Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

HIPERBILIRUBINEMIA

Pembimbing:
dr. Effendi Reksodihardjo, Sp.A

Oleh:
Marisa Fatkiya
201720401011155

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD JOMBANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka tinjauan pustaka dan laporan kasus yang

berjudul “Ikterus Neonatorum” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun

tujuan dari penulisan tinjauan pustaka dan laporan kasus ini adalah sebagai salah

satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Anak FK-UMM/ RSUD KAB. JOMBANG.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini banyak

mendapat bantuan dari bergagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini

penulis bermaksud mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Soewarsih Retnowati Sp.A selaku kepala bagian di Lab/SMF Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Kab. Jombang

2. dr. Debby C. Sumantri Sp. A; dr. Retno, Sp.A; dr. Ahmad Mahfur, Sp.A; dr.

Hakimah Maimunah, Sp.A, dan semua staf medis bagian ilmu kesehatan anak

RSUD Kab. Jombang

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga

dihasilkan tinjauan pustaka dan laporan kasus yang lebih baik di kemudian hari.

Jombang, 20 Januari 2018

Penulis
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 3
2.1. Definisi...................................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi............................................................................................................. 3
2.3. Patofisiologi .............................................................................................................. 4
2.4. Etiologi...................................................................................................................... 8
2.5 Faktor Risiko.............................................................................................................. 10
2.6. Klasifikasi ................................................................................................................. 10
2.7. Diagnosis................................................................................................................... 12
2.8. Penatalaksanaan ........................................................................................................ 14
2.9. Komplikasi ................................................................................................................ 16
2.10. Prognosis................................................................................................................. 17
BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................................. 19
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 25
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28

3
BAB 1
PENDAHULUAN

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa

akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah

ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah

terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin apabila kadar bilirubin

tidak dikendalikan. Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi

pada bayi baru lahir sampai usia 2 bulan setelah lahir.1

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.

Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu

pertama kehidupannya. Angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi

cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan.1

Pada penelitian di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir

setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama

kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit

pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan

mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu

pertama kehidupannya.2

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa

rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus

pada bayi baru lahir tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5

mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama

kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat cukup

bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar

4
bilitubin ≥13 mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus

neonatorum sebesar 13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada

tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002.2

Dari survey awal yang peneliti lakukan di RSUD Raden Mattaher,

kejadian ikterus neonatorum yang tercatat di bagian perinatologi sejak

Agustus 2012 sampai Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang

merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan

Asia Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD,

BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.2

Ikterus neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin

(kernikterus) yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis

bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei

batang otak. Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan

mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan angka kematian bayi sebesar

48/1000 kelahiran hidup dengan ikterus neonatorum merupakan salah satu

penyebabnya sebesar 6,6%.2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

dengan pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin

tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak

pada bayi baru lahir apabila kadar bilirubin serum 5-7 mg/dL. Sedangkan

hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2

standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur

bayi atau lebih dari persentil 90.1

Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi

dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah

eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Keadaan

bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama

pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi

kuning ini, yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati

bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Pada bayi usia sel darah

merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh

hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan

tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang

menyebabkan kuning pada bayi.1

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa

rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di

6
Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo

selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir

sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan

kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr.

Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai

kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas

13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan

pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan

hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan.

Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi.2

2.3 Patofisiologi

1. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang

merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses

reaksi oksidasi – reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk

dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang

sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut

juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan

haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru.

Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim

biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat

akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda

7
dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen

serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan,

diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.1

Gambar 2.1
Metabolisme Bilirubin

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari,

sedangkan orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi

bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi

lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari),

peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga

reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).1

8
2. Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial,

selanjutnya dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.

Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap

bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan

molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini

merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di

transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin

tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik. 1

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan

membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.

2) Bilirubin bebas

3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan

melalui ginjal.

4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

3. Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane

plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian

bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin

(protein y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya

4. Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin

konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan

9
enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase (UDPG – T). Katalisa

oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida

yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu.

Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke

reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.1

5. Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan

kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di

eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang

terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan

kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta –

glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari

saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut

sirkulasi enterohepatik.1

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu

pada mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-

glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan

diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang

selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat

dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).1

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada

neonatus cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang

10
dewasa sehat. Sekitar 80 % bilirubin yang diproduksi tiap hari berasal dari

hemoglobin. Bayi memproduksi bilirubin lebih besar per kilogram berat

badan karena massa eritrosit lebih besar dan umur eritrositnya lebih

pendek.

Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat,

misalnya kelebihan bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan

kerusakan sel hati atau kerusakan duktus biliaris, yang kemudian dapat

mengganggu transpor, sekresi dan ekskresi bilirubin. Di pihak lain,

gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu ambilan dan transpor

bilirubin. Selain itu, kerusakan hepatoseluler memperpendek umur

eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia dan gangguan proses

ambilan bilirubin olah hepatosit.1

2.4 Etiologi3

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia Peningkatan sel darah merah

 Peningkatan produksi bilirubin Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

 Peningkatan resirkulasi melalui Peningkatan aktifitas β-glukoronidase

enterohepatik shunt Tidak adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang

terlambat

11
Penurunan bilirubin clearance

 Penurunan clearance dari plasma Defisiensi protein karier

 Penurunan metabolisme hepatik Penurunan aktifitas UDPGT

Tabel 2.1
Faktor yang Berhubungan dengan Ikterus Fisiologis

Dasar Penyebab

- Peningkatan produksi bilirubin - Incomptabilitas darah fetomaternal

(Rh, AB0)

- Peningkatan penghancuran bilirubin - Defisiensi enzim kongenital (G6PD,

galaktosemia)

Perdarahan tertutup (memar)

Sepsis

- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin to twin tranfusion)

Keterlambatan klem tali pusat

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik - Keterlambatan pasase mekonium,

ileus mekonium

Meconium plug syndrome

Puasa atau keterlambatan minum

Atresia atau stenosis intestinal

- Perubahan clearance bilirubin hati - Imaturitas

- Perubahan produksi atau aktivitas uridine - Gangguan metabolik/endokrin

Diphosphoglucoronyl transferase (Criglar-Najjar disease)

- Perubahan fungsi dan perfusi hati ( - Asfiksia, hipoksia, hipotermia,

12
Kemampuan konjugasi) hipoglikemia

- Obstruksi hepatic (berhubungan dengan - Anomali kongenital (Atresia

hiperbilirubinemia direk biliaris, fibrosis kistik)

Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)

Tabel 2.2
Penyebab Neonatal Hiperbilirubinemia Indirek

2.5 Faktor Resiko

a. Faktor Maternal

- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)

- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI.

b. Faktor Perinatal

- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

- Prematuritas

- Faktor genetik

- Polisitemia

- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

- Rendahnya asupan ASI

- Hipoglikemia

2.6 Klasifikasi4,5,6

Ikterus fisiologis : Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan

nilai puncak 6-8 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3-5.

Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL, bahkan

13
sampai 15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum <

5 mg/dL/hr.

Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar

bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5

kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam

minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar

bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Ikterus patologis : terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan

akumulasi bilirubin serum > 5 mg/dL/hr. Bayi yang

mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17mg/dL.

Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan

setelah 14 hari pada bayi kurang bulan. Bilirubin direk >2

mg/dL.

Pada neonatus, terutama bayi prematur, menunjukkan gejala

ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua,

kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke

dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan

pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan

bilirubin tidak langsung yang berlebihan.

Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan

memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :

 Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

 Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari

 Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan

14
 Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur

 Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama

 Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg % pada setiap

waktu.

 Ikterus yang berkaitan dengan penyakit hemoglobin, infeksi, atau

suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.1

2.7 Diagnosis

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih

dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan

pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara

evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun

apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan

skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk

diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya

menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari

dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila

dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada

pencahayaan yang kurang. - Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari

untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. - Tentukan

keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak

kuning.7

15
Usia Kuning terlihat pada Tingkat Keparahan

Ikterus

Hari 1 Bagian tubuh Berat

manapuna

Hari 2 Lengan dan Tungkaia Berat

Hari 3 dan Tangan dan Kaki Berat

seterusnya

Tabel 2.3
Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas

penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan

perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin

adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat

meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah

bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin

direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2

minggu.4

16
Kadar bilirubin
Daerah (mg/dL)
Penjelasan
ikterus Premat
ur Aterm

1 Kepala dan leher 4–8 4–8


2 Dada sampai pusat 5 – 12 5 – 12

Pusat bagian bawah sampai


3 lutut 7 – 15 8 – 16

Lutut sampai pergelangan


kaki
dan bahu sampai
4 pergelangan 9 – 18 11 – 18
tangan
Kaki dan tangan termasuk
5 telapak kaki dantelapak > 10 > 15
tangan

Tabel 2.4
Hubungan Kadar Bilirubin dengan Daerah Ikterus Menurut Kramer

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan: menurunkan kadar bilirubin dan mencegah toksisitas bilirubin

Cara menurunkan kadar bilirubin

 Fototerapi

 Transfusi tukar

Evaluasi
 Bayi baru lahir harus diobeservasi dalam 24-72 jam pasca dipulangkan

dari rumah sakit untuk kuning dan pemeriksaan umum.

