RUPTUR PERINEUM
A. Defenisi
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak dibawah dasar
panggul. Batas–batasnya adalah:
a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus
Coccygeus.
b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul (exitus
pelvis):yakni dari depan kebelakang angulus subpubius, ramus ischiopubicus, tuber
ischiadicum, ligamentum Sacrotuberosum, os coccygis.
c. Inferior: kulitdan fascia (Oxorn, 2010). Perineum adalah daerah yang terletak antara
vulva dan anus, panjangnya ratarata 4 cm (Winknjosatro,2007). Perineum merupakan
daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat
persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan
mencegah robekan (Sumara,dkk,2002).
Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan lahir. Berbeda dengan
episiotomy, robekan ini bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan
regangan pada saat janin lewat (Siswosudarmo, Ova Emilia, 2008). Ruptur adalah luka
pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak
teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Sukrisno, Adi 2010).
Menurut Oxom (2010), robekan perineum adalah robekan obstetrik yang terjadi pada
daerah perineum akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk
mengakomodasi lahirnya fetus.Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan
lahir. Luka yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas
dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan
perineum (Sumarah, 2009).Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan
pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan
atau dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat (Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).
B. Anatomi perineum
Perineum merupakan bagian permukaan pintu atas panggulterletak antara vulva dan anus.
Perineum terdiri dari otot dan fascia superfisialis perinci dan terdiiri dari otot- otot
koksigis dan levator anus yang tediri dari 3 otot penting yaitu muskulus puborekatalis,
muskulus pubokoksigis, muskulus iliokoksigis. Susunan otottersebut merupakan
penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat uratra, vagina dan rektum. Perineum
berbatasan sebagai berikut:
a. Ligamentum arkuata dibagian depan tengah;
b. Arkus iskiopublik dan tuber iskii dibagian lateral lateral depan;
c. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang;
d. Tugas koksigis dibagian belakang tengah.
Daerah perineum terdiri dari 2 bagian:
a. Regional disebelah belakang, disini terdapat muskulus fingter ani eksterna yang
melingkari anus;
b. Regio urogenetalis, disini terdapat muskulus bulboka verous, muskulus transversusu
perinealis superfisialis dan muskulusiskiokavernosus.
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata – rata antar 4 cm. Jaringan
yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis.
Gambar : Anatomi Perineum Internal
Diafragma pelvis terdiri atas otot levatorani dan otot koksigis posterior serta fasia
(jaringan ikat yang akan berkurang elastisitasnya pada perempuan yang lanjut usia)
yang menutupi kedua otot ini. Difragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma
pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma
urogenitalis meliputi muskulus tranversus perinei profunda, otot konstriktor uretra dan
fasia internal maupun eksternal yang menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah
trutama dari arteria pudenda interna dan cabang – cabangnya. Persyarafan perineum
terutama oleh nervus pudendus dan cabang – cabangnya. Oleh sebab itu, dalam
menjahit robekan perineum dapat dilakukan anestesi blok pudendus. Otot levator ani
kiri dan kanan bertemu di tengah – tengah di antara anus dan vagina yang diperkuat
oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini bertemu otot –otot bulbokavernosus,
muskulus tranversus perinei superfisialis dan sfingter ani eksternal. Struktur ini
membentuk perineal body yang memberikan dukungan bagi perineum. Dalam
persalinan sering mengalami laserasi, kecuali dilakukan episiotomi yang adekuat.
(JNPK-KR,2008)
2. Ruptur Perineum yang Disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum. Dahulu episiotomi dianjurkan untuk mengurangi ruptur yang
berlebihan pada perineum agar memudahkan dalam penjahitan, mencegah penyulit
atau tahanan pada kepala dan infeksi, namun hal itu tidak didukung oleh bukti ilmiah
yang cukup. Episiotomi boleh dilakukan bila ada indikasi tertentu. Indikasi dilakukan
episiotomy diantaranya indikasi janin seperti distosia bahu dan persalinan bokong,
operasi ekstraksi vakum atau forsep, dan posisi oksiput posterior.
E. Faktor risiko
Hal yang berpotensi menyebabkan terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Jaringan parut pada perineum (Sukarni dan Sudarti, 2014).
