Anda di halaman 1dari 24

PERCOBAAN I

PENAPISAN FITOKIMIAWI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan cara penapisan fitokimia
2. Menganalisis golongan kimia tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Fitokimia
Cabang ilmu kimia yang mempelajari mengenai pertumbuhan dan metabolisme
tanaman, misalnya pengubahan unsur anorganik seperti nitrogen, kalium, air dan karbon
dioksida menjadi pati, gula, protein dan sebagainya yang dibutuhkan oleh tanaman. Ilmu
fitokimia secara analisis merupakan penambahan secara sistematis tentang berbagai
senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan,
proses biosintesis, metabolisme dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa
kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.
(Rahway, 1960)
II.2. Penapisan Fitokimia (skrining fitokimia)
Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal
golongan senyawa sehingga memudahkan proses pengisolasiannya. Selain itu juga
bertujuan untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan tersebut potensial untuk
dimanfaatkan. Metode-metode dasar penapisan fitokimia harus memenuhi syarat-syarat
sederhana, cepat, limit deteksi rendah dan tegas.
(Harbone, 1977)
II.3. Metode Identifikasi
Identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungannya diisolasi dan
dimurnikan pertama-tama harus ditentukan dulu golongannya kemudian baru ditentukan
jenis senyawanya. Golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan uji warna,
penentuan kelarutan, bilangan Rf dan ciri spektrum UV. Identifikasi dengan X-ray dapat
menentukan struktur kimia dan stereokimianya.
(Harbone, 1977)
II.4. Alkaloid
II.4.1. Pengertian Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang mengandung nitrogen dari tumbuhan
murni, berupa senyawa heterolitik yang kopleks struktur dan hampir semuanya
mempunyai kereaktifan farmakologi yang hebat. Setelah diekstraksi alkaloid bebas
dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air. Berapi cincin
lima/enam yang mempunyai atom IV.
H 2O
Ekstraksi : R3N + HCl R3N+ + Cl -

Regenerasi : R3NH+ + Cl- + OH - R3N + H3O + + Cl -


(Fessenden, 1999)
II.4.2. Sifat Alkaloid
Umumnya kristal padat (ada juga yang cair), memutar bidang polarisasi clevo, larut air
tetapi ada juga yang tidak larut, bersifat basa N, pahit, membentuk endapan bila
ditambahkan dengan asam tamat dan fosfomolibdat yang merupakan cara pemisahan
dan pemurnian serta sebagai antidetum.
(Leswara, 2005)
II.4.3. Identifikasi Alkaloid
Identifikasi biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan-larutan pereaksi yang
khas yang pada umumnya merupakan pereaksi-pereaksi yang dapat membentuk
endapan dengan alkaloid, misaknya pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorff.
(Rahway, 1960)
II.5. Flavonoid
Flavonoid terdapat secara univesal pada tanaman sebagai kelompok tunggal
senyawa cincin oksigen yang terbesar. Terdapat dalam berbagai warna pada jaringan
tanaman dan retenoid misalnya, memiliki sifat insektisidal, kerangka dasarnya terdapat
pada flavon.
OH

OH O

A B

OH
Flavon

(Herbert, 1995)
II.5.1. Senyawa-senyawa flavonoid
Senyawa-senyawa polifenol yang empunyai 15 atom kabon, terdiri dari 2 cincin
benzen yang dihubungkan menjadi 1 rantai oleh rantai linier yang tediri dari 3 atom
karbon.
3'
2' 4'
3
2 5'
4 C
6'
5 C
C
6
Kerangka ini dapat ditulis sebagai cincin C6-C3-C6, jadi senyawa flavonoid adalah
senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa isoflavonoid adalah senyawa 1,2 biarilpropana,
sedang senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diarilpropana.
(Manitto, 1981)
II.5.2. Flavon
Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi yang paling
rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-
senyawa ini.
3'
2' OH
4'
8 B
O 5' OH O
7
2 B OH
A C 6' A
6 3
5 4
OH

Flavon Luteolin
(Manitto, 1981)

II.5.3. Sifat kelarutan Flavonoid


Sifat fisika dan kimia senyawa flavonoid antara lain adalah larut dalam air sedangkan
dalam bentuk glikosida yang termetilasi larut dalam eter. Sebagai glikosida ataupun
aglikan senyawa flavonoid tidak dapat lsrut dalam petroleum eter. Dari tumbuhan
gllikosida dapat ditarik dengan pelarut organik yang bersifat polar, misal : metanol dan
etanol.
(Rahway, 1960)
II.5.4. Identifikasi Flavonoid
Identifikasi dapat dilakukan dengan reaksi sianidin-wistater dimana freaksi ini
terutama akan diberikan oleh senyawa flavon, merah sampai merah tua oleh flavanol
atau flavonon dan warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon dan glikosida.
Uji warna flavanon dan dihidroflavonol : uji shinoda (Mg/HCl). Larutkan sedikit
hablur flavonoid dalam ½ tetes EtOH, tambahkan serbuk Mg dan 1 tetes HCl 5M.
Flavonon menjadi warna merah lembayung.
(Markham, 1988)
II.6. Saponin
Merupakan golongan senyawa glikosida. Sifat khas dari saporin adalah bahwa apabila
dikocok maka saponin menimbulkan busa. Saponin dapat menimbulkan terjadinya
hemolisis terhadap butir darah merah binatang berdarah dingin. Saponin pada umumnya
berasa pahit, larut dalam pelarut organik seperti kloroform karena senyawa ini merupakan
senyawa glikosida maka hidrolisisnya menghasilkan aglikon dan bagian senyaa gula.
(Rahway, 1960)
II.7. Tanin
II.7.1. Pengertian Tanin
Tanin adalah satu kelas substansi polisiklik yang terutama banyak teradapat dalam
daun teh, bayam yang dapat diekstrak dengan air dan larutan alkalin. Warnanya kuning
cokelat. Secara tradisional digunakan dalam menyamak kulit. Tingginya zat-zat
tersebut menghambat penyerapan Fe.

