Anda di halaman 1dari 35

3

RENCANA STRUKTUR RUANG


Rencana struktur ruang disusun untuk mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang,
keserasian pengembangan ruang dan keefektifan sistem pelayanan. Struktur ruang Kota
Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan kota secara berjenjang,
pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem jaringan prasarana
transportasi.

3.1 Rencana Hirarki Pusat Pelayanan Kota


Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, Rencana hirarki pusat pelayanan
wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 3 jenjang yaitu:
a. pusat pelayanan kota (PPK) melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional;
b. subpusat pelayanan kota (SPK) yang melayani subwilayah kota (SWK); dan
c. pusat lingkungan (PL).

3.1.1 Pembagian Pusat Pelayanan Kota (PPK)

Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota Bandung dibagi
menjadi delapan Subwilayah Kota (SWK) yang dilayani oleh delapan Subpusat Pelayanan
Kota (SPK) dan dua Pusat Pelayanan Kota (PPK). Pusat pelayanan kota melayani 2 juta
penduduk, sedangkan subpusat pelayanan kota melayani sekitar 500.000 penduduk.

Tabel III.1
Distribusi Penduduk Per Subwilayah Kota (SWK)
Rencana Distribusi Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk
No. Wilayah Tahun 2031
Tahun 2009
2015 2020 2025 2031
1. Bojonagara 400.660 444.760 481.510 518.260 555.010
2. Cibeunying 436.934 472.106 501.416 530.726 560.036
3. Tegallega 560.958 647.592 719.787 791.982 864.177
4. Karees 418.222 454.918 485.498 516.078 546.658
5. Arcamanik 198.380 244.700 283.300 321.900 360.500
6. Ujungberung 198.676 255.178 302.263 349.348 396.433
7. Kordon 179.255 224.009 261.304 298.599 335.894
8. Gedebage 92.220 122.622 147.957 173.292 198.627
Jumlah 2.485.305 2.865.885 3.183.035 3.500.185 3.817.335
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Rencana Struktur Ruang 3-1


Pusat pelayanan kota yang direncanakan sampai dengan tahun 2031 adalah pusat Alun-
alun dan Gedebage. Pusat Pelayanan Alun-alun melayani Subwilayah Kota (SWK)
Cibeunying, Karees, Bojonegara, dan Tegalega, sedangkan Pusat Pelayanan Gedebage
melayani Subwilayah Kota Arcamanik, Derwati, Kordon, dan Ujungberung.
Pusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala kota yang meliputi fasilitas
pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan,
perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada pada satu lokasi tetapi
bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di dalam wilayah yang
dilayaninya. Fasilitas minimum skala kota yang dimaksud antara lain:
a. pendidikan, meliputi: perguruan tinggi dan perpustakaan;
b. kesehatan, meliputi: rumah sakit tipe B1 dan rumah sakit gawat darurat;
c. peribadatan, meliputi: masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya;
d. bina sosial, meliputi: gedung pertemuan umum;
e. olahraga/rekreasi, meliputi: komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung
hiburan dan rekreasi, bioskop, gedung kesenian, taman kota, gedung seni tradisional;
f. pemerintahan, meliputi: kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor kodim, kantor
telekomunikasi wilayah, kantor PLN wilayah, kantor PDAM wilayah, kantor urusan
agama, pos pemadam kebakaran;
g. perbelanjaan/niaga, meliputi: pusat perbelanjaan utama, pasar modern, pertokoan,
pusat belanja, bank-bank, perusahaan swasta dan jasa-jasa lain; dan
h. transportasi, meliputi: terminal dan parkir umum.

A. Pusat Pelayanan Alun-Alun (PPK Alun-alun)


Pusat Pelayanan Alun-alun melayani Subpusat Pelayanan Kota (SPK) Setrasari,
Sadang Serang, Kopo Kencana dan Turangga. Kebijakan dasar pengembangannya
adalah urban renewal. Wilayah belakang Pusat Pelayanan Alun-alun adalah:
1. Subpusat Pelayanan Setrasari, melayani:
∙ Kecamatan Andir
∙ Kecamatan Sukasari
∙ Kecamatan Cicendo
∙ Kecamatan Sukajadi
2. Subpusat Pelayanan Sadang Serang, melayani:
∙ Kecamatan Cidadap
∙ Kecamatan Coblong
∙ Kecamatan Bandung Wetan
∙ Kecamatan Cibeunying Kidul
∙ Kecamatan Cibeunying Kaler
∙ Kecamatan Sumur Bandung
3. Subpusat Pelayanan Kopo Kencana, melayani:
∙ Kecamatan Astana Anyar
∙ Kecamatan Bojongloa Kidul
∙ Kecamatan Bojongloa Kaler
∙ Kecamatan Babakan Ciparay
∙ Kecamatan Bandung Kulon

1
Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. Pelayanan medis
spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan pelayanan spesialisitik
telinga, hidung, tenggorokan, mata, syarat, jiwa, kulit dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi,
rehabilitasi medis, patologis klinis, patologi anatomi dan pelayanan spesialistik lain sesuai kebutuhan.

Rencana Struktur Ruang 3-2


4. Subpusat PelayananMaleer, melayani:
∙ Kecamatan Regol
∙ Kecamatan Lengkong
∙ Kecamatan Batununggal
∙ Kecamatan Kiaracondong

PPK Alun-alun ini akan dilengkapi paling kurang oleh fasilitas :


a. peribadatan : masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya;
b. bina sosial : gedung pertemuan umum;
c. olahraga/rekreasi : komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan
dan rekreasi, gedung kesenian, taman kota;
d. pemerintahan : kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor Kodim, kantor
telekomunikasi wilayah, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah, kantor
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) wilayah, Kantor Urusan Agama, pos
pemadam kebakaran, Kantor Polisi sesuai dengan struktur yang berlaku di lembaga
Kepolisian Republik Indonesia;
e. perbelanjaan/niaga : pusat perbelanjaan utama (grosir), pasar, pertokoan, bank-bank,
perusahaan swasta dan jasa-jasa lain.

B. Pusat Pelayanan Gedebage (PPK Gedebage)


Pusat Pelayanan Gedebage melayani Subpusat Pelayanan Arcamanik, Ujungberung,
Kordon dan Derwati. Kebijakan dasar pengembangannya adalah urban development.
Wilayah belakang Pusat Pelayanan Gedebage adalah:
1. Subpusat Pelayanan Arcamanik, melayani:
∙ Kecamatan Arcamanik
∙ Kecamatan Mandalajati
∙ Kecamatan Antapani
2. Subpusat Pelayanan Ujungberung, melayani:
∙ Kecamatan Ujungberung
∙ Kecamatan Cibiru
∙ Kecamatan Cinambo
∙ Kecamatan Panyileukan
3. Subpusat Pelayanan Kordon, melayani:
∙ Kecamatan Bandung Kidul
∙ Kecamatan Buahbatu
4. Subpusat Pelayanan Derwati, melayani:
∙ Kecamatan Gedebage
∙ Kecamatan Rancasari

PPK Gedebage ini dilengkapi paling kurang oleh fasilitas :


a. pendidikan : perguruan tinggi dan perpustakaan;
b. kesehatan : rumah sakit kelas A;
c. peribadatan : masjid wilayah dan tempat peribadatan lainnya;
d. bina sosial : gedung pertemuan umum;
e. olahraga/rekreasi : komplek olahraga dengan gelanggang olahraga, gedung hiburan
dan rekreasi, gedung kesenian, taman kota, gedung seni tradisional;
f. pemerintahan : kantor pemerintahan, kantor pos wilayah, kantor telekomunikasi
wilayah, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah, kantor Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) wilayah, Kantor Urusan Agama, pos pemadam kebakaran, Kantor
Polisi sesuai dengan struktur yang berlaku di lembaga Kepolisian Republik Indonesia;

Rencana Struktur Ruang 3-3


g. perbelanjaan/niaga : pusat perbelanjaan utama (grosir), pasar, pertokoan, bank-bank,
perusahaan swasta dan jasa-jasa lain; dan
h. transportasi : terminal dan parkir umum.

Tabel III.2
Fungsi Khusus Subwilayah Kota
No. Wilayah Fungsi khusus
1. Bojonagara Pemerintahan, Pendidikan
2. Cibeunying Pendidikan, Industri, Perumahan
3. Tegallega Industri dan Pergudangan
4. Karees Perdagangan
5. Arcamanik Perumahan
6. Ujungberung Perumahan
7. Kordon Perumahan
8. Gedebage Perumahan
Sumber: Hasil Analisis, 2009

3.1.2 Pembagian Subpusat Pelayanan Kota (SPK)

Adapun pembagian subpusat pelayanan kota (SPK) di Kota Bandung adalah sebagai
berikut:
a. Subwilayah Kota Bojonagara dengan Subpusat Pelayanan Setrasari, meliputi
Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir;
b. Subwilayah Kota Cibeunying dengan Subpusat Pelayanan Sadang Serang meliputi
Kecamatan Cidadap, Coblong, Bandung Wetan, Sumur Bandung, Cibeunying Kidul,
Cibeunying Kaler;
c. Subwilayah Kota Tegallega dengan Subpusat Pelayanan Kopo Kencana,meliputi
Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul,
Astana Anyar;
d. Subwilayah Kota Karees dengan Subpusat Pelayanan Maleer, meliputi Kecamatan
Regol, Lengkong, Kiaracondong, Batununggal;
e. Subwilayah Kota Arcamanik dengan Subpusat Pelayanan Arcamanik, meliputi
Kecamatan Arcamanik, Mandalajati, Antapani;
f. Subwilayah Kota Ujungberung dengan Subpusat Pelayanan Ujungberung meliputi
Kecamatan Cibiru, Ujungberung, Cinambo, Panyileukan;
g. Subwilayah Kota Kordon dengan Subpusat Pelayanan Kordon, meliputi Kecamatan
Bandung Kidul, Buah; dan
h. Subwilayah Kota Gedebage dengan Subpusat Pelayanan Derwati, meliputi
Kecamatan Gedebage, Rancasari.

Subpusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala subwilayah kota yang meliputi
fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan,
perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada pada satu lokasi tetapi
bila tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di dalam wilayah yang
dilayaninya. Fasilitas minimum skala subwilayah kota yang dimaksud antara lain:
a. pendidikan: perguruan tinggi dan perpustakaan;
b. kesehatan: rumah sakit kelas C;
c. peribadatan: masjid dan tempat ibadah lain;
d. bina sosial: gedung serba guna;
e. olahraga/rekreasi: stadion mini, gedung pertunjukan, taman kota;

Rencana Struktur Ruang 3-4


f. pemerintahan: kantor kecamatan, kantor pelayanan umum, Koramil, Kantor Urusan
Agama (KUA)/Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (BP-4)/balai
nikah, pos wilayah pemadam kebakaran, kantor pos, telekomunikasi, dipo kebersihan
dan gardu listrik;
g. perbelanjaan/ niaga: pusat perbelanjaan/pasar (eceran aglomerasi); dan
h. transportasi: terminal transit dan parkir umum.

3.1.3 Pusat Lingkungan (PL)

Pusat lingkungan terdiri dari pusat-pusat pelayanan pada sjala kecamatan dan kelurahan.
Pusat paling sedikit dilengkapi oleh fasilitas sebagai berikut:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. peribadatan;
d. bina sosial;
e. olahraga/rekreasi;
f. pemerintahan;
g. perbelanjaan/niaga;
h. transportasi;
i. TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara)

3.1.4 Kebutuhan Fasilitas Minimum

A. Fasilitas Minimum Pusat Pelayanan Kota (PPK)


Berdasarkan proyeksi penduduk Kota Bandung pada tahun 2031, maka jumlah
penduduk Kota Bandung sebesar 4.093.256 jiwa, terdapat dua pusat pelayanan di
Kota Bandung (Alun-alun dan Gedebage) sehingga tiap-tiap pusat pelayanan kota
hanya melayani ± 2.000.000 jiwa.

Rencana Struktur Ruang 3-5


Rencana Struktur Ruang 3-6
Rencana Struktur Ruang 3-7
Tabel III.3
Penambahan Fasilitas Kota Perkiraan Kebutuhan (Unit)
Perkiraan Penambahan Fasilitas
Jumlah
Kebutuha
Fasilitas Tahun 2010- 2016- 2021- 2026-
n Tahun
2007 2015 2020 2025 2031
2031
1. Pendidikan
a. TK 447 3274 2066 254 254 254
b. SD 924 2558 1040 198 198 198
c. SLTP 213 852 442 66 66 66
d. SLTA 219 852 436 66 66 66
e. Taman Bacaan 0 1638 1257 127 127 127
2. Kesehatan
a. Posyandu 1842 3274 671 254 254 254
b. Balai Pengobatan Warga 558 1638 699 127 127 127
c. BKIA/Klinik Bersalin 748 136 -643 11 11 11
d. Puskesmas Pembantu & Balai
Peng. Ling. 0 136 105 11 11 11
e. Puskesmas & Balai Pengobatan 71 34 -45 3 3 3
f. Tempat Praktek Dokter 4144 818 -3516 63 63 63
g. Apotik/Rumah Obat 102 136 3 11 11 11
2
3. Ruang Terbuka, Taman, & Lapangan Olahraga (dalam m )
129445 -
a. Taman/Tempat Main 1 16374 1281883 1269 1269 1269
b. Kuburan/Pemakaman Umum 124260 34 -124234 3 3 3
4. Perdagangan
a. Pertokoan 141 1638 1116 127 127 127
b. Pusat pertokoan + Pasar Ling. 38 136 67 11 11 11
Sumber: Hasil Analisis, 2009

B. Fasilitas Minimum untuk Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK)


Berdasarkan proyeksi penduduk Kota Bandung pada tahun 2031, maka jumlah
penduduk Kota Bandung sebesar 4.093.256 jiwa, terdapat delapan Subpusat
Pelayanan Kota Bandung (Bojonagara, Cibeunying, Karees, Tegalega, Ujungberung,
Arcamanik, Kordon, Derwati) sehingga tiap-tiap Subpusat Pelayanan hanya melayani
± 500.000 jiwa.

Rencana Struktur Ruang 3-8


Tabel III.4
Rencana Sebaran Penambahan Fasilitas Subwilayah Kota Tahun 2031 (Unit)
Penambahan Fasilitas di Subwilayah kota
Jumlah Tahun 2007

Kebutuhan Tahun
Perkiraan
Ujungberung
Bojonagara

Cibeunying

Arcamanik
Tegallega

2031
Derwati
Kordon
Fasilitas

Karees
Jumlah penduduk tahun 2008 2335406 396391 413473 494936 401074 198868 185731 139355 105578
Jumlah penduduk tahun 2031 4093256 555010 560036 864177 546658 360500 396433 335894 198627
1. Pendidikan
a. TK 447 331 315 340 339 371 366 372 391 3274
b. SD 924 154 132 134 145 247 253 269 302 2558
c. SLTP 213 57 53 79 67 96 88 98 105 852
d. SLTA 219 61 45 85 55 100 93 92 106 852
e. Taman Bacaan 0 205 205 205 205 205 205 205 205 1638
2. Kesehatan
a. Posyandu 1842 117 84 79 397 233 234 314 319 3274
b. Balai Pengobatan Warga 558 130 110 98 111 147 157 155 174 1638
c. BKIA/Klinik Bersalin 748 -136 -100 -120 -94 -39 -55 -33 -35 136
d. Puskesmas Pembantu & 0 -17 -17 -17 -17 -17 -17 -17 -17 136
Balai Peng. Ling.
e. Puskesmas & Balai 71 -5 -9 -9 -8 -5 -3 -1 1 34
Pengobatan
f. Tempat Praktek Dokter 4144 -1172 -1021 -469 -572 11 -62 -78 35 818
g. Apotik/Rumah Obat 102 -2 -11 13 -27 17 15 12 17 136
3. Ruang Terbuka, Taman, & Lapangan Olahraga (dalam m2)
a. Taman/Tempat Main 1294451 395.077 -108.223 491.571 213.516 511.657 352.731 511.657 430.819 16374

b. Kuburan/Pemakaman 124260 -25722 88 -5532 528 8.528 -49572 8.528 7.118 34


Umum
4. Perdagangan
a. Pertokoan 141 170 177 185 174 198 197 200 198 1638
b. Pusat pertokoan + Pasar 38 9 14 10 10 17 16 17 15 136
Ling.
Sumber: Hasil Analisis, 2009

3.2 Rencana Jaringan Prasarana Kota


Rencana sistem jaringan prasarana kota terdiri dari: rencana sistem prasarana utama dan
rencana sistem prasarana lainnya. Rencana sistem prasarana utama terdiri atas sistem
jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi kereta api, dan sistem jaringan
transportasi udara. Rencana sistem prasarana lainnya terdiri atas rencana sistem jaringan
energi; rencana sistem jaringan telekomunikasi; rencana sistem jaringan sumber daya air;
dan rencana prasarana pengelolaan lingkungan kota.

