injeksi intravena 100%.
Kebanyakan derivat amfetamin dengan cepat diabsorbsi dari saluran
pencernaan.
b. Metabolisme dan ekskresi
Setelah mengkonsumsi dosis oral sebanyak 2,5-15 mg amfetamin, kadar
puncak dalam plasma sebesar 30-170 μg/mL akan dicapai dalam 2 jam, dan
waktu paruh dalam plasma 8-12 jam. Kadar dalam darah yang menyebabkan
kematian biasanya di atas 500 μg/mL.
Metamfetamin dan Amfetamin mulai terdeteksi dalam urin 20 menit setelah
pemakaian. Amfetamin dikeluarkan dalam bentuk aslinya 20-30%,
sedangkan dalam urin asam, 78% dikeluarkan dalam 24 jam, 68% adalah
bentuk bebas.
| TOKSIKOLOGI 29
keasaman urin meningkatkan kecepatan ekskresi dan prosentase zat dalam bentuk
asli yang dikeluarkan. Target analisis adalah metamfetamin dan atau amfetamin
dalam bentuk bebas.
B. BENZODIAZEPIN
1. Klasifikasi
Benzodiazepin adalah suatu kelompok obat-obatan yang berfungsi sebagai anti
kejang, relaksan otot, hipnotik dan tranqulizer (obat penenang), termasuk
golongan IV psikotropika. Kelompok obat ini sering diberikan bersama dengan
obat-obatan anti depresan. Jenis zat golongan benzodiazepin yang paling banyak
disalahgunakan yaitu: diazepam (valium), klordiazepoksid (librium), nitrazepam
(mogadon), bromazepam (lexotan).
2. Toksokinetika
a. Absorbsi dan distribusi
| TOKSIKOLOGI 30
Benzodiazepin digunakan secara oral, injeksi, dan sublingual. Diabsorbsi secara
cepat dan menyeluruh setelah konsumsi oral dengan puncak kadar plasma dicapai
dalam waktu 30-90 menit. Bioavailabilitas 70% dengan protein binding dalam
plasma masing-masing diazepam (98-99%), desmethyldiazepam (99%)
Fisik
| TOKSIKOLOGI 31
Fokus pemeriksaan fisik pada tanda-tanda vital pasien, kardiorespirasi dan fungsi
neurologis. Overdosis benzodiazepin terlihat sebagai koma dengan tanda-tanda vital
normal.
• Nistagmus
• Halusinasi
• Bicara cadel
• Ataxia
• Koma
• Hypotonia
• Kelemahan
• Perubahan mental yang status, gangguan kognisi
• Amnesia
• Paradoksal agitasi
• Depresi pernafasan
• Hipotensi
a. Gambaran klinis.
Terjadinya depresi SSP dapat diamati dalam 30-120 menit untuk konsumsi secara
oral, tergantung pada senyawanya. Letargi, berbicara cadel, ataksia, koma, dan
gangguan pernapasan dapat terjadi. Umumnya, pasien dengan koma
benzodiazepin mengalami hyporeflexia dan pupil mata mengecil.
Kemungkinan dapat terjadi hipotermia. Komplikasi yang lebih serius mungkin
terjadi ketika terlibatnya short-acting agen yang baru atau ketika telah
mengonsumsi obat depresan lainnya. Komplikasi jarang terjadi, tapi apabila terjadi,
komplikasi terhadap kasus ini meliputi :
- Aspirasi pneumonia
- Rhabdomyolysis
- Kematian (jarang)
b. Penanganan Hipotermia
| TOKSIKOLOGI 32
A. Penilaian.
Hipotermia bisa meniru atau mempersulit overdosis obat dan harus dicurigai
pada setiap pasien koma. Contoh obat dan racun yang menyebabkan hipotermia
tercantum dalam Tabel I-11.
1. Hipotermia biasanya disebabkan oleh paparan suhu ambient rendah pada pasien
dengan mekanisme respon thermoregulatory tumpul. Obat dan racun dapat
menyebabkan hipotermia dengan menyebabkan vasodilatasi, menghambat
respons menggigil, penurunan aktivitas metabolik, atau menyebabkan
hilangnya kesadaran dalam lingkungan dingin.
