Anda di halaman 1dari 7

Simbol dalam karya tari adalah makna-makna yang terkandung dalam suatu tarian.

Simbol
dalam karya tari terdapat dalam gerak, busana, tata rias, dan perlengkapan tari yang lain. Tari
merupakan ekspresi jiwa, oleh karena itu didalam tari mengandung maksud-maksud tertentu.
Dari maksud yang jelas dan dapat dirasakan oleh manusia. Maksud atau simbol gerak yang
dapat dimengerti atau abstrak yang sukar untuk dapat dimengerti tetapi masih tetap dapat
dirasakan keindahannya.

Simbol Gerak
Penciptaan tari menggunakan gerak sebagai simbol. Simbol gerak digunakan untuk
menyampaikan perasaan, cerita bahkan keinginan. Gerak tari dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya secara gemulai, patah-patah atau dinamis. Cara melakukan gerak tari juga
merupakan bentuk simbol. Tari yang digerakan dengan cara gemulai menunjukkan kelembutan
dan penuh perasaan. Gerak tari yang dilakukan secara patah-patah menyimbolkan kekuatan dan
ketegasan. Gerak tari yang dilakukan secara dinamis menyimbolkan semangat, licah dan
bertenaga.

Contoh yang lain adalah dalam gerak Tari Baris dari Bali. Gerak-gerak dalam tari baris
menceritakan ketangguhan para prajurit Bali di masa lalu. Kedua pundak penari diangkat hingga
hampir setinggi telinga. Kedua lengan yang nyaris selalu pada posisi horizontal dengan gerak
yang tegas. Gerak khas lainnya yang ada pada tari baris adalah selendet atau gerak delik mata
penari yang senantiasa berubah-ubah. Gerak ini menggambarkan sifat para prajurit yang
senantiasa awas terhadap situasi di sekitarnya.

Beberapa gerakan dalam tarian antara lain sebagai berikut :

 Gerak Kepala, seperti : menggeleng, menunduk, menengadah, menengok, berputar


 Gerak Tangan, seperti : melenggang, memutar pergelangan, merentangkan tangan
 Gerak Badan, seperti : membungkuk, condong, tegak tegap
 Gerak Kaki, seperti : berjalan ditempat, melangkah kiri kanan, berlari

Simbol Busana
Busana juga digunakan sebagai simbol dalam karya tari, Simbol busana dapat dilihat warna-
warna yang digunakan. Sebagai contoh penataan busana untuk Tari Merak dan Tari Topeng
Menak Jingga. Busana Tari Merak dibuat sedemikian hingga menyimbolkan burung merak yang
anggun. Busana Tari Topeng Menak Jingga didominasi warna merah. Warna merah untuk
menyimbolkan watak Menak Jingga yang galak, kejam, dan serakah.

Simbol busana juga dapat dilihat pada tari Cenderawasih dari Bali. Busana ditata sedemikian
rupa, sehingga Tari Cendrawasih dari Bali ini menggambarkan keindahan dan keelokan burung
cendrawasih di Lombok dan di pegunungan Irian Jaya.

Secara umum warna-warna busana tari mempunyai simbol sebagai berikut :

 Warna merah merupakan simbol keberanian.


 Warna biru merupakan simbol kesetiaan.
 Warna kuning merupakan simbol kecerian atau gembira.
 Warna hitam merupakan simbol kematangan dan kebijaksanaan.
 Warna merupakan simbol kesucian.

