Anda di halaman 1dari 357

Algoritma Astronomi

Jean Meeus

diterjemahkan oleh Dr.-Ing. Khafid

Sebagai modul kuliah Astronomi, IAIN Walisongo


Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kata Pengantar
Seorang penulis program komputer sering bertanya-tanya sendiri mengapa Mesin
menghasilkan posisi planet secara tidak akurat, jalur gerhana yang tidak nyata, atau Fase Bulan
yang salah. Kadang-kadang mereka bersikeras, bingung, "dan saya juga telah menggunakan presisi
ganda (double precision)." Bahkan perangkat lunak komersial kadang-kadang tidak cukup akurat,
yang cukup mengejutkan bagi siapapun yang terjebak dalam mistik dan anggapan bahwa komputer
serba sempurna. Teknik yang baik dapat membantu kita terhindar dari hasil yang salah dari
program yang tidak sempurna atau prosedur (subroutine) yang tidak tepat - dan sesederhana itulah
mengapa buku ini ditulis tentang semua itu.
Di bidang perhitungan benda-benda langit, sudah sejak lama Jean Meeus telah mendapatkan
pujian dan rasa hormat bahkan sebelum mikrokomputer dan kalkulator saku muncul di pasar.
Ketika ia mempublikasikan rumus-rumus Astronomi untuk Kalkulator pada tahun 1979, yang
secara praktis merupakan buku satu-satunya dalam "genre"nya. Dengan cepat menjadi sumber
segala sumber, bahkan untuk penulis lain di bidang tersebut. Banyak dari mereka telah
menyatakan pengakuan untuk meminjam (atau harus memiliki), mengutip karyanya, yang berupa
instruksi dan metode yang jelas dan tak tertandingi.
Dan sekarang, astronom Belgia itu belum menyerah! Hampir setiap buku pegangan
sebelumnya terkait perhitungan benda-benda langit (termasuk karyanya sendiri sebelumnya)
harus mengandalkan rumus-rumus perhitungan Matahari, Bulan, dan planet-planet yang
dikembangkan pada abad terakhir atau setidaknya sebelum tahun 1920. Pada 10 tahun yang lalu,
bagaimanapun juga, kita telah melihat sebuah revolusi menakjubkan dalam dunia observatorium
utama yang menghasilkan almanak. Jet Propulsion Laboratory di California dan US Naval
Observatory di Washington.DC, yang memiliki metode sempurna didukung mesin hitung baru untuk
pemodelan gerakan dan interaksi benda-benda langit dalam tata surya. Pada saat yang sama di
Paris, the Bureau des Longitudes telah menjadi pusat kegiatan yang bertujuan untuk
mendeskripsikan gerakan benda langit secara analitis, dalam bentuk persamaan eksplisit.
Sampai saat ini buah karya yang luar biasa ini masih di luar jangkauan masyarakat umum.
Datanya tersimpan dalam gulungan tape magnetik yang hanya cocok untuk manusia atau mesin
elektronik yang mempunyai otak prima. Namun, Algoritma Astronomi (yang dipaparkan dalam
buku ini) merubah semua itu. Dengan bakat luar biasanya untuk segala macam perhitungan,
penulis telah membuat teknik perhitungan modern yang esensial dan mudah dimanfaatkan bagi
kita semua.
Kita juga berdiri di persimpangan jalan astronomi yang membingungkan. Dalam hanya
beberapa tahun terakhir International Astronomical Union telah memperkenalkan dengan baik
perubahan-perubahan kerangka acuan yang digunakan untuk koordinat benda-benda langit, baik di
dalam tata surya kita maupun jauh di luarnya. Penuntasan perubahan-perubahan ini sangat
didambakan oleh astronom-astronom profesional, the Explanatory Supplement to the Astronomical
Ephemeris, yang diterbitkan pada tahun 1961, sekarang sudah ketinggalan zaman. Sementara
jurnal-jurnal ilmiah telah menyorot sebuah kebingungan tercermin dari penulisan makalah-
makalah ilmiah tentang masalah ini, buku yang anda pegang sekarang ini adalah yang pertama
menawarkan metode ringkas dan praktis untuk mengatasi masa peralihan. Hal itu masih
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengkonversikan basis data astronomi dan katalog
sepenuhnya ke dalam sistem baru, dan siapa saja yang membutuhkan secara rinci pemahaman
tentang apa yang sedang terjadi dan ingin mengetahui komentar buku ini tentang kerangka acuan
FK4 dan FK5, "kesalahan ekuinoks," dan perbedaan antara "J" dan "B" ketika ditempatkan sebelum
epoch seperti 2000.0.

1
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Hampir setiap rumus disajikan dengan contoh numerik yang utuh - sangat penting untuk
keperluan pengecekan perhitungan (proses debugging). Penekanannya adalah pada pengujian,
pengaturan rumus yang tepat, dan tidak keluar dari rentang waktu yang sah. Bab 2 mengandung
banyak kebijaksanaan semacam ini, tumbuh dari pengalaman panjang penulis dengan berbagai
komputer dan bahasa pemrograman. Dia mengingatkan kita jebakan-jebakan lainnya melalui
paparannya. Siapapun yang mencoba untuk memetakan jalur komet, misalnya, untuk menguji
persamaan Kepler. Hal ini sangat membuat jengkel astronom selama bertahun-tahun bahwa
ratusan solusi telah diusulkan, buku ini dengan grafik yang jelas seperti pada Bab 29 memberikan
ide yang baik mengapa.
Setiap kali saya membaca tentang teknik interpolasi, seperti dalam Bab 3, saya teringat
Komet Kohoutek. Berita penemuannya menyebabkan berita besar pada musim semi tahun 1973,
dan kemudian membiarkan para pengamat komet tersebut turun dengan kinerja loyo. Tetapi
komet ini juga mengajari saya, yang penting pelajaran matematika. Setelah menyiapkan bagan
gerakannya dari daftar titik-titik ephemeris, saya melihat bahwa itu akan berlalu sangat dekat
dengan Matahari dan mencoba beberapa skema interpolasi dengan harapan mencari tahu kapan
waktu terjadinya dengan tepat dan jarak minimumnya. Banyak yang mengejutkan saya, mereka
semua gagal untuk memberikan jawaban yang cocok, sedangkan hal itu terlihat sangat jelas pada
grafik saya! Pembaca buku ini bisa menyelamatkan diri dari rasa frustrasi yang sama dengan
mencermati bahasan pada halaman 107.
Di saat-saat dia tidak sibuk menulis atau melakukan seminar tentang teknik komputasi,
Meeus suka ikut berkecimpung untuk memecahkan masalah astronomi dengan penuh semangat,
terutama jika ia merasa itu adalah masalah perhitungan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Setelah saya bertanya kepadanya tentang tanggal di masa lalu dan masa depan saat Bulan mencapai
jarak terdekat dan terjauh yang paling ekstrem dari Bumi. Dalam hitungan minggu dia telah
membuat tabel seperti yang ditampilkan dalam Tabel 48.C di dalam buku ini. Dia kemudian
mengaku bahwa perhitungan ini telah memakan waktu 470 jam di komputer HP-85-nya,
mengkonsumsi listrik 12 kilowatt-jam. Pada kesempatan lain saya mendengar tentang sebuah
program yang terlalu besar untuk komputer mainframe yang ia gunakan pada saat itu. Jadi dia
merancang skema untuk menghindari kesalahan sejumlah besar koefisien dalam komputer memori
yang terbatas, program Fortran-nya secara sederhana hanya membaca dan memutar ulang pita
magnetik 915 kali dalam proses menghasilkan jam demi jam lunar ephemeris yang dicarinya. Tidak
ada masalah, kecuali bahwa ruang komputer operator agaknya mulai terganggu pemrosesan itu!
Perhitungan astronomi memiliki berbagai kegunaan, diantaranya seperti yang diprediksikan
oleh programmer-nya. Pada tahun 1962 yang lalu, misalnya, Meeus menerbitkan sebuah artikel di
British Astronomical Association Journal tentang kejadian langka yang luar biasa yang akan terjadi
di masa mendatang. Jika ada pengamat di Planet Mars pada 11 Mei 1984, jelasnya, mereka harus
mampu melihat bayangan hitam Bumi menutup langsung seluruh muka Matahari. Di antara
pembacanya adalah penulis fiksi ilmiah Arthur C. Clarke, yang kemudian memasukkan perhitungan
tersebut dalam cerita pendek, Transit Bumi. Bagian cerpen tersebut bercerita tentang seorang
astronot, terdampar di planet merah, yang nyaris berhasil untuk menyaksikan acara ini sebelum
suplai oksigennya habis.
Banyak topik dalam buku ini diperuntukkan bagi pengamat benda-benda langit yang serius.
Oleh karena itu, Bab 51 dapat membantu untuk memprediksi pencahayaan pada tempat tertentu di
Bulan, untuk setiap tanggal dan waktu. Pengamat sering ingin tahu saat-saat yang tepat ketika sinar
Matahari hanya mengarah ke seberang kawah tertentu, Rille berliku, atau kubah Bulan yang landai,
karena kemiringan pencahayaan sangat ideal untuk pengawasan secara teleskopik, membuat relief
yang halus menonjol nampak lebih baik daripada di sebagian besar foto closeup pesawat ruang

2
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

angkasa NASA. Bab ini juga dapat membantu kita menemukan kapan Bulan akan menjalani liberasi
yang ekstrim, memutar kawah dekat lengkungan lintasan.
Bab 43 memegang peran khusus bagi yang ingin tahu tentang Jupiter. Pertama ada sebuah
metode sederhana untuk menempatkan empat satelit yang terkenal, metode yang cukup memadai
untuk mengidentifikasi satelit-satelit tersebut melalui teleskop anda sendiri atau menggambar
kembali sejarah pada masa Galileo. Kemudian dipaparkan rumus kelompok kedua yang paling
akurat. Di sini orang yang hobi komputer bisa menghabiskan waktunya seharian, menciptakan,
mengamati jadwal, tidak hanya untuk gerhana dan transit satelit yang umum, namun juga untuk
peristiwa timbal balik antara satu satelit dan lainnya. Jurnal Astronomi terlupa dalam melakukan
peramalan peristiwa dramatis ini, sehingga banyak dari mereka yang tidak teramati kecuali karena
ada unsur kebetulan. Untuk menghitung bulan-bulan Jovian, data-data yang disajikan dalam buku
ini bersaing atau bahkan mempunyai ketelitian yang lebih dibandingkan dengan yang digunakan
oleh kantor-kantor pembuat almanak nasional dengan reputasi besar.
Topik lainnya yang tidak biasa juga ditawarkan dalam buku ini, seperti metode dalam Bab 50
untuk menghitung tanggal ketika deklinasi Bulan pada kondisi ekstrim. Hal ini bukan Perhitungan
yang asal-asalan, untuk masalah yang muncul dalam temuan terbaru pada abad lampau yang
menyidangkan pembunuhan melibatkan pengacara Illinois dan menjadi Presiden Amerika
Abraham Lincoln. Sejarawan telah lama mencoba untuk memecahkan konflik kesaksian yang
bertentangan tentang Bulan dalam perannya bahwa saksi mungkin melihat peristiwa pembunuhan
dengan rinci. Sebagian orang beranggapan bahwa Lincoln, sebagai pengacara untuk pertahanan,
sepertinya tidak didukung dengan almanak. Tidak sampai tahun 1990, situasi yang membuat
penasaran ini dapat dijelaskan, dan integritas Lincoln dikukuhkan, ketika Donald W. Olson dan
Russell Doescher melihat sesuatu yang tidak biasa tentang Bulan di malam tersebut: 29 Agustus
1857. Sebagai pembaca buku ini dapat mengkonfirmasi, Bulan memiliki deklinasi jauh ke arah
selatan malam itu, hampir mendekati nilai ekstrem dalam siklusnya 18.6 tahun, serta keadaan ini
membuat waktu Moonset (Bulan terbenam) terjadi tidak sesuai dengan fasenya. Berikut adalah
contoh indah, bahwa astronom melangkah dan membawa pengetahuan perhitungan untuk
menjelaskan teka-teki yang berlangsung lama bagi para sejarawan.
Kita sekarang hidup dalam waktu yang mendebarkan bagi para praktisi yang berkecimpung
dengan seni mengolah angka-angka. Kalkulator saku dengan empat fungsi yang begitu mahal 20
tahun yang lalu, sekarang dimasukkan sebagai trik pada jam tangan tertentu. Memori RAM
berkapasitas 1K yang dirintis MITS Altair Microcomputer terlampaui 500 kali lipat oleh sebuah chip
tunggal di beberapa laptop saat ini dan komputer notebook. Siapa yang tahu keajaiban-keajaiban di
masa depan? Dengan menyajikan algoritma astronomi dalam standar notasi matematika, bukan
dalam bentuk listing program, penulis telah membuatnya dapat diakses oleh pengguna dari
berbagai mesin dan bahasa komputer termasuk yang belum ditemukan.

Roger W. Sinnott
Sky & Telescope majalah

3
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Pendahuluan
Pada tahun 1978, ketika saya menulis edisi (Belgia) pertama Astronomical Formulae for
Calculators, industri mikrokomputer baru mulai ekspansi di seluruh dunia. Karena komputer
pribadi belum menjangkau setiap orang, buku yang disebutkan tadi ditulis terutama bagi pengguna
kalkulator saku dan oleh karenanya metode yang dipaparkan sedapat mungkin menghindari
perhitungan yang membutuhkan memori komputer yang besar, atau banyak proses/langkah
dalam, atau mengoptimalkan kapasitas yang masih minim.
Karya ini merupakan versi perbaikan besar-besaran dari versi yang lama. Kenyataannya
buku ini menjadi sama sekali baru. Topik bahasannya diperluas dan isinya telah diperbaiki.
Beberapa perubahan sangat diperlukan, karena pertimbangan kesepakatan atau resolusi baru dari
the International Astronomical Union, khususnya terkait penerapan epoch standar baru J2000.0,
selain itu kita diuntungkan adanya teori-teori baru terkait planet dan Bulan yang dikembangkan
oleh the Bureau des Longitudes di Paris.
Seperti yang ditulis oleh Gerard Bodifee dalam pendahuluan di dalam karya saya
sebelumnya:
"Siapapun yang berkecimpung dalam perhitungan astronomi harus mengenal dengan baik
konsep-konsep astronomi dasar dan aturan-aturan yang disepakati dan dia harus memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai teknik matematika dasar. Faktanya, dia harus dapat
menyusun program berisikan perintah-perintah yang sempurna untuk mesin hitung,
mengetahui semua kemungkinan yang diperlukan oleh pengguna yang kompeten. Namun,
semua kebutuhan itu belumlah cukup. Menciptakan sesuatu yang berguna, berupa program
yang sukses membutuhkan banyak latihan. Pengalaman adalah pangkal dari semua ilmu
pengetahuan. Kebenaran umum tentu berlaku untuk seni pemrograman. Hanya dengan
pengalaman-pengalaman dan praktek, orang dapat mempelajari trik-trik perhitungan dan
cara-cara yang sangat berguna dalam sebuah program yang baik."
Buku Algoritma astronomi ini dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi astronom
(profesional atau amatir), bagi mereka yang ingin melakukan perhitungan. Sebuah algoritma (dari
matematikawan Arab Al-Kharezmi) adalah seperangkat aturan untuk merancang sesuatu yang
dilakukan, bagi kami itu adalah prosedur matematika, serangkaian penalaran dan operasi yang
menyediakan solusi untuk masalah yang diberikan.
Buku ini bukan buku pelajaran umum tentang astronomi. Pembaca tidak akan menemukan
darimana teori-teori itu diturunkan. Beberapa definisi dibuat/dijelaskan secara minimal. Ini juga
bukan sebuah buku tentang matematika atau petunjuk untuk mikrokomputer. Pembaca
diasumsikan dapat menggunakan komputer secara benar.
Kecuali hanya dalam beberapa kasus saja, umumnya buku ini tidak memberikan contoh
(source code) program. Alasannya jelas. Sebuah program hanya berguna untuk satu bahasa
komputer. Bahkan jika kita menganggap BASIC saja, ada begitu banyak versi bahasa ini, sehingga
program yang diberikan tidak dapat digunakan begitu saja oleh semua orang tanpa membuat
perubahan yang diperlukan. Sehingga, setiap kalkulator harus menyesuaikan bahasa pemrograman
yang dipakai dalam membuat program tersebut dengan kalkulator. Dalam situasi lain, tema atau isi
yang tepat dari sebuah program biasanya tergantung pada tujuan perhitungan secara spesifik, yang
tidak mungkin diantisipasi oleh orang lain.
Kami memberikan contoh beberapa program dalam standar BASIC. Kita dapat dengan
mudah mengkonversikan menjadi FORTRAN atau bahasa pemrograman komputer yang lain.

4
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Tentu saja, dalam rumus, kita masih menggunakan simbol dan notasi matematika klasik,
bukan simbol-simbol yang digunakan dalam bahasa pemrograman. Sebagai contoh, kita menuliskan
√𝑎 bukan SQR(A), atau a (1 - e) bukannya A * (1 - E), atau cos2 x bukan COS (X)^2 atau COS (X) ** 2.
Penulisan program untuk memecahkan beberapa masalah astronomi memerlukan studi
lebih dari satu bab dari buku ini. Misalnya, dalam rangka untuk membuat program untuk
perhitungan ketinggian Matahari untuk waktu tertentu pada tanggal tertentu di suatu tempat
tertentu, seseorang harus pertama-tama mengubah tanggal dan waktu untuk Hari Julian (Bab 7),
kemudian menghitung bujur Matahari untuk saat tersebut (Bab 24), Askensio Rekta Matahari (Bab
12), waktu sideris (Bab 11), dan akhirnya ketinggian Matahari yang diinginkan (Bab 12).
Buku ini dibatasi pada hal 'klasik', matematika astronomi, meskipun beberapa hal astronomi
berorientasi pada teknik matematika, seperti interpolasi, penyesuaian/ pengepasan kurva (curves
fitting) dan penyortiran data. Topik astrofisika tidak dibahas sama sekali. Selain itu, jelas bahwa
tidak semua topik matematika astronomi dimuat dalam buku ini. Sehingga tidak ada pembahasan
tentang penentuan orbit, okultasi dari bintang oleh Bulan, meteor astronomi, atau gerhana binari.
Untuk gerhana Matahari, pembaca yang tertarik akan menemukan elemen Besselian dan banyak
rumus yang berguna dalam Canon of Solar Eclipses -2003 to +2526 karya H. Mucke dan J. Meeus
(Astronomisches Buero, Wina, 1983), atau dalam Elements of Solar Eclipses 1951 to 2200 yang
ditanda tangani (1989). Elemen-elemen dan rumus tentang transit Merkurius dan Venus melintasi
piringan Matahari dapat diperoleh dari our transits (1989). Dua buku terakhir diterbitkan oleh
Willmann-Bell, Inc.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. S. De Meis (Milan, Italia), A.
Dill (Jerman), dan E. Goffin dan C. Stey-aert (Belgia), untuk nasihat berharga dan asistensinya.

Jean Meeus

5
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................................................ 1
Pendahuluan................................................................................................................................................................. 5
Daftar Isi....................................................................................................................................................................... 7
Simbol dan Singkatan.............................................................................................................................................. 9
Bab 1. Petunjuk dan Tips.................................................................................................................................. 11
Bab 2. Tentang Akurasi...................................................................................................................................... 18
Bab 3. Interpolasi................................................................................................................................................. 26
Bab 4. Pengepasan (Fitting) Kurva............................................................................................................. 38
Bab 5. Iterasi ......................................................................................................................................................... 50
Bab 6. Penyortiran Bilangan ........................................................................................................................... 57
Bab 7. Hari Julian .................................................................................................................................................. 61
Bab 8. Tanggal Paskah ....................................................................................................................................... 69
Bab 9. Waktu Dinamis dan Waktu Universal ........................................................................................... 67
Bab 10. Globe Bumi ................................................................................................................................................ 73
Bab 11. Waktu Sideris di Greenwich .............................................................................................................. 78
Bab 12. Koordinat Transformasi....................................................................................................................... 81
Bab 13. Sudut Paralaks ......................................................................................................................................... 81
Bab 14. Terbit, Transit dan Terbenam .......................................................................................................... 87
Bab 15. Refraksi Atmosfir ................................................................................................................................... 91
Bab 20. Presesi ......................................................................................................................................................... 94
Bab 21. Nutasi dan Kemiringan Ekliptik ....................................................................................................... 102
Bab 24. Koordinat Matahari ........................................................................................................................ 108
Bab 27. Perata (Persamaan) Waktu ............................................................................................................... 115
Bab 39. Koreksi Paralaks .................................................................................................................................... 120
Bab 45. Posisi Bulan ............................................................................................................................................ 123
Bab 46. Kecerlangan Bulan ................................................................................................................................
Bab 47. Fase-fase Bulan ....................................................................................................................................... 134
Bab 52. Gerhana ...................................................................................................................................................... 141
Bab 53. Semidiameter Matahari, Bulan dan Planet .................................................................................. 150
Lampiran I ................................................................................................................................................................... 153
Lampiran II

6
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

7
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

8
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Simbol dan Singkatan


e Eksentrisitas (dari orbit)
h Ketinggian di atas ufuk atau cakrawala (horison)
r Vektor radius vektor, atau jarak dari benda langit ke Matahari, dinyatakan dalam AU
v Anomali sejati (hakiki)

A Azimuth
H Sudut Jam
M Anomali rata-rata
R Jarak Bumi ke Matahari, dinyatakan dalam AU
T Waktu dalam abad Julian (36525 hari) dari J2000.0

𝛼 Askensio Rekta
𝛿 Deklinasi
𝜀 Kemiringan ekliptika (𝜀𝑜 digunakan untuk kemiringan rata-rata)
𝜃 Waktu sideris (𝜃𝑜 adalah waktu sideris di Greenwich)
𝜋 Paralaks
𝜏 Waktu di Julian millenia atau seribuan tahun (365 250 hari) dari J2000.0
𝜙 Lintang Geografis
𝜙' Lintang Geosentrik

Δ Jarak ke Bumi, dinyatakan dalam AU


Δ𝑇 Perbedaan TD - UT
Δ𝜀 Nutasi pada kemiringan ekliptika
Δ𝜓 Nutasi pada Bujur

AU Astronomical Unit atau Unit Astronomi


INT bagian bilangan bulat dari angka atau bilangan pecahan
JD Hari Julian
JDE Hari Julian Ephemeris
TD Waktu dinamis
UT Waktu Universal
Menurut praktik umum astronomi yang lama, simbol kecil superior ditempatkan tepat di
atas titik desimal, bukan setelah desimal terakhir. Misalnya, 28°.5793 berarti 28.5793 derajat.
Selain itu, perhatikan dengan seksama perbedaan antara jam dalam desimal, dan jam-menit-
detik. Misalnya, 1h.30 bukanlah 1 jam dan 30 menit, Tetapi jam 1.30, yaitu 1 jam dan 30 per seratus
jam, atau 1 jam dan 18 menit.
Jangan menggunakan simbol ' dan " untuk menit dan detik waktu. Tanda tersebut digunakan
untuk menit dan detik derajat (atau masing-masing untuk menit busur dan detik busur). Menit dan
detik waktu memiliki simbol-simbol m dan s. Sebagai contoh,
sudut 23°26'44", Tetapi untuk menyatakan waktu dipakai 15h22m07s.

9
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Memang, kita memiliki


1' = satu menit busur = l/60 derajat.
1m = satu menit waktu = l/60 jam
Jangan gunakan simbol ± untuk menyatakan 'kira-kira'. simbol tersebut berarti: plus atau
minus (atau keduanya). Misalnya, akar kuadrat dari 25 adalah ± 5. Penulisan 𝜋 = ± 3 adalah tidak
benar, sebab tidak sama dengan baik +3 ataupun -3, simbol yang benar untuk digunakan untuk hal
itu adalah ≈. Misalnya, 1002 ≈ 1000.
Secara umum, kita akan menggunakan bentuk 'ilmiah' untuk tanggal pada kalender,
yang menyatakan satuan waktu dari yang terbesar sampai yang terkecil, sebagai contoh 6
November 1993. Ini kontras dengan bentuk umum di 'Amerika' (November 6, 1993), dan dengan di
'Eropa' (6 November 1993)1. Pokoknya, dianjurkan untuk mengeja nama bulan, karena persepsi
orang berbeda antara '11/ 6/93' dan yang lain '6/11/93'.

1
Dalam terjemahan ini, penulisan tanggal disesuaikan dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.

10
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 1. Petunjuk dan Tips

Untuk menjelaskan bagaimana menghitung atau membuat program komputer adalah di luar
ruang lingkup buku ini. Sebagai gantinya, pembaca harus mempelajari dengan seksama buku
panduan instruksi pemrograman. Namun, penulisan program yang baik tidak dapat dipelajari
dalam jangka waktu satu hari. Ini adalah seni yang dapat diperoleh hanya secara progresif. Hanya
dengan praktek, orang dapat belajar menulis program yang lebih baik dan lebih efisien.
Dalam Bab pertama, akan diberikan beberapa petunjuk praktis dan tips, yang kemungkinan
umumnya orang tertarik.

Fungsi trigonometri sudut besar


Sudut besar2 sering muncul dalam perhitungan astronomi. Dalam contoh 24.a ditemukan
bahwa pada 13.0 Oktober 1992 bujur rata-rata Matahari adalah -2318.19281 derajat. Sudut lebih
besar ditemukan untuk obyek yang bergerak cepat, seperti Bulan dan satelit yang cerah dari
Jupiter, atau rotasi planet-planet (lihat, misalnya, sudut W pada langkah 9 dari contoh 41.a).
Mungkin perlu untuk mereduksi sudut supaya terletak di interval 0 - 360 derajat, karena
beberapa kalkulator saku atau beberapa bahasa pemrograman mungkin saja memberikan nilai
yang salah untuk fungsi trigonometri sudut besar. Misalnya, cobalah menghitung sinus 36 000 030
derajat. Hasilnya harus persis 0.5.

Mode Sudut
Kebanyakan mesin hitung tidak langsung menghitung fungsi-fungsi trigonometri sudut yang
dinyatakan dalam derajat, menit dan detik. Sebelum melakukan fungsi-fungsi trigonometri, sudut
harus dikonversi ke derajat desimal. Dengan demikian, untuk menghitung cosinus dari 23°26'49",
pertama harus merubah sudut tersebut menjadi 23.446 944 44 derajat, dan selanjutnya
menghitung dengan menggunakan fungsi COS.
Ada komplikasi tambahan bahwa kebanyakan komputer dapat menghitung hanya dalam
radian, bukan dalam derajat. Hal ini menjadi gangguan yang tidak nyaman untuk mengkonversi
derajat ke radian sepanjang waktu, tetapi pada kebanyakan komputer, hal ini harus dilakukan
sebelum menghitung fungsi trigonometri sudut yang dinyatakan dalam derajat.

Askensio Rekta
Askensio Rekta, umumnya dinyatakan dalam jam, menit dan detik waktu. Jika suatu fungsi
trigonometri Askensio Rekta harus dihitung, maka perlu untuk mengkonversikan nilai tersebut ke
derajat (dan kemudian ke radian, jika perlu). Ingat bahwa satu jam berkorelasi dengan 15 derajat.
Contoh 1.a — Hitung tan 𝛼, di mana 𝛼 = 9h14m55s.8.
Pertama, konversikan ke jam desimal:
9h14m55s.8 = 9 + 14/60 + 55.8/3600 = 9.248 833 333 jam.
Kemudian, kalikan dengan 15,
𝛼 = 138°.7325

22
Sudut Besar adalah sudut yang besaran nilainya lebih dari 360 derajat.

11
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bagilah nilai ini dengan 180/𝜋 = 57.295 779 513 ... menghasilkan 𝛼 dalam radian. Selanjutnya kita
dapatkan tan 𝛼 = -0.877 517.

Kuadran yang benar


Ketika sinus, cosinus atau tangen dari sudut diketahui, sudut itu sendiri dapat diperoleh
dengan menggunakan fungsi 'sebaliknya', yaitu arcsine (ASN atau ASIN), arccosine (ACS atau
ACOS), atau arctangent (ATN atau ATAN). Perlu dicatat bahwa fungsi arcsine dan arccosinus tidak
tersedia di beberapa mesin hitung dalam beberapa bahasa pemrograman, umumnya pada hampir
semua mikrokomputer di masa awal.
Fungsi trigonometri inversi (arcsine, arccosine, arctangent) menghasilkan sudut yang tidak
tunggal. Misalnya, jika sin 𝛼 = 0.5, maka 𝛼 = 30°, 150°, 390°, dll. Untuk alasan ini, komputer
elektronik kembali ke fungsi trigonometri inversi, secara benar hanya setengah cakupan 0 sampai
360 derajat: arcsine dan arctangent memberikan sudut terletak antara -90 dan +90 derajat,
sedangkan arccosine memberikan nilai antara 0 dan 180 derajat.
Sebagai contoh, cobalah cos 147°. Jawabannya adalah -0.8387, yang kembali mendapatkan
sudut 147° ketika anda menerapkan fungsi invers. Tetapi sekarang coba cos 213°. Jawabannya
adalah -0.8387 lagi, jika anda mengambil arccosine-nya, memberikan hasil 147°. Oleh karena itu,
setiap kali fungsi inversi dari SIN, COS atau TAN memproses sudut, muncul ambiguitas yang harus
dipecahkan, bila diperlukan, dengan satu atau cara lain. Setiap masalah harus diperiksa secara
terpisah.
Misalnya, rumus (12.4) dan (24.7) menghasilkan sinus dari deklinasi benda langit.
Selanjutnya fungsi arcsine akan selalu memberikan deklinasi ini di kuadran yang benar, karena
semua deklinasi terletak antara -90 dan +90 derajat. Jadi, tidak ada tes khusus yang harus
dilakukan di sini.
Kasus pemisahan sudut terkait fungsi cosinus diberikan oleh rumus (16.1). Pemisahan sudut
pada rentang 0° hingga 180°, yang cocok dengan inversi fungsi cosinus.
Tapi, pertimbangkan konversi dari Askensio Rekta (𝛼) dan deklinasi (𝛿) ke bujur langit (𝜆)
dan lintang (𝛽) dengan cara rumus berikut:
cos 𝛽 sin 𝜆 = sin 𝛿 sin 𝜀 + 𝑐𝑜𝑠𝜅 𝛿 cos 𝜀 sin 𝛼
cos 𝛽 cos 𝜆 = cos 𝛿 cos 𝛼
Sebut saja A dan B adalah mewakili kedua persamaan. Kemudian, membagi persamaan
pertama dengan persamaan kedua, kita memperoleh tan 𝜆 = A/B. Penerapan fungsi arctangent ke
quotient A/B akan menghasilkan 𝜆, yakni sudut antara -90° dan +90°, terdapat ketidakpastian
sebesar ± 180°. Ketidakpastian ini dapat dihilangkan dengan pengujian berikut: jika B < 0,
tambahkan hasilnya dengan 180°. Namun, beberapa bahasa komputer mempunyai fungsi penting,
yakni arctangent ke dua, ATN2 atau ATAN2, yang menggunakan dua argumen A dan B secara
terpisah dan mengkoreksi sudut sehingga masuk dalam kuadran yang tepat. Untuk contoh,
misalkan A = -0.45, B = -0.72, kemudian ATN (A/B) akan menghasilkan sudut 32°, sementara ATN2
(A, B) akan menghasilkan nilai yang benar -148°, atau 212°.

Input sudut negatif


Sudut dinyatakan dalam derajat, menit dan detik dapat menjadi input sebagai tiga bilangan
yang berbeda (INPUT D, M, S). Misalnya, sudut 21°44'07" dapat dimasukkan sebagai tiga angka 21,
44, dan 7. Kemudian, dalam program H sudut dalam derajat dihitung dengan cara H = D + M/60 +
S/3600.

12
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dalam kasus seperti itu, perlakukan sudut negatif harus dilakukan dengan hati-hati. Jika
sudut itu, misalnya, -13°47'22", maka ini berarti -13° dan -47' dan -22".
Dalam kasus ini, tiga angka adalah D = -13, M = -47, dan S = -22. Semua tiga angka memiliki
tanda yang sama! Hal yang menyesatkan, jika memakai notasi -13°47'22", seseorang dapat
memiliki kecenderungan untuk memasukkan -13, +47 dan +22, sehingga sudut yang diinputkan
menjadi -12°12'38". Untuk menghindari kesalahan ini dimungkinkan menulis program sedemikian
rupa sehingga kesalahan seperti itu dapat dikoreksi secara otomatis:
200 INPUT D, M, S
210 JIKA D <0 THEN M =-ABS (M): S =-ABS (S)
220 H = D + M/60 + S/3600
Pada baris 210, menit dan detik yang dibuat negatif, jika derajat negatif. Dua fungsi ABS
memastikan bahwa tidak ada kesalahan dibuat ketika M dan S sebenarnya dimasukkan sebagai
angka negatif.
Namun prosedur ini tidak bekerja dengan baik, apabila besarnya sudut antara 0° dan -1°. Jika
sudut dimaksud, misalnya, sama dengan -0°32'41", maka kita memiliki D = -0, yang komputer
secara otomatis mengkonversi ke 0, yang tidak negatif, sehingga sebagai gantinya mesin hitung
akan menyimpulkan bahwa sudut tersebut 0°32'41". Salah satu solusi (dalam BASIC) adalah
memasukkan derajat sebagai 'string' bukan sebuah variabel numerik, maka dengan cara INPUT D$
bukan INPUT D. Kemudian salah satu dapat menggunakan fungsi VAL dan lakukan pengujian pada
karakter pertama dari string D$.

Pangkat waktu
Beberapa kuantitas dihitung dengan rumus yang berisi pangkat waktu (T, T2, T3, ...). Penting
untuk dicatat bahwa rumus polinomial tersebut hanya berlaku untuk nilai T yang tidak terlalu
besar. Misalnya, rumus
e = 0.046 295 90 - 0.000 027 337 T + 0.000 000 0790 T2 (1.1)
memberikan eksentrisitas e dari orbit Uranus, T adalah waktu diukur dalam abad Julian
(36525 hari) dari awal tahun 2000. Hal ini terbukti bahwa rumus ini hanya berlaku terbatas
beberapa abad sebelum dan sesudah tahun 2000 Masehi, misalnya untuk T terletak di antara -30
dan +30. Untuk |T| jauh lebih besar dari 30, rumus di atas tidak berlaku lagi. Untuk T = -3305.8
rumus akan memberikan e = 1, dan orang yang tidak kompeten, berpikir bahwa "komputer tidak
dapat membuat kesalahan", akan menyimpulkan bahwa pada tahun -328 580 orbit Uranus adalah
parabola dan karenanya bahwa planet ini berasal dari luar tata surya kita - membawa kita di ranah
pseudosains.
Bahkan, eksentrisitas orbit e planet berubah agak tidak teratur seiring perjalanan waktu,
meskipun tidak dapat melebihi batas atas yang didefinisikan. Tetapi untuk interval waktu dari
beberapa milenium, eksentrisitas secara akurat dapat dimodelkan dengan polinomial derajat kedua
seperti (1.1).
Lebih lanjut, kita harus mencatat dengan hati-hati bahwa perbedaan antara komponen
periodik (komponen dalam sinus dan/atau cosinus), yang tetap kecil di semua waktu, dan
komponen waktu (komponen dalam T, T2, T3, ...) yang meningkat semakin cepat seiring dengan
perjalanan waktu. Komponen T2 adalah sangat kecil ketika T kecil, menjadi semakin besar nilainya
untuk |T|. Dengan demikian, untuk nilai-nilai |T| yang besar tidak ada artinya untuk diperhitungkan
dalam perhitungan.

13
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Menghindari pangkat
Misalkan seseorang ingin menghitung polinomial
𝑦 = 𝐴 + 𝐵𝑥 + 𝐶𝑥 2 + 𝐷𝑥 3 + 𝐸𝑥 4
dengan A, B, C, D dan E konstanta, dan variabel x. Sekarang, seseorang mungkin
memprogram mesin untuk menghitung polinomial ini secara langsung dengan menambahkan
komponen, sehingga untuk setiap x yang diberikan mesin akan memberikan nilai polinomial.
Namun, sebagai pengganti penghitungan semua pangkat x, tampaknya lebih bijaksana untuk
menulis polinomial sebagai berikut:
y = A + x (B + x (C + x (D + x E)))
Dalam rumus ini semua fungsi pangkat telah menghilang dan hanya penambahan dan
perkalian yang tersisa. Cara menuliskan polinomial seperti ini disebut metode Horner, sebuah
pendekatan yang sangat cocok untuk perhitungan otomatis dengan menghindari pangkat. Cara ini
juga, akan lebih baik untuk menghitung kuadrat dari angka A dengan cara perkalian A * A daripada
menggunakan fungsi pangkat. Cobalah hitung kuadrat pertama 200 bilangan bulat positif pada
mikro-computer HP-85. Menggunakan prosedur sebagai berikut:
FOR I = 1 TO 200
K = I^2
NEXT I
Perhitungan diselesaikan setelah 10.75 detik. Tetapi ketika baris kedua digantikan oleh K = I * I,
maka perhitungan memakan waktu 0.96 detik!

Untuk mempersingkat program


Untuk membuat program sesingkat mungkin tidak selalu merupakan seni bagi para pencari
seni, Tetapi kadang-kadang kebutuhan kapasitas memori perhitungan yang terbatas pada mesin
hitung yang digunakan. Ada banyak trik untuk membuat program yang lebih pendek, bahkan
perhitungan sederhana. Misalkan seseorang ingin menghitung jumlah S dari banyak komponen:
S = 0.0003233 sin (2.6782 + 15.54204 T)
+ 0.0000984 sin (2.6351 + 79.62980 T)
+ 0.0000721 sin (1.5905 + 77.55226 T)
+ 0.0000198 sin (3.2588 + 21.32993 T)
+ ....
Pertama, karena koefisien dari semua sinus adalah angka kecil, seseorang dapat
menghindari pengetikan desimal dengan mengambil sebagai unit desimal terakhir (dalam kasus ini
10-7). Jadi, bukannya menggunakan angka 0.0003233, dll, tetapi gunakan 3233, dll. Kemudian,
setelah jumlah komponen telah dihitung, bagilah hasilnya dengan 107.
Kedua, tidak baik untuk menulis semua komponen secara eksplisit ke dalam program.
Sebaliknya, bisa memanfaatkan apa yang disebut proses melingkar (loop). Setiap komponen di atas
adalah bentuk A sin (B + C T), jadi kita tempatkan semua nilai A, B, C sebagai DATA dalam program.
Misalkan ada 50 komponen. Maka program akan terlihat seperti ini:
100 S=0
110 RESTORE 170
120 FOR I = 1 TO 50
130 READ A, B, C

14
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

140 S = S +A*SIN (B + C*T)


150 NEXT I
160 S = S/10000000
170 DATA 3233, 2.6782, 15.54204, 984, etc...

Tes keamanan
Sertakan test keamanan dalam kasus situasi yang 'tidak mungkin' terjadi, misalnya dalam
rangka untuk menghentikan perhitungan, ketika setelah sejumlah iterasi tertentu, ketelitian yang
diinginkan belum tercapai.
Atau pikirkan misalnya kasus okultasi bintang oleh Bulan. Di dalam sebuah program untuk
keadaan setempat, waktu terbenam dan terbitnya kembali bintang itu akan dihitung.
Bagaimanapun juga mungkin saja terjadi, , bahwa bintang tidak okultasi seperti yang terlihat dari
tempat tertentu; dalam kasus seperti itu, tentu saja, saat ingress dan egress tidak ada, dan mencoba
untuk menghitungnya agar sesuai dengan menghitung akar angka negatif. Untuk menghindari
masalah ini, program harus ditulis sedemikian rupa bahwa pertama-tama nilai jarak bintang
setidaknya jarak ke pusat piringan Bulan (seperti yang terlihat dari tempat tertentu) dihitung, jika
dan hanya jika, jarak ini lebih kecil dari jari-jari piringan Bulan, waktu ingress dan egress dapat
dihitung.

