Analytic Network Process Pengantar Teori Dan Aplikasi
Analytic Network Process Pengantar Teori Dan Aplikasi
Judul:
Analytic Network Process: Pengantar Teori dan Aplikasi
Penulis : Aam Slamet Rusydiana & Abrista Devi
Layout dan cover : Aslam Rusydi
Cetakan : Pertama, Januari 2013
Diterbitkan oleh:
SMART Publishing
Sharia Economic Applied Research and Training (SMART) Consulting
Perumahan Mutiara Bogor Raya Blok G4 No 3, Katulampa BOGOR
Website: www.konsultan-smart.blogspot.com
Phone: 087770574884
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi ix
BAGIAN PERTAMA
BAGIAN KEDUA
3
MANUAL ANP
Daftar Pustaka
Biodata Penulis
4
BAGIAN PERTAMA
5
ANALYTICAL NETWORK PROCESS:
Sementara itu, terkait dengan metode pengambilan keputusan yang digunakan, dikenal
dengan nama MCDM. Multi criteria decision making (MCDM) adalah suatu metode
pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan
beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar
yang digunakan dalam pengambilan keputusan (Kahraman;Springer). Berdasarkan tujuannya,
MCDM dapat dibagi dua model: Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective
Decision Making (MODM).
Seringkali MADM dan MODM digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori yang
sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskrit. Oleh
karena itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terhadap
beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan MODM digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah pada ruang kontinyu. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
MADM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif sedangkan MODM merancang
alternatif terbaik.
a. Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan sebuah hirarki fungsional dengan
input utamanya persepsi manusia. Suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur
dipecah ke dalam kelompok-kelompok kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki
6
(Saaty, 1998). AHP dapat menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki,
memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur
suatu hirarki kriteria dan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan perasaan dan logika yang bersangkutan
pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi
hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan
pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1994). Menurut Saaty, ada beberapa prinsip
dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decompostion),
prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis
(Logical Consistensy).
b. Metode ANP (Analytical Network Process) merupakan pengembangan dari metode AHP.
ANP mengijinkan adanya interaksi dan umpan balik dari elemen-elemen dalam cluster
(inner dependence) dan antar cluster (outer dependence) (Saaty,1996). Untuk selanjutnya
terkait metode ANP ini, akan menjadi bahasan utama tulisan ini.
Menurut Brans dan Mareschal (1999), Promethee yang merupakan singkatan dari
Preference Ranking Organization Methods for Enrichment Evaluations adalah metode
outranking yang menawarkan cara yang fleksibel dan sederhana kepada user (pembuat
keputusan) untuk menganalisis masalah-masalah multikriteria. Promethee termasuk dalam
keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy (dalam Brans et. al,
1999), dan meliputi dua fase: 1). Membangun hubungan outranking dari K, dimana K adalah
7
sejumlah kumpulan alternatif dan 2). Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban
optimasi kriteria dalam paradigma permasalahan multikriteria. Dalam fase pertama, nilai
hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria. Indeks
preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari
pembuat keputusan.
d. Metode yang adalah Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution.
TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali
diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang tahun 1981 (Olson, 2004) . TOPSIS didasarkan pada
konsep dimana alternatif yang terpilih atau terbaik tidak hanya mempunyai jarak terdekat
dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif dari
sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan
kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal positif didefinisikan
sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk setiap atribut, sedangkan
solusi negatif-ideal terdiri dari seluruh nilai terburuk yang dicapai untuk setiap atribut.
TOPSIS mempertimbangkan keduanya, jarak terhadap solusi ideal positif dan jarak terhadap
solusi ideal negatif dengan mengambil kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif.
Berdasarkan perbandingan terhadap jarak relatifnya, susunan prioritas alternatif bisa dicapai.
Metode ini banyak digunakan pada beberapa model MADM untuk menyelesaikan masalah
pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan konsepnya sederhana dan mudah
dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki kemampuan mengukur kinerja relatif dari
alternatif-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana.
e. Metode ME-MCDM (Multi Expert Multi Criteria Decision Making) merupakan suatu
metode pengambilan keputusan dengan berbagai macam kriteria yang disediakan untuk
mencari alternatif paling baik berdasarkan pendapt para expert yang tertuang dalam bentuk
non-numeric (secara kualitatif) terhadap situasi yang dihadapi. Menurut Yager (1993) yang
menjadi masalah utama pada metode ME-MCDM adalah proses agregasi yang terletak
diantara dua kasus ekstrim, yaitu situasi saat semua kriteria dipenuhi (disebut dengan
operator “dan”) dan situasi saat kriteria hanya memenuhi salah satu pihak (disebut operator
“atau”). Yager (1993) merumuskan tahap re-ordering saat suatu argumen tidak dikaitkan
8
dengan suatu pembobot, tetapi pembobot dikaitkan dengan suatu posisi urutan argumen
tertentu.
9
MENGENAL METODE ANP
Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang mampu
menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk
permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas
penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang
menghasilkan pengaruh prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor
dependence serta feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP
yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan
yang digunakan yaitu benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang
mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, 2006).
Dalam suatu jaringan, elemen dalam suatu komponen/cluster bisa saja berupa orang
(contoh, individu di Bank Indonesia) dan elemen dalam komponen/cluster yang lain bisa saja
juga berupa orang (contoh, individu di DPR). Elemen dalam suatu komponen/cluster dapat
mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster yang sama (inner dependence), dan dapat
10
pula mempengaruhi elemen pada cluster yang lain (outer dependence) dengan memperhatikan
setiap kriteria. Yang diinginkan dalam ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari
semua elemen. Oleh karena itu, semua kriteria harus diatur dan dibuat prioritas dalam suatu
kerangka kerja hierarki kontrol atau jaringan, melakukan perbandingan dan sintesis untuk
memperoleh urutan prioritas dari sekumpulan kriteria ini. Kemudian kita turunkan pengaruh dari
elemen dalam sistem feedback dengan memperhatikan masing-masing kriteria. Akhirnya, hasil
dari pengaruh ini dibobot dengan tingkat kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk
memperoleh pengaruh keseluruhan dari masing-masing elemen (Ascarya, 2005).
Saaty (1996) dan Saaty (2001), menyatakan bahwa jaringan umpan balik adalah struktur
untuk memecahkan masalah yang tidak dapat disusun dengan menggunakan struktur hirarki.
Jaringan umpan balik terdiri dari interaksi dan ketergantungan antara elemen pada level yang
lebih rendah. Struktur umpan balik tidak mempunyai bentuk linier dari atas ke bawah, tetapi
nampak seperti sebuah jaringan siklus pada masing-masing klaster dari setiap elemen serta dapat
berbentuk looping pada klaster itu sendiri. Bentuk ini tidak dapat disebut sebagai level. Umpan
balik juga mempunyai sumber (source) dan tumpahan (sink). Titik sumber menunjukkan asal
dari jalur kepentingan dan tidak pernah dijadikan tujuan dari jalur kepentingan lain, sedangkan
titik tumpahan adalah titik yang menjadi tujuan dari jalur kepentingan dan tidak pernah menjadi
asal untuk kepentingan lain.
Sebuah jaringan yang utuh terdiri dari titik sumber (source node), titik antara
(intermediate node) yang berasal dari titik asal (source node), titik siklus, atau sebuah jalur yang
11
menuju pada titik tumpahan (sink node), dan bagian akhir adalah titik tumpahan itu sendiri (sink
node). Struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen dari komponen dalam (inner
dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen luar (outer dependence)
seperti ditampilkan pada Gambar 1. Adanya jaringan (network) dalam suatu ANP dimungkinkan
dapat merepresentasikan beberapa masalah tanpa terfokus pada awal dan kelanjutan akhir seperti
pada AHP.
Supermatriks ANP akan secara otomatis menghasilkan bobot yang tepat bagi kriteria dan
alternatif jika data yang digunakan adalah vektor prioritas pada supermatriks. Hal ini merupakan
cara yang sederhana karena tidak membutuhkan pemikir-an per bagian pada pengguna. Hanya
mengetahui data dan supermatriks akan menghasilkan prioritas pada setiap titik pada model
(Saaty, 2004). Menurut Azis (2004) dengan umpan balik, alternatif bukan hanya dapat
tergantung pada kriteria tetapi juga dapat tergantung antara satu alternatif dengan alternatif
lainnya. Kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif dan faktor lain. Untuk
merepresentasikan feedback pada metode ANP maka diperlukan matriks berukuran besar yang
disebut sebagai supermatrix yang terdiri dari beberapa sub matriks.
12
KLASIFIKASI HIERARKI
Suatu jaringan mungkin merupakan modifikasi dari bentuk hubungan hirarki yang diubah
pasangan komponennya dan dihubungkan di antaranya serta mempunyai inner dependence dan
outer dependence. Oleh karena itu klasifikasi hirarki yang dimodifikasi menjadi jaringan umpan
balik.
a. Suparchy merupakan sebuah struktur seperti hirarki dengan pengecualian tidak ada tujuan
tetapi mempunyai siklus umpan balik pada kedua level paling atas.
b. Intarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik antara dua level tengah secara
berurutan.
c. Sinarchy merupakan sebuah hirarki dengan siklus umpan balik pada dua level bawah.
d. Hiernet merupakan sebuah jaringan yang disusun secara vertikal untuk memfasilitasi
keanggotaan pada semua level-levelnya.
Hal ini mungkin untuk sebuah sistem yang mempunyai komponen yang interaktif,
dimana semua komponen memberikan pengaruh kepada semua komponen lain sehingga
terbentuk suatu sistem yang interaktif.
Terkait hierarki kontrol dalam penentuan pendapat, terdapat dua tipe kriteria kontrol yaitu
kriteria kontrol sebagai tujuan dari hirarki jika terhubung dengan struktur dan struktur tersebut
merupakan hirarki. Pada kasus ini kriteria kontrol disebut sebagai comparison- "linking"
criterion. Tipe yang kedua adalah sebuah kriteria kontrol tidak terhubung pada struktur tetapi
menginduksi di dalam jaringan, kriteria kontrol ini disebut sebagai comparison- "inducing"
criterion.
13
SUPERMATRIKS DAN PEMBOBOTAN
Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.
Matrik hasil perbandingan secara berpasangan direpresentasikan ke dalam bentuk vertikal dan
horizontal dan berbentuk matriks yang bersifat stochastic yang disebut sebagai supermatriks.
Nilai dari supermatriks diberikan sebagai hasil penlaian dari skala prioritas yang
diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti pada AHP. Matriks disusun untuk
menggambarkan aliran kepentingan antara komponen baik secara inner dependence maupun
outer dependence. Secara umum hubungan kepentingan antar elemen dengan elemen lain di
dalam jaringan dapat direpresentasikan mengikuti supermatriks, sebagai berikut:
14
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang menunjukkan kepentingan
dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke j. Jika
nilai Wijj = 0 menunjukkan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut
terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk
menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan kepentingan
bukan nol.
15
LANDASAN ANP: 4 AKSIOMA
ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty, 2006):
1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan
pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa
kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc
(EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
2. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur
kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan
lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang
mempengaruhi keputusan.
Equal Importance 1
Weak 2
Moderate importance 3
Moderate plus 4
Strong importance 5
Strong Plus 6
Very strong or demonstrated
7
importance
Very,very strong 8
Extreme importance
9
Sumber : Saaty, 2006
3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan
sebagai ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam
komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.
16
KONSEP PENTING ANP
Dalam metode Analytic Network Process, ada beberapa konsep penting yang harus
dipahami. Konsep-konsep tersebut sebagian memiliki kesamaan dengan konsep AHP dan
sebagian yang lain berbeda. Menurut Saaty (2006), konsep-konsep dari Analytic Network
Process (ANP) tersebut meliputi:
17
PRINSIP DASAR ANP
18
FUNGSI UTAMA AHP/ANP
Sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya, fungsi utama AHP/ANP ada tiga yaitu
menstruktur kompleksitas, pengukuran, dan sintesis (Ascarya, 2005):
a. Menstruktur kompleksitas.
ANP berfungsi untuk mengangani permasalahan yang kompleks. Dari masa ke masa
manusia mencoba untuk memecahkan kompleksitas hingga pada akhirnya ditemukan cara
sederhana untuk menanganinya. Yaitu dengan cara menstruktur kompleksitas secara hierarkis ke
dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor-faktor. Begitu sederhananya sehingga siapapun
dapat dengan mudah mengerti.
Pengukuran interval tidak memiliki arti rasio, namun memiliki arti interval, ordinal, dan
nominal. Pengukuran rasio diperlukan untuk mencerminkan proporsi. Untuk menjaga
kesederhanaan metodologi, Saaty mengusulkan penggunaan penilaian rasio dari setiap pasang
faktor dalam hierarki untuk mendapatkan (tidak secara langsung memberikan nilai) pengukuran
skala rasio.
Setiap metodologi dengan struktur hieraki harus menggunakan prioritas skala rasio untuk
elemen diatas level terendah dari hierarki. Hal ini penting karena prioritas (atau bobot) dari
elemen di level manapun dari hierarki ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen pada
level dengan prioritas dari elemen induknya. Karena hasil perkalian dari dua pengukuran level
interval secara matematis tidak memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini.