2. Seorang pasien yang suhu lebih rendah dari 32 ° C (90 ° F) mungkin tampak
mati, dengan pulsa hampir tidak terdeteksi atau tekanan darah dan tanpa
refleks. EKG bisa menunjukkan defleksi terminal yang abnormal (J gelombang
atau Obstorn gelombang; lihat Gambar I-6).
B. Komplikasi.
Karena ada penurunan aktivitas metabolisme umum dan permintaan kurang
untuk aliran darah, hipotermia biasanya disertai dengan hipotensi dan
bradikardi.
1. Hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 70-90 mmHg) pada pasien dengan
hipotermia tidak harus diobati secara agresif; cairan intravena yang
berlebihan dapat menyebabkan overload cairan dan selanjutnya menurunkan
suhu.
2. Hipotermia berat (suhu <28-30 ° C) dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel
bandel dan serangan jantung. Hal ini dapat terjadi tiba-tiba, seperti ketika
pasien dipindahkan atau rewarmed terlalu cepat atau ketika CPR dilakukan.
| TOKSIKOLOGI 33
1. Sepsis.
2. Hipoglikemia.
3. Hipotiroidisme.
4. Lingkungan hipotermia, disebabkan oleh paparan lingkungan yang dingin.
D. Pengobatan
1) Mempertahankan jalan napas dan membantu ventilasi jika perlu.
Administer oksigen tambahan.
2) Karena denyut nadi mungkin sangat lambat (10/min) dan lemah, melakukan
evaluasi jantung hati sebelum asumsi bahwa pasien serangan jantung.
Jangan memperlakukan bradikardia, akan menyelesaikan dengan
rewarming.
3) Kecuali pasien dalam serangan jantung (detak jantung atau fibrilasi
ventrikel), rewarm perlahan-lahan (menggunakan selimut, cairan intravena
hangat, dan dihangatkan-kabut inhalasi) untuk mencegah aritmia
rewarming.
4) Untuk pasien dalam penangkapan jantung, agen antiarrhythmic biasa dan
countershock directcurrent sering tidak efektif sampai suhu inti di atas 32-
35 ° C (90-95 ° F). Menyediakan lavage lambung atau peritoneum dengan
cairan hangat dan melakukan CPR. Untuk fibrilasi ventrikel, bretylium, 5-
10 mg / kg IV (lihat p 421), mungkin efektif.
5) Pijat jantung terbuka, dengan irigasi hangat langsung dari ventrikel, atau
cardiopulmonary bypass parsial mungkin perlu pada pasien hipotermia
dalam penangkapan jantung yang tidak responsif terhadap terapi diatas.
c. Penanganan Koma
Penilaian.
Sebuah penurunan tingkat kesadaran adalah komplikasi serius yang paling
umum dari overdosis obat atau keracunan. Contoh obat dan racun
menyebabkan koma yang tercantum dalam Tabel I-10.
1) Koma yang paling sering merupakan akibat dari depresi global sistem
aktivasi retikuler otak, yang disebabkan oleh agen antikolinergik, obat-
obatan sympatholytic, SSP depresan umum, atau racun yang mengakibatkan
hipoksia seluler.
| TOKSIKOLOGI 34
2) Koma terkadang merupakan fenomena postictal setelah kejang obat atau
racun-diinduksi.
3) Koma juga bisa disebabkan oleh cedera otak yang berhubungan dengan
infark atau perdarahan intrakranial. Cedera otak disarankan oleh adanya
defisit neurologis fokal dan dikonfirmasi oleh CT scan.
Komplikasi.
Koma sering disertai oleh depresi pernafasan, yang merupakan penyebab utama
kematian. Kondisi lain yang dapat menyertai atau mempersulit koma meliputi
hipotensi (lihat p 16), hipotermia (p 20), hipertermia (p 21), dan rhabdomyolysis (p
27).
Pengobatan
1) Mempertahankan jalan napas dan membantu ventilasi jika perlu. Administer
oksigen tambahan.
2) Berikan dekstrosa, tiamin, dan nalokson.
a. Dekstrosa. Semua pasien dengan kesadaran depresi harus menerima dekstrosa
terkonsentrasi kecuali hipoglikemia dikesampingkan dengan tekad glukosa
samping tempat tidur langsung. Gunakan vena yang aman dan menghindari
ekstravasasi, dekstrosa terkonsentrasi sangat menjengkelkan ke jaringan.
| TOKSIKOLOGI 35
(1) Dewasa: 50% dekstrosa, 50 ml (25 g) IV.
