2018/2019
PENDAHULUAN
Dengan semangat mencegah kepada yang buruk dan mengajak yang baik,
Buya berseru-seru kepada para politisi dan birokrat negara agar jangan sampai
seperti rezim-rezim otoriter di Afrika mempraktikan “thugocracy” yang praktis
bersemboyan negara adalah “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.”
Etika harus diperhatikan oleh para politisi dan birokrasi agar rakyat tidak
menderita dan janji Negara Republik Nusantara kepada rakyat, yakni untuk
“Mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia” dapat dilaksanakan. Buya tidak hanya “berseru-
seru” secara verbal, tetapi juga melalui tindakan. Kiprah beliau sebagai tokoh
agama yang tak kenal lelah mengingatkan politisi dan birokrasi bersama teman-
teman beliau merupakan salah satu bukti komitmen ini.
Pada masa usia yang sudah tidak muda lagi, 80 tahun, pemikirian-pemikiran
Syafi"ii masih dibutuhkan bangsa ini. Presiden Joko Widodo, pada awal tahun
2015, sempat menawarkan posisi Dewan Pertimbang Presiden, tapi Syafi'i
menolaknya. Dia mau lebih independen. Maka, saat presiden Joko Widodo
memintanya untuk menjadi salah satu Tim Independen mengatasi konflik Polri-
KPK, ia menyanggupinya dan sekaligus menjadi Ketua Tim Independen 2015.1
1
Maryadi, “Profil Ahmad Syafii Maarif”( https://www.viva.co.id/siapa/read/297-
ahmad-syafii-maarif, Diakses pada 12 Desember 2017, 2017)
PEMIKIRAN BUYA SYAFII MAARIF
2
MAARIF Institute, Muazin Bangsa dari Makkah Darat, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2015, hlm.
122-135 .
atau landasan filosofis system pendidikan Islam, kerapuhan Buya Syafii
berpandangan bahwa kelemahan system pendidikan berakar pada
kerapuhan fondasi filosofis yang mendasari system itu. Kerapuhan ini
tercuat keluar dalam bentuk dualisme dikotomis antara apa yang
dikategorikan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sekuler. Ilmu-ilmu agama
menduduki posisi fardhu ain dan ilmu-ilmu sekuler paling tinggi berada
dalam posisi fardhu kifayah. Dalam realitasnya, ilmu-ilmu ini menjadi
terabaikan. Padahal untuk menguasai dunia ilmu-ilmu itu merupakan
prasyarat yang harus dimiliki.
G. Rendahnya Kualitas Pendidikan Islam
Menurut beliau sudah sejak lama kita merisaukan kesenjangan yang
parah antara jumlah mayoritas umat Islam Indonesia dan kualitas kehidupan
mereka yang tertinggal jauh dari buritan pada hamper semua bidang,
khusunya dibidang ilmu, teknologi, dan ekonomi. Oleh karena itu, untuk
melangkah ke depan masalah kualitas ini harus mendapatkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari pada pemimpin Islam Indonesia agar kesenjangan itu
secara berangsur dan sadar dapat dipertautkan. Posisi mayoritas
tunakualitas akan menjadi beban Isla sebagai agama yang ingin membangun
peradaban asri yang berkualitas tinggi.
H. Percikan Pemikiran Pendidikan Islam
Konsisten dengan percikan pemikirannya, sejauh ini hamper seluruh
energy intelektualnya dikerahkan dan diinvestasikan untuk menangani
masalah-masalah kebangsaan, kemanusiaan, dan kemoderenan dengan jalan
membangkitkan intelektualisme Islam. Dalam konteks pendidikan Islam
secara kasar percikan pemikirannya dapat dipilah menjadi tiga agenda yaitu
rekonstruksi filsafat dan tujuan pendidikan islam, strategi mengangkat mutu
pendidikan Islam, dan menggairahkan iklim intelektualisme Islam.
I. Rekonstruksi dan Filsafat dan Tujuan Pendidikan Islam
Tanpa kesediaan dan kesadaran yang mendalam akan perlunya
merumuskan dan memahami filsafat pendidikan islam yang baru secara
sangat kasar diuraikan diatas, maka kaum muslim yang bertebaran di muka
3
bumi akan tetap saja mengembara tanpa peta yang jelas. Persis
sebagaimana umat-umat lain yang tidak punya Al-Qur’an. Di sinilah
tantangan terberat yang harus dicarikan solusinya oleh para pemikir Muslim
yang punya kepedulian terhadap maha pentingnya perubahan paradigma
filosofis dalam system pendidikan Islam. Berbeda dengan permasalahan
filsafar, dalam maalah tujuan pendidikan, dia secara eksplisit menyebut
tujuan pendidikan yang diimpikan. Seejurus dengan ajakan untuk
melakukan perubahan paradigma filsafat pendidikan, maka tujuan
pendidikan Islam pun perlu dirumuskan ulang. Out put pendidikan islam
harus mampu memahami Bahasa langit sebagai pemandu atau pemberi arah
dan petunjuk kehidupan di bumi.
J. Strategi Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam
Bahwa kiat atau strategi meningkatkan kualitas lembaga pendidikan
Islam, baik ditingkat perguruan tinggi maupun pendidikan dasar dan
menengah adalah harus membangun tiga budaya sekaligus, yaitu menjaga
idealisme, bersikap fleksibel-akomodatif tapi tetap berpegang idealisme,
dan membiasakan koordinasi, silahturahmi sebagai implementasi gerakan
jamaah. Peningkatan mutu pendidikan Islam merupakan jalan lempang
untuk memajukan kehidupan umat Islam bangsa Indonesia pada umumnya.
3
Mohammad Ali, “Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Syafii
Maarif”(http://www.journals.ums.ac.id/index.php/profetika/article/download/,
Diakses pada Desember 2016, 2016)
KESIMPULAN
Institute, Maarif. 2015. Muazin Bangsa dari Makkah Darat. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
Ali, Fachry & Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi
Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru. Bandung: Mizan, 1986.