19
AHP/ANP menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hierarki/jaringan, termasuk
level terendah (alternatif dalam model pilihan). Skala rasio ini menjadi semakin penting jika
prioritas tidak hanya digunakan untuk aplikasi pilihan, namun untuk aplikasi lain, seperti aplikasi
alokasi sumber daya.
c. Sintesis.
Sintesis merupakan proses menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena
kompleksitas, dalam situasi keputusan penting, perkiraan, atau alokasi sumber daya, sering
melibatkan terlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat melakukan sintesis, sehingga kita
memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis. Meskipun AHP/ANP memfasilitasi analisis,
fungsi yang lebih penting lagi dalam AHP/ANP adalah kemampuannya untuk membantu kita
dalam melakukan pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan
(Ascarya, 2005). Ketika kita hendak membuat keputusan dengan dibatasi batasan-batasan
informasi, proses sintesis merupakan cara yang tepat untuk menghasilkan keputusan.(Saaty,
2006)
20
KELEBIHAN ANP DIBANDING AHP
Perbedaan AHP dan ANP berawal dari aksioma ketiga tentang struktur hierarki yang
tidak berlaku untuk ANP. Aksioma ini menyatakan bahwa judgements (penilaian), atau prioritas
dari elemen-elemen tidak tergantung pada elemenelemen pada level yang lebih rendah. Aksioma
ini mengharuskan penerapan struktur yang hierarkis. Tidak berlakunya aksioma ini untuk ANP
berimplikasi pada beberapa hal, yang antara lain dapat dibaca pada tabel berikut.
Perbedaan pertama terletak pada struktur kerangka model yang berbentuk hierarki pada
AHP dan berbentuk jaringan pada ANP. Hal ini membuat ANP dapat diaplikasikan lebih luas
dari ANP. Bentuk jaringan ANP juga bisa sangat bervariasi dan lebih dapat mencerminkan
permasalahan seperti keadaan yang sesungguhnya.
Kedua, dalam struktur hierarki hanya ada dependensi level yang lebih rendah kepada
level yang lebih tinggi, sementara dalam struktur jaringan terdapat juga feedback. Dengan
feedback alternatif dapat dependen terhadap kriteria, seperti pada hierarki, tetapi dapat pula
dependen satu sama lain. Sementara kriteria sendiri dapat dependen pada alternatif dan pada satu
sama lain.
Ketiga, feedback memperbaiki prioritas yang dihasilkan dari penilaian, dan membuat
prediksi lebih akurat. Keempat, untuk melakukan komparasi dalam AHP seseorang bertanya
mana yang lebih disukai atau lebih penting? Keduanya lebih kurang subyektif dan personal.
Sementara itu untuk komparasi dalam ANP seseorang bertanya mana yang lebih berpengaruh?
Hal ini membutuhkan observasi faktual dan pengetahuan sehingga menghasilkan jawaban valid
yang lebih obyektif.
21
Kelima, hasil AHP adalah matriks dan eigenvector yang menunjukkan skala prioritas,
sedangkan hasil ANP berupa supermatriks skala prioritas yang lebih stabil karena adanya
feedback. Kestabilan hasil ANP telah dibuktikan oleh Iwan J. Azis dalam papernya (Azis, 2003),
dimana masalah Trans Sumatra Highway dianalisis dengan menggunakan AHP dan ANP. Dari
analisa sensitivitas yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa hasil ANP lebih stabil dan
robust dari pada hasil AHP. Keenam, Cakupan AHP terbatas pada struktur yang hierarkis,
sedangkan cakupan ANP meluas tak terbatas. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya
tentang cluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP.
22
PROSEDUR ANP
Menurut Izik et at (2011) proses solusi ANP memiliki empat langkah utama yaitu:
Pada langkah ini, masalah harus disusun dan model konseptual harus dibuat. Awalnya,
komponen-komponen penting harus diidentifikasi. Elemen paling atas (cluster)
didekomposisi menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi
baik di dalam sebuah cluster (ketergantungan dalam) dan antar cluster (ketergantungan luar)
(Saaty dalam Izik et al, 2011). Masing-masing variabel pada setiap tingkat harus
didefinisikan bersama dengan hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam sistem.
Pada ANP, perbandingan elemen berpasangan dalam setiap tingkat dilakukan terhadap
kepentingan relatif untuk kriteria kontrol mereka. Matriks korelasi disusun berdasarkan
skala rasio 1 - 9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara
otomatis ditetapkan ke perbandingan terbalik dalam matriks. Setelah perbandingan
berpasangan selesai, vektor yang sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang
dibangun dihitung dan vektor prioritas diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan
menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian, masalah dapat terjadi dalam konsistensi
dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memberikan penilaian numerik dari
seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari
0.10, konsistensi dianggap memuaskan.
3. Penghitungan Supermatriks
a). Unweighted Supermatrix (supermatriks tanpa pembobotan), dibuat secara langsung dari
semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan antar elemen yang
mempengaruhi satu sama lain;
b). Weighted Supermatrix (supermatriks berbobot), dihitung dengan mengalikan nilai dari
supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot cluster yang terkait;
23
c). Komposisi dari Limiting Supermatrix (Supermatriks terbatas), dibuat dengan
memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil.
Stabilisasi dicapai ketika semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap node
memiliki nilai yang sama. Langkah-langkah ini dilakukan dalam software Super Decisions,
yang merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan untuk aplikasi ANP. Setiap
subnetwork, prosedur yang sama diterapkan dan alternatif diberi peringkat.
Penentuan bobot kepentingan dari faktor penentu dengan menggunakan hasil supermatriks-
terbatas dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui proses
sintesis. Hasil yang diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh
prioritas keseluruhan dari alternatif.
24
ANEKA BENTUK JARINGAN
Terdapat aneka bentuk jaringan dalam ANP. Beberapa bentuknya antara lain dapat
berupa hierarki, holarki, jaringan analisa BCR (benefit-cost ratio), dan jaringan secara umum,
dari yang sederhana sampai yang kompleks (Ascarya, 2005).
1. Hierarki
Bentuk jaringan yang paling sederhana adalah hierarki linier yang juga dipergunakan
dalam AHP. Secara umum struktur hierarki linier berupa cluster-cluster dengan level tertinggi
berupa tujuan, kemudian kriteria (dan sub-kriteria kalau ada), dan alternatif sebagai cluster pada
level terendah. Secara umum struktur hiererki linier dapat dibaca pada gambar berikut.
2. Holarki
Bentuk jaringan kedua dalam ANP adalah holarki. Jaringan holarki merupakan jaringan
dimana elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster pada level yang paling tinggi dependen
terhadap elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster pada level yang paling rendah, sehingga
terdapat garis hubungan antara cluster level terendah dengan cluster level tertinggi. Secara umum
struktur jaringan holarki dapat dibaca pada gambar berikut ini.
25
3. Jaringan Analisa BCR (Benefits-Costs Ratio)
Bentuk jaringan ketiga dalam ANP adalah jaringan analisa BCR. Salah satu bentuk
sederhananya adalah jaringan pengaruh (impact). Jaringan pengaruh mempunyai dua jaringan
terpisah untuk pengaruh positif dan pengaruh negatif. Secara umum struktur jaringan pengaruh
BCR dapat dibaca pada gambar di bawah. Setelah dihasilkan bobot untuk masing-masing
alternatif pada kedua jaringan, benefit-cost ratio (BCR) masing-masing alternatif dihitung
dengan membagi bobot pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif. Angka terbesar BCR
merupakan kebijakan dengan prioritas tertinggi yang diusulkan.
4. Jaringan Umum
Bentuk jaringan keempat dalam ANP adalah jaringan yang tidak memiliki bentuk khusus.
Ada yang sangat sederhana, namun struktur jaringan umum ini dapat juga berbentuk jaringan
yang kompleks yang melibatkan banyak cluster, dependensi, dan feedback. Secara umum
struktur jaringan umum yang kompleks dapat dibaca pada gambar berikut ini.
26
JARINGAN BCR DALAM ANP
Di antara bentuk jaringan dalam ANP adalah jaringan analisa BCR. Salah satu bentuk
sederhananya adalah jaringan pengaruh (impact). Jaringan pengaruh mempunyai dua jaringan
terpisah untuk pengaruh positif dan pengaruh negatif. Contoh aplikasi dengan menggunakan
struktur jaringan pengaruh (dengan software ANP) misalnya tentang mencari strategi
pembangunan terbaik dengan adanya dibangunnya Trans Sumatra Highway (TSH) di Sumatra,
Indonesia (Ascarya, 2005).
Dalam bentuk ini, setelah dihasilkan bobot untuk masing-masing alternatif pada kedua
jaringan, benefit-cost ratio (BCR) masing-masing alternatif dihitung dengan membagi bobot
pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif. Angka terbesar BCR merupakan kebijakan
dengan prioritas tertinggi yang diusulkan dan didapatkan.
Struktur jaringan untuk analisis BCR dapat juga diperluas dengan mengikutsertakan sub-
jaringan opportunity dan risk, sehingga jaringan utama memiliki empat subjaringan untuk
benefit, opportunity, cost, dan risk. Secara umum struktur jaringan BCR lengkap dapat dibaca
pada gambar berikut ini.
Untuk melakukan Analisa Benefits, Opportunities, Cost dan Risk sebagai analisa
strategis, perhitungannya menggunakan metode Pairwise Comparasion. Secara struktural,
sebuah keputusan dibagi menjadi tiga bagian, pertama sistem penilaian, kedua merits dari
keputusan benefit cost opportunities dan risk (BOCR) sebagai pertimbangan membuat
keputusan, dan ketiga hirarki atau jaringan keterkaitan, fakta (objektif) yang membuat sebuah
alternatif keputusan lebih diinginkan dibanding yang lainnya (Saaty, 2001). Hasil dari beberapa
alternatif yang di prioritaskan, didapatkan tiga hasil: kondisi umum (standard Condition) B/C,
27
Pessimistic B/(CxR) dan Realistic (BxO)/(CxR). Alternatif yang terbaik dipilih dengan nilai
Realistic yang tinggi dan alternatif terpilih tersebut dipertimbangkan sebagai keputusan yang di
tentukan dari alternatif lainnya.
Contoh aplikasi dengan menggunakan struktur jaringan analisis BCR (dengan software
ANP) lengkap misalnya tentang hubungan dagang Cina dengan US. Di sini cluster level
keduanya mempunyai empat subjaringan Benefits, Costs, Opportunities, dan Risks. Secara
umum, keempat subjaringan memiliki cluster alternatif yang sama, namun cluster tujuan dan
kriterianya berbeda. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa subjaringan memiliki
jaringan yang rumit dan memiliki sub-subjaringan di dalamnya.
Selain jaringan dalam bentuk analisa BCR (benefit-cost ratio), terdapat beberapa bentuk
jaringan ANP yang lain, seperti jaringan berbentuk hierarki sederhana, holarki, dan jaringan
secara umum, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Tentu saja hal itu tergantung dari
sejauh mana kompleksitas masalah yang hendak diurai.
28
29
BAGIAN KEDUA
30
ANALISIS PENGURAIAN MASALAH PENGEMBANGAN SUKUK KORPORASI DI
INDONESIA PENDEKATAN METODE ANP
(ANALYTIC NETWORK PROCESS)
Nila Dewi
ABSTRAK
Sebagai instrument keuangan Islam sukuk telah menciptakan suatu competitive advantages bagi
pemain di pasar keuangan Islam, dimana mampu menunjang mobilisasi pendanaan dalam
pembangunan perekonomian. Meski dalam jumlah penerbitan maupun nilai emisi mengalami
selalu mengalami kenaikan, namun pertumbuhannya sukuk korporasi sangatlah lambat.
Secara umum, permasalahan terbagi menjadi 4 aspek yaitu 1) aspek emiten: kurangnya
komitmen, pemahaman, averse to risk, rendahnya rating perusahaan; 2) aspek investor:
pengetahuan, averse to risk, investor yang kurang bervariatif, profit oriented; 3) aspek
penunjang: insentif, perpajakan, sosialisasi, pemahaman underwriter; 4) aspek pasar: dominan
konvensional, keterbatasan instrument, rendahnya nilai issuance yang tidak seimbang dengan
kebutuhan pasar, pasar sekunder kurang likuid. Oleh karena itu, penelitan ini mencoba untuk
mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam
perkembangan sukuk korporasi di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masalah yang paling dominan diantaranya 1) kurangnya
pemahaman (emiten); 2) pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3) kurangnya pengetahuan
(investor); 4) insentif (penunjang) dan 5) rendahnya nilai issuance yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar. Adapun alternatif solusi yang dinilai paling utama terdiri dari 1) sosialisasi
intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; dan 5)
adanya insentif. Berdasarkan kendall‟s coefficient of concordance (W) menunjukan adanya
tingkat kesesuaian (rater agreement) yang relatif lebih besar pada responden praktisi
dibandingkan dengan pakar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan instrument keuangan
sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih dipertimbangkan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
31
Konsep keuangan dunia berbasis syariat Islam dewasa ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Salah satunya dengan peranan instrumen investasi berupa sukuk atau yang
dikenal pula dengan obligasi syariah. Perkembangan produk sukuk bermula terjadi di negara-
negara Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga kini meluas ke berbagai negara Eropa dan Asia
lainnya. Beberapa negara yang cukup aktif dalam pasar sukuk global dengan berdenominasi
mata uang lokal maupun dolar antara lain Malaysia, UAE, juga Bahrain dan Inggris. Adapun
pertumbuhan hingga dua bulan pertama di 2011, penjualan sukuk global mencapai 2,8 miliar
dolar AS, meningkat pesat dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 676 juta dolar
AS (Global Sukuk Markets, 2011).
Tatanan sistem keuangan yang didasari upaya menggerakan sektor riil serta dukungan
regulasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2002, Dewan
Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah.
Sebagai implementasi atas fatwa tersebut, perkembangan sukuk dimulai pada Oktober 2002
ketika PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang pertama kali di pasar modal. Selain
itu, disahkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU
SBSN menjadi saat yang penting bagi pengembangan pasar sukuk. Hingga perkembangan
selanjutnya pada tahun 2010 muncul fatwa No: 76/DSN-MUI/ VI/2010 mengenai SBSN Ijarah
Asset To Be Leased dengan memperluas struktur penerbitan. Undang-undang dan fatwa tersebut
diharapkan mampu menunjang aspek regulasi dalam penerbitan sukuk sehingga mendorong
perkembangan sukuk domestik termasuk pasar sukuk korporasi.
142.617
200%
150000 130.841
123.219 150%
100.358 100%
100000 89.181
81.581
63.095 50%
37.588,26
50000 37.637 0%
11.532,99 25.716,85
4.699,70
3.174 5.498 7.015 7.715 7.915 -50%
175 740 1.424 2.009 2.282
0 -100%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011*
Grafik 1.1 Perkembangan Total Nilai Emisi Sukuk Korporasi, Sukuk Negara dan Obligasi
Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2002 perkembangan jumlah nilai emisi sukuk
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan pasar modal syariah salah satunya
ditandai dengan maraknya penawaran umum sukuk dengan akad ijarah, dan pada saaat itu nilai
emisi sukuk tumbuh sebesar 92% sebesar Rp 1.424 trilyun. Hal ini sejalan dengan diterbitkannya
fatwa No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah. Dapat dilihat pula kenaikan
32
terjadi di tahun 2007 hingga 2008 yang cukup signifikan sebesar 39% dan 73% dimana aspek
pendorongnya adalah telah terbitnya paket peraturan No.IX.A.14 tahun 2006 tentang penerbitan
efek syariah dan akad yang digunakan di dalamnya.
Kenaikan juga terjadi pada tahun 2009 dengan nilai emisi Rp 5.6 trilyun, peningkatan ini
antara lain disebabkan oleh penurunan suku bunga bank, sehingga obligasi menjadi sumber
pendanaan yang relatif lebih murah. Selain itu, terbitnya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
pada tahun 2008 telah dapat dijadikan acuan bagi sukuk korporasi. Meski secara pertumbuhan
mengalami penurunan, nilai total emisi sukuk pada tahun 2010 tetap mengalami kenaikan yaitu
mencapai Rp7.715 trilyun dibandingkan emisi di akhir 2009 sebesar Rp7.015 trilyun.
Dari data perkembangan sukuk diatas, dapat dilihat bahwa meski dalam jumlah
penerbitan maupun nilai emisi mengalami selalu mengalami kenaikan, namun pertumbuhan
sukuk korporasi sangatlah lambat Jika dibandingkan obligasi, walaupun pertumbuhannya
obligasi juga terbilang lambat, namun secara perbandingan nilai emisi, emisi sukuk korporasi
sangatlah kecil. Adapun melihat sukuk negara sebagai instrumen syariah pula, menunjukan
pertumbuhan yang lebih cepat dimana tahun terakhir mencapai 46%. Hal itu mengindikasikan
adanya masalah tertentu yang menghambat pertumbuhan sukuk korporasi.
Kondisi demikian sebagaimana juga dikemukakan oleh Rahmany (2010), ia menyatakan
bahwa meski penerbitan sukuk sepanjang 2010 menunjukkan peningkatan, penerbitan obligasi
korporasi yang berbasis syariah di Indonesia masih rendah. Berdasarkan uraian diatas, mengingat
pasar sukuk memiliki potensi yang sangat besar, namun masih dihadapkan pada pertumbuhan
yang relatif lambat, maka penulis bermaksud menganalisis permasalahan yang muncul dalam
upaya perkembangan sukuk korporasi, khususnya di Indonesia secara komprehensif dan
sistematis.
Istilah sukuk berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari „sakk‟ yang
berarti dokumen atau sertifikat. Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic
Finance Institution (AAOFI, 2008):
“Sukuk are certificates of equal value representing undivided shares in ownership of
tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets of particular
projects or special investment activity.”
Adapun menurut Islamic Financial Services Board (IFSB, 2009) definisi sukuk adalah:
“Certificates with each sakk representing a proportional undevided ownership right
in tangible assets, or pool of predominantly tangible assets, or a business venture
(such a mudharabah).”
Dari definisi diatas, sukuk dapat diartikan sebagai sertifikat dengan nilai yang sama yang
mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap asset yang tangible, manfaat dan jasa,
kepemilikn asset atas suatu proyek, atau kepemilikan dalam aktivitas bisnis atau investasi
khusus. Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13 tahun 2009 mengenai penerbitan efek syariah, sukuk
adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu‟/undivided share)) atas:
a) aset berwujud tertentu (a‟yan maujudat);
b) nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a‟yan) tertentu baik yang sudah ada
maupun yang akan ada;
33
c) jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada;
d) aset proyek tertentu (maujudat masyru‟ mu‟ayyan); dan/atau
e) kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah).
Di Indonesia, pada awalnya sukuk lebih dikenal dengan istilah obligasi Syariah. Namun,
sejak peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM)
No.IX.13.A mengenai Penerbitan Efek Syariah dan ditetapkannya UU. No.19/2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara, istilah sukuk menjadi lebih sering digunakan.
34
Keunggulan sukuk terletak pada strukturnya yang berdasarkan aset nyata. Hal ini
memperkecil kemungkinan terjadinya fasilitas pendanaan yang melebihi nilai dari aset yang
mendasari transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas bagian pendapatan yang dihasilkan dari
aset sukuk di samping hak dari penjualan aset sukuk (Tim Kajian Bapepam LK, 2009).
Secara ringkas, perbandingan karakteristik sukuk dan obligasi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Sukuk dan Obligasi
Deskripsi Sukuk Obligasi
Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi
Sifat instrument Sertifikat Instrumen pengakuan utang
kepemilikan/penyertaan
atas suatu asset
Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin Bunga/kupon, capital gain
Jangka waktu Pendek-menengah Menengah-panjang
Underlying asset Diperlukan Tidak diperlukan
Pihak yang terkait Obligor, SPV, investor, Obligor/issuer, investor
trustee
Price Market Price Market Price
Investor Islami, konvensional Konvensional
Pembayaran pokok Bullet atau amortisasi Bullet atau amortisasi
Penggunaan hasil Harus sesuai syariah Bebas
penerbitan
Sumber: Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah.www.dmo.or.id
Obligasi konvensional diterbitkan dengan menjanjikan hasil dengan kupon yang tetap
(fixed), mengambang (floating) atau dapat juga dengan diskonto (zero coupon bond), sedangkan
obligasi syariah diterbitkan dengan beberapa akad antara lain akad ijarah memperoleh hasil tetap
(fixed), akad mudharabah/musyarakah dengan tingkat hasil yang mengambang (floating), atau
dengan akad istishna yang dapat disamakan dengan zero coupon bond (Amir, 2007).
35
Sumber: Materi Seminar Potensi Sukuk BUMN PT PLN, 2011
Gambar 2.1 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Ijarah PLN 2010
2. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
Mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan
dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya.
Pemodal Issuer
Rp ekspertise
Shahibul Maal Mudhari
b
Kegiatan
Nisbah Nisba
Usaha h
Rp Rp
Pendapatan Yang dibagi Hasilkan
Rp
Modal
Pengembalian Dana
36
Gambar 2.2 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Mudharabah Indosat 2002
3. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
Musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk
membangun proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha.
4. Istisna‟, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna‟ dimana
para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun
harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
5. Salam merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
38
2.6 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, data yang digunakan merupakan data primer yang didapat dari hasil
wawancara (indepth interview) dengan dengan pakar dan praktisi, yang memiliki pemahaman
tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada pertemuan
kedua dengan responden.
3.3 Metodologi
Analytic Network Process (ANP) juga merupakan teori matematis yang mampu menganalisa
pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode
ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas
masalah secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh
prioritas terbesar. ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor dependence serta
feedback nya secara sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan
melakukan pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan yang
digunakan yaitu benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang
mempengaruhi output atau keputusan yang dihasilkan (Saaty, 2006).
40
6. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur
kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan
lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang
mempengaruhi keputusan.
41
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun
empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi sukuk serta melalui indepth
interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh permasalahan yang
sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa
pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui
mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar
perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan
diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output berbentuk
prioritas dan supermatriks. Hasil dari setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri
(Ascarya, 2011).
b. Rater Agreement
Rater agreement adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian (persetujuan) para
responden (R1-Rn) terhadap suatu masalah dalam satu cluster. Adapun alat yang digunakan
untuk mengukur rater agreement adalah Kendall‟s Coefficient of Concordance (W;0 < W≤ 1).
W=1 menunjukan kesesuaian yang sempurna (Ascarya, 2010).
Untuk menghitung Kendall‟s (W), yang pertama adalah dengan memberikan ranking
pada setiap jawaban kemudian menjumlahkannya.
∑ (3.2)
Nilai rata-rata dari total ranking adalah:
( ) (3.3)
Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:
∑ ( ̅) (3.4)
Sehingga diperoleh Kendall‟s W, yaitu:
(3.5)
( )
Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan bahwa penilaian atau pendapat dari
para responden memiliki kesesuaian yang sempurna. Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau
semakin mendekati 0, maka menunjukan adanya ketidaksesuaian antar jawaban responden atau
jawaban bervariatif (Ascarya, 2011).
42
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Dekomposisi
4.1.1 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan sukuk korporasi di Indonesia
dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek emiten, investor, penunjang dan pasar.
Cluster-cluster secara keseluruhan dikelompokan menjadi cluster problem dan solusi.
a. Problem Emiten
1.) Lack of commitment; kurangnya komitmen dari perusahaan dalam keinginan
menerbitkan instrumen sukuk sebagai alternatif sumber pendanaan jangka panjang yang
utama. 2.) Lack of understanding; kurangnya pemahaman emiten yang turut
menyebabkan kurangnya minat untuk menerbitkan sukuk. 3.) Averse to risk; bagi
perusahaan yang belum pernah menerbitkan, sukuk merupakan instrumen baru yang tentu
membutuhkan pertimbangan khusus. Perusahaan tidak mau mengambil resiko banyak
dengan penerbitan instrumen baru sehingga lebih memilih cukup menerbitkan obligasi
yang telah dipakai lebih dulu. 4.) Rendahnya rating perusahaan; rating perusahaan
menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menerbitkan sukuk.
Perusahaan dengan rating yang tergolong dalam investment grade (A,BBB+) memiliki
kemampuan yang baik dalam menyerap pasar.
b. Problem Investor
1.) Lack of knowledge; yaitu masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh investor.
Dalam hal ini, investor belum mengetahui karakteristik dan kelebihan yang dimiliki
sukuk. 2.) Averse to risk; resiko yang dipertimbangkan investor salah satunya adalah
resiko pengembalian pada sukuk mudharabah yang bergantung pada kinerja perusahaan.
Selain itu, menurut Tim Kajian Bapepam LK (2010) investor juga dihadapkan dengan
resiko likuiditas di pasar sekunder yang pertumbuhannya cenderung lambat. 3.) Investor
yang kurang bervariatif; sukuk memiliki peluang investor yang lebih luas baik investor
syariah maupun konvensional, yang berasal dari perbankan, asuransi, dana pensiun,
reksadana, serta BUMN. Namun, pada kenyataannya sukuk lebih didominasi terserap
oleh asuransi konvensional dan perbankan syariah. 4.) Profit oriented dan floating
mayority; yaitu investor cenderung bersikap konservatif dengan memilih mana yang lebih
menguntungkan tanpa melihat dan mempertimbangkan aspek syariah. Investor akan
berminat membeli sukuk jika memang dinilai mampu memberikan imbal hasil yang lebih
tinggi dibandingkan instrumen konvensional.
c. Problem Penunjang
1.) Tidak adanya insentif dari pemerintah; sukuk merupakan alternatif produk
pendanaan yang baru jika dibandingkan instrumen lainya yang telah muncul seiring
berkembangnya sistem keuangan konvensional. Sehingga diharapkan pemerintah dapat
memberikan perlakuan khusus demi mendorong berkembangnya pasar sukuk yaitu
dengan adanya insentif bagi emiten maupun investor. 2.) Kejelasan regulasi perpajakan;
peraturan perpajakan menjadi unsur penting yang menentukan minat terhadap instrumen
sukuk. Meski beberapa pakar menilai masalah perpajakan sudah dapat teratasi, namun
sebagian menilai belum ada ketentuan baku yang khusus. 3.) Kurangnya sosialisasi;
masih kurangnya pemberian pengetahuan secara khusus instrumen pasar modal syariah
yaitu sukuk kepada masyarakat turut menjadikan pula banyaknya pelaku pasar yang tidak
mengetahui secara jelas karakteristik dan aplikasi sumber pendanaan melalui instrumen
sukuk. 4.) Terbatasnya pemahaman penjamin emisi (underwriter); Saat ini penjamin
emisi yang aktif dan mengerti akan penebitan sukuk masih terbatas. Penjamin emisi
43
disamping harus memiliki strategi promosi yang baik juga harus mampu menciptakan
inovasi produk dan paham jelas karakteristik yang dimiliki sukuk.
d. Problem Pasar
1.) Conventional dominant; pada kondisi financial dual system Instrumen keuangan
termasuk sukuk dihadapkan pada persaingan dengan obligasi sehingga timbul tantangan
tersendiri untuk dapat lebih meningkatkan trend sukuk. Selain itu, juga mengingat pasar
obligasi khususnya memang lebih banyak diserap oleh pasar konvensional. 2.)