Rencana Struktur Ruang 3-9


3.2.1 Rencana Sistem Prasarana Utama

3.2.1.1 Sistem Jaringan Transportasi Darat

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi darat berkaitan dengan


sistem jaringan jalan dan rel. Prinsip perencanaan pada sistem jaringan transportasi darat
adalah menghubungkan secara optimal sistem-sistem kegiatan kota, baik dalam konteks
regional (PKN, PKW, PKL) maupun dalam konteks internal kota (pusat pelayanan dan sub
pusat pelayanan kota). Prinsip perencanaan transportasi ini juga diarahkan pada
pembatasan suplai (penyediaan) jaringan di pusat kota dan meningkatkan suplai ke arah
timur Kota Bandung, serta melakukan beberapa manajemen permintaan transportasi
khususnya di pusat kota untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan
meningkatkan penggunaan moda transportasi publik (public transportation mode).
Berkaitan dengan hal di atas, maka beberapa rencana pengembangan transportasi darat
adalah sebagai berikut:
1. Pemantapan hirarki jaringan jalan arteri primer pada sistem jaringan jalan primer.
Koridor-koridor ini diarahkan untuk memiliki hirarki jalan arteri primer karena
menghubungkan secara regional peran Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) yang diidentifikasi melalui keberadaan fasilitas Bandara Husein
Sastranegara, Terminal Cicaheum, Terminal Leuwi Panjang, dan Terminal Terpadu
Tipe A Gedebage. Adapun koridor primer dan jalan yang dimaksud adalah:
∙ Koridor primer 1: Jalan Cibeureum – Jalan Sudirman - Jalan Soekarno Hatta –
Jalan Cibiru yang melintasi terminal Leuwipanjang;
∙ Koridor primer 2: Jalan Rajawali (Jalan Elang) – Jalan Nurtanio yang
mengakses Bandara Husein Sastranegara;
∙ Koridor primer 3: Jalan Sindanglaya – Jalan Ujungberung – Jalan Cipadung
yang mengakses Terminal Cicaheum; dan
∙ Koridor primer 4: Jalan Rumah Sakit – Jalan Gedebage yang mengakses
Terminal Terpadu Gedebage.
2. Pemantapan hirarki jaringan jalan kolektor primer pada sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antara PKN Bandung dengan PKL sekitarnya, serta antara
PKN Bandung dengan PKW Sukabumi dan PKW Tasikmalaya.
Jalan yang dimaksud adalah:
∙ Jalan Raya Setiabudhi ∙ Jalan Mochamad Toha
∙ Jalan Sukajadi ∙ Jalan Terusan Buah Batu
∙ Jalan HOS. Cokroaminoto ∙ Jalan Terusan Kiaracondong
(Pasirkaliki) ∙ Jalan Mochamad Ramdan
∙ Jalan Gardujati ∙ Jalan Terusan Pasir Koja
∙ Jalan Astana Anyar ∙ Jalan Gedebage
∙ Jalan Pasir Koja ∙ Jalan Terusan Cileunyi Terpadu
∙ Jalan K.H. Hasyim Ashari (Kopo)
3. Restrukturisasi hirarki jalan pada sistem jaringan sekunder. Jaringan jalan ini akan
menghubungkan secara optimal antara pusat-pusat pelayanan dengan sub-sub
pusat pelayanan kota.
Adapun hirarki jalan yang dimaksud adalah:
∙ pengembangan jalan arteri sekunder yang menghubungkan SPK Arcamanik
dan SPK Kordon dengan PPK Gedebage;
∙ pengembangan jalan kolektor sekunder yang melewati SPK Sadang Serang;
∙ pengembangan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan SPK Arcamanik
dengan SPK Kordon dan SPK Derwati; dan
∙ pengembangan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan SPK Sadang
Serang dan SPK Ujung Berung.

Rencana Struktur Ruang 3-10


4. Pembangunan jalan tol.
Adapun pembangunan tol yang dimaksud adalah:
∙ jalan tol Soreang - Pasirkoja; dan
∙ jalan tol dalam dalam kota (Terusan Pasteur - Ujungberung - Cileunyi) dan
Ujungberung - Gedebage – Majalaya.

5. Pembangunan jalan layang. Adapun pembangunan jalan layang yang dimaksud


adalah:
∙ jalan layang Jl. Setiabudhi - Jl. Siliwangi;
∙ jalan layang Jl. Nurtanio - rel KA;
∙ jalan layang Jl. A.Yani - rel KA;
∙ jalan layang Jl. Sunda - rel KA;
∙ jalan layang Jl. Braga - rel KA;
∙ jalan layang Jl. Arjuna - rel KA;
∙ jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Buah Batu;
∙ jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Ibrahim Adjie;
∙ jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta - Jl. Mochamad Toha;
∙ jalan layang persimpangan Jl. Gedebage - Tol Padaleunyi.
∙ Jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta- Jl. Cibaduyut
∙ Jalan layang persimpangan Jl. Soekarno Hatta- Jl. KH Hasyim Ashari (Kopo)
∙ Jalan layang persimpangan Jl. Nurtanio – Jl. Abdurrahman Saleh

6. Rencana pengembangan terminal terpadu dan terminal kota, yaitu:


∙ pembangunan terminal tipe A di PPK Gedebage;
∙ optimalisasi terminal tipe B di Leuwipanjang untuk bagian selatan dan barat
Kota Bandung;
∙ pengembangan terminal tipe B di Ledeng untuk bagian utara Kota Bandung;
∙ Pengembangan terminal tipe C di Cicaheum dan sekitar SPK.
Pengembangan terminal di sekitar sub pusat pelayanan kota bertujuan
mengarahkan pengembangan kota yang berorientasi pada titik-titik pengumpul
dan pendistribusi pergerakan (transit oriented development-TOD), minimal
dengan terminal tipe C, seperti pada gambar 3.1.

7. Rencana penerapan strategi manajemen kebutuhan transportasi/TDM


(Transportation Demand Management), yaitu:
a. Mengembangkan strategi manajemen parkir yang bersifat disinsentif maupun
insentif.
Strategi yang disinsentif sifatnya membatasi penggunaan kendaraan pribadi di
pusat kota dengan pemberlakuan sistem parkir progresif, khususnya pada
jalan-jalan yang digunakan untuk on-street parking, seperti:
∙ Otto Iskandardinata ∙ Karapitan
∙ Dewi Sartika ∙ Dalem Kaum
∙ Pungkur ∙ Kepatihan
∙ Jend. Ahmad Yani ∙ Cikapundung Barat
∙ Lengkong Kecil ∙ Cikapundung Timur
∙ Gardu Jati ∙ Astana Anyar
∙ ABC ∙ Suniaraja
∙ Banceuy ∙ Kebon Jati
∙ Naripan

Rencana Struktur Ruang 3-11


Kemudian, strategi manajemen parkir yang insentif sifatnya mengakomodasi
pergerakan dengan menyediakan bangunan parkir di pusat-pusat perbelanjaan
dan perkantoran, khususnya di daerah pengembangan Gedebage.
b. Pengembangan strategi pengenaan tarif/road pricing di jalan di sekitar pusat
kota yang bertujuan untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi di pusat
kota, namun memberikan alternatif moda (mode alternative) yang mendorong
pergerakan ke pusat kota dengan menggunakan moda angkutan publik (public
transportation mode). Adapan beberapa jalan yang relevan dikembangkan
strategi road pricing adalah:
∙ Sudirman ∙ Karang Anyar
∙ Asia Afrika ∙ Kepatihan
∙ Dalem Kaum ∙ Dewi Sartika
∙ Cibadak ∙
c. Pengembangan moda alternatif (alternative mode) yang mendorong pergerakan
ke pusat kota dengan menggunakan moda angkutan publik.
Penerapan strategi ini berbasis angkutan massal dengan konsep
pengembangan sebagai berikut:
∙ Pengembangan angkutan massal di bagian barat Kota Bandung bertujuan
membatasi pergerakan dengan kendaraan pribadi dan mengakomodasi
pergerakan dari arah Kopo, Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat.
∙ Konsep pengembangan angkutan massal di bagian timur Kota Bandung
bertujuan meningkatkan pergerakan ke arah timur dan meningkatkan
pergerakan internal bagian timur Kota Bandung.

8. Rencana pengembangan angkutan umum, yaitu:


a. aplikasi sistem transportasi terpadu;
b. optimalisasi sistem transportasi terpadu;
c. optimalisasi kebijakan penetapan tarif;
d. penyediaan sarana dan prasarana angkutan umum pemadu moda (bus line)
dengan jalur:
 Koridor 1 : Jalan Raya Cibiru-Jalan Soekarno Hatta-Jalan Elang;
 Koridor 2 : Antapani-Jalan Laswi-Jalan Lingkar Selatan;
 Koridor 3 : Ujung Berung-Jalan Surapati-Jalan Dr. Djunjunan;
 Koridor 4 : Cibeureum-Cicaheum;
 Koridor 5 : Buah Batu-Kebon Kawung;
 Koridor 6 : Banjaran-Gedebage-Kebon Kawung;
 Koridor 7 : Padalarang-Elang-Kebon Kawung;
 Koridor 8 : Soreang-Kopo-Leuwipanjang-Kebon Kawung;
 Koridor 9 : Cibaduyut-Tegallega-Kebon Kawung;
 Koridor 10 : Ledeng-Gegerkalong-Kebon Kawung; dan
 Koridor 11 : Caringin-Pasirkaliki-Sarijadi.
e. peremajaan moda dan peningkatan kapasitas Angkutan Umum;
f. penerapan laik fungsi kendaraan angkutan umum dengan uji emisi gas buang;
g. penertiban dan Pengendalian Angkutan Lingkungan (ojeg, becak, dan delman);
h. peningkatan Kinerja Operasional Taksi dengan mengatur jumlah taksi yang
beroperasi sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung sarana dan prasarana
i. penertiban dan peningkatan fungsi Halte;

Rencana Struktur Ruang 3-12


j. penertiban Pergerakan Angkutan AKAP (Angkutan Kota Antar Propinsi) dan
AKDP (Angkutan Kota Dalam Propinsi);
k. peningkatan sistem kelembagaan sektor transportasi;
l. peningkatan peranserta swasta dalam pengembangan angkutan umum.

