Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

“CA ESOFAGUS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Prefesi Keperawatan Medikal Bedah

Di Rumah Sakit RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat

DISUSUN OLEH :

LENI APRIANI

131 0721 024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2014

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Kanker oesofagus adalah keganasan yang terjadi pada oesofagus. Keganasan yang palling
sering menyerang adalah jenis karsinoma epidermoid. Sedangkan jenis lainnya
leomiosarkoma, fibrosarkoma, atau melanoma malignum tapi sangat jarang terjadi. (Jong at
al,1977, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.)
Kanker esophagus yaitu suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker ini pertama
kali di deskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama kali sukses
dilakukan oleh Frank Torek, pada tahun1930-an, Oshawa di Jepang dan Marshall di America
Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi
dengan rekonstruksi ( Fisichella, 2009 ).

B. ETIOLOGI
Timbulnya karsinoma esofagus dihubungkan dengan faktor diit. Minum alkohol, dan
merokok. Diduga juga berhubungan dengan penyakit sebelumnya. Refluk gaster kronik
(esophagus baret). Esofagitis menahun karena rangsangan bahan kimia dan akalasia
merupakan faktor resiko tinggi.(Sudoyo, w. Aru, 115)
Penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menjadi presdisposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Presdisposisi
penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannnya mukosa esofagus dari
agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya displasia
yang bisa menjadi karsinoma
Beberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel
skuamosa, seperti berikut ini :
1. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin pada ras
China memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyle C,2006)
2. Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alkohol secara kronik merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus
(Edmondso,2008)

2
3. Infeksi papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor
yang memberi kontribusi peningkatan resiko kanker esofagus (Fisichella,2009)

Penyakit refluk gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya


adenokarsinoma pada esofagus. Faktor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu
didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15 % pasien yang melakukan pemeriksaan
endoskopik mengalami displasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan
iritasi refluks gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang
beresiko menjadi keganasan (Thornton,2009)

C. MANIFESTASI KLINIS
Disfagia, perasaan ada massa ditenggorokan; nyeri saat menelan; nyeri substernal atau
rasa penuh; dan kemudian regurgutasi makanan yang tidak dicerna disertai bau nafas busuk
dan cegukan, kesulitan bernafas.( Swearingen. 2001)
Tanda dan gejala kanker esofagus menurut Syamsul Jamail Tahun 2010 antara lain :
1. Sulit menelan
2. Hilang berat badan secara tiba-tiba
3. Nyeri pada dada
4. Lelah
5. Ulsertiva esofagus tahap lanjut
6. Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan
7. Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan
8. Nyeri atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas dan
akhirnya cegukan
9. Mungkin terjadi hemoragi, dan kehilangan berat badan dan kekuatan secara progresif
akibat kelaparan.

3
D. FAKTOR RESIKO
Penyebab-penyebab yang tepat dari kanker esophagus tidak diketahui secara pasti.
Bagaimanapun, studi-studi menunjukan bahwa apa saja dari faktor-faktor berikut dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus :
1. Umur
Kanker esophagus lebih mungkin terjadi ketika orang-orang menjadi tua;
kebanyakan orang-orang yang mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas
60 tahun.
2. Kelamin
Kanker esophagus adalah lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-
wanita.
3. Penggunaan Tembakau
Merokok sigaret-sigaret atau menggunakan tembakau yang tidak berasap adalah
satu dari faktor-faktor risiko utama untuk kanker esophagus.
4. Penggunaan Alkohol
Penggunaan alkohol yang kronis dan/atau berat adalah faktor risiko utama yang
lain untuk kanker esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya alkohol dan
tembakau mempunyai suatu risiko yang terutama tinggi dari kanker esophagus. Ilmuwan-
ilmuwan percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-efek yang berbahaya
lain dari setiapnya.
5. Barrett's Esophagus
Iritasi jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker esophagus. Jaringan-
jaringan pada dasar dari kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung secara
sering balik masuk kedalam esophagus,persoalan yang disebut gastric reflux. Melalui
waktu, sel-sel dibagian yang teriritasi dari esophagus mungkin berubah dan mulai
menyerupai sel-sel yang melapisi lambung. Kondisi ini, dikenal sebagaiBarrett
esophagus, adalah kondisi sebelum ganas (premalignant) yang mungkin berkembang
kedalam adenocarcinoma dari esophagus.