Keterbatasan instrumen; saat ini sukuk masih memiliki keterbatasan dalam segi jenis
akad maupun jangka waktu (tenor). Sukuk yang telah diaplikasikan baru terdiri dari
sukuk dengan skim ijarah dan mudharabah. 3.) Nilai issuance atau emisi yang rendah,
yang tidak sesuai dengan permintaan investor; pada kondisi pasar, sering terjadi
ketidakseimbangan antara demand dan supply dimana jumlah supply yang ada tidak
mampu memenuhi kebutuhan investor atau dapat dikatakan masih terbatas. 4.) Pasar
sekunder yang kurang likuid; kecenderungan investor dengan hold to maturity dan
jumlah seri yang diperdagangkan terbatas menyebabkan rendahnya nilai transaksi di
pasar sekunder, sehingga likuiditas pasar menurun dan akibatnya investor akan
cenderung meminta imbal hasil yang lebih tinggi dari obligasi.
44
4.1.2 Jaringan ANP
Untuk menjawab pertanyaan, tabel dilengkapi pula dengan deskripsi skala/rating yang akan
digunakan serta responden diberikan lampiran jaringan ANP yang telah disusun.
45
Aspect
Total Wp=0.213
We=0.676
Pakar
W=0.154
PASAR
Praktisi
PENUNJANG
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 INVESTOR
EMITEN
Dalam problem emiten, sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.5 baik pakar maupun
praktisi setuju bahwa memang terdapat masalah yang krusial dalam segi emiten, dengan nilai
rater agreement yang tinggi sebesar (Wp=0.668) dan (We=0.584). Adapun hal yang menjadi
perhatian bagi keduanya yaitu masih kurangnya pemahaman dari emiten dan komitmen.
Begitupun secara keseluruhan, problem yang paling krusial selanjutnya adalah kurangnya
komitmen, averse to risk dan hambatan rendahnya rating perusahaan dengan tingginya nilai rater
agreement sebesar (W=0.613).
Problem Emiten
Total Wp=0.668
We=0.584
Pakar W=0.613
Rating Perusahaan
Praktisi Averse to Risk
Understanding
0 0,2 0,4 0,6
Commitment
Gambar 4.5 Prioritas Problem Emiten
Untuk problem investor, yaitu ditunjukan pada gambar 4.6 para pakar berpendapat
bahwa masalah yang paling penting terletak pada hal profit oriented dan floating mayority dan
kurangnya pengetahuan, dengan nilai (We=0.146). Sedangkan praktisi sukuk percaya bahwa
kurangnya pengetahuan investor tetap merupakan problem yang utama, kemudian masalah
averse to risk, dengan nilai rater agreement yang lebih besar yaitu (Wp=0.388). Secara
keseluruhan, kurangnya pengetahuan menjadi problem yang menjadi perhatian lebih dari
pendapat pakar maupun praktisi dengan (W=0.137).
46
Problem Investor
Wp=0.388
Total
We=0.146
W=0.137
Pakar Profit oriented &
floating mayority
Praktisi Variasi investor
Averse to risk
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Knowledge
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa dalam problem penunjang para pakar menilai bahwa
aspek yang paling bermasalah adalah kurangnya insentif dari pemerintah dan pemahaman
underwriter, dengan nilai rater agreement We=0.1. Begitupula berdasarkan hasil untuk praktisi,
insentif juga merupakan aspek yang paling penting, diikuti kemudian aspek sosialisasi dengan
besar nilai rater agreement yang lebih tinggi sebesar (Wp=0.328). Secara keseluruhan, pakar
dan praktisi menyatakan bahwa insentif memang menjadi perhatian khusus, diikuti oleh aspek
sosialisasi, regulasi, dan pemahaman underwriter dengan rater agreement yang relatif rendah
yaitu (W=0.097) artinya jawaban para responden cenderung bervariasi.
Problem Penunjang
Total Wp=0.328
We=0.1
Pakar
W=0.097
Pemahaman underwriter
Praktisi Sosialisasi
Regulasi
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Insentif
47
Problem Pasar
Total Wp=0.68
We=0.34
Pakar W=0.475
Praktisi Rendahnya likuiditas
Nilai issuance
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Instrument terbatas
Con. Dominant
Solutions
Total Wp=0.212
We=0.328
Pakar W=0.017
Roadmap
Praktisi Macro Strategy
Technical
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 Fundamental
48
Pasar
ASPEK
Penunjang
Investor
Emiten
0 0,01 0,02 0,03 0,04
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat kontribusi masing-masing elemen pada setiap
aspek. Jika elemen masalah dalam upaya meningkatkan perkembangan sukuk korporasi secara
keseluruhan dikombinasikan, maka menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman
(lack of understanding) (emiten); 2)Pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3)kurangnya
pengetahuan dari (lack of knowledge) (investor); 4) insentif(penunjang);
Road Map
SOLUSI
Macro
Technical
Fundamental
49
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
4.5 Analisis
Sejak muncul hingga berkembangnya sukuk korporasi di Indonesia, telah dihadapkan
pada berbagai hambatan dan permasalahan. Hal ini menjadi perhatian khusus dari para pakar dan
para praktisi mengingat potensinya yang cukup besar sebagai instrumen keuangan islam,
sehingga perlu adanya upaya-upaya strategis dalam mendorong pertumbuhannya.
Penelitian pada Ascarya (2010) mengungkapkan hambatan yang masih terdapat dalam
sukuk korporasi antara lain: a) kurangnya pemahaman dari korporasi selaku emiten; b)
kurangnya profesi penunjang yang mengerti akan instrumen syariah dan berasal dari
konvensional; c) terbatasnya instrumen yang diperdagangkan. Penulis mencoba membandingkan
hasil penelitian tersebut (tabel 4.4) dengan melihat kondisi telah terbitnya UU N0.19 tahun 2008
tentang SBSN.
Adapun prioritas strategi yang dapat dilakukan antara lain:a.) dukungan aktif dari
pemerintah, tidak hanya kementerian keuangan, namun departemen pemerintah yang biasa
menerbitkan obligasi seperti kementrian BUMN; b) mengembangkan variasi struktur sukuk
untuk berbagai kepentingan sumber pembiayaan; infrastruktur, ekspansi bisnis, dsb; c)
mengembangkan sukuk global.
50
Solusi 1. Dukungan aktif pemerintah 1. Sosialisasi intensif
2. Mengembangkan variasi (fundamental)
struktur sukuk untuk 2. Pengembangan inovasi
berbagai sumber produk (teknikal)
pembiayaan; 3. Pemberian insentif
infrastruktur,ekspansi (teknikal)
bisnis, dsb.
3. Mengembangkan sukuk
global
Berdasarkan hasil kedua penelitian, kurangnya pemahaman dari emiten tetap menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan. Pada hasil penelitian ini, masalah insentif juga menjadi
hal yang penting karena terkait dorongan terhadap emiten, sehingga dengan adanya solusi
berupa pemberian insentif khusunya dalam perpajakan diharapkan korporasi memilih sukuk
sebagai instrumen pembiayaan.
Masalah selanjutnya adalah likuiditas di pasar sekunder, dimana tidak banyak transaksi
dilakukan. Investor cenderung buy and hold, karena karena ketersediaan instrumen sukuk relatif
sedikit sehingga akan sulit memperolehnya ketika membutuhkan. Hasil ini mendukung pendapat
sebagaimana yang diungkapkan oleh Rahmany (2010) dimana menurutnya sukuk korporasi
belum berkembang karena masih terbatasnya likuiditas di pasar sekunder, sosialisasi produk
syariah juga masih kurang. Permasalahan kurangnya sosialisasi banyak dinyatakan para
responden dalam hasil wawancara juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Ascarya (2010).
Sosialisasi intensif menjadi solusi yang menjadi prioritas demi menunjang pemahaman
dari para pelaku pasar khususnya emiten. Upaya ini diharapkan tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah namun juga dari pihak swasta maupun asosiasi. Melihat seluruh problem yang ada,
menunjukan pula bahwa permasalahan terbesar berasal dari aspek emiten, penunjang, dan pasar.
Dari hasil perhitungan tingkat kesesuaian (rater agreement) antar responden menunjukan
nilai koefisien Kendall‟s (W) yang relatif lebih besar pada responden praktisi dibandingkan
dengan pakar, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran 1. Hal itu menunjukan bahwa tingkat
kesepakatan pendapat praktisi lebih besar sehingga dapat memberikan kepercayaan yang lebih.
Adapun pendapat para pakar dengan nilai W yang lebih rendah menunjukan jawaban yang lebih
bervariatif.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitan menunjukan bahwa permasalahan yang muncul terdiri dari 4 aspek
penting yaitu emiten ,investor, faktor penunjang, dan pasar. Masalah dalam upaya
meningkatkan perkembangan sukuk korporasi secara keseluruhan diuraikan, maka
menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman (lack of understanding) (emiten);
2)Pasar sekunder kurang likuid (pasar); 3)kurangnya pengetahuan dari (lack of knowledge)
(investor); 4) insentif(penunjang). Sedangkan prioritas solusi yang mampu menyelesaikan
permasalahan terdiri dari: 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan
regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; 5) insentif.
51
Adapun tingkat kesesuaian atau persetujuan antar responden berdasarkan Kendall‟s
coefficient menunjukan nilai koefisien Kendall‟s (W) yang relatif lebih besar pada responden
praktisi dibandingkan dengan pakar. Hal itu menunjukan bahwa pendapat praktisi memiliki
tingkat kesepakatan yang lebih besar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan instrument
keuangan sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih dipertimbangkan.
5.2 Saran
1. Diharapkan adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam menunjang dan
mendorong upaya mengembangkan instrument keuangan khususnya sukuk korporasi
sebagai sumber alternatif pembiayaan.
2. Bagi para pelaku pasar khususnya korporasi diharapkan dapat lebih mengoptimalkan
peranan instrumen syariah dalam mengembangkan industri dalam negeri disertai peran
aktif masyarakat pada umumnya.
3. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian akademik terkait
instrumen sukuk dan Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah
responden dari pihak-pihak terkait yang berperan dalam implementasi penerbitan sukuk.
DAFTAR PUSTAKA
52
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), 2009, Annual Report,
Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Laporan Statistik
Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Buku Himpunan Peraturan Pasar Modal Syariah dan Kumpulan Fatwa. 2010. Jakarta: DSN-
Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, 2010, Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 76/DSN-MUI/ VI/2010
tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan. Mengenal Sukuk Instrumen Investasi dan Pembiayaan Berbasis
Syariah.www.dmo.or.id, [online], http://www.dmo.or.id, Hotml 3 Maret 2011.
Islamic Financial Services Board, 2009. Capital Adequacy Requirments for Sukuk
Securitisations and Real Estate Investment.
Jobst, Andreas., et.al. 2008, “ Islamic Bond Issuance-What Sovereign Debt Managers Need to
Know”. IMF Policy Discussion Paper, Monetary and Capital Markets Department.
Laldin, Mohamad Akram, 2008, AAOFI Pronouncement on Sukuk, Fiqhi and Maqasidic
Analysis. International Shari`ah Research Academy for Islamic Finance.
Mandiri Sekuritas, Sukuk Korporasi. Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk
Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei
2011.
M. Idris, Umar, 2007, “Evaluation of Research Development on the Islamic Securities (Sukuk)”,
mimeo, International Centre for Education in Islamic Finance. Malaysia.
Nasution, Mulia P. 2006, “Indonesian Sovereign Sukuk : Prospect and Policy”, presented at
International Conference on Islamic Banking, Capital and
Perusahaan Listrik Negara. Pendanaan Investasi Ketenagalistrikan dengan Sukuk.
Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan
Bagi Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011.
PSTTI-Universitas Indonesia. Manajemen Investasi Islam, 2010. Pasar Modal Syariah:Sukuk
Pramono, Sigit. 2006, “Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur;Tantangan
dan Inisiattif Strategis”. SEBI Research Center.
