Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Penyakit Kawasaki
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman
RS PANTI RAPIH 1 1 dari 7
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta Ditetapkan,
Tanggal Terbit Direktur Utama

PPK 26 Mei 2019


dr. Teddy Janong, M.Kes

Pengertian Penyakit Kawasaki (PK) juga dikenal sebagai mucocutaneous lymph


(Definisi) node syndrome. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Tomisaku
Kawasaki tahun 1967 di Jepang sehingga dinamakan penyakit
Kawasaki. Angka kejadian diIndonesia diperkirakan 5000 kasus per
tahun. Penyakit yang menimbulkan vaskulitis sistemik ini belum
diketahui etiologinya hingga saat ini dan terutama menyerang balita.
Komplikasi yang ditakutkan adalah dilatasi atau aneurisma arteri
koroner yang dapat terjadi pada sekitar 25-40 % penderita dengan
segala konsekuensinya seperti trombosis arteri koroner, stenosis arteri
koroner dan infark miokard yang dapat berakhir pada kematian.
Anamnesis Diagnosis PK ditegakkan berdasarkan gejala klinis semata. Belum
ada pemeriksaan yang dapat memastikan diagnosis. Meskipun
demikian, berbagai pemeriksaan penunjang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis.
Secara klinis terdapat 6 kriteria diagnostik berdasarkan gejala pada
fase akut :
1. Demam remiten, dapat mencapai 41˚C dan berlangsung 5 hari
atau lebih
2. Injeksi konjungtiva bilateral dengan manifestasi mata merah,
tanpa eksudat
3. Kelainan di mulut dan di bibir: lidah stroberi, rongga mulut
dan faring merah difus, bibir merah dan pecah
4. Kelainan tangan dan kaki : eritema telapak tangan dan kaki
serta edema (fase akut), pengelupasan kulit jari tangan dan
kaki (fase subakut)

Direktur Pelayanan Medik Ketua KSM Anak

dr. Henry Widyanto H.S., MBA dr. Ratnaningsih, Sp. A


PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 2 dari 7

5. Eksantema polimorfik (berbagai bentuk)


6. Limfadenopati servikal unilateral (diameter >1,5 cm)
Pemeriksaan 1. Injeksi konjungtiva bilateral dengan manifestasi mata merah,
Fisik tanpa eksudat
2. Kelainan di mulut dan di bibir: lidah stroberi, rongga mulut
dan faring merah difus, bibir merah dan pecah
3. Kelainan tangan dan kaki : eritema telapak tangan dan kaki
serta edema (fase akut), pengelupasan kulit jari tangan dan
kaki (fase subakut)
4. Eksantema polimorfik (berbagai bentuk)
5. Limfadenopati servikal unilateral (diameter >1,5 cm)
Kriteria Diagnosis PK dapat ditegakkan jika dijumpai kriteria demam
Diagnosis ditambah 4 dari 5 kriteria lainnya. Terdapatnya kelainan kelainan
arteri koroner pada ekokardiografi bersifat diagnostik meskipun
dijumpai kurang dari 4 kriteria selain demam namun kriteria demam
adalah mutlak (harus ada). Jika ditemukan demam yang disertai
dengan kurang dari empat kriteria lain dan dijumpai kelainan arteri
koroner, disebut sebagai penyakit Kawasaki inkomplit. Terdapat 3
fase penyakit yaitu akut, subakut, dan konvalesen.
1. Fase akut
Terjadi pada saat awitan sampai hari ke-10 dengan gejala dan
tanda tersebut di atas yang merupakan kriteria diagnostik.
Pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan laju endap
darah dan reaktan fase akut (CRP), leukositosis dengan
pergeseran ke kiri, peningkatan SGOT dan SGPT,serta
penurunan kadaralbumin dan hemoglobin. Pada urinalisis,
dapat ditemukan adanya leukosituria.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 3 dari 7

2. Fase subakut
Terjadi pada hari ke 10-25. Saat ini gejala klinis mulai hilang
namun mulai timbul pengelupasan pada kulit jari jari tangan dan
kaki. Mulai terjadi trombositosis sedangkan LED, CRP, SGOT,
SGPT albumin dan hemoglobin mulai kembali normal. Biasanya
pada fase ini komplikasi jantung mulai muncul.
3. Fase konvalesen
Terjadi setelah hari ke 25. Saat ini penyakit sudah tidak aktif lagi
dapat dijumpai garis horizontal di kuku yang dikenal sebagai
Beau’s line.
Diagnosis Kerja Penyakit Kawasaki
& Kode ICD-10
Diagnosis 1. Morbili (Campak)
Banding 2. Reaksi obat
3. Parotitis
4. Stevens Johnson Syndrome
5. Demam Skarlatina
6. Infeksi streptococcus group A ᵦ-hemolitikus
7. Staphylococcal scalded skin syndrome
8. Juvenile rheumatoid arthritis
Pemeriksaan Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang patognomonik untuk
Penunjang PK. Hasil laboratorium konsisten dengan proses inflamasi akut.
Kelainan yang dapat dijumpai :
1. Darah
a. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis
b. Terdapat peningkatan reaktan fase akut : CRP (C Reactive
–Protein), laju endap darah
c. Trombositosis dijumpai pada fase subakut
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 4 dari 7

d. SGOT/SGPT dapat meningkat


e. Albumin serum dapat menurun
f. Peningkatan enzim miokardium seperti creatin
phospokinase MB (CPK MB) menunjukkan adanya infark
miokard
2. Urin
Dapat ditemukan piuria yang steril (akibat urethritis) : pada
urin ditemukan jumlah sel lekosit di atas normal
3. EKG
Rekaman EKG dapat menunjukkan voltase QRS rendah,
interval PR memanjang, ST elevasi atau depresi, QTc
memanjang. Gelombang O yang dalam dan lebar pada antaran
ekstremitas atau prekordial menunjukkn adanya infark
miokard.
4. Ekokardiografi
a. Ekokardiografi mutlak dilakukan untuk mendeteksi
kelainan arterikoroner, lesi katup, efusi perikardium dan
gangguan fungsi jantung.
b. Ekokardiografi pertama dilakukan saat diagnosis
ditegakkan; selain untuk mencarikemungkinan terdapatnya
kelainan koroner, dicari juga adanya kelainan katup,
gangguan fungsi ventrikel kiri, serta efusi perikardium.
c. Jika tidak ditemukan kelainan koroner, ekokardiografi
diulang 2 minggu setelah awitan dan kemudian 6 minggu
setelah awitan. Jika hasil ekokardiografi pada 6 minggu
setelah awitan normal dan laju endap darah sudah normal
maka ekokardiografi tidak harus diulang lagi.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 5 dari 7

d. Jika tidak ditemukan kelainan fase akut, ekokardiografi


ulangan selanjutnya tergantung pada derajat kelainan.
5. Foto dada
Foto dada umumnya tidak banyak memberi informasi. Sering
dijumpai infiltrat ringan pada kedua lapangan paru. Dapat
ditemukan kardiomegali jika terjadi kelainan katup.
6. Kateterisasi jantung
Kateterisasi dan angiografi jantung diperlukan pada kondisi
berikut :
a. Pada pemeriksaan ekokardiografi ditemukan aneurisma
yang besar(>8 mm, giant aneurysm) atau multipel
b. Terdapat tanda iskemia secara klinis atau pada rekaman
EKG
c. Pada pemantauan jangka panjang pasien dengan risiko lesi
koroner stenosis atau oklusif.
Tata Laksana 1. Semua penderita penyakit Kawasaki harus dirawat inap dan
dikonsultasikan ke dokter kardiolog anak untuk dilakukan
pemeriksaan kardiologis terutama ekokardiografi

2. Imunoglobulin (gamaglobulin) intravena (IVIG) segera


diberikan setelah diagnosis ditegakkan dengan yakin. Dosis
IVIG adalah 2 g/kg BB selama 10-12 jam. Selama pemberian
pantau laju jantung dan tekanan darah setiap 30 menit,
kemudian 1 jam, dan selanjutnya tiap 2 jam. Imunoglobulin
memberikan hasil optimal bila diberikan pada hari ke 5-10
awitan. Pemberian imunoglobulin setelah hari ke 10 tidak
diperlukan kecuali jika masih ada tanda tanda aktivitas
penyakit baik secara klinis maupun laboratoris misalnya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 6 dari 7

demam, LED, CRP dan hitung leukosit tinggi. Pada kondisi


ini pemberian imunoglobulin perlu dipikirkan dengan
mempertimbangkan manfaat dan biaya.

3. Asetosal (asam asetil salisilat) per oral dosis 80 80-100


mg/kg/hari dalam 4 dosis hingga hari ke 14 awitan atau 2-3
hari setelah demam reda. Selanjutnya dosis diturunkan
menjadi 3-5 mg/kg sekali sehari sampai 6-8 minggu sejak
awitan dan kemudian dihentikan jika pada ekokardiografi
tidak ditemukan selain koroner. Pemberian jangka panjang
diperlukan pada kasus dengan aneurisma arteri koroner yang
menetap.

4. Imunisasi dengan kuman hidup seperticampak dan varisela


ditunda minimal 11 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
Imunisasi lain dapat diberikan setelah fase konvalesen.

5. Tindakan intervensi atau bedah pintas koroner


dipertimbangkan pada kasus stenosis koroner yang berat.

Edukasi Tidak dikenal cara pencegahan untuk penyakit ini. Kepada orangtua
yang anaknya menderita KD dengan kelainan koroner ditekankan
perlunya tindak lanjut (minum obat teratur, pemantauan kondisi
jantung). Pengamatan penderita pasca penyakit Kawasaki terutama
dengan riwayat aneurisma koroner berat, dilakukan jangka panjang
dan mungkin seumur hidup oleh kardiolog (anak) yang
menanganinya megingat tingginya risiko stenosis koroner pada
aneurisma berat maupun kemungkinan timbulnya ateroklerosis pada
usia relatif muda (aterosklerois prematur). Aneurisma koroner yang
ringan umumnya akan mengalami resolusi dalam beberapa bulan.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Defek Septum Atrium


RS PANTI RAPIH
Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman


PPK 1 7 dari 7

Prognosis Jika tidak diikuti penyakit penyerta jantung koroner umumnya baik.
Tingkat Evidens Belum ada
Tingkat Belum ada
Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM Ilmu Kesehatan Anak
Indikator Medis
Kepustakaan 1. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia, 2009.
2. Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah, 2016.

Anda mungkin juga menyukai