PENDAHULUAN
1
langsung dengan sinar matahari ataupun dengan menggunakan alat pengering
mekanis.
600,000
532,815
500,000
Prod.GKG
Jumlah (Ton)
400,000
306,073 Beras
300,000
Konsumsi
200,000 175,295
130,778 Neraca
100,000
2
UD. Sinar Jaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam
bidang produksi penggilingan beras. UD. Sinar Jaya beralamat di Desa
Macanputih, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, yang menghasilkan
mutu beras premium dengan cap Nyai Sekar Arum dan medium dengan cap Satria
Nusantara. Berdasarkan hasil observasi permasalahan dalam perusahaan, peneliti
mengambil judul “ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN GABAH DI
UD. SINAR JAYA BANYUWANGI yang bertujuan untuk menganalisis
pengendalian persediaan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan agar
perusahaan dapat bekerja lebih teratur dan stabil.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adannya penelitian ini antara
lain:
1. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
efisiensi penggunaan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki
perusahaan untuk menentukan besarnya kuantitas pembelian bahan baku
serta total biaya persediaan yang efisien.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan acuan dan tambahan sumber informasi untuk menjadikan
target yang lebih baik.
3. Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah referensi
sebagai bahan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada masa yang
akan datang.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
padi berbeda-beda seperti dalam hal dimensi dan penampakan gabah. Menurut
Hasbullah dan Dewi (2011), perbedaan dimensi gabah dari beberapa varietas padi
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Dimensi Gabah pada Beberapa Varietas Padi
Varietas Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio panjang/lebar
Ciherang 10,00 2,73 3,66
Hibrida 9,97 2,82 3,54
Cibogo 11,10 2,97 3,74
Sumber : Hasbullah dan Dewi, 2011.
Kualitas fisik gabah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan kemurnian gabah.
Tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat
keseluruhan campuran gabah. Tingkat kemurnian gabah akan semakin menurun
dengan makin banyaknya benda asing atau gabah hampa di dalam campuran
gabah. Kualitas fisik gabah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.2 Kualitas Fisik Gabah pada Beberapa Varietas Padi
Ciherang Hibrida Cibogo
Kadar air (%) 16,14 15,26 14,26
Gabah bernas (%) 94,77 98,14 98,63
Gabah hampa (%) 5,17 1,58 1,29
Gabah hijau (%) 11,03 13,27 6,59
Keretakan (%) 4,63 4,89 7,10
Sumber : Hasbullah dan Dewi, 2011.
Masing-masing gabah memiliki kriteria serta keunggulan dan kelemahan
yang berbeda, berikut penjelasannya :
1. Situ Bagendit
Situ Bagendit merupakan jenis padi gogo yang berproduksi tinggi di
lahan yang kering. Padi yang merujuk pada danau di Desa Bagendit,
Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut Jawa Barat ini dirilis pada tahun
2003. Padi gogo Situ Bagendit mempunyai tinggi 99-105 cm dengan masa
pemeliharaan 110-120 hari, dengan karakteristik fisik Bentuk biji panjang dan
ramping, warna gabah kuning bersih dengan bobot per 1.000 butir mencapai
27-28 gram. Padi gogo Situ bagendit memiliki tekstur nasi pulen, tahan
6
terhadap penyakit blas dan tungro serta agak tahan terhadap penyakit hawar.
Selain itu, Situ Bagendit juga memiliki kelemahan, yakni sensitive terhadap
tanah yang memiliki kandungan almunium (Al) (Litbang Kementrian
Pertanian, 2019).
2. Inpari 4
Inpari 4 adalah jenis komoditas padi yang hidup di areal persawahan
dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Inbrida Padi Sawah Irigasi (Inpari) 4
mulai dilepas pada tahun 2008 dan varietas ini termasuk dalam golongan
cere. Inpari 4 mempunyai tinggi 95-105 cm dengan masa pemeliharaan 115
hari. Bentuk biji panjang dan ramping, warna gabah kuning bersih dengan
bobot per 1.000 butir mencapai 25 gram, dan rata-rata hasil 6,04 ton/ha GKG,
dengan Potensi hasil 8,80 ton/ha GKG. Inpari 4 memiliki tekstur nasi pulen,
agak rentan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1,2 dan 3 serta tahan
terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III, strain IV, dan Strain VIII,
agak tahan penyakit virus tungro inoculum varian 013, dan rentan terhadap
inoculum varian 073 dan 031 (Litbang Kementrian Pertanian, 2019).
3. Inpari 13
Inpari 13 adalah jenis komoditas padi yang juga termasuk dalam kategori
padi sawah dengan anjuran tanam di ekosistem sawah dengan tadah hujan
dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl. Inpari sawah dilepas oleh Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPADI) pada tahun 2009. Inpari 13
mempunyai tinggi 101 cm dengan masa pemeliharaan 103 hari. Bentuk biji
panjang dan ramping, warna gabah kuning bersih dengan bobot per 1000
butir mencapai 25,2 gram, dan rata-rata hasil 5,59 ton/ha GKG dengan
Potensi hasil 8,80 ton/ha GKG. Inpari 13 memiliki tekstur nasi pulen, tahan
terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 serta agak rentang
terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri strain III, IV dan VIII, tahan terhadap
penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173 (Litbang
Kementrian Pertanian, 2019).
4. Inpari 32
Inpari 32 adalah jenis komoditas padi irigasi yang hidup di areal
persawahan, dengan ketinggian mencapai 600 m dpl. Inbrida Padi Sawah
7
Irigasi (Inpari) mulai dilepas pada tahun 2013 dan varietas ini asal turunan
dari padi jenis ciherang dan IRBB64. Inpari 32 mempunyai tinggi 97 cm
dengan masa pemeliharaan 120 hari. Bentuk gabah medium, warna gabah
kuning bersih dengan bobot per 1.000 butir mencapai 27,1 gram, dan rata-rata
hasil 6,03 ton/ha GKG, dengan Potensi hasil 8,42 ton/ha GKG. Inpari 32
memiliki tekstur nasi pulen, tahan terhadap penyakit Hawar daun bakteri
strain III, agak tahan terhadap Hawar Daun Bakteri Strain IV, tahan terhadap
blas Ras 033, agak tahan terhadap Tungro, dan agak rentan terhadap wereng
coklat biotipe 1, 2, dan 3. (Litbang Kementrian Pertanian, 2019).
5. IR 64
IR 64 adalah jenis komoditas padi irigasi yang hidup di areal
persawahan. IR 64 mulai dilepas pada tahun 1984. IR 64 mempunyai tinggi
85 cm dengan masa pemeliharaan 110-120 hari. Bentuk gabah panjang
ramping, warna gabah kuning bersih dengan bobot per 1.000 butir mencapai
27 gram, dan rata-rata hasil 5,0 ton/ha GKG dengan potensi hasil 6,0 ta/ha
GKG. IR 64 memiliki tekstur nasi pulen, Tahan terhadap wereng coklat
biotipe 1, 2 dan agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri
strain IV dan tahan virus kerdil rumput (Litbang Kementrian Pertanian,
2019).
6. Ciherang
Ciherang adalah jenis komoditas padi irigasi yang hidup di areal
persawahan yang baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah yang
mencapai 500 m dpl. Ciherang mulai dilepas pada tahun 2000. Ciherang
mempunyai tinggi 107-115 cm dengan masa pemeliharaan 116-125 hari.
Bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih dengan bobot per
1.000 butir mencapai 27-28 gram, dan rata-rata hasil 5,0 ton/ha GKG dengan
potensi hasil 8,5 ton/ha GKG. Ciherang memiliki tekstur nasi pulen, Tahan
terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap
hawar daun bakteri strain III dan IV. (Litbang Kementrian Pertanian, 2019).
7. Mekongga
Mekongga adalah jenis komoditas padi irigasi yang hidup di areal
persawahan yang baik ditanam pada lahan sawah irigasi dataran rendah yang
8
mencapai 500 m dpl. mulai dilepas pada tahun 2004. Mekongga mempunyai
tinggi 91-106 cm dengan masa pemeliharaan 116-125 hari. Bentuk gabah
Tegak, warna gabah kuning bersih dengan bobot per 1.000 butir mencapai 28
gram, dan rata-rata hasil 6,0 ton/ha GKG dengan potensi hasil 8,4 ton/ha
GKG. Mekongga memiliki tekstur nasi pulen, Tahan terhadap wereng coklat
biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain
III dan IV. (Litbang Kementrian Pertanian, 2019).
Kualitas fisik gabah juga ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah.
Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang
biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan
tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat
keseluruhan campuran gabah. Kadar air yang optimal untuk melakukan
penggilingan adalah 13-14%. Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas,
sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah.