Rahardjo. Sapto. 2003, Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rahmany, Fuad, 2010, Penerbitan Sukuk Korporasi Masih Rendah.[online],
http://www.seputarforex/news.com, Html 5 Maret 2011.
Roikhan, 2009., “Perkembangan Transaksi Syariah pada Sukuk/SBSN di Indonesia dan Malaysia
dalam konsep Kaffah Thinking”, makalah pada National Seminar on Sharia Transaction
Research (Transaksi Muamalat Kontemporer Implementasi dan Tantangannya dalam
Inovasi Produk Keuangan Syariah di Indonesia), Jakarta 3 Juni 2009.
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, “Decision Making with the Analitic Network
Process. Economic, Political, Social and Technological Applications with Benefits,
Opportunities, Costs and Risks”. Springer. RWS Publication, Pittsburgh.
Security Commision Malaysia. 2009, The Islamic Securities (Sukuk) Market, Selangor Darul
Ehsan: Nexis Malaysia
Sukuk Education, 2011. Global Sukuk Markets. .[online], http:// www.sukuk.me.com, html 5
Maret 2011.
Sunarsih. 2008, “Manfaat dan Kelebihan Surat Utang Negara Syariah (Sukuk) Atas Surat Utang
Negara yang Berupa Obligasi Konvensional Berbasis Bunga”Vol. 2.No.2 Juni.
53
Tariq, Ali Arsalan . 2004. “Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, dissertation ,
Degree of Masters of Science at Loughborough University, UK.
Normalized Normalized
Name by cluster Limiting Name by cluster Limiting
Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. 2010. Kajian Pasar
Sekunder Efek Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kementerian Keuangan
Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritisasi Syariah (Efek Beragun
Aset Syariah).2010. Kementerian Keuangan; BapepamLK
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah, 2010. Kajian Pengembangan Produk Syariah di
Pasar Modal (Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna). Kementerian Keuangan;
BapepamLK
Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2010. Kajian Pasar
Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. Kementerian Keuangan; BapepamLK
Wulandari, Etty Retno. Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah. Dipresentasikan pada
Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi Badan Usaha Milik
Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011.
www.aaoifi.com
54
ASPEK
Emiten 0.37515 0.037515 Investor 0.19142 0.019142
Problem Emiten Problem Investor
Komitmen 0.26547 0.026547 Pengetahuan 0.37342 0.037342
Pemahaman 0.46335 0.046335 Averse to risk 0.2323 0.02323
Averse to risk 0.15818 0.015818 Variasi investor 0.19693 0.019693
Rating perusahaan 0.113 0.0113 Profit oriented 0.19735 0.019735
Penunjang 0.2302 0.02302 Pasar 0.20323 0.020323
Problem Penunjang Problem Pasar
Dominan
Tidak ada insentif 0.35845 0.035845 konvensional 0.09448 0.009448
Regulasi
perpajakan 0.20662 0.020662 Instrumen terbatas 0.24834 0.024834
Sosialisasi 0.25561 0.025561 Nilai issuance rendah 0.27743 0.027743
Pemahaman Pasar sekunder
underwriter 0.17932 0.017932 kurang likuid 0.37975 0.037975
SOLUSI
Fundamental 0.21237 0.021237 Technical 0.30254 0.030254
Pendidikan formal 0.20939 0.020939 Inovasi produk 0.2818 0.02818
Sosialisasi intensif 0.39768 0.039768 Insentif 0.27757 0.027757
Mengoptimalkan
GCG 0.14758 0.014758 Marketing 0.26348 0.026348
Peran kualitas
lemb.penunjang 0.24535 0.024535 Program pelatihan 0.17716 0.017716
Strategi Makro 0.2557 0.02557 Roadmap 0.22939 0.022939
Basis investor Regulasi dan
domestik&asing 0.21267 0.021267 pedoman baku 0.31249 0.031249
Dorongan pada
BUMN 0.31831 0.031831 Grand design edukasi 0.27414 0.027414
Pendidikan khusus
underwriter 0.19118 0.019118 Kompetensi SDM 0.24003 0.024003
Directed market
driven 0.27784 0.027784 Konvergensi sharia 0.17334 0.017334
compliance & best
practice global
55
Normalized Normalized
Name Limiting Name Limiting
by cluster by cluster
ASPEK
Emiten 0.39994 0.066742 Investor 0.15568 0.02598
Problem Emiten Problem Investor
Komitmen 0.34028 0.014196 Pengetahuan 0.27429 0.011443
Pemahaman 0.36794 0.01535 Averse to risk 0.20149 0.008406
Averse to risk 0.15096 0.006298 Variasi investor 0.22436 0.00936
Rating perusahaan 0.14082 0.005875 Profit oriented 0.29986 0.01251
Penunjang 0.33453 0.055825 Pasar 0.10985 0.018331
Problem Penunjang Problem Pasar
Dominan
Tidak ada insentif 0.31305 0.021767 konvensional 0.10959 0.00762
Regulasi perpajakan 0.23359 0.016242 Instrumen terbatas 0.35114 0.024416
Sosialisasi 0.20393 0.01418 Nilai issuance rendah 0.26743 0.018595
Pemahaman Pasar sekunder
underwriter 0.24942 0.017343 kurang likuid 0.27184 0.018902
SOLUSI
Fundamental 0.20695 0.034536 Technical 0.40285 0.067226
Pendidikan formal 0.22281 0.025351 Inovasi produk 0.31512 0.043025
Sosialisasi intensif 0.33401 0.038004 Insentif 0.2507 0.034229
Mengoptimalkan
GCG 0.25347 0.02884 Marketing 0.25571 0.034914
Peran kualitas
lemb.penunjang 0.18971 0.021585 Program pelatihan 0.17847 0.024368
Strategi Makro 0.24132 0.040271 Roadmap 0.14888 0.024844
Basis investor Regulasi dan
domestik&asing 0.16532 0.013167 pedoman baku 0.25761 0.029311
Dorongan pada
BUMN 0.36176 0.028813 Grand design edukasi 0.28082 0.031952
Pendidikan khusus
underwriter 0.23848 0.018994 Kompetensi SDM 0.2144 0.024395
Directed market Konvergensi sharia
driven 0.23445 0.018673 compliance & best 0.24716 0.028122
practice global
56
GEOMETRIC MEAN PRAKTISI
Normalized Normalized
Name Limiting Name Limiting
by cluster by cluster
ASPEK
Emiten 0.28796 0.048054 Investor 0.23339 0.038948
Problem Emiten Problem Investor
Komitmen 0.19784 0.008254 Pengetahuan 0.47351 0.019755
Pemahaman 0.55741 0.023255 Averse to risk 0.23538 0.00982
Averse to risk 0.15817 0.006599 Variasi investor 0.14791 0.006171
Rating perusahaan 0.08658 0.003612 Profit oriented 0.14319 0.005974
Penunjang 0.1382 0.023062 Pasar 0.34045 0.056813
Problem Penunjang Problem Pasar
Dominan
Tidak ada insentif 0.38302 0.026632 konvensional 0.07985 0.005552
Regulasi perpajakan 0.21576 0.015002 Instrumen terbatas 0.24827 0.017263
Sosialisasi 0.30307 0.021073 Nilai issuance rendah 0.22469 0.015623
Pemahaman Pasar sekunder
underwriter 0.09816 0.006825 kurang likuid 0.44719 0.031094
SOLUSI
Fundamental 0.16176 0.026994 Technical 0.28284 0.0472
Pendidikan formal 0.22511 0.025613 Inovasi produk 0.35213 0.048079
Sosialisasi intensif 0.47313 0.053833 Insentif 0.28217 0.038527
Mengoptimalkan
GCG 0.11702 0.013315 Marketing 0.20302 0.027719
Peran kualitas
lemb.penunjang 0.18474 0.02102 Program pelatihan 0.16268 0.022211
Strategi Makro 0.30441 0.0508 Roadmap 0.25099 0.041884
Basis investor Regulasi dan
domestik&asing 0.30073 0.023952 pedoman baku 0.40765 0.046382
Dorongan pada
BUMN 0.24217 0.019288 Grand design edukasi 0.27389 0.031163
Pendidikan khusus
underwriter 0.13281 0.010578 Kompetensi SDM 0.1605 0.018262
Directed market Konvergensi sharia
driven 0.32428 0.025828 compliance & best 0.15796 0.017973
practice global
57
KENDALL’S COEFFICIENT OF CONCORDANCE (W)
Fundamental Technical
Praktisi 0.452 Praktisi 0.123
Pakar 0.1 Pakar 0.188
Total 0.189 Total 0.055
Strategy Makro Roadmap
Praktisi 0.232 Praktisi 0.428
Pakar 0.222 Pakar 0.036
Total 0.082 Total 0.093
58
LAMPIRAN 2
Problem Investor
Problem Investor Wp=0.388
We=0.146 G Mean
G Mean Profit
P6
E1 Oriented
Profit P7 Variasi
E2 Oriented Investor
Variasi P8
Averse to
E3 Investor P9 Risk
E4 Averse to Knowledge
P10
E5 Risk
Knowledge 0 0,5 1
0 0,2 0,4 0,6
Problem Problem
Penunjang Penunjang
G Mean We=0.1 G Mean Wp=0.328
E1 P6 Pemahaman
Pemahaman
E2 underwriter P7 underwriter
Sosialisasi Sosialisasi
E3 P8
E4 Regulasi P9 Regulasi
E5 P10 Insentif
Insentif
0 0,2 0,4 0,6 0 0,5 1
P9 Instrumen E4 Instrumen
P10 Conv.Dominant E5 Conv.Dominant
0 0,2 0,4 0,6 0,8
PRIORITAS INDIVIDU ASPEK SOLUSI
Solusi Solusi
Fundamental Fundamental
Wp=0.452 We=0.1
G Mean G Mean
P6 E1
L.Penunjang L.Penunjang
P7 E2
P8 GCG GCG
E3
P9 Sosialisasi E4 Sosialisasi
P10 P.formal E5 P.formal
Macro Macro
G Mean Strategy G Mean Strategy
P6 Wp=0.232 We=0.222
E1
P7 Directed market Directed market
E2
driven driven
P8 Pendidikan E3 Pendidikan
underwriter underwriter
P9 Dorongan BUMN E4 Dorongan BUMN
P10 E5 Membuka pasar
Membuka pasar
asing asing
0 0,2 0,4 0,6 0 0,2 0,4 0,6
Ascarya, 2005, ”Analytic Network Process (ANP): Pendekatan Baru Studi Kualitatif”, Makalah
disampaikan pada seminar intern program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di
Universitas Trisakti, Jakarta.
______, 2009, ”The Lack of Profit-and-Loss Sharing Financing in Indonesia Islamic Banks:
Revisited.
______, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking:
The Case of Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI
economic research center.
Ascarya dan Yumanita, 2006, ”The Lack of Profit and Loss Sharing Financing in Indonesian
Islamic Banks: Problems and Alternative Solutions”, paper presented at ”INCEIF Islamic
Banking and Finance Educational Colloquium: Creating Sustainable Development of
Human Capital and Knowledge in Islamic Finance through Education”, KLCC, Kuala
Lumpur, Malaysia.
Azis, Iwan J. 1990. “Analytic Hierarchy Process in the Benefit Cost Framework: A Post-
evaluation of the Trans-Sumatra Highway Project”, Europenan Journal of Operational
Research, vol. 48, no. 1, September 5, 1990.
___________. 2004. A New Approach of Impact Study With Feedback Influence. Indonesia
Symposium on Analytic Hierarchy Process III. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
62
Brans, J. P., P. Vincke, Mareschal, B. 1986. "How to select and how to rank projects: The
PROMETHEE method." European Journal of Operational Research 24: 228-238.
Brans, J.Piere dan Mareschal, B., 1999. How to decide with PROMETHEE (online). Available at
http//Ssmg.ulb.ac.be. (diakses pada 13 Agustus 2012).
Izik, Z, I. Dikmen, dan M.T. Birgonul. 2011. Using Analytic Network Process (ANP) for
Performance Measurement in Construction. Turki: Civil Engineering Department,
Faculty of Engineering Middle East Technical University.
Saaty, Thomas L. 1994. “Highlights and Critical Points in The Theory and Application of The
Analytic Hierarchy Process”, European Journal of Operational Research 74: 426447
_______________. 1996. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The
Analytic Hierarchy Process, RWS Publication, Pittsburgh.
_______________ 1996. Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for
Decision in Complex World. RWS Publications. Pittsburgh.
_______________. 2001. Decision Making With Dependence and Feedback. The Analytic
Network Process. 2nd Ed. RWS Publication. Pittsburgh.
Saaty, T.L and L. Vargas. 1998. Decision Making in Economic, Political, Social and
Technological Environments with the Analytic Hierarchy Process, Vol.VII, AHP series.
RWS Publications. Pittsburgh.
Saaty, T.L. and Ozdemir, M. 2005. The Encyclicon, Pittsburgh, PA: RWS Publications.
Saaty, Rozan W. 2003. "Decision Making in Complex Environments : The Analytic Hierarchy
Process (AHP) for Decision Making and The Analytic Network Process (ANP) for
Decision Making with Dependence and Feedback".