2. Pertolongan persalinan oleh dukun (Endriani, Rosidi dan Andarsari, 2012).
3. Pasien tidak mampu berhenti mengejan (Oxorn dan R.Forte, 2010)
4. Edema dan kerapuhan pada perineum (Oxorn dan R.Forte, 2010).
5. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum (Oxorn dan R.Forte, 2010).
6. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul sempit pula sehingga menekan kepala
bayi ke arah posterior (Oxorn dan R.Forte, 2010).
7. Pelahiran primipara (Liu, 2008).
8. CPD (Chepalo Pelvic Disproposional) (Liu, 2008).
F. Patofisiologi
Asal permulaan perjalanan dan akibat terjadinya ruptur perineum adalah otot perineum
yang belum meregang sempurna (kaku) mendapatkan tekanan dari kepala janin yang
mulai turun di dasar panggul. Hal tersebut mengakibatkan kepala janin menekan
perineum. Sehingga muskulus perinalis pada perineum robek dan terjadi perdarahan
(Henretty, 2010) (Sukarni dan Sudarti, 2014).
Perdarahan
G. Manifestasi klinis
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan
jalan lahir (Taufan Nungroho,2012). Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya
adalah perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi
dengan baik, dan plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah,
pasien dalam keadaan menggigil. Ciri Khas Robekan Jalan Lahir :
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus setelah
massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak
berkurang. Dalam hal apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tak
jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat ynag fatal seperti
terjadinya syok (Rukiyah,2012).
3. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan adanya
retensi plasenta maupun sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir
(Taufan 2012).
Tanda klinis robekan perineum menurut (Sukarni dan Sudarti, 2014) meliputi:
1. Robekan jalan lahir.
2. Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir.
3. Uterus kontraksi baik.
4. Plasenta baik.
5. Pucat.
6. Lemah.
7. Menggigil.
Tanda klinis robekan perineum selain yang telah disebutkan diatas menurut(Krisnadi,
Anwar, dan Alamsyah, 2012) meliputi:
1. Penurunan sistolik.
2. Takikardi.
3. Suplai darah ke usus dan ginjal menurun sehingga terjadi oliguri.
J. Mempersiapkan Penjahitan
Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur
meja.
1. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
2. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehinnga perineum padat dilihat
jelas.
3. Gunakan teknik aseptik pada saatmemeriksa robekanatau episiotomi, memberikan
anastesi lokal dan menjahit luka.
4. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
5. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
6. Dengan menggunakan aseptik, persiapkan peralatan dan bahan – bahan disinfeksi
tingkat tinggi untuk penjahitan.
7. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
panjahitan tanpa kesulitan.
8. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina
dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil
menilai dalam luasnya luka.
9. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi/ sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu atau lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak
terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke
dalam anus dengan hati –hati dan angkat jari tersebut perlahan –lahan untuk
mengidentifikasi sfinter ani. Raba tonus atau ketegangan sfinger.Jika sfingter terluka,
ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus segera dirujuk. Ibu juga
dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
10. Ganti sarung tangan sengan sarungtangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan pemeriksaaan rektum.
11. Berikan anastesi lokal.
12. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kronik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan
paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.Tempatkan jarum pada pemegang jarum
dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum tersebut(APN 2012).
M. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi, yaitu:
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu
jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat selama kala satu
dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara
memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah
perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes,2006).
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air
kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing
atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia
(Depkes,2006)
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada
perineum dan vulva berwarna biru dan merah.Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi
dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi
bisa juga dengan varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan
nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan
banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru
yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur perineum (Martius, 1997).
d. Infeksi
Infeksi pada masanifas adalahperadangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas.
Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh
sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi
38℃, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas
harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk
mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyin,2001).Robekan jalan lahir
selalu menyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks, dan
robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang dapat dilakukan dalamhal ini adalah
dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis robekan
perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang terjadi pada
seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat. Ruptur
perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya.
Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan
penanganan selanjutnya dapat dilakukan.Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini
adalah penyebab terjadinya ruptur perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda
dan gejala yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan penangannya.
DAFTAR PUSTAKA