Pembentukan Sikap
Pembentukan Sikap
Pembentukan sikap sosial anak dapat terjadi melalui: (1) pengalaman yang
berulang-ulang atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang
mendalam (pengalaman traumatik); melalui imitasi (peniruan yang terjadi tanpa
disengaja atau sengaja); (2) sugesti, yaitu seseorang membentuk suatu sikap terhadap
objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh
yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam
pandangannya; (3) identifikasi, yaitu seseorang meniru orang lain atau suatu
organisasi/badan tertentu didasari suatu keterikatan emosional sifatnya; (4) meniru
dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai, yang sering terjadi antara
anak dengan ayah, pengikut dengan pimpinan, peserta didik dengan guru, antara
anggota suatu kelompok dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut yang
dianggap paling mewakili kelompok yang bersangkutan.
Sikap selain dapat terbentuk oleh pengalaman-pengalaman yang objektif atau oleh
sugesti-sugesti, juga dapat terbentuk karena prasangka. Prasangka adalah penilaian
terhadap sesuatu hal berdasarkan fakta dan informasi yang tidak lengkap. Jadi,
sebelum orang tahu benar mengenai sesuatu hal, ia sudah menetapkan pendapatnya
mengenai hal tersebut dan atas dasar itulah ia akan membentuk sikap.
Pengaruh sosial sering membentuk sikap kita jauh sebelum kita pernah berjumpa
dengan objek sikap tersebut (Calhoun, J, F., & Acocella, J, R., 1990:317). Pengaruh
sosial yang dimaksud menurut Azwar (1995:30) adalah faktor-faktor yang akan
membentuk sikap manusia, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan agama, serta faktor
emosi dalam diri individu.
a. Pengalaman Pribadi
Penelitian yang dilakukan oleh Fabrigar, et al (dalam Ramdhani, 2009) menyatakan
bahwa jumlah informasi atau luasnya knowledge yang dimiliki individu sebelumnya
mengenai objek sikap menentukan kekuatan perubahan sikap yang dialami individu.
Oskamp (dalam Ramdhani, 2009) mengungkapkan dua aspek yang secara khusus
memberi sumbangan dalam membentuk sikap; pertama adalah peristiwa yang
memberikan kesan kuat pada individu (salient incident), yaitu peristiwa traumatik
yang merubah secara drastis kehidupan individu, misalnya kehilangan anggota tubuh
karena kecelakaan. Kedua yaitu munculnya objek secara berulang-ulang (repeated
exposure).
Dapat disimpulkan bahwa orang tua dan teman sebaya berpengaruh besar dalam
membentuk dan merubah sikap seseorang.
REFERENSI
Ali, M. 2000. Sikap, Intensi, dan Perilaku Asimilasi Siswa (Perspektif Psikologi
Sosial). Makalah. Pontianak: FKIP UNTAN.
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mengapa orang Jawa memiliki sikap ”kemayu, lembut, sopan dll” dan bertingkah
laku yang sering kali berbeda dengan sikapnya ? Bagaimana proses pembentukan
sikap itu sendiri ? Para Psikolog Sosial menyakini bahwa sikap adalah hasil dari
proses belajar. Sebagian besar psikolog sosial memfokuskan perhatiannya pada
bagaimana pembentukan sikap. Namun demikian hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa sikap dapat dipengaruhi oleh orang tua kepada anaknya yakni bersifat genetik
(Baron, 2003).
Proses pembentukan sikap menurut Baron terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain
yakni melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial. Dalam proses
inipun dilalui dalam beberapa proses lainnya antara lain :
Pertanyaannya adalah apakah setiap sikap kita akan menjelma menjadi perilaku kita ?
Ternyata jawabnya tidak demikian. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang
dikenal dengan budaya ketimuran, banyak dari sikap kita tidak menjelma menjadi
perilaku kita. Seperti misalnya sikap marah kita pada pimpinan di kantor karena
sistem yang kita anggap tidak adil, tidak selamanya kita apresiasikan dalam perilaku
marah. Atau contoh yang paling dekat adalah sikap kita mencintai makanan berlemak
dan berkoresterol tinggi tidak serta merta membuat kita membabi buta ketika
berhadapan dengan makanan tersebut. Argumennya beragam mulai dari ketakutan kita
mengidap penyakit diabetes, jantung maupun untuk menjaga agar tubuh kita tetap
ideal dan tidak mengalami kegemukan.
PEMBENTUKAN SIKAP
Diintisarikan dari:
Krech, D.; Crutchfield, R.S.; & Ballachey, E.L. (1982). Individual in Society.
Chapter 6: The Formation of Attitudes. Berkeley: McGraw-Hill International Book
Company.
Peranan keinginan dalam pengembangan sikap terungkap jelas dalam kasus sikap
sosial yang penting untuk dipahami, yaitu sikap purbasangka rasial (racial prejudice).