Gambar 3. 1
Peta Rencana Pengembangan Terminal

TB

T
T
T T T

T
T
T
TB

T T

3.2.1.2 Sistem Jaringan Transportasi Kereta Api


Pemantapan sistem jaringan transportasi kereta api, yaitu:
a. revitalisasi jalur kereta api antar kota Bandung-Sukabumi-Bogor;
b. revitalisasi jalur kereta api Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari;
c. revitalisasi jalur kereta api Kiaracondong-Ciwidey;
d. pembangunan jalur ganda kereta api perkotaan Kiaracondong-Rancaekek-
Cicalengka dan Kawasan Terpadu Gedebage;
e. elektrifikasi jalur kereta api Padalarang-Kiaracondong-Cicalengka;
f. pembangunan jalur kereta ringan (monorel) yang menghubungkan pusat-pusat
kegiatan;
g. peningkatan sarana dan prasarana stasiun di Stasiun Bandung, Ciroyom,
Cikudapateuh, dan Kiaracondong;
h. pengembangan sarana dan prasarana intermoda stasiun di PPK Gedebage; dan
i. pembangunan jalur kereta gantung dari Pasteur-Sukajadi

3.2.1.3 Sistem Jaringan Transportasi Udara

Untuk menunjang perkembangan Kota Bandung dan sesuai dengan rencana dalam
RTRWN, bandara Husein Sastranegara tetap dipertahankan. Fungsi pelayanannya
ditingkatkan dengan:
a. peningkatan pelayanan bandar udara dengan perbaikan lingkungan sekitar agar
memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan internasional dan pelayanan
angkutan dari dan ke bandara (internal kota);

Rencana Struktur Ruang 3-13


b. penetapan kawasan aman bagi jalur penerbangan dengan pembatasan ketinggian
bangunan di sekitar kawasan bandar udara sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. peninjauan kembali fungsi Bandara Husein Sastranegara sampai terbangun dan
berfungsinya bandara pengganti;
d. peningkatan fasilitas Intermoda di Bandara, moda sarana Penghubung (feeder) di
bandara sangat diperlukan dalam menunjang operasional kegiatan Bandara.
Fasilitas moda taksi yang mempunyai pelayanan yang baik sangat diharapkan
dengan ditunjang oleh prasarana ruang naik dan turunya penumpang. Terbatasnya
ruang parkir yang ada hendaknya kawasan bandara di masa mendatang perlu di
hubungkan dengan angkutan massal dengan membuat simpul pergerakan di
Sekitar Husein Sastranegara.
e. penyediaan moda sarana penghubung; dan
f. penyediaan moda taksi yang mempunyai pelayanan yang baik.

3.2.2 Rencana Sistem Prasarana Lainnya

3.2.2.1 Rencana Sistem Jaringan Energi

Permasalahan pengembangan sistem jaringan energi dapat dibagi menjadi:

a. Permasalahan makro
Pada saat ini rasio elektrifikasi di Kota Bandung baru mencapai sekitar 50%. Hal ini
disebabkan karena kurangnya supply listrik di Kota Bandung. Pada tahun 2013
kebutuhan energi listrik di Kota Bandung adalah 4.100 GWh (asumsi rasio elektrifikasi
77,3%), sedangkan pada tahun 2007 energi listrik yang dapat disediakan hanya 3.127
GWh. Supply listrik di Kota Bandung merupakan bagian dari interkoneksi Jawa-Bali,
yang bersumber dari pusat-pusat pembangkit, seperti Pusat Pembangkit Listrik
Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.

Tabel III.5
Perkiraan Kebutuhan Listrik Kota Bandung
Rasio Kebutuhan Listrik
Jumlah
Tahun Elektri- Rumah Lain- Total
Penduduk Sosial Bisnis Publik Industri
fikasi Tangga lain
2010 2824642 71,3 1.176.158 102.428 656.953 77.704 1.486.975 42.384 3.542.603
2015 3141812 81,3 1.491.707 129.908 833.206 98.551 1.885.912 53.755 4.493.040
2020 3458982 91,3 1.844.302 160.615 1.030.150 121.846 2.331.685 66.461 5.555.058
2025 3776152 100 2.205.273 192.051 1.231.774 145.694 2.788.048 79.469 6.642.308
2031 4093322 100 2.390.500 208.182 1.335.234 157.931 3.022.224 86.144 7.200.215
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Rencana untuk mengatasi masalah ini adalah mengembangkan alternatif sumber


energi baru, seperti air dan angin serta pemanfaatan energi dari TPPSA;

b. Permasalahan mikro
Permasalahan pada skala mikro, terkait dengan pola distribusi jaringan listrik, dimana
pembangunan atau penambahan jaringan listrik di Kota Bandung mengikuti
perkembangan guna lahan, bukan sebaliknya. Ketidakteraturan dalam penyebaran

Rencana Struktur Ruang 3-14


jaringan menyebabkan beberapa kerugian dalam pengoperasian dan pemeliharaan
jaringan, diantaranya:
∙ Tidak meratanya distribusi daya di setiap bagian kota, sehingga terdapat area yang
surplus dan ada pula yang defisit.
∙ Tidak efisiennya penggunaan kabel dan gardu
∙ Saluran jaringan listrik seringkali bersinggungan dengan jaringan-jaringan
prasarana lain
∙ Lebih sulitnya proses kontrol dan pemeliharaan terhadap kualitas jaringan

Rencana sistem jaringan energi yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. peningkatan kualitas pelayanan jaringan listrik di Wilayah Bandung Barat;
b. pengembangan jaringan listrik ke Wilayah Bandung Timur dengan sistem bawah
tanah;
c. pembangunan instalasi baru dan pengoperasian instalasi penyaluran di tiap SPK;
d. pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik (SUTUT, SUTET maupun SUTT)
wajib menyediakan lahan sebagai wilayah pengamanan tapak tower sesuai
ketentuan dan aturan yang berlaku; dan
e. pengembangan jaringan udara terbuka dengan menggunakan tiang yang memiliki
manfaat sebagai jaringan distribusi dan penerangan jalan.

3.2.2.2 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi

Berdasarkan data tahun 2007, kapasitas sentral di Kota Bandung terdiri dari 563.823 unit.
Dari jumlah tersebut, terdapat 433.157 unit yang terpakai dengan jumlah pelanggan
sebesar 422.000 unit. Sementara itu di Kota Bandung pada tahun yang sama terdapat
15.329 telepon koin dan 9.625 wartel. Sediaan sarana dan prasarana telekomunikasi saat
ini diperkirakan masih mencukupi hingga tahun 2018-2019. Dengan berkembangnya
teknologi telepon selular, kebutuhan akan sambungan telepon kabel diprediksikan akan
menurun. Dengan kondisi ini, kapasitas sentral yang ada diprediksikan dapat memenuhi
kebutuhan setelah tahun 2019.

Permasalahan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana telekomunikasi lebih terkait
dengan perkembangan teknologi telepon selular, yaitu keberadaan tower/menara operator
telepon selular. Pengaturan tower ini perlu mendapat perhatian, karena disamping dapat
mengganggu estetika ruang kota, juga membutuhkan lahan, dan dapat menimbulkan
radiasi bagi masyarakat di sekitarnya.

Rencana untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pengaturan sebaran lokasi dan
pembangunan menara telekomunikasi bersama.

3.2.2.3 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Rencana sistem jaringan sumber daya air kota dilaksanakan dalam:


a. penataan Sungai Cikapundung;
b. penataan Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum,
khususnya dalam DAS Citarum;

Rencana Struktur Ruang 3-15


c. pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum, yaitu Sungai Cisangkuy,
Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum Hulu;
d. pembangunan kolam parkir air (retension pond) dengan mengoptimalkan RTH
sebagai wilayah resapan air di PPK Gedebage; dan
e. penyediaan sumur-sumur resapan di tiap kaveling bangunan yang mempunyai
kedalaman muka air tanah paling kurang 1,5 (satu koma lima) meter.

3.2.2.4 Rencana Prasarana Pengelolaan Lingkungan Kota

Rencana pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan kota terdiri atas:


a. sistem penyediaan air minum;
b. sistem pengolahan air limbah kota;
c. sistem persampahan kota;
d. sistem jaringan drainase kota;
e. sistem penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki;
f. sistem jalur evakuasi bencana.

a. Sistem Penyediaan Air Minum


Pada tahun 2009, kapasitas produksi dari PDAM rata-rata sebesar 2.496 liter/detik
dengan kebutuhan 4.414 liter/detik sehingga masih defisit 1.918 liter/detik. Jaringan air
bersih baru melayani 53% penduduk dengan pengaliran kontinyu 24 jam, dan dengan
tingkat kebocoran air bersih rata-rata 47%. Kebutuhan air minum pada tahun 2031
dengan standar 145 liter/orang/hari memerlukan kapasitas air minum sebesar 7.765
liter/detik, sehingga masih harus ditambah kapasitas sebesar 5.269 liter/detik.