Debugging
Setelah program ditulis, program beserta hasil perhitungannya harus dicheck dari
kemungkinan adanya kesalahan, yang disebut bugs (kesalahan). Proses menemukan bug
(kesalahan) dan mengoreksinya disebut debugging. Beberapa jenis kesalahan dapat terjadi untuk
pemrograman dalam bahasa apapun:
a. kesalahan sintaks melanggar aturan bahasa, seperti ejaan kurung dilupakan, atau
konvensi lainnya yang spesifik untuk setiap bahasa. Misalnya, dalam BASIC,
A = SIM (B) harusnya : A = SIN (B)
P = SQR (ABS (A + B) harusnya : P = SQR (ABS (A + B))
b. kesalahan semantik, seperti program baris terlupakan. Misalnya, GOTO 800 bila tidak ada
garis 800 ada dalam program ini.
c. kesalahan run-time, yang terjadi selama eksekusi program.
Sebagai contoh:
A = SQR (B). Variabel B dihitung selama eksekusi program, tetapi nilainya kebetulan
negatif;
ON X GOTO 1000, 2000, 3000, Tetapi X lebih besar dari 3.
d. kesalahan pemrograman lain. Kesalahan berikut sering terjadi:
• Mengetik huruf 0 ('oh') bukan angka nol (0 atau Ø), atau sebaliknya, atau mengetik
angka 1 bukannya huruf I. Sebuah daftar referensi, jika tersedia, dapat membantu di
sini.
• Nama variabel digunakan dua kali dalam program (dengan arti yang berbeda).
• Kesalahan dalam menyalin konstanta numerik (seperti 127.3 bukannya 127.03, atau
15 bukannya .15), mengetik * bukannya +, dll

15
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

• Satuan yang digunakan secara salah. Misalnya, sudut dinyatakan dalam derajat, bukan
radian, atau Askensio rekta dinyatakan dalam jam belum dikonversi ke derajat atau
radian.
• Sudut berada pada kuadran yang salah. Lihat 'kuadran yang benar' pada halaman 12.
• Kesalahan pembulatan. Misalnya, cosinus dari sudut d telah dihitung, dari situ
seseorang ingin menyimpulkan sudut tersebut. Hal ini tidak bekerja dengan baik
ketika sudutnya sangat kecil. Memang, jika d sangat kecil, cosinus-nya hampir sama
dengan 1 dan bervariasi cukup lambat sebagai fungsi dari d. Dalam hal ini, nilai d sulit
ditentukan dan tidak dapat dihitung secara akurat.
Misalnya, cos 15" = 0.999 999 997 Tetapi cos 0" adalah persis 1. Jika seseorang
mengharapkan bahwa sudut d bisa sangat kecil, maka nilainya harus dihitung dengan
menggunakan metode lain. Lihat, Misalnya, Bab 16.
• Prosedur iterasi yang tidak menjamin konvergensi dalam beberapa kasus. Lihat Bab 5
(Iterasi) dan 29 (Persamaan Kepler).
• Terlanjur menggunakan Metode perhitungan yang salah. Misalnya, untuk
mempertukarkan dua bilangan X dan Y, dibutuhkan variabel tambahan A3:

Prosedur yang Salah Prosedur yang benar


Y=X A=Y
X=Y Y=X
X=A
Dalam QUICKBASIC, GWBASIC dan beberapa versi BASIC lainnya, terdapat
fungsi SWAP: SWAP (X, Y) mempertukarkan nilai pada variabel X dan Y.

Memeriksa hasil
Tentu saja, program tidak hanya harus 'tata bahasa'-nya saja yang benar: tetapi juga harus
memberikan hasil yang benar. Uji program anda menggunakan solusi yang sudah diketahui. Jika,
misalnya, anda menulis sebuah program untuk perhitungan posisi planet atau waktu fase-fase
Bulan, anda dapat membandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan dalam almanak astronomi.
Uji program anda untuk beberapa kasus 'khusus'. Misalnya, apakah hasilnya masih tepat
untuk nilai deklinasi negatif? atau untuk deklinasi terletak di antara 0° dan -1°? Atau jika lintang
pengamat yang persis nol? Atau untuk nilai negatif dari waktu T?

3
Ini tidak cukup tepat. Secara teoritis, adalah mungkin untuk pertukaran dua bilangan tanpa menggunakan pihak ketiga,
variabel tambahan, seperti berikut:
X = X+Y
Y = X-Y
X = X-Y
Tapi, tentu saja, metode ini mengundang rasa ingin tahu,karena eksekusi operasi ini membutuhkan waktu ekstra pada
komputer, dan terlebih lagi karena kesalahan pembulatan dapat terjadi.

16
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 2. Tentang Akurasi

Topik-topik yang akan dipaparkan dalam Bab ini: akurasi yang diperlukan untuk masalah
tertentu, akurasi yang dihasilkan bahasa pemrograman, dan juga akurasi dalam mempublikasikan
hasil.

Akurasi yang diperlukan untuk masalah tertentu


Keakuratan yang dibutuhkan dalam perhitungan tergantung pada tujuannya. Misalnya,
apabila seseorang ingin menghitung posisi planet dengan tujuan memperoleh waktu terbit dan
terbenamnya, maka akurasi 0.01 derajat sudah memadai. Alasannya jelas: gerakan harian tampak
dari bola langit bersesuaian dengan rotasi lebih dari satu derajat selama interval waktu empat
menit, dan sebagainya, yang mana kesalahan 0.01 derajat pada posisi obyek akan mengakibatkan
kesalahan (kurang-lebih) hanya 0.04 menit dalam perhitungan waktu terbit dan terbenamnya.
Untuk masalah ini, perhitungan dengan menyertakan ratusan komponen periodik untuk
mendapatkan posisi planet dengan akurasi 0".01 hanya akan membuang-buang tenaga dan waktu
pemrosesan komputer saja.
Tetapi jika posisi planet yang dibutuhkan untuk menghitung okultasi bintang oleh planet itu,
maka diperlukan akurasi yang lebih baik dari 1" karena ukuran kecil dari piringan planet tersebut.
Sebuah program yang ditulis untuk satu tujuan mungkin tidak cocok untuk tujuan yang
lainnya. Misalkan, untuk perhitungan posisi bintang, program menggunakan metode akurasi
rendah untuk perhitungan presesi (lihat Bab 20). Sedangkan hasilnya sudah cukup baik untuk
pengamat yang ingin mencari benda-benda langit dengan teleskop yang dipasang secara paralaktik
(mengukur vertikal ke arah zenit), program tersebut menjadi sangat tidak layak jika tidak
memenuhi keakuratan yang diinginkan, misalnya dalam perhitungan okultasi, atau untuk
perhitungan konjungsi.
Jika diperlukan akurasi tertentu, kita harus menggunakan algoritma yang benar-benar
memberikan akurasi ini. John Mosley [1] menyebutkan sebuah program komersial yang tersedia di
pasar dapat menghitung posisi planet, tetapi karena koreksi berbagai gangguan tidak diterapkan,
misalnya posisi Saturnus, Uranus dan Neptunus bisa salah sampai 1 derajat, meskipun hasilnya
ditampilkan sampai ke detik busur terdekat!
Untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik, seringkali perlu untuk menggunakan metode
lain dalam perhitungan, bukan hanya untuk mempertahankan angka-angka desimal dalam hasil
perkiraan perhitungan. Sebagai contoh, jika seseorang harus mengetahui posisi Mars dengan
akurasi 0.1 derajat, cukup dengan menggunakan orbit elips tanpa gangguan (gerak Keplerian).
Namun, jika ingin mengetahui posisi Mars presisi 10" atau lebih baik, maka gangguan yang
disebabkan planet lain harus dihitung dan Program tersebut akan menjadi lebih lama.
Programmer, yang mengetahui rumus-rumus dan akurasi yang diinginkan dalam masalah
yang dimaksudkan di sini, harus mempertimbangkan komponen-komponen yang diperlukan, jika
dimungkinkan, dia harus menghindari yang tidak perlu untuk menjaga program sebaik dan
seefisien mungkin. Misalnya, bujur geometrik rata-rata Matahari, mengacu pada ekuinoks rata-rata
tanggal tertentu, dirumuskan sebagai berikut:
L = 280°27'59".244 + 129 602 771".380 T + 1".0915 T2
dimana T adalah waktu dalam abad Julian 36525 hari ephemeris dari epoch 1.5 TD Januari
2000. Dalam rumus ini, komponen terakhir (Percepatan sekuler Matahari) lebih kecil dari 1" jika
|𝑇| < 0.95, yaitu, antara tahun 1905 dan 2095. Jika akurasi 1" dianggap memadai, maka komponen

17
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

T2 dapat diabaikan untuk setiap waktu dalam periode tersebut. Tetapi untuk tahun 100 kita
memiliki T = -19, sehingga komponen terakhir menjadi 394", yang lebih besar dari 0.1 derajat.

Akurasi komputer
Akurasi komputer merupakan masalah yang jauh lebih kompleks. Bahasa pemrograman
harus bekerja dengan jumlah angka signifikan yang cukup. (Catatan bahwa jumlah angka signifikan
ini tidak sama dengan jumlah desimal! Misalnya, bilangan 0.0000183 memiliki tujuh desimal, tetapi
hanya tiga angka yang signifikan. Angka signifikan dari sebuah bilangan adalah angka yang tersisa
ketika angka nol sebelum dan sesudahnya disisihkan).
Pada operasi pembulatan oleh mesin komputer untuk 6 angka signifikan, maka pemrosesan
1 000 000 + 2 akan menghasilkan 1 000 000.
Bisa menjadi hal berbahaya, misalnya ketika perbedaan diperoleh dari dua angka yang
hampir-sama. Misalkan dilakukan operasi pengurangan bilangan berikut:
6.92736 - 6.92735 = 0.00001.
Setiap bilangan ditulis dengan enam angka, tetapi menghilangkan angka nolnya memberikan
hasil hanya ada satu angka signifikan! Selain itu, dua angka yang diberikan telah dibulatkan. Jika
demikian halnya, maka bahkan situasinya bisa lebih buruk. Misalkan bahwa dua bilangan yang
sebenarnya 6.927 3649 dan 6.927 3451. Sedangkan hasil yang benar adalah 0.000 0198, yang
hampir dua kali hasil sebelumnya!
Enam atau delapan angka signifikan, seperti aturan umum untuk mikrokomputer masa-masa
awal, atau saat ini sering disebut dengan 'single precision', umumnya tidak cukup untuk matematika
astronomi.
Untuk banyak aplikasi, diperlukan mesin hitung melakukan dengan jumlah angka signifkan
yang lebih banyak dari yang diinginkan pada hasil akhir. Mari kita perhatikan, misalnya, rumus
berikut ini menghasilkan bujur rata-rata Bulan, L' untuk setiap waktu yang diinginkan, dalam
derajat (Bab 45):
L' = 218.316 4591 + 481 267.881 342 36 T - 0.001 3268 T2 + 0.000 0019 T3
dimana T adalah waktu yang diukur dalam abad Julian 36525 hari berlalu sejak epoch
standar 1.5 TD Januari 2000 (JDE 2451545.0). Misalkan sekarang, kita ingin mendapatkan bujur
rata-rata Bulan dengan akurasi 0.001 derajat. Karena bujur selalu berada dalam Interval 0-360
derajat, orang mungkin berpikir bahwa mesin menghitung dengan hanya enam angka signifikan
secara internal sudah memadai untuk tujuan tersebut (3 angka sebelum dan setelah tanda
desimal). Dalam kasus ini tidaklah demikian, karena L' nilainya dapat mencapai nilai besar sebelum
direduksi menjadi kurang dari 360 derajat.
Sebagai contoh, mari kita hitung L' untuk T = 0.4, yang berkorelasi dengan 1 Januari 2040
jam 12h TD. Kita dapatkan L' = 192 725°.469, yang direduksi menjadi 125°.469 adalah jawaban
yang benar. Tetapi jika mesin bekerja dengan hanya enam angka signifikan, tidak akan menemukan
L' = 192 725°.469, melainkan 192 725° (enam digit!), yang akan direduksi menjadi 125°, sehingga
dalam hal ini hasil akhir hanya sampai derajat terdekat, dan kesalahannya adalah 0.469 derajat
atau 28', dan ini terjadi hanya dalam waktu 40 tahun setelah permulaan epoch. Dalam keadaan
seperti itu, tidaklah mungkin untuk menghitung gerhana atau okultasi.
Untuk mengetahui dengan akurasi internal pada mesin komputer, program pendek berikut
(dalam BASIC) dapat digunakan.
10 X = 1
20 J = 0

18
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

30 X = X * 2
40 IF X + 1 <> X THEN 60
50 GOTO 80
60 J = J + 1
70 GOTO 30
80 PRINT J, J * O.30103
90 END
Di sini, J adalah jumlah bit yang signifikan dalam mantissa dari angka floating, sementara
0.30103 J adalah jumlah angka signifikan dalam angka desimal. Konstanta 0.30103 adalah log10 2.
Misalnya untuk komputer HP-85 memberikan J = 39, dari mana 11.7 digit, dengan HP-UX Technical
Basic 5.0, bekerja pada HP-Integral mikrokomputer, kita mendapatkan hasil J = 52, dari mana 15.6
intern digit. Program QUICKBASIC 4.5 memberikan J = 63, dari mana 19.0 digit.
Namun, akurasi ini hanya merujuk pada aritmatika sederhana, bukan fungsi trigonometri.
Meskipun GWBASIC produk Toshiba memberikan hasil J = 55, yaitu 16.6 angka intern, memberikan
sinus dengan hanya 7 desimal yang benar, 9 angka terakhir yang benar-benar salah!
Salah satu cara cepat untuk memeriksa ketepatan fungsi trigonometri adalah PRINT 4 * ATN
(1). Jika komputer bekerja dalam radian, ini harus memberikan hasil yang dikenal dengan 𝜋 = 3.14
15 92 65 35 89 79 ... Atau seseorang dapat menghitung sinus dari sudut yang diketahui nilainya
secara akurat, misalnya
SIN (0.61 rad) = 0.572 867 460 100 48 ...
Pembulatan dapat dihindari dalam komputer. Anggaplah misalnya nilai 1/3 = 0.33333333 ...
Karena mesin tidak dapat menangani desimal tak terbatas, maka bilangan tersebut tentu saja harus
dipangkas di suatu tempat.
Kesalahan pembulatan dapat menumpuk dari satu perhitungan ke perhitungan berikutnya.
Dalam kebanyakan kasus, hal ini tidak penting karena satu sama lain menutupi kesalahan, namun
dalam beberapa aplikasi ilmu hitung, kesalahan yang terkumpul dapat meningkat melebihi batas.
Meskipun topik ini di luar cakupan buku ini, kita akan menyebutkan dua kasus.
Perhatikan program berikut:
10 X = 1/3
20 FOR I = 1 TO 30
30 X = (9 * X + 1) * X -1
40 PRINT I, X
50 NEXT I
60 END
Operasi pada baris 30 sebenarnya menggantikan X dengan sendirinya. namun pada
kebanyakan komputer hasilnya menyimpang. Disebutkan di atas HP-UX Technical Basic
menghasilkan:
0.333 333 333 333 308 setelah 4 langkah
0.333 326 162 117 054 setelah 14 langkah
0.215 899 338 763 055 setelah 19 langkah
286.423 ... setelah 24 langkah

19
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dan nilai dari urutan 10217 setelah 30 langkah! Perbedaan akurasi antara mikrokomputer
atau bahkan kalkulator genggam dapat ditunjukkan dengan tes sederhana [2]: berulang kali
mengkuadratkan 1.000 0001. Setelah 27 kali, hasilnya ke 10 angka penting harus 674 530.4707.
Hasil untuk beberapa mesin atau bahasa pemrograman adalah sebagai berikut:
674 494.06 pada HP-67 kalkulator
674 514.87 pada HP-85
674 520.61 pada TI-58 kalkulator
674 530.4755 pada HP-Integral (HP-UX Techn. Basic)
674 530.4755 di QUICKBASIC 4.5
Tapi itu masih belum akhir cerita. Pada dasarnya, ada dua cara berbeda untuk representasi
internal informasi numerik ke dalam komputer. Beberapa mesin, seperti HP-85 lama,
menggunakan skema BCD atau Binary Coded Decimal (Kode Biner Desimal) untuk
mempresentasikan Bilangan secara internal, tetapi dalam banyak kasus lain representasi biner
digunakan.
BCD adalah skema dimana nilai sebenarnya dari setiap digit bilangan disimpan secara
individual. Hal ini memungkinkan bilangan yang direpresentasikan secara tepat, untuk presisi
sampai angka tertentu dari mesin yang dimaksudkan atau bahasa pemrograman. Biner, di sisi lain,
merepresentasikan semua bilangan karena beberapa kombinasi pangkat dari 2. Dalam biner, fraksi
juga direpresentasikan sebagai pangkat 2, sehingga tidak mungkin untuk merepresentasikan
bilangan yang bukan kombinasi yang tepat dari pangkat negatif dari 2 di dalam sistem biner.
Misalnya, 1/10 secara rasional tidak dinyatakan sebagai kombinasi pangkat negatif dari 2, karena
1/10 = 1/16 + 1/32 + 1/128 ...
Fungsi aritmatika biner biasanya lebih cepat dalam eksekusinya dibandingkan dengan BCD
lain, tetapi ketidaknyamanannya adalah bahwa beberapa bilangan, bahkan dengan bilangan kecil
desimal, tidak direpresentasikan tepat.
Akibatnya, hasil dari operasi aritmatika bisa saja salah, bahkan ketika bilangan hanya
beberapa desimal saja. Misalkan X = 4.34. Kemudian hasil yang benar dari operasi H = (INT 100 * (X
- INT (X))) adalah 34. Namun, banyak bahasa komputer menghasilkan H = 33. Alasannya bahwa
dalam kasus ini nilai X adalah direpresentasikan secara internal sebagai 4.3399999998, atau
semacamnya. Contoh lain yang mengejutkan adalah
2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 - 3.
Pada banyak komputer, hasilnya tidak nol! Di HP-Integral, menggunakan HP-UX Technical
Basic 5.0, hasilnya adalah 8.88 x 10-16. Tetapi pada mesin yang sama 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 + 2 -
3 menghasilkan nol, sehingga urutan di mana operasi dilakukan dapat menjadi sangat penting di
sini!
Anehnya, 2 + (5 * 0.2) - 3 memberikan hasil persis nol pada HP-Integral, dan begitu juga
dengan berikut:
A = 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2 + 0.2
B=2+A
C=B-3
PRINT C
Perhatikan program berikut:
10 FOR I = 0 TO 100 STEP 0.1
20 U = I

20
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

30 NEXT I
40 PRINT U
50 END
Di sini, I dan U mengambil nilai-nilai yang berurutan dari 0 sampai 100 dengan langkah-
langkah 0.1, dan nilai terakhir dari U harus persis 100. HP-85 tidak menghasilkan 100 memang,
Tetapi HP-Integral memberikan 99.999 999 999 9986, yang dapat memiliki konsekuensi berbahaya
dalam beberapa aplikasi. Kesalahan akibat fakta bahwa nilai langkah 0.1 diterjemahkan ke dalam
biner sebagai 0.0999999. Bedanya dengan 0.1 sangat kecil tetapi, karena ada 1000 langkah,
kesalahan terakhir menjadi 1000 kali lebih besar dari perbedaan kecil. Dalam kasus ini, masalahnya
dapat diatasi dengan mengambil nilai bilangan bulat untuk langkah:
10 FOR J = 0 TO 1000
20 I = J/10
30 U = I
40 NEXT J
50 PRINT U
60 END
Kita mungkin mendapatkan kejutan lain dengan
A = 3 * (1 / 3)
PRINT INT (A)
Hasil yang benar adalah 1 pada beberapa komputer, tetapi nol pada komputer lain. Atau
coba, misalnya, A = 0.1, PRINT INT(1000 * A)
Tes lain yang menarik adalah
INPUT A
B = A/10
C = 10 * B
PRINT A - C
Hasilnya harus nol. Tetapi untuk beberapa bilangan A jawabannya bisa berbeda. Salah satu
cara mudah untuk mengetahui apakah bahasa komputer bekerja di BCD atau tidak, lihatlah
kemungkinan nilai bilangan bulat terbesar (yang adalah, bilangan didefinisikan sebagai INTEGER).
Jika demikian adalah bilangan 'bulat yang bagus', maka hal ini menunjukkan bahwa mesin bekerja
di BCD. Sebagai contoh, pada HP-85 di mana bilangan bulat terbesar adalah 99 999 (atau 105 - l).
Tetapi jika bilangan bulat terbesar adalah bilangan yang 'aneh' (pada kenyataannya, pangkat dari 2
kemudian dikurangi satu), maka ini berarti bahwa komputer tidak bekerja di BCD. Pada TRS-80
lama, bahwa bilangan bulat terbesar adalah 32 767 (atau 215 - 1), sementara untuk HP-UX Technical
Basic 5.0 pada HP-Integral itu 2 147 483 647 (atau 231 - 1).
Pembulatan pada aritmatika yang tidak eksak dapat menghasilkan sesuatu yang
mengejutkan yang lain. Pada kebanyakan mikrokomputer, hasil SQR (25) - 5 tidak nol! Ini bisa
menjadi masalah jika pengujian pada hasil. Apakah 25 merupakan kwadrat sempurna? Orang
mungkin berpikir jawabannya adalah tidak, karena komputer memberitahu kita bahwa SQR (25) -
INT (SQR (25)) tidak nol!

Pembulatan hasil akhir


Hasil akhir harus dibulatkan dengan benar dan bermakna, sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Pembulatan harus dilakukan dengan nilai terdekat. Misalnya, 15.88 yang akan

21
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dibulatkan menjadi 15.9, atau 16, bukan 15. Namun, tanggal dan tahun kalender adalah
pengecualian. Misalnya, 15.88 Maret menunjukkan suatu tanggal tertentu, yakni 15 Maret: itu
berarti 0.88 hari setelah tanggal 15 Maret jam 0h. Jadi, jika kita membaca bahwa suatu peristiwa
terjadi pada tanggal 15.88, itu terjadi pada tanggal 15 Maret, bukan pada 16 Maret. Demikian pula,
1977.69 menunjukkan sekejap milik tahun 1977, bukan 1978.
Hanya angka yang bermakna harus dipertahankan. Misalnya, Rumus Muller untuk
menghitung besarnya Jupiter secara visual adalah:
m = -8.93 + 5 log r𝛥
dimana r adalah jarak Jupiter ke Matahari, Δ adalah jarak ke Bumi (keduanya dalam unit
astronomi), dan logaritma dengan basis 10. Sekarang, pada 14 Mei 1992 pada jam 0h TD, kita
memiliki:
r = 5.417 149
𝛥 = 5.125 382
dari mana m = -1.712 514 898. Namun menyebutkan semua desimal tersebut, di bawah dalih
bahwa mereka dihasilkan oleh komputer, akan menjadi konyol dan akan memberikan pembaca
kesan palsu seolah akurasi tinggi. Karena konstanta -8.93 dalam rumus Muller diberikan dalam
magnitudo 0.01, tidak ada hasil dengan akurasi yang lebih tinggi yang dapat diharapkan. Dan di
setiap kasus, fenomena meteorologi di atmosfer Jupiter adalah sedemikian rupa sehingga besarnya
planet raksasa tidak bisa diprediksi dengan akurasi yang lebih baik dari 0.01 atau bahkan 0.1.
Sebagai contoh lain, John Mosley [3] menyebutkan program komersial yang tersedia
menghasilkan waktu terbit dan terbenam benda langit sampai 0.1 detik, yang mustahil tepat.
Beberapa 'perasaan' dan pengetahuan astronomi yang cukup diperlukan di sini. Misalnya,
akan menjadi benar-benar tidak relevan untuk memberikan fraksi piringan Bulan yang bercahaya
akurat sampai 0.000 000 001.
Pembulatan harus dilakukan setelah seluruh perhitungan didapatkan, tetapi tidak sebelum
memulai atau sebelum memasukkan data ke komputer.
Contoh: Hitung 1.4 + 1.4 ke bilangan bulat terdekat. Jika kita pertama membulatkan
bilangan-bilangan yang dimasukan, kita memperoleh 1 + 1 = 2. Kenyataannya, 1.4 + 1.4 = 2.8, yang
akan dibulatkan menjadi 3.
Berikut adalah contoh lain. Pada tanggal terjadinya oposisi, 18 Juli 1996 deklinasi Neptunus
adalah 𝛿 = -20°24'. Berapa ketinggian planet hm pada saat transit melalui meridian selatan, di
Sonneberg Observatory, Jerman, ke derajat terdekat? lintang Observatorium itu adalah 𝜙 = +50°23'.
Rumus yang digunakan adalah
hm = 90° - 𝜙 − 𝛿
Jawabannya adalah hm = 90° - 50° 23'- 20° 24' = 19° 13', menjadi 19°.
Pembulatan 𝜙 dan 𝛿 ke derajat terdekat sebelum perhitungan akan memberikan hasil yang
salah 90° - 50° - 20° = 20°. Sebuah kesalahan yang sama terjadi ketika jarak, dibulatkan ke
kilometer terdekat, akan dikonversi ke kilometer. Dalam hal ini, misalnya nilai 17 km, tidak akan
pernah tercapai, karena
10 mil akan memberikan 16.09 km, yang dibulatkan menjadi 16 km,
11 mil akan memberikan 17.70 km yang dibulatkan menjadi 18 km.
Askensio Rekta dan deklinasi - Karena 24 jam berkorelasi dengan 360 derajat, satu jam berkorelasi
dengan 15°, satu menit dari waktu berkorelasi dengan 15 menit busur, dan satu detik waktu
berkorelasi dengan 15 detik busur: selama interval waktu satu detik Bumi berputar melintasi 15".

22
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk alasan ini, jika deklinasi benda langit diketahui, misalnya, untuk 1", maka Askensio
Rekta harus dinyatakan dalam waktu sepersepuluh detik terdekat, jika tidak maka deklinasi akan
diberikan dengan akurasi jauh lebih besar daripada Askensio Rekta. Tabel berikut memberikan
perkiraan korelasi antara akurasi dari Askensio Rekta (𝛼) dan deklinasi (𝛿). Misalnya, jika 𝛿
diberikan dengan akurasi 1', maka 𝛼 harus diberikan dalam waktu 0.1 menit terdekat. Sebagai
contoh, kita presentasikan posisi Nova Cygni 1975 dengan akurasi yang berbeda.

Pada 𝛼 Pada 𝛿 Contoh (Nova Cygni 1975)


1m 0°.1 𝛼 = 21h10m 𝛿 = +47.9
0m.1 1' 21h09m.9 +47°57'
1s 0'.1 21h09m53s +47°56'.7
02.1 1" 21h09m52s.8 +47°56'41"

Sebagai catatan akhir, kita nyatakan bahwa menghilangkan nol bisa merupakan hal penting.
Misalnya, 18.0 adalah tidak sama dengan 18. Nilai sebelumnya berarti bahwa jumlah sebenarnya
terletak antara 17.95 dan 18.05, sedangkan nilai kedua telah dibulatkan ke bilangan bulat terdekat
dan dapat berarti sama dengan bilangan antara 17.5 dan 18.5. Untuk alasan ini, angka nol harus
disertakan dalam hasil untuk menunjukkan akurasi: bintang besarnya 7 tidak sama sebagai bintang
besarnya 7.00.

Daftar Pustaka
1. John Mosley, Sky and Telescope, Vol. 78, hal. 300 (September 1989).
2. F. Gruenberger, 'Computer Recreation', Scientific American, Vol. 250, hal. 10 (April 1984).
3. John Mosley, Sky and Telescope, Vol. 81, hal. 201 (Februari 1991).

23
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 3. Interpolasi

Almanak astronomi atau publikasi lainnya berisi tabel numerik yang menyajikan data
kuantitas y untuk argumen x yang berjarak sama. Sebagai contoh, y adalah askensio rekta Matahari,
dan nilai x adalah urutan hari dalam suatu tahun pada jam 0h TD. Interpolasi adalah proses atau
metode untuk menemukan nilai-nilai untuk waktu tertentu, kuantitas, dll., berdasarkan data yang
disajikan dalam sebuah tabel.
Tentu saja, sebuah 'tabel' tidak harus diambil dari buku, tetapi bisa saja dihitung dengan
sebuah program komputer. Misalkan posisi Matahari yang akan dihitung sangat banyak (> 3) pada
saat tertentu pada hari yang sama. Kemudian seseorang dapat menghitung posisi Matahari untuk
0h, 12h dan 24h pada hari itu, dan kemudian menggunakan hasil-hasilnya untuk melakukan
interpolasi untuk setiap saat yang diinginkan pada hari tersebut. Cara ini akan membutuhkan
waktu komputer lebih sedikit dibandingkan dengan menghitung posisi Matahari secara langsung
untuk setiap saat.
Dalam Bab ini, kita akan membahas dua kasus: interpolasi dari tiga atau lima nilai yang
didapatkan dari tabel. Dalam kedua kasus kita juga akan memperlihatkan bagaimana nilai ekstrem
atau nol dari suatu fungsi dapat ditemukan. Kasus interpolasi hanya dengan dua nilai dari tabel
tidak akan dibahas di sini, karena dalam kasus semacam ini dapat dilakukan interpolasi linear, dan
ini sama sekali tidak sulit.

Tiga nilai tabular


Tiga nilai tabular y1, y2, y3 dari fungsi y diberikan, sesuai dengan nilai-nilai x1, x2, x3 dari
argumen x. Mari kita membentuk tabel tingkat perbedaan seperti berikut ini:
x1 y1
a
x2 y2 c (3.1)
b
x3 y3
dimana a = y2 - y1 dan b = y3 - y2 disebut perbedaan-perbedaan tingkat pertama. Perbedaan
tingkat kedua c adalah sama dengan b - a, yaitu
c = y1 + y3 - 2 y2
Umumnya, perbedaan dengan tingkatan berurutan secara gradual semakin mengecil.
Interpolasi dari tiga nilai tabular diperbolehkan ketika perbedaan tingkat kedua dari tabel hampir,
yakni ketika perbedaan tingkat ketiga hampir nol. Dalam hal ini, dibutuhkan perasaan dan
pengalaman yang baik dari seorang pembuat program. Misalnya, posisi Bulan bisa diinterpolasi
akurat dari tiga posisi diberikan pada interval per jam, tetapi tidak cukup teliti ketika intervalnya
satu hari.
Mari kita perhatikan, misalnya, jarak dari Mars ke Bumi dari 5 sampai 9 Nopember 1992,
pada jam 0h TD. Nilai-nilai yang diberikan dalam satuan astronomi, dan tingkat perbedaannya
dalam satuan desimal ke 6:

24
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

5 November 1992 0.898 013


-6904
6 0.891 109 +21
-6883 +2
7 0.884 226 +23
-6860 +2
8 0.877 366 +25
-6835
9 0.870 531
Karena perbedaan tingkat ketiga hampir nol, maka kita dapat menginterpolasikan dari hanya
tiga nilai tabular.
Nilai tengah x2 harus dipilih sedemikian rupa bahwa nilai tersebut adalah nilai x yang
terdekat dengan nilai x yang ingin kita interpolasikan. Misalnya, jika dari tabel di atas kita harus
menyimpulkan nilai fungsi untuk 7 November pada 22h14m, maka y2 adalah nilai untuk 8.00
November. Dalam hal ini, kita harus mempertimbangkan nilai-nilai tabel untuk 7, 8 dan 9
November, yaitu tabel:
7 November y1 = 0.884 226
8 y2 = 0.877366 (3.2)
9 y3 = 0.870531
dan tingkat perbedaannya adalah:
a = -0.006 860
c = 0.000 025
b = -0.006 835
Misalkan n adalah faktor interpolasi. Artinya, jika nilai fungsi y diperlukan untuk nilai
argumen x, kita memiliki n = x - x2 dengan satuan seperti pada interval tabel. Nilai n adalah positif
jika x > x2, yaitu untuk nilai 'setelah' x2, atau dari x2 ke bagian bawah tabel. Jika x mendahului x2,
maka n < 0.
Jika y2 telah dipilih dengan benar, maka n antara -0.5 dan +0.5, Meskipun rumus berikut ini juga
akan memberikan hasil yang benar untuk semua nilai n antara -1 dan +1.
Rumus interpolasi adalah
𝑛
𝑦 = 𝑦2 + (𝑎 + 𝑏 + 𝑛 𝑐)
2

Contoh 3.a — Dari tabel (3.2), Hitunglah jarak Mars ke Bumi pada 8 November 1992 pada jam
4h21m TD.
Kita memiliki 4h21m = 4.35 jam, dan karena interval tabel adalah 1 hari atau 24 jam, maka
n = 4.35/24 = 0.18125. Rumus (3.3) memberikan hasil y = 0.876 125, seperti yang diinginkan.

Jika fungsi ditabulasikan mencapai suatu nilai ekstrem (yaitu, nilai maksimal atau nilai minimum),
hal ini dapat ditemukan sebagai berikut. Buatlah tingkat perbedaan (3.1) untuk bagian yang tepat
dari ephemeris. Selanjutnya nilai ekstrem fungsi adalah:
(𝑎 + 𝑏)2
𝑦𝑚 = 𝑦2 − (3.4)
8𝑐

25
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dan nilai yang berkorelasi dengan argumen x dirumuskan dengan:


𝑎 + 𝑏
𝑛𝑚 = − (3.5)
2𝑐
dalam satuan interval tabel, dan diukur dari nilai pusat x1.

Contoh 3.b — Hitung waktu perjalanan Mars melalui perihelion Mei 1992, dan besarnya vektor
radius pada saat itu.
Nilai berikut untuk jarak Matahari ke Mars telah dihitung dengan interval empat hari:
12.0 TD Mei 1992 1.3814294
16.0 1.3812213
20.0 1.3812453
Tingkat perbedaannya adalah
a = -0.000 2081
c = 0.000 2321
b = 0.000 0240
dari tingkat perbedaan di atas kita menyimpulkan
ym = 1.3812030 dan nm = +0.39 660
Oleh karena itu, setidaknya jarak dari Mars ke Matahari adalah 1.381 2030 AU. Waktu yang
sesuai diperoleh dengan mengalikan 4 hari (interval tabel) dengan 0.39 660. Ini menghasilkan 1.58
640 hari, atau 1 hari dan 14 jam belakangan dari waktu pusat, yaitu 17 Mei 1992 jam 14h TD.
[Tentu saja, jika nm negatif, keadaan ekstrem akan berlangsung lebih awal dari waktu pusat.]

Nilai argumen x dimana fungsi y adalah nol dapat ditemukan dengan merangkai kembali
tabel tingkat perbedaan (3.1) untuk bagian yang tepat dari ephemeris. Faktor interpolasi
berkorelasi dengan nilai nol dari fungsi tersebut, kemudian dirumuskan dengan:
−2 𝑦2
𝑛𝑜 = (3.6)
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 𝑛𝑜
Persamaan (3.6) dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu menempatkan 𝑛𝑜 = 0 di sebelah
kanan. Kemudian rumus memberikan nilai perkiraan no. Nilai ini kemudian digunakan untuk
menghitung sisi kanan lagi, yang memberikan nilai yang masih lebih baik untuk no. Proses ini
disebut iterasi (Latin: iterare = mengulang), dapat dilanjutkan sampai nilai ditemukan no tidak lagi
bervariasi, sesuai dengan ketepatan komputer.

Contoh 3.c — Diketahui nilai berikut adalah deklinasi Merkurius pada :


26.0 TD Februari 1973 -0° 28'13".4
27.0 +0 06 46.3
28.0 +0 38 23.2
Hitunglah kapan saat deklinasi planet adalah nol.
Pertama, kita mengubah nilai-nilai dari tabel ke dalam detik derajat dan kemudian
membentuk tingkat perbedaan:

26
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

yi = -1693.4
a = 2099.7
y2 = + 406.3 c = -202.8
b = 1896.9
y3 = +2303.2
Rumus (3.6) kemudian menjadi
−812.6
𝑛𝑜 =
+3996.6 − 202.8 𝑛𝑜
Tempatkan no = 0 di bagian kanan, kita dapatkan no = -0.20332. Ulangi perhitungan, kita
dapatkan berturut-turut -0.20125 dan -0.20127. Oleh karena itu, no = -0.20127 dan selanjutnya,
interval tabular adalah satu hari, Merkurius melintasi ekuator langit pada:
27.0 Februari 1973 - 0.20127 = 26.79873 Februari
26 Februari jam 19h10m TD.

Untuk nilai perhitungan nilai faktor interpolasi no dengan nilai fungsinya adalah nol, rumus
(3.6) sangat tepat, ketika, seperti dalam Contoh 3.c, yang mana fungsi tersebut 'hampir garis lurus'
di dalam Interval yang diperhitungkan. Namun, jika kelengkungan fungsi ini dianggap penting,
penggunaan rumus mungkin memerlukan banyak iterasi, apalagi, dapat menyebabkan divergensi
sekalipun iterasi dimulai dari nilai no yang hampir benar. Dalam hal ini, metode yang lebih baik
untuk menghitung no adalah sebagai berikut: koreksi ke no yang nilainya diasumsikan:
2 𝑦2 + 𝑛𝑜 (𝑎 + 𝑏 + 𝑐 𝑛𝑜 )
Δ𝑛𝑜 = − (3.7)
𝑎 + 𝑏 + 2 𝑐 𝑛𝑜
Perhitungan harus diulang, dengan menggunakan nilai baru no sampai didapatkan no yang
tidak lagi bervariasi.
Contoh 3.d — Anggaplah sebuah fungsi dengan nilai sebagai berikut:
x1 = - 1 y1 = - 2
x2 = 0 y2 = +3
x3 = +1 y3 = +2

Ketiga titik sebenarnya mewakili parabola y = 3 + 2x - 3 x2,


yang memiliki kelengkungan yang kuat antara x = -1 dan x
= +1 (lihat Gambar di sebelah kiri).
Dimulai dengan no = 0, rumus (3.6) memberikan
hasil berturut-turut:
-1.5
-0.461 538 ...
-0.886 363 . .
-0.643 902 ...
-0.763 027 ...
-0.699 450 ...

27
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dan seterusnya. Nilai yang benar dengan desimal ke enam diperoleh setelah tidak kurang
dari 24 iterasi. Tetapi jika kita menggunakan rumus (3.7), sekali lagi dimulai dengan no = nol, kita
menemukan berturut-turut
-1.5
-0.886 363 636 364
-0.732 001 693 959
-0.720 818 540 935
-0.720 759 221 726
-0.720 759 220 056
-0.720 759 220 056
sehingga desimal kedua belas yang diperoleh dengan benar hanya diperlukan enam iterasi
dalam kasus ini.

Lima nilai tabular


Jika tingkat perbedaan ketiga tidak dapat diabaikan, lebih dari tiga nilai tabular harus
digunakan. Mengambil lima nilai tabular berturut-turut, y1 sampai y5, kita membentuk, seperti
sebelumnya, tabel tingkat perbedaan

y1
A
y2 E
B H
y3 F K
C J
n y4 G
D
y5
di mana A = y2 - y1, H = F - E, dst. Jika n adalah faktor interpolasi, diukur dari nilai sentral y3
dalam satuan interval tabular, positif ke arah y4, rumus interpolasinya adalah
𝑛 𝑛2 𝑛 (𝑛2 − 1) 𝑛2 (𝑛2 − 1)
𝑦 = 𝑦3 + (𝐵 + 𝐶) + 𝐹 + (𝐻 + 𝐽) + 𝐾
2 2 12 24
yang juga dapat ditulis (3.8)
𝐵 + 𝐶 𝐻 + 𝐽 𝐹 𝐾 𝐻 + 𝐽 𝐾
𝑦 = 𝑦3 + 𝑛 ( − ) + 𝑛2 ( − ) + 𝑛3 ( ) + 𝑛4 ( )
2 12 2 24 12 24

Contoh 3.e — Anggaplah nilai-nilai berikut dari paralaks horisontal Bulan pada ekuator:
27.0 TD Februari 1992 54'36".125
27.5 54 24.606
28.0 54 15.486
28.5 54 08.694
29.0 54 04.133
Tingkat perbedaan (dalam ") adalah

28
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

A = -11.519
E = +2.399
B = -9.120 H = -0.071
F = +2.328 K = -0.026
C = -6.792 J = -0.097
G = +2.231
D = -4.561
Kita melihat bahwa tingkat perbedaan ke tiga (H dan J) tidak dapat diabaikan, kecuali
akurasi sekitar 0".1 dianggap sudah memadai.
Mari kita sekarang menghitung paralaks Bulan pada 28 Februari jam 3h20m TD. Interval
tabular adalah 12 jam, kita memiliki
3ℎ 20𝑚 3.333 333
𝑛= = = +0.277 7778
12ℎ 12
Rumus (3.8) kemudian memberikan
y = 54'15".486 - 2".117 = 54'13".369.