Biasanya busana penari dilengkapi dengan kelengkapan lain seperti :

 Busana dan perlengkapan


 Kain atau celana panjang
 Kemben
 Sayap
 Mahkota atau jamang bentuk kepala burung
 Gelang tangan dan gelang kaki
 Selendang atau sampur

Simbol Tata Rias


Tata rias diperlukan untuk menciptakan wajah yang sesuai dengan karakter tari. Simbol tata rias
wajah dapat dilihat dari wajah penari setelah dirias. Fungsi tata rias antara lain untuk mengubah
karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan dan khususnya untuk
memperkuat ekspresi, juga untuk menambah daya tarik penampilan.
Tari Cenderawasih, Romansa Perpaduan Kasih di Taman Surgawi

Berbagai jenis tarian mewarnai hiruk pikuk keseharian masyarakat di Bali, baik sebagai bagian
dari ritual keagamaan maupun hiburan. Kreativitas masyarakat Bali pun seakan tak putus
sepanjang waktu. Kreasi tari-tari kontemporer terus bermunculan. Sebagian di antaranya berhasil
eksis dan bersanding dengan tari-tari klasik yang tetap lestari, sementara sebagian yang lain
terlupakan dan hilang seiring waktu. Salah satu tari kreasi baru yang berhasil berkembang dan
mendapat pengakuan secara luas adalah tari cendrawasih.

Sejak dahulu, masyarakat Bali mengenal tari sebagai suatu bentuk ekspresi simbolik. Pesan
simbolik itu pulalah yang melatarbelakangi lahirnya tari cendrawasih oleh Swasthi Wijaya
Bandem. Gerakan-gerakan alami burung yang hidup di Indonesia bagian timur itu telah
menginspirasi Bandem untuk mengekspresikan keabadian cinta. Burung cenderawasih memang
dianggap sebagai burung surgawi yang menjadi simbol perjalanan cinta kasih yang abadi.

Bandem merepresentasikan pesannya dalam koreografi yang elegan serta tampilan kostum yang
khas. Tari ini dibawakan oleh dua orang gadis yang melenggok dengan gemulai. Salah satu
kekhasan yang ada dalam kostum tari cenderawasih adalah pada hiasan kepala yang digunakan
para penari. Hiasan kepala para penari berupa makhota berwarna keemasan dengan bagian atas
yang terbuka dan sisi depan yang melengkung hingga ke belakang.

Melalui tata koreografi yang luwes serta kostum dan aransemen musik yang khas, tari ini
berhasil membawa pesan cinta kasih pada khalayak luas. Mengadaptasi unsur-unsur koreografi
dari beberapa tari klasik Bali, tari ini juga menjadi sarana representasi nilai kebudayaan lokal
Bali kepada penikmat seni dan masyarakat awam. Hal inilah yang kemudian membuat tari ini
menyebar dari sanggar ke sanggar. Saat ini, tari cendrawasih menjadi salah satu tari populer dari
Bali. Tidak saja di panggung lokal, tari ini pun berhasil merambah pentas nasional dan bahkan ke
tingkat internasional. [Ardee/IndonesiaKaya]

Video tentang kesenian ini


Tata rias dan tata busana merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan untuk penyajian suatu
garapan tari. Tata rias dan tata busana harus diperhaikan dengan cermat dan teliti. Dengan tata
rias dan tata busana yang tepat dapat memperjelas karakter dan sesuai dengan tema yang
disajikan. Dalam memilih desain pakaian dan warna membutuhkan pemikiran dan pertimbangan
yang matang karena kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan pada tema cerita.

Tata rias merupakan cara untuk mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah.
Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan untuk menggambarkan/menentukan watak tokoh di
atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan
wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain. Sebagai
penggambaran watak di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diperlukan adanya
tata rias sebagai usaha menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.

Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam kekhususan yang masing-
masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi
delapan macam rias yaitu:

1. Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan
dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya
dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.
2. Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah
pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.
3. Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan pada
pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan
peran bangsa Belanda.
4. Rias usia, merupakan riasan yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi)
menjadi orang tua usia tujuh puluhan (kakek/nenek).
5. Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan.
Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh
seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.
6. Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan
pemain. Misalnya memerankan watak putri luruh (lembut), putri branyak (lincah), putra
alus, putra gagah.
7. Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya. Misalnya
pemain sedang memainkan waktu bangun tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh
tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.
8. Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat
pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sesudah
lepas dari penjara.

Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan
penari di atas panggung. Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian :
1. Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen,
korset, rok dalam, straples
2. Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya binggel, gongseng,
kaos kaki, sepatu.
3. Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari dada
sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, mekak, rompi, kace, rapek, ampok-ampok,
simbar dada, selendang, dan seterusnya.
4. Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam
jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung
keong, gelung bokor, dan sejenisnya).
5. Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian
tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan.
Misalnya perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe ceplok, deker
(gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.

Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, karena warna di alam seni pertunjukan
berkaitan dengan karakter seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang
dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh karenanya warna
dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat juga digunakan hanya
untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam memadukan antara
yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna menjadi syarat utama karena begitu
dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29)
warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.

1. Warna primer yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari warna
merah, kuning, dan biru.. Warna merah adalah simbol keberanian, agresif/aktif. Pada
dramatari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong,
agresif/aktif. Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan
ketentraman dan memiliki arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut
dipakai oleh seorang satria atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian.
Misalnya; Dewi Sinta, Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.
2. Warna sekunder adalah warna campuran yaitu hijau, ungu, dan orange.
3. Warna intermediet adalah warna campuran antara warna primer dengan warna
dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange,
kuning dengan violet.
4. Warna tersier adalah campuran antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna
merah dicampu orange, kuning dengan orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru,
biru dengan violet, violet dengan merah.
5. Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna
sekunder dengan tersier yang melahirkan 12 warna campuran baru..
6. Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memberikan kesan kematangan dan
kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa dipakai oleh satria, raja, dan putri yang yang
bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memberikan
kesan muda, memiliki arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut
dipakai oleh pendeta yang dianggap suci.
Warna-warna tersebut di atas dapat digolongkan menjadi dua bagian sesuai dengan demensi,
intensitas, terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas
dan warna dingin. Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna dingin terdiri atas hijau,
biru, ungu, dan violet.

Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan bahan pertimbangan,
karena berhubungan erat dengan peran, watak, dan karakter para tokohnya. Warna sebagai
lambang dan pengaruhnya terhadap karakter dari tokoh (pemain). Penggunaan warna dalam
sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya sebagi simbol, di samping warna mempunyai
efek emosional yang kuat terhadap setiap orang.

Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin. Warna
hijau memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan riang, menarik
perhatian. Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk berpikir
(dinamis). Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi kesan
ketenangan.

Demikian juga busana yang digunakan secara visual menunjukkan tokoh tersebut jahat. Tokoh
raksasa pada epos Ramayana misalnya, digambarkan dengan riasan wajah yang merah menyala
dengan bagian mulut penuh taring. Tata busana yang digunakan panjang dan menyeramkan.

Karakter tokoh baik pada epos Ramayana biasanya menggunakan riasan cantik seperti riasan
pada Pregiwa sebagai istri Gatot Kaca. Tata rias dan

tata busana tampak cantik dan bersahaja. Tata rias dan busana juga dapat menunjukkan tokoh
lucu. Epos Ramayana ditunjukkan pada tata rias dan busana Punakawan yaitu Semar, Petruk,
Bagong, dan Gareng.

Tata rias dan busana pada tari tradisional tidak hanya bersumber pada epos Ramayana tetapi juga
tarian lepas yaitu tarian yang tidak berhubungan dengan cerita Ramayana. Tokoh dan karakter
dapat dijumpai juga pada tari tentang fauna seperti Tari Merak. Tata rias pada tari Merak yang
digunakan memperlihatkan seekor burung Merak yang indah. Tata busana yang digunakan
merupakan perwujudan dengan sayap dan tutup kepala sebagai ciri khas yang menunjukkan
perwujudan burung Merak. Ada juga tata rias dan tata busana tari Kijang dari Jawa Tengah, tari
Burung Enggang dari Kalimantan, tari Cendrawasih dari Bali, tari Kukilo dari Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai