Matematika
1. Prof. Suryanto
2. Prof. Dr. Rusgianto H.S.
3. Dr. Hartono
4. Tuharto, M.Si.
5. Kana Hidayati, MPd.
6. Sugiyono, M.Si.
SAMBUTAN KETUA PANITIA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
SWT, karena hanya dengan rahmat dan lindunganNya, pada kesempatan kali ini kita dapat
berkumpul kembali pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika dalam rangkaian
kegiatan Lomba dan Seminar Matematika (LSM) Ke-XVII.
Lomba dan Seminar Matematika (LSM) merupakan agenda rutin tahunan yang
diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (Himatika)
FMIPA UNY. Tanpa terasa tahun ini LSM telah menginjak penyelenggaraannya yang
ketujuhbelas. Lomba dan Seminar Matematika (LSM) ini diselenggarakan sebagai kontribusi
kami terhadap dunia pendidikan Indonesia.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada seluruh peserta yang telah
berpartisipasi dalam kegiatan ini, juga kepada para sponsor dan pihak-pihak lainnya yang
telah memberikan dukungan hingga acara ini dapat terlaksana.
Demi kesuksesan pelaksanaan acara ini, panitia telah melakukan segala persiapan
semaksimal mungkin. Namun demikian, apabila sekiranya terdapat kekurangan yang terjadi,
panitia mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu panitia sangat terbuka untuk menerima
kritik dan saran yang membangun sebagai masukan untuk masa mendatang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Desi Kurnia
DAFTAR PESERTA PEMAKALAH
Oleh :
Abstrak
A. Latr Belakang
Adversity Quotient (AQ) merupakan pemahaman tentang apa yang dibutuhkan
untuk mencapai kesuksesan atau kecerdasan mengatasi kesulitan. Stoltz (2000)
mengelompokkan orang menjadi tiga kelompok, yaitu: quitter, camper dan climber.
Seseorang yang memiliki AQ tinggi di sebut climber, dengan sendirinya siswa yang
memiliki AQ tinggi disebut siswa climber . siswa climber selalu berusaha untuk
mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya, tidak mudah puas dengan suatu
pencapaian tertentu, dan tidak mudah menyerah jika mendapatkan kesulitan. Mereka
cenderung menganggap kesulitan itu berasal dari luar dirinya. Kesulitan justru
membuatya menjadi seseorang yang pantang menyerah. Mereka selalu optimis dan
memandang kesulitan hanya bersifat sementara dan dapat diatasi. Potensi yang
dimiliki siswa climber tersebut sangat diperlukan dalam belajar matematika yang
sampai dewasa ini mash sering dianggap sulit bagi sebagian siswa.
Setiap siswa tidak dapat menghindari dari kesulitan dalam belajar matematika
sekolah. Harus disadari bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam
belajar matematika dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Menghindari dari
kesulitan belajar termasuk dalam belajar matematika hanya untuk tujuan pragmatis,
mencari mudahnya saja, itu berarti menjerumuskan diri kedalam kebodohan, dan akan
berhadapan dengan kesulitan lain yang lebih besar. Akibat yang lebih parah ketika
seseorang selalu menghindari dari kesulitan, yaitu matinya daya juang.
Kesulitan yang ditawarkan oleh matematika justru sebaliknya, dapat menjadi
batu sendi untuk memotivasi diri untuk lebih giat mempelajarinya. Kesulitan tersebut
juga dapat menjadi media untuk pembentukan sikap pantang menyerah. Beruntunglah
bagi mereka yang mengalami hambatan dan kesulitan karena menurut John Gray
(dalam Ronnie M 2006) pada semua kesulitan sesungguhnya kesempatan bagi jiwa
untuk tumbuh.
Mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai perguruan tinggi
peserta didik belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika, termasuk dalam
penyelesaian masalah matematika, siswa melakukan proses berfikir. Dalam benak
iswa terjadi proses berpikir sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Proses
Polya (1957) menawarkan suatu strategi untuk memecahkan masalah yang terdiri dari
4 langkah yaitu : (a) memahami masalah, (b) membuata rencana, (c) melaksanakan rencana,
(d) melihat kembali. Dari dua soal tugas pemecahan masalah yang diberikan, ternyata
jawaban siswa identik,sehingga dengan hanya membahas soal TI saja sudah cukup. Oleh
karena itu hasil rekaman berupa jawaban siswa dalam mengerjakan tugas pemecahan masalah
dan hasil resprospeksi dipaparkan dan dibahas sebagai berikut :
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mampu
menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Untuk dapat memahami masalah, ada
beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan, misalnya : (1) baca dan baca ulang masalah
tersebut, pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat; (2) identifikasi apa yang diketahui
dari masalah tersebut; (3) identifikasi apa yang hendak dicari; (4) abaikan hal-hal yang tidak
relevan dengan permasalahan ; (5) jangan menambah hal-hal yang tidak ada sehingga
masalah menjadi berbeda dengan masalah yang kita hadapi (Hudojo & Sutawijaya, 1997 dan
Hudojo, 2003).
CB menulis dengan lancar apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sebagai
berikut:
Dik : budi lebih muda 3 tahun dari aman. Bila dijumlahkan umur mereka adalah 47 tahun.
Untuk dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, CB terlebih
dahulu mengidentifikasi kalimat yang berupa pernyataan dan pertanyaan. Kalimat berupa
pernyataan dikelompokkan menjadi apa yang diketahui, dan kalimat yang berupa pertanyaan
dikelompokkan menjadi apa yang ditanyakan. Kalimat yang berupa pertanyaan dapat di
identifikasi dari kata-kata yang bermakna pertanyaan. Misalnya : ditanya, berapa, berapakah,
ditanyakan, tentukan, tentukanlah, hitung, hitunglah, cari, dan carilah.
Perorangan : mencari umur mereka dengan menggantikan umur budi sebagai x dan umur
aman sebagai x+3 karena aman lebih tua 3 tahun dari budi x+x+3=47
Rencana penyelesaian masalah yang disusun oleh CB dapat dipedomani untuk menyelesaikan
soal tersebut. CB dapat menerima informasi dari masalah sehingga dapat merencanakan
penyelesaian masalah. CB dapat mengintegrasikan langsung Presepsi atau pengalaman
barunya ke dalam skema yang ada di pikianya. Sehingga dapat dikatakan bahwa CB
nelakukan proses berpikir asimilasi dalam merencanakan penyelesaian masalah. Untuk
melakukan asimilasi dalam membuat rencana penyelesaian masalah, CB melakukan proses
berpikir pengandaian yang menggunakan variabel, pesamaan dan model matematika.
Pengandaian x sebagai unsur Budi x+3 sebagai umur Aman menandakan bahwa CB
telah melakukan proses berpikir abstraksi yaitu menggunakan simbol x untuk mewakili umur.
Sebagaimana yang dikemukakan Soedjadi (2000) bahwa dalam soal cerita sering kali kita
melakukan abstraksi dengan menggunakan simbol x atau y atau yang lain untuk mewakili
banyak benda/objek tertentu. Lebih lanjut Soedjadi (2000) mengemukakan bahwa suatu
abstraksi terjadi bila kita memandang beberapa objek kemudian kita “gugurkan” ciri-ciri atau
sifat-sifat objek itu yang dianggap tidak tidak penting atau tidak diperlukan dan akhirnya
hanya diperhatika atau diambil sifat penting yang dimiliki bersama.
Ada tiga macam abstaksi, yaitu abstraksi empirik, ambstraksi empirik-semu, dan
abstraksi reflektif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget bahwa ada tiga abstraksi,
yaitu: empirical abstraction (focusing on objects and their properties), pseudo-emperical
abstraction (focusing on action on objects and the properties of the qaction), and eflection
abstraction occurs though mental action on mentsl concepts in which the metal operations
themselves become new objects pf though.
Dalam pengandaian di atas, x sebagai umur Budi dan x + 3 meupakan objek mental,
sehingga dalam hal ini CB melakukan proses berpikir abstraksi eflektif. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa dalam merencanakan penyelesaian masalah, selain melakukan
asmilasi dan CB juga melakukan abstraksi eflektif.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
dalam merencanakan penyelesaian masalah, selain melakukan similasi dan CB juga
melakukan abstraksi reflektif.
Penyelesaian:
x + x + 3 = 47
x + x = 47- 3
2x = 44
44
x= = 22 tahun
2
Pengecekan kembali : 25 − 22 = 3
Umur mereka berbeda 3 tahun, Aman lebih tua 3 tahun dari Budi
25 + 22 = 47
Jumlah umur mereka berdua adalah 47 tahun.
CB mengecek hasil penyelesaian masalah dengan cara mencari kesesuaian antara hasil
penyelesaian maslaah dengan data yang diketahui. CB memperkurangkan umur Aman
dengan umur Budi dan diperoleh tiga tahun. Ini berarti bahwa umur Aman lebih tua tiga
tahun dari Budi atau umur Budi lebih muda tiga tahun dari Aman. Hal ini cocok dengan yang
diketahui yaitu “umur Budi lebih muda tiga tahun dari Aman”. CB juga menjumlahkan umur
Aman dan Budi dan diperoleh 47 tahun, hal ini juga sesuai dengan yan diketahui yaitu “bila
dijumlahkan umur mereka adalah 47 tahun”.
CB dapat mengecek hasil penyelesaian masalah dengan lancar. Dalam hal ini CB
melakukan proses berpikir asimilasi dalam mengecek hasil penyelesaian masalah. Untuk
melakukan asimilasi dalam mengecek penyelesaian masalah, CB melakukan dengan
mengecek kesesuaian antara hasil penyelesaian dan apa yang diketahui.
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa climber :
1. Berpikir asimilasi dalam memahami masalah dengan melakukan proses berpikir.
(a) mengidentifikasi kalimat yang berupa pernyataan dan kalimat yang berupa
pertanyaan, (b) kalimat yang berupa pernyataan dikelompokkan sebagai yang
diketahui, dan (c) kalimat yang berupa pertanyaan dikelompokkan menjadi apa
yang ditanyakan.
2. Berpikir asimilasi dan abstraksi reflektif dalam merencanakan penyelesaian
dengan melakukan proses berpikir: pengandaian yang menggunakan variabel,
persamaan, dan model matematika;
3. Berpikir asimilasi dan abstraksi reflektif dalam melaksanakan rencana
penyelesaian masalah dengan melakukan proses berpikir: menggunakan sifat
penjumlahan pada kedua ruas persamaan, dan sifat perkalian pada kedua ruas
persamaan; dan
4. Berpikir asimilasi dalam mengecek hasil penyelesaian dengan melakukan proses
berpikir: mengecek kesesuaian antara hasil penyelesaian dan apa yang diketahui.
E. DAFTAR PUSTAKA
Brooks, J.G and Brooks .M.G. 1993.In search of understanding: The case for constructivist
classroom.
Performace and the School Climate. A Dissertation submitted to The University of Mumbal
in
Cooperation Project for Development of Science and Mathematics Teaching For Primary and
Ronnie M, D. 2006. The power of Emotional & Adversity Quotient for Teacher.
Nasional
Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient: Turning Obstacles Into Opportunities
(MengubahHambatanMenjadiPeluang).Terjemahanoleh: T. Hermaya.
Van Someren, Marteen W., Barnard. Yvonne F., dan Sandberg, Jacobin A.C. 1994. The
Think Alound