(2) Anak-anak: dekstrosa 25%, 2 mL / kg IV.
| TOKSIKOLOGI 36
e. Pertimbangkan flumazenil jika benzodiazepin adalah penyebab hanya dicurigai
dari koma dan tidak ada kontraindikasi (lihat p 446). Perhatian: Penggunaan
flumazenil dapat memicu kejang pada pasien yang kecanduan benzodiazepin
atau yang telah bersama-menelan obat convulsant atau racun.
d. Penanganan Hipotensi
Penilaian.
Contoh obat dan racun menyebabkan hipotensi dan mekanisme mereka
tercantum dalam Tabel I-8.
1) Derangements fisiologis yang mengakibatkan hipotensi termasuk
kehilangan volume karena muntah, diare berdarah, atau; volume yang jelas
disebabkan oleh deplesi venodilation; dilatasi arteriol, depresi kontraktilitas
jantung, aritmia yang mengganggu dengan output jantung, dan hipotermia.
2) Volume kehilangan, venodilation, dan pelebaran arteriol yang mungkin
mengakibatkan hipotensi dengan refleks takikardia. Sebaliknya, hipotensi
disertai bradikardia harus menyarankan keracunan oleh agen sympatholytic,
membran-depresan obat, calcium channel blockers, atau glikosida jantung
atau adanya hipotermia.
Komplikasi.
Hipotensi berat atau berkepanjangan dapat menyebabkan nekrosis tubular akut
ginjal, kerusakan otak, dan iskemia jantung. Asidosis metabolik adalah temuan
yang umum.
| TOKSIKOLOGI 37
Pengobatan.
Untungnya, hipotensi biasanya merespon mudah untuk terapi empiris dengan
cairan intravena dan dosis rendah obat pressor (misalnya, dopamin). Bila
hipotensi tidak menyelesaikan setelah langkah-langkah sederhana, sebuah
pendekatan sistematis harus diikuti untuk menentukan penyebab dari hipotensi
dan untuk memilih pengobatan yang tepat.
| TOKSIKOLOGI 38
2. Mengobati aritmia jantung yang dapat menyebabkan hipotensi (denyut jantung
<40-50/min atau> 180-200/min [lihat hlm 10-13]).
3. Hipotensi yang terkait dengan hipotermia sering tidak akan memperbaiki dengan
terapi rutin cairan tetapi cepat akan menormalkan rewarming pada pasien.
Sebuah tekanan darah sistolik 80-90 mmHg diharapkan ketika suhu tubuh
adalah 32 ° C (90 ° F).
4. Berikan tantangan fluida menggunakan NS, 10-20 mL / kg, atau solusi lain
kristaloid.
5. Mengadministrasikan dopamin, 5-15 mcg / kg / menit (lihat p 438). Catatan
dopamin yang mungkin efektif pada beberapa pasien dengan toko saraf
kehabisan katekolamin (misalnya, dari disulfiram [p 186], reserpin, atau
antidepresan trisiklik [p 90] overdosis). Dalam kasus seperti norepinefrin, 0,1
mcg / kg / menit IV (p 479), mungkin lebih efektif.
6. Pertimbangkan antidot spesifik:
a. Natrium bikarbonat untuk saluran-blocking natrium overdosis antidepresan
trisiklik atau obat.
b. Glukagon untuk beta-blocker overdosis.
c. Kalsium untuk overdosis kalsium antagonis.
d. Propranolol atau esmolol untuk teofilin, kafein, atau metaproterenol atau
beta-agonis overdosis.
Dosis Toksik.
Secara umum, toksik yaitu : rasio terapi untuk benzodiazepin sangat tinggi.
Misalnya, overdosis diazepam oral telah dilaporkan mencapai lebih dari 15-20 kali
dosis terapi tanpa depresi yang serius. Di sisi lain, penahanan pernapasan telah
dilaporkan setelah menelan 5 mg triazolam dan setelah injeksi intravena yang cepat
dari diazepam, midazolam, dan banyak jenis lainnya dari benzodiazepin. Juga,
konsumsi obat lain dengan agen SSP-depresan (misalnya, etanol, barbiturat, opioid,
dll) kemungkinan akan menghasilkan efek aditif.