Struktur :
OH

OH COO

OH Tanin

(Asterik akan menjadi gelap bila Fe3+ ditambahkan)


(Linder, 1985)
II.7.2. Sifat Tanin
Tanin berbentuk amorf dan tidak dapat dikristalkan, dalam larutan air membentuk
larutan koloiadal, bereaksi dengan asam, dapat membentuk ikatan silangyang stabil
dengan protein dan binpolimer,
(Manitto, 1981)
II.7.3. Identifikasi Tanin
Dapat dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1%, dikenali dengan
terbentuknya endapan.
(Rahway, 1960)
II.8. Kuinon
II.8.1. Pengertian Kuinon
Merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada
benzokuinon yang terdiri atas 2 guguskarbonil yang berkonjugasi dengan R ikatan
rangkap karbon.
(Manitto, 1981)
II.8.2. Sifat fisik dan kimia kuinon
Senyawa yang berbentuk kristal, berwarna kuning, mudah terbakar, berbau tajam,
beracun, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sedikit larut dalam air dan larut dalam
alkali, eter dan alkohol.
(Basri, 1996)
Sifat kimia kuinon adalah kecendrungannya untuk menambah nukleofil, kuinon yang
terbentuk dalam jumlah besar oleh mikroorgaanisme tanah.
(Manitto, 1981)

II.9. Terpen
2.9.1. Isopren
Isopren mulai diidentifikasi sebagai suatu produk dekomposisi termal asal karet dan
senyawa alam lainnya yang berbau harum, yang berat molekulnya rendah.
Kepala

Ekor
(Herbert, 1995)
2.9.2. Pengertian Terpen
Terpena mempunyai defini awal sebagai hasil alam lain dengan rasio karbon hidrogen
5-8. Kemudian diketahui terpen ini tersusun dari senyawa-senyawa yang mengandung
suatu gabungan kepala danekor dari satuan isopren. Untuk menekankan hubungan ini
terpen disebut isoprenoid. Terpen dapat mengandung lebih dari satu satuan isoprena.
Molekulnya dapat berupa rantai terbukaatau siklik. Mengandung ikatan rangkap,
gugus hidroksil, gugus karbonil atau gugus yang lain.

CH2 OH
atau
OH

suatu terpenoid terpena


(Fessenden, 1999)
2.9.3. Steroid / Triterpenoid
Kolesteerol merupakan steroid hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai
dalam hampir semua jaringan hewan. Kolesterol merupakan zat antara yang
diperlukan dalam biosintesis hormon steroid.
H CH 3

OH
H
Kolesterol
(5-kolesten-3 β-ol)
(Fessenden, 1999)

2.9.4. Identifikasi steroid dan triteparnoid


Suatu zat yang mengandung steroid akan meberikan hasil positif berupa larutan
berwarna hijau bila ditambah dengan CH3COOH dan akan berwarna merah saat
penambahan asam sulfat pekat.
(Linder, 1985)
II.10. Uji Identifikasi Saponin
Salah satu cara untuk mengidentifikasi saponin adalah dengan mengocoknya kuat-kuat.
Bila mengandung saponin maka akan menimbulkan gelembung atau busa.
(Linder, 1985)
II.11. Uji Identifikasi Kuinon
Suatu zat yang mengandung kuinon akan memberikan hasil positif berupa larutan
berwarna kuning bila ditambah dengan NaOH.
(Linder, 1985)
II.12. Kencur
Kencur merupakan bahan organik, biasa digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat
indonesia sebagai pelengkap bumbu dapur. Biasanya tumbuh di ketinggian 25 m. biasa
dimanfaatkan untuk melancarkan peredaran darah.
(Surasa, 1993)
II.13. Jurnal :
Pengasingan dan pemurnian flavonoid glycosides dari Trollius ledebouri
menggunakan chromatography counter-current kecepatan tinggi yang terus meningkat
berdasarkan laju alir