63
______________. 2004. Why Brazilai‟s Criticisms of AHP are Incorrect. Indonesia Symposium
on Analytic Hierarchy Process III. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Yager RR. 1993. Non-Numeric Multi-Criteria Multi-Person Decision Making. Group Decision
and Negotiation 2 (1): 81-93.
64
MENGURAI MASALAH DAN SOLUSI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO SYARIAH DI INDONESIA: PENDEKATAN METODE BOCR ANP
ABSTRAK
Walaupun tumbuh dengan pesat, namun LKMS masih mengalami banyak kendala dalam
pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari
sisi internal maupun eksternal. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab
serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan LKMS di
Indonesia, dengan pendekatan metode BOCR Analytic Network Process (ANP), termasuk
solusi strategis yang diusulkan.
Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek menunjukkan bahwa aspek technical
menjadi aspek prioritas, selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan
SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas 1) Pembinaan/
sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2)
inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan 5) menjadikan
elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.
1
Staf pengajar dan peneliti pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia. Email: tasik_pisan@yahoo.com
2
Pengajar pada Universitas Ibn Khaldun (UIK) Bogor. Juga sebagai konsultan riset pada SMART Consulting.
65
I. PENDAHULUAN
Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai
lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi
dengan berdasar prinsip syariah. Keberadaan LKMS dengan jumlah yang signifikan pada
beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan
LKMS untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan
menunjukkan banyak LKMS yang tenggelam dan bubar.
Dengan melihat fenomena di atas, perkembangan LKMS dipandang belum sepenuhnya
mampu menjawab problem real ekonomi yang ada di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain, belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan
profesional, menyangkut manajemen sumber daya manusia dan pengembangan budaya serta jiwa
wirausaha (entrepreneurship) bangsa kita yang masih lemah, permodalan (dana) yang relatif
kecil dan terbatas, adanya ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan LKMS dengan
operasionalisasi di lapangan, tingkat kepercayaan yang masih rendah dari umat Islam dan secara
akademik belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan lembaga keuangan
syariah dengan cara sistematis dan proporsional. Kompleksitas persoalan tersebut menimbulkan
dampak terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan LKMS diantara lembaga
keuangan konvensional.
Padahal bila dilihat dari latar belakang berdirinya, LKMS merupakan jawaban terhadap
tuntutan dan kebutuhan kalangan umat Muslim. Kehadiran LKMS muncul di saat umat Islam
mengharapkan adanya lembaga keuangan yeng berbasis syariah dan bebas dari unsur riba yang
dinyatakan haram. Jika melihat data, pertumbuhan LKMS di Indonesia (termasuk di dalamnya
BMT) terus meningkat dengan pesat, Menurut Suharto, perkembangan BMT tahun 2010 tumbuh
rata-rata dari sisi aset dalam kisaran 35% - 40%, financing to deposit ratio (dana yang
disalurkan) juga masih sekitar 100%3. Hal ini membuktikan bahwa LKMS dapat diterima oleh
masyarakat sebagai lembaga yang dapat memberdayakan masyarakat kecil.
Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah jelas memiliki arti penting bagi
pembangunan ekonomi berwawasan syariah terutama dalam memberikan solusi bagi
pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis
kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini
menunjukkan peranan LKMS sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga
mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh
pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. LKMS tidak hanya befungsi
dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.
Dilihat secara konsepsi, LKMS merupakan suatu lembaga yang eksistensinya sangat
dibutuhkan masyarakat terutama kalangan mikro. Akan tetapi di sisi lain yaitu dalam bidang
operasionalnya masih memiliki banyak kelemahan. Maka problematika tersebut harus dapat
diatasi dengan baik agar mampu mewujudkan terciptanya citra positif bagi lembaga keuangan
mikro syariah yang bersih serta dipercaya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka
rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apa sajakah masalah-masalah yang
dihadapi oleh institusi lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia? Apa saja solusi yang
3
Lihat Saat Suharto. Outlook BMT 2011. Permodalan BMT Center. 2010
66
tepat? Bagaimana strategi yang harus diterapkan dalam kerangka strategis jangka panjang?
Dengan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP) jaringan Benefit Opportunity Cost
Risk (BOCR), beberapa pertanyaan tersebut akan coba dijawab dan dicarikan solusinya.
4
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal 115
67
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan dan pembiayaan yang
didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat baik yang terhimpun dalam warga
masyarakat, untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi
para anggotanya. LKM secara umum bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan
usaha ekonomi ummat, dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan secara khusus LKM bertujuan : 1). Memecahkan bersama kebutuhan modal
yang dihadapi warga, selaku pengusaha mikro/kecil sebagai bagian dari pelaku ekonomi negeri
ini. 2). Membantu memecahkan kebutuhan modal bagi unit usaha unggulan yang dijalankan oleh
anggota dan masyarakat. 3). Membantu memecahkan kebutuhan dana mendesak yang seringkali
dihadapi warga, sehingga dapat menghindarkan mereka dari rentenir yang menjerat dengan
bunga tinggi.
Adapun LKMS adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme
yang lazim dalam dunia perbankan 5 . Sehingga secara konsepsi LKMS adalah suatu lembaga
yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus yaitu: 1) Kegiatan mengumpulkan dana
dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan
kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan, dan 2) Kegiatan produktif dalam
rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
LKMS merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang
berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip syariah
untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa LKMS adalah Suatu lembaga
keuangan mikro yang menggabungkan unsur profit motive dan unsur nirlaba (sosial) dalam
kegiatan usahanya yang dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah.
Sifat usaha LKMS yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan supaya pengelolaan
LKMS dapat dijalankan secara profesional, sehingga mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Dari
sinilah LKMS akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada deposannya serta
mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolahnya sejajar dengan lembaga lainnya.
Sedangkan aspek sosial LKMS berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota dan
masyarakat sekitar yang membutuhkan6.
5
Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: UII Press. Hal 13
6
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal 129
68
dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan
menanggung.
4. Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen LKMS.
Antara pengelola dan pengurus harus memiliki satu visi dan bersama-sama anggota untuk
memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
5. Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik. Mandiri juga berarti tidak
tergantung dengan dana-dana pinjaman dan ”bantuan” tetapi senantiasa proaktif menggalang
dana masyarakat sebanyak-banyaknya.
6. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi, yakni dilandasi dengan dasar keimanan.
Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan
kepuasan ruhani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan bekal
pengetahuan yang cukup, keterampilan yang terus ditingkatkan serta niat dan ghirah yang
kuat. Semua itu dikenal dengan kecerdasan emosional, spritual dan intelektual. Sikap
profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi mencapai tingkat
standar kerja yang tertinggi.
7. Istiqomah, konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah
putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya
kepada Allah SWT kita berharap7.
7
Idem
69
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik tidak akan berarti tanpa adanya pelaksanaan kerja.
Oleh karena itu perencanaan dan pengorganisasian harus diikuti oleh pelaksanaan dengan kerja
keras, kecerdasan dan kerjasama. Pelaksanaan harus seuai dengan perencanaan yang telah
disusun kecuali jika ada hal-hal yang perlu di sesuaikan.
d. Pengontrolan (controlling)
Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan visi,misi dan program kerja maka harus dilakukan
pengontrolan. Baik dalam suvervisi, pengawasan, inpeksi dan audit. Sehingga penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dapat diawasi dengan baik, dan dapat dilakukan koreksi untuk masa
yang akan datang yang lebih baik.
Fungsi manajemen ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, menjaga
keseimbangan antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai tingkat
efektifitas dan efisiensi. Manajemen secara umum merupakan bagian dari kegiatan ibadah jika
diniatkan untuk mencapai keridhaan Allah. Islam secara rinci mengatur kehidupan manusia
termasuk tentang aktivitas manajemen, walaupun tidak seperti ilmu manajemen sekarang yang
berkembang. Namun islam memiliki aturan dasar yang dapat dijadikan pijakan dalam
merumuskan sistem manajemen yang disebut manajemen syariah atau islami. Beberapa prinsip
atau kaidah teknik manajemen yang ada relevansinya dengan kaidah islam adalah prinsip amar
ma‟ruf dan nahi munkar, kewajiban menyampaikan amanah, kewajiban menegakan kebenaran,
dan kewajiban menegakan keadilan. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik oleh manajemen
LKMS, maka tujuannya akan tercapai.
8
Bilqis, Puspitasari. 2005. Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Baitul Maal Wa Tamwil
Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MUU) Cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur. Thesis pada Universitas
Brawijaya.
70
Berbeda dengan di atas, Susilo dalam penelitiannya9 mencoba merumuskan strategi yang
dapat dilakukan oleh BPRS dalam pengembangan Usaha Kredit bagi UMK. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan
ancaman), merumuskan strategi pengembangan berdasarkan faktor eksternal dan internal, serta
menentukan prioritas strategi pengembangan bagi PT. BPRS Amanah Ummah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang menjadi kekuatan BPRS PT
Amanah Ummah adalah posisi dan strategi yaitu dekat dengan nasabah, sedangkan yang menjadi
kelemahannya adalah terbatasnya kualitas sumber daya insani, yang menjadi peluang adalah
potensi pangsa pasar umat islam yang terletak di lingkungan pesantren, sedangkan yang menjadi
ancaman bagi BPRS adalah banyaknya pesaing dalam usaha kecil menengah. Dari penelitian
tersebut menjelaskan bahwa lokasi strategis, pangsa pasar, kualitas sumber daya insani dan
jumlah para pesaing menjadi faktor pengembangan BPRS. Hal ini dapat juga kita kaitkan dengan
lembaga BMT yang merupakan bagian dari lembaga keuangan mikro. Oleh karena itu, dalam
pengembangan BMT keempat hal tersebut harus diperhatikan dan ditangani dengan baik.
Dalam tempat lain, Muhar menganalisis peran lembaga keuangan mikro bagi masyarakat
kecil serta strategi yang dilakukan dalam pengembangan LKM10. Hasil penelitian menunjukan
bahwa lembaga keuangan mikro mampu memberikan pembiayaan kepada usaha mikro, sehingga
dapat meningkatkan permodalan usaha mikro tersebut. Namun, potensi ini belum dapat
dimanfaatkan dengan optimal karena masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh
lembaga keuangan mikro antara lain aspek kelembagaan yang tumpang tindih, kekurangan
sumber daya dalam pengelolaan LKM serta kurangnya permodalan LKM sendiri. Dalam jurnal
ini peneliti memberikan solusi dengan upaya menguatkan RUU tentang kelembagaan LKM. serta
komitmen pemerintah terhadap keterkaitan UKM dengan pengembangan lembaga keuangan
mikro.
Penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2003 dengan judul
Penerimaan Masyarakat atas keberadaan BMT MUI dilihat dari perilaku anggotanya di Sleman
Yogyakarta11, dengan jumlah respondennya 80 orang menyebutkan bahwa masyarakat mengenal
BMT (37 orang) berasal dari BMT langsung, 2 orang dari koran atau selebaran dan promosi, 22
orang dari teman dan 4 orang dari saudara. Lebih dari Sekitar 47% responden menyatakan setuju
dengan visi dan Misi BMT, 38% yang lain menyatakan setuju. Terhadap prinsip menghindari
riba, 43,75% sangat setuju dan 45% setuju; terhadap sistem jual beli dan bagi hasil, 45%
menyatakan sangat setuju, 37,5% menyatakan setuju. Terhadap produk BMT, 27,5%
menyatakan sangat setuju, 48, 75% setuju. Artinya rata-rata responden setuju.
Siswanto dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Baitul Maal
Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah“ dengan tujuan
penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis model BMT yang dapat memberdayakan
usaha kecil, serta dapat menemukan strategi dan upaya agar BMT mampu memberdayakan
9
Susilo, Joko. 2008. “Rumusan Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah Ummah Dengan Pendekatan
Analytic Network Process”. Tesis pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
10
Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6
No. 4 Desember 2009.
11
Lihat Mu’allim (2003). “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal Al-Mawarid Ed
X, Tahun 2003.
71
Usaha Kecil Menengah 12 . Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Deskriptif dengan
teknik analisis analisa isi tema dari data literatur dan penelitian sebelumnya terkait penelitiannya.
Penelitian ini mencoba menganalisa kelemahan dan pengembangan kelebihan dari lembaga BMT
dengan menggunakan teknik SWOT, kemudian dilanjutkan dengan mengemukakan solusi dan
strategi dalam pengembangan BMT. Diantara kelemahan BMT adalah terdiri dari a) faktor
eksternal (tingkat kompetisi dengan pesaing, koloborasi atau kerja sama dengan lembaga
keuangan, kebijakan pemerintah serta faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal
(produk program pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta pengelolaan
keuangan). Solusi yang ditawarkan terkait dengan permasalahan tersebut, a) harus memfokuskan
diri pada visi dan penciptaan image yang positif bagi masyarakat, prospek bisnis, kapasitas
manajemen, sistem teknologi, operasional dan resiko.
12
Siswanto. 2009, Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha
Kecil dan Menengah. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
72
benefit, opportunities, cost and risk (BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk
mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output atau
keputusan yang dihasilkan13.
3.3.2 Landasan ANP
ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain14:
9. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan
pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa
kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc
(EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
10. Homogenitas; menyatakan bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur
kerangka ANP sebaiknya tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan
lebih besarnya kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang
mempengaruhi keputusan.
Tabel 3.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik
Definition Intensity of Importance
Equal Importance 1
Weak 2
Moderate importance 3
Moderate plus 4
Strong importance 5
Strong Plus 6
Very strong or demonstrated importance 7
Very,very strong 8
Extreme importance
9
Sumber : Saaty, 2006
11. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan
sebagai ukuran dominasi relatif.
12. Dependence condition; diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam
komponen-komponen yang membentuk bagian berupa cluster.
13
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision Making with the Analitic Network Process. Economic,
Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Springer. RWS
Publication, Pittsburgh.
14
Idem
73
Sumber: (Ascarya, 2010)
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun
empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi LKMS serta melalui indepth
interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh permasalahan yang
sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa
pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui
mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar
perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan
diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output berbentuk
supermatriks. Hasil dari setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri15.
15
Ascarya, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of
Indonesia”review of Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research center.
74
Berdasarkan kondisi, permasalahan dan tujuan dari penguraian masalah pengembangan
LKMS di Indonesia maka ditentukan beberapa aspek, solusi, dan strategi pengembangan LKMS
di Indonesia, yaitu:
d. Aspek
Masalah pengembangan LKMS di Indonesia berdasarkan hasil wawancara kepada para
pakar dan praktisi disertai dengan kajian literature maka diperoleh 4 aspek utama, yaitu:
1) Sumber Daya Manusia (SDM): banyak yang hal yang menjadi pertimbangan kenapa aspek
SDM dijadikan salah satu aspek utama dalam mengurai masalah pengembangan LKMS di
Indonesia. Pertama dapat terlihat masih lemahnya pemahaman praktisi LKMS, baik sisi
pengembangan bisnis (ke-LKMS-an) maupun sisi syariah. Pengurus LKMS masih banyak
yang belum memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan prinsip pengelolaan usaha yang
baik dan benar. Dengan kata lain belum terpenuhinya sumber daya insani yang mumpuni di
bidang ekonomi syariah, sehingga dalam praktiknya LKMS seringkali menyimpang dari
prinsip syariah. Disamping itu masalah SDM juga dihadapi oleh adanya Supply oriented.
Praktisi hanya bisa menjelaskan apa yang mereka tahu tetapi tidak bisa menjawab apa yang
ditanyakan oleh masyarakat. Belum memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan
profesional, terutama teknis manajerial juga menjadi masalah SDM dalam kasus ini. Secara
umum sumber daya insani yang dimiliki LKMS di Indonesia relatif belum professional
layaknya lembaga keuangan seperti bank ataupun BPRS.
2) Technical
Secara teknikal terdapat beberapa masalah yang menjadi Kendala dalam pengembangan
LKMS diantaranya validitas data ke-BMT-an tidak ada data yang update dan terstruktur.
Padahal hal tersebut sangat penting untuk membuat proposal sponsorship potensial dari
pihak- pihak terkait. Kurang memadainya fasilitas/infrastruktur Teknologi Informasi (IT),
padahal hal tersebut merupakan salah satu prasyarat penting sebuah lembaga keuangan.
3) Legal/Struktural
Masalah legalitas formal, LKMS yang berkembang di Indonesia tidak didukung dengan
ketentuan hukum dan sistem pengawasan atau pembinaan yang memadai. Masalah
dukungan hukum ini menjadi penting mengingat bahwa LKMS adalah lembaga yang
mengurus dan mengelola dana masyarakat. LKMS juga dihadapkan dengan masalah
pengawasan dan pembinaan yang lemah, tidak seperti lembaga perbankan pada umumnya
(Bank Umum dan BPR yang disupervisi oleh Bank Indonesia).
4) Pasar/Komunal
Salah satu permasalahan yang masuk dalam bagian ini adalah masalah persaingan, baik
persaingan antar LKMS sendiri maupun dengan lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi
pada praktiknya, persaingan yang paling ketat adalah antara LKMS dengan perbankan
syariah yang juga menyediakan layanan mikro. Masalah pada tingkat kepercayaan adalah
kurangnya minat masyarakat dalam menyimpan dana di LKMS karena rasa tidak percaya
kepada LKMS. Bahkan, kebanyakan masyarakat masih belum mengenal LKMS, mereka
lebih mengenal Bank keliling, koperasi, atau lembaga keuangan konvensional lainnya.
e. Solusi
Solusi yang ditawarkan terhadap masalah yang diurai diatas diantaranya adalah:
1) Melakukan inovasi produk. Agar LKMS mampu bersaing dengan lembaga keuangan
mikro konvensional yang telah ada lebih dahulu, maka tentunya LKMS mampu
75
menyeimbangkan produk-produk LKM konvensional. Penetapan produk tentunya
berdasarkan analisa akan kebutuhan pasar. LKMS harus mampu membaca kebutuhan
nasabah saat ini sehingga ada banyak alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah terkait
produk simpanan maupun pembiayaan yang ditawarkan.
2) Kerjasama dengan LKMS lainnya. Melakukan kerjasama dengan LKMS lainnya penting
sekali bagi LKMS terutama LKMS yang memiliki modal rendah. Hal ini tentunya dengan
tujuan agar LKMS dapat berkembang lebih cepat, mengingat kebutuhan pasar akan
lembaga keuangan sejenis juga semakin besar.
3) Lokasi Strategis
Penempatan lokasi yang tepat dan strategis merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan perkembangan LKMS. Sudah menjadi ketentuan baku dalam sebuah bisnis
bahwa semakin strategis tempat/lokasi maka akan semakin besar peluang pasar tercipta.
Tentunya penempatan lokasi ini juga perlu dipertimbangkan dengan masak mengingat
segmentasi untuk LKMS adalah para pengusaha mikro/kecil menengah yang hanya
sebagian kecil saja mampu menggapai akses kota dengan mudah.
4) Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi
LKMS merupakan lembaga keuangan dengan segmen usaha kecil menengah sedianya
merangkul banyak kalangan terutama organisasi sosial dan pemerintahan setempat.
Wujud sinergi yang dibangun tidak hanya internal LKMS saja akan tetapi organisasi
eksternal pun perlu untuk mengembangkan LKMS di Indonesia. Salah satu contoh kecil
misalnya perkumpulan pengajian di masjid-masjid dapat dijadikan sebagai media
sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal transaksi syariah secara komprehensif dan
baik.
5) Pembinaan/Sosialisasi/Pendampingan masyarakat
Segmentasi dari LKMS adalah usaha kecil menengah dimana mayoritas pengusaha tidak
mendapatkan pendidikan kewirausahaan yang baik. kemampuan nasabah pembiayaan
menjalankan usaha tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kredibilitas nasabah
terutama dalam hal pengembalian pinjaman. Jika nasabah didampingi dan dibina terkait
teknik dan trik menjalankan usaha yang baik, maka risiko kredit macet sebagai akibat
dari gagalnya usaha nasabah dapat diminimalisir. Tidak hanya terbatas pada nasabah
pembiayaan, juga perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat umum yang merupakan
calon nasabah, dengan harapan masyarakat semakin mengenal lembaga keuangan syariah
dan beralih ke transaksi yang sesuai dengan norma-norma agama Islam.
f. Strategi
Alternative dalam model ANP yang terakhir ditawarkan adalah strategi-strategi yang
dapat dilakukan agar LKMS dapat dikembangkan secara maksimal. Strategi tersebut diantaranya
adalah:
1) Koordinasi dengan PINBUK
2) Melakukan Linkage program
3) Optimalisasi peran pemerintah dalam hal pendanaan
Penelitian ini juga merupakan penelitian dengan pendekatan BOCR, yang merupakan
analisa kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang, dan memungkinkan dapat terjadi. Oleh
karena itu berikut juga akan diurai definisi kriteria aspek/solusi/strategis berdasarkan analisis
BOCR.
76
1) Benefit, aspek/solusi/strategis yang dapat memberikan manfaat atau keunggulan bagi
masyarakat pada umumnya dan para pemangku kebijakan seperti pemerintahan dan
manajemen lembaga keuangan mikro syariah baik dari segi SDM, teknikal,
pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi.
2) Cost, yang dimaksud dengan cost disini adalah pengeluaran manajemen LKMS atau
pemerintah berkenaan dengan diterapkannya solusi dan strategi pengembangan
LKMS di Indonesia baik dari segi SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun
legal/struktur organisasi.
3) Opportunity, yang dimaksud dengan Opportunity disini adalah adanya peluang yang
menguntungkan dari aspek SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur
organisasi sebagai akibat adanya pengembangan LKMS di Indonesia.
4) Risk, yang dimaksud risk disini adalah risiko kerugian yang harus ditanggung oleh
manajemen terkait (LKMS) dari aspek teknikal, pasar/komunal, maupun
legal/struktur organisasi.
77
a.1) tingginya inisiatif
masyarakat lokal
a.2) tidak membutuhkan modal
yang besar
a.3) Bebas Riba dan
a.Benefit
Kedzaliman Ekonomi
a.4) Segmen usaha kecil dan
Pembinaan
mikro (UMKM)
masyarakat
ndampingan
sosialisasi/pe
pasar
b.1) Minat Masyarakat terhadap
kebutuhan
sesuai dengan
Inovasi Produk
transaksi syariah semakin
b.2) berkembangnya era
1.SDM
otonomi daerah
b.3) Sektor yang dibiayai
b.Opportunity
sangat fleksibel
pemerintah dlm
lembaga swasta
b.4) jumlah pengusaha kecil
Optimalisasi peran
pendanaan melalui
pusat/sentra
2.Legal/
strategis dengan
lebih besar dari pengusaha
Structure
perekonomian masyarakat
78
BUS
BMT-
BPRS-
Linkage
program
c.1) biaya training SDM dan
pelatihan entrepreneurship
3.Technical
kepada masyarakat
c.2) biaya kepengurusan izin
Analisa Masalah Pengembangan LKMS dengan BOCR
dengan lembaga
Melakukan kerjasama
c.3) biaya
pelatihan
Melakukan
monitoring/pendampingan
pengadaan
koordinasi dengan
PINBUK dalam hal
pemasaran
memanfaatkan kredit
(LSM, tokoh masyarakat, pemda
d.4) Persaingan
4.2.3 Analisa Benefit, Opportunities, Cost, Risk (BOCR)
Analisa ini merupakan analisa penentuan prioritas berdasarkan hasil
perhitungan kriteria yang diinginkan sebagai keuntungan (benefit) dan kriteria
yang tidak diinginkan sebagai biaya (cost). Disamping itu pula terdapat kriteria
berdasarkan peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat terjadi sebagai hal yang
positif (opportunities) dan hal yang negative (risk). Pada penelitian ini hubungan
antara benefit, opportunities, cost, dan risk dipengaruhi oleh faktor-faktor umum
(Saaty, 2001). Untuk melakukan analisa tersebut maka perhitungan dilakukan
dengan menggunakan metode pairwise comparison. Keputusan yang dihasilkan
terbagi menjadi tiga bagian, 1) sistem penilaian, 2) merits dari keputusan BOCR
sebagai pertimbangan membuat keputusan, dan 3) hierarki atau jaringan
keterkaitan, fakta (objektif) yang membuat sebuah alternative keputusan lebih
diinginkan dibanding yang lainnya (Saaty, 2001).
a) Aspek
Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian ANP dilakukan maka
hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
SMART CONSULTING | 79
Hasil perhitungan berdasarkan tabel 1 maka dapat dilihat di tabel 2 berikut
ini:
b) Solusi
Setelah tahapan penilaian ANP kriteria aspek dilakukan maka perhitungan
berikutnya adalah analisis solusi. Hasil nilai yang diperoleh dari pairwise
comparison BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3: Bobot Solusi
NAME SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 Normalized
0.08497 0.05676 0.08249 0.04126 0.20299 0.46849156
Benefit 3 8 2 3 5 2 b
0.01302 0.00870 0.01264 0.00632 0.03111 0.07180690
Cost 4 1 4 4 4 6 o
SMART CONSULTING | 80
Opportunit 0.06850 0.04576 0.06650 0.03326 0.16365 0.37769125
y 4 6 4 6 2 9 c
0.01487 0.00993 0.00722 0.03553 0.08201027
Risk 5 7 0.01444 3 5 3 r
Keterangan:
SS1: Inovasi produk
SS2: Kerjasama dengan LKS lainnya
SS3: Lokasi strategis
SS4: Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media
sosialisasi
SS5: Pembinaan/Sosialisasi/pendampingan masyarakat
c) Strategi
Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian ANP dilakukan maka
hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
SMART CONSULTING | 81
Benefit 0.155918 0.07157278 0.240998 0.468488 0.468491562 b
Cost 0.023898 0.01097014 0.036938 0.071806 0.071806906 c
Opportunity 0.125699 0.05770096 0.194289 0.377689 0.377691259 o
Risk 0.027294 0.01252894 0.042187 0.08201 0.082010273 r
TOTAL 0.999993 1
Keterangan:
SG1: Koordinasi dengan PINBUK
SG2: Linkage Program
SG3: Optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam
pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari 4 aspek penting yaitu: SDM,
teknikal, aspek legal/struktural, dan aspek pasar/komunal. Solusi yang diberikan
terbagi menjadi lima solusi utama yaitu 1) melakukan inovasi produk-produk
pembiayaan dan pendanaan LKMS, 2) bekerjasama dengan LKS lainnya, 3)
lokasi strategis, 4) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan
media sosialisasi, 5) pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat.
Sedangkan strategi yang diberikan terbagi menjadi tiga strategi utama
diantaranya adalah 1) koordinasi dengan PINBUK, 2) linkage program, dan 3)
optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan.
SMART CONSULTING | 82
Dikarenakan penelitian ini menggunakan analisa BOCR sebagai
pendekatan sintesis, maka output yang dihasilkan dihitung berdasarkan
perhitungan realistic dan additive. Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif
aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya
diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi
secara keseluruhan berdasarkan nilai BOCR maka menghasilkan urutan prioritas
1) Pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama,
selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama
dengan LKS lainnya, dan yang menempati prioritas terakhir adalah 5)
menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.
Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan
pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari 1) mengoptimalkan peran
pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi dengan PINBUK, dan 3)
linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah.
5.2. Rekomendasi
Sementara itu, beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diberikan
penulis antara lain:
4. Diharapkan adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam
menunjang dan mendorong upaya pengembangan industri keuangan
syariah khususnya dalam hal ini LKMS.
5. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian
akademik terkait lembaga keuangan mikro syariah. Prioritisasi masalah
dan solusi dalam pengembangan LKMS ini layaknya mampu memberi
masukan tepat kepada seluruh pihak terkait, masalah apa yang seharusnya
lebih dahulu diselesaikan dan solusi mana yang paling tepat.
6. Penelitian selanjutnya dengan pendekatan yang sama (ANP) disarankan
agar dapat menambah jumlah responden dari pihak-pihak terkait yang
dipandang paham akan masalah LKMS di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, 2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in
Islamic Banking: The Case of Indonesia”review of Indonesian economic
and business studies vol.1 LIPI economic research center.
Ascarya dan Yumanita, Diana, 2010,”Determinan dan Persistensi Margin
Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper series
No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia.
Ascarya, 2005, “Analytic Network Process (ANP) Pendekatan Baru Studi
Kualitatif”. Makalah disampaikan pada Seminar Intern Program Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta
SMART CONSULTING | 83
Bilqis, Puspitasari. 2005. Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada
Baitul Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MUU)
Cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur. Universitas Brawijaya.
Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Yogyakarta: UII Press.
Mu‟allim, Amir, 2003. “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan
Syariah”. Jurnal Al-Mawarid Ed X, Tahun 2003.
Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009.
Nursali, dkk. 2004. Strategi Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
dalam Memberdayakan Potensi Usaha Kecil dan Menengah sebagai
Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Universitas Brawijaya: Unpublished.
Rahman, Abdul. 2007. “Islamic Microfinance: A Missing Component in Islamic
Banking”. Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies, 1-2 (2007).
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta: UII Press.
Rusydiana, Aam Slamet dan Abrista Devi. 2012. “Aplikasi Metode ANP untuk
Mengurai Problem Pengembangan BMT di Indonesia”. Mimeo.
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision Making with the Analitic
Network Process. Economic, Political, Social and Technological
Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Springer.
RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, Thomas L. 2001. Theory and Applications of the Analytic Network
Process, Pittsburgh: University of Pittsburgh.
Siswanto. 2009, “Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) Dalam
Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”. Tesis pada Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Smolo, Edib. 2007, “Microcrediting in Islam: Islamic Micro-financial
Institutions”. Paper dipresentasikan pada International Conference on
Islamic Banking and Finance, IIUM Malaysia, April 2007.
Suharto, Saat. 2010, Outlook BMT 2011. Permodalan BMT Center: Jogjakarta.
Susilo, Joko. 2008. “Rumusan Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah
Ummah Dengan Pendekatan Analytic Network Process”. Tesis pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wibowo, Hendro. 2006, “Peranan Perbankan Syariah dalam Menggerakkan
Sektor Riil.” Paper, presented at National Seminar and Colloquium;
“Perkembangan Sistem Keuangan Syariah di Indonesia Kini dan
Tantangan Hari Esok”, Bandung Institute of Technology, September 30
(2006).
Widiyanto. 2008. “Strengthening Islamic Micro-financing and Micro-enterprises
Development Program”. Paper dipresentasikan pada 1st International
Workshop on Islamic Economic, Jogjakarta Agustus 2008.
SMART CONSULTING | 84
Wijono, Wiloejo W. 2005, “Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai
Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus
Mata Rantai Kemiskinan.” Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus,
November (2005).
Zuhaili, Wahbah, 1999, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah, Jakarta.
SMART CONSULTING | 85
MANUAL ANP
SMART CONSULTING | 86
A. DEFINISI
ANP adalah pendekatan kualitatif Non Parametrik dan Non Bayesian untuk
proses pengambilan keputusan dengan kerangka kerja umum tanpa
membuat asumsi-asumsi. ANP adalah perkembangan dari AHP (Analytical
Hierarchy Process) yang sama-sama dibuat oleh Thomas L. Saaty. Dalam
AHP, setiap elemen dalam hirarki dianggap independen dengan elemen
yang lain. Tapi dalam kenyataannya, ada hubungan interdependen antar
elemen dan juga terhadap alternative. Dan ANP tidak membutuhkan
independence antar elemen, sehingga ANP dapat menjadi alat yang efektif.
SMART CONSULTING | 87
Hubungan antara AHP dan ANP:
1. ANP merupakan pengembangan dari AHP
2. AHP merupakan special case dari ANP
3. AHP unggul dalam simplicity
4. ANP unggul dalam connectivity, komparasi lebih obyektif, prediksi lebih
akurat, hasil lebih stabil dan robust
B. METODOLOGI
AHP dan ANP memiliki landasan yang tidak jauh berbeda. Landasan yang
digunakan dalam kerangka berpikir ANP dan AHP, yakni:
1. Reciprocal
PC (EB,EA) = 1/PC (EA,EB); Jika A = 5 B, maka B = 1/5 A
Jika aspek A 5 kali lebih penting dari aspek B dalam mencapai suatu
tujuan, maka aspek B 1/5 pentingnya dari A.
2. Homogenitas
Elemen-elemen yang dibandingkan sebaiknya tidak memiliki perbedaan
terlalu besar. Skala verbal dikonversi menjadi skala numerik 1 sampai ≥
9.5.
3. Struktur Hierarki (tidak berlaku pada ANP)
Penilaian atau prioritas dari elemen-elemen yang tidak tergantung pada
elemen-elemen yang lebih rendah. Aksioma ini mengharuskan
penerapan struktur yang hierarkis.
SMART CONSULTING | 88
Amat sangat besar lebih 9
8
Sangat lebih besar pengaruhnya 7
6
Lebih besar pengaruhnya 5
4
Sedikit lebih besar pengaruhnya 3
2
Sama besar 1
SMART CONSULTING | 89
Pengukuran skala rasio diyakini paling akurat dalam mengukur faktor-
faktor yang membentuk hierarki. Pengukuran rasio diperlukan untuk
mencerminkan proporsi. Dan agar tetap sederhana, digunakan penilaian
rasio-rasio dari setiap pasang faktor dalam hierarki untuk mendapatkan
(tidak dengan cara langsung memberikan nilai) pengukuran skala rasio.
3. Sintesis
Menyatukan semua bagian yang telah diurai dan diukur menjadi satu
kesatuan
SMART CONSULTING | 90
Kepentingan Lebih Objektif
Lebih Subyektif
5. HASIL Matriks, Supermatriks
Eigenvector Lebih Stabil
Kurang Stabil
6. CAKUPAN Sempit / Terbatas Luas / Tidak terbatas
AHP kasuk khusus
ANP
SMART CONSULTING | 91
Untuk membuat cluster baru, dalam menu utama Super Decision, klik
Design lalu pilih Cluster kemudian New. Kemudian akan muncul
tampilan sebagai berikut untuk mengisi nama pada cluster.
SMART CONSULTING | 92
Setelah selesai, dapat ditambahkan node (criteria dalam cluster). Untuk
membuatnya, arahkan cursor ke cluster yang diinginkan. Klik cursor kanan,
dan klik Create node in cluster.
Setelah node terbuat dalam cluster, relationship antar cluster maupun node
dapat dibuat. Pertama klik ‘Do Connexion’.
Do Connexion
Cluster akan otomatis terhubung juga node di dalamnya terhubung. Arah
panah dimulai dari parent node menuju children node. Setelah meng-klik ‘Do
Connexion’, kemudian arahkan kursor ke parent node dan klik kiri. Kemudian
arahkan kursor ke children node dan klik kanan. Ulangi sampai semua nodes
yang diinginkan terhubung. Jika ingin menghapus connection, lakukan hal
yang sama. Klik kiri di parent node dan klik kanan di children node.
SMART CONSULTING | 93
Setelah model ANP terbuat, maka langkah selanjutnya adalah
mengkonfirmasi model tersebut dengan para responden yang mengerti
akan masalah yang sedang dikaji.
3. Survey
Dalam mengisi survey, responden harus memilih faktor mana yang lebih
penting dan seberapa lebih penting faktor tersebut. Responden harus
menjawab dengan konsisten (reciprocal). Agar responden konsisten
dalam menjawab, questionnaire dapat dibuat seperti di bawah ini:
4. Pairwise Comparison
Setelah questionnaire di atas telah diisi oleh responden, maka langkah
selanjutnya adalah meng-input hasil nya dalam ANP. Untuk
melakukannya, klik Access/Compare, lalu klik Node Comparisons.
Kemudian akan muncul window di bawah. Pada line pertama, kita klik di
‘3’. Karena S. H. Resource terletak pada 2 lubang lebih tinggi dari S.
Technical. Pada line kedua kita klik ‘3’, karena S. Top Mgt terletak pada 2
lubang lebih tinggi dari S. H. Resource, dan begitu seterunsya.
SMART CONSULTING | 94
Untuk memastikan apakah jawaban sudah konsisten atau belum, klik
Computations, lalu Show new priorities. Jika index konsistensi di atas
0.1, berarti data belum konsisten. Super Decision dapat membantu
memperbaiki inkonsistensi.
SMART CONSULTING | 95
Selain dengan questionnaire, data
dapat diinput dengan cara lain. Salah
satunya adalah direct data entry. Klik
Misc, lalu Direct data entry. Kemudian
isilah proporsi untuk masing-masing
node. Kemudian uji konsistensinya.
5. Hitung Priorities
Setelah selesai melakukan pairwise comparison, langkah selanjutnya
memindahkan hasil perhitungan ke Ms. Excel. Klik Computations, lalu
Priorities, klik Copy Values. Kemudian paste di Ms. Excel.
SMART CONSULTING | 96
Setelah menginput priorities semua responden dalam satu Sheet,
kemudian blok cells yang sedang ingin dikalkulasi. Lalu pindah ke Sheet
lain kemudian klik Paste kemudian Transpose.
gambar di bawah.
Kemudian hitung W.
U = (T1 + T2 + … + Tp) / p
SMART CONSULTING | 97
S = (T1-U)2 + (T2–U)2 + … + (Tp-U)2
MaxS = (n-U)2 + (2n-U)2 + … + (pn-U)2
W = S / MaxS
INVERSE yang
jumlahnya
(merah / biru)
yang lebih
sedikit
Kemudian yang jumlahnya lebih sedikit kita inverse. Jika jumlah merah
dan biru nya sama, pilih salah satunya. Setelah di inverse kemudian
hitung geometric mean nya.
GMk = (R1*R2*…*Rn)1/n
SMART CONSULTING | 98
Hasil dari GMean, kemudian kita beri warna sesuai dengan jumlah yang
lebih banyak (merah atau biru). Setelah itu kita input hasilnya ke file
baru di Super Decision. Kemudian lihat Priorities nya, dan itulah GMean
dari para responden.
8. Membuat Graph
Setelah menghitung geometric mean, maka langkah terakhir adalah
membuat graph. Sehingga memudahkan peneliti untuk menginterpretasi
hasil dari penelitian tersebut.
Hasil di atas adalah priorities tiap responden, GMean total, dan rater of
agreement (W).
SMART CONSULTING | 99
Biodata Penulis
Aam Slamet Rusydiana, saat ini adalah Staf Pengajar dan Peneliti pada STEI Tazkia
dan konsultan pada Shariah Economic Applied Research and Training (SMART)
Consulting. Juga pernah menjadi Asisten Peneliti Bank Indonesia Direktorat PPSK
(Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan). Menyelesaikan S1 ekonomi Islam di
STEI Tazkia dan sedang proses tahap akhir studi pada PPIE Universitas Indonesia.
Berpengalaman membantu riset pada beberapa lembaga riset dan survei,
diantaranya: InterCAFE IPB (International Center for Applied Finance and
Economics, Institut Pertanian Bogor), dan LSI (Lembaga Survei Indonesia). Penulis
dapat dihubungi di email tasik_pisan@yahoo.com dan nomor ponsel
087770574884.