Diagnosis
| TOKSIKOLOGI 39
Biasanya didasarkan pada sejarah konsumsi obat oral atau injeksi terakhir.
Perbedaan diagnosis harus mencakup agen penenang-hipnotik lainnya, antidepresan,
antipsikotik, dan narkotika. Koma dan pupil yang mengecil tidak merespon dengan
nalokson tetapi dapat diatasi dengan pemberian flumazenil.
A. Tingkat Spesifik.
Kadar obat pada serum sering tersedia pada laboratorium toksikologi komersial
namun jarang dinilai dalam manajemen darurat. Urin dan skrining darah kualitatif
dapat memberikan konfirmasi secara cepat. Immunoassay tertentu mungkin tidak
mendeteksi benzodiazepin yang terbaru atau yang konsentrasinya rendah. Triazolam
dan prazepam jarang terdeteksi.
Penelitian laboratorium yang berguna termasuk glukosa, gas darah arteri, atau pulse
( denyut nadi ) oxymetry
a. Pemeriksaan Laboratorium
Skrining kualitatif urin atau darah dapat dilakukan tapi jarang mempengaruhi
keputusan pengobatan dan tidak memiliki dampak pada perawatan klinis segera.
Immunoassay yang paling sering dilakukan dan biasanya mendeteksi benzodiazepin
(BZDs) yang dimetabolisme untuk desmethyldiazepam atau oxazepam, dengan
demikian, hasil skrining negatif tidak menyingkirkan adanya agen BZD. Secara
keseluruhan, deteksi laboratorium BZDs tergantung pada metode skrining yang
digunakan.
b. Gambaran Pemeriksaan
c. Tes lainnya
| TOKSIKOLOGI 40
Dengan elektrokardiogram (EKG) untuk mengevaluasi co-ingestants, terutama
antidepresan siklik
Treatment
b. Akses intravena
- Penentuan glukosa ( finger stick ) secara cepat dan administrasi D50 jika
perlu
- Nalokson dapat diberikan pada dosis yang sangat rendah (0,05 mg dengan
peningkatan bertahap dalam dosis jika diperlukan), jika diagnosis tidak jelas
dan dicurigai mengkonsumsi opiat co- (misalnya, bukti adanya depresi
pernafasan yang parah )
| TOKSIKOLOGI 41
4 jam. Penting untuk diingat bahwa overdosis BZD yang terisolasi secara oral
adalah paparan relatif jinak (misalnya, sedasi berkepanjangan), dan aspirasi
dari karbon aktif secara signifikan dapat memperburuk hasil klinis, kadang-
kadang menyebabkan kematian.
a. Depresi pernafasan dapat diobati dengan bantuan ventilasi
b. Flumazenil merupakan antagonis reseptor kompetitif BZD dan harus digunakan
dengan hati-hati karena memiliki potensi untuk mempercepat penarikan BZD
pada pengguna kronis, mengakibatkan kejang. Pemberian flumazenil
dikontraindikasikan pada overdosis campuran (misalnya, TCAs) karena
pemulihan BZD mempercepat kejang dan aritmia jantung.
c. American Psychiatric Association dan National Institute of Clinical Excellence
memiliki pengobatan dan pedoman diagnostik yang tersedia untuk kasus-kasus
penyalahgunaan zat dan yang merugikan diri sendiri.
d. Pengosongan lambung tidak perlu jika dapat segera diberikan karbon aktif.
3. Konsultasi
a. Toxicologist atau pusat kendali racun
b. Spesialis perawatan secara intensif
c. Psikiater, jika mencoba bunuh diri
4. Tidak ada peran untuk diuresis, dialysis, atau hemoperfusion. Pengulangan dosis
karbon belum diteliti.
I. Medication
| TOKSIKOLOGI 42
1g / kg, 25-100g PO Atau 10g / g untuk ratio obat
Umumnya digunakan dengan 25g sorbitol (2mL/kg larutan 70% untuk anak-
anak); beberapa rejimen dosis 25g q2hr atau 50g q4hr tanpa Sorbitol; PRN
diberikan setiap dosis 3 atau 4: JANGAN memberi sorbitol dengan setiap dosis
karbon ; sorbitol, cathartics diasumsikan untuk dapat bernilai tetapi tidak pernah
terbukti. Dosis katarsis(pencahar) sekali sehari jika digunakan .
