Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang
menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu, nilai perlu diajarkan agar generasi sekarang dan yang
akan datang mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.
Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter, berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia Indonesia yang kemudian
diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa
yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti
bahwa dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak
yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam diri peserta didik yang
kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
Budi Pekerti
Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini.
Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah
induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan
kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga
dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung.
Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi
moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.
Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti)
yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua
dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi
pekerti.
Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti,
maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke
kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal
yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain,
sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik
dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.
Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar
seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan
hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya.
Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan
sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu
( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini)
Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama,
apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat
bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya)
adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.
Pada dasarnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa,yaitu : Kromo, bahasa halus dan ngoko,
bahasa biasa. Bahasa kromo dipakai untuk menghormat orang tua atau orang yang perlu
dihormat, sedangkan ngoko biasanya dipakai antar teman.
Semua kata yang dipakai dalam dua tingkat bahasa tersebut berbeda, contoh :
Bahasa Indonesia : Saya mau pergi.
Kromo : Kulo bade kesah.
Ngoko : Aku arep lunga.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya
menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata
dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara
teori.
Biasanya ketika anak mulai berumur lima tahunan, secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-
ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain. Inkulturisasi, penanaman
etika ini sangat penting karena menjadi dasar supaya si anak hingga dewasa dapat membawa diri
dan diterima dalam pergaulan dimasyarakat, mampu bersosialisasi dan punya budaya malu.
Punya sikap mendahulukan kepentingan orang lain, peka dan peduli kepada sekeliling dan
lingkungan. Punya kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang dan hormat
dilingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap sejak dini ini penting karena akan
merasuk dalam rasa, sehingga kepekaannya tidak mudah hilang.
Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah
dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang
kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu
diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur,
dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-
wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.
Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang
diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak
dipandang.
Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya,
akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.
Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-
gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak
boleh dikotori.
Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri
semua pemberian alam dan Sang Pencipta.
Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal
tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.
Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan dan dibiasakan bersosialisasi,
ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai
satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan,
keseimbangan dan perdamaian.
Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.
Etika Pergaulan
Sebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam
pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan
kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada
orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang
yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang
lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya,
mengalami kemajuan batiniah.
Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara
umum.
Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari
kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini.
Tatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang
meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa
halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa
menunjukkan sifat tatakrama seseorang.
Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak
dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
1. Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan Mo
Limo, yaitu : Main/berjudi; madon/ main perempuan atau selingkuh;mabuk karena
minuman keras;madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu saja tindakan jahat yang
lain seperti membunuh, menista, mengakali,memeras, menyuap, melanggar hukum dan
berbuat kejam ,harus tidak dilakukan.
2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap terjaga
dan supaya tidak kena malu.Terkena malu bagi orang Jawa tradisional adalah kehilangan
kehormatan.Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan semua harta milik itu tidak
kehilangan apapun; kehilangan nyawa artinya kehilangan separoh hidup kita; tetapi kalau
kehilangan kehormatan artinya kehilangan semuanya.
3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung, desa,
selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar manusia
teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang paling besar
adalah dikarenakan oleh sikap manusia’Ingatlah pepatah : Rukun agawe santoso artinya :
Rukun membuat kita sehat kuat.
4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan kita dan
tidak perlu iri kepada sukses orang lain Ingin hidup sukses harus berusaha dengan keras
dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing
pamrih, rame ing gawe.artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja demi
kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat.Sikap yang demikian ,mudah
menimbulkan tindakan ber-gotong royong, baik dalam lingkungan kecil maupun besar.
6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama dinikmati.
Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang merupakan kebiasaan
yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong royongkan antara lain : sama-sama
membersihkan jalan desa, memperbaiki pra sarana seperti jalan desa, saluran air, balai
desa dsb.Ada juga yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang
warga dll. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang
menghasilkan nilai lebih dipelbagai bidang yang dikerjakan bersama tersebut. Dasar
gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi bidang-
bidang perawatan, pembangunan, produksi dll.Tiap peserta akan menangani bidang
pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan bersinerji dengan ketrampilan
peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.Berdasarkan pengalaman yang sukses dari
gotong royong lingkup kecil, gotong royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang
berskala nasional, regional ,bahkan internasional.
Pada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah
kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang
entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu
dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya para
politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang : Ini zaman edan !
Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek,
tidak semua pemimpin lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil,
trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni
dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa
kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.
Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan
bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada
Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang
dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ).
Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang
menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan
dengan dasar budi pekerti.
Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.
Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan
uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).
JagadKejawen,
Suryo S. Negoro
Berkaitan dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam kegiatan sehari-hari,
secara teknis dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga pengawas harus
dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di sekolah. Sebagai misal, jika
guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu
menjadi sosok yang sabar dihadapan murid-muridnya.
Begitu juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada murid-
muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih dahulu sebagai guru
yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan
sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral yang diajarkan
tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan
ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang
baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding,
mengambil barang milik orang lain, berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral atau
budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua orang siswa yang
bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu, guru dapat memasukkan nilai-nilai
tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan, saling menghormati, dan sikap saling menyayangi
dalam konteks ajaran agama dan juga budaya.
c. Teguran.
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar
mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku
mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat
menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi
pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah yang ditempelkan
pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap peserta didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan
konsisten setiap saat.
Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri, berdoa
sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, dan
membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Dalam realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada peserta didik di sekolah dengan apa
yang diajarkan oleh orang tua di rumah, sering kali kontra produktif atau terjadi benturan nilai.
Untuk itu agar proses pendidikan budi pekerti di sekolah dapat berjalan secara optimal dan
efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang tua murid
berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan budi pekerti yang telah
dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah. Tujuannya ialah agar terjadi singkronisasi nilai-nilai
pendidikan budi pekerti yang di ajarkan di sekolah dengan apa yang ajarkan orang tua di rumah.
Selain itu, agar pendidikan budi pekerti di sekolah dan di rumah dapat berjalan searah,
sebaiknya bila memungkinkan orang tua murid hendaknya juga dilibatkan dalam proses
identifikasi kebutuhan program pendidikan budi pekerti di sekolah.
Dengan pelibatan orang tua murid dalam proses perencanaan program pendidikan budi pekerti di
sekolah, diharapkan orang tua murid tidak hanya menyerahkan proses pendidikan budi pekerti
anak-anak mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga dapat ikut serta mengambil tanggung jawab
dalam proses pendidikan budi pekerti anak-anak mereka di keluarga.
Read more: Pendidikan Budi Pekerti >> Pengertian, Tujuan Pendidikan Budi Pekerti |
belajarpsikologi.com