Faktor interpolasi nm berkorelasi dengan fungsi ekstrem dapat diperoleh dengan


menyelesaikan persamaan:
2 (𝐻 3
6 𝐵 + 6 𝐶 − 𝐻 − 𝐽 + 3 𝑛𝑚 + 𝐽) + 2 𝑛𝑚 𝐾
𝑛𝑚 = (3.9)
𝐾 − 12 𝐹
Seperti sebelumnya, ini dapat dilakukan dengan iterasi, pertama menempatkan nm = 0 di
anggota kedua atau sebelah kanan. Setelah nm ditemukan, nilai fungsi yang sesuai dapat dihitung
dengan cara rumus (3.8).
Akhirnya, faktor interpolasi no berkorelasi dengan fungsi nol dapat ditemukan dari
−24 𝑦𝑠 + 𝑛𝑜2 (𝐾 − 12 𝐹) − 2 𝑛𝑜3 (𝐻 + 𝐽) − 𝑛𝑜4 𝐾
𝑛𝑜 = (3.10)
2 (6𝐵 + 6𝐶 − 𝐻 − 𝐽)
di mana, sekali lagi, no dapat ditemukan dengan iterasi, mulai dengan menempatkan
no = 0 di bagian kanan atau anggota kedua.
Catatan yang dibuat pada hal. 27 tentang rumus (3.6) berlaku di sini juga. jika fungsi
kelengkungan dalam interval yang diinginkan merupakan hal penting, maka metode yang lebih baik
untuk menghitung no adalah sebagai berikut. Hitung:
𝐾 𝐻 + 𝐽 𝐹 𝐵 + 𝐶
𝐻 = 𝑁 = 𝑃 = − 𝑀 𝑄= − 𝑁
24 12 2 2
Kemudian koreksi dengan nilai diasumsikan no
𝑀 𝑛𝑜4 + 𝑁 𝑛𝑜3 + 𝑃 𝑛𝑜2 + 𝑄 𝑛𝑜 + 𝑦3
Δ𝑛𝑜 = (3.11)
Δ𝑀 𝑛𝑜3 + 3 𝑁 𝑛𝑜2 + 2 𝑃𝑛𝑜 + 𝑄
dan, sekali lagi, perhitungan harus diulang dengan nilai baru no sampai no tidak lagi
bervariasi.
L a t i h a n . - Dari nilai berikut dari lintang heliosentris Merkurius, cari kapan saat
lintangnya sama dengan nol dengan menggunakan rumus (3.10).

29
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

25.0 TD Januari 1988 -1°11'21".'23


26.0 -0 28 12.31
27.0 +0 16 07.02
28.0 +1 01 00.13
29.0 +1 45 46.33
Jawab: orbit Merkurius mencapai titik daki (ascending node) no = -0.361413, yaitu pada
26.638 587 Januari 1988, atau 26 Januari jam 15h20m TD.
Menggunakan hanya tiga nilai tengah dan rumus (3.6), maka akan didapatkan hasil no = -
0.362 166, berbeda 0.000 753 hari, atau 1.1 menit, dengan hasil sebelumnya.
Catatan-catatan penting
1. Interpolasi tidak dapat dilakukan pada kuantitas yang kompleks4 secara langsung. Kuantitas
tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi tunggal, dengan satuan yang sesuai. Misalnya,
sudut dinyatakan dalam derajat, menit dan detik harus dikonversi baik ke derajat desimal atau
detik busur, sebelum dapat digunakan untuk interpolasi.
2. Interpolasi Waktu dan Askensio Rekta. — Kita memperhatikan fakta bahwa Waktu dan Askensio
Rekta melompat ke nol ketika nilainya mencapai 24 jam. Hal ini harus diperhitungkan ketika
interpolasi dilakukan pada nilai-nilai yang ditabulasikan. Anggaplah, misalnya, bahwa kita ingin
menghitung Askensio Rekta Merkurius pada saat 6.2743 TD April 1992, menggunakan tiga
nilai berikut:
5.0 TD April 1992 𝛼 = 23h51m56
6.0 23 56 28.49
7.0 0 01 00.71
Tidak hanya diperlukan untuk mengubah nilai-nilai tersebut ke jam dan desimal, tetapi nilai
terakhir harus ditulis sebagai 24h00m00s.71, jika tidak, mesin akan menganggap bahwa, dari 6.0 -
7.0 April, nilainya menurun dari 23h56m ke 0h01m. Kita temukan situasi yang sama dalam beberapa
kasus lainnya. Misalnya, di sini adalah bujur meridian pusat Matahari selama beberapa tanggal:
14.0 UT Juni 1992 37°.96
15.0 24.72
16.0 11.48
17.0 358.25
Jelaslah bahwa variasinya sekitar -13.24 derajat per hari. Oleh karena itu, seseorang tidak
harus menginterpolasikan secara langsung antara 11.48 dan 358.25. Entah nilai pertama harus
ditulis sebagai 371°.48, atau nilai kedua harus dinyatakan sebagai -1.75 derajat.
3. Sebisa mungkin, hindari melakukan interpolasi untuk | n | > 0.5. Dalam kasus apapun,
interpolasi faktor n harus dibatasi antara -1 dan +1. Aturan yang sama berlaku untuk
perhitungan sebuah fungsi dengan nilai ekstrem (nm) atau nol (no). Pilih nilai sentral y
sedemikian rupa bahwa nilai tersebut adalah nilai tabel terdekat ke nilai ekstrem atau nol.
Tentu saja, nilai yang tepat dari nm atau no tidak diketahui sebelumnya, namun nilai perkiraan
dapat dihitung terlebih dahulu, setelah itu pilih nilai sentral (y3 atau y2) dari sebuah fungsi
dapat disesuaikan.

4
Menurut definisi, kuantitas kompleks adalah kuantitas yang terdiri dari satuan yang berbeda, di antaranya memiliki rasio
yang berbeda dari pangkat bilangan 10. Contoh 'kuantitas kompleks': 10h29m55s, 23°26'44 "; £, Shilling, pence, yd, kaki, inchi,
a + bi

30
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Jika nilai yang dipilih terlalu jauh dari nilai nol atau ekstrem, rumus yang diberikan dalam
Bab ini untuk menghitung titik-titik tersebut akan memberikan hasil yang salah, atau bahkan tidak
masuk akal. Mari kita lihat contoh. Kita tahu bahwa sin x mencapai maksimum untuk x - 90°. Tetapi
mari kita lihat sinus berikut, dengan sepuluh desimal:
sin 29° 0.484 809 6202
sin 30° 0.500 000 0000
sin 31° 0.515 038 0749
sin 32° 0.529 919 2642
sin 33° 0.544 639 0350
Menggunakan tiga nilai utama, rumus (3.4) memberikan ym = 1.22827 (bukannya eksak 1),
dan (3.5) menghasilkan nm = 95.35, atau maksimum terjadi di tempat 31° + 95°.35 = 126°.35
bukannya 90°.
Menggunakan semua lima nilai, rumus (3.9) memberikan nm = 57.30, yang mana maksimum
terjadi pada 88°.30, dari mana nilai 0.99348 ditemukan untuk maksimum. Meskipun hasil ini jauh
lebih baik dari yang diperoleh dengan hanya tiga poin, tetapi masih tidak memadai!

Interpolasi pada bagian tengah


Jika nilai-nilai fungsi y1, y2, y3, y4 diketahui untuk empat absis sama-spasi x1, x2, x3 dan x4,
maka nilai fungsi untuk titik persis setengah jalan antara x2 dan x3 mudah dihitung:
9 (𝑦2 − 𝑦3 ) − 𝑦1 − 𝑦4
𝑦 = (3.12)
16
Rumus ini berlaku bila perbedaan ke empat nilai tabulasi diabaikan.

Contoh 3.f — Diketahui nilai berikut adalah Askensio Rekta Bulan pada:
25 Maret 1994 jam 8h TD 𝛼 = 10h18m48s. 732
10 10 23 22.835
12 10 27 57.247
14 10 32 31.983
Hitunglah Askensio Rekta untuk 11 00 TD.
h m

Konversi menit dan detik, setelah 10h, dalam hitungan detik, kita mengubah empat data yang
diberikan ke
y1 = 1128.732 detik
y2 = 1402.835
y3 = 1677.247
y4 = 1951.983
Rumus (3.12) kemudian menghasilkan y = 1540.001 detik = 25m40s.001, sehingga
Askensio Rekta yang dicari 𝛼 = 10h25m40s.001.

Interpolasi dengan spasi tidak merata: Rumus Interpolasi Lagrange


Ketika absis (nilai-nilai koordinat independen x) pada titik yang diberikan mempunyai spasi
yang tidak sama, Rumus interpolasi Lagrange dapat digunakan. (Tentu saja, rumus ini dapat juga
digunakan untuk kasus titik-titik tersebut spasinya sama).

31
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Rumus sederhana ini dikembangkan oleh matematikawan Prancis J.L.Lagrange (1736-1813),


menentukan polinomial derajat n-1 dengan pencocokan titik-titik yang diketahui n secara persis.
Jika titik-titik yang diketahui adalah xi, yi (i = 1 sampai n), rumus ini, untuk x tertentu,
𝑦 = 𝑦1 𝐿1 + 𝑦2 𝐿2 + … + 𝑦𝑛 𝐿𝑛 (3.13)
dimana
𝑛
𝑥 − 𝑥𝑖
𝐿𝑖 = ∏
𝑥𝑖 − 𝑥𝑗
𝑗=1
𝑗≠𝑖
Π berarti bahwa produk dari fraksi harus dihitung untuk semua nilai j = 1 sampai n, kecuali
untuk j = i. Artinya,
(𝑥 − 𝑥1 ) (𝑥 − 𝑥2 ) … (𝑥 − 𝑥𝑖−1 ) (𝑥 − 𝑥𝑖+1 ) … (𝑥 − 𝑥𝑛 )
𝐿𝑖 =
(𝑥𝑖 − 𝑥1 ) (𝑥𝑖 − 𝑥2 ) … (𝑥𝑖 − 𝑥𝑖−1 ) (𝑥𝑖 − 𝑥𝑖+1 ) … (𝑥𝑖 − 𝑥𝑛 )
Perlu dicatat bahwa nilai xi dari titik-titik yang diberikan harus berbeda semua.
Program berikut dalam BASIC dapat digunakan.
10 DIM X(50), Y(50)
20 PRINT "NUMBER OF GIVEN POINTS = " ;
30 INPUT N
40 IF N < 2 OR N > 50 THEN 20
50 PRINT
60 FOR I = 1 TO N
70 PRINT "X, Y FOR POINT No."; I
80 INPUT X(I), Y(I)
90 IF I = 1 THEN 130
100 FOR J = 1 TO 1-1
110 IF X(I) = X(J) THEN PRINT "THIS VALUE OF X HAS ALREADY
BEEN USED !" : GOTO 70
120 NEXT J
130 NEXT I
140 PRINT : PRINT "POINT X FOR INTERPOLATION = ";
150 INPUT Z
160 V = 0
170 FOR I = 1 TO N
180 C = 1
190 FOR J = 1 TO N
200 IF J = I THEN 220
210 C = C*(Z-X(J))/(X(I)-X(J))
220 NEXT J
230 V = V + C*Y(I)
240 NEXT I
250 PRINT : PRINT "INTERPOLATED VALUE = "; V
260 PRINT : PRINT "STOP @) OR INTERPOLATION AGAIN A) ";
270 INPUT A
280 IF A = 0 THEN STOP

32
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

290 IF A = 1 THEN 140


300 GOTO 260
Program ini pertama kali bertanya berapa banyak nilai-nilai yang anda ketahui yang akan
dimasukkan ke tabel dan memungkinkan anda untuk memasukkan pada saat bersamaan.
Kemudian, program meminta anda secara berulang untuk nilai tengah yang dikehendaki, untuk
dihitung nilai interpolasinya.
Sebuah fitur yang luar biasa dari interpolasi Lagrange adalah bahwa nilai-nilai input awalnya
tidak harus berada di urutan, atau spasi sama. Namun, akurasi yang didapatkan biasanya lebih baik
dengan jarak seragam.
Sebagai latihan, cobalah program pada berikut enam titik yang diberikan:
x = sudut dalam derajat y = sinus
29.43 0.491359 8528
30.97 0.514 589 1926
27.69 0.464 687 5083
28.11 0.471 165 8342
31.58 0.523 688 5653
33.05 0.545 370 7057
Berapa sinus 30°, anda harus mendapatkan persis 0.5. Luar biasa, bahkan untuk nilai-nilai
yang jauh, misal x = 0° dan x = 90°, dengan rumus interpolasi Lagrange dilakukan dengan enam
titik data menghasilkan nilai-nilai masih cukup baik masing-masing 0.000 0482 dan 1.00 007, nilai
yang benar adalah 0 dan 1 tepat.
Rumus-rumus (3.13) adalah polinomial derajat n - 1, dan itu adalah polinomial unik dengan
derajat yang mengambil nilai-nilai y1, y2, ... , yn untuk x = x1, x2, ..., xn. Tetapi rumus Lagrange memiliki
kelemahan, yaitu tidak memberikan indikasi jumlah titik yang dibutuhkan untuk mengamankan
tingkat akurasi yang diinginkan. Namun, ketika kita ingin menerapkan interpolasi polinomial
secara eksplisit sebagai fungsi dari variabel x daripada membuat interpolasi baru, maka
penggunaan rumus Lagrange sangat menguntungkan.

Contoh 3.g — Buatlah polinomial orde ke 3 yang (unik) melewati nilai berikut:
𝑥 ∶ 1 3 4 6
𝑦 ∶ −6 6 9 15
Dengan mengganti nilai yang diberikan x dan y ke dalam (3.13), kita memperoleh:
(𝑥 − 3) (𝑥 − 4) (𝑥 − 6) (𝑥 − 1) (𝑥 − 4) (𝑥 − 6)
𝑦 = (−6) + (6)
(1 − 3) (4 − 3)(1 − 6) (3 − 1) (3 − 4) (3 − 6)
(𝑥 − 1) (𝑥 − 3) (𝑥 − 6) (𝑥 − 1) (𝑥 − 3) (𝑥 − 4)
+ (9) + (15)
(4 − 1) (4 − 3) (4 − 6) (6 − 1) (6 − 3) (6 − 4)
yang setelah penyederhanaan tereduksi menjadi:
1
𝑦 = (𝑥 3 − 13 𝑥 2 + 69 𝑥 − 87)
5

33
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 4. Pengepasan (Fitting) Kurva


Dalam banyak kasus, hasil dari sebagian besar pengamatan adalah serangkaian titik dalam
grafik, setiap titik yang didefinisikan oleh nilai-x dan nilai-y. Dari hasil tersebut, kadang diperlukan,
untuk menggambarkan melalui titik-titik dengan cara pengepasan (fitting) kurva terbaik.
Beberapa kurva dapat dipaskan melalui sekumpulan titik-titik: sebuah garis lurus,
eksponensial, polinomial, kurva logaritmik, dan lain-lain
Untuk menghindari subyektivitas individu,
diperlukan kesepakatan mengenai definisi
"pengepasan terbaik" suatu kurva. Anggaplah
Gambar 1, di mana data sebanyak N titik yang
direpresentasikan oleh (x1, y1), (x2, y2), ... , (xN, yN).
Nilai x dalam hal ini adalah eksak atau tepat,
sedangkan nilai y merupakan hasil pengukuran,
sehingga dimungkinkan adanya kesalahan.
Untuk nilai x yang diketahui, katakan x1, di
situ akan ada perbedaan antara nilai y1 dengan
nilai korelasinya seperti yang ditentukan pada
kurva C. Gambar 1
Seperti ditunjukkan pada gambar, kita notasikan perbedaan ini dengan D1. , yang kadang-
kadang disebut sebagai penyimpangan, kesalahan atau residu dan mungkin positif, negatif atau nol.
Demikian pula, berkorelasi dengan nilai-nilai x2, .... xN kita memperoleh deviasi D2, ..., DN.
Ukuran dari 'kualitas pengepasan' kurva C berdasar data yang diberikan diperoleh dengan
menganalisa kuantitas 𝐷12 + 𝐷22 + … + 𝐷𝑁2 . Jika nilai ini kecil, maka pengepasan sudah baik, jika
nilai tersebut ternyata besar, maka pengepasan masih buruk. Oleh karena itu kita membuat definisi
sebagai berikut: dari pendekatan semua kurva diberikan sejumlah data berupa titik-titik, kurva
memiliki sifat bahwa ∑ 𝐷𝑖2 adalah minimal, disebut pengepasan kurva terbaik (a best fitting curve).
Dalam hal ini Σ berarti penjumlahan dari.
Sebuah kurva yang mempunyai sifat seperti ini dikatakan pas dengan data dalam kuadrat
terkecil, dan disebut kurva kuadrat terkecil (a least square curve).
Seperti yang telah dikatakan di atas, semua nilai variabel independent x dianggap eksak.
Tentu saja, memungkinkan juga untuk mendefinisikan kurva kuadrat terkecil lain dengan
mempertimbangkan jarak tegak lurus dari setiap titik dengan kurva sebagai ganti jarak vertikal.
Namun, hal ini biasanya tidak digunakan.
Dalam Bab ini kita akan mempertimbangkan secara prinsip terutama kasus di mana
pengepasan kurva terbaik adalah garis lurus, yaitu permasalahan yang disebut regresi linear.
Nama 'regresi' mungkin tampak asing, karena dalam perhitungan pengepasan kurva terbaik
tidak ada yang 'regresi'! Alt [1] menulis:
"Penamaan regresi dikemukan oleh Galton (1822 - 1911), yang membandingkan
panjang tubuh orang tua dan anak-anak melalui pengamatan. Secara umum jika
ayahnya besar, maka anak laki-lakinya juga besar, meskipun korelasi ini tidak selalu
benar, karena besarnya tubuh anak laki-laki sementara itu sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan ayahnya, tetapi sebaliknya orang tua yang kecil sementara itu
mempunyai anak-anak yang sedikit lebih besar. Ketidak-cocokan rata-rata besar tubuh
penduduk disebut dengan "Regresi".

34
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Istilah yang lebih tepat adalah pengepasan kurva (curve fitting), dan dalam kasus garis lurus
adalah pengepasan kurva linear.

Pengepasan Kurva Linear (regresi linier)


Kita ingin menghitung koefisien dari persamaan linier
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 (4.1)
menggunakan metode kuadrat terkecil. Kemiringan a dan intersepsi-y yaitu b dapat dihitung
dengan cara rumus
𝑁 ∑𝑥 𝑦 − ∑𝑥 ∑𝑦
𝑎 =
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
(4.2)
∑ 𝑦 ∑ 𝑥2 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑥 𝑦
𝑏 =
𝑁 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
di mana N adalah jumlah titik. Catatan bahwa kedua fraksi memiliki penyebut yang sama.
Tanda ∑ menunjukkan penjumlahan. Dengan demikian, ∑ 𝑥 adalah jumlah dari semua nilai x, ∑ 𝑦
jumlah semua nilai y, ∑ 𝑥 2 jumlah kuadrat dari semua nilai x, ∑ 𝑥 𝑦 jumlah perkalian x dan y dari
semua pasangan nilai-nilai, dll. Perlu dicatat bahwa ∑ 𝑥 𝑦 tidak sama dengan ∑ 𝑥 × ∑ 𝑦 (jumlah
2
perkalian tidak sama sebagai perkalian dari jumlah), dan (∑ 𝑥 ) tidak sama dengan ∑ 𝑥 2 (kuadrat
dari jumlah ini tidak sama dengan penjumlahan kuadrat)!
Sebuah aplikasi astronomi yang menarik adalah pencarian hubungan antara kecerlangan
intrinsik dari komet dan jaraknya ke Matahari. Magnitudo komet m umumnya dapat diwakili oleh
rumus dalam bentuk
𝑚 = 𝑔 + 5 log Δ + 𝜅 log 𝑟
Di sini, 𝛥 dan r adalah jarak dalam satuan astronomi masing-masing dari komet ke Bumi dan
dari komet ke Matahari. Alogaritmanya adalah dengan basis 10. Magnitudo mutlak g dan koefisien
𝜅 harus didapatkan dari hasil pengamatan. Hal ini dapat dilakukan ketika m besarnya telah diukur
selama periode yang cukup panjang. Lebih tepatnya, cakupan r harus cukup besar. Untuk setiap
nilai m, nilai-nilai 𝛥 dan r harus didapatkan dari ephemeris, atau dihitung dari elemen orbit.
Dalam hal ini, yang tidak diketahui adalah g dan 𝜅. Rumus di atas dapat ditulis dengan:
𝑚 − 5 log Δ = 𝜅 log 𝑟 + 𝑔
yang merupakan bentuk (4.1), ketika kita menuliskan 𝑦 = 𝑚 − 5 log Δ , dan x = log r.
Kuantitas y dapat disebut Magnitudo 'heliosentris', karena pengaruh jarak variabel ke Bumi telah
dihilangkan.

Contoh 4. a — Tabel 4.A berisi perkiraan magnitudo secara visual, m dari komet Wild 2
(1978b), yang dibuat oleh John Bortle. Nilai-nilai yang berkorelasi r dan 𝛥 telah
dihitung dari elemen orbit [2].
Kuantitas x dan y digunakan untuk menghitung jumlah ∑ 𝑥 , ∑ 𝑦 , ∑ 𝑥 2 , 𝑑𝑎𝑛 ∑ 𝑥 𝑦. Kita
menemukan
N = 19 ∑ 𝑥 = 4.2805 ∑ 𝑥 2 = 1.0031
∑ 𝑦 = 192.0400 ∑ 𝑥𝑦 = 43.7943
dari mana, dengan rumus (4.2),
a = 13.67 b = 7.03

35
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Akibatnya, pengepasan garis lurus 'terbaik' sesuai pengamatan adalah


y = 13.67 x + 7.03
atau 𝑚 − 5 log Δ = 13.67 log r + 7.03
Oleh karena itu, untuk komet periodik Wild 2 pada tahun 1978, kita dapatkan
m = 7.03 + 5 log Δ + 13.67 log r

TABEL 4.A
1978 UT M r Δ 𝑥 = log 𝑟 𝑦 = 𝑚 − 5 log Δ
Febr. 4.01 11.4 1.987 1.249 0.2982 10.92
5.00 11.5 1.981 1.252 0.2969 11.01
9.02 11.5 1.958 1.266 0.2918 10.99
10.02 11.3 1.952 1.270 0.2905 10.78
25.03 11.5 1.865 1.335 0.2707 10.87
Maret 7.07 11.5 1.809 1.382 0.2574 10.80
14.03 11.5 1.772 1.415 0.2485 10.75
30.05 11.0 1.693 1.487 0.2287 10.14
April 3.05 11.1 1.674 1.504 0.2238 10.21
10.06 10.9 1.643 1.532 0.2156 9.97
26.07 10.7 1.582 1.592 0.1992 9.69
Mei 1.08 10.6 1.566 1.610 0.1948 9.57
3.07 10.7 1.560 1.617 0.1931 9.66
8.07 10.7 1.545 1.634 0.1889 9.63
26.09 10.8 1.507 1.696 0.1781 9.65
28.09 10.6 1.504 1.703 0.1772 9.44
29.09 10.6 1.503 1.707 0.1770 9.44
Juni 2.10 10.5 1.498 1.721 0.1755 9.32
6.09 10.4 1.495 1.736 0.1746 9.20

Koefisien Korelasi
Sebuah koefisien korelasi adalah ukuran statistik, yaitu level korelasi antara dua variabel
yang berhubungan satu sama lain. Dalam kasus persamaan linier, koefisien korelasi
𝑁 ∑𝑥 𝑦 − ∑𝑥 ∑𝑦
𝑟 = (4.3)
√𝑁 ∑ 𝑥2 − (∑ 𝑥)2 √𝑁 ∑ 𝑦 2 − (∑ 𝑦)2
Koefisien ini selalu antara 1 dan -1. Sebuah nilai +1 atau -1 akan menunjukkan bahwa kedua
variabel tersebut benar-benar berkorelasi, yang akan menunjukkan hubungan linear sempurna,
semua titik yang mewakili pasangan nilai-nilai x dan y tepat berada pada garis lurus yang mewakili
korelasi ini. Jika r = +1, kenaikan korelasi x terhadap kenaikan y (Gambar 2). Jika r = -1, sekali lagi,

36
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

hal ini merupakan korelasi linear yang sempurna, Tetapi y menurun jika x bertambah (lihat
Gambar 3).
Ketika r adalah nol, tidak ada hubungan antara x dan y (Gambar 4). Dalam prakteknya,
bagaimanapun, jika tidak ada korelasi, orang mungkin akan menemukan bahwa r tidak persis sama
dengan nol, karena faktor kebetulan yang umumnya terjadi kecuali untuk jumlah titik yang tak
terbatas.
Jika | r | adalah antara 0 dan 1, maka ada kecenderungan antara x dan y, meskipun tidak ada
korelasi yang ketat (Gambar 5). Di sini, sekali lagi, perlu dicatat bahwa, sebenarnya ada korelasi
antara dua variabel; perhitungan akan menghasilkan nilai r tidak persis sama dengan +1 atau -1,
dengan alasan adanya ketidakakuratan dalam semua pengukuran/pengamatan.
Perlu dicatat bahwa r adalah sebuah kuantitas tidak berdimensi, yaitu, tidak tergantung pada
satuan yang digunakan.

Gambar 2
Hubungan linear yang sempurna,
korelasi positif

Gambar 3
Hubungan linear yang sempurna,
korelasi negatif

Gambar 4
Tidak berkorelasi

37
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Gambar 5
Berkorelasi sebagian

Tanda r hanya menginformasikan kepada kita apakah meningkat atau menurun y saat x
bertambah. Kenyataan penting adalah bukan tandanya, tetapi besarnya r karena besarnya ini yang
menunjukkan seberapa baik aproksimasi linear dimaksud.
Perlu ditekankan bahwa nilai r yang dihitung dalam hal apapun adalah mengukur derajat
hubungan relatif terhadap jenis fungsi yang diasumsikan, yaitu persamaan linier. Jadi, jika nilai r
muncul yang mendekati nol, artinya tidak ada korelasi linear antara variabel-variabel tersebut.
Akan tetapi, tidak selalu berarti bahwa tidak ada
korelasi sama sekali, karena sebenarnya ada korelasi
tinggi non-linear antara variabel-variabel. Misalnya,
anggaplah tujuh titik
x -4 -3 -2 -1 0 +1 +2
y -6 -1 +2 +3 +2 -1 -6
Rumus (4.3) menghasilkan r = nol,
meskipun titik-titik tersebut terletak persis pada
parabola y = 2 - 2x - x2 (Gambar 6).
Hal ini juga harus menunjukkan bahwa koefisien
korelasi tinggi (yaitu, dekat +1 atau -1) tidak selalu
menunjukkan secara langsung, variabel-variabel
tersebut ada ketergantungan fisik. Jadi, jika kita
mempertimbangkan jumlah yang cukup besar dari
teritori administrasi, Gambar 6
orang dapat memperoleh korelasi tinggi antara jumlah tempat tidur di rumah sakit jiwa dan jumlah
antena televisi dari setiap teritori. Korelasi matematika tingkat tinggi, memang, tetapi secara fisik
omong kosong.
Contoh 4.b— Tabel 4.B memberikan untuk masing-masing dua puluh dua spot Matahari
maksimum yang telah terjadi antara tahun 1761-1989, interval waktu x, dalam
bulan, sejak spot Matahari sebelumnya minimum, dan ketinggian maksimal y
(rata-rata bulanan tertinggi yang sudah diperhalus atau smoothed).
∑ 𝑥 = 1120 ∑ 𝑥 2 = 60608 ∑ 𝑥𝑦 = 122 337.1

∑ 𝑦 = 2578.9 ∑ 𝑦 2 = 340 225.91 𝑁 = 22


dan kemudian, rumus (4.2) dan (4.1),
y = 244.18 - 2.49 x (4.4)

38
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 4.B
Epoch Epoch
X y x y
Maksimum Maksimum
Juni 1761 73 90.4 Jan. 1884 61 78.1
Okt. 1769 38 125.3 Agus. 1893 42 89.5
Mei 1778 35 161.8 Okt. 1905 49 63.9
Nov. 1787 42 143.4 Agus. 1917 50 112.1
Des. 1804 78 52.5 Juni 1928 62 82.0
Maret 1816 68 50.8 Mei 1937 44 119.8
Juni 1829 74 71.5 Juli 1947 39 161.2
Feb. 1837 42 152.8 Nov. 1957 43 208.4
Nov. 1847 52 131.3 Feb. 1969 54 111.6
Juli 1860 54 98.5 Nov. 1979 44 167.1
Juli 1870 39 144.8 Okt. 1989 37 162.1

Persamaan (4.4) merupakan pengepasan garis lurus terbaik yang diberikan dalam 22 titik.
Titik-titik tersebut dan garisnya ditunjukkan pada Gambar 7.
Dari rumus (4.3) kita menemukan r = -0.767. Hal ini menunjukkan bahwa ada
kecenderungan jelas adanya koneksitas, dan tanda negatif r menunjukkan bahwa korelasi antara x
dan y adalah negatif: semakin lama durasi kenaikan dari minimum ke maksimum berikutnya dari
aktivitas spot Matahari, pada umumnya semakin rendah maksimum ini.

39
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 4.C
Tahun x y Tahun x y Tahun x Y
1901 2.7 700 1931 21.2 858 1961 53.9 903
1902 5.0 762 1932 11.1 858 1962 37.5 862
1903 24.4 854 1933 5.7 738 1963 27.9 713
1904 42.0 663 1934 8.7 707 1964 10.2 785
1905 63.5 912 1935 36.1 916 1965 15.1 1073
1906 53.8 821 1936 79.7 763 1966 47.0 1054
1907 62.0 622 1937 114.4 900 1967 93.8 707
1908 48.5 678 1938 109.6 711 1968 105.9 776
1909 43.9 842 1939 88.8 928 1969 105.5 776
1910 18.6 990 1940 67.8 837 1970 104.5 727
1911 5.7 741 1941 47.5 744 1971 66.6 691
1912 3.6 941 1942 30.6 841 1972 68.9 710
1913 1.4 801 1943 16.3 738 1973 38.0 690
1914 9.6 877 1944 9.6 766 1974 34.5 1039
1915 47.4 910 1945 33.2 745 1975 15.5 734
1916 57.1 1054 1946 92.6 861 1976 12.6 541
1917 103.9 851 1947 151.6 640 1977 27.5 855
1918 80.6 848 1948 136.3 792 1978 92.5 767
1919 63.6 980 1949 134.7 521 1979 155.4 839
1920 37.6 760 1950 83.9 951 1980 154.6 913
1921 26.1 417 1951 69.4 878 1981 140.5 1016
1922 14.2 938 1952 31.5 926 1982 115.9 800
1923 5.8 917 1953 13.9 557 1983 66.6 689
1924 16.7 849 1954 4.4 741 1984 45.9 931
1925 44.3 1075 1955 38.0 616 1985 17.9 758
1926 63.9 896 1956 141.7 795 1986 13.4 946
1927 69.0 837 1957 190.2 801 1987 29.2 908
1928 77.8 882 1958 184.8 834 1988 100.2 1005
1929 64.9 688 1959 159.0 560 1989 157.6 639
1930 35.7 953 1960 112.3 962 1990 142.6 759
Perlu dicatat di sini, bahwa seperti dalam semua studi statistik, sampel harus cukup besar
untuk memberikan hasil yang berarti. Sebuah koefisien korelasi mendekati +1 atau -1 tidak
memiliki arti fisik jika didasarkan pada jumlah data yang terlalu sedikit. Beberapa kasus koefisien
korelasi secara kebetulan dapat cukup besar.
Sebagai latihan, tunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara curah hujan di Observatorium
Uccle, Belgia, dan aktivitas sunspot, menggunakan data dari Tabel 4.C, di mana
x = rata-rata tahunan angka sunspot definitif di Zurich,

40
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

y = total curah hujan tahunan di Uccle, dalam milimeter.


Jawaban: koefisien korelasi r = -0.064, yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan
antara x dan y.
Jika kita menghilangkan dua titik terakhir, korelasi (untuk tahun 1901 - 1988) bahkan turun
menjadi -0.027.

Pengepasan kurva kuadratik


Misalkan kita ingin menggambar, melalui serangkaian N titik yang diberikan (x, y), fungsi
kuadrat terbaik
y = a x2 + h x + c
Ini adalah sebuah parabola dengan sumbu vertikal.
Misalkan:
P = x
Q =  x2
R =  x3
S =  x4
T = y
U = xy
V =  x2y
D = N Q S + 2 P Q R - Q3 - P2 S - N R2
kemudian kita dapakan
𝑁 𝑄 𝑉 + 𝑃 𝑅 𝑇 + 𝑃 𝑄 𝑈 − 𝑄2 𝑇 − 𝑃2 𝑉 − 𝑁 𝑅 𝑈
𝑎 =
𝐷

𝑁 𝑆 𝑈 + 𝑃 𝑄 𝑉 + 𝑄 𝑅 𝑇 − 𝑄2 𝑈 − 𝑃 𝑆 𝑇 − 𝑁 𝑅 𝑉
𝑏 = (4.6)
𝐷

𝑄 𝑆 𝑇 + 𝑄 𝑅 𝑈 + 𝑃 𝑅 𝑉 − 𝑄2 𝑉 − 𝑃 𝑆 𝑈 − 𝑅2 𝑇
𝑐 = }
𝐷

Pengepasan Kurva Umum (regresi linier ganda)


Prinsip pengepasan garis lurus terbaik dapat diperluas untuk fungsi lain dan dengan lebih
dari dua koefisien linier yang tidak diketahui.
Mari kita anggap ada kasus kombinasi linear dari tiga fungsi. Misalkan kita tahu bahwa
y = a fo (x) + b f1(x) + c f2(x)
di mana fo, f1 dan f2 tiga fungsi diketahui x, tetapi bahwa koefisien a, b dan c tidak diketahui.
Lebih lanjut, anggaplah, bahwa nilai y diketahui setidaknya untuk tiga nilai x. Kemudian koefisien-
koefisien a, b, c dapat diperoleh sebagai berikut.
Hitung jumlah
M =  fo 2 U =  y fo
P =  fo f1 V =  y f1

41
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Q =  fo f2 W =  y f2
R =  f1 2
S =  f1 f2
T =  f2 2
Kemudian
𝐷 = 𝑀 𝑅 𝑇 + 2 𝑃 𝑄 𝑆 − 𝑀 𝑆 2 − 𝑅 𝑄2 − 𝑇 𝑃2

𝑈 (𝑅 𝑇 − 𝑆 2 ) + 𝑉 (𝑄 𝑆 − 𝑃 𝑇) + 𝑊 (𝑃 𝑆 − 𝑄 𝑅)
𝑎 =
𝐷
(4.7)
𝑈 (𝑆 𝑄 − 𝑃 𝑇) + 𝑉 (𝑀 𝑇 − 𝑄2 ) + 𝑊 (𝑃 𝑄 − 𝑀 𝑆)
𝑏 =
𝐷

𝑈 (𝑃 𝑆 − 𝑅 𝑄) + 𝑉 (𝑃 𝑄 − 𝑀 𝑆) + 𝑊 (𝑀 𝑅 − 𝑃2 )
𝑐 = }
𝐷

Contoh 4.c — Kita tahu bahwa y dalam bentuk fungsi berikut:


y = a sin x + b sin 2x + c sin 3x
dan y mempunyai nilai-nilai berikut ini (lihat gambar dan tabel berikut):
Carilah nilai-nilai koefisien a, b, c.
Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca. Fungsinya adalah
y = 1.2 sin x - 0.77 sin 2x + 0.39 sin 3x
dan diilustrasikan dalam Gambar di atas.
Pembaca tidak akan menemukan 1.2, -0.77, dan +0.39 secara eksak, karena dalam tabel nilai-
nilai y diberikan hanya dalam 4 angka desimal.

x (derajat)
3 y
20 0.0433
34 0.2532
50 0.3386
75 0.3560
88 0.4983
111 0.7577
129 1.4585
143 1.8628
160 1.8264
183 1.2431
200 -0.2043
218 -1.2431

42
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

230 -1.8422
248 -1.8726
269 -1.4889
290 -0.8372
303 -0.4377
320 -0.3640
344 -0.3508
-0.2126

Mari kita lihat kasus khusus y = a x2 + b x + c. Di sini kita memiliki


fo = x2
f1 = x
f2 = 1
sehingga T = N (jumlah titik yang diberikan) dan Q = R. untuk rumus (4.7) kemudian
mereduksi ke (4.5) dan (4.6), dengan notasi-notasi lainnya.
Seperti kasus khusus yang lain, pertimbangkan y = a f (x) dengan hanya satu koefisien
diketahui. Yang terakhir ini mudah ditemukan dari
Σ 𝑦 . 𝑓
𝑎= (4.8)
Σ 𝑓2

Contoh 4.d — 𝑦 = 𝑎 √𝑥 ( 𝑥 ≥ 0)
Carilah a untuk pengepasan kurva terbaik melalui titik-titik berikut ini:
x: 0 1 2 3 4 5
y: 0 1.2 1.4 1.7 2.1 2.2
Di sini, 𝑓 (𝑥) = √𝑥 , kemudian ∑ 𝑓 2 adalah penjumlahan nilai-nilai x secara mudah. Rumus (4.8)
menghasilkan:
15.2437
𝑎 =
15
sehingga fungsi yang dicari adalah:
𝑦 = 1.016 √𝑥

Daftar Pustaka
1. Helmut Alt, Angewandte Mathema.tik, Finanz-Mathematik, Statistik, Informatik für UPN-
Rechner, hal. 125 (Vieweg, Braunschweig, 1979).
2. International Astronomical Union Circular No. 3177 (24 Feb 1978).

43
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 5. Iterasi

Iterasi (dari bahasa Latin iterare = mengulang) adalah metode yang berisikan pengulangan
melalui perhitungan beberapa kali, sampai nilai dari suatu kuantitas yang tidak diketahui
diperoleh. Umumnya, setelah setiap pengulangan perhitungan akan diperoleh hasil yang lebih
dekat dengan solusi yang eksak. kita telah melihat penggunaan iterasi dalam Bab 3, untuk
memecahkan persamaan (3.6), (3.7), (3.9), (3.10) dan (3.11).
Iterasi digunakan, misalnya, ketika tidak ada metode untuk menghitung langsung kuantitas
yang tidak diketahui dengan cara yang mudah. Contohnya adalah:
• Persamaan derajat kelima x5 + 17x - 8 = 0;
• Perhitungan waktu awal dan akhir gerhana Matahari, atau okultasi bintang oleh Bulan, di
tempat tertentu di permukaan Bumi;
• Persamaan Kepler E = M + e sin E (lihat Bab 29), dimana E adalah kuantitas yang tidak
diketahui.
Untuk melakukan iterasi, kita harus mulai dengan nilai perkiraan untuk kuantitas yang tidak
diketahui, dan penggunaan harus dibuat dengan rumus, atau kumpulan, dalam rangka untuk
memperoleh nilai yang lebih baik untuk sesuatu yang tidak diketahui. Proses ini kemudian diulang
(iterasi) sampai tercapai akurasi yang diinginkan.
Sebuah contoh klasik adalah perhitungan akar kuadrat sebuah bilangan. Tentu saja, metode
ini saat ini tidak menarik lagi (kecuali kasus khusus), karena semua kalkulator saku dan semua
bahasa pemrograman sudah memiliki fungsi √ atau SQR. Perhitungan dilakukan sebagai berikut.
Misalkan N menjadi bilangan yang dicari akarnya. Mulailah dengan perkiraan nilai n untuk
akar ini, jika tidak diketahui sama sekali, nilai 1 dapat digunakan. Bagilah N dengan n, dan ambillah
rata-rata aritmatika dari hasil bagi dan n. Hasilnya adalah nilai yang lebih baik untuk akar kuadrat.
Dengan kata lain, nilai yang lebih baik dinyatakan dengan (n + N/n) / 2. Kemudian perhitungan
harus diulang.