Tiga flavonoid glycosides (yang mencakup orientin, vitexin, quercetin-3-O-


neohesperidoside dan satu campuran yang tak dikenal) diiisolasi dan dibersihkan oleh
counter-current chromatography pada kecepatan tinggi ( HSCCC) dan menggunakan
Semi-preparative HPLC dari Trollius ledebouri Reichb. Preparative HSCCC dengan
suatu sistem bahan pelarut berfasa ganda terdiri atas etil acetate–n-butanol–water ( 2:1:3,
v/v/v) adalah dilakukan dengan meningkatkan laju alir dari 1.5 sampai 2.5 ml/menit
setelah 190 min. 95.8 mg orientin, 11.6 mg vitexin, dan 9.3 campuran yang tak dikenal
dengan pemurnian dari diatas 97% dibersihkan dan kemudian ditambahan quercetin-3-
Oneohesperidoside (pada 85.1% kemurnian). Hasil yang dapat diperoleh adalah 500 mg
sari yang kasar (flavonoid glycosides).
(Yutian, 2005)
II.14. Analisa Bahan
II.14.1.Amonia (NH3)
Memiliki bau yang khas dan menusuk hidung, larut dalam air dan dalam alcohol dan
eter. Ammonia yang diperdagangkan mengandung 25%, memilki BM = 39,05 g/mol,
e = 0,91 g/mol
(Daintith, 1994)
II.14.2.Kloroform
BM = 119,3 g/mol, diperoleh dengan mereaksikan Cl2 dengan aseton/alkohol, bersifat
volatil, densitas 1,484, C=18,05%, H=0,84%, Cl = 89,10 %.
(Rahway, 1960)
II.14.3.HCl
Senyawa hidrogen dan khlorin, bersifat korosif, titik leleh :-14 dan titik didih : -85 0C,
dapat mengiritasi kulit, reaktif, dan merupakan asam kuat.
(Daintih, 1994)
II.14.4.Akuades (H2O)
Densitas 1 g/mol, BM : 18 g/mol, BP : 1000C, MP : 00C, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, merupakan basa lemah, larut dalam alcohol dan eter, merupakan pelarut
universal.
(Daintih, 1994)
II.14.5.NaOH
Kristal berwarna putih, menyerap air dan CO2 dari udara, larut dalam air, alkohol,
titik didih: 19390C dan titik leleh:3180C.

(Daintith,1994)
II.14.6.Pereaksi dragendorff
Dibuat dengan 2,54 g iodium dan 2 g KI dilarutkan dalam 10 ml H 2O dan diencerkan
sampai 100 ml lalu ditimbang.
(Rahway, 1960)

II.14.7.Pereaksi Mayer
Mengandung 1,3 g K2(HgI4), dibuat dengan melarutkan KI dalam larutan raksa (III)
klorida dalam 100 ml air, dengan basa nitrogen membentuk endapan putih sampai
kuning.
(Rahway, 1960)
II.14.8.Mg
BA = 24,32 g/mol, valensi=2, logam putih silver, oksidasi berjalan lambat diudara, td
= 1100C, tl = 6150C, densitas = 1,738 g/mol
(Rahway, 1960)
II.14.9.H2SO4
Berbentuk kental dan tidak berwarna, merupakan asam kuat,asam organik, Bersifat
sebagai oksidator.
(Daintith, 1994)
II.14.10. Asam asetat anhidrat
Zat cair tanpa warna dan berbau sngit, asam organik lemah, disebut juga asam cuka,
membeku pada 290 K, BM = 60 g/mol, digunakan untuk membuat selulosa asetat.
(Daintith, 1994)
II.14.11. Amiloalkohol
- Berbentuk cairan, jernih, dan tidak mudah menguap, larut dalam air,
- Bersifat tidak korosif.
(Daintith, 1994)
II.14.12. FeCl3
- BM = 162,2 g/mol, higroskopis, berbentuk heksadentat,
- Larut dalam air, alkohol dan eter.
(Daintith, 1994)
II.14.13. Larutan gelatin
Larutan tidak berwarna, transparan, bersifat rapuh, larut dalam air panas, gliserol dan
asam asetat, tidak larut dalam pelarut organik.
(Rahway, 1960)

II.14.14. Natrium asetat


BM = 13,09 g/mol, larutan tidak berwarna, kristal transparan, butiran putih, densitas =
1,45 g/ml, titil leleh 580C.
(Dainttith, 1994)

III. METODE PERCOBAAN


III.1. Alat
1. Kurs porselin 6. Gelas bekker
2. Corong gelas 7. Plat tetes
3. Pipet tetes 8. Bunsen
4. Gelas ukur 9. Kapas
5. Tabung reaksi
III.2. Bahan
1. Amonia 8. Serbuk Mg
2. Khloroform 9. Amiloalkohol
3. HCl 10. FeCl3
4. Pereaksi Dragendorff 11. Larutan gelatin
5. Pereaksi mayer 12. Pereaksi steasny
6. H2SO4 13. NaOH
7. Asam asetat anhidrat

III.3. Cara kerja


III.3.1. Uji alkaloid

5 g serbuk kencur
Palembaban dengan 5 ml amonia 25 %
Kurs porselin
Penggerusan
Penambahan 20 ml kloroform
Penggerusan, penyaringan