Gabah yang baru dipanen (GKP), memiliki kadar air antara 20-25%. Apabila
gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu
dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini
gabah disebut gabah kering simpan (GKS). Sebelum digiling GKS dikeringkan
lagi hingga kadar air sekitar 14% untuk proses gabah kering giling (GKG) yang
memiliki kadar air sekitar 14%. Gabah kering giling yang memiliki kadar air
sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang
merupakan masukan terhadap proses penggilingan. (Badan Pusat Statistik, 2018)
2.1.2 Penggilingan Gabah
Sistem agribisnis beras melibatkan sejumlah subsistem, mulai dari
subsistem penyedia input sampai dengan subsistem pemasaran (output). Industri
penggilingan padi merupakan salah satu subsistem agribisnis yang berperan
penting mengolah gabah sebagai input menjadi beras. Sebagai industri perantara
maka industri penggilingan padi berperan penting sebagai mata rantai suplai beras
nasional. Penggilingan padi adalah tahap kegiatan setelah pengeringan, kegiatan
ini bertujuan untuk memisahkan kulit gabah yang akan menghasilkan beras putih
dan hasil sampingnya adalah dedak dan menir. Penggilingan padi ini biasanya
menggunakan huller. Penggilingan padi yang ada di masyarakat umumnya
9
menggunakan mesin dua tahap yaitu, mesin pecah kulit (husker) dan penyosoh
beras (polisher). Mesin pecah kulit digunakan untuk mengupas gabah dari
kulitnya dan akan menghasilkan beras pecah kulit yang selanjutnya akan
dilakukan penyosohan beras dengan mesin penyosoh dan menjadi beras putih.
Bila ditinjau dari konstruksinya, mesin-mesin penggiling padi dapat
dikelompokan menjadi 3 yaitu penggilingan padi skala kecil (PPK), penggilingan
padi sedang atau rice milling unit (RMU) dan penggilingan padi besar atau rice
milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara ketiganya adalah pada
ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang dilakukan.
Penggilingan padi yang lengkap kadang kala dilengkapi dengan pembersih gabah
sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul dedak sebagai hasil
sampingan dari proses penyosohan. Berikut adalah 3 tipe mesin penggilingan tipe
skala kecil (PPK), sedang (RMU) dan besar (RMP).
1. Penggilingan Padi Skala Kecil
Penggilingan padi skala kecil (PPK) merupakan penggilingan padi yang
menggunakan tenaga 20 - 40 HP, dengan kapasitas produksi 300 - 700
kg/jam. Mesin yang digunakan PPK terdiri dari satu mesin pecah kulit
(husker) dan satu mesin penyosoh (polisher). Posisi mesin pecah kulit dan
penyosh PPK ini terpisah sehingga dalam proses pemindahan beras pecah
kulit dari husker ke penyosoh beras/polisher dilakukan secara manual dengan
tenaga manusia. Beras yang dihasilkan dari penggilingan padi PPK mutu
berasnya kurang baik, umumnya beras ini untuk dikonsumsi sendiri.
2. Rice Milling Unit
Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi yang
kompak dan mudah dioperasikan, di mana proses pengolahan gabah menjadi
beras dapat dilakukan dalam satu kali. Kapasitas RMU mempunyai kapasitas
giling < 1,0 ton/jam. Mesin RMU bila dilihat fisiknya menyerupai mesin
tunggal dengan fungsi banyak, namun sesungguhnya memang terdiri dari
beberapa mesin yang disatukan dalam rancangan yang kompak dan bekerja
secara harmoni dengan tenaga penggerak tunggal yaitu mesin diesel dengan
tenaga penggerak 40 - 60 HP. Rangkaian mesin RMU terdapat bagian mesin
yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian mesin yang
10
berfungsi memisahkan beras pecah kulit (BPK) dan gabah dari sekam yaitu
husker. Sedangkan mesin yang berfungsi menyosoh yang memisahkan beras
hasil pecah kulit dan dedak menjadi beras putih yaitu polisher, mesin pecah
kulit dan penyosoh tersebut dikemas dalam satu mesin yang kompak dan
padat, sehingga praktis dan mudah digunakan (Widowati, 2001).
3. Rice Milling Plant
Rice Milling Plant (RMP) merupakan penggilingan padi tiga fase atau
lebih dengan kapsitas produksi lebih besar dari 3,0 ton gabah per jam. RMP
memiliki beberapa rangakain mesin yang terdiri dari mesin pengering vertikal
(vertical dryer), mesin pembersih gabah (cleaner), mesin pemecah kulit
(husker), mesin pemisah gabah (separator), dan mesin penyosoh beras
(polisher) sebanyak tiga unit atau lebih serta dilengkapi dengan mesin
pemisah menir (shifter). Komponen-komponen mesin penggilingan padi jenis
RMP secara umum terdiri dari mesin pembersih kotoran gabah, mesin
pemecah kulit, mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit, mesin pemutih
(batu dan besi), mesin pengkilap beras, mesin pemisah beras utuh, kepala,
patah dan menir, timbangan dan yang terakhir mesin pengemasan. Beras hasil
dari mesin RMP menghasilkan mutu beras SNI I atau yang disebut dengan
beras kristal/premium (Hadiutomo, 2012).