Prejudice dapat berfungsi sebagai pembenaran atas sikap permusuhan patologis
(pathological hostility), merasionalisasikan keinginan dan perilaku yang secara
budaya tak dapat diterima yang terselubung dalam aspirasi yang sesuai dengan
budaya, mengelola keinginan yang terepresi, meningkatkan perasaan kehormatan diri,
melindungi self dari ancaman terhadap harga diri, membantu orang menjadi kaya,
memberi penjelasan yang "logis" mengapa orang tetap miskin.
------------------------------
Sikap tidak hanya dikembangkan dalam proses pemuasan keinginan; sikap juga
dibentuk oleh informasi yang terdedah (exposed) kepada individu. Akan tetapi,
informasi jarang merupakan faktor penentu suatu sikap kecuali dalam konteks sikap-
sikap lain. Informasi baru sering dipergunakan untuk membentuk sikap yang sejalan
dengan sikap-sikap terkait yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, terutama
karena responsif terhadap informasi, sikap itu dapat "valid" dalam arti bahwa
komponen kognisi dari sikap itu dapat sejalan dengan fakta-fakta tentang obyek sikap
itu. Andaikata tidak demikian, maka individu tidak akan dapat mengatasi secara
efektif banyak permasalahan yang dihadapinya sebagai seorang anggota masyarakat
yang kompleks.
Akan tetapi,tidak semua sikap itu mencerminkan fakta secara benar. Sikap-sikap
tertentu dapat berkembang sangat menyimpang dari fakta; misalnya takhyul,
khayalan, purbasangka (prejudice). Karena sikap-sikap seperti ini sering
mengakibatkan munculnya tindakan sosial yang menyusahkan, maka analisis tentang
sebab-sebab terjadinya ketidaksejalanan antara fakta dan keyakinan tersebut perlu
mendapat prioritas tinggi. Beberapa dari analisis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Banyak sikap yang dimiliki individu kekurangan validitas karena mereka tidak
terinformasi secara cukup baik. Informasi yang mereka miliki tidak memadai untuk
menggambarkan fakta-fakta yang esensial. Kalaupun beberapa fakta yang dimiliki
individu itu benar, tetapi kurangnya pengetahuan tentang fakta-fakta lain yang terkait
dapat mendistorsi fakta-fakta yang benar tersebut. Sikap dibentuk oleh banyak fakta;
dan makna satu fakta tidak pernah terlepas dari fakta-fakta lain yang terkait. Fakta-
fakta yang terdistorsi itu dapat mengakibatkan terbentuknya keyakinan yang salah.
2) Individu yang mempunyai keinginan kuat yang harus dipenuhi dengan
mengembangkan sikap-sikap yang tepat berdasarkan fakta-fakta yang diperolehnya
dari lingkungan kehidupannya yang kompleks, dia sangat bergantung pada berbagai
otoritas untuk mendapatkan isi kognisi dari sikapnya itu. Otoritas-otoritas ini kadang-
kadang tidak dapat dipercaya, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sengaja
bermaksud mendistorsi sikap individu itu.
3) Individu itu sendiri sering kali tidak cukup terpelajar untuk dapat mempersepsi
substansi fakta yang ada; dan bila dia mempersepsi fakta-fakta itu berdasarkan
pemahamannya sendiri, dia beresiko membuat persepsi yang salah.
4) Kemungkinan lainnya, bila individu itu tidak dapat memperoleh fakta yang
dibutuhkannya, (baik dari otoritas maupun dari tangan pertama), karena merasa perlu
mengembangkan sikap tertentu, dia akan menciptakan "fakta" sendiri.
Akan tetapi, kepribadian individu bukan merupakan sistem yang terintegrasi secara
sempurna, dan individu mungkin akan mengambil sikap-sikap yang inkonsisten atau
kontradiktif karena adanya pengajaran dari bermacam-macam otoritas dalam bidang
yang berbeda-beda, karena afiliasinya dengan kelompok-kelompok yang saling
bertentangan, dan karena adanya bermacam-macam keinginan yang bertentangan.
Jadi manusia itu dapat mengabdi kepada banyak majikan.
Penjelasannya :
2. Lingkungan
Hal ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi sikap kita. Lingkungan
keluarga dan pergaulan yang baik cenderung akan membentuk kita untuk
bersikap baik, demikian sebaliknya.
Mau contoh....lihatlah kamu saat ini, sikap2 postif apa yang telah menjadi
bagian dari dirimu, dan sikap2 negatif apa yang juga menjadi bagian dirimu
Lihat kebelakang, telusuri .... lingkungan mana yang mempengaruhinya???
3. Pengetahuan
Semakin banyak yang kita tahu, semakin kita dapat memahami apa yang terjadi
TAHU menjadi PAHAM, PAHAM membentuk SIKAP kita..
4. Pengalaman
Orang bijak mengatakan 'pengalaman adalah guru yang baik' mengapa
karena dalam pengalaman kita menerapkan semua bekal point 1-3 diatas
sehingga pengalaman yang baik maupun yang buruk akan membentuk
sikap kita
Masalahnya adalah APAKAH KITA MAU MERUBAH SIKAP KITA????
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap:
1. Pengalaman pribadi
Dasar pembentukan sikap: pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang
kuat
Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor emosional
2. Kebudayaan
Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut
dibesarkan
Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan
3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)
yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah
laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus
Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin
Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan
orang yang dianggap penting.
4. Media massa
Media massa berupa media cetak dan elektronik
Dalam penyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang
dapat mempengaruhi opini kita
Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu
5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu
Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar, yang menentukan sistem kepercayaan
seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap seseorang
6. Faktor Emosional
Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam
penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego.
Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama)
Contoh: Prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair)
Mengapa orang Jawa memiliki sikap ”kemayu, lembut, sopan dll” dan bertingkah
laku yang sering kali berbeda dengan sikapnya ? Bagaimana proses pembentukan
sikap itu sendiri ? Para Psikolog Sosial menyakini bahwa sikap adalah hasil dari
proses belajar. Sebagian besar psikolog sosial memfokuskan perhatiannya pada
bagaimana pembentukan sikap. Namun demikian hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa sikap dapat dipengaruhi oleh orang tua kepada anaknya yakni bersifat genetik
(Baron, 2003).
Proses pembentukan sikap menurut Baron terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain
yakni melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial. Dalam proses
inipun dilalui dalam beberapa proses lainnya antara lain :
Pertanyaannya adalah apakah setiap sikap kita akan menjelma menjadi perilaku kita ?
Ternyata jawabnya tidak demikian. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang
dikenal dengan budaya ketimuran, banyak dari sikap kita tidak menjelma menjadi
perilaku kita. Seperti misalnya sikap marah kita pada pimpinan di kantor karena
sistem yang kita anggap tidak adil, tidak selamanya kita apresiasikan dalam perilaku
marah. Atau contoh yang paling dekat adalah sikap kita mencintai makanan berlemak
dan berkoresterol tinggi tidak serta merta membuat kita membabi buta ketika
berhadapan dengan makanan tersebut. Argumennya beragam mulai dari ketakutan kita
mengidap penyakit diabetes, jantung maupun untuk menjaga agar tubuh kita tetap
ideal dan tidak mengalami kegemukan.
. Media Massa
Menurut Azwar (1995:34) berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal yang dimuat oleh
media memberikan landasan bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Rahayuningsih (2008) mengatakan bahwa pesan sugestif yang dibawa oleh media,
apabila cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu. Televisi khususnya dianggap memiliki pengaruh
sangat besar terhadap sikap (Calhoun, J, F., & Acocella, J, R., 1990:319). Berbagai
riset menunjukkan bahwa foto model yang tampil di media masa membangun sikap
masyarakat bahwa tubuh langsing tinggi adalah yang terbaik bagi seorang wanita
(Ramdhani, 2009).
Berbeda dengan Azwar, Garrett (dalam Abror, 1993:110) mengungkapkan ada dua
faktor utama yang menentukan pembentukan dan perubahan sikap yaitu faktor
psikologis dan faktor kultural. Faktor psikologis seperti motivasi, emosi, kebutuhan,
pemikiran, kekuasaan dan kepatuhan, kesemuanya merupakan faktor yang
memainkan peranan dalam menimbulkan atau mengubah sikap seseorang; sedangkan
faktor kultural atau kebudayaan seperti: status sosial, lingkungan keluarga dan
pendidikan juga merupakan faktor yang berarti yang menentukan sikap manusia.
Teori serupa diungkapkan oleh Chaiken (dalam Ramdhani, 2009), ia mengemukakan
bahwa sikap terbentuk dan berubah dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang
memungkinkan masuknya berbagai proses subjektif dalam rangka memelihara
hubungan interpersonal.
Dengan demikian variabel psikologis dan kultural selalu saling mempengaruhi dalam
rangka menimbulkan, memelihara atau mengubah sikap.
REFERENSI
- Waktu kuliah dapat dipilih Kelas Sore (Senin - Jumat) atau Kelas Sabtu Minggu.
- Biaya studi sangat terjangkau dan dapat diangsur sesuai kemampuan mahasiswa.
- Kampus dapat dipilih yaitu Kampus Meruya atau Kampus Menteng.
- Disediakan Bus Kampus antar jemput untuk daerah Bekasi, Depok dan Tangerang.
- Mahasiswa yang dari luar kota disediakan Penginapan (Mess)
Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan
selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh
sebab itu, system nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan diarakhan. Komitmen
seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalu pembentukan sikap, yakni
kecendrungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang berhadapan
dengan sesuatu objek, dia akan menunjukkan gejala senang atau tidak senang, suka
atau tidak suka. Golu (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut :
Nilai tidak bisa di ajarkan tetapi di ketahui dari penampilannya.
Pengembangan dominan efektif pada nilai tidak bisa di pisahkan dari aspek kognitif
dan psikomotorik.
Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang,
sehingga bisa di bina.
Perkembangan nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap
tertentu.
Sikap adalah kecendrungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek
berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap
berarti memperoleh kecendrungan untuk menerima atau menolak suatu objek
penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif)
dan tidak berguna atau berharga (sikap negatif).
DAFTAR PUSTAKA
Joni T. Rakaa (1980) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : P3G.
Wina Sanjaya (2008) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana.