Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dunia radio saat ini di dominasi oleh siaran yang lebih menonjolkan informasi atau berita
(news) dan hiburan (entertainment). Akibatnya masyarakat dilayani oleh media yang isi
siarannya berorientasi pada keuntungan finansial tanpa mempertimbangkan aspek moral,
etika, budaya, dan kepribadian masyarakat. Meskipun ada program bernuansakan pendidikan
dan agama, prosentasenya masih di bawah 10%. Bahkan di bulan Ramadhan pun tetap sama,
acara berorientasi hiburan mendominasi di semua televisi dan radio. Dominasi radio
komersial juga mengakibatkan termarginalnya lembaga lain, khususnya radio komunitas.
Padahal lembaga ini memiliki potensi dan andil yang cukup besar dalam membentuk
kepribadian manusia (Musyafak, 2009: 2). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini
telah banyak menciptakan berbagai kemudahan media komunikasi, sehingga informasi yang
disalurkan dapat tersebar luas pada masyarakat dalam waktu yang sangat cepat dengan daya
jangkau yang sangat luas. Radio merupakan salah satu media komunikasi yang efektif untuk
menyampaikan berbagai informasi dan dapat juga digunakan sebagai media untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dakwah melalui media radio sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran agama Islam
dipandang sangat perlu untuk dikembangkan agar lebih efektif dan efisien. Terkait mengenai
hal tersebut, perlu dikaji lebih dalam mengenai program siaran dakwah Islam, karena radio
memiliki kemampuan untuk meyakinkan pendengar. Persaingan radio yang makin ketat
menuntut para pengelolanya harus pandai mencari celah agar dapat bertahan hidup. Beberapa
radio yang semula segmen pendengarnya umum dapat mengalihkan segmentasi pasarnya
secara khusus. Tidak terkecuali radio Al Fatih . Khalayak hanya akan memperhatikan acara
yang menarik dan bermanfaat bagi audien.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana eksistensi penyiaran radio al faith di era digital?
2. Bagaimana strategi penyiaran radio al fatih untuk menyebarkan islam lebih menarik?
C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui eksistensi sebuah penyiaran
radio islam di era digital dan strategi “memasarkan” dakwah lewat radio
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. DEFINISI EKSISTENSI

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang
mengandung unsur bertahan. Sedangkan menurut Abidin Zaenal (2007:16) eksistensi adalah :

“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai
dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui
atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal
dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan
dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

B. DEFINISI PENYIARAN ISLAM

Penyiaran adalah aktivitis yang mengandung atau memancarkan rancangan radio dan
televisi kepada khalayak disekitar kawasan yang dapat diliputi oleh alat penerima siaran
dengan menggunakan sistem analog, satelit atau kabel.

Sedangkan dari segi bahasa yaitu proses cara dan perbuatan menyiarkan. Dari segi istilah
proses komunikasi yang disampaikan kepada audiens yaitu suatu proses pengiriman
maklumat daripada seseorang kepada masyarakat melalui proses pemancaran
elektromagnetik atau gelombang yang lebih tinggi.

Penyiaran berasal dari kata “siar” yang dapat diartikan memberitahukan kepada umum
(dalam hal ini melalui radio), menyiarkan atau mempropagandakan (pendapat, pemahaman,
agama dan sebagainya).1

Penyiaran atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai broadcasting adalah keseluruhan
proses penyampaian siaran yang dimulai dari penyiaran materi produksi, proses produksi,
penyiapan bahasa siaran, kemudian pemancaran sampai kepada penerimaan siaran tersebut
oleh pendengar/pemirsa disuatu tempat.2 Berbeda dengan pemancaran, pemancaran sendiri
berarti proses transmisi siaran, baik melalui media udara maupun media kabel koksial atau
saluran fisik yang lain.

