Anda di halaman 1dari 5

Mengevaluasi Bentuk, Jenis, Nilai Estetis, Fungsi, dan Tata Pentas Dalam

Karya Tari Kreasi


A. Konsep Evaluasi Tari
Sepanjang sejarah, evaluasi tari menjadi sebuah wacana yang kurang
menyenangkan, karena pengertian evaluasi selalu dikaitkan dengan anggapan
mengenai celaan, makian, atau koreksi. Masalahnya adalah bagaimana cara
mengemukakan evaluasi itu sendiri.
Pengertian evaluasi tari sendiri adalah sebuah proses sistematis untuk menentukan
nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian ekspresi jiwa manusia
yang diubah melalui gerak ritmis yang indah. Seorang evaluator tari adalah seorang
kritikus. Istilah kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata Arities (kata
benda) yang bersumber dari kata “criterion” yaitu kriteria, sehingga diartikan sebagai
kriteria atau dasar penilaian. Dengan demikian kita memberikan evaluasi itu harus
memiliki dasar kriteria sebagai acuan. Evaluasi tari diperlukan oleh penata tari untuk
meningkatkan kualitas tari, karena evaluasi merupakan tanda penghargaan
penonton terhadap karya tarinya. Seorang kritikus akan memberikan pandangan dan
pemahaman yang rinci kepada masyarakat mengenai nilai-nilai estetis yang ada
pada sebuah karya. Dengan demikian evaluasi yang baik itu bersifat membangun
sekaligus memberi motivasi. Seorang kritikus harus memiliki pengetahuan luas
mengenai tari misalnya geraknya, fungsinya, jenisnya, pola lantainya, dan teknik tata
pentas. Kita sudah belajar berkarya tari artinya sudah memiliki pengalaman
berkarya. Pengalaman itu sebagai modal dasar untuk melakukan evaluasi terhadap
karya kita sendiri yang disebut oto kritik. Dengan demikian, kita melakukan hal yang
bermanfaat untuk mengasah ide dan membangun kemampuan lebih dalam lagi.
B. Cara Menulis Evaluasi
Pada bagian ini, kita dapat menulis pendapat atas hasil pengamatan pada beragam
tarian etnis di Indonesia. Tahap - tahap menulis evaluasi :
1. Menulisakan / mendeskripsikan bagian dari tari yang paling mengesankan. Maka
dimulai dengan urutan SW t 1H yaitu What (apa), Where (dimana pementasan).
When (kapan dipentaskan), Who (siapa yang menari), Why (alasan ditarikan), dan
How (bagaimana menarikannya). Untuk menerangkan How, hanya memilih gerakan
yang paling disukai.
2. Menganalisis gerakannya dengan memberikan argumen yang jernih mengenai
keunggulan maupun kelemahan tari atas dasar konsep estetisn (wiraga, wirama,
wirasa ) serta konsep etis dari budaya penyangga tarinya.
3. Mengevaluasi tarinya, yaitu mengemukakan sikap kita mengenai tari tersebut.
Apabila menurut kita ada yang perlu diperbaiki tunjukan padabteman mu agar
diperbaiki.
4. Saran adalah saran, artinya terserah pada yang dievaluasi akan dilaksanakan
atau tidak. Yang terpenting , iyalah meningkatnya kemampuan kita dalam
mengapresiasikan karya tari. Terdapat karya tari dari beberapa orng koreografi
terkemuka di Indonesia. Karya Didik yang di beri judul “ Bedhaya Hagaromo ”
ditarikan oleh sembilan penari dengan busana Jawa, bersanggul khas dengan
hiasan tusuk konde layaknya putri keraton dan diberi tambahan bulu hias. Busana
dan semua hiasan yang digunakan memiliki acuan pada tari bedhaya, pada tarian ini
terdapat tokoh yang berbusana lain. Tokoh tersebut ialah koreografernya sendiri,
yang menggunakan busana lengkap dengan hiasan yang biasa dipakai oleh
perempuan Jepang dari kalangan keraton. Dari bahasan ini kita bisa
mengkorelasikan adanya persamaan asal tari, yaitu mengacu pada budaya tari
klasik yang ada dikeraton jawa dan keraton jepang dan bahwa jepang itu sebuah
kekaisaran. Perbedaan disatukan dengan penggunaan topeng dalam garis wajah
yang sama.

TARI SAJOJO
Pengertian Tari Sajojo
Tari Sajojo adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Papua.
Tarian ini juga termasuk jenis tarian pergaulan yang bisa ditarikan oleh siapa saja,
baik pria maupun wanita, tua maupun muda. Tari Sajojo merupakan salah satu
tarian tradisional yang cukup terkenal di Papua dan sering ditampilkan di berbagai
acara, baik adat, hiburan, maupun acara budaya.

Sejarah Tari Sajojo


Asal usul Tari Sajojo ini masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun beberapa
sumber banyak yang menyebutkan bahwa tarian ini sudah ada sejak tahun 1990-an.
Karena gerakannya yang sangat khas dan penuh keceriaan, Tari Sajojo kemudian
mulai dipopuler dan berkembang pesat di kalangan masyarakat Papua hingga
sekarang.
Nama Tari Sajojo sendiri diambil dari judul lagu yang mengiringinya, yaitu lagu
“Sajojo”. Lagu sajojo sendiri merupakan lagu daerah dari Papua yang menceritakan
tentang seorang gadis yang diidolakan dan dicintai di kampungnya. Walaupun
gerakan Tari Sajojo tidak terlalu menggambarkan lirik lagu tersebut, namun
iramanya yang penuh keceriaan dalam lagu tersebut sangat cocok dengan gerakan
Tari Sajojo.
Fungsi Dan Makna Tari Sajojo
Tari Sajojo difungsikan sebagai tarian pergaulan atau tarian hiburan yang bisa
dimainkan oleh siapa saja yang ingin menampilkannya. Tarian sajojo ini dimaknai
sebagai tarian yang menggambarkan keceriaan dan semangat kebersamaan. Hal
tersebut bisa dilihat dari ekspresi para penari saat menari dan gerakannya yang
seirama dan penuh kekompakan.
Pertunjukan Tari Sajojo
Tari Sajojo ini biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan penari wanita. Untuk
jumlah penari dalam pertunjukan Tari Sajojo ini, biasanya disesuaikan dengan
situasi dan kebutuhan, sehingga tidak ada batasan dalam hal tersebut. Dalam
pertunjukannya, para penari biasanya tampil menggunakan busana tradisional khas
Papua serta diiringi oleh iringan music dan lagu sajojo. Gerakan dalam Tari Sajojo
ini sangat khas dan enerjik sehingga menggambarkan keceriaan para penari.
Gerakan tersebut biasanya didominasi oleh gerakan kaki dan tangan yang
dimainkan sesuai dengan ritme dan irama lagu.
Gerakan Tari Sajojo
Gerakan tarian ini yaitu dengan meloncat, bergerak ke depan, ke belakang, ke kiri
maupun ke kanan dengan ritme dan ketegasan gerak yang tentunya setiap penari
mengupayakan kesamaan gerak dengan penari lainnya supaya terlihat kompak
dalam kesenian yang ada.

Tata Rias Tari Sajojo


Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri
khususnya pada bagian muka atau wajah, menghias diri dalam pergaulan. Tata rias
pada seni pertunjukan  diperlukan  untuk menggambarkan/menentukan watak di
atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk
mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada
para pemain di atas panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar
(Harymawan, 1993: 134). Sebagai penggambaran watak di atas pentas
selain acting yang dilakukan oleh pemain  diperlukan adanya tata rias sebagai usaha
menyusun  hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.

Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam


kekhususan yang masing-masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari
fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:

1)    Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan

yang akan dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang
Jawa hanya dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.

2)    Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah

pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian


sebaliknya.
3)    Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan

riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa
Indonesia memerankan peran bangsa Belanda.

4)    Rias usia, merupakan riasan  yang mengubah seorang muda

(remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang tua usia tujuh puluhan (kakek/nenek).

5)    Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan.

Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra,


tokoh seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.

6)    Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang

diperankan pemain. Misalnya memerankan watak putri luruh (lembut),


putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.

7)    Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya.

Misalnya pemain sedang memainkan  waktu bangun tidur, waktu dalam pesta,


kedua contoh tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.

8)    Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat

pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias
sesudah lepas dari penjara.
Tata Busana Tari Sajojo
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan
(accessories) yang dikenakan penari di atas panggung.

Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian

1)      Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya.

Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples

2)      Pakaian  kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki.

Misalnya binggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.


3)      Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai

dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja,  mekak,


rompi, kace, rapek, ampok-ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.

4)      Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai

macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung
konde, gelung keong, gelung bokor, dan sejenisnya). 

5)      Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat

pakaian tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang
dibawakan. Misalnya perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe
ceplok, deker (gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.

Sekian dan terima jika ada kekurangan mohon maaf ,jika ada lebih
alhamdulillah.

Anda mungkin juga menyukai