Residu 10 ml Filtrat
Corong pisah
Pengekstrasian dengan HCl sebanyak 2 kali

Lapisan HCl Lapisan kloroform

5 ml lapisan HCl 5 ml lapisan HCl


Tabung reaksi Tabung reaksi

Penambahan reagen Penambahan pereaksi Mayer


dragendroff
Hasil Hasil
III.3.2. Uji saponin
5 g serbuk kencur
Gelas bekker
Pendidihan dalam 100 ml air selama 5 menit
Penyaringan dalam air panas

10 ml Filtrat Residu
Corong pisah
Pengocokan kuat secara vertikal
Pengamatan busa
Penambahan 1 tetes HCl 2N
Hasil

III.3.3. Uji Flavonoid


5 ml filtrat dari saponin
Tabung reaksi
Penambahan serbuk Mg
Penambahan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amilalkohol
Pengocokan kuat
Pendiaman, pengamatan

Hasil
III.3.4. Uji kuinon

1 g serbuk
Pendidihan dalam 100 ml air selama 5 menit
Gelas bekker
Pendinginan dan penyaringan

Filtrat Residu
Penambahan NaOH 1M
Hasil
III.3.5. Uji tanin

10 g serbuk
Gelas bekker
Pendidihan dalam 100 ml air selama 5 menit
Pendinginan dan penyaringan

Filtrat Residu
Pembagian filtrat menjadi 3

Hasil Hasil Hasil


Penambahan Penambahan gelatin Penjenuhan dengan
FeCl3 1% Penambahan pereaksi Na-asetat

Hasil Steasny Penambahan FeCl3 1%


Hasil Hasil

III.3.6. Uji steroid atau terpenoid


5 g serbuk
Gelas bekker
Proses maserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam
Penyaringan

5 ml Filtrat Residu
Penguapan hingga kering
Residu
Penambahan 2 tetes asam asetat anhidrat
Penambahan 1 tetes H2SO4
Pengamatan warna
Hasil

IV. DATA PENGAMATAN


No Perlakuan Hasil Ket
1 Uji Alkaloid
- 5 g ..... + 5 ml amonia 25%
- Penggerusan
- Penambahan 20 ml kloroform
- penggerusan kuat-kuat
- penyaringan
- 10 ml larutan organik diekstraksi dengan
HCl
Filtrat I + pereaksi mayer
Filtrat II + pereaksi diagendorff

2 Uji Saponin
- 5 g serbuk + 100 ml H2O
- Pemanasan
- Penyaringan
- Filtrat dikocok vertikal, pendinginan
- Penambahan HCl 2 N, pengamatan
3 Uji flavonoid
- 5 ml filtrat dari saponin + Mg
- Penambahan 1 ml HCl pekat
- Penambahan 2 ml amilalkohol
- Pengocokan, pendiaman
- Pengamatan
4 Uji tanin
- 10 g serbuk + 10 ml H2O, pendidihan
- Pendinginan
- Penyaringan
Filtrat I + FeCl3 1% + gelatin
Filtrat II + pereaksi steasny
Filtrat III + FeCl3 1% + Na-asetat
5 Uji kuinon
- 1 g serbuk + 10 ml H2O, pendidihan
- Pendinginan
- Penyaringan
- Filtrat + NaOH 1N
6 Uji steroid
- 5 g serbuk + eter 20 ml, pendiaman
- Penyaringan
- Penguapan filtrat dalam cawan penguapan
- Residu + 2 tetes asam asetat anhidrat
- Penambahan H2SO4 pekat 1 tetes

V. HIPOTESA
Pada percobaan penapisan fitokimiawi bertujuan untuk menentukan cara penapisan
fitokimiawi dan menganalisis golongan kimia tumbuhan. Prinsip yang digunakan adalah
analisis golongan kimia tumbuhan dengan uji-uji spesifik dengan cara menambahkan reagen
yang memberikan reaksi positif terhadap golongan kimi dari tanaman kencur Metode yang
digunakan adalah dengan cara penambahan reagen yang memberikan reaksi positif terhadap
golongan kimia dari tanaman kencur. jika mengandung alkaloid jika ditambah pereaksi
dragendorff menghasilkan warna merah bata dan dengan pereaksi mayer menghasilkan
endapan putih. Mengandung saponin akan menghasilkan gelembung atau buih yang stabil.
Jika mengandung flavonoid akan mengandung 2 lapisan larutan jenuh. Jika mengandung tanin
menghasilkan warna larutan hijau pupus. Jika mengandung tanin kateloat enghasilkan larutan
merah bata dan endapan putih, dan bila mengandung tanin galat menghasilkan larutan hitam
dan endapan putih. Jika mengandung kuinon menghasilkan larutan biru saat penambahan
CH3COOH anhidrat dan larutan merah saat penambahan H2SO4 pekat.