Contoh 5.a — Hitung √159 sampai delapan desimal.


Kita tahu kalau 12 × 12 = 144, seperti yang dilakukan 12 merupakan nilai perkiraan awal akar
kuadrat dari 159. Kita bagi 159 dengan 12 dan tempat hasil bagi 13.2500. Rata-rata Aritmatika dari
12 dan 13.2500 adalah 12.6250, nilai ini lebih baik untuk akar kuadrat yang diperlukan.
Kita sekarang membagi 159 dengan 12.6250, hasil baginya adalah 12.59406, Rata-rata dari
12.6250 (hasil sebelumnya) dan 12.59406 adalah 12.60953, nilai menjadi semakin lebih baik
untuk akar kuadrat.
Dengan cara itu, kita menemukan berturut-turut
12 = nilai awal
12.625 000 00
12.609 529 71
12.609 520 22
12.609 520 22
Seperti yang Anda lihat, hasil 12.609 520 22 menghasilkan 12.609 520 22 lagi, jadi ini adalah
akar kuadrat yang dicari dari 159.

44
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 5.b — Hitung (hanya) akar nyata persamaan


x5 + 17x - 8 = 0 (5.1)
Karena tidak ada metode atau rumus untuk perhitungan langsung dari akar persamaan
derajat kelima, kita akan memiliki jalan lain melalui prosedur iterasi. Dalam persamaan (5.1) kita
masukkan ke dalam x5 bagian kedua dari persamaan dan memecahkan untuk x, ini memberikan:
8 − 𝑥5
𝑥 = (5.2)
17
Jumlah yang tidak diketahui kini hadir dalam anggota kanan juga, Tetapi tidak masalah,
seperti kita lihat. Kita mulai dengan membiarkan x = 0 pada bagian kanan. Rumus (5.2) kemudian
menghasilkan
x = 8/17 = 0.470 588 235.
Nilai ini adalah sudah lebih baik dari x = 0. Kita sekarang menempatkan nilai x = 0.470 588
235 dalam anggota kanan, dan sekarang rumus memberikan x = 0.469 230 684. Setelah empat
iterasi lagi, kita memperoleh nilai definitif tertentu, yakni x = 0.469 249 878.

Proses iterasi tidak selalu tanpa masalah, namun seperti ditunjukkan dalam contoh berikut :
Contoh 5.c — Anggaplah persamaan x5 + 3x - 8 = 0.
Seperti contoh sebelumnya, kita letakkan x5 di sebelah kanan, dan kita memperoleh:
8 − 𝑥5
𝑥 =
3
Jika kita mulai di sini dengan x = 0, kita memperoleh hasil berturut-turut:
0.0000 (nilai awal)
2.6667
-42.2826
45 049099
-6.18 x 1037
dst ...
sehingga dalam kasus ini, metode tersebut tidak bekerja dengan baik! Hasilnya berturut-
turut berbeda, nilai absolutnya tumbuh semakin besar. Hasilnya menuju ke arah yang salah.

Mengapa metode iterasi bekerja dengan baik dalam contoh 5.b, tetapi tidak dalam contoh
5.c? Ketika x terletak antara 0 dan 1, maka x5 juga berada antara 0 dan 1. Selanjutnya, x5 lebih kecil
dari x. Itulah alasan mengapa dalam contoh 5.b hasil iterasi yang berurutan konvergen ke nilai yang
diharapkan, akar dari persamaan. Akar ini terletak di antara 0 dan 1.
Tetapi, seperti yang kita lihat, akar persamaan pada contoh 5.c adalah lebih besar dari 1. Jika
x > 1, maka x5 > x > 1 (untuk x = 2, kita memiliki x5 = 32), dan peningkatan kecil membuat
meningkatnya nilai x5 menjadi sangat besar.
Akibatnya, prosedur iterasi, dilakukan dengan cara seperti pada contoh 5.b, tidak bisa
menemukan hasil yang diharapkan: nilai-nilai yang berurutan menyimpang. Namun, dimungkinkan
untuk mendapatkan jawabannya, pada kondisi yang kita tuliskan rumus iterasi dalam bentuk lain.

45
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 5.d — Mari kita lagi pertimbangkan persamaan x5 + 3x - 8 = 0, Tetapi sekarang kita
memperhitungkan fakta bahwa akarnya lebih besar dari 1, dan oleh karenanya x5 > x. Untuk alasan
ini, kita tidak meletakkan x5 ke dalam bagian kanan. Sebaliknya, kita tetap mempertahankan x5
berada di sebelah kiri, sehingga persamaan menjadi.
5
𝑥5 = 8 − 3 𝑥 𝑜𝑟 𝑥 = √8 − 3 𝑥
Mulai lagi dengan x = 0, kita peroleh akarnya setelah 14 iterasi, yaitu x = 1.321 785 627.

Dalam contoh 5.b, kita mencari persamaan akar:


x5 + 17x - 8 = 0
Tetapi, kita dapat menuliskan persamaan sebagai:
8
𝑥 ( 𝑥 4 + 17) = 8, sehingga 𝑥 =
𝑥4
+ 17
Sekarang kita dapat menggunakan rumus terakhir sebagai pengganti rumus (5.2). Sebagai
latihan, pecahkan persamaan ini dengan cara iterasi; anda akan memperoleh hasil yang sama
seperti pada contoh 5.b.
Jika kita lakukan yang sama untuk persamaan pada contoh 5.c, kita peroleh rumus iterasi:
8
𝑥 =
𝑥4 + 3
Jika kita mulai lagi dengan menempatkan nilai x = 0 di sebelah kanan, kita peroleh x = 8/3 =
2.666 .... Tetapi kemudian muncul kejutan: setelah beberapa iterasi, melompat berturut tanpa henti
hasil berikut 2.666 223 459 ke 0.149 436 927, dan kembali lagi. Seperti yang anda lihat, metode
iterasi tidak berhasil dalam semua kasus, banyak tergantung pada bentuk rumus iterasi.
Sebagai contoh lain, perhatikan sin 𝜙 = 3 cos 𝜙. Tempatkan 𝜙 = 0° di bagian kanan tepat
menghasilkan sin 𝜙 = 3, yang jelas tidak mungkin. Letakkan sebaliknya, 𝜙 = 90° di bagian kanan
memberikan sin 𝜙 = 0, dari mana 𝜙 = 0 dan membawa kita kembali ke kasus pertama.
Tetapi jika kita menulis persamaan sebagai cos 𝜙 = (sin 𝜙) / 3, kemudian, dimulai dengan
𝜙 = 0°, kita memperoleh solusi 𝜙 = 71°.565 051 setelah beberapa iterasi.
Atau perhatikan sin 𝜙 = 2 cos 𝜙. Solusinya adalah 𝜙 = 30°, karena sin 30° = cos 60°. Jika kita
mulai dengan menempatkan 𝜙 = 29° di sebelah kanan dari persamaan, hasil berturut-turut iterasi
menyebar/menyimpang. Namun, jika kita menulis persamaan dengan cara, cos 2 𝜙 = sin 𝜙, maka
hasil berturut-turut ditemukan!
Sebagai ilustrasi lebih lanjut dari
prosedur iterasi, mari kita pertimbangkan
Metode Newton untuk mencari solusi dari
suatu persamaan dengan satu tidak diketahui
dengan perkiraan berturutan.
Misalkan f (x) menjadi fungsi x, dan kita
ingin mendapatkan nilai x dengan nilai
fungsinya sama dengan nol.
Misalkan f'(x) adalah turunan dari fungsi
f(x). Jika diasumsikan xn untuk akar
X,kemudian hitung nilai yn dari fungsi f(x), dan
nilai yn' turunan f''(x), untuk nilai x.

46
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Nilai yn' adalah kemiringan tangen kurva di titik xn, yn -- lihat gambar di halaman sebelumnya.
Kemudian, nilai yang lebih baik untuk kuantitas yang tidak diketahui diberikan sebagai berikut:
𝑦𝑛
𝑥𝑛+1 = 𝑥𝑛 − ′
𝑦𝑛
Perhitungan ini kemudian diulang menggunakan nilai baru x, sampai nilai akhir x tercapai.
Dalam prosedur ini, pilihan nilai awal untuk x, bisa menjadi masalah. Sebagai contoh, untuk
persamaan x5 - 3x - 8 = 0, Fungsi turunannya adalah 5 x4 - 3 dan, jika kita mulai dengan x = 0, kita
memperoleh hasil berosilasi:
0.000 000 000
-2.666 666 667
-2.126 929 222
-1.672 392 941
-1.227 532 073
-0.376 965 299
-2.749 036 974
-2.194 266 642
-1.731 201 846
-1.293 218 530
-0.588 844 800
-3.216 865 068
-2.572 967 057
-2.049 930 313
-1.603 831 482
-1.145 086 797
Alasannya adalah fungsi mencapai maksimal untuk x = -0.88, sehingga garis singgung di
kedua sisi titik memiliki kemiringan ke arah yang berlawanan. Tetapi jika kita mulai dengan x = 1,
maka nilai yang benar (sampai 9 desimal) tercapai setelah 11 iterasi:
+1.000 000 000
+6.000 000 000
+4.803 458 391
+3.850 111311
+3.095 824107
+2.510 476 381
+2.080 081 724
+1.807 461730
+1.690 945 284
+1.671102 262
+1.670 579 511
+1.670 579 156
+1.670 579156

47
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Test pada "lebih kecil dari" ("smaller than")


Jika pada prosedur iterasi yang digunakan orang, haruskah - seperti yang telah disebutkan di
atas - mengulangi perhitungan sampai hasilnya tidak lagi bervariasi. Dengan kata lain, selama hasil
akhir berbeda dari yang sebelumnya, iterasi baru harus dilakukan. Tetapi di sini kita dihadapkan
dengan masalah kecil, karena faktanya memang komputer tidak menghitung secara eksak.
Perhatikan persamaan berikut dari derajat ke tiga
s3 + 3s - W = 0
dimana terjadi dalam perhitungan gerakan orbit parabola (lihat Bab 33). W adalah konstan,
sedangkan s adalah kuantitas yang tidak diketahui. Persamaan ini dapat diselesaikan dengan iterasi
yang sangat mudah. Mulai dari nilai apapun, pilihan yang baik adalah s = 0. Kemudian nilai yang
lebih baik untuk s
2 𝑠3 + 𝑊
3 (𝑠 2 + 1)
Setelah beberapa iterasi, nilai yang benar dari s diperoleh. Ambil, misalnya, kasus W = 0.9.
Perhitungan dilakukan pada HP-85 mikrocomputer memberikan hasil berturut-turut berikut ini:
0.000 000 000 000
0.300 000 000 000
0.291 743 119 266
0.291 724 443 641
0.291 724 443 546
0.291 724 443 548
0.291 724 443 548
dan karena nilai eksak (dengan dua belas signifikan digit) adalah 0.291 724 443 548. Tetapi
jika kita mengulangi perhitungan, pada mesin yang sama, untuk W = 1.5, kita punya kejutan: mesin
tidak berhenti dan menemukan berturut-turut:
0.000 000 000 000
0.500 000 000 000
0.466 666 666 667
0.466 220 600 162
0.466 220 523 909
0.466 220 523 911
0.466 220 523 910
0.466 220 523 908
0.466 220 523 911
0.466 220 523 910
0.466 220 523 908
dan selamanya ... 911 ... 910 ... 908 Namun, jika kita coba perhitungan ini (untuk W = 1.5)
pada dua mesin lain, dan iterasi prosedur mengerucut, Tetapi kemudian tidak mengerucut untuk
nilai-nilai W lain.

48
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sebuah solusi untuk masalah ini terdiri dari pengujian pada "lebih kecil dari" bukan pada
'sama dengan'. Dengan kata lain, biarkan proses iterasi berhenti ketika perbedaan antara nilai baru
s dan nilai sebelumnya dalam nilai absolut, kurang dari kuantitas yang diberikan, misalnya 10-10

Pencarian biner
Ada prosedur yang benar-benar sangat mudah, karena stabil dan mengerucut, dan selalu
mengarah ke nilai kuantitas yang dicari dalam waktu proses tertentu untuk nilai akar yang paling
tepat, mesin mampu melakukannya. Metode ini tidak mencoba untuk menemukan nilai-nilai
berturut-turut lebih baik dari akarnya. Sebaliknya, metode ini hanya menggunakan pencarian biner
untuk menemukan nilai akar yang benar.
Mari ikuti penjelasan prosedur dengan peninjauan kembali contoh 5.b, yaitu x5 + 17 x - 8 = 0.
Untuk x = 0 dan x = 1, bagian pertama dari persamaan ini masing-masing mengambil nilai -8
dan +10. Jadi kita tahu kalau akar terletak antara 0 dan 1 5.
Mari kita coba x = 0.5, yang merupakan rata-rata aritmatik dari 0 dan 1. Untuk x = 0.5, fungsi
memerlukan nilai +0.53125, yang memiliki tanda berlawanan dengan nilai fungsi untuk x = 0. Jadi
sekarang kita tahu kalau akar adalah antara 0 dan 0.5. Kita sekarang coba x = 0.25, yang merupakan
rata-rata aritmatik dari 0 dan 0.5. Dan seterusnya.
Setelah setiap langkah, interval akarnya seharusnya diparuh dua. Setelah 32 langkah nilai
akar diketahui sampai sembilan desimal tepat. (Dalam Contoh 5.b, akurasi yang sama diperoleh
setelah hanya 6 langkah. Tapi, sebagaimana kita telah tunjukkan, pencarian biner adalah metode
yang benar-benar aman, dan dapat digunakan ketika Prosedur iterasi 'Biasa' akan gagal).
Dengan pencarian biner, orang mengetahui sejak awal akurasi setelah n langkah: itu adalah
interval awal dibagi dengan 2n.
Untuk contoh yang diberikan di atas, program berikut ini dapat ditulis dalam BASIC sebagai
berikut (lihat halaman berikutnya). Baris 60 sebenarnya tidak diperlukan, ia dimasukkan untuk
menunjukkan nilai-nilai x berturut-turut lebih baik.
10 DEF FNA(X) = X*(X^4 + 17) - 8
20 XI = 0 : Y1 = FNA(X1)
30 X2 = 1 : Y2 = FNA(X2)
40 FOR J = 1 TO 33
50 X=(Xl + X2)/2
60 PRINT J,X
70 Y = FNA(X)
80 IF Y = 0 THEN PRINT J, X : END
90 IF Y*Yl>0 THEN 120
100 X2 = X : Y2=Y
110 GOTO 130
120 XI = X : Yl = Y
130 NEXT J
140 END

5
Hal ini benar hanya jika fungsi kontinu dalam interval yang dipertimbangkan. Dari fakta itu tan 86° > 0 dan tan 93° < 0, kita
tidak dapat simpulkan bahwa tan x menjadi nol untuk nilai x antara 86° dan 93°.

49
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 6. Penyortiran Bilangan

Komputer adalah lebih dari sekedar mesin hitung. Komputer dapat menyimpan dan
mengolah data. Salah satu contoh penanganan adalah untuk mengatur ulang atau menyortir data.
Penyortiran adalah fungsi dengan aplikasi yang hampir universal untuk semua pengguna
komputer. Dalam astronomi, contoh-contohnya adalah: menyortir bintang-bintang dengan
Askensio Rekta, atau deklinasi; Waktu penyortiran secara kronologis; menyortir planet minor
dengan peningkatan sumbu semimajor, atau menyortir mereka sesuai nama abjad. Algoritma yang
berbeda tersedia untuk melakukan penyortiran. Dalam bab ini kita akan memberikan tiga metode,
memberikan Program BASIC, dan membandingkan waktu perhitungan.
Salah satu algoritma penyortiran yang paling sederhana ditunjukkan pada Tabel 6.A dengan
nama 'SIMPLE SORT'. Kita mulai dari N bilangan: X(1), X(2), ..., X(N). Nilai-nilai elemen ini boleh
acak, dan mungkin saja ada nilai yang sama lebih dari sekali.
Setelah menjalankan progam, bilangan X(I) diurutkan dalam urutan yang semakin
membesar. Jika seseorang ingin menyortir dengan urutan yang semakin menurun, dia harus
mengganti >= pada baris 120 dengan <=, atau sebagai alternatif lain, dia dapat mengganti X(I)
dengan -X(I).
Pada setiap langkah, dua elemen yang dimungkinkan. Secara berturut-turut, unsur terkecil
yang ditempatkan di depan (untuk I = 1), selanjutnya yang kedua, dan seterusnya, sampai N - 1
Sebagai catatan bahwa pada baris 100 indeks I harus diproses sampai N - 1, bukan sampai N.
Metode ini juga disebut 'straight insertion' (penyelipan langsung). Waktu yang dibutuhkan
untuk mengurutkan bilangan N tergantung, tentu saja, pada jenis komputer dan pada bahasa
pemrograman, tetapi dalam hal apapun waktu penyortiran akan sebanding dengan N2. Ini Berarti
bahwa metode ini tidak cocok untuk N yang besar.
Metode ini disebut 'LEBIH BAIK' karena agak lebih cepat, tetapi lagi-lagi waktu penyortiran
sebanding dengan N2. Prinsipnya adalah sederhana: menemukan elemen terkecil, dan
menempatkannya di depan oleh permutasi dua elemen.
Jika sekumpulan data yang akan diurutkan besar, metode yang jauh lebih baik adalah
'QUICKSORT', yang diciptakan oleh C.A. R. Hoare. Programnya lebih panjang, tetapi waktu
komputer yang diperlukan Jauh lebih pendek. Terlebih lagi, bila N adalah cukup besar, waktu
komputasi diperkirakan sebanding dengan N, bukan N2. (Pada kenyataannya, hampir proporsional
sebanding dengan N log N).
Teknik penyortiran QUICKSORT membutuhkan dua tambahan kecil, array satu dimensi :
L(M) dan R(M). M adalah setidaknya bilangan bulat terkecil yang lebih besar dari log2 N. Sebuah
nilai M = 30, tentu saja sudah cukup untuk semua tujuan praktis.

TABEL 6.A: Tiga Program Penyortiran dalam BASIC


SIMPLE SORT QUICKSORT
100 FOR I = 1 TO N-l 100 DIM LC0), RC0)
110 FOR J = 1+1 TO N 110 S = 1 : L(l) = l : RA)=N
120 IF X(J) >= X (I) THEN 160 120 L= L(S) : R = R(S)
130 A = X(I) 130 S = S-l
140 X(I) = X(J) 140 I=L:J=R

50
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

150 X(J) = A 150 V = X(INT((L+R)/2))


160 NEXT J 160 IF X(I)>= V THEN 190
170 NEXT I 170 I = 1+1
180 GOTO 160
190 IF V>=X(J) THEN 220
BETTER 200 J = J-l
100 FOR I = 1 TO N-l 210 GOTO 190
110 M= X(I) 220 IF I>J THEN 250
120 K=I 230 W = X(I) : X(I)=X(J) :
130 FOR J = 1 + 1 TO N X(J)=W
140 IF X(J)<M THEN M=X(J) : K = J 240 I = 1+1 : J = J-l
150 NEXT J 250 IF I <= J THEN 160
160 A=X(I) : X(I)=M : X(K)=A 260 IF J-L < R-I THEN 320
170 NEXT I 270 IF L >= J THEN 300
280 S=S+l
290 L(S) = L : R(S) = J
300 L=I
310 GOTO 360
320 IF I>= R THEN 350
330 S=S+l
340 L(S) = I : R(S) = R
350 R=J
360 IF L < R THEN 140
370 IF S <> O THEN 120

Pada Tabel 6.B disebutkan waktu perhitungan untuk beberapa nilai dari N pada HP-85
mikrokomputer untuk tiga program yang disebutkan pada Tabel 6.A. Seperti kita sudah katakan,
bahwa lama waktunya akan berbeda tergantung dari komputer yang dipakai, tetapi dalam hal
apapun ditemukan waktu proses meningkat seiring dengan peningkatan nilai N, kecuali algoritma
QUICKSORT.
Untuk mendapatkan beberapa gagasan lagi tentang kecepatan perhitungan untuk nilai-nilai
N yang lebih besar, kita membandingkan dengan komputer yang lebih cepat, program yang ditulis
dan dikompilasi dengan FORTRAN. Hasilnya diberikan pada Tabel 6.C. Keunggulan QUICKSORT
mencolok di sini. Untuk N = 300, perhitungan waktu dengan QUICKSORT masih 15% dari algoritma
"BETTER" (Tabel 6.B), Tetapi untuk 15 000 angka, hanya sepertiga dari 1 persen!
Dalam beberapa kasus bahkan tidak perlu menulis sebuah program. Misalnya, TRS-80 Model
I berisi fungsi built-in yang menyortir 1000 angka dalam 9 detik, dan 8000 angka dalam 83 detik.
Apa yang dilakukan, waktu pensortiran sebanding dengan N di sini, tidak N2, jadi mungkin metode
digunakan QUICKSORT.

51
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 6.C
Waktu yang diperlukan untuk perhitungan (dalam detik) dari tiga
algoritma penyortiran di mikrokomputer HP-85
N SIMPLE SORT BETTER QUICKSORT
10 0.73 0.51 0.70
20 3.92 2.11 1.84
40 15.40 7.81 4.43
60 38.00 17.00 8.63
80 63.80 29.10 11.30
100 104.30 44.60 14.60
150 254.00 98.60 24.10
200 453.00 174.00 32.90
300 1002.00 387.00 56.70
500 97.70
1000 218.00
1500 342.00
2000 472.00

Sebagai kesimpulan, direkomendasikan 'penyisipan lurus' (SIMPLE SORT), jika data yang
akan diurutkan tidak terlalu besar, misalnya untuk N <200. Untuk jumlah data yang lebih besar
disarankan menggunakan QUICKSORT.
TABEL 6.C
Waktu yang diperlukan untuk perhitungan (dalam detik) dari tiga
algoritma penyortiran di komputer besar
N SIMPLE SORT BETTER QUICKSORT
1 000 13 10 <1
2 000 51 40 1
3 000 114 90 1
4 000 206 159 2
5 000 321 249 2
10 000 1272 994 5
15 000 2236 7
20 000 10
25 000 12
30 000 15

Selain data numerik, sering string (nama) harus diurutkan, : seperti X$ (1) = "Ceres", X$(2)
= "Pallas", dll. Setiap karakter memiliki nilai tersendiri. Daftar lengkap dengan semua tanda yang
disebut dengan tabel ASCII, sebagian dari karakter ASCII diberikan pada Tabel 6.D. [ASCII =
'American Standard Code for Information Interchange'.]

52
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 6.D: Karakter ASCII yang terlihat


Setelah setiap karakter, kode desimalnya diberikan
space 32 8 56 P 80 h 104
! 33 9 57 Q 81 i 105
" 34 : 58 R 82 j 106
# 35 ; 59 S 83 k 107
$ 36 < 60 T 84 1 108
% 37 = 61 U 85 m 109
& 38 > 62 V 86 n 110
' 39 ? 63 W 87 0 111
( 40 @ 64 X 88 P 112
) 41 A 65 Y 89 q 113
* 42 B 66 Z 90 r 114
+ 43 C 67 [ 91 s 115
, 44 D 68 \ 92 t 116
- 45 E 69 ] 93 u 117
. 46 F 70 ^ 94 V 118
/ 47 G 71 _ 95 w 119
0 48 H 72 ` 96 X 120
1 49 I 73 a 97 y 121
2 50 J 74 b 98 z 122
3 51 K 75 c 99 { 123
4 52 L 76 d 100 | 124
5 53 M 77 e 101 } 125
6 54 N 78 f 102 ~ 126
7 55 O 79 g 103

53
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 7. Hari Julian

Dalam Bab ini kita bahas sebuah metode untuk mengkonversi tanggal yang dipakai sehari-
hari, ke dalam Kalender Julian atau Gregorian, bersesuaian urutan Nomor Hari Julian/Julian Day
(JD), atau sebaliknya.

Catatan Umum
Angka Julian Day atau, lebih sederhana, Hari Julian6 (JD) adalah hitungan hari dan fraksinya
secara terus menerus dari awal tahun -4712. Menurut tradisi, Hari Julian dimulai pada Greenwich
Mean Noon (Rata-rata Greenwich siang hari), yaitu, pada Universal Time (Waktu Universal) jam
12h. Jika JD pada saat tertentu diukur dalam skala Waktu Dinamis/Dynamical Time (atau Ephemeris
Time), dinyatakan dalam Hari Julian Ephemeris/ Julian Ephemeris Day (JDE)7 seperti yang
umumnya digunakan. Sebagai contoh,
26.4 UT April 1977 = JD 2443 259.9
26.4 TD April 1977 = JDE 2443 259.9
Dalam metode yang dijelaskan di bawah ini, reformasi kalender Gregorian harus
diperhitungkan, dengan demikian, hari setelah 4 Oktober 1582 (kalender Julian) adalah 15 Oktober
1582 (kalender Gregorian). Kalender Gregorian tidak sekaligus secara resmi diadopsi oleh semua
negara. Harus diingat, jika kita membuat penelitian di bidang sejarah. Di Inggris, misalnya,
perubahan baru dilakukan akhir tahun 1752 M, dan di Turki sebelum tahun 1927 masih belum
diberlakukan.
Kalender Julian dibuat di masa Kekaisaran Romawi yang diperintah oleh Julius Caesar pada
tahun -45 dan mencapai masa berakhirnya sekitar tahun +8. Namun demikian, kita akan mengikuti
praktek para astronom yang mengekstrapolasi kalender Julian tanpa batas ke masa lalu. Dengan
sistem ini, kita bisa berbicara, misalnya, dari gerhana Matahari 28 Agustus tahun -1203, meskipun
pada waktu itu Kekaisaran Romawi belum didirikan dan bulan Agustus masih belum dipakai dalam
kehidupan sehari-hari! Ada ketidaksepakatan antara astronom dan sejarawan tentang bagaimana
menghitung tahun-tahun sebelum tahun 1. Dalam buku ini, tahun 'B.C.' dihitung secara astronomis.
Dengan demikian, tahun sebelum tahun 1 adalah tahun nol, dan tahun sebelum tahun 0 adalah
tahun -1. Bilangan tahun yang para sejarawan menyebut 585 SM sebenarnya adalah tahun -584.
Penghitungan tahun negatif secara astronomi adalah satu-satunya yang cocok untuk tujuan
ilmu hitung. Misalnya, dalam sejarah praktek penghitungan, aturan pembagian bilangan oleh 4
mengungkapkan Julian tahun kabisat (leap-year) tidak ada lagi, tahun ini, memang, 1, 5, 9, 13, ... SM.
Dalam urutan astronomi, bagaimanapun, ini tahun kabisat tersebut adalah 0, -4, -8, -12 ..., dan
aturan pembagian bilangan oleh 4 masih bisa diberlakukan.
Kita akan tunjukkan dengan INT (x) bagian bilangan bulat dari angka x, merupakan bilangan
bulat mendahului angka-angka desimalnya. contoh:
INT(7/4) = 1 INT (5.02) = 5
INT (8/4) = 2 INT (5.9999) = 5

6
Dalam banyak buku yang kita baca 'Julian Date bukan' Julian Day. Bagi kami, tanggal Julian adalah tanggal di kalender Julian,
hanya sebagai tanggal Gregorian mengacu pada kalender Gregorian. JD tidak ada hubungannya dengan kalender Julian.
7
Dalam buku ini tidak dituliskan dengan JED, seperti yang kadang-kadang ditulisdalam buku lain. Symbol 'E' adalah semacam
indeks ditambahkan ke 'JD'.

54
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemungkinan ada masalah dengan angka negatif. Pada beberapa komputer atau dalam
beberapa bahasa pemrograman, INT(x) adalah bilangan bulat terbesar kurang dari atau sama
dengan x. Misalnya kita memiliki INT(-7.83) = -8, sebab -7 memang lebih besar dari -7.83.
Namun dalam bahasa lain, INT adalah bagian bilangan bulat dari angka yang tertulis, yaitu,
bagian dari angka yang mendahului titik desimal. Dalam hal ini, INT(-7.83) = -7. Ini disebut
pemotongan/pemangkasan, dan beberapa program bahasa memiliki kedua fungsi: INT(x) memiliki
makna pertama yang disebutkan di atas, dan TRUNC(x) berarti pemangkasan. Oleh karena itu,
berhati-hatilah saat menggunakan fungsi INT untuk angka negatif. (Untuk bilangan positif, kedua
makna menghasilkan hasil yang sama). dalam rumus yang diberikan dalam buku ini, argumen dari
fungsi INT adalah selalu positif.

Perhitungan JD
Metode berikut ini berlaku untuk tahun positif maupun negatif, tetapi tidak untuk JD negatif.
Misalkan saja Y adalah tahun, M adalah urutan Bulan (untuk Januari = 1, Februari = 2, dan
seterusnya sampai Desember = 12), dan D Hari kesekian dalam Bulan yang dimaksud (dengan
desimal, jika ada) dari tanggal kalender tertentu.
• Jika M > 2, maka biarkan Y dan M tidak berubah.
Jika M = 1 atau 2, mak Y dirubah dengan Y - 1, dan M dirubah dengan M + 12.
Dengan kata lain, jika tanggal adalah pada bulan Januari atau Februari, hal itu
dianggap pada bulan ke 13 atau 14 tahun sebelumnya.
• Dalam kalender Gregorian, menghitung
𝑦 𝐴
𝐴 = 𝐼𝑁𝑇 ( ) 𝐵 = 2 − 𝐴 + 𝐼𝑁𝑇 ( )
100 4
Dalam kalender Julian, berarti B = 0.
• Hari Julian kemudian dapat dihitung dengan rumus,
JD = INT (365.25 (y + 4716)) + INT (30.6001 (M + 1))
(7.1)
+ D + B - 1524.5
Angka 30.6 (bukan 30.6001) akan menghasilkan hitungan yang benar, Tetapi 30.6001 lebih
dianjurkan untuk digunakan sehingga bilangan bulat yang tepat akan selalu diperoleh. [Dalam
prakteknya, selain angka 30.6001, kita bisa menggunakan juga 30.601 atau bahkan 30.61] Sebagai
contoh, 5 kali 30.6 memberikan angka eksak 153. Namun, kebanyakan komputer tidak akan
menghitung 30.6 secara eksak - lihat di Bab 2 apa yang bahas tentang BCD - dan bisa jadi
memberikan hasil 152.999 9998 sebagai gantinya, yang bagian bilangan bulatnya adalah 152.
Hitungan JD akan menjadi salah.

Contoh 7. a — Hitung JD yang bertepatan dengan 4.81 Oktober Tahun 1957, saat peluncuran
Sputnik 1.
Di sini kita memiliki Y = 1957, M = 10, D = 4.81.
Karena M > 2, kita biarkan Y dan M tidak berubah.
Sistem Tanggal dalam dalam kalender Gregorian, jadi kita dapat menghitung:
1957
𝑇 = 𝐼𝑁𝑇 ( ) = 𝐼𝑁𝑇 (19.57) = 19
100
19
𝐵 = 2 − 19 + 𝐼𝑁𝑇 ( ) = 2 − 19 + 4 = −13
4

55
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

JD = INT(365.25 x 6673) + INT(30.6001 x 11) + 4.81 - 13 - 1524.5


JD = 2436 116.31

Contoh 7.b — Hitung JD sesuai dengan tanggal 27 Januari tahun 333 pada jam 12h.
Karena M = 1, kita memiliki Y = 333-1 = 332 dan M = 1 + 12 = 13.
Karena sistem waktu dalam kalender Julian, kita dapatkan B = 0.
JD = INT(365.25 x 5048) + INT(30.6001 x 14) + 27.5 + 0 - 1524.5
JD = 1842 713.0

Daftar berikut memberikan JD sesuai dengan tanggal kalender yang disebutkan. Data ini
akan sangat berguna untuk menguji sebuah program.
1.5 Januari 2000 2451 545.0
27.0 Januari 1987 2446 822.5
19.5 Juni 1987 2446 966.0
27.0 Januari 1988 2447 187.5
19.5 Januari 1988 2447 332.0
1.0 Januari 1900 2415 020.5
1.0 Januari 1600 2305 447.5
31.0 Desember 1600 2305 812.5
10.3 April 837 2026 871.8
12.5 Juli -1000 1356 001.0
29.0 Februari -1000 1355 866.5
17.9 Agustus -1001 1355 671.4
1.5 Januari -4712 0.0
Jika seseorang hanya tertarik untuk kurun waktu antara 1 Maret tahun 1900 sampai 28
Februari 2100, maka rumus (7.1) kita dapatkan B = -13.
Dalam beberapa aplikasi diperlukan untuk mengetahui Hari Julian atau Julian Day, JDo
bersesuaian dengan Tanggal 0.0 Januari pada tahun yang diinginkan. Hal ini sama dengan tanggal
31.0 Desember pada tahun sebelumnya. Untuk tahun dalam kalender Gregorian, kasus ini dapat
dihitung sebagai berikut:

𝑌
𝑦 = 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 − 1 𝐴 = 𝐼𝑁𝑇 ( )
100
𝐴
𝐽𝐷𝑜 = 𝐼𝑁𝑇 (365.25 𝑌) − 𝐴 + 𝐼𝑁𝑇 ( ) + 1721 424.5
4
Untuk tahun 1901 sampai tahun 2099 inklusif, persamaan di atas menjadi
JDo = 1721 409.5 + INT(365.25 x (tahun - 1))

56
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kapan suatu tahun itu dinamakan tahun kabisat?


Dalam kalender Julian, suatu tahun adalah leap-year (atau tahun kabisat) berisi 366 hari
apabila tahun tersebut secara numerik habis dibagi 4. Semua tahun lainnya adalah tahun biasa (365
hari). Misalnya, tahun 900 dan 1236 adalah tahun kabisat, sedangkan tahun 750 dan 1429 adalah
tahun biasa.
Aturan yang sama berlaku dalam kalender Gregorian, dengan pengecualian tahun centurial
yang tidak dapat dibagi 400, misal 1700, 800, 1900, dan 2100 adalah tahun biasa. Tahun-tahun
abad lainnya, yang dapat dibagi dengan 400, adalah tahun kabisat, misalnya 1600, 2000, dan 2400.

Hari Julian yang dimodifikasi (MJD) terkadang muncul dalam pekerjaan modern, misalnya
ketika menyebutkan elemen orbit dari satelit buatan. Berlainan dengan JD, Hari Julian Modifikasi
dimulai pada Greenwich Rata-rata pada tengah malam. Hal ini sama dengan
MJD = JD - 2400 000.5
dan karena itu MJD = 0.0 disamakan dengan 17 November 1858 jam 0h UT (Waktu Universal).

Perhitungan Tanggal pada Kalender dari JD


Metode berikut ini adalah berlaku baik untuk tahun positif maupun tahun negatif, namun
bukan untuk Angka Hari Julian yang negatif.
Tambahkan 0.5 ke JD, dan z merupakan bagian dari bilangan bulat, dan F adalah bagian pecahan
(desimal)dari hasil tersebut.
Jika z < 2299 161, maka A = z.
Jika z sama dengan atau lebih dari 2299161, hitung:
𝑍 − 1867 216.25
𝛼 = 𝐼𝑁𝑇 ( )
36524.25
𝛼
𝐴 = 𝑍 + 1 + 𝛼 − 𝐼𝑁𝑇 ( )
4
Kemudian hitung:
B = A + 1524
𝐵 − 122.1
𝐶 = 𝐼𝑁𝑇 ( )
362.25
D = INT (365.25 C)
𝑏 − 𝐷
𝐸 = 𝐼𝑁𝑇 ( )
30.6001
Hari dalam belum tertentu (dengan desimal) dirumuskan sebagai:
B - D - INT(30.6001 E) + F
Bulan dalam urutan Angka, m adalah sebagai berikut
C - 4716 jika m>2
C - 4715 jika m = 1 atau 2
Lain dengan apa yang telah dikatakan sebelumnya tentang rumus (7.1), di dalam rumus di
atas untuk E bilangan 30.6001 tidak dapat digantikan oleh 30.6, bahkan jika komputer menghitung
secara eksak sekalipun. Jika tidak, kita akan memperoleh 0 Februari bukan 31 Januari atau 0 April
bukan 31 Maret.

57
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 7.c — Hitung tanggal Kalender yang bersesuaian dengan JD 2436 116.31.
2436116.31 + 0.5 = 2436116.81
Z = 2436 116 dan F = 0.81
Sebab Z > 2299 161, kita mempunyai:
2436 116 − 1867 216.25
𝛼 = 𝐼𝑁𝑇 ( ) = 15
36524.25
15
𝐴 = 2436 116 + 1 + 15 − 𝐼𝑁𝑇 ( ) = 2436 129
4
Maka akan kita dapatkan:
B = 2437 653 C = 6673 D = 2437 313 E = 11
Hari dalam Bulan dimaksud = 4.81
Bulan m = E - 1 = 10 (sebab E < 14)
Tahun, tahun = C - 4716 = 1957 (sebab m > 2)
Karenanya, tanggal yang dicari adalah 4.81 Oktober 1957.

L a t i h a n — Hitung tanggal dalam kalender bersesuaian dengan JD = 1842 713.0 dan JD


= 1 507 900.13.
Jawab: 27.5 Januari 333 dan 28.63 Mei -584.

Interval waktu dari suatu hari ke hari yang lain


Jumlah hari antara dua tanggal kalender tertentu dapat ditemukan dengan menghitung
perbedaan antara Hari Julian pada masing-masing tanggal tersebut.

Contoh 7.d — Periodik komet Halley melewati perihelio pada tanggal 20 April 1910 dan pada 9
Februari 1986. Berapa interval waktu antara kedua peristiwa ini?
20.0 April 1910 bersesuaian dengan JD 2418 781.5
9.0 Februari 1986 bersesuaian dengan JD 2446 470.5
Perbedaan antara keduanya adalah 27 689 hari.

L a t i h a n — Temukan tanggal yang tepat, yang terjadi 10 000 hari setelah tanggal 11 Juli
1991.
Jawab: 26 November 2018.

Menentukan nama Hari


Nama Hari dalam sepekan yang berkorelasi dengan tanggal tertentu dapat diperoleh sebagai
berikut. Hitunglah JD untuk tanggal tersebut pada jam 0h, tambahkan 1.5, dan membagi hasilnya
dengan 7. Sisa dari pembagian ini akan menunjukkan hari-hari dalam sepekan, misalnya: jika
sisanya 0 berarti hari Minggu, jika bersisa 1 berarti Senin, 2 hari Selasa, 3 hari Rabu, 4 hari Kamis,
5 hari Jumat, dan 6 Sabtu.
Hari-hari dalam sepekan tersebut tidak termasuk yang dirubah saat reformasi kalender
Gregorian sebagai perubahan dari kalender Julian. Dengan demikian, pada Kamis 4 Oktober tahun
1582, diikuti Jumat 15 Oktober.

58
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 7.e — Tentukan hari apa tanggal 30 Juni 1954.


30.0 Juni 1954 berkorelasi dengan JD 2434 923.5
2434 923.5 + 1.5 = 2434 925
Sisa pembagian 2434 925 dibagi dengan 7 adalah 3. Maka nama harinya adalah Rabu.