Kontraindikasi & Peringatan : Tidak adanya suara usus, ingestions kaustik, jalan
napas yang tidak dilindungi
2. Flumazenil
Flumazenil (lihat p 446) adalah reseptor antagonis spesifik benzodiazepine yang
secara cepat dapat memulihkan koma. Namun, karena overdosis benzodiazepin
dengan sendirinya jarang berakibat fatal, peran flumazenil secara rutin belum
ditetapkan. Flumazenil diberikan secara intravena dengan dosis awal 0,1-0,2 mg,
diulang sesuai dengan kebutuhan sampai maksimal 3 mg. Flumazenil memiliki
beberapa kelemahan yang penting:
Resedasi ini biasa terjadi ketika obat habis setelah 1-2 jam, dan dosis diulang atau
infus kontinu sering diperlukan.
| TOKSIKOLOGI 43
Pemulihan benzodiazepine : 0,2 mg injeksi IV lebih dari 15-30 detik
Jika tidak ada respon: kemudian 0,3 mg lebih dari 15-30 detik setelah 1 menit
kemudian, jika tidak ada respon kemudian lagi 0,5 mg IV lebih dari 15-30 detik
untuk dosis kumulatif maksimal 3 mg / jam
l. Penggunaan & dosis pediatric :
Laruan injeksi : 0.1mg/mL
Pemulihan Sedasi Benzodiazepine : Dosis awal: 0,01 mg / kg IV x1 dosis; tidak
melebihi 0,2 mg / dosis. Dosis berikutnya hingga 1 mg kumulatif: 0,005-0,01
mg / kg IV q1min, tidak melebihi 0,125 mg / dosis.
C. GOLONGAN ANTIPSIKOTIK
1. Klorpromazin (CPZ) dan Derivat Fenotiazin.
CPZ merupakan fenotiazin pertama yang digunakan untuk pengobatan
perilaku psikotik klien rumah sakit jiwa berefek sedasi kuat menurunkan
tekanan darah yang disertai sikap kecekapan dan daya fikir berkurang,
aktivitas motorik terganggu, menimbulkan gejala parkinsonisme (efek
ekstrapiramid). CPZ dapat mencegah muntah yang disebabkan kelainan
saluran cerna, rangsangan chemoreceptor trigger zone. Sedangkan fenotiazin
dapat mempengaruhi ganglia basal sehingga menimbulkan efek
ekstarpiramidal. CPZ dapat menghambat ovulasi dan menturasi, dapat
menghambat sekresi Acetil kolin dan menimbulkan hipotensi karena CPZ
berefek alfa bloker inotropik negatif jantung.
Efek farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik bila diberikan per oral dan
parenteral, penyebaran luas kesemua jaringan dengan kadar tinggi di paru-
paru, hati, dan limpa.
Efek samping : batas keamanan cukup besar dan cukup aman, gejala
ekstrapiramidal, distonia akut(wajah menyeringai, akastisia(gelisah, terus
bergerak), parkinsonisme, sindrom neuroleptik malignat( demam, tekanan
darah tidak stabil), tremor, mulut dan tenggorokan kering dan diskenesia
tardif ( mulut dan wajah distonia meluas). Indikasi utama fenotiazin untuk
pengobatan skizoprenia gangguan psikosis terutama ketegangan
hiperaktivitas, halusinasi, susah tidur, anoreksia, perhatian diri sangat buruk
dan negativisme.
| TOKSIKOLOGI 44
Farmakodinamika : efek hipotensi dan mual maka setiap pengobatan
diberikan bersama obat hipertensi dan antasida agar mengurangi laju
absorbsi dari kedua obat tersebut.
D. GOLONGAN ANTIANSIETAS
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas adalah sedatif terutama pada
golongan Benzodiazepin. Golongan Benzodiazepin yang di anjurkan adalah
| TOKSIKOLOGI 45
lordiazepoksid(Librium), Diazepam(Valium), Oksazepam(Serax), Klorazepat
(Tranxene), Lorazepam(Ativan), Prazepam(Centrax), Alprazolam(Xanax) dan
Halozepam(Paxipam). Benzodiazein digunakan untuk antikonvulsi,
antihipertensi,sedasi-hipnotik, obat-obat preoperasi dan antiansietas. Benzodiazepin
larut dalam lemak diabsorbsi si saluran gastrointestinal dan berkaitan dengan protein
> 80%, sisa metabolisme obat ini masih terdapat dalam urin selama beberapa hari.
Efek samping : pada penggunaan terapi timbul kantuk,serasi, pusing, sakit
kepala, mulut kering, penglihatan kabur dan konstipasi. Reaksi yang
merugikan adalah lekopenia (menurunnya jumlah sel darah putih), gejala
demam, nyeri tenggorokan dan ketergantungan fisik.
Tidak boleh dihentikan mendadak, gejala putus obat ini seperti sedatif-
hipnotik(menyebabkan tidur) = agitasi, gelisah, kejang otot, berkeringat >
gejala ini lambat setelah 2-10 hari dapat berminggu-minggu. Menghentikan
harus bertahap tidak boleh bersamaan alkohol karena dapat terjadi depresi
pernafasan.
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat terjadi efek
teratogenik pada janin. Efek yang lain adalah perangsang nafsu makanan
yang ditimbulkan oleh derivat benzodoazepin. Toksisitas rendah dijumpai
ketidak teraturan menstruasi dan kegagalan ovulasi pada wanita yang sedang
menggunakan Benzodiazepin ini.
1. Dibenzoxazepin
Efek farmakologi sama dengan fenotiazin, butirofenon, dan tiosanten. Termasuk
deruvat Loksapin yang memiliki efek antiemetik, sedatif, antikolinergik dan
antiadrenergik yang berguna untuk mengunakan skizofrenia dan psikosis
lainnya.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal dan harus hati-hati digunakan pada
pasien riwayat kejang. Diarbsorbsi baik peroral, kadar puncak plasma
dipuncak 1 jam IM dan 2 jam per oral.
2. Dibenzodiazepi, Benzodiazepin
Klozapin menunjukan efek antipsikosis lemah, mempengaruhi fungsi syaraf
dopamin yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental. Klozapin
| TOKSIKOLOGI 46
efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif
maupun yang negatif. Penggunaannya dibatasi karena dapat menimbulkan
resisten sehingga selama menggunakan obat ini perlu di pantau jumlah sel darah
putihnya setiap minggu.
Efek samping dan intoksikasi : menimbulkan agranulositosis,kantuk,pusing
kepala, hipersaliva, depresi nafas, hipertermia,takikardi,sedasi, aritmia dan
kejang.
Farmakokinetika : diabsorbsi secara cepat pada pemberian peroral,
dimetabolisme sempurna dan diekskresi leawat tinjaudan urin.
3. Diazepam
Diazepam diabsorbsi dengan cepat dan lengkap setelah pemberian per oral dan
puncak konsentrasi dalam plasmanya dicapai pada menit ke- 15-90 pada orang dewasa
dan menit ke-30 pada anak-anak. Bioavailabilitas obat dalam bentuk sediaan tablet
adalah 100 %. Ranget½ diazepam antara 20 sampai 100 jam dengan rata-rata t½ nya
adalah 30 jam.
Metabolisme utama diazepam berada di hepar, menghasilkan tiga metabolit aktif. Enzim
utama yangdigunakan dalam metabolismenya adalah CYP2C19 dan CYP3A4.N-
Desmetildiazepam ( nordiazepam ) merupakan salah satu dari metabolit diazepamyang
memiliki efek farmakologis yang sama dengan diazepam, yang memiliki t ½ yang
lebihpanjang daripada diazepam, yaitu antara 30-200 jam. Ketika diazepam
dimetabolisme olehenzim CYP2C19, diazepam berubah menjadi nordiazepam dan
terjadi proses N-dealkilasi.Pada fase eliminasi baik pada terapi dosis tunggal maupun
multi dosis, konsentrasi N-Desmetildiazepam dalam plasma lebih tinggi daripada
diazepam itu sendiri.
| TOKSIKOLOGI 47
Diazepam diekskresikan melalui air susu dan dapat menerobos barier plasenta,
karenaitu sebaiknya tidak digunakan/diberikan untuk ibu hamil dan menyusui. Didalam
tubuhembrio, bahan metabolit tersebut berpotensi menginhibisi neuron, meningkatkan
pH didalamsel, sehingga dapat bersifat toksik. Dengan terinhibisinya neuron, maka akan
terjadi gangguanpada proses pentransferan neurotransmitter untuk hormon-hormone
pertumbuhan,senhingga akan mengakibatkan pertumbuhan emmbrio yang lambat.
Dengan pH sel yangtinggi, akan mengakibatkan sel tidak dapat tereksitasi, sehingga
kerja hormon pertumbuhanmenjadi terganggu. Pada trimester pertama kehamilan, masa-
masa tersebut merupakanperiode kritis pada kehamilan, sehingga dengan adanya
bahan/zat teratogen yang bersifat toksik sedikit saja dapat mempengaruhi pertumbuhan
embrio, bahkan dapat menimbulkankematian pada janin.
Efek samping ringan dari diazepam dapat terjadi pada konsentrasi plasma
yangmencapai 50-100 µg/L, tetapi efek samping ini juga tergantung pada sensitivitas
tiapindividu. Efek anxiolitik terlihat pada penggunaan jangka panjang (long-term)
dengan konsentrasi 300-400 µg/L. Diazepam tidak boleh digunakan dalam jangka
waktu yangpanjang ( tidak boleh lebih dari 3 bulan ), karena akan berakibat buruk bagi
tubuh konsumen.Hal ini dapat disebabkan oleh t ½ diazepam yang panjang, ditambah
dengan t ½ N-Desmetildiazepam yang lebih panjang, yitu 2x t ½ diazepam. Dengan
kata lain, setelahkonsentrasi diazepam dalam tubuh habis untuk menghasilkan efek,
metabolit diazepam masihdapat memberikan efek terapeutik sebesar 2x efek yang
dihasilkan oleh diazepam, efek inididapatkan dari N-Desmetildiazepam. Efek metabolit
yang sangat besar ini diperkuat denganpersentase metabolit yang terikat protein dalam
plasma adalah 97%, lebih kecil daripadaprosentase diazepam yang terikat protein
plasma yaitu 98% - 99%.
Penghambatan Absorbsi
a.Pemuntahan
1.Mekanik: menyentuh langit- langit mulut dengan jari, pakai pensil
yangujungnya diberi kain.
| TOKSIKOLOGI 48
2. Kimiawi: dengan sirup ipekak, susu kental manis diminum tanpa
diencerkan,gula pasir dibuat larutan pekat, minyak ikan,
larutan garam dapur dibuat pekat
b.Bilas lambung
Dengan alat yang terdiri dari 2 selang untuk memasukan dan membuang
cairanyang ada dilambung, agar tidak masuk paru biasanya dilindungi dengan
NGT(Nasal Gastric Tube), cairan yang digunakan adalah aqua biasa atau
Natriumfisiologis, tidak boleh dengan air panas ataupun air dingin. Air dingin
akan menyebabkan hipotermia. Tetapi dengan air dingin dapat dilakukan bila
pasienmengalami luka lambung yang mengeluarkan darah, diharapkan dengan
air dingindapat membekukan darah, tetapi resikonya darah akan menggumpal
sehingga akanmenutupiu selang. Bilas lambung tidak bermanfaat bila waktu
keracunan sudahlebih dari 2 jam.
Penghambatan Distribusi
Percepatan Eliminasi
| TOKSIKOLOGI 49
a. Hemodialisis (dilakukan di rumah sakit)
b. Dialisis peritoneal (dilakukan di rumah sakit)
c. Penyesuaian pH
d. Diuresis paksa
e. Pemberian induktor / inhibitor enzim (tergantung prediksi sifat
metabolitnya)
f. Induktor Cyt-P450: Phenobarbital. Inhibitornya: curcumin atau simetidin
| TOKSIKOLOGI 50
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Toksisitas adalah pernyataan kemampuan racun menyebabkan timbulnya gejala
keracunan. Toksisitas ditetapkan di laboratorium, umumnya menggunakan
hewan coba dengan cara ingesti, pemaparan pada kulit, inhalasi, gavage, atau
meletakkan bahan dalam air, atau udara pada lingkungan hewan coba
Toleransi obat sendiri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : toleransi
farmakokinetik, toleransi farmakodinamik, dan toleransi yang dipelajari (learned
tolerance).