Proyeksi kebutuhan air bersih domestik Kota Bandung 2009-2031 adalah sebagai
berikut:

Tabel III.6
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Domestik di Kota Bandung 2009-2031
Jumlah Penduduk Menurut Air Bersih
Tahun
Proyeksi (jiwa) l/orang/hari l/hari l/detik
2009 2.761.184 120 331.342.080 3.835
2010 2.824.616 120 338.953.920 3.923
2015 3.141.776 125 392.722.000 4.545
2020 3.458.936 130 449.661.680 5.204
2025 3.776.096 140 528.653.440 6.119
2031 4.093.256 145 593.522.120 6.869
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Proyeksi total kebutuhan air bersih menurut jenis fasilitas Kota Bandung pada tahun
2031 adalah sebagai berikut:

Tabel III.7
Jumlah Kebutuhan Air Bersih Kota Bandung
Jumlah Kebutuhan Air Bersih (l/detik)
No. Jenis Fasilitas
2009 2031
1. Domestik 3.835 6.869
2. Non-Domestik
Fasilitas Pendidikan 159 345
Fasilitas Peribadatan 51 51
Fasilitas Kesehatan 74 84

Rencana Struktur Ruang 3-16


Jumlah Kebutuhan Air Bersih (l/detik)
No. Jenis Fasilitas
2009 2031
Fasilitas Perekonomian 8 8
Fasilitas Pariwisata 44 49
Fasilitas olah raga 3 3
Fasilitas Perkantoran 240 355
Total Non-Domestik 579 896
JUMLAH 4.414 7.765
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Kebutuhan air minum akan dipenuhi dari sumber air baku dari air tanah, air sungai, dan
waduk. Jaringan penyediaan air minum terpadu dengan sistem jaringan air minum di
wilayah Cekungan Bandung.

Gambar 3. 2
Ketersediaan Air dan Rencana Pengembangan Sumber Air Baku Di Cekungan Bandung

Berdasarkan potensi sumber air yang ada, maka diperoleh alternatif untuk pemenuhan air
bersih sampai tahun 2031 sebagai berikut.
Tabel III.8
Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Air 2031
Penambahan Air
Sumber Air Baku Baru
l/detik
Waduk Santosa
Sungai Cisangkuy 1400

Rencana Struktur Ruang 3-17


Sungai Cilaki 2930
Waduk Sukawarna (Sungai Cimahi) 280
Sungai Cikapundung 160
Hulu Citarum (Situ Cisanti) 200
Waduk Saguling 300
Total 5270
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari tabel di atas diperkirakan diperoleh pasokan air bersih sebesar 5.270 l/detik,
sementara tambahan kebutuhan air bersih hingga tahun 2031 sebesar 5.269 l/detik.
Dengan demikian bila alternatif di atas dapat direalisasikan serta upaya penghematan air
dan pengurangan tingkat kebocoran, maka kebutuhan air bersih hingga 2031 dapat
terpenuhi.

Selain itu program pengembangan air baku pada tahun 2004-2013 yang belum terealisasi
juga dapat menjadi alternatif pengembangan yang dapat direalisasikan pada tahun 2011-
2031 tentunya dengan studi yang lebih dalam.

Rencana pengembangan prasarana air bersih dan air baku adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pasokan air baku dari sumber mata ar yang ada
2. Optimalisasi jaringan air baku dan menambah pengadaan pompa
3. rehabilitasi sarana dan prasarana air baku
4. relokasi pipa transmisi
Sampai saat ini hanya 85% dari kapasitas produksi terpasang yang telah
dimanfaatkan. Beberapa rencana tindak perbaikannya adalah:
a. menambah pasokan air baku dari Dago Bengkok sebesar 300 l/detik
b. dalam hal pasokan dari sungai Cikapundung bisa ditingkatkan, maka dilakukan
uprating IPA Badang Singa;
c. optimalisasi pipa yang masuk ke Sungai Cikapundung dan menambah pengadaan
pompa sebesar 200 l/detik;
d. rehabilitasi bangunan air Dago Pakar ke tempat yang lebih rendah;
e. rehabilitasi dan peningkatan bangunan air Cipanjalu dan pipa transmisinya
menjadi paling sedikit 60 l/detik;
f. rehabilitasi dan peningkatan bangunan air Cirateun menjadi 5-10 l/detik;
g. relokasi pipa transmisi atau pembangunan IPA tambahan;
h. penataan dan rehabilitasi pipa transmisi di Bandung Utara dan memanfaatkan
potensi mata air Cikareo;
i. menyesuaikan dimensi Bak Prasedimentasi di Bantarawi
5. Cakupan pelayanan masih sangat kurang, sedangkan potensi pelanggan cukup
banyak. Rencana tindak perbaikannya adalah:
a. peningkatan cakupan pelayanan di wilayah Bandung Timur;
b. penyusunan rencana pelayanan di semua daerah pelayanan secara terintegrasi
dan transparan untuk mencapai 10.000 pelanggan baru pertahun.
6. Mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan dan penggunaan air tanah.
Pada saat ini, banyak daerah-daerah di Kota Bandung yang tergenang pada saat
musim hujan, namun mengalami kekeringan pada musim kemarau. Langkah untuk
mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan, dan mempergunakannya pada
musim kemarau merupakan langkah yang cukup penting untuk mencapai dua tujuan,
yaitu pengendalian banjir dan penyediaan air pada musim kemarau. Penggunaan air
tanah secara liar, baik untuk keperluan domestik maupun industri, menyebabkan
penggunaan air tanah secara tidak terkendali. Bila hal ini tidak dikendalikan, maka

Rencana Struktur Ruang 3-18


akan terjadi kerusakan lingkungan dan penurunan muka air tanah. Oleh karena itu
penggunaan air tanah perlu dikendalikan.
7. Menurunkan tingkat kebocoran air sampai dengan 10% pada tahun 2031.
Tingkat kebocoran yang cukup tinggi mengurangi kuantitas air yang diterima oleh
pelanggan dalam jumlah yang cukup signifikan. Untuk itulah penurunan tingkat
kebocoran air ini merupakan langkah yang cukup penting dalam rangka
mengefisienkan pelayanan sistem publik.

b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Kota


Jumlah produksi air kotor Kota Bandung diasumsikan sebanyak 75% dari kebutuhan
air bersih. Jumlah proyeksi air kotor Kota Bandung pada tahun 2031 adalah sebagai
berikut .
Tabel III.9
Jumlah Produksi Air Limbah Kota Bandung pada Tahun 2031
Jumlah Kebutuhan Air Bersih Jumlah Kebutuhan Air Limbah
No Jenis Fasilitas (l/detik) (l/detik)
2009 2031 2009 2031
1 Domestik 3835 6869 2876 5152
2 Non-Domestik 579 896 434 672
Total 4,414 7,765 3,310 5,824
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2031 produksi air limbah diperkirakan
mencapai 5.824 l/detik. Kapasitas pelayanan IPAL Bojong Soang hanya 936 (l/dtk),
sedangkan pada tahun 2009 saja produksi air buangan Kota Bandung sudah
mencapai 3.310 l/dtk. Dengan demikian, terlihat bahwa kondisi pelayanan air kotor
masih jauh dari yang dibutuhkan sehingga perlu penambahan kapasitas jaringan air
kotor dan IPAL. Namun demikian, pengembangan sistem publik prasarana air kotor ini
tidak memungkinkan untuk dikembangkan dalam jangka pendek, mengingat investasi
yang cukup besar, dan perbaikan kondisi air bersih lebih mendapatkan prioritas.

Rencana lokasi IPAL baru Kota Bandung berdasarkan perencanaan tahun 2004-2013
yang belum terealisir dapat menjadi alternatif pengembangan pada tahun 2011-2031
tentunya dengan studi yang lebih dalam.

Dalam menentukan lokasi IPAL yang tepat, faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan
yaitu:
1. Ketersediaan lahan yang memadai
2. Jarak terhadap badan air penerima
3. Ketersediaan sarana jalan dan listrik
4. Berada jauh dari pemukiman penduduk
5. Lokasi yang apabila ditinjau dari topografinya memungkinkan untuk pengaliran
secara gravitasi
6. Tata ruang kota, atau tata guna lahan kota.

Rencana Struktur Ruang 3-19


Rencana Struktur Ruang 3-20
Rencana Struktur Ruang 3-21
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan Air Limbah Kota Bandung, selain dengan
menambah pembuatan IPAL baru, dimana direncanakan sebanyak 2 buah dengan
kapasitas pelayanan mencapai 1500-2000 l/detik, IPAL baru ini sebaiknya
direncanakan dengan menggunakan teknologi yang mengurangi kebutuhan lahan dan
memberikan kinerja yang baik.

Rencana sistem pengelolaan air limbah Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. revitalisasi IPAL Bojongsoang;
b. optimalisasi dan pengembangan pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah
yang sudah terlayani; dan
c. pengembangan sistem pengolahan air limbah publik setempat bagi wilayah yang
tidak terlayani saluran air limbah terpusat dengan prioritas di permukiman kumuh.