Semarang, 26 Oktober 2009


Mengetahui,
Asisten Praktikan

Nuning Setyowati Didi Sutardi


J2C006038 J2C006019

VI. PEMBAHASAN
Percobaan Penapisan Fitokimiawi bertujuan untuk menentukan cara penapisan
fitokimi dan menganalisis golongan kimia tumbuhan. Prinsip yang mendasari percobaan ini
adalah analisis golongan kimia tumbuhan dengan ujji-uji spesifik. Metode yang digunakan
dalam percobaan ini adalah dengan penambahan reagen-reagen yang memberikam reaksi
positif terhadap golongan kimia dari tanaman. Penapisan fitokimia dalam percobaan ini
digunakan pada golongan kimia sekunder dari tumbuhan yaitu alkaloid, saponin, flavonoid,
tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. Karena golongan kimia ini yang merupakan senyawa
aktif dan dapat digunakan sebagai obat. Simplisia yang digunakan adalah kencur. Simplisia
kencur sebelum digunakan di iris-iris terlebih dahulu hingga halus. Hal ini dilakukan agar
kencur memiliki luas permukaan yang besar sehingga sehingga mempermudah reaksi
terhadap penambahan reagen. Kencur diangin-anginkan agar zat-zat pengotor atau kandungan
H2O hilang. Karena jika masih banyak terkandung H2O maka golongan kimia (yaitu alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid) yang terkandung dalam kencur
akan sedikit. Karena terikat oleh zat-zat pengotor H2O tersebut.

6.1. Uji Alkaloid


Uji alkaloid bertujuan untuk mengetahui apakah pada simplisia kencur
mengandung golongan senyawa alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen
heterosiklik vyang bersifat polar, sedikitnya mengandung sebuah N dalam cincin.
Kencur yang sudah dihaluskan dilarutkan dalam ammonia, yang bertujuan untuk
melarutkan senyawa alkaloid agar dapat terpisah dari simplisia. Alkaloid yang bersifat
polar akan larut dalam amonia yang juga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip
“like dissolve like”. Amonia digunakan sebagai pelarut karena amonia mangandung atom
N dimana alkaloid juga mengandung atom N sehingga kelarutannnya menjadi lebih besar.
Selain itu, amonia juga berfungsi untuk memutus ikatan glikosida pada alkaloid. Ikatan
glikosida adalah ikatan karbon dioksida (1 karbon dalam atom) dimana 1 karbon terikat
pada 2 gugus OR dan cara pemutusan ikatan glikosida adalah dengan penambahan
ammonia dimana H dari NH3 akan masuk menggantikan R pada OR.

Reaksinya adalah sebagai berikut :


H
O O
O -CH3 + N H OH + NH2 + CH3

metil salisilat H Alkaloid

(Fessenden, 1999)
Kloroform berfungsi untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat
penambahan ammonia. Prinsip yang mendasari adalah “like dissolve like”. Karena sifat
kloroform yang semipolar, selain bisa melarutkan senyawa polar kloroform juga bisa
melarutkan senyawa non polar seperti glikosida.
Penyaringan digunakan untuk memisahkan filtrat yang mengandung alkaloid dari
residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah dengan HCl yang bertujuan unttuk
membentuk garam ammonium R3NH+Cl-.
Reaksi yang terjadi :
R3N + HCl R3NH+Cl-
Alkaloid garam amonia
(Fessenden, 1999)
Penambaahan HCl dilakukan dengan proses ekstraksi agar alkaloid dapat
terdistribusi secara optimal dalam larutan HCl yang bersifat polar. Ekstraksi dilakukan
sebanyak 2 kali agar alkaloid terdistribusi sepenuhnya pada HCl. Pada proses ekstraksi
diperoleh 2 lapisan, lapisan atas merupakan lapisan HCl dengan senyawa organik bersifat
polar (alkaloid) dan lapisan bawah merupakan kloroform. Lapisan kloroform berada
dibawah karena memiliki berat jenis (yaitu 1,484 g/mL) lebih besar dari pada HCl (yaitu
1,268 gmL)
(Markham, 1988)
Filtrat (lapisan HCl) diambil untuk diuji kandungan alkaloidnya, karena
diperkirakan golongan alkaloid banyak terdapat didalam lapisan HCl. Filtrat tersebut
dibagi menjadi 2 bagian untuk diuji kandungan alkaloidnya. Filtrat pertama ditambahkan
pereaksi Dragendroff yang mengandung ion Bi3+ dan HI, dimana uji positif jika terbentuk
endapan merah bata.

Reaksinya :
R3N + Bi3+ + H+ + 4I- R3N.HBiI4
Alkaloid endapan merah bata
(Harbone, 1977)
Filtrat kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer yang mengandung Hg2+ dan KI. Uji
positif jika terbentuk putih.
Reaksinya :
R3N + Hg2+ + 2K+ + 4I- R3N.K2H3I4
Alkaloid endapan putih
(Harbone, 1977)
Berdasarkan hasil percobaan, filtrat I dan II tidak mengalami perubahan dan
warna larutan tetap bening keruh. Hal ini menunjukan bahwa senyawa alkaloid tidak
terkandung dalam kencur. Dengan kata lain uji ini menghasilkan uji negatif pada kencur.