1. Induksi muntah. Hal ini dapat dilakukan jika penderita sadar, dengan cara
mengorek dinding faring bagian belakang dengan spatel atau dengan pemberian
apomorfin 5-8 mg subkutan.Pemberian larutan garam dapur atau induksi muntah
tidak begitu baik karenakemungkinan terjadi absorpsi garam yang berlebihan.
Mustard dapat diberikan 2 sendok makan dalam segelas air hangat.
| TOKSIKOLOGI 51
2. Bilasan lambung. Hal ini dianggap lebih berguna bila digunakan pipet karet
dengan diameter besar (30english gauge jacques tube) untuk memungkinkan
pengeluaran tablet yang belum hancur. Tindakan ini juga harus dilakukan pada
penderita sadar. Cara yang baik untuk mengerjakannya adalah dalam posisi
miring kekiri, kepala lebih rendah untuk mengurangi kemungkinan aspirasi
kedalam paru. Pada umumnya prosedur ini dapatdilakukan bila obat ditelan
belum lebih dari 4 jam, kecuali untuk salisilat atau obatlain yang dapat
memperpanjang waktu pengosongan lambung. Cairan yang biasadigunakan
adalah air hangat,tetapi dalam beberapa keadaan bisa digunakan larutanlain
misalnya, untuk sianida dan pemutih pakaian dapat diberikan larutan
kaliumpermanganat (KmnO4).
a.Penderita koma
3. Pemberian pencahar. Hal ini memungkinkan pergerakan isi usus lebih cepat
sehingga waktu absorpsiberkurang.
4. Adsorpsi dengan zat kimia. Zat pengadsorpsi yang banyak tersedia di apotek
dan aktif mengikat zat kimia adalahnorit aktif (activated charcoal). Norit aktif
juga dapat menurunkan sirkulasienterohepatik obat-obat dan mempercepat difusi
zat kimia dari tubuh kesaluran cerna.Norit aktif dapt diberikan segera setelah
pengosongan lambung, yang akan mengikatsisa-sisa racun yang masih tertinggal
dalam saluran cerna.
| TOKSIKOLOGI 52
DAFTAR PUSTAKA
1. Ariens E.J., Mutschler, E. R., dan A.M. Simonis. (1986). Toksikologi Umum:
Pengantar. (Penerjemah: Wattimena, Y.R., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y. Editor:
Kosasih Padmawinata) Gajahmada University Press, Yogyakarta.
2. Flanagan, R.F., Taylor, A., Watson, I.D., Whelpton, R. (2007). Fundamental of
Analytical Toxicology, Willey, Sussex, England.
3. Frank C. Lu. (1985). Toksikologi dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian
Resiko, edisi kedua (Penerjemah: Edi Nugroho). Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
4. Manahan, E.S. (2003).Toxicological Chemistry and Biochemistry, 3rd ed. Lewis
Publisher, London.
5. Moffat, C.A., Osselton M,D., Widdop, B., (2004). Clark’s Analysis of Drugs and
Poison: in pharmaceutical, body fluid and post mortem material, 4th ed.Pharmacy
Press, Chicago.
6. Wirasuta, I M.A.G. (2006). Buku Ajar Toksikologi Umum, Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Udayana, Denpasar.
7. Renwick, A.G., 2006. Fundamental Toxicology, The Royal Society of Chemistry.
Diunduh dari https://www.globalspec.com/reference/62071/203279/chapter-3-
toxicokinetics
8. Stones , alexander. Senjata kimia. Penelitian AS pada obat penenang dalam
pertempuran set off alarm. Sains. 2 Agustus 2002; 297 (5582): 764. [Medline]
9. Xi LY, Zheng WM, Zhen SM, Xian NS. Penangkapan cepat kejang dengan
inhalasi aerosol yang mengandung diazepam. Epilepsia. Mar-Apr 1994; 35
(2) :356-8. [Medline] .
| TOKSIKOLOGI 53