Pengembangan jaringan air limbah secara lebih detail adalah sebagai berikut :
1. Untuk jangka pendek pengembangan pelayanan air limbah lebih ditekankan pada
pengoptimalan sistem yang sudah ada. Air limbah di wilayah Bandung Barat belum
tertangani secara optimal. Air limbah dari daerah tangkapan barat masih dialirkan
langsung ke badan air (sungai Citepus) daerah Karasak. Air limbah dari daerah
tangkapan ex jaman Belanda secara langsung dibuang ke sungai Citepus
sehubungan dengan bangunan inhoftank ex Belanda yang sudah tidak berfungsi
lagi.
Rencana tindak perbaikannya adalah:
a. Penyambungan dari tangkapan Nyengseret dan inhoftank ke trunk sewer barat
berupa pemasanga pipa 800 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan
infoftank.
b. Penggabungan daerah tangkapan barat ke Trunk Sewer bagian Timur berupa
pemasangan pipa-pipa 110 mm dengan sistem jacking sepanjang jalan
Soekarno Hatta dari simpang inhoftanksampai dengan MH. Eksisting (samsat)
dan pebangunan bangunan pumping.
2. Kinerja IPAL Bojongsoang belum optimal. Terganggunya proses kolam akibat
adanya daerah mati (dead zone) yang menyebabkan sistem aliran pada kolam
facultatif tidak baik. Pertumbuhan rumput pada areal kolam tidak dapat tertangani
untuk seluruh areal kolam. Terjadi penumpukan lumpur pada bak penampung
(slump well).
Rencana tindak perbaikannya adalah:
a. Revitalisasi IPAL Bojongsoang
b. Perbaikan kolam plus unit bak pengering lumpur dan pengangkat lumpur kolam
(sludge pump)
c. Kajian teknis IPAL Bojongsoang untuk pengabungan buangan air kotor
Bandung Barat.
d. Pemanfaatan saluran Air Kotor yang tersedia belum optimal. Keterbatasan pipa
pengumpul di wilayah timur.
3. Masih rendahnya kapasitas air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan
Bojongsoang dan pencemaran air limbah domestik terhadap sungai masih cukup
tinggi.
Rencana tindak perbaikannya adalah:
a. Pengembangan pemasangan jaringan pipa air kotor diprioritaskan yang
berlangganan air minum.
b. Optimasi pelayanan sistem terpusat pada wilayah-wilayah yang sudah dilayani
sistem tersebut. Di wilayah pelayanan sistem terpusat, masih terdapat juga
rumah tangga yang belum menjadi pelanggan dari sistem terpusat.

Rencana Struktur Ruang 3-22


c. Pengembangan sistem setempat yang diarahkan pada sistem publik bagi
wilayah yang tidak terlayani saluran air limbah terpusat dan diprioritaskan bagi
daerah kumuh. Saat ini tidak semua wilayah di Kota Bandung terlayani oleh
sistem terpusat, terutama di wilayah Bandung Timur. Wilayah yang tidak
terlayani sistem terpusat menggunakan sistem individu, berupa cubluk atau
tanki septik. Untuk daerah yang padat, sistem individu ini sebenarnya tidak
memenuhi syarat kesehatan. Oleh karena itu di daerah-daerah yang belum
terlayani sistem terpusat, sebaiknya dikembangkan sistem setempat, namun
sistem ini sudah didesain agar dapat disambungkan satu dengan yang lain,
sehingga dapat membentuk sistem terpusat di masa yang akan datang. Pada
saat ini wilayah Bandung Timur masih cukup rendah kepadatan penduduknya,
sehingga tidak ekonomis apabila langsung dikembangkan sistem terpusat.
4. Rencana pengembangan program pengelolaan air limbah kota bandung belum
terintegrasi. Rencana tindak perbaikannya adalah dengan menyusun master plan
pengembangan pelayanan air limbah.
5. Pengelolaan penanganan limbah cair dari kegiatan industri, rumah sakit, hotel, dan
restoran. Kegiatan industri dan rumah sakit umumnya menghasilkan limbah
berbahaya, yang seharusnya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air,
sedangkan kegiatan hotel dan restoran umumnya tidak menghasilkan limbah
berbahaya, namun secara kuantitas limbah yang dihasilkan cukup besar, sehingga
diharapkan agar hotel dan restoran mempunyai sistem pengelolaan limbah
tersendiri.

c. Sistem Persampahan Kota

Berikut adalah proyeksi timbulan sampah Kota Bandung sampai dengan tahun 2031
dengan menggunakan data timbulan sampah tahun 2006 dari PD Kebersihan Kota
Bandung.

Tabel III.10
Proyeksi Timbulan Sampah Kota Bandung 2009-2031
Jumlah Timbulan sampah (liter/hari)
Tahun Penduduk
Pemukiman Pasar Jalan Komersial Institusi Industri Jumlah
Tahun 2031
2006 2.296.848 5.742.120 1.708.496 502.445 545.226 255.774 122.881 8.876.941
2009 2.761.208 6.903.020 1.813.069 533.199 578.598 271.429 130.402 10.229.717
2010 2.824.642 7.061.605 1.849.331 543.863 590.170 276.858 133.010 10.454.836
2015 3.141.812 7.854.530 2.041.811 600.469 651.595 305.673 146.854 11.600.931
2020 3.458.982 8.647.455 2.254.324 662.966 719.414 337.488 162.138 12.783.785
2025 3.776.152 9.440.380 2.488.956 731.968 794.291 372.614 179.014 14.007.222
2031 4.093.322 10.233.305 2.748.008 808.152 876.962 411.396 197.646 15.275.468
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung, pelayanan pengangkutan


sampah sampai saat ini baru mencapai 49,43%. Jika diusahakan peningkatan
pelayanan sampai dengan 5% pada tahun 2010 dan selanjutnya 15% setiap 10 tahun,
maka pada akhir tahun 2031 target sampah yang terangkut ke TPAS (Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah) setiap harinya adalah 6.448.539 liter atau sekitar 84,43%
dari produksi sampah. Di samping itu direncanakan pelaksanaan program 3R,
pengomposan, pemadatan, dan daur ulang juga akan berhasil diterapkan sampai
dengan 50% pada tahun 2031.

Rencana Struktur Ruang 3-23


Tabel III.11
Kondisi Eksisting dan Perencanaan Pelayanan Persampahan Kota Bandung
Jumlah Pelayanan Jumlah
Timbulan Reduksi
Penduduk TPAS Terangkut
Tahun sampah Keterangan
Hasil jumlah
(liter/hari) % % l/hari
Proyeksi (l/hari)
2006 2.296.848 8.876.941 0 0 49.43% 4.387.872 Eksisting
2007 2.329.929 9.022.340 0 0 49.43% 4.459.743 Eksisting
2008 2.335.436 9.100.058 0 0 49.43% 4.498.159 Eksisting
2009 2.761.208 10.229.717 0 0 49.43% 5.056.549 Eksisting
2010 2.824.642 10.454.836 10% 1.045.484 54.43% 5.121.511 Target
2020 3.458.982 12.783.785 30% 3.835.135 69.43% 6.213.047 Target
2031 4.093.322 15.275.468 50% 7.637.734 84.43% 6.448.539 Target
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Dari hasil perhitungan diperoleh total sampah terangkut ke TPAS pada tahun 2031
sebesar 6.449 m3/hari, sementara itu kapasitas TPAS yang ada sekarang sebesar
3.837.899 m3. Dengan menggunakan asumsi bahwa volume sampah yang terangkut
ke TPAS rata-rata dari tahun 2010 – 2031 adalah tetap sebesar 5.928 m3/hari maka
umur TPAS sekarang adalah sekitar 1,7 tahun lagi. Analisis ini belum
mempertimbangkan volume sampah yang dihasilkan sejak TPAS dibuka hingga tahun
2009, dengan demikian umur TPAS sebetulnya lebih pendek dari 1,7 tahun.

Untuk meningkatkan pelayanan persampahan Kota Bandung, maka diperlukan


panambahan TPAS yang akan melayani Kota Bandung. Lokasi TPAS yang akan
digunakan harus sesuai dengan SNI 03-3241-1994 yang menyatakan tempat
pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk
mengkarantinakan sampah kota secara aman. Kriteria lokasi TPAS harus
memenuhi persyaratan/ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan hidup dengan
AMDAL serta tata ruang yang ada.

Kelayakan lokasi TPAS ditentukan berdasarkan:


1. kriteria regional digunakan untuk menentukan kelayakan zone meliputi kondisi
geologi, hidrogeologi, kemiringan tanah, jarak dari lapangan terbang, cagar
alam banjir dengan periode 25 tahun;
2. kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan
meliputi iklim, utilitas,lingkungan biologis, kondisi tanah, demografi, batas
administrasi, kebisingan, bau, estetika, dan ekonomi; dan
3. kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan
menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat.

Melihat dari ketersediaan lahan di wilayah Kota Bandung, maka lokasi baru TPAS
kemungkinan besar berada di Bandung Timur, namun demikian diperlukan studi
kelayakan lebih lanjut baik secara teknis maupun sosial ekonomis dan lingkungan.
Pada gambar berikut ini adalah kemungkinan daerah yang dapat dijadikan TPAS.

Rencana Struktur Ruang 3-24


Gambar 3. 3
Lokasi Eksisting dan Rencana TPAS Kota Bandung

Tabel di bawah ini menunjukkan calon lokasi dan wilayah pelayanan TPAS baru di
Kota Bandung serta kondisi kelayakan lahan tersebut saat ini.

Tabel III.12
Alternatif Lokasi TPAS Terpadu

Wilayah
Calon Lokasi Keterangan
Pelayanan

Bandung Barat  Citatah  Secara teknis layak namun berada pada


 Leuwigajah rencana jalur jalan tol
 Perlu penyelesaian masalah sosial terlebih
dahulu.

Bandung Timur  Nagrek-Nagrek  Ketersediaan lahan > 50 Ha. Kondisi geologis


Citiis diperkirakan mendukung.
 Nagrek-Legok  Sudah disurvey oleh tim terpadu BPLHD dan
Selong akan diusulkan ke Gubernur.
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Berikut ini adalah peta perencanaan perbaikan sistem persampahan Kota Bandung
dan penambahan TPAS baru yang merupakan pengembangan dari sistem
persampahan 2004-2013 yang perlu dilakukan pengkajian lebih dalam.