6.2. Uji Saponin


Uji saponin bertujuan untuk mengetahui adanya saponin yang terkandung pada
simplisia kencur. Saponin merupakan suatu glikosida dengan gugus hidroksil pada
molekulnya dengan rumus C32H18O7. Saponin mempunyai sifat seperti sabun, dimana
ketika dilarutkan dalam air akan terbentuk busa atau buih. Metode pengujian saponin
dilakukan dengan mendidihkan kencur yang telah dihaluskan ke dalam air. Tujuan
pendidihan ini adalah untuk memperbesar kelarutan saponin dalam air.
Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas, hal ini dilakukan agar kandungan
saponin tidak berkurang bila suhu menurun. Penyaringan ini bertujuan untuk
memisahkan saponin dari simplisia dan senyawa lain yang terkandung didalamnya seperti
alkaloid, steroid, flavonoid. Filtrat yang dihasilkan kemudian dikocok secara vertikal
hingga terbentuk busa. Hal ini disebabkan saponin merupakan senyawa yang bersifat
seperti sabun, dimana memiliki gugus hidrofil dan hidrofob yang dapat bertindak sebagai
permukaan aktif dalam pembentukan busa.
Uji positif untuk saponin adalah dengan terbentuknya busa yang stabil. Saponin
dapat larut dalam air karena adanya gugus hidrofil (OH) yang dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan molekul air.
H H
O
H O HC Gugus saponin
Gugus saponin OH

H
O H
H
(Fessenden, 1999)
Penambahan HCl dilakukan untuk menguji kestabilan busa. Penambahan HCl dilakukan
dalam jumlah yang sedikit karena apabila ditambahkan dalam jumlah yang banyak dapat
menurunkan permukaan aktif sabun.
Dalam percobaan ini memberikan hasil yang negatif karena tidak terbentuknya
busa atau buih pada larutan tersebut. Larutan tersebut hanya menghasilkan larutan keruh.
Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung saponin, hal ini mungkin
disebabkan karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur.
6.3. Uji flavonoid
Uji flavonoid bertujuan untuk mengetahui adanya flavonoid dalam simplisia
kencur. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom kuinon, terdiri
dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi rantai linear yang terdiri dari 3 atom
karbon. Penentuan uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan serbuk Mg dan larutan
HCl pada filtrat saponin. Pada proses penambahan ini terjadi reaksi eksoterm yaitu reaksi
yang melepaskan panas yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas
dan pelepasan kalor pada permukaan tabung reaksi. Gelembung gas yang terbentuk ini
adalah gas H2.
Reaksi yang terjadi :
Mg + 2HCl Mg2+ + 2Cl- + H2
(Markham, 1988)
Produk yang dihasilkan pada reaksi diatas adalah MgCl2 dan H2. Dimana MgCl2 berada
dalam kesetimbangan. Reaksi :
MgCl2 (aq) MgCl+ (aq) + Cl- (aq)
(Markham, 1988)
MgCl+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada flavon yang mengalami resonansi,
sehingga akan terbentuk ikatan baru yaitu pelepasan ikatan rangkap dan pembentukan
gugus hidroksil.
Reaksi yang terjadi :
H H
C C C

O + MgCl + O M gCl OH
amilalkohol
f lavon
(Markham, 1988)
Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan ikatan baru dimana adanya MgCl+ mampu
melarutkan flavon sehingga flavonoid dapat dipisahkan dari golongan kimia lain.
Penambahan amilalkohol berfungsi untuk melarutkan flvonoid. Hal ini disebabkan
flavonoid merupakan senyawa polar sehingga amilalkohol yang juga bersifat polar
mampu memisahkan flavonoid dari senyawa-senyawa yang bersifat non polar, misalnya
kuinon.
Larutan dikocok dengan tujuan untuk memperbesar distribusi flavonoid ke dalam
amilalkohol. Uji positif untuk flavonoid adalah terbentuknya larutan berwarna merah
lembayung.
Setelah dikocok, terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berwarna keruh dan lapisan
bawah bening. Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung flavonoid,
hal ini mungkin disebabkan karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan
kencur.

6.4. Uji Tanin


Uji tanin bertujuan untuk adanya tanin dalam simplisia kencur. Tanin merupakan
senyawa yang mengandung gugus hidroksi (turunan benzena) yang dapat larut dalam air
karena adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil yang dimiliki tanin dengan molekul
air. Oleh karena itu penentuan tanin pada kencur dilakukan dengan penambahan air pada
kencur kemudian didihkan. Tanin yang bersifat polar akan larut dalam air yang bersifat
polar, hal ini sesuai dengan prinsip “like dissolve like”. Kelarutan tanin yang tinggi
terjadi dalam keadaan panas karena alasan inilah maka dilakukan proses pendidihan agar
tanin yang terlarut semakin banyak. Selain itu proses pendidihan juga berfungsi untuk
memecah ikatan-ikatan pada tanin sehingga dihasilkan bentuk monomer-monomer tanin
bebas. Kemudian dilakukan pendinginan untuk mengendapkan senyawa-senyawa
pengotor yang tidak larut pada suhu rendah, misalnya saponin. Selanjutnya adalah
penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan tanin dari simplisia dan senyawa lain
yang terkandung didalamnya seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Larutan/filttrat dibagi
menjadi 3 bagian.
Filtrat pertama ditambahkan FeCl3 1%. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai
sumber atom pusat, dimana tanin merupakan ligan yang membutuhkan atom pusat untuk
membentuk kompleks yang stabil, sehingga terbentuklah kompleks antara atom pusat
Fe3+ dengan ligan tanin. Uji positif yaitu terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman.
Reaksi yang terjadi :
2+
O H O Fe

