Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Bauksit

Bauksit adalah salah satu bijih alumunium dengan komponen utama


alumina, silika, besi dan titan (Winanto. 2017). Bauksit dapat terbentuk dari
batuan yang mempunyai kadar alumunium relatif tinggi, kadar besi rendah dan
sedikit kadar kuarsa bebas. Bauksit pada umumnya adalah batuan yang terhidrasi
alumunium oksida dengan beberapa unsur pengotor seperti silikon dioksida,
titanium dioksida, dan hematit (Husaini, dkk, 2014). Jenis mineral utama bauksit
adalah gibsit (Al2O3 3H2O) dengan kadar utama Al2O3, SiO2, TiO2 dan Fe2O3.
Bauksit laterit terjadi di daerah tropis dan sub-tropis dan membentuk perbukitan
landai yang memungkinkan terjadinya pelapukan yang cukup kuat (Winanto.
2017). Bauksit merupakan jenis endapan utama untuk memproduksi bijih logam
alumunium (Wulansari, dkk, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih bauksit adalah sebagai
berikut (Winanto. 2017) :
1. Iklim, kuarsa mulai larut sehingga yang tertinggal sebagai sisa adalah
alumina dan hematit ada suhu lebih besar dari 200C. Akumulasi bebas dari
CO2 (pada permukaan Bumi) dimulai sejak musim panas. Pada waktu
musim panas, di daerah tropis terjadi pemisahan silika dan oksida besi
maupun alumina. Musim penghujan merupakan masa ketika terjadi
pembentukan Al2O3 dan Fe2O3 sehingga beriklim tropis penting dalam
pembentukan bauksit.
2. Batuan sumber, batuan-batuan yang relatif kaya alumunium dan silika
maupun besi yang mempunyai kadar rendah penting dalam pembentukan
bauksit.
3. Aliran air tanah, aliran air tanah yang lambat dan dalam waktu yang lam
akan mengangkut bahan-bahan hasil pelindian (pelarutan selektif), tetapi

14
tidak menyebabkan terjadinya proses pengikisan endapan yang terbentuk
sebagai konsentrasi residu (sisa).
4. Waktu, pelapukan yang cukup lama umumnya berumur pada awal sampai
pertengahan tersier. Tipe endapan laterit adalah tipe bauksit yang banyak
mengandung alumunium di daerah tropis dalam bentuk gibsit.

3.2 Parameter Kualitas Bauksit

Untuk menentukan tinggi atau rendahnya kualitas bijih bauksit diperlukan


parameter sebagai berikut :
1. Kandungan Alumunium Oksida (Al2O3)
Alumunium Oksida (Al2O3) merupakan unsur terpenting untuk menentukan
kualitas, karena unsur tersebut akan digunakan untuk proses pemurnian menjadi
alumina yang selanjunya digunakan untuk membuat alumunium. Kualitas Al2O3
dibedakan menjadi 3 kelas cadangan yaitu kelas A dengan kualitas Al2O3 > 50%
,kelas B dengan kualitas Al2O3 48% - 50%, dan kelas C dengan kualitas Al2O3
≤48%.
2. Kandungan Silikon Dioksida (SiO2)
Dalam bauksit Silikon Dioksida (SiO2) dianggap sebagai unsur pengotor
yang akan di buang dalam proses pengolahan menjadi alumina. Kualitas SiO2
dibedakan menjadi 3 kelas cadangan yaitu kelas A dengan kualitas SiO2 ≤ 6%,
kelas B dengan kualitas SiO2 6% - 13%, kelas C dengan kualitas SiO2 > 13%.
Tabel 3.1 Kelas Cadangan Bauksit
Kelas Cadangan Al2 O3 SiO2
A >50% ≤6%
B 48%-50% 6%-13%
C <48% >13%

3. Kandungan Hematit (Fe2O3)


Hematit adalah pengotor yang masih bisa dimanfaatkan setelah dipisahkan
dari mineral utamanya.