 Bayi harus diperiksa pada usia 72 jam jika pulang sebelum 24 jam.

 Bayi harus diperiksa pada usia 96 jam jika pulang antara 24-47,9 jam.

 Bayi harus diperiksa pada usia 120 jam jika pulang antara 48-72 jam.

 Follow up yang lebih dini (dalam 24-48 jam) harus dilakukan pada bayi

dengan lebih banyak faktor risiko untuk hiperbilirubinemia, bayi dengan

17
waktu rawat yang singkat, atau bayi dengan level bilirubin yang cukup

tinggi.

 Pada follow up di poliklinik, bayi harus dicatat berat badannya, intake,

pemberian makan, dan BAB. Pemeriksaan bilirubin dilakukan jika kuning

semakin berat atau jika pemeriksaan klinis tidak jelas mengenai tingkat

kuning.

Tabel 2.5
Panduan terapi sinar dan tukar pada bayi prematur17

Gambar 2.2
Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu.

Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut: 11

- Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL


- Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL
- Peningkatan bilirubin >1 mg/Dl

18
Gambar 2.3
Panduan transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35
minggu.
2.9 Komplikasi

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau

ensefalopati bilirubin adalh sindrom neurologis yang disebabkan oleh

deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau

bilirubin indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern

icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar

bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak

terikat, kemungkinan melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf

terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan

permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern

icterus.

Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar

bilirubin >30 mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya

19
pada minggu pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3

minggu.

Gambaran klinis kern icterus antara lain:

1. Bentuk akut :

a. Fase 1(hari 1-2) : menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.

b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus,

retrocollis, demam.

c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.

2. Bentuk kronis

a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic

neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.

b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,

tremor), gangguan pendengaran.

Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia

perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut: 1

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

2.10 Prognosis Hiperbilirubin

A. Umum

Konsentrasi yang tinggi bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati

sawar darah otak dan penetrasi sel otak, sehingga mengakibatkan disfungsi

neuron dan kematian. Mekanisme bilirubin untuk menginduksi kerusakan

sel neuron tidak dapat sepenuhnya dimengerti, namun konsentrasi tinggi

20
bilirubin tak terkonjugasi dapat mengakibatkan neurotoksik pada sel

membran dan homeostasis kalsium intrasel di neuron serta pada kegagalan

energi mitokondria dalam sel. Faktor yang menentukan toksisitas bilirubin

pada neuron neonatus sangat komplek dan tidak sepenuhnya dimengerti.

Konsentrasi bilirubin yang spesifik pada bayi preterm dengan risiko kern

ikterus sampai saat ini tidak teridentifikasi. Insiden kern ikterus dalam

grup ini tidak diketahui, dan hubungan antara serum bilirubin dengan

perkembangan neuron pada bayi berat badan sangat rendah masih belum

jelas.

B. Ensefalopati

Ensefalopati bilirubin klinis terdiri dari 2 tahap yaitu fase akut dan

fase kronis. Pada fase awal dan intermediate dari fase akut bersifat

reversible (sementara) yang masih aman jika segera diterapi (transfusi

ganti dan foto terapi). Pada fase lanjut dan kronis bersifat irreversible

(menetap).

Ensefalopati bilirubin kronis dapat mengakibatkan gejala klinis

refleks tonik leher (tonic-neck reflex) menetap setelah tahun pertama

kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal, gangguan visual,

pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi, gangguan intelektual

minor dapat terjadi. Angka kematian dapat lebih dari 10 %.23

21
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
a. Nama : By. D
b. Tanggal Lahir : Jombang, 20 Desember 2018
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Diwek, Jombang
e. Tanggal MRS : 28 Desember 2018
Identitas Orang Tua Pasien
A. Ibu
1. Nama : Ny. M
2. Umur : 27 Tahun
3. Pekerjaan : IRT
4. Pendidikan : SMP
B. Ayah
1. Nama : Tn. AE
2. Umur : 29 Tahun
3. Pekerjaan : Swasta
4. Pendidikan : SMA

SUMMARY OF DATA BASE


Anamnesis
Keluhan utama
Bayi kuning
 RPS
Pasien lahir SC di RSUD Jombang atas BSC dan letli. Bayi
langsung RGT Melati, 2 hari kemudian pasien dipulangkan. Saat usia 7
hari pasien tampak kuning pada wajah kemudian keesokan hari saat
kontrol poli anak pada usia 8 hari kuning tampak mulai wajah, dada,
kedua tangan (tidak sampai telapak tangan), serta kedua kaki (sampai
pergelangan kaki).

22
Riwayat kehamilan ibu :

 GI P0000 UK 38/49 minggu THIU BSC letli


 Aktivitas selama kehamilan tidak melakukan pekerjaan yang berat,
hanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak
menyapu dan mencuci.
 Selama kehamilan,trimester I sebanyak 3x kontrol bidan dan 3X ke
Sp OG, trimester II 3x kontrol ke bidan dan Sp OG, sedangkan
pada trimester III 3x ke bidan dan Sp OG.
 Riwayat DM (-), hipertensi (-), keputihan (-), keguguran (-)
 Riwayat persalinan :
Proses persalinan di RSUD Jombang
Usia Gestasi 38/39 minggu
Bayi lahir SC atas BSC dan letli
Bayi lahir langsung menangis, ketuban jernih
BBL 3700 gr
Sudah diberikan Inj. Vitamin K 1 mg i.m dan gentamycin eye drop 1
tetes OD/OS
Pemeriksaan Fisik
 Kesan Umum : Cukup
 Vital Signs
Suhu (O C) axilla : 36,8 O C
HR (Heart Rate) : 144 x / menit
RR (Respiratory Rate ) : 40 x / menit
Capillary Refill Time : < 3 detik
 Pemeriksaan Antropometri
BB Masuk : 3500 gram
Panjang Badan : 52 cm
Lingkar kepala : 34 cm
Lingkar Dada : 33 cm
Lingkar abdomen : 31 cm
Status gizi : gizi baik
Sistem Neurologis
- Gerak tangis kuat
- hematoma(-), Caput succadenum (-)
- Menangis Spontan
- Aktivitas Normal
- Pergerakan Spontan
- Tonus Normal

Kepala dan Leher


- Tidak ada cephal hematoma, tidak ada Caput succadenum
- a/i/c/d -/+/-/-
- Hidung: Pernafasan cuping hidung (-)
- Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis (-)
Thorax
Sistem Pernafasan :
- Warna kulit : normal merah (warna kekuningan)
- Kecepatan nafas : 44x/menit, reguler
- Pernafasan : grunting (-), pergerakan simetris, retraksi(-)
- Suara nafas : vesikuler, ronchi(-), wheezing(-)

24
Sistem cardiovaskular:
- Suara jantung : reguler, HR 144 x/menit
- Auskultasi : lemah, S1 S2 tunggal
- Murmur : tidak
- Denyut nadi perifer : normal
- CRT : 3 detik
Sistem gastrointestinal:
- Inspeksi : cembung, warna kekuningan
- Bising usus : (+) normal
- Palpasi abdomen : soefl, turgor kulit baik
- Umbilicus : layu(-), tidak ada tanda infeksi
- Anus : ada
Clue and Cue :
Bayi perempuan
Usia 8 hari
Aterm
BBL 3700 gram
Ikterus tampak mulai wajah, dada, kedua tangan (tidak sampai telapak
tangan), serta kedua kaki (sampai pergelangan kaki)
Kremer IV
Problem List :
Ikterus
Initial Diagnosis :
BCB SMK
Ikterus neonatorum
Planning Diagnosis :
- Bilirubin total dan indirek
Planning Therapy :
Foto terapi
Planning Monitoring
- Tanda-tanda vital (suhu)
- Keluhan utama
- Kadar bilirubin
Planing Edukasi
Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan pasien
Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan
Menjelaskan tentang tatalaksana yang akan diberikan kepada pasien
Pemeriksaan Penunjang
(28/12/2018)
Pemeriksaan Laboratorium
Bil total : 17,45
Bil. Direk : 1,11
26
TGL SUBJEK OBJEK Assesment PLANNING
28/12/ Sesak (-) GT BB RR S BCB Planning Dx :
2018 Retraksi (-) Kuat 3520 144 44 37,4 S Bilirubin
Hipe rbilirubin
07.00 Muntah (-)  Kepala : AICD -/+/-/- emia Planning tx :
BAB BAK (+)  Leher : pemb.KGB (-) Fototerapi
Instab suhu (-)  Thorax:
Retensi (-) paru  ves/ves, Rh +/+, wh -/-, retraksi +/+
Cor
 S1
 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl
Eks : HKM, CRT <2, edema --/--
29/12/20
18 Sesak (-) GT BB HR RR S BKB Planning Dx :-
07.00 Muntah (-) Kuat 3570 140 46 37,2 SMK Planning tx :
Hiperbilirubin
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/+/-/- tampak kuning emia 
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-)  Fototerapi 1x24 jam
Retensi (-)  Thorax:  Termoregulasi
Wajah tampak paru  ves/ves, Rh +/+, wh -/-, retraksi +/+  ASI 8x40 cc
kuning 
Cor S 1 S2 Tunggal
 Abdomen : BU+N, soefl
Eks : HKM, CRT <2, edema -/-
30/12/20
18 Sesak (-) GT BB HR RR S BCB Planning Dx :
07.00 Muntah (-) Kuat 3600 140 40 36,9 SMK  -
BAB BAK (+)  Kepala : AICD -/+/-/- Planning tx :
Hiperbilirubin
Instab suhu (-)  Leher : pemb.KGB (-) emia  KRS
Retensi (-)  Thorax: -
Tampak kuning paru  ves/ves, Rh +/+, wh -/-, retraksi
hingga paha 
+/+ Cor S 1 S2 Tunggal
menghilang  Abdomen : BU+N, soefl
Eks : HKM, CRT <2, edema -/-

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien lahir saat usia kehamilan ibu 38/39 minggu dengan

berat lahir 3700 gram serta mengalami hiperbilirubinemia. Hal ini sesuai dengan

teori yang mengatakan bahwa 60% bayi cukup bulan akan mengalami

hiperbilirubinemia dan 80% terjadi pada bayi kurang bulan. Bayi kurang bulan

maupun bayi berat lahir rendah mempunyai angka kejadian tigabelas kali lebih

banyak memerlukan perawatan di rumah sakit dan terapi sinar dibandingkan

dengan bayi cukup bulan.

Pasien mengalami perubahan kulit kekuningan pada hari ke 7 pada wajah,

kemudian hari ke 8 sampai bawah pusat, jika dilihat dari penilaian Kremer maka

pasien termasuk Kremer III dengan perkiraan kadar bilirubin 7-15mg/dL. Pada

pemeriksaan kadar bilirubin total sebesar 17,45 dan bilirubin direk sebesar 1,11

sehingga dilakukan fototerapi 1x24, hal ini sesuai dengan panduan

foto terapi pada bayi usia ≥ 35 minggu dengan kadar bilirbin 19,10 pada hari ke 7,

maka pasien ini termasuk medium risk sehingga dapat dimulai fototerapi. Pada

hari ke 2 perawatan icterus mulai menghilang dan hanya ada pada leher sampai

wajah sehingga dilakukan foto terapi 1x24 jam untuk mencegah kenaikan

kembali bilirubin, pada hari ke 3 ikterus sudah menghilang.

Terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi minggu pertama kehidupan bisa

disebabkan oleh berbagai faktor, pada dasarnya penyebabnya dibagi menjadi 3

28
yaitu meningkatnya produksi biliruin, penurunan ekskresi bilirubin, dan

peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Hiperbilirubinemia pada pasien ini termasuk ikterus fisiologis karena

terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan tampak jelas pada hari ke 6 dan 7,

serta kadarnya tidak melewati kadar yang berbahaya.

29
BAB V

KESIMPULAN

Ikterus merupakan masalah yang sering timbul pada bayi baru lahir

terutama pada minggu pertama kehidupa. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat

dan sesuai dengan kondisi neonatus merupakan faktor yang penting dalam

penanganan kasus ikterus pada bayi baru lahir agar tidak menjadi keadaan yang

lebih parah. Pemilihan terapi baik menggunakan fototerapi atau tranfusi tukar

tergantung keadaan pasien dan kadar bilirubin.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sholeh, 2014, Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama, Cetakan


Keempat, Jakarta: IDAI
2. Rahmayani. 2011. Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Padang: Poltekes
Depkes.
3. Sudigdo dkk. 2015. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta:
HTA Indonesia.
4. Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI
5. Arianti, R. 2014. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang: Poltekes
Depkes.
6. Anonim, 2012, Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
7. Anonim, 2013, Perinatologi: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
jilid 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. American Academy of Pediatrics. 2014. Clinical Practice
Guideline. Management of hyperbilirubinemia in the newborn
infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 114:297-316.
9. WHO. 2016. Managing newborn problems:a guide for doctors,
nurses, and midwives. Departement of Reproductive Health and
Research. Geneva: World Health Organization.
10. Martin CR, Cloherty JP. 2016. Neonatal Hyperbilirubinemia. In:
Cloherty JP, Eichenwald
11. Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives.
Departement of Reproductive Health and Research, World Health Organization,
Geneva 2003.
12. Arianti, R. 2014. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang: Poltekes
Depkes.

31

Anda mungkin juga menyukai