4
6. Tipe-Tipe Iritasi Lain
Penyebab-penyebab lain dari iritasi atau kerusakan yang signifikan pada lapisan
esophagus, seperti menelan cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain,
dapat meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus.
7. Sejarah Medis
Pasien-pasien yang telah mempunyai kanker-kanker kepala dan leher lainya
mempuyai kesempatan yang meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada area
kepala dan leher, termasuk kanker esophagus.

E. PATOFISIOLOGI
Secara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel non keratin skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik
agen iritan, alkohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai
karsinogenik iritan (Fischella,2009)
Penggunaan alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi faktor resiko utama
terbentuknya karsinoma sel skuamosa. Nitrosamina dan komponen lain netrosil didalam acar
(asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi
peningkatan karsinoma sel skuamosa pada esofagus (Thornton,2009)
Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel
skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer,2002), konsumsi sirih,
asbestos, polusi udara, dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain
menyebutkan hal sebaliknya, dimana konsumsi diet tinggi buah dan sayur – sayuran justru
menjadi faktor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella,2009)
Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa, seperti
akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, peyakit plummer-Vinson syndrome, serta terpajan
dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun
kemudian. Hal ini dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien
striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma
sel skuamosa setelah 20 - 40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma
sel skuamosa yang disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau. Penyakit
plummer-Vinson syndrome akan mengalami disfagia, anemia defisiensi besi, dan web

5
esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa
postkrikoid (Enzinger,2003).
Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus.
Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal
kronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan terjadi dan
menghasilkan epitelium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret.
Perubahan genetik pada epitelium meningkatkan kondisi displasia dan secara progresif
membentuk adenokarsinoma pada esofagus (Papineni,2009).
Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epitel Barret.
Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel
Barret dan pada pasien dengan adanya epitel Barret sekitar 1% akan terbentuk
adenokarsinoma esofagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biospi endoskopik
untuk menurunkan resiko keganasan pada esofagus (Fisichella,2002).
Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi
jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi
terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke
aorta mengakibatkan pendarahan masif, invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung
atau sindrom vena kava superior;invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau
diasfagia, invasi ke saluran nafas mengakibatkan fistula trakeosofageal dan esofagopulmonal,
yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi
adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya yang akan menyebabkan abses paru dan
epiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik
atau pendarahan. Pendarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia
defisiensi besi sampai pendarahan akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah,
emasiasi, dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).

6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik dipastikan dengan esofagogastroduodenosopi (EGD) dengan biopsi dan
sikatan. Bronkoskopi biasanya dilakukan pada tumor dengan sepertiga tengah dan atas
esofagus, untuk menentukan apakah trakea telah terkena dan untuk membentu dalam
menentukan apakah lesi dapat diangkat. Mediastenosskopi digunakan untuk menentukan
apakah kanker telah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esofagus ujung
bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yng meluas ke atas esofagus.
(Swearingen. 2001)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (staging) dan
pengelompokan stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi non
operasi dan intervensi operasi.
1. Intervensi non operasi
a. Radiasi
Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi
eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering
berupa striktura, fistula dan perdarahan, selain itu terkadang juga dijumpai
komplikasi kardiopulmunal (Enzinger,2003)
b. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi.
Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi Sisplatin bersama Paclitaxel dan 5
fluorouracil (Le Prise,1994)
c. Terapi Laser
Pemberian intervensi terapi laser dapat membantu menurunkan secara sementara
kondisi disfagia pada 70% pasien kanker esofagus. Pelaksanaan secara multipel
yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen esofagus
(Wang,2008)