15
3.3 Quality Control

Quality Control merupakan suatu kegiatan mengendalikan, menyeleksi,


menilai kualitas, sehingga konsumen merasa puas dan perusahaan tidak rugi pada
setiap tahap kegiatan perusahaan. Dalam hal ini, quality control dalam
pertambangan dimaksudkan dalam penjagaan dan pengendalian terhadap kualitas
bahan galian itu sendiri. Hal tersebut dimulai dari awal proses eksploitasi bahan
galian dimulai, dimana kegiatan quality control tersebut sudah mulai dilakukan.
Kualitas bahan galian tersebut haruslah terjaga dari pengotor lainnya seperti
tercampurnya bahan galian dengan lempung, gabro, overburden (OB), dan
pengotor lainnya saat proses penambangan di loading point sehingga material
pengotor tersebut tidak terbawa ke tahap selanjutnya.
Dalam quality control, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Kualitas mutu bahan galian.
2. Tepat waktu, artinya pemenuhan terhadap permintaan konsumen sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dan disepakati oleh pihak perusahaan
dan konsumen.
3. Kepuasan konsumen dimana bahan galian yang diberikan sesuai dengan
harapan konsumen
Tujuan dari quality control itu sendiri adalah usaha untuk menjamin agar
hasil pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan memuaskan
konsumen.
Adapun dalam pelaksanaannya, quality control memiliki tugas dan tanggung
jawab adalah sebagi berikut :
1. Memantau perkembangan semua produk yang diproduksi oleh perusahaan.
2. Bertanggung jawab untuk memperoleh kualitas dalam produk dan jasa
perusahaannya.
3. Tugas utama quality control tetap sama di semua industri. Namun, metode
untuk menentukan kualitas suatu produk bervariasi setiap perusahaan.
4. Dalam produk material, quality control harus memverifikasi kualitas produk
dengan bantuan parameter seperti berat material, tekstur dan sifat fisik lain
dari perusahaan.

16
5. Quality control memonitor setiap proses yang terlibat dalam produksi
produk.
6. Bertanggung jawab untuk dokumentasi inspeksi dan tes yang dilakukan pada
produk dari sebuah perusahaan.
7. Quality control harus memastikan produk dari standar perusahaan
memenuhi mutu.
8. Menjaga checklist proses inspeksi dan protokol yang digunakan dalam suatu
perusahaan.
9. Bertanggung jawab untuk mengidentifikasi masalah dan isu-isu mengenai
kualitas produk dan juga harus membuat rekomendasi kepada otoritas yang
lebih tinggi.
10. Membuat analisis catatan sejarah perangkat dan dokumentasi produk
sebelumnya untuk referensi di masa mendatang.

3.4 Sampling

Sampling adalah suatu proses pengambilan sebagian kecil material untuk


mewakili karakteristik suatu material. Pemilihan metode sampling dan jumlah
sampel yang akan diambil tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
1. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.
2. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi.
3. Lokasi pengambilan sampel (pada zona mineralisasi, alterasi, atau
barren).
4. Kedalaman pengambilan sampel, yang berhubungan dengan letak dan
kondisi batuan induk.
5. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Pemahaman mengenai tipe-tipe endapan harus diperhatikan ketika
hendak mengambil sampel agar pemilihan metode samplingnya tepat dan
efektif. Bentuk keterdapatan sampel dari morfologi endapannya akan
berpengaruh terhadap tipe dan kuantitas sampling. Terdapat empat macam
tipe endapan yang di ketahui yaitu :
1. Endapan berbentuk urat

17
2. Endapan stratiform
3. Endapan Sedimen
4. Endapan porfiri
Adapun peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
sebagai berikut :
1. GPS (Global Positioning System)
2. Palu geologi
3. Meteran
4. Pita
5. Spidol
6. Buku lapangan dan alat tulis lengkap
7. Plastik sampel
8. Sekop berukuran 30 D dan 70 D

3.5 Metode-metode Sampling

Metode-metode sampling adalah sebagai berikut :


1. Sumur uji (Test pit)
Cara pengambilan sampel dengan membuat sumuran, metode ini dapat
dikombinasikan dengan channel sampling. Metode ini digunakan jika lapisan
penutup (overburden) agak tebal (lebih dari setengah meter), sehingga metode
trenching menjadi tidak praktis karena pembuatan selokannya harus agak dalam
sehingga menimbulkan masalah pada pembuangan tanah hasil galian dan
masalah pembuangan air yang mungkin menggenangkan pada selokan,
disamping akan memakan waktu yang lebih lama. Pada umumnya ukuran
lubang test pit ini biasanya dengan kedalaman dapat mencapai 35 meter, akan
tetapi untuk jenis overburden yang lepas-lepas seperti pasir, ukuran lubang pit
harus dibuat lebih besar untuk menghindari longsornya dinding. Demikian pula
ketika kedalaman test pit besar, maka ukuran lubang juga harus dibuat lebih
besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya, ukuran lubang
dipekecil. Jika lapisan penutup sangat lepas-lepas, maka dinding test pitnya di

18
buat miring, sedangkan untuk material yang kompak dinding dibuat tegak
dengan ukuran.
2. Channel Sampling
Channel sampling adalah cara pengambilan sampel dengan membuat alur
(chanel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi).
Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman
3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan.