2.1.3 Pengendalian Persediaan
Persediaan merupakan hal yang paling penting dalam usaha bisnis. Tanpa
adanya persediaan suatu usaha akan diharapkan pada risiko bahwa pada suatu
waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggannya sehingga akan
menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang
seharusnya di dapatkan. Menurut Wiyono dan Kusuma (2017), Persediaan
merupakan salah satu aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam
perusahaan. Persediaan merupakan aktiva yang sangat vital, dikarenakan: (1). Jika
kekurangan akan menggangu aktivitas proses produksi dan pelayanan kepada
pelanggan: (2). Jika kelebihan akan menyebabkan meningkatnya biaya
penyimpanan serta adanya risiko kadaluwarsa.
Pengendalian persediaan menurut Heizer dan Render (2015), dilakukan
untuk mengatur pelaksanaan pengadaan bahan baku yang diperlukan sesuai
11
dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan dengan biaya yang serendah-
rendahnya. pengendalian pada persediaan dapat mengakibatkan terjadinya
kekurangan persediaan (stockout) maupun kelebihan persediaan (over stock).
Kekurangan persediaan dapat mengakibatkan kegagalan pengiriman, hilangnya
penjualan, pelanggan yang tidak puas, dan terhambatnya produksi. Sedangkan jika
terjadi kelebihan persediaan (over stock) maka akan timbuk resiko-resiko yang
dihadapi oleh perusahaan, seperti tingginya biaya penyimpanan dan investasi yang
tertahan, karena semakin besar tingkat persediaan maka semakin besar pula biaya
penyimpanan yang harus dikeluarkan perusahaan.
Jenis-jenis persediaan menurut Heizer dan Render (2015), yaitu: persediaan
bahan mentah (row material inventory) yang telah dibeli, tetapi belum diproses.
Persediaan ini dapat digunakan untuk memisahkan (yaitu, menyaring) pemasok
dari proses produksi. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih disukai adalah
menghapus variabilitas pemasok dalam kualitas, jumlah, atau waktu pengiriman
sehingga tidak diperlukan pemisahan. Yang kedua adalah persediaan barang
dalam proses (wor-in-process-WIP) ialah komponen-komponen atau bahan
mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai. WIP
itu ada karena untuk membuat produk diperlukan waktu (disebut juga waktu
siklus). Mengurangi waktu siklus akan mengurangi persediaan WIP. Tugas ini
tidaklah sulit. Selama sebagian besar waktu sebuah produk “sedang dibuat”
produk itu sebenarnya berdiam. Yang ketiga adalah jenis MRO
(maintenance/repair/operating) adalah persediaan yang disediakan untuk
perlengkapan pemeliharaan/perbaikan/operasi yang dibutuhkan untuk menjaga
agar mesin dan proses tetap produktif. Dan yang terakhir adalah persediaan
barang jadi (finish-goods inventory) adalah produk yang telah selesai dan tinggal
menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena
permintaan pelanggan pada masa mendatang tidak diketahui.
Fungsi persediaan menurut Heizer dan Render (2015), yaitu menambah
fleksibilitas operasi dalam suatu perusahaan dan keempat fungsi persediaan
tersebut adalah:
1. Untuk memberikan pilihan barang agar dapat memenuhi permintaan
pelanggan yang diantisipasi dan memisahkan perusahaan dari fluktuasi
12
permintaan. Persediaan seperti ini digunakan secara umum pada perusahaan
ritel.
2. Untuk memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Contohnya, jika
persediaan sebuah perusahaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin
diperlukan agar bias memisahkan proses produksi dan pemasok.
3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah karena pembelian
dalam jumlah besar dapat menurunkan biaya pengiriman barang.
4. Untuk menghindari inflasi dan kenaikan harga.
Pardede (2007), berpendapat bahwa kebijakan dalam perencanaan dan
pengawasan meliputi dua putusan yakni kapan pesanan dilakukan (reorder point
atau reorder time) dan berapa banyak harus dipesan (reorder quantity). Salah satu
diantara berbagai pertimbangan dalam hubunganya dengan aturan kerja tersebut
adalah biaya-biaya sediaan (inventory costs), yaitu segala biaya yang timbul
sebagai akibat dari diadakannya sediaan, dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa
didalam perencanaan dan pengawasan sediaan tidak semua biaya harus
dipertimbangkan melainkan hanya biaya-biaya yang jumlahnya berubah dengan
perubahan waktu atau titik pemesanan serta jumlah pesanan. Sehubungan dengan
itu maka seluruh biaya sediaan dapat dikelompokkan atas:
1. Biaya pembelian atau pembuatan
2. Biaya pemesanan
3. Biaya penahanan
4. Biaya darurat
5. Biaya modal atau biaya peluang
6. Biaya kegagalan pelayanan pemakai akhir
7. Biaya kegagalan pendayagunaan sumber daya
Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan di dalam menyediakan bahan baku
untuk proses produksi, menurut Ahyari (1990) adalah sebagai berikut :
1. Perkiran pemakaian bahan baku : sebelum perusahaan mengadakan
pembelian bahan baku, maka selayakanya perusahaan mengadakan
penyusunan perkiraan pemakaian bahan baku untuk keperluan produksi.