Menentukan Hari dalam suatu Tahun


Jumlah hari N dalam setiap tahun dapat dihitung dengan cara rumus berikut ini [1].
275 𝑀 𝑀 +9
𝑁 = 𝐼𝑁𝑇 ( ) − 𝐾 𝑥 𝐼𝑁𝑇 ( ) + 𝐷 - 30
9 12
dimana M adalah urutan bulan, D urutan Hari dalam bulan tersebut, dan
K = 1 untuk tahun kabisat
K = 2 untuk tahun biasa
N adalah bilangan bulat, dari 1 Januari (N=1) sampai 365 (atau 366 untuk tahun kabisat)
pada 31 Desember.

Contoh 7.f — 14 November 1978.


Tahun biasa, M = 11, D = 14, K = 2
Orang akan mendapatkan: N = 318.

Contoh 7.g — 22 April 1988.


Tahun kabisat, M = 4, D = 22, K = 1
Orang akan dapatkan N = 113

Sekarang masalah sebaliknya: jika urutan Hari dalam tahun tertentu N, dan tanggal yang
bersesuaian ingin dihitung, yaitu urutan bulan M dan urutan hari dalam bulan tersebut D.
Algoritma berikut ditemukan oleh A. Pouplier, dari Societe Astronomique de Liege, Belgia [2].
Seperti di atas, lakukan
K = 1 dalam hal tahun kabisat
K = 2 dalam hal tahun biasa
9 ( 𝐾 + 𝑁)
𝑀 = 𝐼𝑁𝑇 ( ) + 0.98
275
Jika N<32, maka M = 1
275 𝑀 𝑀 + 9
𝐷 = 𝑁 − 𝐼𝑁𝑇 ( ) + 𝐾 𝑥 𝐼𝑁𝑇 ( ) + 30
9 12
Daftar Pustaka
1. Nautical Almanac Office, U.S. Naval Observatory, Washington, D.C., Almanac for Computers
For the Year 1978, halaman B2.
2. A. Pouplier, letter to Jean Meeus, 1987 April 10.

59
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 8. Tanggal Paskah

Dalam Bab ini dibahas metode untuk menghitung tanggal Minggu Paskah untuk umat kristen
dari tahun tertentu - bukan Paskah untuk kaum Yahudi.

Paskah dalam kalender Gregorian


Metode berikut telah diberikan oleh Spencer Jones dalam bukunya Astronomi Umum
(General Astronomy), (pada halaman 73-74 dari edisi 1922). Telah diterbitkan lagi dalam Journal of
British Astronomical Association, Vol. 88, halaman 91 (Desember 1977) di mana dikatakan bahwa
itu dirancang pada tahun 1876 dan diterbitkan dalam Butcher's Ecclesiastical Calendar atau
Kalender Gerja karya Butcher. Berbeda dengan rumus yang diberikan oleh Gauss, metode ini
memiliki pengecualian dan berlaku untuk semua tahun dalam kalender Gregorian, yakni sejak
tahun 1583. Prosedur untuk menemukan tanggal Paskah adalah sebagai berikut:
Bagi dengan Hasil bagi Sisa
tahun x 19 − −
tahun x 100 B c
b 4 4 e
b +8 25 F −
b - f +1 3 G −
19a + b - d - g + 15 30 − h
c 4 I k
32 + 2e + 2i - h -k 7 − l
a + 11h + 22 l 451 M −
h + l - 7m + 114 31 N p
Lalu n = urutan bulan (3 = Maret, 4 = April), p +1 = hari pada bulan jatuhnya Minggu Paskah.
Jika bahasa komputer tidak memiliki fungsi 'modulo/ modulus' atau 'remainder',
perhitungan sisa dari pembagian harus diprogram dengan hati-hati. Misalkan perhitungan sisa
pembagian dari 34 dengan 30. Di kalkulator saku, misalnya HP-67 dan HP-41C, kita mendapatkan:
34/30 = 1.133 333 333
bagian pecahan yaitu 0.133 333 333. Bila dikalikan dengan 30, ini memberikan hasil 3.999
999 990. Hasil ini berbeda dengan angka yang benar, yakni 4, sehingga kemungkinan
menghasilkan tanggal yang salah untuk Paskah pada hasil akhir perhitungan.
Cobalah program anda dengan input pada tahun-tahun ini:
1991 → 31 Maret 1954 → 18 April
1992 → 19 April 2000 → 23 April
1993 → 11 April 1818 → 22 Maret
Tanggal ekstrim untuk Paskah adalah 22 Maret (seperti tahun 1818 dan 2285) dan April 25
(seperti pada 1886, 1943, dan 2038).

60
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Aturan untuk menemukan tanggal Minggu Paskah sudah diketahui secara umum,yaitu
Paskah adalah hari Minggu pertama setelah Bulan Purnama yang terjadi pada saat atau setelah
ekuinoks pada bulan Maret. Sebenarnya, aturan untuk menemukan tanggal Paskah di masa lalu
dilakukan oleh pendeta Kristen. Untuk tujuan aturan ini, Bulan Purnama diperhitungkan menurut
perhitungan gerejawi dan bukan bulan purnama seperti pada perhitungan astronomi. Demikian
juga, ekuinoks selalu diasumsikan jatuh pada tanggal 21 Maret, padahal sebenarnya dapat terjadi
satu atau dua hari lebih cepat.
Pada tahun 1967, misalnya, ekuinoks adalah pada tanggal 21 Maret, dan bulan purnama
pada 26 Maret (tanggal UT). Minggu pertama setelah 26 Maret adalah tanggal 2 April. Namun, saat
itu ditentukan hari Minggu Paskah adalah 26 Maret.
Selama periode 1900-2100, hasil murni aturan menurut astronomi menghasilkan tanggal
berbeda untuk hari Minggu Paskah jika dibandingkan dengan aturan gerejawi yaitu untuk tahun-
tahun berikut ini: 1900, 1903, 1923, 1924, 1927, 1943, 1954, 1962, 1967, 1974, 1981, 2038, 2049,
2069, 2076, 2089, 2095, dan 2096.
Tanggal Paskah dalam kalender Gregorian terulang dalam jangka waktu 5 700 000. Telah
ditemukan bahwa tanggal pasakal dalam kalender Gregorian yang paling sering adalah 19 April.

Paskah dalam kalender Julian


Dalam kalender Julian, tanggal jatuhnya Paskah dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Bagi dengan Hasil bagi Sisa
tahun x 4 − 𝑎
tahun x 7 − b
tahun x 19 − c
19c + 15 30 − d
2a + 4b - d + 34 7 − e
d + e + 114 31 f g
di mana f = urutan bulan (3 = Maret, 4 = April), g +1 = hari pada bulan jatuhnya Minggu
Paskah.
Tanggal Paskah pada kalender Julian mempunyai periode 532 tahun. Misalnya, pada 12 April
untuk tahun 179, 711,dan 1243.

61
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 9. Waktu Dinamis dan Waktu Universal


Waktu Universal atau Universal Time (UT) atau Waktu Sipil di Greenwich, didasarkan pada
rotasi Bumi. UT diperlukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan untuk perhitungan
astronomi yang melibatkan sudut jam lokal.
Namun, pada umumnya rotasi Bumi melambat, dan terlebih lagi hal ini terjadi dengan
ketidakteraturan yang tidak bisa diprediksi. Karena itu, UT bukanlah ukuran waktu yang seragam.
Tetapi astronom membutuhkan skala waktu yang seragam untuk perhitungan yang akurat
(mekanika langit, orbit, ephemerides). Dari tahun 1960 sampai 1983 dalam almanak besar
astronomi: seperti Astronomical Ephemeris, menggunakan skala waktu yang seragam disebut
Waktu Ephemeris atau Ephemeris Time (ET) dan didefinisikan oleh hukum dinamika: itu
didasarkan pada gerakan planet. Pada tahun 1984, ET diganti dengan waktu dinamik atau
Dynamical Time, yang didefinisikan dengan jam atom. Dalam kenyataannya, Waktu dinamis adalah
perpanjangan Waktu Ephemeris.
Orang membedakan Waktu Barisentrik Dinamis atau Barycentric Dynamical Time (TDB) dan
Waktu Terestris Dinamis atau Terrestrial Dynamical Time (TDT). Waktu-waktu tersebut berbeda
paling besar sekitar 0.0017 detik, perbedaan itu terkait dengan gerakan orbit Bumi berbentuk elips
mengelilingi Matahari (efek relativitas). Karena perbedaan ini sangat kecil, maka dapat diabaikan
untuk kebanyakan keperluan praktis, selanjutnya dianggap tidak ada perbedaan antara TDB dan
TDT, dan kita menyebut keduanya secara sederhana dengan TD (waktu dinamis).
Nilai yang eksak dari perbedaan Δ𝑇 = TD - UT hanya dapat diperoleh dari pengamatan. Tabel
9.A memberikan nilai Δ𝑇 pada awal beberapa tahun. Kecuali untuk dua nilai terakhir, data tersebut
diambil dari almanak astronomi untuk tahun 1988 [1].
Untuk epoch dalam waktu dekat, orang dapat memperkirakan nilai-nilai Tabel 9.A. Sebagai
contoh, kita dapat menggunakan nilai sementara
Δ𝑇 = +60 detik pada tahun 1993
Δ𝑇 = +67 detik pada tahun 2000
Δ𝑇 = +80 detik pada tahun 2010
Untuk epoch lain di luar interval waktu Tabel 9.A, nilai perkiraan 𝛥T (dalam detik) dapat
disimpulkan dari relasi berikut, menurut Morrison dan Stephenson [2]:
Δ𝑇 = −15 + 0.00325 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 − 1810)2
di mana tahun dinyatakan dalam desimal, selanjutnya rumus ini dapat ditulis sebagai
berikut:
Δ𝑇 = 102.3 + 123.5 𝑇 + 32.5 𝑇 2 (9.1)

TABEL 9.A
Δ𝑇 = 𝑇𝐷 − 𝑈𝑇 (dalam detik) pada awal tahun
Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇
1620 +124 1700 +9 1780 +17 1860 + 7.9 1940 +24.3
1622 115 1702 9 1782 17 1862 7.5 1942 25.3
1624 106 1704 9 1784 17 1864 6.4 1944 26.2

62
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇 Tahun Δ𝑇


1626 98 1706 9 1786 17 1866 5.4 1946 27.3
1628 91 1708 10 1788 17 1868 2.9 1948 28.2
1630 + 85 1710 + 10 1790 +17 1870 + 1.6 1950 +29.1
1632 79 1712 10 1792 16 1872 - 1.0 1952 30.0
1634 74 1714 10 1794 16 1874 - 2.7 1954 30.7
1636 70 1716 10 1796 15 1876 - 3.6 1956 31.4
1638 65 1718 11 1798 14 1878 - 4.7 1958 32.2
1640 + 62 1720 +11 1800 +13.7 1880 - 5.4 1960 +33.1
1642 58 1722 11 1802 13.1 1882 - 5.2 1962 34.0
1644 55 1724 11 1804 12.7 1884 - 5.5 1964 35.0
1646 53 1726 11 1806 12.5 1886 - 5.6 1966 36.5
1648 50 1728 11 1808 12.5 1888 - 5.8 1968 38.3
1650 + 48 1730 +11 1810 +12.5 1890 - 5.9 1970 +40.2
1652 46 1732 11 1812 12.5 1892 - 6.2 1972 42.2
1654 44 1734 12 1814 12.5 1894 - 6.4 1974 44.5
1656 42 1736 12 1816 12.5 1896 - 6.1 1976 46.5
1658 40 1738 12 1818 12.3 1898 - 4.7 1978 48.5
1660 + 37 1740 +12 1820 +12.0 1900 - 2.7 1980 +50.5
1662 35 1742 12 1822 11.4 1902 - 0.0 1982 52.2
1664 33 1744 13 1824 10.6 1904 + 2.6 1984 53.8
1666 31 1746 13 1826 9.6 1906 5.4 1986 54.9
1668 28 1748 13 1828 8.6 1908 7. 1988 55.8
1670 + 26 1750 +13 1830 + 7.5 1910 +10.5 1990 +56.9
1672 24 1752 14 1832 6.6 1912 13.4 1992 58.3
1674 22 1754 14 1834 6.0 1914 16.0
1676 20 1756 14 1836 5.7 1916 18.2
1678 18 1758 15 1838 5.6 1918 20.2
1680 + 16 1760 +15 1840 + 5.7 1920 +21.2
1682 14 1762 15 1842 5.9 1922 22.4
1684 13 1764 15 1844 6.2 1924 23.5
1686 12 1766 16 1846 6.5 1926 23.9
1688 11 1768 16 1848 6.8 1928 24.3
1690 + 10 1770 +16 1850 + 7.1 1930 +24.0
1692 9 1772 16 1852 7.3 1932 23.9
1694 9 1774 16 1854 7.5 1934 23.9
1696 9 1776 17 1856 7.7 1936 23.7
1698 9 1778 17 3 1858 7.8 1938 24.0

63
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

di mana T Diukur dalam abad dari epoch 2000.0, atau, jika Hari Julian digunakan, rumus
menjadi:
(𝐽𝐷 − 2382 148)2
Δ𝑇 = −15 +
41 048 480
Dengan rumus-rumus ini, ketidakpastian UT bisa mencapai dua jam, jika kembali ke tahun
4000 SM. Perbaikan masa depan dari rumus, pengguna mendapatkan manfaat dari konversi TD ke
UT, tetapi tidak merubah algoritma, program, atau tabel ephemeris dengan waktu dengan skala
seragam TD.
Pada tahun 1984, Stephenson dan Morrison [3] menerbitkan dua rumus parabolik lainnya
untuk Δ𝑇 di masa lalu. Periode dari 390 SM sampai 1600 M yang dicakup oleh rumus dua parabolik
secara terpisah:
dari -390 sampai 948 : Δ𝑇 = 1360 + 320 T + 44.3 T2
dari 948 sampai +1600 : Δ𝑇 = 25.5 T2
dimana T adalah perbedaan waktu dalam abad dari tahun 1800 M, dan Δ𝑇 yang diperoleh
dalam hitungan detik.
Dua tahun kemudian, Stephenson dan Houlden [4] memberikan dua lainnya belum
ekspresi untuk Δ𝑇 di masa lalu:
(i) pada setiap saat sebelum 948 M : Δ𝑇 = 1830 - 405 E + 46.5 E2
(ii) dari 948 sampai 1600 M : Δ𝑇 = 22.5 t2
dimana E adalah jumlah abad 948 Masehi, dan t adalah jumlah abad tahun 1850M.
Rumus (i) dan (ii) yang setara dengan Rumus-rumus berikut, dimana T adalah waktu dalam
abad dari J2000.0 (T <0):
sebelum 948 Masehi : 2715.6 + 573.36 T + 46.5 T2
dari 948 sampai 1600 : 50.6 + 67.5 T + 22.5 T2
Kuantitas Δ𝑇 adalah negatif dari 1871 M sampai 1901 M. Harus dicatat bahwa Δ𝑇 positif
baik untuk masa lalu dan untuk masa jauh ke depan.
Kecuali untuk tahun 1871 - 1901, waktu yang dinyatakan dalam UT memiliki nilai numerik
yang hampir sama dengan yang dinyatakan dengan TD. Sebagai contoh, saat 27 Januari 1990 0h UT
adalah saat 57 detik kemudian dari 27 Januari 1990, 0h TD. Karena kita memiliki UT = TD - 𝛥𝑇.

Contoh 9.a — Bulan Baru yang terjadi pada tanggal 18 Februari 1977 jam 3h37m40s Waktu
Dinamis (lihat Contoh 47.a).
Pada saat itu, Δ𝑇 sama dengan +48 detik. Akibatnya, Waktu Universal berkorelasi dengan
fase Bulan: 3h37m40s - 48s = 3h36m52s

Contoh 9.b — Anggaplah bahwa posisi Merkurius harus dihitung untuk 6 Februari pada jam
6h Waktu Universal pada tahun +333.
Di sini kita memiliki:
333.1 − 2000
𝑇 = = −16.669
100
Untuk rumus (9.1) memberikan hasil Δ𝑇 = +7074 atau 118 menit. Oleh karenanya, TD = 6h +
118 menit = 7h58m, dan perhitungan harus dilakukan untuk 6 Februari tahun 333 pada jam 7h58m
TD (Waktu Dinamis).

64
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Schmadel dan Zech [5] telah membuat pendekatan berikut ini menghitung Δ𝑇, berlaku untuk
rentang waktu tahun 1800 - 1988. Hal ini merupakan nilai yang diberikan pada Tabel 9.A dengan
kesalahan maksimum 1.9 detik.
Δ𝑇 = -0.000 014 + 0.003 148 𝜃 + 0.003 357 𝜃 2 - 0.012 462 𝜃 3
4 5
- 0.022 542 θ + 0.062 971 θ + 0.079 441 θ6
- 0.146 960 θ7 - 0.149 279 θ8 + 0.161 416 θ9
+ 0.145 932 θ10 - 0.067 471 θ11 - 0.058 091 θ12
Dalam rumus ini, Δ𝑇 dinyatakan dalam hari, dan 𝜃 adalah waktu dihitung sejak 1900.0 dan
dinyatakan dalam abad Julian.
Schmadel dan Zech juga memberikan rumus untuk rentang waktu yang lebih pendek. Untuk
tahun 1800 - 1899, Rumus berikut memberikan Δ𝑇 (dalam hari) dengan kesalahan maksimum 1.0
detik:
Δ𝑇 = -0.000 009 + 0.003 844 𝜃 + 0.083 563 𝜃 2 + 0.865 736 𝜃 3
4 5
+ 4.867 575 θ + 15.845 535 θ + 31.332 267 θ6
+ 38.291 999 θ7 + 28. 316 289 θ8 + 11.636 204 θ9
+ 2.043 794 θ10
Untuk tahun 1900 sampai 1987, rumus berikut memberikan Δ𝑇 (dalam hari) dengan
kesalahan maksimum 1.0 detik:
Δ𝑇 = -0.000 020 + 0.000 297 θ + 0.025 184 θ2 - 0.181 133 θ3
+ 0.553 040 θ4 - 0.861 938 θ5 + 0.677 066 θ6 - 0.212 591 𝜃 7
di mana 𝜃 memiliki makna yang sama seperti pada rumus pertama. Harus dicatat bahwa tiga
rumus ini adalah rumus empiris. Penggunaannya tidak diperbolehkan di luar batasan waktu yang
diberikan!

Daftar Pustaka
1 Astronomical Almanac for 1988 (Washington, DC). halaman K8 dan K9.
2 L.V. Morrison and FR Stephenson, Sun and Planetary System, Vol 96, halaman 73 (Reidel,
Dordrecht, 1982). - Dikutip oleh P. Bretagnon dan J.L. Simon, Planetary Program and Tables
from -4000 to 2800 (Willmann-Bell, Richmond, 1986), halaman 5
3 F.R. Stephenson and L.V. Morrison, 'Long-term changes in the rotation of the Earth', Phil. Trans.
Royal. Soc., A, Vol 313, halaman 47-70 (1984).
4 F.R. Stephenson and M.A. Houlden, Atlas of Historical Eclipse Maps, Cambridge University
Press, England (1986), halaman x.
5 L.D. Schmadel dan G. Zech, 'Empirical transformation from U.T. to E.T. for the period 1800 -1988
', Astronomishe Nachrichten, Vol. 309, halaman 219-221 (1988)

65
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 10. Globe Bumi

Bentuk aktual dari Permukaan Bumi, termasuk keberadaan berbagai pegunungan dan
lembah, tidak mudah untuk mendefinisikan bentuk geometrisnya. Oleh karena itu, bentuk ideal
yang digunakan dalam ilmu geodesi adalah permukaan laut rata-rata yang dimodelkan melalui
benua. Ini yang biasa disebut geoid, yang mana di setiap titik di permukaannya tegak lurus ke lokal
garis unting-unting (plumb-line).
Namun, heterogenitas interior Bumi dan gaya tarik gunung sedemikian rupa sehingga
permukaan geoid tidak mudah didefinisikan. Pendekatan bentuk Bumi yang cukup memadai untuk
kebanyakan keperluan geografi maupun astronomi diperoleh dengan asumsi bahwa Bumi
berbentuk elipsoid.

Koordinat Rektangular Geosentrik dari pengamat


Gambar menunjukkan penampang Bumi melalui meridian. C adalah pusat Bumi, N kutub
utara, S kutub selatan, garis EF terletak pada ekuator,
HK adalah permukaan horizontal dimana seorang
pengamat berada dan OP tegak lurus terhadap HK. Arah
OM adalah paralel dengan SN yang membentuk sudut𝑐
dengan dengan OH yang merupakan Lintang geografis
titik O. Sudut OPF juga sama dengan 𝜙
Vektor Radius OC, menghubungkan posisi pengamat
ke pusat Bumi, membentuk sudut 𝜙′dengan ekuator CF,
yang merupakan lintang geosentrik O. Kita mempunyai
𝜙= 𝑐 di kutub dan di khatulistiwa; untuk posisi semua
lintang lainnya |𝜙′| < |𝑐|.

Pegepengan Bumi, f, dan b/a adalah rasio NC/CF dari radius pada kutub NC = b dengan radius
khatulistiwa CF = a. Pada tahun 1976 International Astronomical Union mengadopsi nilai-nilai:
1
a = 6778.14 km, 𝑓 =
298.257
dari nilai tersebut, kita mendapatkan:
b = a (1 - f) = 6356.755 km
𝑏
= 1 − 𝑓 = 0.996 647 19
𝑎
Eksentrisitas e dari meridian Bumi adalah
𝑒 = √2𝑓 − 𝑓 2 = 0.081 819 22
Kita mendapatkan persamaan-persamaan sebagai berikut:
𝑎 − 𝑏
𝑓 = 1 − 𝑒 2 = (1 − 𝑓)2
𝑎
Untuk tempat pada permukaan laut,

66
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑏2
tan 𝜙 ′ = tan 𝜙
𝑎2
Jika H adalah tinggi pengamat di atas muka laut dalam meter, kuantitas 𝜌 sin 𝜙 ′ dan 𝜌 cos 𝜙′
diperlukan dalam perhitungan paralaks harian (diurnal), gerhana, dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
𝑏
tan 𝑢 = tan 𝜙
𝑎
𝑏 𝐻
𝜌 sin 𝜙 ′ = sin 𝑢 + sin 𝜙
𝑎 6 378 140

′ 𝐻
{ 𝜌 cos 𝜙 = cos 𝑢 + 6 378 140 cos 𝜙
Kuantitas 𝜌 sin 𝜙 ′ mempunyai nilai positif di belahan Bumi utara, negatif di belahan selatan,
sedangkan 𝜌 cos 𝜙 ′ selalu positif.
Kuantitas  merupakan jarak pengamat ke pusat Bumi (OC lihat Gambar), radius Bumi di
ekuator dipakai sebagai kesatuan.

Contoh 10.a — Hitung 𝜌 sin 𝜙 ′ dan 𝜌 cos 𝜙′ untuk Palomar Observatory, yang mana
𝜙 = +33°21'22", H = 1706 meter
Kita memperoleh,
𝜙 = 33°.356 111
u = 33°.267 796
 sin 𝜙′ = +0.546 861

  cos 𝜙 = +0.836 339

Rumus lain terkait elipsoid Bumi


Untuk titik tertentu pada ellipsoid, perbedaan antara lintang geografis dan lintang geosentrik
dapat ditemukan dari:
𝜙 - 𝜙′ = 692".73 sin 2𝜙 - 1".16 sin 4𝜙
Perbedaan 𝜙 - 𝜙′ mencapai nilai maksimum untuk u = 45°. Jika 𝜙𝑜 dan 𝜙𝑜′ adalah lintang
geografik dan geosentrik, maka kita mempunyai:
𝑎 𝑏
tan 𝜙𝑜 = tan 𝜙′𝑜 = 𝜙𝑜 + 𝜙𝑜′ = 90°
𝑏 𝑎
Oleh karenanya, untuk elipsoid IAU 1976,
𝜙𝑜 = 45°05' 46".36 𝜙𝑜′ = 44°54'13".64

𝜙𝑜 − 𝜙𝑜 = 11' 32".73
Kuantitas  (untuk permukaan laut) dapat diperoleh dari :
 = 0.998 3271 + 0.001 6764 cos 2𝜙 - 0.000 0035 cos 4𝜙
Lintang paralel ∅ adalah lingkaran dengan radius:
𝑎 cos 𝜙
𝑅𝑝 =
√1 − 𝑒 2 𝑠𝑖𝑛2 𝜙

67
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dimana. seperti di atas, e adalah eksentrisitas elips meridian.


Oleh karena itu, satu derajat sepanjang Bujur, pada Lintang𝜙, mempunyai panjang
𝜋
𝑅
180 𝑝
Rotasi kecepatan sudut Bumi (mengacu pada bintang-bintang, bukan mengacu pada vernal
equinox) adalah:
𝜔= 7.292 115 018 x 10'.5 radian / detik.
Sebenarnya, ini adalah nilai pada epoch 1989.5 [1]. Hal itu menurun perlahan-lahan seiring
dengan waktu karena rotasi Bumi semakin melambat - lihat Bab 9.
Kecepatan Linear sebuah titik di lintang 𝑐, akibat rotasi Bumi, adalah 𝜔 𝑅𝑝 per detik.
Jari-jari kelengkungan meridian Bumi, di lintang 𝜙, adalah
𝑎 (1 − 𝑒 2 )
𝑅𝑚 =
(1 − 𝑒 2 𝑠𝑖𝑛2 )3/2
𝜋
dan satu derajat pada lintang bersesuaian dengan panjang 𝑅𝑚 .
180
𝑅𝑚 mencapai nilai minimum di khatulistiwa, yaitu a (1 - e2) = 6335.44 km, dan nilai
maksimum di kutub, 𝑎 /√1 − 𝑒 2 = 6399.60 kilometer.

Contoh 10.b — Untuk 𝜙 = +42°, merupakan Lintang Kota Chicago, kita mendapatkan
Rp = 4747.001 km
1° sepanjang Bujur = 82.8508 km
kecepatan linear = 𝜔 𝑅𝑝 = 0.34616 km/s
Rm = 6364.033 km
1° sepanjang Lintang = 111.0733 km

Jarak antara dua titik pada permukaan Bumi


Jika koordinat geografis dua titik pada permukaan Bumi diketahui, jarak terpendek s antara
titik-titik tersebut, sepanjang permukaan Bumi, dapat dihitung.
Misalkan saja titik pertama masing-masing memiliki bujur dan lintang L1 dan 𝜙1. Selanjutnya
koordinat titik kedua adalah L2 dan 𝜙2. Kita asumsikan bahwa kedua titik tersebut berada di
permukaan laut.
Jika tidak diperlukan ketelitian tinggi, maka kita dapat menganggap Bumi sebagai bola
dengan jari-jari rata-rata 6371 kilometer. Jarak sudut d antara dua titik dapat dihitung dengan
rumus:
cos 𝑑 = sin 𝜙1 sin 𝜙2 + cos 𝜙1 cos 𝜙2 cos (𝐿1 − 𝐿2 ) (10.1)
dimana d dinyatakan dalam derajat.
Akurasi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan metode berikut, seperti yang ditulis H.
Andoyer [2]; Hasil yang diperoleh berisi kesalahan relatif sebesar kwadrat pegepengan Bumi.
Seperti sebelumnya, jika a adalah jari-jari ekuator Bumi, dan pegepengan Bumi f.
Selanjutnya proses perhitungan dilakukan sebagai berikut:
𝜙1 + 𝜙2 𝜙1 − 𝜙2 𝐿1 − 𝐿2
𝐹 = 𝐺 = λ=
2 2 2

68
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑆 = 𝑠𝑖𝑛2 𝐺 𝑐𝑜𝑠 2 𝜆 + 𝑐𝑜𝑠 2 𝐹 𝑠𝑖𝑛2 𝜆


𝐶 = 𝑐𝑜𝑠 2 𝐺 𝑐𝑜𝑠 2 𝜆 + 𝑠𝑖𝑛2 𝐹 𝑠𝑖𝑛2 𝜆

𝑆
tan 𝜔 = √
𝐶

√𝑆𝐶
𝑅 = dimana dinyatakan dalam radian
𝜔

3𝑅 − 1 3𝑅 + 1
𝐷 = 2𝜔𝑎 𝐻1 = 𝐻2 =
2𝐶 2𝑆
dan rumus hitungan jarak menjadi
𝑠 = 𝐷 (1 + 𝑓 𝐻1 𝑠𝑖𝑛2 𝐹 𝑐𝑜𝑠 2 𝐺 − 𝑓 𝐻2 𝑠𝑖𝑛2 𝐹 𝑐𝑜𝑠 2 𝐺)

Contoh 10.c — Menghitung jarak geodesik antara 0bservatoire de Paris (Perancis) dan US Naval
Observatorium di Washington (DC), dengan data koordinat-koordinat sebagai
berikut:
Paris : L1 = 2°20'14" Timur = -2°20'14"
𝜙1 = 48°50'11" Utara = +48°50'11"
Washington : L2 = 77°03'56" Barat = +77°03'56"
𝜙2 = 38°55'17" Utara = +38°55'17"
Berturut akan kita dapatkan:
F = +43°.878 8889
G = + 4°.957 5000
 = -39°.701 3889
S = 0.216 426 96
C = 0.783 573 04
 = 27°.724 274 = 0.48387987 radian
R = 0.851 0555
D = 6172.507 km
dan akhirnya s = 6181.63 km dengan kemungkinan kesalahan 50 meter. Jika kita
menggunakan rumus pendekatan (10.1) dan (10.2), kita memperoleh:
cos d = 0.567 146
d = 55°.448 55
s = 6166 km

Daftar Pustaka
1. International Earth Rotation Service, Laporan Tahunan untuk 1989 (Observatoire de Paris,
1990).
2. Annuaire du Bureau des Longitudes pour 1950 (Paris), halaman 145.

69
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 11. Waktu Sideris di Greenwich

Waktu Sideris di Greenwich, yakni di meridian Greenwich, pada jam 0h Waktu Universal
bertepatan dengan tanggal tertentu, dapat diperoleh sebagai berikut.
Hitung JD yang bersesuaian dengan tanggal tersebut di 0h UT (lihat Bab 7). Dengan
demikian, bilangan tersebut berakhir dengan .5. Kemudian cari T dengan
𝐽𝐷 − 2451 545.0
𝑇 = (11.1)
36525
Waktu sideris rata-rata di Greenwich pada jam 0h UT dirumuskan seperti tertera di bawah
ini diadopsi oleh International Astronomical Union pada tahun 1982.
𝜃𝑜 = 6h41m 50s. 54841 + 8640 184s. 812 866 T
(11.2)
+ 0s.093 104 T2 - 0s.000 0062 T3
Dinyatakan dalam derajat desimal, persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
𝜃𝑜 = 100.460 618 37 + 36 000.770 053 608 T
(11.3)
+ 0.000 387 933 T2 - T3/38 710 000
Penting untuk dicatat bahwa rumus (11.2) dan (11.3) hanya berlaku untuk nilai-nilai T yang
bersesuaian dengan 0h UT dari suatu tanggal tertentu. Untuk menemukan waktu sideris di
Greenwich untuk setiap UT kapan saja dari tanggal tertentu, kalikan saat tersebut dengan 1.002
737 909 35, dan tambahkan pada hasil perhitungan waktu sideris pada saat jam 0 h UT. Waktu rata-
rata sideris di Greenwich, dinyatakan dalam derajat, dapat juga dirumuskan secara langsung untuk
setiap saat sebagai berikut. Jika JD adalah Hari Julian bersesuaian dengan saat tertentu (tidak harus
0h UT), dapatkan T dengan rumus (11.1), dan kemudian
𝜃𝑜 = 280.460 618 37 + 360.985 647 366 29 (JD - 2451 545.0)
(11.4)
+ 0.000 387 933 T2 - T3/38 710 000
Jika diinginkan akurasi tinggi, rumus ini membutuhkan penggunaan kerja komputer dengan
jumlah yang memadai untuk signifikan digit. Waktu sideris diperoleh dengan rumus (11.2), (11.3)
atau (11.4) adalah waktu rata-rata sideris, yaitu, sudut jam Greenwich dari titik vernal rata-rata
(persimpangan ekliptika pada tanggal tertentu dengan ekuator rata-rata pada tanggal tertentu).
Waktu sideris tampak, atau sudut jam Greenwich dari vernal equinox sejati, diperoleh dengan
menambahkan koreksi Δ𝜓 cos 𝜀 dimana Δ𝜓 adalah Nutasi dalam bujur, dan kemiringan ekliptik 𝜀
(lihat Bab 21). Koreksi Nutasi ini disebut Nutasi dalam askensio rekta atau persamaan ekuinoks.
Karena Δ𝜓 nilai kecil, maka dalam hal ini nilai 𝜀 dapat diambil ke 10" terdekat.
Jika Δ𝜓 dinyatakan dalam detik busur (detik derajat), koreksi dalam detik waktu:
Δ𝜓 cos 𝜀
15

Contoh 11.a — Dapatkan Waktu sideris rata-rata dan Waktu sideris tampak di Greenwich pada
10 April 1987 pada jam 0h UT.
Tanggal ini bersesuaian dengan JD 2446 895.5. dan rumus (11.1) memberikan:
T = -0.127 296 372 348

70
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemudian kita dapatkan dengan rumus (11.2)


𝜃𝑜 = 6h41m 50s. 54841 - 1099 864.18158 detik
atau, dengan menambahkan faktor perkalian 86 400 detik (Jumlah detik dalam satu hari),
𝜃𝑜 = 6h41m50s. 54841 + 23 335s.81842
= 6h41m50s. 54841 + 6h28m55s. 81842
= 13h10m46s.3668
yang merupakan waktu sideris rata-rata yang dikehendaki.
Dari Contoh 21.a kita miliki, untuk saat yang sama, Δ𝜓 = -3".788 dan 𝜀 = 23°26'36".85.
[Faktanya, nilai-nilai ini untuk 0h TD, bukan untuk 0h UT, tetapi di sini kita akan mengabaikan
variasi yang sangat kecil Δ𝜓selama interval waktu Δ𝑇 = 𝑇𝐷 − 𝑈𝑇].
−3.788
Oleh karena itu Nutasi dalam askensio rekta adalah cos 23°.44357 = -0s.2317. dan
15
waktu sideris tampak yang diinginkan adalah :
13h10m46s.3668 - 0s.2317 = 13h10m46s 1351.

Contoh 11.b — Dapatkan Waktu sideris rata-rata di Greenwich pada 10 April 1987 pada jam
19h21m00s UT.
Pertama, kita hitung waktu sideris rata-rata pada tanggal tertentu pada jam 0 h Waktu
Universal. Kita dapatkan 13h10m46s.3668 (lihat contoh sebelumnya).
Kemudian
1.002 737 909 35 × 19h21m00s
= 1.002 737 909 35 × 69 660 detik
= 69 850.7228 detik
= 19h24m10s.7228
dan Waktu sideris yang dikehendaki adalah:
13h10m46s.3668 + 19h24m 10s. 7228 = 32h34m57s.0896
= 8h34m57s.0896
Sebagai alternatif, kita dapat menggunakan rumus (11.4). Hari Julian yang bersesuaian
dengan 10 April 1987 pada jam 19h21m00s UT.
JD = 2446 896.30625
dan dengan rumus (11.1), nilai T yang bersesuaian adalah -0.127 274 30. Rumus (11.4),
selanjutnya menghasilkan
𝜃𝑜 = -1677 831°.262 1266
atau dengan menambahkan perkalian 360°,
𝜃𝑜 = 128°.737 8734
Hasilnya ini adalah waktu sideris rata-rata yang diharapkan dalam derajat. Kita memperoleh
waktu dalam jam dengan membaginya dengan 15 (karena satu jam bersesuaian dengan 15°).
𝜃𝑜 = 8h.582 524 89 = 8h34m57s.0896
hasil yang sama seperti di atas.

71
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 12. Koordinat Transformasi

Kita akan menggunakan simbol-simbol berikut ini:


  𝛼 : askensio rekta. Kuantitas ini umumnya dinyatakan dalam waktu jam, menit dan
detik, dan karenanya harus terlebih dahulu dikonversikan dalam derajat (dan
desimal) dan kemudian, jika diperlukan, dalam radian, sebelum digunakan dalam
rumus. Sebaliknya, jika telah diperoleh dengan rumus dan mesin hitung, kuantitas
ini dinyatakan dalam radian atau dalam derajat, yang kemudian dapat dikonversi
menjadi jam dengan membagi derajat dengan 15, dan kemudian, jika perlu, akan
dikonversi menjadi jam, menit dan detik;
𝛿 : deklinasi, positif jika berada di utara ekuator langit, negatif jika di selatan;
 𝛼 1950 : askensio rekta mengacu pada ekuinoks standar B1950.0;
 𝛿 195O : deklinasi mengacu pada ekuinoks standar B1950.0;
 𝛼 2000 : askensio rekta mengacu pada ekuinoks standar J2000.0;
 𝛿 2000 : deklinasi mengacu pada ekuinoks standar J2000.0;
𝜆 : Bujur ekliptika (atau langit), diukur dari vernal ekuinoks sepanjang ekliptika;
𝛽 : Lintang ekliptika (atau langit), positif jika di utara ekliptika, negatif jika di selatan;
l  ujur galaksi;
b : Lintang galaksi;
h : ketinggian, positif jika di atas ufuk atau cakrawala, negatif jika di bawah;
A : Azimut, diukur dari Selatan ke arah barat. Sebagai catatan bahwa bahwa di bidang
navigasi dan meteorologi, orang menghitung arah kompas, atau azimuth, dari
Utara (0°), ke arah Timur (90°), Selatan (180°) dan Barat (270°). Tetapi astronom
tidak setuju8 dan dalam buku ini kita akan mengukur azimuth dari Selatan, karena
sudut jam juga diukur dari Selatan. Oleh karena itu, benda angkasa yang persis di
meridian selatan memiliki A = H = 0°;
  𝜀 : kemiringan ekliptika, kuantitas ini adalah sudut antara ekliptika dan ekuator
langit. Kemiringan ekliptika rata-rata dinyatakan dalam rumus (21.2). Akan tetapi,
jika digunakan untuk askensio rekta dan deklinasi tampak (yang dipengaruhi
Aberasi dan Nutasi), kemiringan sejati yakni 𝜀 + Δ𝜀 harus diterapkan (lihat Bab
21). Jika 𝛼 dan 𝛿 mengacu pada ekuinoks standar J2000.0, maka nilai  untuk

8
William Chauvenet, pada hal 20 pada buku A Manual of Spherical and Astronomical Astronomy (Edisi ke 5, 1891) Vol I:
"Acuan pengukuran azimut adalah suka-suka, demikian juga dengan arah dari mana akan diperhitungkan, tetapi astronom
biasanya mengambil titik selatan dari cakrawala sebagai acuan, ... Tetapi Navigator umumnya mengukur azimut dari titik
utara atau selatan, mengikuti keberadaanya apakah berada di Lintang utara atau selatan,
S. Newcomb, pada hal. 95 dari bukunya Compendium of Sphericlal Astronomy: "dalam prakteknya diukur baik dari titik
utara atau selatan, dan di kedua arah, timur atau barat. Menurut astronom besar Amerika ini, azimut tidak memiliki
preferensi tertentu.
A. Danjon, pada hal. 39 pada bukunya yang hebat : Astronomie Generale (Paris, 1959): Titik Selatan (S) sebagai acuan
untuk azimut yang merupakan persimpangan meridian dan cakrawal ke selatan.