Gambar 3.1 Sketsa pembuatan channel sampling pada urat (Chaussier et al.,
1987)

Gambar 3.2 Sketsa pembuatan channel sampling pada endapan yang


berlapis (Chaussier et al., 1987)
Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan
pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola)
mineralisasi, antara lain :
1. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang
diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya
pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau
residual.

19
2. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang
diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.
3. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam
satu analisis kadar atau dibuat komposit.

Gambar 3.3 Sketsa pembuatan sub-channel pada mineralisasi berupa urat


(Dimodifikasi dari Annels, 1991)
Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari
setiap alur adalah sebagai berikut :
1. Letak lokasi pengambilan conto dari titik ikat terdekat.
2. Posisi alur (memotong vein, vertikal memotong bidang perlapisan, dll.).
3. Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau
tebal sebenarnya).
4. Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval
atau lokasi sub-channel.
5. Tanggal pengambilan dan identitas conto.
Sedangkan informasi-informasi yang sebaiknya juga dicatat
(dideskripsikan) dalam pengambilan conto adalah :
1. Mineralogi bijih atau deskripsi endapan yang diambil contonya.
2. Penaksiran visual zona mineralisasi (bijih, waste, pengotor, dll).
3. Kemiringan semu atau kemiringan sebenarnya dari badan bijih.
4. Deskripsi litologi atau batuan samping.
5. Dan lain-lain yang dianggap perlu dalam penjelasan kondisi endapan.

20
3. Bulk Sampling
Bulk Sampling adalah merupakan metode sampling dengan cara mengambil
material dalam jumlah yang besar dan umumnya dilakukan pada semua fase
kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi
penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada
suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum
dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan)
suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu
penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan
sumur uji.
4. Chip Sampling
Chip Sampling adalah salah satu metode sampling dengan cara
mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur
dengan lebar  15 cm yang memotong zona mineralisasi menggunakan palu
atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-
pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-
kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah,
maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan
brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti
over sampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih
banyak daripada fragmen yang low grade.
5. Pile Sampling
Cara pengambilan sampel pada pile atau ore bin, untuk ini semua harus tahu
saat mengadakan pengisian (pilling) karena hal ini mempengaruhi letak butiran.
6. Drill Hole Sampling
Cara pengambilan sampel dari hasil pemboran inti dimana prosedur
sampling ini berdasarkan pada alat bor yang digunakan.
7. Paritan uji (trenching)
Cara pengambilan conto dengan membuat parit pada singkapan bijih
memotong atau tegak lurus singkapan.

21
8. Grab Sampling
Grab Sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara
mengambil sebagian fragmen yang berukuran besar dari suatu material yang
mengandung mineralisasi secara acak. Tingkat ketelitian conto pada metode ini
relatif mempunyai bias yang cukup besar.
Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini
antara lain :
a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan
gambaran umum kadar.
b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi
material, dengan tujuan pengecekan kualitas.
c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk
memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.

3.6 Preparasi Sampel

Tahapan pekerjaan preparasi sampel meliputi pencucian, pengeringan,


penyeragaman ukuran butir, mixing dan quartering, sehingga diperoleh sampel
homogen sebesar 3-3,5 kg. Setelah itu dilakukan pendataan sampel yang sudah
tercuci, sebagai dasar untuk penghitungan CF (Concretion Factor) yang nantinya
akan dimasukkan ke dalam database.
Tujuan dari pencucian tersebut adalah :
1. Menghilangkan kotoran berupa clay mineral.
2. Mendapatkan faktor konkresi (CF) bauksit untuk perhitungan cadangan
washed ore.
3. Mendapatkan sampel homogen yang mewakili luas daerah tertentu sesuai
data jarak sumur uji.
Alat–alat yang dipakai dalam preparasi sampel antara lain saringan ayakan,
plastik sampel, palu, skop, dan pompa air. Dalam tahapan penentuan karakteristik
bauksit perlu dilakukan tahapan analisa mengenai kandungan yang terdapat dalam
bauksit tersebut. Sampel yang di dapat di lapangan selanjutnya di analisa melalui

22
beberapa tahapan diantaranya berupa tahapan preparasi sempel dan tahapan
analisis kandungan kimia.
Jenis-jenis sampel bauksit yang dikerjakan di laboratorium dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yakni :
1. Sampel bauksit yang dikapalkan.
2. Sampel produksi harian bauksit yang telah siap untuk dikapalkan.
3. Sampel explorasi dan pengembangan penambangan seperti test pit,
channel sample dan sebagainya.
Tahapan-tahapan preparasi sampel adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi dan Pengamatan Sampel
Sampel yang masuk ke preparasi setelah diamati, dicatat dalam buku
penerimaan conto. Pencatatan conto meliputi nomor urut, kode conto, jumlah
conto, jenis conto, lokasi atau pengirim conto dan tanggal penerimaan.
2. Pencucian Sampel
Tujuan dari pencucian sampel untuk menaikkan kualitas dengan cara
menghilangkan material pengotor berupa clay dan kuarsa, material yang lolos
dari media filter (screen mesh 10) sebagai tailing (ukuran material <2 mm ).
Sementara material dengan ukuran > 2 mm sebagai ore bauksit.
3. Pengeringan Sampel
Tujuan pengeringan sampel untuk menghilangkan kadar air dan
mempermudah dalam proses preparasi selanjutnya. Pengeringan sampel
dilakukan dengan cara dikeringkan dalam udara terbuka atau dioven
dengan suhu ± 100 °C. Pengeringan dilakukan dengan diangin-anginkan atau
dengan menggunakan oven sampai 24 jam.

Gambar 3.4 Pengeringan Sampel

23
4. Crushing
Tujuan dari crushing untuk penyeragaman ukuran butir hingga diperoleh
ukuran < 5 mm.

Gambar 3.5 Crushing


5. Mixing dan Quartering
Tujuan dari mixing dan quartering untuk mereduksi dan memperoleh
sampel yang homogen. Mixing dan quartering dilakukan dengan cara mekanis
menggunakan alat rotary sampel devider/manual hingga diperoleh sampel
yang siap dianalisis dari total jumlah gross sampel.

Gambar 3.6 Mixing dan Quartering


6. Milling (Penggilingan)
Tujuan penggilingan untuk menghaluskan contoh. Contoh dengan partikel
size ± 5 mm digiling halus dengan pulverizer. Kehalusan disesuaikan dengan
kebutuhan analisa (150 – 200 mesh).

24
Gambar 3.7 Milling (Penggilingan)
7. Pengayakan
Tujuan dari pengayakan untuk memperoleh kehalusan butir secara
seragam sesuai dengan kebutuhan analisa. Sampel diayak dengan ukuran mesh
200.

Gambar 3.8 Pengayakan


8. Penyusunan atau Pengiriman ke Laboratorium
Setelah contoh dimasukkan ke dalam kantong – kantong plastik, contoh
disusun berurutan sesuai dengan nomor analisa diagendakan dalam buku dan
siap dikirim ke Laboratorium.

Gambar 3.9 Penyusunan atau Pengiriman ke Laboratorium

25
Sampel yang sudah dipreparasi tersebut, selanjutnya dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan analisis unsur-unsur Al2O3, Fe2O3, SiO2, dan TiO2.

Gross sampel

Ditimbang

PENCUCIAN
(tehadap pengotor berupa matriks
seperti clay yang berukuran < 2mm)

Pengeringan di oven
dengan suhu ± 100°C

DITIMBANG
(Untuk mendapatkan % CF)

Dicrusher size < 5 mm

Direduksi mixing dan quatering

Milling (150-200
mesh)

Pengayakan

Lolos 200 mesh


Arsip Conto (Duplikat) = 0,5 kg
ANALISIS
(SiO2, Fe2O3, TiO2, Al O ,
Moisture Content (MC)

Gambar 3.10 Diagram Alur Proses Preparasi Sampel

26
3.7 Perhitungan Concretion factor (CF) dan Moinsture Content (MC)

1. Concretion Factor
Concretion factor (CF) Merupakan persen berat bauksit bersih tanpa
pengotor. Untuk menentukan Concretion Factor dapat dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut :
Berat sample setelah dicuci
Concretion factor (CF) = Berat sample sebelum dicuci x 100 %

2. Moinsture Content
Moinsture Content (MC) merupakan perbandingan berat air yang
terkandung dalam bijih bauksit dan berat kering bijih bauksit dinyatakan dalam
%. Untuk menentukan Moinsture Content dinyatakan dalam rumus berikut :
Massa Awal− Massa Akhir
Moinsture Content (MC) = Massa Awal−Berat loyang kosong X 100 %

27

Anda mungkin juga menyukai