+ Fe3+ + H+

N N

Kompleks warna (cokelat kehitaman)


(Markham, 1988)
Dari percobaan menunjukan hasil negatif karena larutan tetap berwarna kuning. Hal ini
menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung tanin, hal ini mungkin disebabkan
karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur.
Filtrat kedua ditambahkan dengan gelatin dan pereaksi steasny, untuk mengujji
keberadaan tanin katekat.Tanin katekat merupakan kelompok tanin yang tidak dapat
terhidrolisis dan merupakan polimer kondensasi katekin. Uji positif adalah terbentuk
endapan putih.
Pada perobaan ini, setelah larutan ekstrak ditambahkan gelatin tidak terjadi
perubahan apa-apa, yaitu larutan tetap berwarna kuning. Penambahan gelatin berfungsi
untuk menunjukan adanya keberadaan tanin tertentu yaitu tanin katekat. Kemudian
ditambahkan pereaksi steasny. Pereaksi steasny akan menunjukan keberadaan tanin
katekat tanpa tanin dibentuk terlebih dahulu menjadi senyawa kompleks dengan Fe 3+
tetapi dalam percobaan ini menunjukan uji negatif karena larutan tetap berwarna kuning.
Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung tanin katekat, hal ini
mungkin disebabkan karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur.
Filtrat ketiga, ditambahkan dengan Na-asetat dari FeCl3 untuk mengetahui
keberadaan tanin galat pada simplisia kencur. Tanin galat merupakan kelompok tanin
yang dapat terhidrolisis menghasilkan asam galat. Uji positif adalah terbentuk warna
hitam pada larutan tersebut.
Penambahan Na-asetat bertujuan untuk mengikat molekul air sehingga larutan menjadi
lebih jenuh dan dilanjutkan dengan penambahan FeCl3 untuk membentuk kompleks
dengan atom pusat Fe3+ dari FeCl3 dan ligan tanin. Hasil percobaan ini menunjukan uji
negatif karena larutan tetap berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur
tidak mengandung tanin galat, hal ini mungkin disebabkan karena masih terkandung zat
pengotor/air pada lapisan kencur.

6.5. Uji Kuinon


Uji kuinon bertujuan untuk mengetahui adanya kuinon dalam simplisia kencur.
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor
pada benzakuionon yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugaasi dengan R
ikatan rangkap karbon.
Penentuan adanya kuinon dilakukan dengan mendidihkan kencur dalam air.
Pendidihan berfungsi untuk memperbesar kelarutan kuinon dalam air. Selanjutnya
dilakukan pendinginan pada temperatur kamar yang bertujuan untuk mengendapkan
pengotor (misalnya alkaloid, saponin dan kuinon) yang tidak larut pada suhu rendah.
Setelah itu larutan disaring untuk memisahkan residu kencur dari filtrat yang
diperkirakan terdapat kuinon.
Filtrat hasil penyaringan ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH berfungsi
untuk mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion enolat. Ion enolat
tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar elektron pada ikatan rangkap π, karena
terjadinya resonansi ini ion enolat dapat menyerap cahaya tertentu dan memantulkan
warna.
Reaksi pembentukan enolat:
OH Na+
O

+ NaOH + H 2O

Fenol pada kuinon


ion f enolat terkonjugasi

(Fessenden, 1999)
Uji positif terhadap keberadaan kuinon yaitu jika larutan memberikan warna merah. Pada
percobaan ini terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas bening dan lapisan bawah berwarna
kuning keruh. Hal ini menunjukan bahwa pada percobaan ini menghasilkan uji negatif,
karena tidak menghasilkan larutan berwarna merah. Hal ini menunjukan bahwa didalam
kencur tidak mengandung senyawa kuinon, hal ini mungkin disebabkan karena masih
terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur.

6.6. Uji steroid/triterpenoid


Uji steroid/triterpenoid bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan
steroid/triterpenoid pada simplisia kencur. Tahap pertama yang dilakukan adalah maserasi
terhadap kencur halus ke dalam eter selama 1 jam. Maserasi merupakan proses
perendaman selama beberapa waktu agar zat (steroid/triterpenoid) yang terkandung
dalam simplisia kencur dapat keluar atau terekstrak. Maserasi dilakukan selama 1 jam
karena waktu 1 jam adalah waktu yang optimum untuk mengeluarkan atau mengekstrak
steroid/triterpenoid yang terkandung dalam simplisia. Pelarut yang digunakan adalah eter
yang bersifat nonpolar karena steroid merupakan senyawa organik yang memiliki sifat
nonpolar sehingga steroid dapat larut dalam pelarut nonpolar seperti eter.
Larutan yang telah dimaserasi kemudian disaring dengan tujuan untuk
memisahkan residu kencur dari filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan.
Penguapan berfungsi untuk menghilangkan pelarut eter yang tersisa pada filtrat. Residu
yang diperoleh dari penguapan kemudian ditambah dengan asam asetat anhidrat dimana
asam asetat anhidrat akan bereaksi dengan steroid melalui reaksi asetilasi menghasilkan
kompleks asetil steroid.
Reaksi yang terjadi :
O
CH 3 C
- CH 3COOH O
Gugus steroid OH + O Steroid O C
CH3
CH 3 C senyawa kompleks
O asetil steroid

(Fessenden, 1999)

Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asetil steroid. H2SO4
pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan dengan asam asetat
anhidrat. Hal ini dikarenakan kemampuan H2SO4 yang lebih mudah masuk mengatasi
efek sterik yang besar dari molekul steroid sehingga senyawa kompleks yang dihasilkan
lebih stabil dari kompleks asetil steroid.
Uji positif terhadap steroid adalah jika terbentuk larutan berwarna biru.
Sedangkan uji positif terhadap triterpenoid adalah jika terbentuk kristal/endapan
berwarna merah kecoklatan.
Pada percobaan ini menghasilkan kristal/endapan berwarna merah kecoklatan.
Hal ini menunjukan bahwa kencur mengandung triterpenoid.

VII. KESIMPULAN
1. Penentuan kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan dilakukan dengan penapisan
kimia dalam suatu simplisia.
2. Analisis golongan kimia tumbuhan dengan uji spesifik terhadap alkaloid, saponin,
flavonoid, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid.
3. Pada simplisia kencur mengandung senyawa kimia golongan triterpenoid yaitu ditandai
dengan terbentuknya endapan merah kecoklatan.
4. Alkaloid, tanin, flavonoid, saponin dan kuinon tidak ditemukan dalam kencur
(memberikan hasil yang negatif).
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Basri, 1996, Kamus Kimia, PT Rineka Cipta, Jakarta


Budavani, 1989, The Merck Index, Thr Merck Index Co, USA
Daintith, 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta
Fessenden, 1999, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta
Harbone, 1977, Progress in Photochemistry, Pergamon Press, Oxford
Herbert, 1995, The Biosynthesis of Secondary Metabolites, Chapman and Hall, London
Leswara, 2005, Buku ajar Kimia Organik, Ari Cipta, Jakarta
Linder, 1985, Nutritional Biochemistry and Metabolism, Elsevier Science Publishing
Company Inc, New York
Manitto, 1981, Biosintesis Produk alami, IKIP Semarang Press, Semarang
Markham, 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, ITB Press, Bandung
Rahway, 1960, The Merk Index : An Encyclopedia of Chemical Drugs and Biologicals,
Merk Index Co Ink, New Jersey
Yutian, 2005, Pharmaceutical Metabolite Research, School of Pharmacy Second Military
Medical University, Shanghai, China
Semarang, 16 November 2009
Mengetahui,
Asisten Praktikan

Nuning Setyowati Didi Sutardi


J2C006038 J2C006019

ABSTRAK

Pada percobaan penapisan fitokimiawi bertujuan untuk menentukan cara penapisan


fitokimiawi dan menganalisis golongan kimia tumbuhan. Prinsip yang digunakan adalah
analisis golongan kimia tumbuhan dengan uji-uji spesifik. Metode yang digunakan adalah
dengan cara penambahan reagen yang memberikan reaksi positif terhadap golongan kimia
dari tanaman. Simplisia yang digunakan pada percobaan ini adalah kencur. Hasil dari
percobaan ini yaitu alkaloid, tanin, flavonoid, saponin dan kuinon tidak ditemukan dalam
kencur (memberikan hasil yang negatif). Triterpenoid ditemukan dalam kencur. Uji
triterpenoid pada kencur menunjukan uji positif yaitu ditandai dengan terbentuknya endapan
merah kecoklatan. Dengan demikian kencur hanya mengandung triterpenoid.
HIPOTESA

Pada percobaan penapisan fitokimiawi bertujuan untuk menentukan cara penapisan


fitokimiawi dan menganalisis golongan kimia tumbuhan. Prinsip yang digunakan adalah
analisis golongan kimia tumbuhan dengan uji-uji spesifik dengan cara menambahkan reagen
yang memberikan reaksi positif terhadap golongan kimi dari tanaman kencur Metode yang
digunakan adalah dengan cara penambahan reagen yang memberikan reaksi positif terhadap
golongan kimia dari tanaman kencur. Uji positif pada alkaloid pada penambahan pereaksi
dragendorff yaitu menghasilkan warna merah bata dan dengan pereaksi mayer menghasilkan
endapan putih. Uji positif pada saponin yaitu menghasilkan gelembung atau buih yang stabil.
Uji positif pada flavonoid yaitu membentuk 2 lapisan larutan jenuh dan larutan merah
lembayung. Uji positif pada tanin yaitu menghasilkan warna cokelat kehitaman, jika
mengandung tanin katekat enghasilkan larutan merah bata dan endapan putih, dan bila
mengandung tanin galat menghasilkan larutan hitam dan endapan putih. Uji positif kuinon
yaitu menghasilkan larutan berwarna merah. Uji positif pada steroid yaitu menghasilkan
larutan berwarna biru dan Uji positif pada triterpenoid yaitu menghasilkan kristal/endapan
merah kecoklatan.

Anda mungkin juga menyukai