FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR September 2023 A. Contoh Baik (Best Practice) 1. Menerapkan 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun) baik itu di rumah, di sekolah maupun di lingkungan sekitar. 2. Melaksanakan program di sekolah seperti sabtu bersih setiap dua minggu sekali. 3. Kegiatan keagamaan Islam di luar kelas. 4. Melatih kemampuan berempati.
B. Contoh Buruk (Bad Practice)
1. Berbicara kotor kepada orang tua, teman, guru atau orang di sekitarnya. 2. Membuang sampah tidak pada tempatnya (sembarangan). 3. Perilaku intoleransi kepada orang yang berbeda latar belakang. 4. Pengucilan sosial atau penolakan teman sebaya.
C. Analisis Justifikasi Upaya Sekolah Mengimplementasikan (Learning to
Live Together) 1. Analisis Justifikasi Contoh Baik a. 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun) Upaya sekolah dalam menerapkan 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun) di sekolah adalah agar peserta didik terbiasa melakukan senyum, salam, sapa, sopan dan santun setiap bertemu dengan orang lain. Karakter tersebut merupakan budaya yang telah mendarah daging dari leluhur bangsa Indonesia dan juga ciri khas karakter bangsa Indonesia yang selalu ramah dengan siapapun tanpa memandang agama, ras, suku dan budaya. Hal ini sejalan dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” dimana Bhinneka yang bermakna beragam, Tunggal bermakna satu dan Ika bermakna itu, sehingga jika digabungkan bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sesuai dengan (Learning to live Together) program 5S ini diharapkan peserta didik mampu berinteraksi, berkomunikasi serta hidup menjadi warga yang baik di rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. b. Sabtu Bersih Pogram dilaksanakan supaya peserta didik mampu dan terbiasa baik dalam menjaga kebersihan diri maupun lingkungan di sekitarnya. Jika lingkungan kotor maka akan timbul berbagai macam penyakit seperti gatal-gatal, diare dsb. Selain menimbulkan penyakit, lingkungan kotor dan sampah yang berserakan menganggu kenyamanan karena bau menyengat serta menjadi sarang nyamuk jika terdapat genangan air yang diabaikan. Bau yang menyengat akan mengganggu aktifitas kegiatan dalam pembelajaran tidak hanya peserta didik namun seluruh warga sekolah juga akan terganggu dengan bau tersebut. Dalam pelaksanaanya peserta didik bergotong royong supaya lebih mudah dan cepat membersihkan sampah yang berserakan. Sesuai dengan (Learning to live Together) diharapkan peserta didik peduli dengan kebersihan, kenyamanan, dan keamanan baik diri sendiri maupun orang lain karena hidup di lingkungan yang sama. c. Kegiatan Keagamaan Islam di Luar Kelas Kegiatan keagamaan sangat penting dalam kehidupan sehari hari, karena dengan kegiatan keagamaan akan dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Selain itu, sesuai dengan Learning to Live Together, dengan kegiatan keagamaan, kita dapat menyatu kepada masyarakat, berbangsa dan bernegara. Penanaman nilai-nilai keagamaan tidak hanya melalui proses pengajaran saja, tetapi ada banyak cara untuk menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan kepada peserta didik, yaitu dengan pemberian keteladanan, pemberian motivasi, dan pembiasaan. Contohnya yaitu program sholat berjamaan, tadarus Al-Qur’an, wisata religi, peringatan hari besar Islam, dan lain-lain. Kegiatan keagamaan di luar kelas mempunyai fungsi dan tujuan sebagaimana berikut: Meningkatkan pemahaman siswa terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamalkannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya di masyarakat. Meningakatkan pengetahuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam semesta. Melatih sikap disiplin, jujur, percaya diri dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Memberikan bimbingan dan arahan serta melatih pada siswa agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan, terampil dan cerdas. Memberikan peluang siswa agar memiliki kemampuan komunikasi (human relation) dengan baik. d. Kemampuan Berempati Berempati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan atau pikiran orang lain. Kemampuan berempati sangat penting untuk mengembangkan hubungan social yang sehat dan harmonis. Pendekatan Learning to Live Together dapat membantu siswa melatih kemampuan berempati mereka. Melalui pembelajaran Learning to Live Together, siswa akan diajarkan untuk melihat dan merasakan dunia dari sudut pandang orang lain. Langkah ini dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang tindakan atau perasaan orang lain. Dalam pembelajaran ini, siswa juga diajarkan untuk menghargai perspektif budaya atau religious lainnya. Kemampuan ini bias membantu meningkatkan respek dan toleransi siswa terhadap keanekaragaman sosial dan budaya di lingkungan sekitar mereka. 2. Analisis Justifikasi Contoh Buruk a. Berbicara Kotor Berbicara kotor adalah perilaku yang buruk karena biasanya kata-kata ini jorok dan juga bisa menyinggung perasaan orang yang ada di sekitarnya. Peserta didik tidak boleh dibiasakan berbicara kotor baik di rumah, sekolah maupun masyarakat karena selain buruk juga akan mendapat julukan atau sebutan sebagai anak yang nakal. Sesuai dengan (Learning to live Together) berbicara dengan orang lain tidak boleh menggunakan kata yang kotor karena dapat melukai perasaan orang yang mendengarkan. Peserta didik ketika bersama orang tua, teman, guru dan siapapun itu harus menggunakan bahasa tutur kata yang baik, sopan serta santun. b. Membuang Sampah Sembarangan Membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang buruk karena menggangu kenyamanan bahkan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Peserta didik tidak boleh membuang sampah jajan sembarangan di sekolah karena sampah menganggu kenyamanan selama proses pembelajaran. Sesuai dengan (Learning to live Together) peserta didik tidak boleh mengabaikan sampah yang berserakan di dalam kelas karena selain menggangu dirinya juga mengganggu guru dan teman-temannya ketika belajar di sekolahan. c. Berperilaku Intoleransi Intoleransi adalah sikap yang mempunyai makna negatif umumnya sangat menentang perbedaan. Perilaku ini menjadi pemicu utama rusaknya kerukunan antar individu dan kelompok. Contoh dari perilaku intoleransi yang umum terjadi di lingkungan sekolah, yaitu berteman dengan orang yang satu suku atau segama saja, berprasangka buruk terhadap orang yang berbeda agama atau keyakinan, mengganggu orang yang sedang beribadah, menjauhi kelompok yang dinilai tidak satu pemikiran, dan lain-lain. Sesuai dengan Learning to Live Together, peserta didik seharusnya bergaul dengan semua orang tanpa membedakan kepercayaan masing-masing, menghargai dan memberikan kesempatan kepada teman yang berbeda agama untuk beribadah tanpa mendiskriminasi, menghormati teman yang sedang melaksanakan perayaan hari besar keagamaannya, dan lain-lain. Maka dari itu, toleransi menjadi sikap yang sangat penting karena merupakan tindakan yang menghormati keragaman latar belakang, pandangan, dan kepercayaan. d. Pengucilan Sosial atau Penolakan Pengucilan sosial dan penolakan teman sebaya merupakan fenomena yang banyak terjadi dalam interaksi sosial anak-anak dan remaja. Pengucilan dan penolakan dapat terjadi karena berbagai alasan, dan meskipun pengucilan tidak selalu dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian psikologis, pengalaman pengucilan dapat berdampak buruk pada kesehatan emosional dan perilaku. Banyak orang beranggapan bahwa pengucilan dan penolakan sosial adalah bagian dari pertumbuhan dan bukan merupakan penindasan atau agresi. Hal ini merupakan pertimbangan penting karena tidak semua kejadian penolakan atau pengucilan merupakan penindasan atau bahkan tidak beralasan. Sesuai dengan Learning to Live Together, siswa seharusnya dapat berteman dengan siapapun. Namun, dalam berteman siswa harus memilih teman yang akan diajak berteman, jangan sampai salah memilih teman yan tidak beretika dan tidak sopan sesuai dengan normal yang ada di masyarakat. Kontrol dari masyarakat juga akan membantu dalam meningkatkan peran dan minat dalam berpendidikan. Tanpa adanya ikut serta maka mustahil pendidikan akan berkembang. Sehingga antara orang tua dan masyarakat harus saling memberikan dukungan dan masukan sehingga dapat tercapainya pendidikan sesuai permintaan masyarakat. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan maka pendidikan harus menyesuaikan dengan permintaan masyarakat agar pendidikan dapat tercapai dan dapat meningkatkan mutu SDM.