1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 935
2
Wahyudi J.B, Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, (Jakarta : Gramedia, 1994), h. 6
Sebagaimana artinya penyiaran bersifat tersebar ke semua arah atau yang dikenal sebagai
Omnidirectional. Dari definisi sifat penyiaran ini bisa diketahui bahwa semua sistem
penyiaran yang alat penerima siarannya harus dilengkapi dengan satu unit decoder adalah
kurang sejalan dengan definisi broadcasting. Oleh karena itu, pada nama sistemnya harus
ditambahkkan kata “terbatas”, sehingga menjadi sistem penyiaran terbatas.3

Jadi bisa disimpulkan bahwa penyiaran adalah pengedaraan isyarat audio dan video yang
memancarkan rancangan kepada audiens baik orang ramai maupun golongan tetentu melalui
proses elektromagnetik atau gelombang.

Sedangkan penyiaran Islam sesuatu aktiviti yang dipancarkan kepada khalayak


berasaskan nilai-nilai keagamaan dan terjamin kebenarannya serta membawa keselamatan
dalam kehidupan dunia dan akhirat.

C. TINJAUAN TENTANG RADIO

Radio sebagai salah satu bentuk media massa yang mengedepankan sisi musikalitas
dalam programnya ternyata sekarang ini banyak dikembangkan ke dalam cakupan yang lebih
luas lagi. Artinya bahwa tidak hanya ada musik yang monoton dalam radio, karena berbagai
kebutuhan informasi pun dapat dialokasikan pada berbagai program acara radio.

Radio menempatkan pendengarnya sebagai subyek dan peserta yang terlibat. Untuk
dapat menarik simpati dan keterlibatan audiensnya. Guna melancarkan pesan yang
disampaikan kepada pendengar, para personil yang berkecimpung di radio memerlukan
modal pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang penyiaran. Sehingga segala
sesuatu yang telah direncanakan dapat dicapai dengan baik. Jadi seluruh personil yang
menggeluti dunia siaran ini harus memiliki pengetahuan yang memadai sehubungan dengan
tugas mereka. Pengetahuan dan pengalaman tersebut merupakan modal yang utama dalam
menentukan operasional yang akan ditempuh guna memikat khalayak pendengar. Faktor
yang paling penting dan menentukan keberhasilan suatu stasiun penyiaran radio dan televisi
adalah program atau acara. Oleh karena itu, dalam upaya pencapaian target pendengar
memerlukan “programming” atau penata acara (Prayuda, 2005: 43). Penataan itu sendiri
merupakan sebuah proses mengatur program termasuk

penjadwalannya sehingga terbentuk format station dengan tujuan menciptakan image stasiun
Radio itu sendiri.

3
Hadajanto Djamal, Andi Fachruddin, Dasar-dasar Peniaran, (Jakarta : Kencana, 2013), h. 43
D. PENYIARAN ISLAM MELALUI RADIO

Penyiaran radio merupakan suatu media yang paling pribadi dan merupakan media yang
jauh lebih besar dari hidup ini karena layarnya adalah otak kiri kita sendiri. Oleh karena itu
diperlukan format dan penataan acara dalam menyiarkan.

Penggunaan media radio dalam pelaksanaan dakwah Islamiyah disebut dengan penyiaran
Islam. Media radio dinilai sebagai sarana tercepat dalam penyampaian informasi, selain
murah dan mudah. Penggunaan media dalam dakwah Islamiyah telah digunakan sejak zaman
Rasulullah Saw, yang menggunakan surat dan dikirim kepada para penguasa Romawi, Persia,
dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa media merupakan salah satu faktor keberhasilan
dakwah Islamiyah.

Media radio sebagai bentuk teknologi komunikasi dan informnasi yang memberi dampak
positif kepada masyarakat, terutama dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk
mendapatkan informasi dan kemudahan bagi da’i (komunikator Islam) dalam menyampaikan
pesan-pesan keIslaman. Besarnya perhatian khalayak terjadap media radio, mendorong
munculnya radio-radio yang bernuansakan Islam saat ini. Dimana Radio-radio tersebut
secara kesleuruhan programnya menyiarkan pesan-pesan keIslaman. Sedangkan radio-radio
umum juga sudah banyak memberikan porsi lebih pada program siarannya untuk penyiaran
Islam, seperti pada program khsusu Ramadhan. Hal ini menunjukkan bahwa penyiaran Islam
melalui radio saat ini, kondisinya cukup menggembirakan, karena program siaran agama
Islam sudah dikemas secara variatif dan inovatif. Besarnya pengaruh dan peranan penyiaran
Islam di radio untuk mencapai tujuan, merupakan fakta dari kondisi objektif penyiaran Islam
di radio saat ini.4

BAB III

METODE PENELITIAN

1. JENIS DAN LOKASI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif yang dalam pengumpulan
datanya menggunakan metode deskriptif, yaitu pengumpulan data dari responden. Penelitian

4
Suwardi Lubis, “penyiaran islam melalui media radio” diakses dari
https://suwardilubis.blogspot.com/2015/12/penyiaran-islam-melalui-media-radio.html pada tanggal 10 maret
2019 pukul 17.00
kualitatif merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan dengan angka-angka,
karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang memberikan gambaran kondisi secara
faktual dan sistematis mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena
yang dimiliki untuk melakukan akumulasi dasar-dasarnya saja

Lokasi penelitian ini dilakukan di Radio Al Fatih yang dipancarluaskan melalui


frekuensi 107.3 FM yang beralamat di Komplek Tasbih 1 Blog G No 35 Jl. Setia Budi
Medan, Sumatera Utara.

2. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam peneitian ini adalah pendekatan komunikasi,
yaitu secara langsung mendapat informasi dari informan. Penulis menggunakan metode
pendekatan komunikasi kepada pihak-pihak yang dianggap relevan dijadikan narasumber
untuk memberikan keterangan terkait penelitian yang akan dilakukan penulis

3. METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Yaitu data yang didapat
langsung dari lapangan. Dalam penelitian ini data primer didapat dengan wawancara
(interview). Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan subjek
penelitian yang bersifat dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu disistematisasi
sesuai dengan tema penelitian, pertanyaan secara fleksibel dapat berubah sesuai dengan arah
pembicaraan agar tidak menimbulkan kecanggungan subjek kajian.

4. ANALISIS DATA

Analisis yang kami pakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif (penggambaran),
karena data yang kami kumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif. Dimana hasil
tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung terhadap objek
penelitian yang dilakukakan secara sistematis.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran umum radio al fatih medan

Berawal dengan niat menyebarkan dakwah dan menyiarkan azan tepat waktu ditengah
masyarakat dengan semangat persatuan umat islam, Ridha Darma Jaya pemilik radio
mengubah nama dan bentuk radio yang ia miliki menjadi radio al fatih dengan fokus
menyebarkan dakwah. Sebelumnya radio yang dimiliki oleh dokter spesialis ini bernama
lives fm dan masih menyiarkan tentang semi dakwah (dakwah yang dicampur dengan lagu-
lagu dangdut). Berkisar pada tahun 2017 hingga 2018 lives fm mengalami fakum jam
oprasional, namun pada tahun 2018 bulan tiga radio ini melanjutkan mengudara dengan nama
dan strategi penyiaran yang baru yaitu Al Fatih FM yang beralamat di jalan setia budi,
komplek tasbih 1 blog G no. 35 Medan.

B. Eksistensi Radio Dakwah Al Fatih Medan

Radio mengalami masa keemasannya pada era tahun 80-90an dimana belum banyak
media lainnya seperti sekarang ini. Memasuki era digital seperti sekarang ini, jika dilihat dari
banyaknya media yang menyajikan beragam informasi dan hiburan, sepertinya radio
nasibnya akan tersingkirkan, tapi hebatnya, ternyata radio mampu bertahan walupun banyak
gempuran dari beragam media lainnya seperti tv, smartphone, internet dan sebagainya.

Berkaitan dengan penyebaran agama islam atau dakwah, radio dinilai sebagai media
yang sangat efektif untuk berdakwah. Sebab radio mengeluarkan suara yang didengar telinga
yang merupakan pancaindra istimiwa milik manusia. Saat ini sudah banyak radio dakwah
yang berkembangh di Indonesia salah satunya adalah radio al fatih.

Radio al fatih medan adalah radio dakwah pertama di sumatera utara yang didirikan
oleh ridha darma jaya. Saat ini dikelola oleh satu orang manajer bernama Nazlan Azhari dan
memiliki dua orang penyiar. Meski baru mengudara satu tahun, kepopuleran radio al fatih
sudah banyak diketahui dikalangan masyarakat sumatera utara. Hal ini dapat diukur dari
banyaknya antusias masyarakat dalam berkomunikasi dengan para penyiar melalui telepon.
Antusias masyarakat datang dari kalangan ibu rumah tangga dan para lansia. Didalam radio al
fatih terdapat sebuah program yaitu belajar tahsin. Ketika acara tahsin berlangsung, banyak
masyarakat yang menelepon ke penyiar untuk dibenarkan bacaan qur’annya. Sekitar tiuga
sampai empat orang penelepon dalam perhari. Selain ini, ketika radio al fatih memutar
tausiyah dari ustadz – ustadz, tak lama kemudian masyarakat langsung menelepon untuk
menanyakan perihal nama ustadz yang sedang berceramah agar penelepon dapat mencari
tausiyah ustadz tersebut di media lain.

sebuah radio dikatakan popular dilihat dari jumlah banyaknya penelepon ketika
dilakukan acara talkshow. Radio al fatih juga memiliki acara talkshiow dan antusia
masyarakat terlihat ketika mereka menanyakan seputar talksow tersebut.

Ditengah banyaknya siaran radio yang menyuguhkan hiburan tanpa melihat feedback
dari pendengar, radio al fatih hadir untuk menyeimbangkan antara dunia dan akhirat si
pendengar. Mendengar radio dakwah dapat meneguhkan dan menyejukkan jiwa, selain itu
radio al fatih memiliki visi salah satunya menyiarkan azan tepat waktu sehingga orang-orang
yang sedang mendengarkan radio al fatih dapat mengingat sholat.

C. Strategi Radio Alfatih Dalam Menyiarkan Dakwah

Untuk menunjang eksistensi radio dakwah al fatih, radio ini memiliki strateginya sendiri
yaitu program-program acara di radio ini dikemas dalam bentuk yang menarik dan lain dari
pada radio lainnya. Seperti acara tausiyah, murotal, belajar tahsin, talkshow, dan lainnya
disiarkan selama enak hari dengan tema yang berbeda-beda.

Hal ini menjadikan program-program siar dakwah yang disajikan oleh radio al fatih lebih
bervaiatif dan tidak terkesan monoton sehingga pendengar akan merasakan dimanjakan oleh
acara-acara radio

Di radio al fatih terdapat juga Format dakwah Dialogis atau interaktif. Dialogis atau interaktif
proses komunikasi dua arah. Dalam format dialogis ini, audiens diberikan kesempatan untuk
menyampaikan timbal balik (feed back), dengan kata lain mereka dapat ikut berbicara atau
memberikan tanggapan-tanggapan dan pertanyaan yang berkaitan dengan tema pembahasan
sehingga proses dakwah disini adalah dua arah. Format dakwah dialogis dilaksanakan secara
live dari studio. Bagi pendengar yang ingin menyampaikan tanggapan atau pertanyaan dapat
secara langsung via telepon. Format ini dapat dilihat pada program “Talkshow”. Dialog
interaktif diberikan kepada umum untuk saling mengajukan sebuah pertanyaan kepada
pemateri.
Kedua. Format monologis. Monologis merupakan format komunikasi satu arah (One Way
Communication). Dalam format monologis ini audiens atau pendengar harus menerima acara
yang disiarkan oleh radio apa adanya, pendengar tidak bisa berkomentar atau memberikan
feed back.

Ketiga, Format Musik, maksudnya adalah berdakwah melalui musik Format ini dalam
pelaksanaannya ada dua model yakni dengan memutar kaset atau CD lagu-lagu Islami yang
mengandung seruan-seruan untuk beramal kebaikan (Nasyid, Qasidah, Rebana, dan lain
sebagainya). Untuk acara dakwah
musik Islam ini yang bisa di on air-kan
adalah lagu- lagu nasyid. Qasidah
yang disiarkan adalah koleksi dari
Radio al fatih FM sebagai contoh al
fatih Musik positiv. Lagu-lagu
bernafaskan Islam disiarkan dalam
rangka untuk menghibur pendengar
melalui alunan nada serta sebagai
pencerahan rohani pendengar

Anda mungkin juga menyukai