13
2. Harga bahan baku : Harga bahan baku yang digunakan dalam proses
produksi merupakan salah satu faktor penentu terhadap persediaan bahan
baku.
3. Biaya-biaya persediaan : di dalam penyelenggaraan persediaan bahan baku,
maka perusahaan tentunya tidak akan dapat lepas dari biaya-biaya
persediaan yang harus ditanggung.
4. Kebijaksanaan pembelanjaan : didalam perusahaan, kebijkasanaan
pembelanjaan akan dapat mempengaruhi kebijaksanaan pembelian
5. Pemakaian bahan baku : Pemakaian bahan baku dari perusahaan pada
periode-periode yang lalu untuk keperluan proses produksi aakan dapat
dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan
bahan baku.
6. Persediaan pengaman : Pada umumnya untuk menanggulangi adanya
kehabisan bahan baku, maka perusahaan akan mengadakan pengaman.
7. Pembelian kembali : di dalam menyelenggarakan persediaan pembelian
bahan baku tidak cukup dilaksanakan hanya sekali saja, akan tetapi
dilaksanakan berulang kali secara berkala.
2.1.4 Analisis ABC
Analisis ABC yaitu suatu metode untuk membagi persediaan ke dalam tiga
kelompok berdasarkan pada volume tahunan dalam jumlah uang (Heizer dan
Render, 2015). Analisis ABC merupakan penerapan persediaan dari Prinsip Pareto
(yang diberi nama berdasarkan pada Vilfredo Pareto, ahli ekonomi Italia pada
Abad ke -19). Untuk menentukan volume uang tahunan dalam analisis ABC,
diukur dari permintaan tahunan dari setiap barang persediaan dikalikan biaya per
unit.
Barang-barang kelas A adalah barang-barang yang volume uang tahunannya
tinggi. Meskipun barang-barang ini mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari
total barang persediaan, tetapi mewakili 70% sampai 80% dari total penggunaan
uang. Barang-barang kelas B adalah barang persediaan dengan volume dolar
tahunan yang sedang. Barang ini mempresentasikan sekitar 30% dari barang
persediaan dan 15% sampai 25% dari nilai total. Barang dengan volume dolar
14
tahunan kecil adalah kelas C yang hanya mempresentasikan 5 % dari volume
dolar tahunan, tetapi mewakili sekitar 55% dari barang persediaan total.
2.1.5 Economic Order Quantity (EOQ)
Perusahaan berusaha menekan biaya seminimal mungkin agar keuntungan
yang diperoleh menjadi lebih besar, demikian pula dengan manajemen persediaan
selalu mengupayakan agar biaya persediaan menjadi minimal. Economic Order
Quantity (EOQ) adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling
sering digunakan. Menurut Heizer dan Render (2015) Economic Order Quantity
(EOQ) adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua dan
terkenal secara luas, metode pengendalian persediaan ini menjawab 2 (dua)
pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa banyak harus memesan.
Teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi
sebagai berikut:
1. Jumlah permintaan diketahui cukup konstan dan independen.
2. Waktu tunggu, yakni waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan
telah diketahui dan bersifat konstan.
3. Persediaan segera diterima dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain,
persediaan yang dipesan tiba dalam satu kelompok pada suatu waktu.
4. Tidak tersedia diskon kuantitas.
5. Biaya variabel hanya biaya untuk memasang atau memesan (biaya
pemasangan atau pemesanan) dan biaya untuk menyimpan persediaan
dalam waktu tertentu.
6. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
2.1.6 Re-Order Point (ROP)
Perusahaan sering mengalami kendala di dalam menjalani kegiatan
operasinya diantaranya yaitu persediaan yang kurang memadai yang dilibatkan
oleh keterlambatan pembelian kembali stock persediaan bahan baku, sehingga
dapat memperlambat proses produksi. Menurut Heizer dan Render (2015), Re-
Order Point (ROP) atau titik pemesanan ulang adalah tingkat atau titik persediaan
dimana tindakan harus diambil untuk mengisi kembali persediaan barang”. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi ROP antara lain:
15
1. Lead time (waktu tunggu)
2. Tingkat penggunaan rata-rata
3. Safety stock (persediaan pengaman)
16
No. Nama Judul Tahun Hasil Penelitian Alat Analisis
Peneliti
3. Taufiq dan Pengendalian 2014 Tepung terigu dan Economic
Slamet Persediaan gula pasir lebih Order
Bahan Baku optimal Quantity
pada Salsa menggunakan (EOQ)
Bakery Jepara metode EOQ,
dibanding dengan
menggunakan
metode
konvensional.
17
No. Nama Judul Tahun Hasil Penelitian Alat Analisis
Peneliti
5. Michael Analisis 2014 pengendalian dan Analisis
Chandra Pengendalian pengadaan deskriptif dan
Tuerah Persediaan persediaan bahan Analisis
Bahan Baku baku ikan tuna CV. Economic
Ikan Tuna Golden KK sudah Order
pada Cv. efektif dalam Quantity
Golden KK memenuhi (EOQ).
permintaan
konsumen karena
perusahaan tidak
mengalami
kehabisan
persediaan bahan
baku dan total biaya
persediaan dengan
metode EOQ lebih
kecil dibandingkan
dengan metode
yang digunakan
perusahaan.
18
No. Nama Judul Tahun Hasil Penelitian Alat Analisis
Peneliti
7. Chandra Penerapan 2013 Hasil yang Economic
Herawan, metode diperoleh dengan Order
Udi Economic metode (EOQ) Quantity
Pramiudi Order diketahui jumlah (EOQ)
dan Quantity pemesanan
Edison (EOQ) Dalam ekonomis untuk
mewujudkan setiap bahan baku
efisiensi biaya dan frekuensi
persediaan pemesanan untuk
pada PT. jangka waktu ketika
Setiajaya pemesanan barang
Mobilindo yang akan
Bogor direnovasi,
sehingga Sehingga
metode (EOQ)
penting untuk
mengefisienkan
biaya persediaan di
perusahaan
Setiajaya Mobilindo
Bogor
19
No. Nama Judul Tahun Hasil Penelitian Alat Analisis
Peneliti
9. Rahmi Studi 2013 Hasil penelitian Analisis
Fadhila pengendalian Analisis ABC ABC, EOQ
persediaan terdapat 13 jenis dan ROP
obat generik obat generik
di Gudang kelompok A dengan
farmasi rumah anggaran 69,64%,
sakit islam 25 jenis kelompok
Asshobirin B, anggaran
20,19%, dan
kelompok C 105
jenis dengan
anggaran
10,37%,berdasarkan
EOQ jumlah
pesanan optimum
untuk 13 obat
termasuk kelompok
A dari 10-301 item,
dan berdasarkan
ROP diperoleh titik
pemesanan kembali
untuk 13 obat yang
termasuk kelompok
A bervariasi mulai
dari 1-25 item.
20
No. Nama Judul Tahun Hasil Penelitian Alat Analisis
Peneliti
11. Fadlun Analisis 2016 Hasil analisis Analisis
dan Mado Persediaan menunjukkan deskriptif dan
Bahan Baku bahwa dengan analisis
Produk Usaha menggunakan economic
Sale Pisang metode EOQ order quantity
Industri rumah jumlah pembelian (EOQ).
tangga “Sofie” bahan baku jauh
lebih ekonomis.
21
Evaluasi pengendalian
bahan baku pada UD.Sinar
jaya
Optimalisasi Persediaan
Metode
Metode EOQ
Analisis ABC
Metode ROP
Microsoft Excel
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
23
perusahaan tempat penulis melakukan penelitian, dilakukan secara langsung
dengan cara pengamatan (observation) yakni pengamatan dari peneliti secara
langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Selanjutnya adalah ,
dokumentasi dan yang terakhir adalah wawancara (interview) yakni salah satu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung
dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu
untuk dijawab pada kesempatan lain (Noor, 2011). Penelitian dilakukan melalui
pihak perusahaan dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh secara
langsung pada UD. Sinar Jaya, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari
lembaga, instansi, dan berbagai macam literatur seperti: buku, jurnal, skripsi,
internet. Literatur yang diperoleh sesuai dengan penelitian ini. Data yang
diperoleh dari lembaga yang digunakan sebagai literatur berupa data penjualan
dan pemesanan serta data produksi.
24
dinamai A, B, dan C. Oleh Karena itu analisis ini dinamakan analisis biasa
dinamakan “Analisis ABC”. Menurut Heizer dan Render (2015), EOQ adalah
salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling tua dan terkenal secara
luas, metode pengendalian persediaan ini menjawab 2 (dua) pertanyaan penting,
kapan harus memesan dan berapa banyak harus dipesan. Metode EOQ (Economic
Order Quantity) ini adalah metode yang digunakan untuk mencari titik
keseimbangan antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan agar diperoleh
suatu biaya yang minimum. Sedangkan Re-Order Point (ROP) adalah metode
untuk menentukan jangka waktu pemesanan kembali bahan baku atau material
lainya dari vendor/supplier.
3.5.1 Metode Analisis ABC
Metode Analisis ABC Menurut Heizer dan Render (2010), barang kelas A
adalah barang dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan
uang secara keseluruhan namun hanya mereprentasikan 15% dari persediaan total.
Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15%-20%
penggunaan uang keseluruhan dari 30% penggunaan persediaan total. Barang
dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya
mereprentasikan 5% volume tahunan namun mewakili 55% barang persediaan
total. Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan dan menginput data mengenai
jenis gabah, jumlah gabah, dan harga gabah selama tahun 2018 (Januari-
Desember) dengan menggunakan Microsoft Excel. Kemudian gabah
dikelompokkan berdasarkan nilai investasinya. Nilai investasi gabah dihitung
dengan cara mengalikan jumlah pemakaian dengan jumlah kebutuhan (unit/tahun)
gabah dengan harga (Rupiah/unit) masing-masing gabah.
25
Tabel 3.1 Analisis ABC
Jenis Gabah Varietas Total Total
Varietas kebutuha kebutu
Situb Inpari Inpari Inpari IR 64 Cihera Mikon n han
agend 4 13 32 ng gga Unit/hari unit/tah
it un
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Model Analisis ABC ini sangat berguna di dalam memfokuskan perhatian
manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dan perlu
diprioritaskan dalam persediaan. Tidaklah realistis jika memantau barang yang
tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal. Hasil
analisis ABC harus diikuti kebijaksanaan dalam manajemen persediaan antara lain
(Heizer dan Render, 2010).
1. Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar
dari pada item yang lain.
2. Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat
dibandingkan dengan kelompok B dan C. pencatatan harus lebih
akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih sering.
3. Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar jangan
terjadi keterlambatan pengiriman.
4. Cycle Counting, merupakan verifikasi melalui internal audit
terhadap record yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk
kelompok A, yaitu 1 bulan satu kali, untuk kelompok B tiap 4
bulan, sedangkan kelompok C tiap 6 bulan.
26
Secara grafik persediaan akan terlihat seperti gambar berikut ini:
100
90
persen 80 A
penggunaan 70
Dollar 60
Tahunan 50
40
30
20 B
10
0 C
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persen persediaan
Gambar 3.1 Grafik Analisis ABC (Heizer & Render, 2010)
𝟐𝐃𝐒
𝑸 ∗= √
𝐇
27
Economic Order Quantity (EOQ) juga akan menentukan berapa unit
persediaan yang optimal untuk perusahaan, agar perusahaan bisa meminimalisir
biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan persediaan. Dalam menerapkan
Economic Order Quantity (EOQ) ada biaya-biaya yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan jumlah pembelian yaitu:
1. Biaya Pemesanan
Menurut Rangkuti 2009 biaya pemesanan atau pembelian
(Ordering/Procurement cost) per periode sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali
pesan. Biaya-biaya ini meliputi biaya telepon, biaya pemprosesan pesanan,
biaya ekspedisi, upah, biaya inspeksi dan lain-lain. Adapun biaya
pemesanan menurut Heizer dan Render (2015), sebgai berikut :
𝑫
𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒎𝒆𝒔𝒂𝒏𝒂𝒏 = 𝑺
𝑸
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan (Ton)
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan (Ton)
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan (Rupiah)
2. Biaya Penyimpanan
Menurut Rangkuti (2004), biaya penyimpanan (Holding cost/Carrying
cost) yaitu, terdiri dari biaya biaya yang bervariasi secara langsung dengan
kuantitas persediaan, biaya penyimpanan per periode akan semakin besar
apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata
persediaan semakin tinggi. Adapun rumus biaya penyimpanan menurut
Heizer dan Render (2015), adalah sebagai berikut:
𝑸
𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒑𝒆𝒏𝒚𝒊𝒎𝒑𝒂𝒏𝒂𝒏 = 𝑯
𝟐
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan (Ton)
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rupiah)
28
𝑯=𝑷𝒙𝒊
Dimana:
Q : Jumlah unit per pesanan (Ton)
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan (Ton)
S : Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pesanan (Rupiah)
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rupiah)
𝒑𝒆𝒓𝒎𝒊𝒏𝒕𝒂𝒂𝒏 (𝑫)
𝐍=
𝒌𝒖𝒂𝒏𝒕𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒑𝒆𝒔𝒂𝒏𝒂𝒏 (𝑸)
Dimana :
N = Frekuensi pemesanan dalam satu tahun (Ton)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk setiap pesanan (Ton)
29
Q = Jumlah unit per pesanan (Ton)
Gambar 3.2 Grafik Economic Order Quantity (Heizer & Render, 2015)
30
ROP = d x L
Dimana:
d = Jumlah permintaan per hari (Ton)
L = Lead Time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan
pesanan dan menerimannya. (1 hari)
Jika perusahaan menggunakan Safety Stock maka ROP akan menjadi:
ROP = (d x L) + Safety Stock
Dimana:
ROP = Titik pemesanan ulang
d = Jumlah permintaan per hari atau tingkat pemakaian rata-rata (Ton)
L = Lead time atau waktu tunggu, yaitu waktu antara penempatan
pesanan dan menerimannya. (1 hari)
Sedangkan untuk Permintaan perhari (d) dapat diperoleh dengan rumus :
𝑫
𝐝=
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒆𝒕𝒂𝒖𝒏
Dimana:
d = permintaan perhari (Ton)
D = permintaan pertahun (Ton)
Menurut Rangkuti (2004), safety stock (persediaan pengaman) adalah
persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan bahan (stock out), ada beberapa faktor yang menentukan
besarnya persediaan pengaman, yaitu:
a. Rataan tingkat permintaan dan rataan masa tenggang.
b. Keragaman permintaan pada masa tenggang.
c. Keinginan tingkat pelayanan yang diberikan.
Adapun rumus safety stock menurut Heizer dan Render (2015), sebagai
berikut:
31
Menurut Heizer dan Render (2015), Re-Order Point (ROP) menggunakan
asumsi bahwa permintaan selama waktu tunggu dan waktu tunggu itu sendiri
adalah konstan. Ketika kasusnya tidak seperti ini, persediaan tambahan yang
sering disebut dengan persediaan pengaman (safety stock) haruslah ditambahkan.
Jika ROP ditetapkan terlalu rendah, persediaan akan habis sebelum persediaan
pengganti persediaan baru sudah datang sementara persediaan di gudang masih
banyak. Keadaan ini mengakibatkan pemborosan biaya dan investasi yang
berlebihan, Berikut diterima sehingga produksi dapat terganggu atau permintaan
pelanggan tidak dapat dipenuhi. Namun, jika titik pemesanan ulang ditetapkan
terlalu maka penjelasan kurva titik pemesanan ulang (ROP) pada Gambar 3.4
Gambar 3.4 Kurva Titik Pemesanan Ulang (Heizer & Render, 2015)
32
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Banyuwangi. 2018. Kadar Air Gabah GKP dan GKG. [Internet].
[diunduh 12 Februari 2019]. Tersedia pada: https://banyuwangikab.bps.go.
id/subject/36/harga-produsen.html.
Badan Pusat Statistik. 2018. KSA Produksi gabah Banyuwangi dalam Angka
2018. [Internet]. [diunduh 12 Februari 2019]. Tersedia pada:
https://banyuwangikab.bps.go.id/statistik-daerah-kabupaten-banyuwangi201
8.html
Herawan, C., U. Pramiudi dan Edison. 2013. Penerapan Metode Economic Order
Quantity dalam Mewujudkan Efisiensi Biaya Persediaan pada PT. Setiajaya
Mobilindo Bogor. [Skripsi]. Denpasar: Fakultas Teknik Universitas
Udayana.
Fadlun, dan Mado. 2016. Analisis Persediaan Bahan Baku Produk Usaha Sale
Pisang Industri Rumah Tangga Sofie di Kota Palu. e-J. Agrotekbis 4(2):
204-209.
Hasbullah, R., dan A.R. Dewi. (2012). Teknik Penanganan Pascapanen Padi untuk
Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling. Pangan, 21(1), 17–
28.
33
Jay, H. and Barry R. (2010). Manajemen Operasi. Manajemen Keberlangsungan
dan Rantai Pasakan. Novietha, I. S., penerjemah; Kurnia, H., Saraswati, R.,
Wijaya D., editor. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari:
Operations Manajemen. Sustainbility and Suply Chain Management. Ed ke-
7.
34
Pardede, P. M. 2007. Manajemen Operasi dan Produksi: Teori, Model, dan
Kebijakan. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Raharjo, B., D. Hadiyanti, dan K.A. Kodir. 2012. Kajian Kehilangan Hasil pada
Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatra Selatan.
Jurnal Lahan Suboptimal. 1(1): 72 - 78.
Taufiq, A., dan A. Kusuma. 2014. Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan
Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada Salsa Bakery Jepara.
Management Analysis Journal. 1(3): 1–6.
35