7
d. Photodynamic therapy (PDT)
PDT dapat dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan displatik.
Fotosintesis mentransfer energi ke substrat kimia jaringan abnormal. Beberapa studi
PDT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang,
menghasilkan terapi endoskopik yang efektif pada displasia mukosa Barret dan
mengeliminasi mukosa Barret (Fisichella,2009)
2. Intervensi Bedah
Esofagotomi dilakukan memulai insisi abdominal dan sevikal melewati hiatus
esofagus/ THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks
kanan/ TTE (transhorakcic esophagectomy). Pada THE rongga dada tidak dibuka. Ahli
bedah melakukan manuver transhiatal dengan mengangkat esofagus secara manual dari
rongga thoraks. Pada TTE bagian tengah dan bawah esofagus diangkat melalui rongga
toraks yang dibuka. Pembukaan abdomen dilakukan agar dapat memobilisasi lambung
untuk memudahkan reseksi (Mackenzezie, 2004)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Arif Muttaqin (2011), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien
kanker esofagus adalah :
Pada pengkajian akan didapatkan sesuai stadium kanker esofagus. Keluhan
disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus. Pada
keluhan disfagia berat, apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air minum, maka
memberikan indikasi pembesaran tumor telah menyumbat lumen esofagus.
Pada pengkajian riwayat penyakit penting untuk diketahui adanya penyakit yang
pernah diderita seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur esofagus, dan tumor
pada kepala atau leher.
Pada pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah
mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus.
Pada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah
pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsi, sitologi, dan laboratorium klinik.

8
a. Pemeriksaan Radiografi
Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar
kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan erosif dan kasar pada bagian
esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran
tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.
CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan
diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
b. Endoskopi dan Biopsi
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma
esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan
adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biopsi karena
terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma
epidermal oleh sel epitel skuamosa yang normal.
c. Sitologi
Pemeriksaan sitologik didapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut.
Sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah
pemeriksaan endoskopik.
Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi diperlukan untuk mengetahui apakah
ada metastasis pada hati.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang.
b. Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).
c. Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor)
d. Defisit pengetahuan b.d sedikitnya terpapar informasi mengenai kanker

9
3. RENCANA KEPERAWATAN (INTERVENSI)
a. Diagnosa : Ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi
yang kurang.
1) Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat
diatasi
2) Kriteria Hasil
NOC:
a) Perawat mampe meningkatkan status nutrisi pasiern
b) Perawat mampu mengontrol BB pasien.
c) Pasien mengalami peningkatan BB menuju berat yang diharapkan
d) BB pasien berada dalam rentang normal
e) Mengenal faktor-faktor yang mnyebabkan BB dibawah normal.
f) Pasien mampu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat
g) Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
h) Pasien terebas dari tanda-tanda malnutrisi.

3) Intervensi dan rasionalisasi (NIC)


No Intervensi Rasionalisasi
Manajemen Nutrisi
1 tanyakan kepada klien apakah ia untuk menentukan nutrisi yng tepat
memiliki riwayat elergi terhadap untuk pasien
makanan
2 beri dukungan kepada pasien untuk agar terjdi keseimbangan antara
mendapatkan intake kaolri yang kebituhan kalori edngan pemasukan
adekuat sesua dengan tipe tubuh dan kalori
pola aktivitasnya.
3 beri pasien makanan yang untuk meningkatkan BB pasien
mengandung tinggi protein, tinggi kearah normal
kalori.

10
4 monitor catatan intake intake mengukur apakah asien kebutuhan
kandungan nutrisi pada makanan nutrisinya terpenuhi atau tidak.
Manajemen Gangguan Makan
1 Tentukan kemajuan BB harian yang dapat menilai keberhasilan dari
diharapkan bersama klien. peningkatan BB.
2 monitor masukan kalori perharinya untuk memastikan apakah pasie
mengkonsumsi cukup kalori
3 monitor pasien berkitan dengan untuk menentukan efektivitas dan
makan, penurunan berat badan, dan keberhasilan terapi yang digunakan.
kenaikan BB.
4 anjurkan pasien untuk mengurangi kalori yang tersimpan bisa diubah
aktivitasnya sehinga bisa mendukung sebagai cadangan dalam bentuk
program kenaikan BB. peningkatan masa otot.

b. Diagnosa : Nyeri akut b.d agen injuri (faktro fisik).


1) Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan maka masalah nyeri akut dapat diatasi
2) Kriteria Hasil NOC:
a) Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat
kenyamanan, dan mngontrol nyeri.
b) Pasien mampu menggunakan sekala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat
nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
c) Pasien mampu menerangkan bagaimana nyeri yang tidak terukur dapat
diatasi.
d) Pasien mampu menampilkan ktivitas pemulihan dengan dilaporkannya
penerimaan terhadap tingkat nyeri.
e) Pasien berada dalam kecukupan mengenai istirahat dan tidurnya
f) Pasien mampu mendemonsrasikan menejemen nyeri non farmakologi

11
3) Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No Intervensi Rasionalisasi
1 tentukan apakah pneyrinya itu saat intensitas, onset, durasi, dan
pengkajian atau tidak . jika ia bantu peningkatan nyeri hendaknya dikaji
pasien untukemnurunkkan nyerinya untukmedpatkan data yang esensial..
tersebut.
2 tnyakan kepada klien mengenai beberapa faktor penhambat dapat
pengalaman nyeri yang pernah ia menghilangkan ekinginan klien untuk
alami dan metode yang digunakan melaporkan neyri dan mengunakan
untuk menurunkanya. obat analgesik.
3 mintalah kepada klien untuk intensitas, lokasi dan kalitas nyeri
melaporkn lokasi, intensitas dengan hendaknya dilaporkan setelah
mengunakan skala nyeri, dan prosedur tindakan untuk mengetahui
kualitas nyeri. keberhasilan treatmen
4. eksplor kebutuhan p[asien dengan intervensi pharmakologi merupakan
obat anlgesik opioid dan non-opioid. alat utama sebagai penurun nyeri.
5 ajari pasien metode nonfharmakologi digunakaan untuk sebagai suplemen
untuk menurunkan nyeri klien dari metode phmakologik.
6. anjurjkan pasien untuk menggunakan mencegah terjadinya
obat analgesik sesua dengan yang penyalahgunaanobat
dianjurkan.

c. Diagnosa : Kerusakan kemampuan menelan b.d penyumbatan mekanis (tumor)


1. Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan selama 10 hari maka masalah
ketidakmampuan menelan dapat teratasi
2. Kriteria Hasil NOC:
a) Perawat mampu meningkatkan kemampuan menelan pasien.
b) Pasien mampu mendemonstrasikan proses menelan yang efektive tanpa
batuk atau tersedak.
c) Pasien terbebas dari bahya aspirasi

12
3. Intervensi dan rasionalisasi (N!C)
No Intervensi Rasionalisasi
1 pastikan kesiapan pasien untuk jika salah satu dari faktro-faktor
makan. Pasien perlu diawasi , tersebut tidak ditemukan, maka bisa
kemampuan mengikuti instruksi, dipertumangkan untuk menghentikan
mempertahankan posisi kepala pemberian makanan peroral dan
dalam keadaan tegak, dan mampu menggunakan makanan enteral
menggerakan lidah dalam mulutnya. untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
klien
2 kaji kemampuan klien untuk secara normal waktu yang
menelan denganmemposisikan dibutuhkan bagi bolus untuk untuk
jenmpol dan telunjuk pemeriksa pada berpindah dari tempat dimana
laringelal proturberance. Minta klien refleks dipicu ke pintu esopfhagea
untuk menelan rasakan kenaikan adalah 1 detikl Klien dengan
larink, minta klien untuk batuk, test kecelakaan kardiovaskular dengan
refleks gag pada kedua sisi belakang waktu transit(proses menelan) yang
pharingeal. lebih lama.mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk berkembang
ke arah pneumonia aspiration.
Pasien bisa tersedak bahkan ketika
masih mempuinyai gag refleks.
3 observasi tanda-tanda yang semuanya merupakan tanda-tanda
berhubunagn dengan proses menelan kerusakan kemampuan menelan
(batuk, cegukan, kesulitan menahan
air liur, penurunan kemampuan
untuk mengerakan lidah, bicara yang
pelan )
4. jika klien mempunyai gangguan makanan bagi pasien yang tidak bisa
menelan, jangan memberikan menelan dengan sempurn, dapat
makanan sampai diagnosa yang menyebabkan aspirasi dan
sesuai ditegakan. Pastikan makanan kemungkinan kematian. Makanan

13
yang sesuai dengan berkonsultasi enteal lewat PEG tube pada
dengan dokter untuk pemberian umumnya sering digunakan sebab
makanan enteral, kebanyakan dengan berdasarkan penelitan pasien
menggunakan PEG tube. dengan PEG tube mandpatkan
peningkatan status gizi dan
nutrisidan memungkinkan
peningkatan kemampuan hidup.
5 hindari pemberian makana cairan penggunaan pengenatal dapat
sampi paien mampu menelan secara meningkatkan hidrasi dannn nutrisi
efektiv.Tambahkan pengental cairan
seperti madu, atau puding
6. berikan latihan menelan sesuai latihan menelan dapat meningkatkan
dengan yang diresepkan oleh team kemampuan untuk menelan.
disfagia. (menyentuh langit-langit
dengan lidah, merangsang lengkung
tonsil, dan langit-langit lunak denagn
logam dingin cermin pemeriksan
(rangsangan suhu), latihan gerakanm
mulut.
7 sediakan makanan dalam kondisi lingkungan yang ramai dapat
tenang jauh dari rangsangan menurunkan mengunyah dan
berlebihan, dekat dengan ruang menelan.
makan yang ribut.
8 pastikn bahwa klien memiliki waktu pasien dengan gangguan menelan
yang cukup untuk makan membutuhkan waktu 2-4 kali lebih
lama dibanduing waktu makan orang
normal.

14
9 Cek rongga mulut untuk memastikan sisa makanan yang terselip dalam
pengosongan setelah klien menyebabkan stomatitis, pembusikan
menyelesaikan makanan. Berikan gigi, kemungkinan aspirasi lebih
perawatan mulut . jika perlu ambil lanjut.
sisa makanan yang terdapat dalam
mulut.
10 jaga posisi tegak lurus 30-45 derajat. posisi tegak lurus mempertahankan
makanan tetap didalam lambung
sampai kosonng mencegah
terjadinya refluks dan aspiras.
11 awasi tanda-tanda aspirasi dan tanda-tanda tersebut menunjukan
pneumonia. Auskultasi suara par terjadinya pneumonia.
setelah makan. Catat suara krakles
atau wheezing dan peningkatan suhu.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan
di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a) Tindakan keperawatan mandiri
b) Tindakan keperawatan kolaboratif
c) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito,
1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fisichela, Piero M.2009.Esophageal Cancer.eMedicine Specialties. Oncology. Carcinomas of


the Gastrointestinal.

Jong at al, 1977, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Joanne et al, Nursinbg Intervention Calsification, Mosby, USA

Muttaqin, Arif.2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nanda. 2004. Nursing Diagnosis A Guide to Planning Care.

Smeltzer and Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarata: EGC
Swearingen. 2001. keperawatn Medikal Bedah. EGC. Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai