Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia Endometrium
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama suami : Tn . H
Umur : 42 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Seberang
2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien mengeluh masih nyeri perut bagian bawah sehabis kuretase
kurang lebih 1 hari yang lalu.
2
mengaku mudah lelah. pasien kemudian berobat ke RSUD mattaher dengan
diagnosis hiperplasia endometrium dan telah dilakukan kuretase.
Data Kebidanan
Haid
Menarche umur : 11 tahun
Haid : teratur
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : tidak
Warna : merah kehitaman
Bentuk perdarahan : encer
Bau haid : anyir
Riwayat perkawinan
Status perkawinan : kawin
Berapa kali : 1 kali
Usia : 23 tahun
Riwayat KB
Metode KB yang dipakai : Suntik
Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang pernah diderita :-
Riwayat operasi :-
Riwayat penyakit dalam keluarga :-
3
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
4
Extremitas
Akral Hangat.
STATUS GINEKOLOGIK
Pemeriksaan Luar : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan
28-September-2015
Darah rutin
2.6. PENGOBATAN
Observasi KU, TTV, Perdarahan
Ciprofloxacin 2x500 mg
As. Mefenamat 3x500 mg
Norelut Tab 2x1
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang terletak di
dalam pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di posterior.Uterus
biasanya terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus dilapisi oleh endometrium
dengan ketebalan bervariasi sesuai usia dan tahap siklus menstruasi. Endometrium
tersusun oleh kelenjar-kelenjar endometrium dan sel-sel stroma mesenkim, yang
keduanya sangat sensitif terhadap kerja hormon seks wanita.Hormon yang ada di
tubuh wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium,
dimana estrogen merangsang pertumbuhan dan progesteron mempertahankannya.1
Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan kanalis
endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis. Endometrium adalah lapisan
terdalam pada rahim dan tempatnya menempelnya ovum yang telah dibuahi.Di
dalam lapisan Endometrium terdapat pembuluh darah yang berguna untuk
menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum yang telah dibuahi (yang
biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan endometrium (implantasi),
maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubung
dengan tali pusat pada bayi.
6
Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka
mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan agar hasil konsepsi bisa
tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka korpus
luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah
menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya
lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon
estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa
disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.2,3
7
Arteriol spiral menjadi menonjol pada hari ke sembilan setelah ovulasi.
Mulai pada hari ke sembilan setelah ovulasi, sel-sel stroma menjadi lebih besar,
dengan peningkatan kandungan glikogen dan banyaknya sitoplas (perubahan
pradesidua).Pada saat fertilisasi tidak terjadi, neutrofil tampak di dalam stroma
sekitar 13 hari setelah ovulasi, disertai dengan meningkatnya perdarahan dan
nekrosis fokal kelenjar. (fase pramenstruasi). Dalam fase sekretorik siklus ini,
histology endometrium memungkinkan penilaian yang sangat akurat (dalam 2
hari) mengenai tanggal siklus tersebut dalam kaitan dengan ovulasi.
Menstruasi terjadi akibat penurunan mendadak estrogen dan progesterone
akibat degenerasi korpus luteum.Arteriol spiral kolaps, menyebabkan degenerasi
iskemik pada endometrium.Endometrium menstrual menunjukkan terlepasnya
kelenjar, perdarahan, dan infiltrasi oleh leukosit neutrofil. Keseluruhan
permukaan endometrium hingga lapisan basal terlepas selama menstruasi,
keseluruhan proses ini memerlukan waktu 3-5 hari.1,5
8
Hiperplasia endometrium juga didefinisikan sebagai lesi praganas yang
disebabkan oleh stimulasi estrogen yang tanpa lawan. Hal ini biasanya terjadi
sekitar atau setelah menopause dan terkait dengan perdarahan uterus berlebihan
dan ireguler.1
Menurut referensi lain, hiperplasia endometrium adalah suatu masalah
dimana terjadi penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam
rahim (endometrium), yang biasanya mengelupas pada saat menstruasi.3
Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi
hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron.Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan terjadilah
hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai
dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).4
3.3 Etiologi
9
diketahui berhubungan dengan hiperplasia dan tipe I kanker endometrium. Lesi
dengan hiperplasia berhubungan dengan instabilitas mikrosatelit dan defek pada
gen DNA perbaikan. Mutasi PTEN tumor suppressor gene juga ditemukan pada
55% kasus hiperplasia dan 83% kasus hiperplasia yang berprogresi ke arah kanker
endometrium.8
3.4 Klasifikasi
10
Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium Menurut WHO
11
Gambar 3.5 Simple atypical hyperplasia
12
klasifikasi EIN adalah cara yang lebih akurat dan dapat memprediksi
perkembangan kanker, tetapi belum dilaksanakan secara universal.7
3.6 Patogenesis
Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi dari
onkogen bcl-2 sepanjang fase proliferasi.Bcl-2 merupakan onkogen yang terletak
pada kromosom 18 yang pertama kali dikenali pada limfoma folikuler, tetapi telah
dilaporkan juga terdapat padaa neoplasma lainnya. Apoptosis seluler secara
parsial dihambat oleh ekspresi gen bcl-2 yangmenyebabkan sel bertahan lebih
lama. Ekspresi dari gen bcl-2 tampaknya sebagian diregulasi oleh faktor hormonal
dan ekspresinya menurun dengan signifikan pada fase sekresi siklus menstruasi.
Kemunduran ekspresi dari gen bcl-2 berkorelasi dengan gambaran sel apoptosis
pada endometrium yang dilihat dengan mikroskop elektron selama fase sekresi
siklus menstruasi. Identifikasi dari gen bcl-2 pada proliferasi normal endometrium
sedang dalam penelitian tentang bagaimana perannya dalam terjadinya hiperplasia
endometrium. Ekpresi gen bcl-2 meningkat pada hiperplasia endometrium tetapi
terbatas hanya pada tipe simpleks. Secara mengejutkan, ekspresi gen ini justru
menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.
Peran dari gen Fas/FasL juga telah diteliti akhit-akhir ini tentang kaitannya
dengan pembentukan hiperplasia endometrium. Fas merupakan anggota dari
keluarga tumor necrosis factor (TNF)/Nerve GrowthFactor (NGF) yang berikatan
dengan FasL (Fas Ligand) dan menginisisasi apoptosis. Ekpresi gen Fas dan FasL
meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progesteron. Interaksi antara
ekspresi Fas dan bcl-2 dapat memberikan kontribusi pembentukan dari hiperplasia
endometrium. Ekspresi gen bcl-2 menurun saat terdapat progesteron intrauterin
sedangkan ekspresi gen Fas justru meningkat.
13
Studi diatas telah memberikan tambahan wawasan tentang perubahan
molekuler yang kemudian berkembang secara klinis menjadi hyperplasia
endometrium.Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi peran bcl 2
dan Fas/FasL pada patogenesis molekular terbentuknya hiperplasiaendometrium
dan karsinoma endometrium.
14
wanitapost menopause dengan perdarahan uterus abnormal meningkat 3-4 lipat
saatPap Smear menunjukkan histiosit yang mengaandung sel inflamasi akut
yangdifagosit atau sel endometrium yang normal. Biarpun begitu, penemuan
yangtidak sengaja dari histiosit pada wanita postmenopause tanpa gejala
tidakmemiliki kaitan dengan peningkatan resiko hiperplasia endometrium
ataupunkarsinoma endometrium.
3.8 Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling
seringdikeluhkan oleh wanita dengan hiperplasia endometrium.Wanita
denganperdarahan postmenopause, 15% persen ditemukan hiperplasia
endometriumdan 10% ditemukan karsinoma endometrium.Penemuan penebalan
dindinguterus secara tidak sengaja dengan USG harus diperiksa lebih lanjut untuk
mendiagnosis hiperplasia endometrium.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Hiperplasia endometrium dengan cara USG, kuretase, melakukan pemeriksaan
Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA.
Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.
15
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
biopsi yang dapat dikerjakan dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini juga
dapat menegakkan diagnosis keganasan uterus. kuretase untuk terapi dan
diagnosa perdarahan uterus
2. Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan
mikrokuret.Metode ini juga dapat menegakkan diagnosa keganasan uterus.
4. Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil
kedalam uterus untuk melihat keadaan dalam uterus.Dengan peralatan ini selain
melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi
untuk pemeriksaan histopatologi.
16
3.9 Diagnosis Banding
Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu dapat
dipikirkan kemungkinan:
• Karsinoma endometrium
• Abortus inkomplit
• Leiomyoma
• Polip
3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:
1. Terapi progesterone
Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam
tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa
terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya.9
Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia
endometrial tanpa atipik, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia
dengan atipik. Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-
20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin
(megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk
pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipik. Terapi continuous
progestin dengan megestrol asetat (40-160 mg/hari) kemungkinan
merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan
hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan
dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk
mengevaluasi respon pengobatan.9
2. Histerektomi
Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
pengangkatan rahim. Histerektomi adalah terapi yang terbaik untuk
penderita hiperplasia endometrium kategori atipik.10
17
3.11 Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan
terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien
dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5%
diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.11
3.12 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti:
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan secara rutin untuk
deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim
2. Penggunaan estrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium
3. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
4. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
18
BAB IV
ANALISA KASUS
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
20
perdarahan pervagina yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan
memanjang).
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hiperplasia
endometrium:
USG : Terutama yang transvaginal.
Biopsi : Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya diperiksa dengan
mikroskop (PA)
Dilatasi dan Kuretase (D&C): Leher rahim dilebarkan dengan dilatator
kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan.
Hysteroscopy : Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat
vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di PA-kan.
Pada kebanyakan kasus hiperplasisa dapat diobati dengan obat2an yaitu
dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan
serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain progesteron ini
menimbulkan bercak (spotting).
Setelah mengkonsumsi progeteron dalam waktu tertentu, dilakukan evaluasi
kembali endometriumnya dengan cara di biopsi atau metode sampling lainnya.
Jika tidak ada perbaikan, dilakukan dapat diberikan obat lagi. Histerektomi atau
pengangkatan rahim dilakukan jika anak sudah cukup atau hiperplasia nya jenis
atipik. Namun jika masih ingin punya anak maka masih ada pilihan dilakukan
terapi hormonal.
21
DAFTAR PUSTAKA
22