Rencana Struktur Ruang 3-25


Upaya untuk memperbaiki masalah persampahan Kota Bandung diantaranya :
1. Penyusunan rencana induk sistem persampahan kota;
2. Peningkatan pengelolaan persampahan, optimalisasi TPAS Sarimukti, dan
operasionalisasi TPPAS Legok Nangka.
a. Mengelola TPAS sampah yang berlokasi di Sarimukti Kecamatan Cipatat
Kabupaten Bandung Barat untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari Kota
Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat
yang lebih baik dari sebelumnya.
b. Mempersiapkan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah di lokasi Leuwigajah
untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari cekungan Bandung wilayah
Barat dengan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
c. Mempersiapkan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah di lokasi Legok
Nangka Kabupaten Bandung untuk melayani pemrosesan akhir sampah dari
cekungan Bandung wilayah Timur dengan teknologi yang ramah lingkungan
dan berkelanjutan.
3. Pengkajian pembuatan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah dimana
terdapat pemusnah sampah ('incinerator') modern yang dilengkapi dengan
peralatan kendali pembakaran dan sistem monitor emisi gas buang yang kontinu,
dan menghasilkan energi listrik, namun rencana pembuatan infrastruktur perkotaan
pengolahan sampah ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan,
diantaranya:
Kelebihan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah antara lain:
 Dapat mengatasi masalah pengolahan akhir persampahan Kota Bandung
(mereduksi volume sampah)
 Dapat menjadi sumber energi baru
 Dari energi yang dihasilkan, dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi
daerah
Kekurangan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah antara lain:
Melihat dari karakteristik sampah Kota Bandung yang ada, dimana hampir 75%
adalah berupa sampah organik, maka pengkonversian sampah menjadi energy ini
akan membutuhkan energy yang cukup besar untuk pembakarannya. Dimana
menurut pengkajian oleh beberapa sumber, energi yang dibutuhkan untuk
pembakaran lebih besar dibandingkan energy yang akan dihasilkan, sehingga, jika
infrastruktur perkotaan pengolahan sampah dibangun dengan kondisi sampah
seperti ini, maka hanya akan mendatangkan kerugian.

Alternatif pengembangannya adalah:


 Rencana pembuatan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini akan
dapat dilaksanakan dan menghasilkan keuntungan jika sampah yang akan di
konversi semuanya berupa sampah non-organik. Oleh karena itu, sebelum
pembangunan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini, sebaiknya
dilakukan terlebih dahulu pemilahan sampah di sumber agar memastikan
bahwa sampah yang akan dikonversi merupakan sampah kering.
 Jika konsep infrastruktur perkotaan pengolahan sampah Bandung ini energi
bukanlah 'outcome' utama yang diharapkan, melainkan pereduksian volume
sampah itu sendiri maka infrastruktur perkotaan pengolahan sampah ini
mungkin dibangun dengan kondisi sampah Kota Bandung sekarang ini.
4. Pengelolaan Sampah Terpadu 3R Skala Kawasan
Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah saja. Penanganan
sampah berdasarkan konsep 3R diharapkan dapat menerapkan upaya minimasi

Rencana Struktur Ruang 3-26


sampah yaitu dengan cara mengurangi (R1), memanfaatkan kembali (R2), dan
mendaur ulang sampah yang dihasilkan (R3) mulai dari sumbernya. Penanganan
sampah 3R sangat penting dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat
perkotaan yang sangat efisien dan efektif sehingga diharapkan dapat mengurangi
biaya pengelolaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Rencana untuk sistem persampahan Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. pembangunan paling kurang 1 (satu) TPS di setiap PL;


b. pembangunan infrastruktur perkotaan pengolahan sampah di Gedebage.
c. operasionalisasi TPPAS di Legok Nangka, KabupatenBandung;
d. peningkatan pengelolaan sampah terpadu 3R skala kawasan dan skala kota; dan
e. optimalisasi TPAS Sarimukti.

Rencana Struktur Ruang 3-27


Rencana Struktur Ruang 3-28
d. Sistem Drainase Kota

Secara umum sistem drainase di Kota Bandung terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran
pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bandung, yang terdiri dari 15
sungai sepanjang 265,05 km. Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang
sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Namun, sekitar 30% ruas jalan belum
memiliki saluran drainase sehingga beberapa daerah rawan banjir dan genangan.

Kondisi saluran mikro ini di beberapa tempat terputus (tidak berhubungan dengan
saluran di bagian hilirnya). Pada saat ini hanya sekitar 70% ruas jalan yang memiliki
saluran drainase. Secara keseluruhan sistem drainase di Kota Bandung masih belum
terencana dengan baik. Pada tahun 2001 luas daerah genangan banjir di Kota
Bandung sebesar 314.9 Ha, dengan penyebaran Bandung Barat 90.4 ha, Bandung
Timur 197 ha, dan Bandung Utara 27.5 ha.

Penyebab terjadinya daerah rawan banjir ini adalah karena tertutupnya street inlet oleh
beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran drainase,
adanya pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi drainase yang tidak
sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta pengalihfungsian lahan dari kondisi alami
menjadi lahan dengan fungsi komersil seperti pertokoan, mall, jalan, perumahan, dan
lain lain sehingga tutupan lahan pun berubah yang meningkatkan debit limpasan.

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi terkait infrastruktur drainase seperti


terjadinya banjir dan genangan yang semakin meluas di Kota Bandung akibat
pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk yang semakin meningkat sehingga
terjadi perubahan tata guna lahan dapat diterapkan Sustainable Drainage System
(SUDS) atau Sistem Drainase Berkelanjutan. Konsep ini merupakan sistem
penyaluran air hujan yang dirancang untuk mengalirkan air permukaan sekaligus
sebagai upaya konservasi air.

Rencana Struktur Ruang 3-29


Gambar 3. 4
Daerah Rawan Banjir di Kota Bandung

Sumber: RTRW Cekungan Bandung 2009

Rencana pengembangan prasarana drainase secara umum adalah sebagai berikut :


1. Penataan dan pengembangan sistem drainase secara terpadu dengan brandgang.
Pada saat ini masih banyak jaringan drainase yang tidak terhubungkan satu
dengan yang lain, sehingga perlu pengembangan jaringan yang terpadu atau
terintegrasi.
Dalam hal ini perlu ditinjau ulang kondisi eksisting saluran drainase dan melakukan
perbaikan secara teknis untuk saluran yang memerlukan perbaikan. Untuk
perbaikan ini mungkin bisa dilakukan secara bertahap dengan membuat sektor-
sektor perbaikan yang direncanakan dalam beberapa jangka waktu, sehingga
diharapkan pada tahun 2031 semua saluran drainase telah berfungsi dengan baik.

2. Peningkatan fungsi pelayanan drainase makro.


Drainase makro umumnya berupa sungai atau anak sungai. Pada saat ini banyak
sungai di Kota Bandung yang fungsinya mengalami penurunan, yang disebabkan
karena penurunan kapasitas. Penurunan kapasitas ini disebabkan oleh beberapa
hal, seperti pembuangan sampah ke sungai dan erosi.
3. Pengintegrasian sistem drainase dengan wilayah resapan.
Untuk mengaplikasikan sistem drainase berkelanjutan, sebaiknya fasilitas drainase
dilengkapi dengan daerah resapan, sehingga dapat juga untuk menambah
cadangan air tanah. Fasilitas resapan dapat berupa parit resapan, sumur resapan,
kolam resapan, dan perkerasan resapan. Selain fasilitas resapan juga dapat
digunakan fasilitas penyimpan seperti : retrading basin, wetland, kolam regulasi,
taman, pekarangan, ruang terbuka.

Rencana Struktur Ruang 3-30


4. Penurunan tingkat sedimentasi pada sistsme drainase melalui normalisasi sungai,
reboisasi hulu sungan dan pengerukan sungai yang berkelanjutan.
Pemeliharaan saluran drainase dari sampah dan sedimen dengan secara rutin
melakukan pengerukan pada musim kemarau dan memasang grit atau barscreen
di tempat-tempat yang berpotensi masuknya sampah ke dalam saluran drainase.

Sedangkan usaha perbaikan spesifik untuk daerah rawan genangan adalah sebagai
berikut :

Gambar 3. 5
Rencana Perbaikan Drainase Spesifik Daerah Genangan

e. Sistem Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Pejalan Kaki

Penyediaan ruang dan jaringan untuk pejalan kaki menjadi penting untuk menunjang
kegiatan di kawasan perkotaan dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem
transportasi dengan mengurangi beban jalan akibat hambatan samping pejalan kaki
yang berjalan di bahu/badan jalan.

Dalam rencana penyediaan dan pemanfaatan prasana dan sarana jaringan jalan
pejalan kaki, bentuk penyediaan fasilitas pejalan yang dimaksud adalah (juga tertera
pada Tabel 3.13 di bawah ini):
 Fasilitas utama, berupa jalur untuk berjalan, yang dapat di buat khusus sehingga
terpisah dari jalur kendaraan, namun trotoar tidak termasuk ke dalam jenis ini.
 Fasilitas penyeberangan yang diperlukan untuk mengatasi konflik dengan moda
dan angkutan lainnya.
Fasilitas terminal untuk berhenti atau istirahat pejalan dapat berupa bangku-
bangku, halte beratap atau fasilitas lainnya.

Rencana Struktur Ruang 3-31


Tabel III.13
Komponen Fasilitas Pejalan Kaki
Trotoar: Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan
yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi
dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar
dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Penyebrangan zebra: fasilitas
penyeberanganan bagi pejalan kaki sebidang
yang dilengkapi marka untuk memberi
ketegasan/batas dalam melakukan lintasan.
Jalur Pejalan Kaki:
adalah lintasan yang Penyebrangan
diperuntukkan untuk sebidang Penyebrangan pelikan: fasilitas untuk
berjalan kaki penyeberangi pejalan kaki sebidang yang
Fasilitas dilengkapi dengan marka dan lampu
Pejalan pengatur lalu lintas.
Kaki
Jembatan penyebrangan
Penyebrangan
tidak sebidang
Terowongan
Lapak tunggu: fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan
penyeberangan, Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil menunggu kesempatan
melakukan penyeberangan berikutnya.
Rambu
Pagar pembatas
Marka jalan
Lampu penerangan
Pelindung/peneduh
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Kriteria penempatan lokasi prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki adalah
sebagai berikut:
 Pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi.
 Pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap.
 Pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi seperti misalnya
jalan-jalan pasar dan perkotaan.
 Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode
yang pendek seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah
sakit maupun lapangan olah raga.
 Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu,
misalnya lapangan/gelanggang olah raga dan mesjid.

Rincian kebutuhan lebar trotoar minimum di masing-masing lokasi dijelaskan pada


tabel berikut ini.
Tabel III.14
Kriteria Kebutuhan Jalur Pejalan Kaki
No. Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimum
1. Pusat Pelayanan Kota 4 meter
Subpusat Pelayanan Kota 3 meter
Pusat-pusat Lingkungan 2 meter
2. Jalan di daerah pertokoan/ perbelanjaan atau Pedagang 4 meter
Kaki Lima
3. Di wilayah perkantoran utama 3 meter

Rencana Struktur Ruang 3-32


No. Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimum
4. Di wilayah industri
pada jalan primer 3 meter
pada jalan akses 4 meter
5. Di wilayah permukiman
pada jalan primer 2.75 meter
pada jalan akses 2 meter
6. Sekolah/Fasilitas Pendidikan 3 meter
7. Jembatan, terowongan 1 meter
8. Terminal/stop bis/TPKPU 3 meter
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Tabel III.15
Kriteria Lokasi Jalur Pejalan Kaki
Kepadatan Perumahan
Fungsi Komersial
Rendah Sedang Tinggi
Arteri Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan
Kolektor Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan Dua sisi jalan
Lokal Dua sisi jalan Diharapkan ada Satu sisi jalan Dua sisi jalan
tapi tidak
diperlukan
Sumber: Hasil Analisis, 2009

Rencana pengembangan fasilitas pejalan kaki dibagi menjadi empat kategori


berdasarkan keberadaan dan kelengkapan kondisi eksisting, antara lain:
1. Peningkatan kualitas di ruas-ruas jalan yang sudah terdapat fasilitas pejalan kaki,
terutama pada ruas jalan di sekitar pusat kegiatan, salah satunya di kawasan pusat
kota. Peningkatan kualitas ini meliputi perbaikan kondisi trotoar dan pemeliharaan
kelengkapan fasilitas pejalan (lampu jalan, bangku, kotak sampah, dll).
2. penyediaan sarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan jalan arteri dan kolektor yang
sudah memiliki trotoar namun belum memiliki sarana yang lengkap, seperti lampu
jalan, bangku, kotak sampah, zebra cross, jembatan penyeberangan, dan sarana
lainnya.
3. penambahan prasarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang
hanya memiliki trotoar pada satu sisi jalan. Pengembangan fasilitas trotoar di
kedua sisi jalan juga dilanjutkan dengan penambahan kelengkapan fasilitas pejalan
seperti lampu jalan, bangku, kotak sampah, dan lain-lain.
4. penyediaan prasarana pejalan kaki pada ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang
sama sekali belum memiliki trotoar dan kelengkapan lainnya. Sebagian besar jalan
di kawasan Bandung Timur perlu mendapat perhatian karena masih sedikit jalan-
jalan yang dilengkapi dengan fasilitas trotoar padahal sebagian besar merupakan
kawasan perumahan dan cikal bakal pusat kegiatan di pusat pelayanan Gede
Bage. Penyediaan fasilitas pejalan kaki ini juga dilanjutkan dengan penambahan
kelengkapan fasilitas pejalan seperti lampu jalan, bangku, kotak sampah, dan lain-
lain.
Prioritas pengembangan:
Pengembangan fasilitas pejalan kaki diutamakan pada kawasan pusat pelayanan kota,
kawasan subpusat pelayanan kota, kawasan pendidikan, kawasan komersil
(perkantoran, jasa, perdagangan), dan kawasan pemerintahan.
f. Jalur Evakuasi Bencana

Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan rencana ruang evakuasi bencana


antara lain sebagai berikut:

Rencana Struktur Ruang 3-33


 Belum terdapat ruang evakuasi bencana yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat
 Belum terbentuknya jalur-jalur evakuasi bencana yang efektif untuk menuju titik-titik
evakuasi ataupun ruang evakuasi
 Jalur-jalur yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur evakuasi bencana saat ini tidak
terlalu mudah untuk diakses oleh fasilitas kesehatan dan penyelamatan
 Belum terdapat peta kawasan rawan bencana untuk Kota Bandung sehingga belum
bisa dirancang peta jalur dan ruang evakuasi bencana secara mendetail

Bentuk ruang evakuasi bencana yang dimaksud dalam rencana ini dijelaskan sebagai
berikut:
 Ruang evakuasi bencana dapat berupa ruang yang bersifat permanen dan
temporer yang berfungsi menjamin keamanan dan keselamatan bagi para
pengungsi
 Ruang evakuasi bencana ditempatkan di ruang-ruang terbuka publik seperti
lapangan, taman, dan memanfaatkan fasilitas umum seperti gedung atau lapangan
sekolah
 Jalur evakuasi merupakan jalur yang mudah diakses baik oleh orang maupun
kendaraan
 Titik atau pos evakuasi bencana dapat berupa ruang terbuka yang berada di
lingkungan lokal seperti lapangan olahraga, taman RT/RW, dll, yang sifatnya
sebagai tempat penampungan sementara

Berikut ini skema evakuasi bencana yang menunjukkan alur evakuasi di tingkat
lingkungan sampai pada ruang evakuasi bencana di tingkat kota.
Gambar 3. 6
Skema Evakuasi Bencana

Rencana Struktur Ruang 3-34


Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Penyiapan Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan Bencana, diperlukan
sarana dan Prasarana penanggulangan bencana yang merupakan alat yang dipakai
untuk mempermudah pekerjaan, pencapaian maksud dan tujuan, serta upaya yang
digunakan untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi bencana. Sarana dan
prasarana ini terbagi menjadi dua, yaitu sarana dan prasarana umum dan sarana dan
prasarana khusus.

Sarana dan prasarana umum yang terkait secara spasial meliputi:


 Posko Bencana beserta perlengkapan pendukung seperti peta lokasi bencana, alat
komunikasi, tenda darurat, genset (alat penerangan), kantong-kantong mayat dan
lain-lain;
 Rute dan lokasi evakuasi pengungsi;
 Dapur umum berikut kelengkapan logistiknya;
 Pos kesehatan dengan tenaga medis dan obat-obatan;
 Tenda-tenda darurat untuk penampungan dan evakuasi pengungsi, penyiapan
valbed serta penyiapan tandu dan alat perlengkapan lainnya;
 Sarana air bersih dan sarana sanitasi/MCK di tempat evakuasi pengungsi dengan
memisahkan sarana sanitasi/MCK untuk laki-laki dan perempuan;
 Lokasi sementara bagi pengungsi.

Sarana dan prasarana khusus meliputi:


 Media center sebagai pusat informasi yang mudah diakses dan dijangkau oleh
masyarakat;
 Rumah sakit Iapangan beserta dukungan alat kelengkapan kesehatan;
 Trauma centre oleh pemerintah daerah ataupun lembaga masyarakat peduli
bencana yang berfungsi untuk memulihkan kondisi psikologis masyarakat korban
bencana;
 Lokasi kuburan massal bagi korban yang meninggal.

Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana ini meliputi bencana banjir dan
lonsor:
a. Rencana jalur evakuasi bencana banjir meliputi : Jalan Soekarno Hatta; Jalan Pelajar
Pejuang; Jalan BKR; Jalan Pasirkoja; Jalan Gedebage; Jalan Cimencrang; Jalan Tol
Dalam Kota; Jalan Sejajar Tol; dan Jalan Tol Purbaleunyi.
b. Rencana jalur evakuasi bencana longsor meliputi : Jalan Ir. H. Juanda; Jalan Siliwangi;
Jalan Cisitu; Jalan Ciumbuleuit; Jalan Setiabudhi; Jalan Dipatiukur; Jalan P.H.H
Mustofa; dan Jalan A.H Nasution.

Rencana Struktur Ruang 3-35

Anda mungkin juga menyukai