72
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

epoch tersebut harus menggunakan nilai besaran 𝜀, yaitu 𝜀2000 = 23°26'21".448 =


23°439 2911. Untuk ekuinoks standar B1950.0, dipakai 𝜀1950 = 23°445 7889;
𝜙 : Lintang pengamat, positif jika di belahan Bumi utara, negatif di belahan selatan;
H : sudut jam lokal, di ukur dari Selatan ke arah barat.
Jika 𝜃 adalah waktu sideris lokal, 𝜃o waktu sideris di Greenwich, dan bujur pengamat L
(positif ke arah barat, negatif ke arah timur dari Greenwich), maka sudut jam lokal dapat dihitung
dari
𝐻− 𝜃− 𝛼 or 𝐻 = 𝜃𝑜 − 𝐿 − 𝛼
Jika 𝛼dipengaruhi Nutasi, maka waktu sideris juga harus memperhitungkannya (lihat Bab
11). Untuk transformasi dari koordinat ekuator ke koordinat ekliptika koordinat, maka rumus
berikut dapat digunakan:
sin 𝛼 cos 𝜀 + tan 𝛿 sin 𝜀
tan 𝜆 = (12.1)
cos 𝛼
tan 𝛽 = sin 𝛿 cos 𝜀 − cos 𝛿 sin 𝜀 sin 𝛼 (12.1)
Catatan terkait Bujur Geografis
Dalam buku ini, bujur geografis diukur positif ke arah barat dari meridian Greenwich, dan
negatif ke timur. Konvensi ini telah diikuti oleh astronom sejak lama lebih dari satu abad - lihat
misalnya Referensi nomor 1 sampai 6. Sebagai contoh, garis bujur Washington, DC, adalah +77°04
dan untuk Wina, Austria, adalah -16° 23'.
Kita tidak dapat memahami mengapa International Astronomical Union, pertama, telah
memutuskan untuk mengukur semua Bujur planetographic (posisi planet-planet) dalam arah
berlawanan dengan rotasi itu, kemudian mengubah sistem Bumi (1982). Kita tidak akan mengikuti
resolusi IAU ini, dan kita akan terus menggunakan bujur barat sebagai positif. Hal ini sesuai dengan
sistem bujur di planet lain. Misalnya di Mars dan Jupiter, bujur yang diukur positif ke arah barat,
dan oleh karenanya mengapa bujur meridian utama di planet tersebut, seperti yang terlihat dari
Bumi, bertambah seiring dengan waktu.

Transformasi dari koordinat ekliptika ke koordinat ekuator adalah sebagai berikut:


sin 𝜆 cos 𝜀 − tan 𝛽 sin 𝜀
tan 𝛼 = (12.3)
cos 𝜆
tan 𝛿 = sin 𝛽 cos 𝜀 + cos 𝛽 sin 𝜀 sin 𝜆 (12.4)
Koordinat horisontal lokal dapat dihitung sebagai berikut:
sin 𝐻
tan 𝐴 = (12.5)
cos 𝐻 sin 𝜙 − tan 𝛿 cos 𝜙
sin ℎ = sin 𝜙 cos 𝛿 + cos 𝜙 cos 𝛿 sin 𝐻 (12.6)
Jika seseorang ingin memperhitungkan azimut dari utara BUKAN Selatan, tambahkan 180
dengan nilai A Mengingat dengan rumus (12.5). Transformasi dari koordinat horisontal ke
koordinat ekuator:
sin 𝐴
tan 𝐻 =
cos 𝐴 sin 𝜙 + tan ℎ cos 𝜙
sin 𝛿 = sin 𝜙 sin ℎ − cos 𝜙 cos ℎ 𝑐𝑜𝑠 𝐴

73
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Koordinat sistem galaksi didefinisikan International Astronomical Union pada tahun 1959.
Dalam standar sistem ekuator B1950.0, Kutub Utara galaksi (Bima Sakti) mempunyai koordinat
1950 = 12h49m = 192°.25,  1950 = +27°.4
dan Acuan bujur galaksi adalah titik (di Barat Sagitarius) dari ekuator galaksi dalam jarak
33° dari titik daki atau ascending node (di bagian barat Aquila) dari ekuator galaksi dengan
ekuator B1950.0.
Angka-angka tersebut sudah ditentukan secara konvensional dan oleh karena itu harus
dianggap sebagai hal yang benar (eksak) untuk ekuinoks standar B1950.0 yang dimaksud.
Transformasi dari koordinat khatulistiwa, mengacu pada ekuinoks standar dari B1950.0, ke
koordinat-koordinat galaksi:
sin (192°. 25 − 𝛼)
tan 𝑥 =
cos(192°. 25 − 𝛼) sin 27°. 4 − tan 𝛿 cos 27°. 4 (12.7)
l = 303° - x
sin 𝑏 = sin 𝛿 sin 27°. 4 + cos 𝛿 cos 27°. 4 cos (192°. 25 − 𝛼) (12.8)
Transformasi dari koordinat galaksi ke koordinasi ekuator mengacu pada ekuinoks standar
B1950.0:
sin (𝑙 − 123°)
tan 𝑦 =
cos(𝑙 − 123°) sin 27°. 4 − tan 𝑏 cos 27°. 4
𝛼 = y + 12°.25
sin 𝛿 = sin 𝑏 sin 27°. 4 + cos 𝑏 cos 27°. 4 cos (𝑙 − 123°)
Jika Lokasi rata-rata bintang pada epoch 2000.0 digunakan sebagai pengganti epoch 1950.0,
maka sebelum menggunakan rumus (12.7) dan (12.8), konversikan terlebih dahulu 𝛼2000dan
𝛿2000ke 𝛼1950 dan 𝛿1950 . Lihat Bab 20.
Rumus (12.1), (1.3), dan seterusnya, menyajikan tan 𝜆, tan 𝛼, dan sebagainya, kemudian 𝜆, 𝛼,
dan sebagainya, dihitung dengan fungsi arctangen. Namun, kuadran yang tepat harus
dipertimbangkan untuk situasi sudut yang tidak diketahui. Untuk menghapus ketidakpastian
sebesar 180°, sebaiknya kita menerapkan fungsi ATN2 untuk fraksi pembilang dan penyebut (tidak
dengan melakukan pembagian secara langsung) atau ulasan penggunaan trik lain - lihat kembali
'Kuadran yang benar' di Bab 1.

Contoh 12.a — Hitung koordinat ekliptika pada bintang Pollux ( Gem), dengan koordinat
ekuator sebagai berikut:
2000 = 7h45m18s.946, 2000= +28°.01'34".26.
Dengan nila  = 116°.328 942,  = +28°.026 183 dan  = 23°.439 2911, rumus (12.1) dan
(12.2) menghasilkan:
+1.034 039 86
tan 𝜆 = 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝑛𝑦𝑎 𝜆 = 113°. 215 630
−0.443 523 98
𝛽 = +6°.684 170
Karena  dan  mengacu pada ekuinoks standar 2000.0,  dan juga mengacu pada
ekuinoks tersebut.

74
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

L a t i h a n - Gunakan nilai-nilai , 𝜆 dan 𝛽yang dihasilkan di atas, untuk menghitung 𝛼


dan  lagi dengan cara seperti yang dirumuskan pada (12.3) dan (12.4).

Contoh 12.b — Cari azimut dan elevasi/ketinggian Venus pada tanggal 10 April 1987 jam
19h21m00s UT (Waktu Universal) di Naval Observatorium Washington, DC,
Amerika Serikat (Bujur = +77°03'56" = +5h08m15s.7, Lintang = 38°55'17").
Koordinat ekuator tampak dari planet ini, diinterpolasi dari ephemeris,
adalah:
𝛼 = 23h09m16s.641, 𝛿 = -6°43'11".61
Ini adalah askensio rekta tampak dan deklinasi tampak (apparent) dari planet. Kita perlu
menghitung waktu sideris tampak pada saat tertentu.
Pertama-tama kita menghitung waktu sideris di Greenwich pada 10 April 1987 pada jam
19h21m00s UT, dan menghasilkan 8h34m57s.0896 (lihat Contoh 11.b).
Dengan metode yang dijelaskan dalam Bab 21, kita memperoleh hasil untuk saat yang sama:
Nutasi pada Bujur: Δ𝜓 = -3"868.
Kemiringan ekliptika sejati: 𝜀 = 23°26'36"87.

Waktu sideris tampak di Greenwich adalah


−3.868
𝜃𝑜 = 8ℎ 34𝑚 57𝑠 . 0896 + ( cos 𝜀) detik = 8ℎ 34𝑚 57𝑠 . 853
15
Sudut Jam Venus di Washington:
H = 𝜃𝑜 - L - a
= 8h34m56s.853 - 5h08m15s.7 - 23h09m16s.641
=-19h42m35s.488 - 19h.709 = 8578 = -295°.647 867
= +64°.352 133

Rumus (12.5) dan (12.6) kemudian memberikan hasil


+0.901 4712
tan 𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐴 = +68°. 0337
+0.363 6015
h = +15°.1249
sehingga planet ini berada 15 derajat di atas ufuk antar baratdaya dan barat.
Harus dicatat bahwa rumus (12.6) tidak memperhitungkan efek refraksi atmosfir, paralaks
planet, tinggi pengamat di atas ufuk, lihat Bab 15. Koreksi paralaks akan dibahas dalam Bab 39.

Sebagai latihan, hitunglah koordinat galaksi Nova Serpentis 1978, yang mana koordinat
ekuatornya adalah:
𝛼1950 = 17h48m59s.74, 𝛿1950 = -14°43'08".2
Jawab: l = 12°.9593, b = +6°.0463.

75
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ekliptika dan Horizon


Jika 𝜀adalah kemiringan ekliptika, lintang pengamat 𝜙 , dan waktu sideris lokal 𝜃, maka
garis bujur ekliptika dua titik (yang terpisah 180°) pada koordinat horison dirumuskan sebagai
berikut:
− cos 𝜃
tan 𝜆 = (12.9)
sin 𝜀 tan 𝜙 + cos 𝜀 sin 𝜃
Sudut I antara ekliptika dan horison dirumuskan sebagai berikut:
cos I = cos 𝜀 sin 𝜙 - sin 𝜀cos 𝜙 sin 𝜃 (12.10)
Dalam perjalanan satu hari sideris, sudut I bervariasi antara dua nilai ekstrim. Misalnya,
untuk lintang 48°00' N, dengan 𝜀 = 23°26', nilai sudut I yang ekstrim adalah
90° - 𝜙 + 𝜀 = 65°26' untuk 𝜃 = 90°
90° - 𝜙 - 𝜀 = 18°34' untuk 𝜃 = 270°
Harus dicatat bahwa I bukan sudut yang dibentuk oleh lintasan Matahari dengan horison.

Contoh 12.c — Untuk 𝜀 = 23°.44, 𝜙 = +51°.6 = 5h00m = 75°, kita mendapatkan, dari rumus (12.9)
tan 𝜆 = -0.1879, oleh karena itu 𝜆 = 169°21' dan 𝜆 = 349°21'.
Rumus (12.10) menghasilkan I = 62°.

Daftar Pustaka
1. The Nautical Almanac and Astronomical Ephemeris for the year 1835, hal. 508 (London, 1833).
2. The American Ephemeris and Nautical Almanac for the Year 2857, hal. 491 (Washington, 1854).
3. The Astronomical Ephemeris for the Year 1960, pp. 434 & fol. (London, 1958).
4. W. Chauvenet, A Manual of Spherical and Practical Astronomy, Vol. I, pp. 317 & fol. (Philadelphia,
1891).
5. A. Danjon, Astronomie Generale, hal. 46 (Paris, 1959).
6. S. Newcomb, A Compendium of Spherical Astronomy, hal. 119 (New York, 1906).

76
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 13. Sudut Paralaktik

Misalkan saja pada pagi yang cerah kita melihat matahari melalui sepotong kaca gelap, dan
kita melihat sunspot (titik api Matahari) yang besar di dekat lengkungan ('lurus') Matahari bagian
barat (Gambar 1. A). Pada tengah hari, Matahari berada dekat meridian selatan, kita lihat sunspot
berada lebih rendah (Gambar 1.B). Dan di sore hari, kita lihat sunspot bergerak masih jauh
sepanjang lengkungan Matahari (Gambar 1.C).
Titik api Matahari sebenarnya tidak bergerak banyak sepanjang piringan Matahari. Sehingga
situasi itu seperti pada seluruh gambar Matahari diputar searah jarum jam. Hal ini dapat terlihat
lebih mudah dengan Bulan (Gambar 2).
Rotasi yang nampak ini mudah dipahami ketika kita mempertimbangkan gerakan harian
bola langit. Setiap benda angkasa menggambarkan lingkaran paralel, busur harian (Gambar 3).
Hanya ketika Matahari (atau Bulan) persis berada di meridian selatan, maka utara langit ke atas ke
arah zenit.

Gambar 1. Pergerakan sunspot yang tampak dalam Gambar 2. Bulan seperempat pertama,
perjalanan hari: pagi (A), mendekati siang (B), dan bagi pengamat di belahan Bumi utara:
pada sore hari (C). di masing-masing tiga sketsa, (A) dekat selatan, sekitar saat matahari
dimana lingkaran menggambarkan piringan terbenam, dan (B) larut malam. Arah
Matahari, dan puncaknya adalah di bagian atas. zenit ke atas.

Gambar 3.
Konstelasi ini menunjukkan efek yang sama. Untuk pengamat di belahan utara Bumi,
konstelasi Orion berada cenderung bergerak naik ke 'kiri' di tenggara, tegak di selatan, dan
bergerak naik ke "kanan" di baratdaya.
Dalam Gambar 4, lingkaran menggambarkan piringan Matahari (atau Bulan). Busur AB
adalah bagian dari busur harian bola langit. C adalah pusat dari piringan tersebut. Arah dari zenith
dan arah Utara langit ditunjukkan seperti pada gambar. Utara langit mengarah tegak lurus terhadap
busur AB. Z adalah titik puncak piringan, itu adalah titik paling atas piringan di langit seperti yang

77
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

terlihat oleh pengamat pada saat tertentu. N adalah titik utara piringan; CN mengarah menuju
kutub Utara langit.
Sudut ZCN disebut sudut paralaktik dan umumnya disimbolkan sebagai q. Sudut paralaktik
ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan paralaks! Nama ini berasal dari fakta bahwa benda
langit bergerak sepanjang lingkaran paralel. Bandingkan dengan pemasangan teleskop secara
'paralaktik'.
Berdasarkan konvensi, sudut q negatif sebelum, dan positif setelah melewati meridian
selatan. Tepat pada meridian, kita dapatkan q = 0°.
Sudut paralaktik q dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
sin 𝐻
tan 𝑞 = (13.1)
tan 𝜙 cos 𝛿 − sin 𝛿 cos 𝐻
di mana, seperti dalam Bab sebelumnya, 𝜙 adalah lintang geografis dari pengamat, 𝛿 adalah
deklinasi benda-benda langit, dan H adalah sudut jam tersebut pada saat tertentu.

Gambar 4
Tepatnya di zenit, sudut q tidak didefinisikan. Dalam kasus tersebut, H = 0° dan 𝛿 = 𝜙,
sehingga rumus (13.1) menghasilkan tan q = 0/0. Hal ini dapat dibandingkan dengan seseorang
yang tepat padaKutub Utara Bumi: bujur geografis nya tidak dapat didefinisikan, karena semua
meridian Bumi mengarah ke tempat tersebut. Untuk pengamat pada tempat tersebut, semua titik di
horison mengarah ke Selatan.
Ketika benda langit lewat persis pada zenit, sudut paralaktik q tiba-tiba melompat dari -90°
menjadi +90°.
Jika benda langit berada diufuk atau cakrawala (saat terbit atau terbenam), maka rumus
(13.1) menjadi sangat sederhana, yaitu:
sin 𝜙
cos 𝑞 =
cos 𝛿
dan dalam kasus itu tidak diperlukan untuk mengetahui Sudut Jam H.

78
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 14. Terbit, Transit dan Terbenam


Sudut Jam berkorelasi dengan waktu terbit atau terbenam dari benda-benda langit yang
diperoleh dengan menempatkan h = 0 dalam rumus ( 12.6). Dan rumus tersebut dapat diturunkan:
cos Ho = -tan 𝜙 tan 
Namun, hasil yang didapat untuk saat tertentu mengacu pada terbit dan terbenam kenaikan
geometris pusat benda langit. Karena adanya alasan refraksi atmosfir, mengacu pada fakta benda
langit tersebut berada di bawah ufuk pada saat terbit dan terbenam yang nampak dengan mata.
Bilangan 0°34' umumnya dipakai untuk efek pembiasan di ufuk. Untuk Matahari, umumnya waktu
dihitung mengacu pada terbit dan terbenam yang nampak oleh mata. bahwa lengkungan atas
Matahari menyentuh ufuk, sehingga 0°16' harus dikoreksikan karena faktor semidiameter
Matahari.
Sebenarnya, refraksi dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan ketinggian pengamat (lihat Bab
15). Perubahan suhu dari musim dingin ke musim panas dapat merubah waktu terbit dan terbenam
Matahari sekitar 20 detik pada tempat dengan lintang di tengah belahan Bumi utara dan selatan.
Demikian pula, Terbit dan terbenam Matahari pada tekanan barometrik yang berbeda-beda
menyebabkan variasi belasan detik pada hasil perhitungan. Namun, dalam Bab ini kita akan
menggunakan nilai rata-rata untuk refraksi atmosfir di ufuk, yaitu nilai 0°34' seperti yang
disebutkan di atas.
Kita akan menggunakan simbol berikut:
L = Bujur geografis pengamat dalam derajat, diukur posisi ke arah barat dan negatif ke
arah timur Greenwich
 = Lintang geografis pengamat, positif untuk belahan Bumi Utara dan negatif untuk
belahan Bumi Selatan;
T = perbedaan waktu TD - UT (Waktu Dinamis dikurangi dengan Waktu Universal)
dalam detik;
ho = ketinggian standar, yaitu ketinggian geometris benda langit tepat di pusatnya pada
saat Benda terbit dan terbenam yang terlihat oleh mata.
ho = -0°34' = -0°.5667 untuk Bintang dan Planet-planet;
ho = -0°50' = -0°.8333 untuk Matahari.
Untuk Bulan, masalahnya lebih rumit, karena ho tidak konstan. Dengan memperhitungkan
variasi dari Semidiameter Bulan dan koreksi Paralaks, maka untuk Bulan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ho = 0.7275  - 0°34'
dimana  adalah horisontal paralaks Bulan.Jika tidak dikehendaki ketelitian tinggi,maka nilai rata-
rata ho = +0°.125 dapat dipakai untuk menghitung terbit dan terbenamnya Bulan.
Misalkan, kita ingin menghitung waktu terbit, transit (ketika benda langit melewati meridian
lokal pada saat kulminasi) dan terbenam benda-benda langit di tempat pengamat pada tanggal
tertentu, D, dan dalam waktu Universal, kita ambil bilangan-bilangan yang diinginkan dari almanak,
atau kita menghitung bilangan-bilangan itu dengan program komputer.
• Waktu sideris sejati 𝜃𝑜 pada jam 0h Waktu Universal pada hari D untuk meridian
Greenwich, dikonversikan dalam derajat.
• Askensio rekta dan deklinasi benda langit tersebut

79
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

1 dan 1 pada hari D-1 pada jam 0h Waktu Universal


2 dan 2 pada hari D pada jam 0h Waktu Universal
3 dan 3 pada hari D+1 pada jam 0h Waktu Universal
Askensio rekta harus dinyatakan dalam derajat juga.
sin ℎ𝑜 − sin 𝜙 sin 𝛿2
cos 𝐻𝑜 =
cos 𝜙 cos 𝛿2
Perhatian! Test Pertama jika bagian detik adalah antara -1 dan +1 sebelum menghitung Ho.
Lihat catatan 2 pada akhir bab ini.
Ho dinyatakan dalam derajat. Ho harus diantara 0° dan 180°. Maka kita akan mendapatkan
rumus:
𝛼𝑜 + 𝐿 − 𝜃𝑜
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖𝑡 ∶ 𝑚𝑜 =
360
𝐻𝑜
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡 ∶ 𝑚1 = 𝑚𝑜 − (14.2)
360
𝐻𝑜
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑎𝑚 ∶ 𝑚1 = 𝑚𝑜 + }
360
bilangan yang diperoleh, m adalah waktu, pada hari D, dinyatakan dalam fraksi hari. Oleh
karena itu, bilangan tersebut harus di antara 0 dan +1. Jika ada yang di luar itu, maka tambahkan
atau kurangkan dengan 1. Misal, +0.3744 tidak perlu dirubah, tetapi -0.1709 harus dirubah menjadi
+0.8291, dan +1.1853 harus dirubah menjadi +0.1853.
Sekarang, untuk setiap dari tiga nilai m secara terpisah, lakukan perhitungan berikut ini.
Carilah waktu sideris di Greenwich, dalam derajat, dari
𝜃 = 𝜃𝑜 + 360.985 647 𝑚
dimana m adalah mo, m1 atau m2.
Untuk n = m + T / 86400, interpolasikan  dari 1, 2, 3 dan interpolasikan juga dari 1,
2, 3, dengan menggunakan rumus interpolasi (3.3). Untuk perhitungan waktu transit tidak perlu
menghitung .
Cari sudut jam lokal dari benda Langit dari dari H = 𝜃 - L -  dan kemudian ketinggian benda
langit tersebut terhadap horison, h dengan rumus (12.6). Ketinggian ini tidak diperlukan untuk
perhitungan waktu transit.
Kemudian koreksikan ke m, akan diperoleh sebagai berikut:
- dalam kasus transit
𝐻
Δ𝑚 = −
360
dimana H dinyatakan dalam derajat dan nilainya harus diantara -180 dan +180 derajat.
(Dalam kebanyakan kasus, H merupakan sudut kecil antara -1° dan +1° );
- dalam kasus terbit dan terbenam,
ℎ − ℎ𝑜
Δ𝑚 =
360 cos 𝛿 cos 𝜙 sin 𝐻
dimana h dan ho dinyatakan dalam derajat.

80
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Koreksi m merupakan kuantitas yang kecil nilainya, biasanya di antara -0.01 dan +0.01.
Nilai yang terkoreksi m menjadi m + m. Jika diperlukan, perhitungan baru harus dilakukan
dengan nilai baru m.
Akhirnya, setiap nila m harus dikonversikan ke dalam jam dengan mengalikan dengan 24.

Contoh 14.a — Venus pada tanggal 20 Maret 1988 di Boston,


Bujur = +71°05' = +71°.0833,
Lintang = +42°20' = +42°.3333.
Dari ephemeris yang akurat, kita ambil data-data berikut ini:
20 Maret 1988 jam 0h UT : 𝜃𝑜 = 11h50m58s.10 = 177°.74208
19 Maret 1988 jam 0 h TD : 1 = 2h42m43s.25 = 40°.68021
20 Maret 1988 jam 0 h 2 = 2h46m55s.51 = 41°.73129
21 Maret 1988 jam 0 h 3 = 2h51m07s.69 = 42°.78204
19 Maret 1988 jam 0 TD : 1 =
h 18 02 51 .4
h m s = +18°.04761
20 Maret 1988 jam 0 h 2 = 18 26 27 .3
h m s = +18°.44092
21 Maret 1988 jam 0 h 3 = 18 49 38 .7
h m s = +18°.82742
Kita anggap ho = -0°.5667, T = +56s dan dengan rumus (14.1) kita akan mendapatkan
cos Ho = -0.317 8735, Ho = 108°.5344, oleh karenanya hasil-hasil pendekatannya adalah:
transit : mo = -0.18035, oleh karenanya mo = +0.81965
terbit : m1 = mo - 0.30148 = +0.51817
terbenam : m2 = mo + 0.30148 = +1.12113, oleh karenanya +0.12113

Perhitungan untuk hasil yang lebih akurat:


terbit transit terbenam
m +0.51817 +0.81965 +0.12113
e 4°.79401 113°.62397 221°.46827
n +0.51882 +0.82030 +0.12178
a 42°.27648 42°.59324 41°.85927
Interpo- d +18°.64229 +18°.48835
lasi H -108°.56577 -0°.05257 +108°.52570
h -0°.44393 -0°.52711
Dm -0.00051 +0.00015 +0.00017
terkoreksi m +0.51766 +0.81980 +0.12130
Perhitungan baru, menggunakan nilai-nilai m ini, menghasilkan koreksi-koreksi baru
masing-masingnya adalah -0.000 003, -0.000 004, dan -0.000 004, yang mana koreksi-koreksi ini
dapat diabaikan. Akhirnya kita dapatkan hasil akhir sebagai berikut:
terbit : m1 = +0.51766, 24h × 0.51766 = 12h25m UT
transit : mo = +0.81980, 24h × 0.81980 = 19h41m UT
terbenam : m2 = +0.12130, 24h × 0.12130 = 02h55m UT

81
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

C A T A T A N
1. Pada contoh 14.a, kita mendapatkan bahwa waktu terbenam di Boston adalah 2 h55m UT pada
tanggal 20 Maret. Namun, dikonversikan ke dalam standar waktu lokal akan berkorelasi dengan
waktu sore hari sebelumnya. Jika yang diinginkan benar-benar pada 20 Maret, perhitungan
harus dilakukan dengan menggunakan nilai m2 = +1.12113 pada awal proses bukan +0.12113.
2. Jika benda langit mengorbit melalui kutub (circumpolar), bagian kedua pada rumus (14.1) nilai
absolutnya akan lebih dari 1, dan tidak akan ditemukan sudut Ho. Dalam kasus seperti itu, benda
langit akan tetap ada di bawah atau di atas ufuk sepanjang hari.
3. Jika dengan waktu pendekatan dianggap sudah memadai, maka cukup gunakan nilai awal
mo, m1 dan m2 yang diberikan dalam rumus (14.2).

82
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 15. Refraksi Atmosfir

Refraksi atau pembiasan atmosfir adalah pembelokan cahaya saat melewati atmosfir Bumi.
Ketika cahaya menembus atmosfir, akan melewati lapisan udara dengan densitas/kerapatan yang
meningkat, sehingga membengkokkan cahaya. Akibatnya, sebuah bintang (atau Lengkungan
Matahari, dan lain-lain) akan muncul lebih tinggi di langit daripada posisi yang sebenarnya.
Refraksi atmosfir, adalah nol di zenit, dan semakin membesar menuju ufuk. Pada ketinggian 45°,
refraksi sekitar satu menit busur, di ufuk mencapai sekitar 35'. Dengan demikian Matahari dan
Bulan sebenarnya di bawah ufuk ketika terbit atau terbenam. Selain itu, pembiasan berubah
dengan cepat di ketinggian rendah menyebabkan terbit dan terbenamnya Matahari nampak oval.
Harus dibuat pembedaan untuk refraksi atmosfir ketika menentukan posisi, dan kita harus
membedakan dua hal:
- Ketinggian benda langit tampak ho diukur, dan harus dikoreksi refraksi R, dengan
mengurangkan dari ho untuk mendapatkan ketinggian sejati h;
- Ketinggian sejati pada ruang hampa h yang dihitung dari koordinat benda langit dan rumus
trigonometri bola, dan kita menghitung refraksi R yang akan ditambahkan ke h dalam rangka
untuk memprediksi ketinggian tampak ho.
Hampir semua rumus refraksi yang kita temui hanya mempertimbangkan kasus pertama
saja: rumus tersebut dirancang untuk menghitung ketinggian sejati dari seorang pengamat. Tetapi
di sini kita akan mempertimbangkan kedua hal tersebut di atas.
Untuk berbagai tujuan, sering diasumsikan berdasarkan kondisi meteorologi rata-rata.
Namun, anomali refraksi dekat horison, misal oleh distorsi dari Matahari, seharusnya
mengingatkan kita bahwa pada ketinggian yang sangat rendah tidak dapat dilakukan dengan
sempurna. Pada ketinggian benda-benda langit yang lebih dari 15°, satu dari dua rumus berikut
dapat digunakan, yaitu:
R = 58".294 tan (90° - ho) - 0".0668 tan3 (90° - ho) (15.1)
R = 58".276 tan (90°- h) – 0”.0824 tan3 (90° - h) (15.2)
Rumus pertama diberikan oleh Smart [1], sedangkan yang kedua diturunkan oleh Jean
Meeus dari rumus pertama. Untuk ketinggian di bawah 15°, rumus ini akan memberikan hasil tidak
akurat, atau bahkan sepenuhnya tidak tepat.
Ini terjadi bahwa di dataran tinggi, refraksinya sebanding dengan tangen dari jarak zenit.
Sebuah rumus refraksi yang sederhana Tetapi mengagumkan, dengan akurasi yang baik
untuk semua ketinggian dari 90° sampai 0°, diberikan oleh G.G. Bennett dari University of New
South Wales [2]. Jika refraksi R dinyatakan dalam menit busur, rumus Bennett adalah
1
𝑅 =
7.31 (15.3)
tan (ℎ𝑜 + )
ℎ𝑜 + 4.4
di mana ho adalah ketinggian tampak dalam derajat. Menurut Bennett, rumus ini akurat
sampai 0.07 menit busur untuk semua nilai ho. Kesalahan terbesar, 0.07 menit busur, terjadi pada
ketinggian 12".
Perlu dicatat bahwa untuk zenith (ho = 90°), rumus (15.3) menghasilkan R = -0".08 yang
seharusnya persis nol. Hal ini dapat diperbaiki dengan menambahkan +0.0013515 ke bagian kanan

83
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

rumus. Bennett juga menunjukkan bagaimana menyempurnakan rumus tersebut. Hitung R dengan
cara rumus (15.3), maka koreksi R, dinyatakan dalam menit busur, adalah
-0.06 sin (14.7 R + 13)
dimana rumus di antara tanda kurung dinyatakan dalam derajat.
Dihitung dengan cara seperti ini, kesalahan maksimum menjadi hanya 0.015 menit busur,
atau 0".9, untuk seluruh rentang ketinggian 90° - 0° [Pada zenith, orang menemukan R = -0".89,
sehingga rumus (15.3), tanpa koreksi lebih lanjut, dalam hal ini menjadi lebih baik].
Untuk masalah sebaliknya, yang menghitung efek ketika h ketinggian sejati diketahui,
Saemundsson, dari Universitas Islandia, mengusulkan rumus berikut [3]:
1.02
𝑅 = (15.4)
10.3
tan (ℎ + )
ℎ + 5.11
Rumus ini konsisten dengan yang dituliskan oleh Bennett (15.3) dengan perbedaan kurang
dari 4". Sekali lagi, rumus itu tidak memberikan secara persis R = 0 untuk h = 90°. Hal ini dapat
kembali diperbaiki dengan menambahkan +0.0019279 ke bagian kedua dalam rumus tersebut.
Rumus (15.1) sampai (15.4) mengasumsikan bahwa pengamatan dilakukan pada permukaan
laut, bila tekanan udara adalah 1010 milibar, dan jika suhu 10° Celcius. Efek bias meningkat saat
tekanan bertambah atau saat suhu menurun.
Jika tekanan di permukaan Bumi adalah P milibar, dan suhu udara T derajat Celsius, maka
nilai dari R diberikan oleh rumus (15.1) ke (15.4) harus dikalikan dengan
𝑃 283
𝑥
1010 273 + 𝑇
Namun, ini hanya benar untuk pendekatan saja. Masalahnya lebih rumit, karena refraksi
tergantung pada panjang gelombang dari cahaya juga! Rumus yang diberikan dalam Bab ini adalah
untuk cahaya kuning, di mana mata manusia memiliki sensitivitas maksimum.

Contoh 15.a — Hitung pegepengan lengkungan piringan Matahari tampak di dekat horison, jika
lengkungan bawah berada pada ketinggian tampak persis 0°30'. Asumsikan
diameter Matahari sejati tepat 0°32', dalam kondisi tekanan udara dan suhu rata-
rata.
Untuk ho = 0°.5, pada rumus (15.3) memberikan R = 28'.754, sehingga ketinggian lengkungan
bawah Matahari sejati adalah
0°30' - 0°28'.754 = 0°01'.246
dan karenanya ketinggian lengkungan atas sejati adalah
h = 0°01'.246 + 0°32' = 0°33'.246 = 0°.5541
Untuk nilai h, pada rumus (15.4) menghasilkan R = 24'.618, sehingga ketinggian lengkungan
atas Matahari tampak adalah 33'.246 + 24'.618 = 57'.864, dan diameter vertikal piringan Matahari
tampak adalah 57'.864 - 30' = 27'.864.
Akibatnya, rasio dari diameter vertikal tampak dibanding dengan diameter horisontal
piringan Matahari, di bawah kondisi masalah ini, adalah 27.864/32 = 0.871.
Perlu dicatat bahwa, tentu saja bahwa azimut tidak berubah oleh refraksi, diameter piringan
horisontal Matahari tidak signifikan berubah oleh refraksi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa

84
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

ekstremitas diameter lingkaran ini dalam posisi vertikal yang bertemu di zenit. Danjon [4] menulis
bahwa jelas kontraksi dari diameter horisontal Matahari praktis konstan dan tidak tergantung dari
ketinggian, dan bahwa kontraksi ini adalah sekitar 0".6.
Untuk ketinggian beberapa derajat di atas horison, hasil yang diperoleh harus dianalisa
dengan hati-hati. Di dekat ufuk, gangguan yang sering tak terduga menjadi penting. Menurut
investigasi yang dilakukan oleh Schaefer dan Liller [5], refraksi di cakrawala berfluktuasi sebesar
0°.3 di sekitar nilai rata-rata normal, dan dalam beberapa kasus ternyata lebih besar lagi. Perlu
diingat bahasan di Bab tentang akurasi, harus disebutkan di sini bahwa perhitungan waktu terbit
dan terbenam lebih akurat dari menit sepertinya tidak masuk akal (atau tidak diperlukan).

Daftar Pustaka
1. W.M. Smart, Text-Book on Spherical Astronomy; Cambridge (Engl.) University Press (1956);
halaman 68.
2. G.G. Bennett, "The Calculation of Astronomical Refraction in Marine Navigation", Journal of the
Institute for Navigation, Vol. 35, halaman 255-259 (1982).
3. Þorsteinn Saanundsson, Sky and Telescope, Vol. 72, halaman 70 (Juli 1986).
4. A. Danjon, Astronomie Generale (Paris, 1959); halaman 156.
5. B.E. Schaefer, W. Liller, 'Refraction near the Horizon', Publ. Astron. Society of the Pacific, Vol.
102, halaman 796-805 (Juli 1990).

85
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 16. Sudut Separasi

Jarak sudut d antara dua benda langit, yang diketahui askensio rekta dan deklinasinya, dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
cos 𝑑 = sin 𝛿1 sin 𝛿2 + cos 𝛿1 cos 𝛿2 cos(𝛼1 − 𝛼2 ) (16.1)
di mana 𝛼1 dan 𝛿1 adalah askensio rekta dan deklinasi, benda langit yang pertama, mana 𝛼2
dan 𝛿2 adalah askensio rekta dan deklinasi dari benda langit yang lainnya.
Rumus itu dapat digunakan jika Bujur (langit) ekliptika 𝜆 dan lintang 𝛽 dari dua benda langit
diketahui, maka rumus di atas 𝛼1 , 𝛼2 , 𝛿1 dan 𝛿2 masing-masing diganti dengan 𝜆1 , 𝜆2 , 𝛽1 dan 𝛽2 .
Rumus (16.1) tidak boleh digunakan ketika d adalah sangat dekat ke 0° atau 180° karena
dalam kasus-kasus |cos d| hampir sama dengan 1 dan bervariasi sangat lambat terhadap d,
sehingga d tidak dapat dihitung secara akurat. Misalnya,
cos 0°01'00" = 0.999 999 958
cos 0°00'30" = 0.999 999 989
cos 0°00'15" = 0.999 999 997
cos 0°00'00" = 1.000 000 000
Jika jarak sudut kecil, katakanlah kurang dari 0° 10', kemudian jarak ini dapat dihitung dari rumus:

𝛿 = √(Δ𝛼 cos 𝛿)2 + (Δ𝛿)2 (16.2)


di mana Δ𝛼 adalah perbedaan antara askensio rekta, Δ𝛿 adalah perbedaan deklinasi,
sedangkan 𝛿 adalah rata-rata deklinasi dari kedua benda langit tersebut. Perlu dicatat bahwa Δ𝛼
dan Δ𝛿 dapat dinyatakan dalam satuan sudut yang sama.
Jika Δ𝛼 dinyatakan dalam jam (dan desimal), Δ𝛿 dalam derajat (dan desimal), maka d
dinyatakan dalam detik busur (") dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
(16.3)
𝑑 = 3600 √(15 Δ𝛼 . cos 𝛿)2 + (Δ𝛿)2

Jika Δ𝛼 dinyatakan dalam detik waktu (s), Δ𝛿 dalam detik busur ("), maka d dinyatakan
dalam detik busur (") dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
𝑑 = √(15 Δ𝛼 . cos 𝛿) 2 + (Δ𝛿)2 (16.4)

Rumus (16.2), (16.3)dan (16.4) dapat digunakan hanya jika d sangat kecil.
Tetapi, lihat juga rumus alternatif yang diberikan di akhir bab ini.

Contoh 16.a — Hitung jarak sudut antara Arcturus (𝛼 Boo) dan Spica (𝛼 Vir).
Koordinat J2000.0 dari bintang-bintang ini adalah:
𝛼 Boo : 𝛼1 = 14h15m39s.7 = 213°. 9154
𝛿1 = +19°10'57" = +19°.1825
𝛼 Vir : 𝛼2 = 13h25m11s.6 = 201°.2983
𝛿2 = -11°09'41" = -11°.1614
Rumus (16.1) menghasilakn cos d = +0.840633, oleh karena itu d = 32°.7930

86
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

= 32°48' .
Tentu saja, jarak ini hanya berlaku untuk epoch di mana jarak bintang 'diberikan, yaitu
J2000.0. Ini bervariasi perlahan-lahan sejalan dengan waktu, dengan alasan gerakan sebenarnya
dari bintang.

L a t i h a n . - Hitung jarak sudut antara Aldebaran dan Antares. (Jawaban: 169° 58')
Salah satu atau kedua benda langit bisa jadi bergerak. Sebagai contoh: sebuah planet dan
sebuah bintang, atau dua planet. Dalam hal ini, program dapat ditulis di mana pertama, kuantitas
𝛿1 , 𝛿2 dan (𝛼1 − 𝛼2 ) diinterpolasi, setelah d dihitung dengan cara salah satu formula (16.1) atau
(16.2). Petunjuk: dari kuantitas yang diinterpolasikan, hitung cos d dengan cara rumus (16.1).
Kemudian, jika cos d <0.999 995, cari d, tetapi jika cos d> 0.999995, gunakan rumus (16.2).
L a t i h a n . - Gunakan koordinat berikut, hitung waktu dan nilai jarak paling dekat antara
Merkurius dan Saturnus.
1978 Merkurius Saturnus
0h TD 𝛼1 𝛿1 𝛼2 𝛿2
Sep 12 10h23m17s.65 +11°31'46".3 10h33m01s.23 +10°42'53".5
13 10 29 44 .27 +11 02 05 .9 10 33 29 .64 +10 40 13 .2
14 10 36 19 .63 +10 02 05 .9 10 33 57 .97 +10 37 33 .4
15 10 43 01 .75 + 9 55 16 .7 10 34 26 .22 +10 34 53 .9
16 10 49 48 .85 + 9 18 34 .7 10 34 54 .39 +10 32 14 .9
Jabab: Jarak sudut terdekat antara dua planet adalah 0°03'44" pada tanggal 13 September
1978 jam 15h06m.5 TD = 15h06m UT.
Seperti yang kita lihat, ini mendekati konjungsi. Kita harus memegang fakta bahwa, dalam
kasus seperti itu, pertama: kuantitas 𝛿1 , 𝛿2 dan (𝛼1 - 𝛼2 ) harus diinterpolasikan, bukan jarak itu
sendiri. Jarak yang diinginkan dapat dihitung dari koordinat diinterpolasi.
Misalkan, kita coba untuk menginterpolasikan jarak itu sendiri. Melalui rumus (16.1), kita
mendapatkan hasil berikut ini,dalam derajat dan desimal, untuk lima waktu yang diberikan:
12.0 TD September 1978 d1 = 2°.5211
13.0 d2 = 0.9917
14.0 d3 = 0.5943
15.0 d4 = 2.2145
16.0 d5 = 3.8710
Ini merupakan bukti bahwa jarak terdekat terjadi antara 13.0 dan 14.0 September dan lebih
dekat ke 14.0 daripada 13.0.
Jika sekarang kita menggunakan tiga nilai pusat d2, d3, d4 dan kita hitung nilai minimum
dengan cara rumus (3.4), kita memperoleh 0°.5017 = 0°30'06". Mengambil lima nilai d1 sampai d5,
rumus (3.9) menghasilkan nilai lebih baik untuk nm setelah menerapkan rumus (3.8) untuk
menghitung nilai fungsi untuk nilai n, hal ini menghasilkan 0°.4865 = 0°29'11".
Kedua hasil tersebut benar-benar salah, namun, seperti telah disebutkan di atas, nilai yang
benar untuk jarak paling dekat hanya 0°03'44". Jadi, apa yang terjadi?

87
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Alasannya adalah bahwa konjungsi berada berdekatan. Sampai sesaat sebelum jarak
terdekat, Merkurius bergerak hampir persis menuju Saturnus, dan jarak sudut antara dua planet
mengalami penurunan hampir persis linear dengan waktu. Demikian pula, beberapa dalam waktu
yang singkat setelah jarak terdekat, Merkurius bergerak hampir lurus menjauh dari Saturnus.
Dalam Gambar pada halaman berikutnya, kurva padat mewakili benar variasi pemisahan
sudut antara dua planet. kecuali sangat dekat dengan jarak setidaknya, kurva ini terdiri dari dua
hampir segmen persis lurus (satu di dekat B, yang lain dari C ke 0), dan dalam kasus seperti rumus
interpolasi tidak lagi berlaku!
Sebagai contoh Rumus (3.3), (3.4) dan (3.5), anggaplah fungsi sebagai bagian dari kurva,
adalah parabola. Tetapi kurvanya bukan parabola, kecuali sangat dekat dengan minimum, dalam
persegi panjang kecil.

Jika kita memanfaatkan tiga poin B, C, D, sesuai dengan tiga jarak pusat d2, d3, d4, maka
dengan interpolasi rumus (3.3), kita sebenarnya menggambar parabola melalui tiga titik; itu adalah
kurva putus-putus pada Gambar tersebut. Parabola ini berbeda jauh dari kurva yang sebenarnya,
dan terutama minimumnya terlalu rendah.
Dan itu akan sangat tidak terbantu meski menggunakan lima nilai d1 sampai d5 bukan yang
tiga di tengah, karena kurva berbeda jauh dari polinomial derajat keempat sekalipun!
Oleh karena itu, melakukan interpolasi berdasarkan jarak tidak bisa memberikan hasil yang
akurat. Seperti yang telah dikatakan, kita harus menginterpolasikan koordinat asli secara terpisah,
dan kemudian memperoleh jarak yang akurat untuk waktu menengah. Menggunakan rumus
interpolasi (3.8), kita menemukan nilai jarak untuk beberapa nilai faktor interpolasi n:
n = -0.50 Jarak = 0°.21437
-0.45 0°.14057
-0.40 0°.07790
-0.35 0°.07028
-0.30 0°.12815
Paling pemisahan terjadi untuk n antara -0.40 dan -0.35, jadi kami menghitung jarak sudut
untuk tiga nilai, di kecil interval:
n = -0.38 Jarak = 0°.06408
-0.37 0°.06229
-0.36 0°.06448

88
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Interval tabel sekarang cukup kecil sehingga rumus (3.4) dan (3.5) dapat digunakan. Kita
dapatkan bahwa jarak terdekat adalah 0°.06228 = 0°03'44 ", untuk n = -0.370 502, sesuai dengan
13.629498 September = 13 September jam 15h06m.5 TD, seperti yang disebutkan sebelumnya.
Hal ini dimungkinkan, namun untuk menemukan jarak sudut tanpa mencoba beberapa nilai
faktor interpolasi n, yaitu dengan menarik ke koordinat rektangular. Koordinat ini u dan v, dalam
detik busur, dapat dihitung sebagai berikut [1].
Hitung kuantitas bantu:
206 264.8062
𝐾=
Δ𝛼
1 + 𝑠𝑖𝑛2 𝛿1 tan Δ𝛼 tan
2
di mana 206 264.8062 adalah jumlah detik busur dalam satu radian. Kemudian:
𝑢 = −𝐾 (1 − tan 𝛿1 sin Δ𝛿) cos 𝛿1 tan Δ𝛼
Δ𝛼
𝑣 = 𝐾 (sin Δ𝛿 + sin 𝛿1 cos 𝛿1 tan Δ𝛼 tan
2
Dalam ungkapan di atas 𝛼1 , 𝛿1 adalah askensio rekta dan deklinasi planet pertama, dan Δ𝛼 =
𝛼2 − 𝛼1 , Δ𝛿 = 𝛿2 − 𝛿1 di mana 𝛼2 , 𝛿2 adalah askensio rekta dan deklinasi dari planet kedua.
Mari kita hitung nilai u dan v untuk tiga waktu dengan interval sama. Untuk setiap waktu
selang, maka nilai-nilai mereka dapat diinterpolasi dengan cara rumus (3.3), sedangkan variasinya
(dalam detik busur per unit interval tabel) dirumuskan dengan:
𝑢3 − 𝑢1
𝑢′ = + 𝑛 (𝑢1 + 𝑢3 − 2𝑢2 )
2
dimana n adalah faktor interpolasi, dan u1, u2, u3 adalah tiga nilai dihitung dari u, dan dengan
ekspresi yang sama untuk variasi v'.
Mulai setiap nilai interpolasi faktor n; Pilihan tepat adalah n = 0. Untuk nilai n, interpolasi u
dan v dengan rumus (3.3), dan menemukan variasi u' dan v'. Kemudian koreksi n diberikan dengan:
𝑢𝑢′ + 𝑣𝑣′
Δ𝑛 =
𝑢′2 + 𝑣′2
Sehingga nilai baru n adalah n + Δ𝑛. Ulangi perhitungan dengan nilai baru dari n, sampai
koreksi Δ𝑛 adalah kuantitas yang sangat kecil, misalnya kurang dari 0.000 001 dalam nilai mutlak.
Untuk nilai akhir n, menghitung u dan v lagi. Kemudian jarak terdekat, dalam detik busur,
akan menjadi √𝑢2 + 𝑣 2 .
Mari kita terapkan metode ini untuk konjungsi yang disebutkan di atas antara Merkurius dan
Saturnus. Tiga waktu dipilih adalah 13.0, 14.0 dan 15.0 September 1978. Kita peroleh nilai berikut
untuk u dan v, mempertahankan satu desimal ekstra untuk menghindari kesalahan pembulatan:
u v
13.0 Sept -3322".44 -1307".48
14.0 Sept +2088".54 + 463".66
15.0 Sept +7605".36 +2401".71
Untuk n = 0, kita mempunyai
u = +2088.54 u' = +5463.90
v = + 463.66 v' = +1854.595
Karenanya Δ𝑛 = -0.368 582, dan nilai n terkoreksi adalah: 0 - 0.368 582 = -0.368 582. Iterasi
baru memberikan Δ𝑛 = -0.000 003, sehingga nilai akhir n : -0.370 724 - 0.000 003 = -0.370 727.

89
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

[Nilai ini berbeda dari nilai n = -0.370 502 yang dihasilkan sebelumnya, karena dalam
perhitungan ini kita menggunakan posisi planet hanya tiga waktu bukan lima. Tetapi perbedaannya
adalah hanya 0.000 225 hari, atau 19 detik.]
√𝑢2 + 𝑣 2 = 224" = 3′44"
seperti yang didapatkan sebelumnya.
Metode yang sama dapat digunakan jika salah satu benda langit adalah bintang. Koordinat
bintang adalah kemudian konstan, tetapi penting untuk dicatat bahwa 𝛼 dan 𝛿 dari bintang harus
dirujuk ke ekuinoks yang sama seperti pada benda langit yang bergerak.
Jika benda langit yang bergerak adalah planet besar, yang mana askensio rekta tampak dan
deklinasi tampak mengacu ekuinoks dari tanggal tertentu, maka harus digunakan juga untuk
bintang koordinat tampak. Jika posisi bintang diambil dari katalog, yang mengacu pada ekuinoks
standar (misalnya bahwa dari J2000.0), maka 𝛼 dan 𝛿 yang ditemukan dengan memperhitungkan
gerak bintang dan efek presesi, nutasi dan aberasi, seperti dijelaskan pada Bab 22.
Jika 𝛼 dan 𝛿 dari benda langit yang bergerak mengacu pada ekuinoks standar (koordinat
astrometrik), maka 𝛼 dan 𝛿 dari bintang harus dirujuk ke ekuinoks standar yang sama, satu-
satunya koreksi adalah koreksi gerak bintang.

Rumus Alternatif
Meskipun rumus (16.1) benar-benar tepat, bicara secara matematik, akurasinya sangat
buruk untuk nilai-nilai sudut yang sangat kecil, seperti yang terlihat pada awal Bab ini. Untuk
alasan tersebut, beberapa metode alternatif telah diusulkan.
Salah satunya [2] dengan menggunakan fungsi haversine lama (hav), yang dapat menjadi
bantuan besar dalam perhitungan astronomi tertentu dengan melibatkan sudut kecil, karena dapat
mempertahankan angka yang signifikan. Dengan definisi, untuk setiap sudut𝜃, kita memiliki
1 − cos 𝜃
ℎ𝑎𝑣 𝜃 =
2
Rumus cosinus (16.1) untuk jarak sudut persis ekuivalen dengan
ℎ𝑎𝑣 𝑑 = ℎ𝑎𝑣 Δ𝛿 + cos 𝛿1 cos 𝛿2 hav Δα (16.5)
dimana Δ𝛼 = 𝛼1 − 𝛼2 , Δδ = δ1 − δ2 . Untuk menerapkan rumus ini pada sebuah
komputer kita dapat menggunakan rumus bantu lain, yaitu:
𝜃
ℎ𝑎𝑣 𝜃 = 𝑠𝑖𝑛 2 ( )
2
Melalui rumus (16.5), jarak sudut dapat dihitung akurat untuk sudut dari hampir 180°
sampai 0° dengan akurat!
V.J. Slabinski [3] menawarkan pendekatan lain yang dapat digunakan:
𝑠𝑖𝑛2 𝑑 = (cos 𝛿1 sin Δ𝛼)2 + (sin 𝛿2 cos 𝛿1 cos Δ𝛼 − cos 𝛿2 sin 𝛿1 )2
Tetapi, rumus ini tidak dapat membedakan antara sudut pelengkap, misalnya 144° dan 36°,
dan memiliki akurasi yang buruk ketika d dekat dengan 90°.

Daftar Pustaka
1. A. Danjon, Astronomie Generale, halaman 36, formulae 3 bis (Paris, 1959).
2. Sky and Telescope, Vol. 68, halaman 159 (Agustus 1984).
3. Sky and Telescope, Vol. 69, halaman 158 (Februari 1985).

90
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 17. Konjungsi Planet


Dengan tiga atau lima posisi ephemeris dari dua planet yang lewat satu sama lain, orang
dapat menulis program untuk menghitung waktu konjungsinya dalam askensio rekta, dan
perbedaan deklinasi antara dua benda lagit pada saat itu. Metode ini terdiri dari perhitungan
perbedaan askensio rekta ∆𝛼, kemudian menghitung waktu terjadinya ∆𝛼 = 0 dengan cara seperti
pada rumus (3.6) atau (3.7) dalam kasus tiga posisi, atau (3.10) atau (3.11) dalam kasus lima titik.
Apabila waktu yang dicari sudah ditemukan, innterpolasi langsung perbedaan deklinasi Δ𝛿 dengan
menggunakan rumus (3.3) atau (3.8), menghasilkan perbedaan deklinasi yang dikehendaki saat
terjadinya konjungsinya.
Konjungsi pada bujur bola langit dapat dihitung dengan cara yang sama, yakni menggunakan
bujur dan lintang geosentrik planet sebagai pengganti askensio rekta dan deklinasi.
Perlu dicatat bahwa baik waktu konjungsi pada askensio rekta maupun konjungsi pada
bujur, tidaklah bertepatan dengan jarak sudut terdekat antara dua benda langit.

Contoh 17.a — Hitung keadaan Merkurius-Venus , konjungsinya pada 7 Agustus 1991.


Posisi berikut ini pada jam 0h Waktu Dinamis pada tanggal yang dimaksudkan di atas, data dari
ephemeris yang akurat adalah sebagai berikut:
Merkurius 5 Agustus 𝛼 = 10h24m30s..125 𝛿 = +6°26'32".05
6 10h25m00s..342 +6°10' 57".72
7 10h25m12s..515 +5°57'33".08
8 10h25m06s..235 +5°46'27".07
9 10h24m41s..185 +5°37'48".45

Venus 5 Agustus 𝛼′ = 10h27m27s..175 𝛿′ = +4°04'41".83


6 10h26m32s..410 +3°55'54".66
7 10h25m29s..042 +3°48'03".51
8 10h24m17s..191 +3°41'10".25
9 10h22m57s..024 +3°35'16".61
Pertama kita hitung perbedaan askensio rekta dan deklinasi, keduanya dalam satuan derajat
desimal:
5 Agustus Δ𝛼 = -0.737 708 Δ𝛿 = +2.363 950
6 -0.383 617 +2.250 850
7 -0.068 863 +2.158 214
8 +0.204 350 +2.088 006
9 +0.434 004 +2.042 178
Menerapkan rumus (3.10) dengan nilai-nilai Δ𝛼, kita menemukan bahwa Δ𝛼 adalah ... untuk nilai n
= +0.23797 faktor interpolasi. Oleh karena itu, konjungsinya dalam askensio rekta terjadi pada :
7.23797 Agustus 1991 = 7 Agustus 1991 jam 5h42m.7 TD
= 7 Agustus 1991 jam 5h42m UT

91
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dengan nilai n yang ditemukan, dan menerapkan rumus (3.8) ke nilai Δ𝛿, kita menemukan
Δ𝛿 = +2°.13940 atau +2°08'. Oleh karena itu, konjungsi dalam askensio rekta, Merkurius adalah
2°08' utara Venus.

Jika benda langit kedua adalah bintang, koordinatnya dapat dianggap konstan selama selang
waktu tertentu. Kemudian kita memiliki
𝛼 ′1 = 𝛼 ′ 2 = 𝛼 ′ 3 = 𝛼 ′ 4 = 𝛼 ′ 5
𝛿′1 = 𝛿′2 = 𝛿′3 = 𝛿′4 = 𝛿′5
Program ini dapat ditulis sedemikian rupa sehingga jika kedua obyek adalah bintang, maka,
koordinatnya harus dimasukkan hanya sekali.
Catatan penting diberikan di halaman 110 berlaku di sini juga: koordinat bintang dan benda-
benda langit yang bergerak harus mengacu ke ekuinoks yang sama.
Sebagai latihan, hitungla konjungsi pada askensio rekta antara antara planet minor 4 Vesta
dan bintang 𝜃 Leonis pada Mei 1992. Askensio rekta dan deklinasi dari planet minor mengacu pada
standar ekuinoks dari B1950.0, adalah sebagai berikut (dari ephemeris dihitung oleh Edwin
Goffin):
0 h TD 𝛼1950 𝛿1950
8 Mei 1992 11h06m30s.379 +16°13'37".98
13 11h08m22s.379 +15°44'26".59
18 11h10m52s.379 +15°11'26".24
23 11h13m57s.379 +14°34'58".49
28 11h17m35s.379 +13°55'21".19
Koordinat bintang untuk epoch dan ekuinoks 1950.0 adalah 𝛼 ′= 11h11m37s.089 dan 𝛿′ =
+15°42'11".49, dan gerakan sentenia yang tepat (yaitu gerakan yang tepat per 100 tahun) adalah -
0s.420 pada askensio rekta dan -7".87 pada deklinasi.
Sebagai konsekwensinya dari gerakan yang tepat selama 42.38 tahun (0.4238 abad) sejak
1950.0, kita dapatkan bahwa posisi bintang mengacu ekuinoks 1950.0, tetapi untuk epoch 1992.38,
adalah:
𝛼 ′= 11h11m36s.911, 𝛿′ = +15°42'08 ".15
Sekarang, hitunglah konjungsinya.
Jawab: Vesta melewati 0°40' sebelah selatan dari 𝜃 Leo pada tanggal 19 Mei 1992 jam 7h TD
(Waktu Dinamis).

92
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 18. Benda Langit pada Garis Lurus

Dalam Bab ini dan bab berikutnya, kita akan membahas dua masalah yang tidak begitu
penting secara ilmiah, tetapi mungkin ditujukan untuk orang-orang yang tertarik pada peristiwa
langit yang bagus atau penulis artikel populer.
Misalkan (𝛼1, 𝛿1), (𝛼2, 𝛿2), (𝛼3, 𝛿3), menjadi koordinat ekuatorial dari tiga benda langit.
Benda-benda langit ini berada di 'garis lurus'
- Yaitu, mereka berada di lingkaran besar yang sama di bola langit - jika
tan 𝛿1 sin (𝛼2 − 𝛼3 ) + tan 𝛿2 sin (𝛼3 − 𝛼1 ) + tan 𝛿3 sin (𝛼1 − 𝛼2 ) = 0 (18.1)
Rumus ini berlaku untuk koordinat ekliptika juga, askensio rekta 𝛼 digantikan dengan bujur
𝜆, dan deklinasi 𝛿 diganti oleh lintang 𝛽.
Jangan lupa bahwa askensio rekta umumnya dinyatakan dalam jam, menit dan detik. Oleh
karena itu harus dikonversi ke jam dan desimal, dan kemudian ke derajat dengan cara dikalikan 15.
Jika satu atau dua benda langit tersebut adalah bintang, maka sekali lagi catatan penting
diberikan pada halaman 110 dapat diberlakukan: koordinat bintang harus mengacu ke ekuinoks
sama dengan planet-planet.

Contoh 19.a — Carilah waktu saat Mars terlihat satu garis lurus dengan Pollux dan Castor di
tahun 1994.
Dari ephemeris Mars dan atlas bintang, ditemukan bahwa planet ini berada pada garis lurus
dengan dua bintang sekitar 1 Oktober 1994. Untuk tanggal ini, koordinat ekuator tampak dari
bintang-bintang tersebut adalah:
Castor (𝛼 Gem) : 𝛼1 = 7h34m16s.40 = 113°.56833
𝛿1 = +31°53'51".2 = +31°.89756
Pollux (𝛽 Gem) : 𝛼2 = 7h45m00s.10 = 116°.25042
𝛿2 = +28°02'12".5 = +28°.03681
Untuk kasus ini, nilai-nilai 𝛼1 , 𝛿1 , 𝛼2 , 𝑑𝑎𝑛 𝛿2 dapat dianggap konstan selama beberapa hari.
Koordinat tampak Mars (𝛼3 , 𝛿3 ) adalah variabel. Untuk itu nilai-nilainya diambil dari
ephemeris yang akurat seperti berikut:
TD 𝛼3 𝛿3
29.0 Sep. 1994 7h55m55s.36 = 118°.98067 +21°41'03".0 = +21°.68417
30.0 7h58m22s.55 = 119°.59396 +21°35'23".4 = +21°.58983
1.0 Okt 8h00m48s.99 = 120°.20413 +21°29'38".2 = +21°.49394
2.0 8h03m14s.66 = 120°.81108 +21°23'47".5 = +21°.39653
3.0 8h05m39s.54 = 121°.41475 +21°17'51".4 = +21°.29761

93
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Menggunakan nilai-nilai ini, bagian kira dari rumus (18.1) diberikan nilai sebagai berikut:
29.0 Sept +0.0019767
30.0 +0.0010851
1.0 Okt +0.0001976
2.0 -0.000 6855
3.0 -0.0015641
Dengan rumus (3.10), kita mendapatlan nilainya sama dengan nol pada tanggal 1.2233
Oktober 1994 = 1 Oktober 1994 pada jam 5h TD (UT)
Dalam Contoh sebelumnya, kita menggunakan posisi geosentrik Mars. Untuk alasan ini
hasilnya adalah hanya berlaku untuk pengamat geosentrik, dan pengamat melihat Mars di zenit.
Tetapi untuk kasus ini, tidak perlu untuk memperhitungkan paralaks planet, yang sangat kecil.
Tetapi tidak lagi benar dalam kasus Bulan, yang paralaksnya mencapai 1°. Dalam hal ini, posisi
topocentris Bulan harus digunakan (lihat Bab 39).

94
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 19. Lingkaran kecil berisikan tiga Benda Langit


Misalkan A, B, C ada tiga benda langit yang terletak tidak terlalu jauh satu sama lain di bola
langit, katakanlah lebih dekat dari sekitar 6 derajat. Kita ingin menghitung diameter sudut
lingkaran terkecil berisikan tiga benda langit tersebut. Dua kasus dapat terjadi:
tipe I : lingkaran terkecil memiliki diameter sebagai sisi terpanjang dari segitiga ABC,
dan satu titik berada di bagian dalam lingkaran;
tipe II : lingkaran terkecil adalah lingkaran melewati tiga titik A, B, C.

Diameter Δ dari lingkaran terkecil dapat dihitung sebagai berikut. Hitung panjang (dalam
derajat) sisi segitiga ABC dengan cara metode yang dijelaskan di Bab 16.
Misalkan a adalah panjang sisi terpanjang segitiga, dan b dan c panjang dari dua sisi yang
lain. Apabila 𝑎 > √𝑏 2 + 𝑐 2 , maka dapat dikelompokkan dalam tipe I, dan Δ = a. Apabila 𝑎 <
√𝑏 2 + 𝑐 2 , maka dikelompokkan ke dalam tipe II, dan
2 𝑎𝑏𝑐
Δ= (19.1)
√(𝑎 + 𝑏 + 𝑐)(𝑎 + 𝑏 − 𝑐)(𝑏 + 𝑐 − 𝑎)(𝑎 + 𝑐 − 𝑏)

Contoh 19.a — Hitung diameter lingkaran kecil berisikan Merkurius, Jupiter dan Saturnus pada
11 September 1981 jam 0h Waktu Dinamis. Posisi planet-planet tersebut pada
saat itu adalah:
Merkurius 𝛼 = 12h41m08s.63 𝛿 = -5°37'54".2
Jupiter 12 52 05 .21
h m s -4°22'26".2
Saturnus 12 39 28 .11
h m s -1°50'03".7
Jarak sudut ketiganya diperoleh dengan rumus (16.1), yaitu:
Merkurius - Jupiter 3°.00152
Merkurius - Saturnus 3°.82028
Jupiter - Saturnus 4°04599 = a
Karena 4.04599 < √3.001522 + 3.820282 = 4.85836, maka kita menghitung Δ dengan rumus
(19.1). Hasilnya adalah:
Δ = 4°.26364 = 4°16'
Ini adalah contoh dari tipe II

95
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sebagai latihan, lakukanlah perhitungan untuk planet Venus, Mars dan Jupiter pada 20 Juni 1991
pada jam 0h TD, menggunakan posisi berikut:
Venus 𝛼 = 9h05m41s.44 𝛿 = +18°30'30".0
Mars 9h09m29 s.00 +17°43'56".7
Jupiter 8 59 47 .14
h m s +17°49'36".8
Menunjukkan bahwa kasus ini adalah tipe I, dan Δ = 2°19'.
Sebuah program dapat ditulis yang mana pertama: askensio rekta dan deklinasi planet
diinterpolasikan, setelah a, b, c, dan akhirnya Δ dihitung. Dengan program tersebut, dimungkinkan
untuk menghitung (dengan mecoba) nilai minimal Δ dari pengelompokan tiga planet. Memang, Δ
bervariasi dengan waktu, dan metode yang dijelaskan dalam Bab ini memberikan nilai Δ untuk satu
waktu yang diberikan.
Penting untuk dicatat bahwa posisi planet-planet dapat diinterpolasikan dengan cara rumus
biasa, sedangkan nilai-nilai diameter lingkaran Δ tidak bisa. Alasannya adalah bahwa variasi Δ
umumnya tidak dapat diwakili oleh polinomial, lihat misalnya grafik dalam Contoh 19.c.

Contoh 19.b — Pada September 1981, ada pengelompokan planet Merkurius, Jupiter dan
Saturnus. Posisi planet-planet ini adalah sebagai berikut, sebagai pengganti
askensio rekta dan deklinasi, di sini kita akan menggunakan koordinat ekliptika
(bujur dan lintang).
1981 Merkurius Jupiter Saturnus
0h TD Bujur Lintang Bujur Lintang Bujur Lintang
7 Sept 186°.045 -0°.560 192°.866 +1°.117 189°.324 +2°.226
8 187°.482 -0°.696 193°.069 +1°.116 189°.439 +2°.225
9 188°.897 -0°.833 193°.272 +1°.114 189°.555 +2°.224
10 190°.290 -0°.971 193°.476 +1°.113 189°.671 +2°.223
11 191°.661 -1°.109 193°.681 +1°.112 189°.788 +2°.222
12 193°.008 -1°.246 193°.886 +1°.110 189°.906 +2°.221
13 194°.332 -1°.384 194°.092 +1°.109 190°.023 +2°.220
14 195°.631 -1°.521 194°.299 +1°.108 190°.142 +2°.219
Kami tidak akan memberikan rincian di sini, dan membiarkannya sebagai latihan untuk
pembaca. Kita hanya sebutkan bahwa dari bulan 7.00 sampai 8.81 September merupakan
pengelompokan tipe I, diameter Δ dari lingkaran terkecil menurun hampir linear dari 7°01' sampai
5°00'. Dari 8.81 sampai 12.19 September, pengelompokan itu tipe II, dan Δ mencapai minimal 4°14'
pada tanggal 10.53 September. Dari 12.19 September, masuk pengelompokan tipe I lagi, Δ
meningkat hampir linear dengan waktu.

Contoh 19.c — Mari kita mempertimbangkan kasus fiktif berikut. Pada tanggal 12.0, koordinat
ekliptika (dalam derajat) dari tiga planet adalah sebagai berikut.

96
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Gerak harian
Bujur Lintang sepanjang Bujur
planet P1 214.23 +0.29 +0.11
planet P2 211.79 +0.48 +0.20
planet P3 208.41 +0.75 +1.08
Anggaplah bahwa lintangnya konstan dan bujur meningkat dengan kecepatan konstan
seperti yng disebutkan dalam kolom terakhir.
Sekali lagi, kami menyisakan perhitungan di atas sebagai latihan untuk pembaca. Kita hanya
menggambarkan variasi diameter Δ dari lingkaran terkecil (lihat Gambar pada halaman
berikutnya). Perhatikan diskontiyu pada titik A dan B. Kecuali selama dua periode singkat (15.87
sampai 15.91 Maret mendekati A, 17.93 sampai 18.05 Maret mendekati B), dimana
dikelompokkan dalam tipe II, kita mempunyai tipe I. Nilai minimal A, yaitu 1°55', terjadi pada B,
pada tanggal 17.94.
Jika satu dari benda langit tersebut adalah bintang, sekali lagi situasi penting pada halaman
110 dapat diberlakukan: koordinat bintang harus mengacu ke ekuinoks yang sama dengan planet-
planet.

97
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 20. Presesi

Arah sumbu rotasi Bumi tidak benar-benar tetap dalam semesta. Seiring waktu itu
mengalami perubahan secara perlahan, atau presesi, seperti sumbu berputar di bagian atasnya.
Efek ini disebabkan oleh gaya tarik Matahari dan Bulan pada tonjolan ekuator Bumi.
Akibat presesi, bagian utara koordinat langit (saat ini berada dekat dengan Ursae Minoris, 𝛼
atau Polaris) perlahan-lahan bergerak d sekitar kutub ekliptika, dengan jangka waktu sekitar
26000 tahun; sebagai konsekuensi, vernal equinox, perpotongan antara ekuator dan ekliptika,
bergerak mundur sekitar 50" per tahun di sepanjang ekliptika.
Selain itu, bidang ekliptika sendiri tidak tetap di ruang angkasa. Karena daya tarik gravitasi
dari planet-planet terhadap Bumi, bidang itu berputar perlahan di sekitar 'garis node', kecepatan
rotasi saat ini 47" per abad.
Bidang ekliptika dan ekuator, dan vernal equinox, adalah bidang fundamental dan acuan dari
dua sistem koordinat penting pada alam semesta: yaitu koordinat ekliptik (bujur 𝜆 dan lintang 𝛽)
dan koordinat ekuator (askensio rekta 𝛼dan deklinasi 𝛿). Jadi, karena presesi, koordinat dari
bintang yang 'tetap' akan terus menerus berubah. Oleh karena itu, katalog bintang memberikan
daftar askensio rekta dn deklinasi bintang-bintang pada epoch tertentu, seperti 1900.0, atau
1950.0, atau 2000.0.
Dalam Bab ini, kita anggap masalah konversi askensio rekta 𝛼dan deklinasi bintang 𝛿,
dinyatakan pada epoch tertentu dan sebuah ekuinoks bersesuaian dengan epoch ekuinoks lainnya.
Hanya tempat rata-rata bintang dan efek presesi saja diperhitungkan di sini. Masalah menghitung
tempat tampak dari sebuah bintang akan dibahas pada Bab 22.

Akurasi rendah
Jika tidak diperlukan akurasi tinggi, jika dua epoch tidak terpisah terlalu jauh, dan jika
bintang tidak terlalu dekat dengan salah satu kutub langit, rumus berikut dapat digunakan untuk
presesi tahunan pada askensio rekta dan deklinasi:
Δ𝛼 = 𝑚 + 𝑛 sin 𝛼 tan 𝛿 Δ𝛿 = 𝑛 cos 𝛼 (20.1)
dimana m dan n adalah dua kuantitas yang berubah secara perlahan seiring dengan waktu.
m = 3s.07496 + 0s.00186 T
n = 1s. 33621 - 0s.00057 T
n = 20".0431 - 0".0085 T
T adalah waktu diukur dalam abad sejak 2000.0 (permulaan tahun 2000). Di bawah ini, nilai
m dan n untuk beberapa epoch:
Epoch m n n
1700.0 3s.069 1s.338 20".07
1800.0 3.071 1.337 20.06
1900.0 3.073 1.337 20.05
2000.0 3.075 1.336 20.04
2100.0 3.077 1.336 20.03
2200.0 3.079 1.335 20.03

98
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk perhitungan Δ𝛼, nilai n yang dinyatakan dalam waktu detik (s) harus digunakan. Ingat
bahwa 1s (detik waktu) berkorelasi dengan 15" (detik busur).
Dalam kasus bintang, efek gerak harus ditambahkan ke nilai yang dihasilkan rumus (20.1).

Contoh 20.a — Koordinat Regulus (𝛼 Leonis) untuk epoch dan ekuinoks mengacu pada 2000.0:
 𝛼𝑜 = 10h08m22s.3 𝛿𝑜 = +111°58'02"
dan gerakan tahunan yang tepat adalah
-0s.0169 pada askensio rekta,
+0".006 pada deklinasi.
Reduksi koordinat tersebut ke epoch dan ekuinoks tahun 1978.0. Maka akan kita dapatkan:
𝛼 = 152°.093 m = 3s.075
𝛿 = +11°.967 n = 1s.336 = 20".04
Dari rumus (20.1), dapat disimpulkan:
Δ𝛼 = +3s.208, Δ𝛿 = -17".71
ke hasil tersebut masih harus ditambahkan gerak tahunan yang tepat, untuk mendapatkan
variasi +3s.191 pada askensio rekta dan 17".70 pada deklinasi.
Variasi selama -22 tahun (dari 2000.0 sampai 1978.0):
dalam 𝛼: +3s.191 x (-22) = -70s.2 = -1m10s.2
dalam 𝛿: -17".70 x (-22) = 389" = +6'29"
askensio rekta yang dicari adalah 𝛼 = 𝛼𝑜 - 1m10s.2 = 10h07m12s.1
deklinasi yang dicari adalah 𝛿 = 𝛿𝑜 + 6'29"= 12°04'31"

Tahun Besselian dan Julian


International Astronomical Union telah memutuskan bahwa dari 1984 dan seterusnya
ephemerides astronomi harus menggunakan sistem berikut.
Standar baru adalah 1 Januari 2000 pada jam 12h TD, bersesuaian dengan JDE 2451545.0.
Epoch ini dirancang sebagai J2000.0. Untuk tujuan menghitung posisi bintang, awal 'tahun' berbeda
dengan epoch standar J2000.0 dilipatkan dengan tahun Julian, atau 365.25 hari. Sebagai contoh,
epoch J1986.0 adalah 14 x 365.25 hari sebelum J2000.0, dan karenanya JDE yang sesuai adalah 2
451 545.0 - 14 x 365.25 = 2446 431.50.
Huruf J, dalam catatan-catatan seperti J2000.0 atau J1986.0, menunjukkan bahwa satuan
waktu (untuk katalog bintang) adalah tahun Julian. Sebelumnya, katalog posisi bintang digunakan
standar epoch permulaan tahun Besselian. Awal tahun Besselian Matahari merupakan saat ketika
bujur rata-rata Matahari, yang dipengaruhi oleh aberasi (-20".5) dan diukur dari ekuinoks rata-rata
pada tanggal tertentu, adalah tepat 280°. Saat tersebut selalu mendekati awal tahun sipil Gregorian.
Panjang tahun Besselian, sama dengan tahun tropis, adalah 365.242 1988 hari pada tahun 1900M,
menurut Newcomb.
Untuk membedakan zaman kuno, berdasarkan tahun Besselian, dari sistem baru, huruf B
digunakan. Sebagai contoh,
B1900.0 = JDE 2415 020.3135 = 0.8135 Januari 1900
B1950.0 = JDE 2433 282.4235 = 0.9235 Januari 1950
tetapi

99
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

J2000.0 = JDE 2451 545.00 tepat


J2050.0 = JDE 2469 807.50 tepat
dan seterusnya. Notasi 0 setelah bilangan tahun (seperti pada 1986.0 atau 2000.0)
menandakan bahwa awal tahun yang dimaksud.

Metode teliti
Misalkan T interval waktu, dalam Julian abad, antara J2000.0 dan permulaan epoch, dan
biarkan t adalah interval, dengan satuan yang sama, antara permulaan epoch dan akhir epoch.
Dengan kata lain, jika (JD)o dan (JD) adalah Hari Julian Hari berkorelasi masing-masing
dengan inisialisasi epoch dan akhir epoch, maka akan kita dapatkan:
(𝐽𝐷)𝑜 − 2451 545.0 (𝐽𝐷) − (𝐽𝐷)𝑜
𝑇 = 𝑡 =
36525 36525
Kemudian kita dapatkan rumus numerik berikut untuk kuantitas 𝜁, z dan 𝜃 yang dibutuhkan
untuk mereduksi posisi secara akurat dari satu ekuinoks ke ekuinoks yang lain [1]:
𝜁 = (2306".2181 + 1".39656 T - 0".000 139 T2) t
+ 0".30188 - 0".000 344 T) t2 + 0".017 998 t3
z = (2306".2181 + 1".39656 T - 0".000 139 T2) t ,
(20.2)
+ (1".09468 + 0".000 066 T) t2 + 0".018 203 t3
𝜃 = (2004".3109 - 0".85330T - 0".000 217 T2) t
- (0".42665 + 0".000 217 T) t2 - 0".041833 t3
Jika awal epoch adalah J2000.0 itu sendiri, kita mendapatkan T = 0 dan rumus-rumus (20.2)
dapat disederhanakan menjadi
𝜁 = 2306".2181 t + 0".30188 t2 + 0".017 998 t3
z = 2306".2181 t + 1".09468 t2 + 0".018 203 t3 (20.3)
𝜃 = 2004".3109 t - 0".42665 t2 - 0".041833 t3
Kemudian, rumus teliti untuk mereduksi koordinat ekuator 𝛼𝑜 dan 𝛿𝑜 pada awal epoch ke
koordinat 𝛼 dan 𝛿 pada akhir epoch adalah:
𝐴 = cos 𝛿𝑜 sin(𝛼𝑜 + 𝜁)

𝐵 = cos 𝜃 cos 𝛿𝑜 𝑐𝑜𝑠 (𝛼𝑜 + 𝜁) − sin 𝜃 sin 𝛿𝑜


(20.4)
𝐶 = sin 𝜃 cos 𝛿𝑜 cos(𝛼𝑜 + 𝜁) + cos 𝜃 sin 𝛿𝑜

𝐴
tan (𝛼 − 𝑧) = sin 𝛿 = 𝐶 }
𝐵
Sudut 𝛼 - z diperoleh dengan fungsi arctangent 'kedua' ATN2 untuk memperoleh kuadran
yang benar, pada kuantitas A dan B, atau dengan prosedur lain - lihat 'kuadran yang benar' di Bab 1.
Jika bintang dekat kutub langit, seseorang harus menggunakan rumus cos 𝛿 = √𝐴2 + 𝐵2
sebagai pengganti sin 𝛿 = 𝐶.
Sebelum melakukan reduksi dai 𝛼𝑜 , 𝛿𝑜 ke 𝛼 dan 𝛿, harus diperhitungkan pengaruh gerakan
bintang yang tepat.

100
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 20.b — Bintang 𝜃 Persei memiliki koordinat rata-rata berikut ini untuk epoch dan
ekuinoks J2000.0:
𝛼𝑜 = 2h44m11s.986 𝛿𝑜 = +49°13'42".48
dan gerak diri tahunan mengacu pada ekuinoks yang sama adalah:
+0s.03425 pada askensio rekta
-0".0895 pada deklinasi.
Reduksi koordinat ke epoch dan ekuinoks rata-rata 13.19 TD November
tahun 2028.
Epoch inisial J2000.0 atau JD 2451 545.0, dan epoch akhir JD 2462 088.69. Oleh karenanya, t
= +0.288 670 500 abad Julian atau 28.867 0500 tahun Julian.
Mula-mula kita hitung pengaruh gerak diri. Variasi dalam kurun 28.86705 tahun adalah:
+0s.03425 × 28.86705 = +0s.989 pada askensio rekta
-0".0895 × 28.86705 = -2".58 pada deklinasi
Jadi Koordinat bintang, untuk ekuinoks rata-rata pada J2000.0, namun untuk 13.19
November 2028 adalah
𝛼𝑜 = 2h44m11s.986 + 0s.989 = 2h44m12s.975 = +41°.054 063
𝛿𝑜 = +49°13'42".48 - 2".58 = +49°13'39".90 = +49°.227 750
Karena ekuinoks inisial adalah J2000.0, maka kita dapat menggunakan rumus (20.3). Dengan
nilai t = +0.288 670 500, kita memperoleh:
𝜁 = +665".7627 = +0°.184 9341
z = +665".8288 = +0°.184 9524
𝜃 = +578".5489 = +0°.160 7080
A = +0.430 494 05
B = +0.488 948 49
C = +0.758 685 86
𝛼 − 𝑧 = +41°.362 262
𝛼 = +41°.547 214 = 2h46m11s.331
𝛿 = +49°.348 483 = +49°20'54".54

L a t i h a n — Koordinat ekuator 𝛼 Ursae Minoris, untuk epoch dan ekuinoks rata-rata


J2000.0, adalah
𝛼 = 2h31m48s.704, 𝛿 = +89°15'50".72
dan gerak diri tahunan untuk ekuinoks yang sama adalah
+0s.19877 pada askensio rekta
-0".0152 pada deklinasi.
Hitung koordinat bintang pada epoch dan ekuinoks rata-rata B1900.0, J2050.0 dan J2100.0
Jawab :
B1900.0 𝛼 = 1h22m33s90 𝛿 = +88°46'26".18
J2050.0 3 48 16.43 +89 27 15.38
J2100.0 5 53 29.17 +89 32 22.18

101
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Perlu dicatat bahwa rumus (20.2) dan (20.3) valid hanya untuk jangka waktu terbatas. Jika
kita menggunakannya untuk tahun 32 700, misalnya, kita menemukan untuk epoch itu bahwa 𝛼
UMi berada pada deklinasi -87°, hasil yang sepenuhnya salah!

Penggunaan koordinat ekliptika


Jika, sebagai pengganti koordinat ekuator bintang (askensio rekta dan deklinasi), kita
menggunakan koordinat ekliptika (bujur, lintang), metode teliti berikut ini dapat digunakan [2].
T dan t memiliki arti yang sama seperti sebelumnya, lalu hitunglah
𝜂 = (47".0029 - 0".06603 T + 0".000 598 T2) t
+ (-0".03302 + 0".000 598 T) t2 + 0".000 060 t3
Π = 174°.876 384 + 3289".4789 T + 0".60622 T2
(20.5)
- (869".8089 + 0".50491 T) t + 0".03536 t2
p = (5029".0966 + 2".22226 T - 0".000 042 T2) t
+(1".11113 - 0".000 042 T) t2 - 0".000 006 t3
Kuantitas 𝜂 adalah sudut antara ekliptika di awal epoch dan ekliptika di akhir epoch. Jika
awal epoch adalah J2000.0, kita memiliki T = 0 dan di rumus di atas dapat direduksi menjadi:
𝜂 = 47".0029 t - 0".03302 t2 + 0".000 060 t3
Π = 174°.876 384 - 869".8089 t + 0".03536 t2 (20.6)
p = 5029".0966t + 1".11113t2 - 0".000 006 t3
Kemudian, Rumus teliti untuk mereduksi koordinat ekliptika, 𝜆𝑜 dan 𝛽𝑜 dari awal epoch ke 𝜆
dan 𝛽 pada akhir epoch adalah:
𝐴′ = cos 𝜂 cos 𝛽𝑜 sin(Π − 𝜆𝑜 ) − sin 𝜂 sin 𝛽𝑜
𝐵′ = cos 𝛽𝑜 cos (Π − 𝜆𝑜 )
𝐶′ = cos 𝜂 sin 𝛽𝑜 + sin 𝜂 cos 𝛽𝑜 sin(Π − 𝜆𝑜 )
𝐴′
tan(p + Π − 𝜆) = sin 𝛽 = 𝐶′
𝐵′

Unsur-unsur presesi lama


Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, untuk katalog bintang dan untuk tujuan
penghitungan posisi bintang, epoch standar sekarang J2000.0 dan satuan waktu sekarang adalah
tahun julian (365.25 hari) atau Abad julian (36525 hari). Sebelumnya, awal tahun Besselian
diambil sebagai referensi waktu dan satuan waktu adalah tahun tropis atau abad tropis.
Namun, ini bukan satu-satunya perbedaan antara yang sistem lama (FK4) dan yang baru
(FK5). ['FK' berarti Katalog Fundamental].
Pertama, ada kesalahan kecil ('koreksi ekuinoks') di titik nol pada askensio rekta dari FK4
tersebut.
Kedua, seperti yang kita lihat di Bab 22, perpindahan bujur (Δ𝜆) dan lintang (Δ𝛽) bintang
karena aberasi menghasilkan gerakan Bumi dalam orbit elips yang dirumuskan sebagai berikut:
cos (Θ − 𝜆) cos (𝜋 − 𝜆)
Δ𝜆 = −𝜅 + 𝑒𝜅
cos 𝛽 cos 𝛽
Δ𝛽 = −𝜅 sin(Θ − 𝜆) sin 𝛽 + 𝑒 𝜅 sin(𝜋 − 𝜆) sin 𝛽

102
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

di mana Θ adalah bujur Matahari, 𝜋 bujur dari perihelion orbit Bumi, e eksentrisitas orbit ini,
dan 𝜅 konstanta aberasi.
Sekarang, komponen kedua di sisi sebelah kanan dari rumus-rumus ini hampir konstan
untuk bintang tertentu, karena e, 𝜋 − 𝜆 dan 𝛽 berubah secara perlahan seiring dengan waktu.
Untuk alasan ini, astronomi-praktis telah meninggalkan bagian dari aberasi tersebut (yang disebut
komponen E) di posisi rata-rata dari bintang-bintang dimaksud.
Saat ini, komponen-komponen itu tergantung pada eliptisitas orbit Bumi yang tidak lagi
termasuk bagian dari tempat rata-rata bintang, sebagai gantinya komponen itu dihitung dengan
mereduksi dari rata-rata ke tempat tampak (lihat Bab 22).
Prosedur untuk melakukan konversi posisi rata-rata dan gerak diri dari bintang mengacu
ekuinoks rata-rata dan ekuator B1950.0 dan berdasarkan rumus Newcomb untuk presesi (sistem
FK4) ke semua sistem IAU pada J2000.0 (sistem FK5) dapat ditemukan, misalnya dalam Almanak
Astronomi tahun 1984 [3].
Rumus perhitungan presesi (20.2) dan (20.3) hanya dapat digunakan untuk bintang-bintang
mengacu pada sistem FK5. Jika hanya FK4 posisi dan gerak diri tersedia, maka kita harus
mempersiapkan perhitungan posisi bintang tampak (apparent) dalam sistem FK5:
1. harus digunakan presesi rumus karya Newcomb (lihat di bawah);
2. dalam mereduksi dari rata-rata tempat tampak, komponen E dari aberasi harus dibuang.
3. untuk hasil akhir askensio rekta dari bintang, tambahkan koreksi ekuinoks.
Δ𝛼 = 0s.0775 + 0s.0850 T
dimana T adalah waktu dalam abad Julian dari J2000.0.
Berikut ini adalah Rumus presesi Newcomb:
(JD)o dan (JD) adalah hari Julian berkorelasi masing-masing dengan epoch inisial dan epoch
akhir. Selanjutnya:
(𝐽𝐷)𝑜 − 2415 030.3135 (𝐽𝐷) − (𝐽𝐷)𝑜
𝑇 = 𝑡 =
36524.2199 36524.2199

𝜁 = (2304".250 + 1".396 T) t + 0".302 t2 + 0".018 t3


z = 𝜁 + 0".791 t2 + 0".001 t3
𝜃 = (2004".682 - 0".853 T) t - 0".426 t2 - 0".042 t3
Jika epoch awal adalah B1950.0, kita mempunyai T = 0.5, dan rumus di atas menjadi:
𝜁 = 2304".948 t + 0".302 t2 + 0".018 t3
z = 2304".948 t + 1".093 t2 + 0".019 t3
𝜃 = 2004".255 t - 0".426 t2 - 0".042 t3

Daftar Pustaka
1. Astronomical Almanac for the year 1984 (Washington, D.C.; 1983), halaman S19.
2. Connaissance des Temps pour 1984 (Paris, 1983), halaman XXX dan XL.
3. Astronomical Almanac for the year 1984 (Washington, D.C.; 1983), halaman S34 - S35.

103
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 21. Nutasi dan Kemiringan Ekliptik

Nutasi ditemukan oleh ahli astronomi dari Inggris bernama James Bradley (1693-1762),
adalah oskilasi periodik dari sumbu rotasi Bumi di sekitar posisi rata-ratanya. Akibat Nutasi, Kutub
Rotasi Bumi seketika itu juga ber-oskilasi di sekitar Kutub rata-rata yang dibarengi dengan presesi
di sekitar Kutub ekliptik.
Secara prinsip, Nutasi ini adalah akibat pengaruh Bulan dan didiskripsikan dengan
penjumlahan komponen-komponen periodik. Komponen yang terpenting mempunyai periode
6798.4 hari (18.6 tahun), namun untuk komponen-komponen yang lain mempunyai periode yang
sangat pendek (kurang dari 10 hari).
Nutasi dapat dengan mudah dibagi menjadi komponen paralel komponen, dan satu
komponen yang tegak lurus terhadap ekliptika. Komponen yang pararel dengan ekliptika
dilambangkan dengan  dan disebut Nutasi pada Bujur; hal ini mempengaruhi koordinat bujur
dari semua benda-benda langit. Komponen tegak lurus terhadap ekliptika dilambangkan oleh 
dan disebut Nutasi pada kemiringan ekliptik, karena mempengaruhi arah kemiringan ekuator
terhadap bidang ekliptika.
Kuantitas  dan  diperlukan untuk perhitungan Tempat tampak dari benda-benda langit
dan untuk perhitungan waktu sideris tampak. Untuk waktu kapanpun yang diinginkan,  dan
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
Carilah waktu T, diukur dalam Abad Julian dari Epoch J2000.0 (JDE 2451545.0).
𝐽𝐷𝐸 − 2451 545
𝑇 = (21.1)
36525
dimana JDE adalah Hari Julian Ephemeris, hal itu berbeda dari Hari Julian (JD) dengan
perbedaan adanya kuantitas yang nilainya relatif T (lihat Bab 7). Kemudian menghitung sudut
berikut yang dinyatakan dalam derajat desimal. Rumusan-rumusan berikut ini disediakan oleh
International Astronomical Union [1], yang sedikit berbeda dengan yang digunakan dalam teori
Lunar karya Chapront ini (Bab 45).
Rata-rata Elongasi Bulan dari Matahari:
D = 297.85036 + 445 267.111 480 T - 0.001 9142 T2 + T3/189 474
Anomali Rata-rata Matahari (Bumi) :
M = 357.52772 + 35 999.050 340 T - 0.000 1603 T2 - T3/300 000
Anomali Rata-rata Bulan:
M' = 134.96298 + 477 198.867 398 T + 0.008 6972 T2 + T3/56 250
Argumen Lintang Bulan :
F = 93.27191 + 483 202.017 538 T - 0.003 6825 T2 + T3/327 270
Bujur dari titik daki (ascending node) dari Orbit rata-rata Bulan pada ekliptika, diukur dari
ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu:
 = 125.04452 - 1934.136 261 T + 0.0020708 T2 + T3/450 000

104
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Nutasi pada Bujur () dan Nutasi pada kemiringan Ekliptik () yang kemudian diperoleh
dengan menjumlahkan komponen yang diberikan pada Tabel 21.A, di mana koefisien diberikan
dalam satuan 0".0001. Komponen-komponen ini dipublikasikan dalam Teori Nutasi IAU tahun
1980 (the 1980 IAU Theory of Nutation [2]), namun kita dapat mengabaikan komponen-komponen
dengan koefisien kurang dari 0".0003. Argumen masing-masing sinus (untuk ) dan cosinus
(untuk ) adalah Kombinasi linier dari lima argumen mendasar D, M, M', F dan Q. Misalnya,
argumen pada baris kedua adalah -2D + 2F + 2.
Tentu saja, jika tidak diperlukan akurasi tinggi, hanya komponen-komponen periodik yang
mempunyai koefisien terbesar dapat digunakan.
Jika akurasi 0".5 untuk Δ𝜓 dan 0".1 untuk Δ𝜀 dianggap memadai, maka kita dapat
mengabaikan komponen-komponen di T2 dan T3 di dalam rumus di atas untuk Ω, dan kemudian
menggunakan rumus yang disederhanakan sebagai berikut:
 = -17".20 sin  - 1".32 sin 2L - 0".23 sin 2L' + 0".21 sin 2
 = +9".20 cos  + 0".57 cos 2L + 0".10 cos 2L' - 0".09 cos 2
dimana L dan L' masing-masing adalah Bujur rata-rata Matahari dan Bulan:
L = 280°.4665 + 36 000°.7698 T
L' = 218°.3165 + 481 267°.8813 T

TABEL 21.A
Komponen-komponen Periodik untuk perhitungan Nutasi pada Bujur (Δ𝜓) dan pada Kemiringan
Ekliptik (Δ𝜀) . Satuannya adalah 0".0001
Perkalian pada komponen Δ𝜓 Δ𝜀
D M M' F  Koefisien pada Koefisien pada
argumen sinus argumen cosinus
0 0 0 0 1 -171996 -174.2 T +92025 +8.9 T
-2 0 0 2 2 -13187 -1.6 T +5736 -3.1 T
0 0 0 2 2 -2274 -0.2 T +977 -0.5 T
0 0 0 0 2 +2062 +0.2 T -895 +0.5 T
0 1 0 0 0 +1426 -3.4 T +54 -0.1 T
0 0 1 0 0 +712 +0.1 T -7
-2 1 0 2 2 -517 +1.2 T +224 -0.6 T
0 0 0 2 1 -386 -0.4 T +200
0 0 1 2 2 -301 +129
-2 -1 0 2 2 +217 -0.5 T -95
-2 0 1 0 0 -158
-2 0 0 2 1 +129 +0.1 T -70
0 0 -1 2 2 +123 -53

105
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Perkalian pada komponen Δ𝜓 Δ𝜀


D M M' F  Koefisien pada Koefisien pada
argumen sinus argumen cosinus
2 0 0 0 0 +63
0 0 1 0 1 +63 +0.1 T -33
2 0 -1 2 2 -59 +26
0 0 -1 0 1 -58 -0.1 T +32
0 0 1 2 1 -51 +27
-2 0 2 0 0 +48
0 0 -2 2 1 +46 -24
2 0 0 2 2 -38 +16
0 0 2 2 2 -31 +13
0 0 2 0 0 +29
-2 0 1 2 2 +29 -12
0 0 0 2 0 +26
-2 0 0 2 0 -22
0 0 -1 2 1 +21 -10
0 2 0 0 0 +17 -0.1 T
2 0 -1 0 1 +16 -8
-2 2 0 2 2 -16 +0.1 T +7
0 1 0 0 1 -15 +9
-2 0 1 0 1 -13 +7
0 -1 0 0 1 -12 +6
0 0 2 -2 0 +11
2 0 -1 2 1 -10 +5
2 0 1 2 2 -8 +3
0 1 0 2 2 +7 -3
-2 1 1 0 0 -7
0 -1 0 2 2 -7 +3
2 0 0 2 1 -7 +3
2 0 1 0 0 +6
-2 0 2 2 2 +6 -3
-2 0 1 2 1 +6 -3

106
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Perkalian pada komponen Δ𝜓 Δ𝜀


D M M' F  Koefisien pada Koefisien pada
argumen sinus argumen cosinus
2 0 -2 0 1 -6 +3
2 0 0 0 1 -6 +3
0 -1 1 0 0 +5
-2 -1 0 2 1 -5 +3
-2 0 0 0 1 -5 +3
0 0 2 2 1 -5 +3
-2 0 2 0 1 +4
-2 1 0 2 1 +4
0 0 1 -2 0 +4
-1 0 1 0 0 -4
-2 1 0 0 0 -4
1 0 0 0 0 -4
0 0 1 2 0 +3
0 0 -2 2 2 -3
-1 -1 1 0 0 -3
0 1 1 0 0 -3
0 -1 1 2 2 -3
2 -1 -1 2 2 -3
0 0 3 2 2 -3
2 -1 0 2 2 -3

Kemiringan ekliptika (The Obliquity of the Ecliptic)


Kemiringan ekliptika, atau kemiringan rotasi sumbu Bumi, adalah sudut antara ekuator dan
ekliptika. Hal yang membedakan kemiringan rata-rata sejati adalah sudut-sudut yang terbentuk
masing-masing antara ekliptika dengan ekuator rata-rata dan ekuator sejati pada saat tertentu.
Kemiringan ekliptika rata-rata dinyatakan dalam rumus berikut ini, yang diadopsi oleh
International Astronomical Union [1]:

𝜀𝑜 = 23°26'21".448 - 46".8150 T - 0".00059 T2 + 0".001 813 T3 (21.2)

dimana, sekali lagi, T adalah waktu yang diukur dalam Abad Julian dari epoch J2000.0.
Keakuratan rumus (21.2) tidak memadai untuk jangka waktu yang panjang: kesalahan pada o
dapat mencapai 1" selama jangka waktu 2000 tahun, dan sekitar 10" selama jangka waktu 4000

107
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

tahun. Rumus yang lebih baik dipresentasikan oleh Laskar [2]. Dalam hal ini, U adalah waktu diukur
dalam satuan 10 000 tahun Julian dari J2300.0, atau U = T/100.
𝜀𝑜 = 23°26'2l'.'448 - 4680".93 U
- 1.55 U2
+ 1999.25 U3
- 51.38 U4
- 249.67 U5
(21.3)
- 39.05 U6
+ 7.12 U7
+ 27.87 U8
+ 5.79 U9
+ 2.45 U10
Keakuratan rumus ini diperkirakan mencapai 0".01 setelah 1000 tahun (yaitu, antara tahun
1000 M dan 3000 M), dan menjadi beberapa detik busur setelah 10 000 tahun.
Penting untuk dicatat bahwa rumus (21.3) hanya berlaku untuk jangka waktu 10 000 tahun
sebelum dan sesudah epoch J2000.0, yaitu, untuk |𝑈| <1. Untuk U = 2.834, misalnya, rumus
tersebut akan menghasilkan 𝜀𝑜 = 90°, suatu hasil yang dapat dipastikan salah!.
Gambar di halaman berikut menunjukkan variasi o dari 10 000 tahun sebelumnya sampai
10 000 tahun setelah tahun 2000 M. Menurut rumus Laskar, inklinasi sumbu rotasi Bumi adalah
maksimum (24°14'07") sekitar tahun -7530. Dan mendekati tahun +12 030 akan mencapai
minimum (22°36'41") akan tercapai. Karena kebetulan kita saat ini sekitar di tengah antara nilai-
nilai ekstrim tersebut, di dekat tengah kurva pada Gambar tersebut. Di sini, kurva itu hampir linier
yang merupakan alasan mengapa dalam rumus (21.3) koefisien U2 sangat kecil.
Kemiringan ekliptika sejati adalah 𝜀 = 𝜀𝑜 + Δ𝜀, di mana Δ𝜀 adalah Nutasi pada kemiringan
ekliptika.

dalam satuan Abad sejak tahun 2000

108
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 21.a — Hitung  dan kemiringan ekliptik sejati pada tanggal 10 April 1987 jam 0h
Waktu Dinamis.
Tanggal ini berkorelasi dengan JDE 2446 895.5, dan kita dapatkan:
T = -0.127 296 372 348
D = -56383°.0377 = 136°.9623  = -3".788
M = -4225°.0208 = 94°.9792   ".443
M' = -60610°.7216 = 229°.2784
F = -61416°.5921 = 143°.4079   23°26'27".407
 = 371°.2531 = 11°.2531   23°26'36".850

Daftar Pustaka:
1. Astronomical Almanac for the year 1984 (Washington, D.C.; 1983), halaman S26.
2. Ibid., halaman S23.
3. J. Laskar, Astronomy and Astrophysics, Vol. 157, halaman 68 (1986).

109
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 22. Tempat Tampak sebuah Bintang

Tempat rata-rata sebuah bintang setiap saat adalah posisi ketampakannya pada bola langit,
karena akan dilihat oleh pengamat yang diam di Matahari (atau, lebih tepatnya, di titik pusat sistem
tata surya), dan mengacu pada ekliptika dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu (atau ke
ekuator dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu).
Tempat kenampakan bintang pada saat kapanpun posisinya di bola langit seperti yang
benar-benar terlihat dari pusat Bumi yang bergerak, dan mengacu pada ekuator, ekliptik dan
ekuinoks pada saat tertentu. Perlu dicatat bahwa:
- Ekuinoks rata-rata adalah perpotongan ekliptika pada tanggal tertentu dengan ekuator rata-rata
pada tanggal tertentu.
- Ekuinoks sejati adalah perpotongan antara ekliptika dengan ekuator sejati (sesaat); yaitu,
ekuatoryang dipengaruhi oleh nutasi.
- tidak ada istilah ekliptika rata-rata,karena ekliptika bergerak beraturan.

Masalah reduksi tempat sebuah bintang dari tempat rata-rata pada suatu waktu (misalnya,
dari epoch standar dan ekuinoks) ke tempat kenampakannya pada waktu yang lain, melibatkan
koreksi-koreksi berikut:
(A) Gerak yang tepat dari bintang antara dua epoch. Kita boleh menganggap bahwa gerak yang
tepat setiap bintang bergerak pada lingkaran besar dengan kecepatan sudut berubah-ubah.
Kecuali bila gerak yang tepat merupakan bagian penting jarak kutub bintang, tidak hanya
gerakannya sendiri, tetapi juga komponen-komponennya dalam askensio rekta dan deklinasi
mengacu pada ekuinoks tetap yang dianggap sebagai konstan selama beberapa abad. Oleh
karena itu, kita mulai dengan mencari pengaruh gerak ketika sumbu acuan tetap, seperti
dalam Contoh 20.b;
(B) Pengaruh presesi. Hal ini telah dijelaskan dalam Bab 20;
(C) Pengaruh Nutasi (lihat di bawah);
(D) Pengaruh aberasi tahunan (lihat di bawah);
(E) Pengaruh paralaks tahunan. Tentu saja, paralaks bintang sangat penting dalam astronomi.
Seperti George tuliskan [1]:
"Paralaks adalah satu-satunya penghubung geometris yang benar antara kita dan
tetangga dekat kita dalam ruang kosong yang demikian luas. Hal ini memungkinkan
para astronom membuat dan mengkalibrasi prosedur untuk membawa kita lebih
jauh keluar. "

110
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Namun, bagi orang yang ingin menghitung posisi bintang dengan akurat, paralaks bintang
merupakan gangguan. Untungnya, paralaks bintang tidak pernah melebihi 0".8 dan koreksi
tersebut dapat diabaikan dalam kebanyakan kasus. Menurut R. Burnham [2], hanya 13 bintang
lebih terang dari magnitudo 9.0 lebih dekat dari 13 tahun cahaya (4 parsecs) dan memiliki paralaks
melebihi 0".25. Bintang-bintang tersebut adalah 𝛼 Centauri, Lalande 21185 (di Ursa Major), Sirius,
𝜀 Eridani, 61 Cygni, Procyon, 𝜀 Indi, Σ 2398 (di Draco), Groombridge 34 (di Andromeda), 𝜏 Ceti,
Lacaille 9352 (di Piscis Austrinus), Cordoba 29191 (dalam Microscopium), dan Bintang Kapteyn
(di Pictor). Tak satu pun dari bintang-bintang ini berada dekat ekliptika, sehingga tidak ada yang
terlibat dalam okultasi oleh Bulan atau konjungsi dekat dengan planet-planet.
Untuk alasan ini, apa yang akan dibahas berikut ini, kita akan mengabaikan efek
dari paralaks tahunan dalam perhitungan posisi kenampakan bintang.

Pengaruh Nutasi
Metode yang paling sederhana dan paling langsung untuk menerapkan efek Nutasi pada
posisi rata-rata adalah dengan menambahkan posisi adalah dengan menambahkan Δ𝜓 ke bujur
ekliptika dari obyek. Ekliptika dan lintang benda langit tidak berubah oleh Nutasi.
Prosedur ini dapat digunakan dalam perhitungan posisi tampak dari planet-planet, yang
mana koordinat ekliptika dihitung terlebih dahulu. Tetapi posisi bintang-bintang umumnya
dinyatakan dalam sistem koordinat ekuator, jadi kita lebih memilih untuk menghitung koreksi pada
askensio rekta dan deklinasi secara langsung.
Order Pertama, pada askensio rekta 𝛼 dan deklinasi 𝛿 sebuah bintang akibat Nutasi adalah:
Δ𝛼1 = (cos 𝜀 + sin 𝜀 sin 𝛼 tan 𝛿) Δ𝜓 − (cos 𝛼 tan 𝛿) Δ𝜀
(22.1)
Δ𝛿1 = (sin 𝜀 cos 𝛼) Δ𝜓 + (sin 𝛼) Δ𝜀
Rumus ini tidak valid jika bintang dekat dengan salah satu kutub langit. Jika hal ini terjadi,
lebih baik untuk menghitung koreksi di koordinat ekliptika dan hanya menambahkan Δ𝜓 pada
bujur, seperti yang disebutkan atas.
Kuantitas Δ𝜓 dan Δ𝜀 dapat dihitung dengan cara metode yang dijelaskan dalam Bab 21,
selama kemiringan ekliptika 𝜀 dinyatakan dengan rumus (21.2).

Pengaruh Aberasi
Misalkan saja 𝜆 dan 𝛽 masing-masing bujur dan lintang langit dari bintang tertentu, 𝜅
konstanta aberasi (20".49552), Θ adalah Bujur (geometris) sejati Matahari, 𝜀 eksentrisitas orbit
Bumi, dan 𝜋 bujur dari perihelion orbit ini.
Θ dapat dihitung dengan metode yang diuraikan dalam Bab 24, sementara
𝑒 = 0.016708617 − 0.000 042 037 𝑇 − 0.000 000 1236 𝑇 2
𝜋 = 102°. 937 35 + 1°. 719 53 𝑇 + 0°. 000 46 𝑇 2
dimana T adalah waktu dalam abad Julian epoch J2000.0, seperti pada rumus (21.1).
Kemudian perubahan bujur dan lintang dari bintang karena aberasi tahunan adalah:
−𝜅 cos (Θ − 𝜆) + 𝑒 𝜅 cos(𝜋 − 𝜆)
Δ𝜆 =
cos 𝛽
(22.2)
Δβ = − κ sin β (sin ( Θ − λ) − e sin(π − λ)) }

111
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dalam koordinat ekuator, perubahan pada askensio rekta 𝛼 dan deklinasi 𝛿 dari bintang
akibat aberasi tahunan adalah:
cos 𝛼 cos Θ cos 𝜀 + sin 𝛼 sin Θ
Δ𝛼2 = − 𝜅
cos 𝛿
cos 𝛼 cos 𝜋 cos 𝜀 + sin α sin 𝜋
+ 𝑒𝜅
cos 𝛿 (22.3)

Δ𝛿2 = −𝜅 [cos Θ cos 𝜀 (tan 𝜀 cos 𝛿 − sin 𝛼 sin 𝛿) + cos 𝛼 sin 𝛿 sin Θ]
+ 𝑒𝜅 [cos 𝜋 cos 𝜀 (tan 𝜀 cos 𝛿 − sin 𝛼 sin 𝛿) + cos 𝛼 sin 𝛿 sin 𝜋] }
Total koreksi untuk 𝛼 dan 𝛿, akibat pengaruh Nutasi dan aberasi masing-masing adalah
Δ𝛼1 + Δ𝛼2 dan Δ𝛿1 + Δ𝛿2. Dihitung dari rumus di atas, keduanya dinyatakan dalam detik
busur(jika Δ𝜓, Δ𝜀 dan 𝜅 adalah dinyatakan dalam satuan yang sama).
Catatan penting. - Rumus (22.2) dan (22.3) adalah rumus lengkap untuk komponen aberasi.
Dalam rumus tersebut sudah termasuk komponen E, dan harus digunakan untuk posisi bintang
yang disajikan dalam FK5 [3] dan dalam semua katalog berdasarkan hal itu.
Namun, jika posisi FK4 yang digunakan, bagian-bagian dari rumus (22.2) dan (22.3) yang
berisi eksentrisitas orbit Bumi e harus dihilangkan, seperti dijelaskan pada Bab 20.

Contoh 22.a — Hitung tempat tampak dari 𝜃 Persei pada 13.19 TD November 2028.
Posisi rata-rata bintang ini pada saat tertentu, termasuk efek gerak diri dapat dilihat pada
contoh 20.b, yaitu:
𝛼 = 2h46m11s.331 = 41°.5472 𝛿 = +49°20'54".54 = +49°.3485
Nutasi pada Bujur dan pada kemiringan di saat yang sama, dapat diperoleh dengan metode
yang diberikan di Bab 21. Kita peroleh:
Δ𝜓 = +14". 861 Δ𝜀= +2".705
Rumus (21.2) menghasilkan 𝜀 = 23°.436, sedangkan Bujur sejati Matahari, dihitung dengan
metode ('ketelitian rendah') yang diberikan pada 24 adalah Θ = 231°.328. (ketelitian 0.01 derajat
cukup memadai untuk kasus ini), selanjutnya kita mendapatkan:
T = +0.288 6705 e = 0.016 696 47 𝜋=103°.434
Dengan memasukkan nila 𝛼, 𝛿, 𝜀, Δ𝜓, Δ𝜀, Θ, 𝑒 dan 𝜋 dalam rumus (22.1) dan (22.3), orang
akan dapatkan :
Δ𝛼1 = +15". 843 Δ𝛿1 = +6". 218
Δ𝛼2 = +30". 047 Δ𝛿2 = +6". 696
dan koreksi total pada askensio rekta dan deklinasi adalah:
Δ𝛼 = +15".843 + 30". 047 = +45".890 = +3s.059
Δ𝛿 = +6". 218 + 6". 696 = +12". 91
Oleh karena itu, koordinat tampak dari bintang adalah:
𝛼 = 2h46m11s.331 + 3s.059 = 2h46m14s.390
𝛿 = +49°20'54".54 + 12".91 = +49°21'07".45

Rumus (22.2) dan (22.3) mengandung efek eksentrisitas orbit Bumi dan akan memberikan
hasil yang cukup akurat. Namun demikian, hasil ini tidak eksak karena rumus tersebut didasarkan

112
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

pada gerakan Bumi tanpa gangguan dalam orbit elips. Sebenarnya, gerakan Bumi agak terganggu
gaya tarik bulan dan planet-planet. Dan Matahari sendiri perlahan-lahan bergerak di sekitar pusat
massa sistem tata surya, terutama akibat pengaruh Jupiter dan Saturnus yang berukuran besar.
Jika kita menginginkan hasil yang sangat akurat, aberasi bintang harus dihitung dari total
kecepatan Bumi mengacu pada barycenter ini. Salah satu metode untuk melakukan perhitungan ini
telah dituliskan oleh Ron dan Vondrak [4].
Jika T = (JD - 2451545)/36525, seperti sebelumnya adalah waktu abad Julian sejak J2000.0,
Selajutnya hitung untuk saat yang diinginkan; sudut dalam rumus berikut dinyatakan dalam radian:
L2 = 3.176 146 7 + 1021.328 5546 T
L3 = 1.753 470 3 + 628.307 584 9 T
L4 = 6.203 480 9 + 334.061 243 1 T
L5 = 0.599 546 5 + 52.969 096 5 T
L6 = 0.874 016 8 + 21.329 909 5 T
L7 = 5.481 293 9 + 7.478 159 9 T
L8 = 5.311 886 3 + 3.813 303 6 T
L' = 3.810 344 4 + 8 399.684 733 7 T
D = 5.198 466 7 + 7 771.377 148 6 T
M' = 2.355 555 9 + 8 328.691 428 9 T
F = 1.627 905 2 + 8 433.466 160 1 T
Kuantitas L2 sampai dengan L8 adalah bujur rata-rata dari planet Venus sampai Neptunus
mengacu pada ekuinoks J2000.0 (efek Merkurius dan Pluto diabaikan), sedangkan L' adalah bujur
Bulan rata-rata.
TABEL 22.A
Komponen Kecepatan Bumi mengacu pada pusat massa sistem tata surya
X' Y' Z'
No. Argumen
sin Cos sin cos sin Cos
1 L3 -1719914 - 2T -25 25 - 13T 1578089 + 156T 10 + 32T 684185 - 358T
2 2L3 6434 + 141T 28007 - 107T 25697 - 95T -5904 - 130 T 11141 - 48T -2559 - 55T
3 L5 715 0 6 -657 -15 -282
4 L' 715 0 0 -656 0 -285
5 3L3 486 - 5T -236 - 4T -216 - 4T -446 + 5T -94 -193
6 L6 159 0 2 -147 -6 -61
7 F 0 0 0 26 0 -59
8 L' + M' 39 0 0 -36 0 -16
9 2L5 33 -10 -9 -30 -5 -13
10 2L3 - L5 31 1 1 -28 0 -12
11 3L3 - 8L4 + 3L5 8 -28 25 8 11 3
12 5L3 - 8L4 + 3L5 8 -28 -25 -8 -11 -3
13 2L2 - L3 21 0 0 -19 0 -8
14 L2 -19 0 0 17 0 8
15 L7 17 0 0 -16 0 -7
16 L3 - 2L5 16 0 0 15 1 7
17 L8 16 0 1 -15 -3 -6
18 L3 + L5 11 -1 -1 -10 -1 -5
19 2L2 - 2L3 0 -11 -10 0 -4 0

113
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

X' Y' Z'


No. Argumen
sin Cos sin cos sin Cos
20 L3 - L5 -11 -2 -2 9 -1 4
21 4L3 -7 -8 -8 6 -3 3
22 3L3 -2L5 -10 0 0 9 0 4
23 L2 - 2L3 -9 0 0 -9 0 -4
24 2L2 - 3L3 -9 0 0 -8 0 -4
25 2L6 0 -9 -8 0 -3 0
26 2L2 - 4L3 0 -9 8 0 3 0
27 3L3 - 2L4 8 0 0 -8 0 -3
28 L' + 2D - M' 8 0 0 -7 0 -3
29 8L2 - 12L3 -4 -7 -6 4 -3 2
30 8L2 - 14L3 -4 -7 6 -4 3 -2
31 2L4 -6 -5 -4 5 -2 2
32 3L2 - 4L3 -1 -1 -2 -7 1 -4
33 2L3 - 2L5 4 -6 -5 -4 -2 -2
34 3L2 - 3L3 0 -7 -6 0 -3 0
35 2L3 - 2L4 5 -5 -4 -5 -2 -2
36 L' - 2D 5 0 0 -5 0 -2

Kemudian komponen X', Y', Z' dari kecepatan Bumi mengacu pada barycenter
dari sistem tata surya, di kerangka referensi ekuator J2000.0. adalah sama dengan jumlah dari
komponen yang diberikan pada Tabel 22.A. Di sini, argumen masing-masing sinus
dan cosinus adalah kombinasi-linear dari beberapa sudut L2, L3, dst. Misalnya, komponen pada
baris 12 pada tabel mempunyai argumen sudut:
A = 5L3 - 8L4 + 3L5
dan kontribusi kepada komponen kecepatan adalah:
ke X' : +8 sin A - 28 cos A
ke Y ' : -25 sin A - 8 cos A
ke Z' : -11 sin A - 3 cos A
Jadi nilai-nilai X', Y', Z' yang diperoleh dinyatakan dalam satuan dari 10-8 satuan astronomi
per hari. Misalkan c adalah kecepatan cahaya dalam satuan yang sama, yaitu:
c = 17 314 463 350.
Kemudian perubahan askensio rekta bintang dan deklinasi akibat aberasi taunan dalam
radian, dinyatakan dalam rumus (22.4).
𝑌 ′ cos 𝛼 − 𝑋 ′ sin 𝛼
Δ𝛼 =
𝑐 cos 𝛿
(22.4)
(𝑋 ′ cos 𝛼 + 𝑌 ′ sin 𝛼) sin 𝛿 − 𝑍 ′ cos 𝛿
Δ𝛿 = − }
𝑐
Penting untuk dicatat bahwa komponen kecepatan bumi, seperti yang dihitung dengan Tabel
22.A, diberikan dalam sistem koordinat kartesian berdasarkan ekuator tetap dan ekuinoks dari FK5
untuk epoch J2000.0, bukan mengacu pada ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu. Akibatnya,
jika metode Ron-Vondrak untuk perhitungan aberasi lebih disukai dibandingkan rumus (22.3),
selanjutnya koreksi (22.4) harus dilakukan sebelum perhitungan efek Presesi dan Nutasi. Dengan

114
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

kata lain, urutan perhitungan adalah sebagai berikut: Posisi FK5 (J2000.0), gerak diri, aberasi
(Tabel 22.A dan rumus 22.4), presesi (ekspresi 20.3 dan 20.4), nutasi (Bab 21 dan rumus 22.1).

Contoh 22.b — Mari kita hitung lagi tempat tampak dari 𝜃 Persei pada 13.19 TD November
2028, tetapi sekarang dengan algoritmaRon-Vondrak.
Seperti pada contoh 20.b, kita dapatkan koordinat bintang untuk epoch 13.19 November
2028, tetapi mengacu pada ekuinoks rata-rata J2000.0, adalah (diperbolehkan untuk gerak diri).
𝛼 = 2h44m12s.9747 = +41°.054 0613
𝛿 = +49°13'39".896 = +49°. 227 7489
Kita pertahankan desimal di sini, dalam rangka menghindari kesalahan pembulatan.
T = +0.288 670 500 L' = 2428.5515363 rad
L2 = 298.003 5712 rad. D = 2248.565 7939
L3 = 183.127 3350 M' = 2406.603 0750
L4 = 102.637 1070 F = 2436.120 7984
L5 = 15.890 1621
L6 = 7.031 3324 X' = -1363 700
L7 = 7.640 0181 Y' = + 990 286
L8 = 6.412 6746 Z' = + 429 285

Rumus (22.4) kemudian menghasilkan:


𝛼 = +0.000 145 252 radian = +0°. 008 3223
𝛿 = +0.000 032 723 radian = +0°. 001 8749
sehingga nilai baru untuk 𝛼 dan 𝛿, dikoreksi Aberasi, tetapi masih menacu pada kerangka
referensi J2000.0, adalah:
𝛼 = 41°.054 0613 + 0°.008 3223 = +41°.062 3836
𝛿 = 49°.227 7489 + 0°.001 8749 = +49°.229 6238
Efek Presesi diperoleh dengan rumus (20.4). Nilai 𝜁, z, dn Θ untuk waktu yang sama, yang
diperoleh dari contoh 20.b. Sekarang kita dapatkan:
A = +0.430 549 036
B = +0.488 867 290
C = +0.758 706 993
𝛼 baru = +41°.555 5635
𝛿 baru = +49°. 350 3415
Akhirnya, koreksi Nutasi dirumuskan dengan (22.1) Seperti dalam contoh 22.a, kita
dapatkan Δ𝜓 =+14".861, Δ𝜀 = +2".705,dan 𝜀 = 23°.436. Kita proleh:
Δ𝛼 = +15".844 = -0°.004 4011
Δ𝛿 = +6".217 = +0°.0017270
Oleh karena itu askensio rekto tampak dan deklinasi tampak adalah:
𝛼 = 41°.555 563 5 + 0°.004 401 1 = 41°.559 964 6
= 2h46m14s.392

115
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝛿 = 49°.350 341 5 + 0°.001 727 0 = +49°.352 068 5


= +49°21'07". 45
Bandingkan hasil ini dengan yang dari contoh 22.a.

Daftar Pustaka
1. Sky and Telescope, Vol. 77, halaman 288 (Maret 1989).
2. Robert Burnham, Burnham's Celestial Handbook, Vol. Ill, halaman 2126 (Dover Publications,
New "York; 1978).
3. Fifth Fundamental Catalogue (FK5), Veroffentlichungen Astronomisches Rechen-Institut
Heidelberg, No. 32 (Karlsruhe, 1988).
4. C. Ron, J. Vondrak, "Expansion of Annual Aberration into Trigonometric Series", Bull. Astjron.
Inst. Czechosl., Vol. 37, halaman 96-103 (1986).

116
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 23. Reduksi Elemen Ekliptika dari Satu


Ekuinoks ke ekuinoks lainnya

Untuk beberapa kasus, kadang diperlukan mereduksi Elemen orbit sebuah planet, planet
minor, atau komet dari satu ekuinoks ke ekuinoks lainnya. Tentu saja, sumbu semimajor a dan
eksentrisitas e tidak berubah ketika orbitnya mengacu ke ekuinoks lain, dan karenanya hanya tiga
elemen:
i = inklinasi,
𝜔 = argumen perihelion,
Ω = bujur titik daki,
harus dipertimbangkan di sini. Misalkan io, 𝜔𝑜 , Ω𝑜 menjadi nilai yang diketahui dari unsur-unsur di
epoch awal, dan i, 𝜔, Ω nilai-nilainya (tidak diketahui) di epoch akhir.
Dalam Gambar pada halaman 135, Eo dan 𝛾𝑜 adalah ekliptika dan vernal ekuinoks pada
epoch awal, dan E dan 𝛾 ekliptika dan ekuinoks di epoch akhir. Sudut antara dua ekliptika
dinotasikan dengan 𝜂, dan orbit perihelion dengan P.
Seperti dalam Bab 20, misalkan T adalah interval waktu, dalam abad Julian antara J2000.0
dan epoch awal, dan interval t, dalam satuan yang sama, antara epoch awal dan epoch akhir.
Kemudian hitunglah sudut 𝜂, Π dan 𝑝 dengan cara rumus (20.5) atau, jika epoch awal adalah
J2000.0, dengan rumus (20.6).
Cari 𝜓 = Π + 𝑝. Kemudian kuantitas i dan Ω − 𝜓, dan karenanya dapat dihitung dari:

cos i = cos 𝑖𝑜 cos 𝜂 + sin 𝑖𝑜 sin 𝜂 cos (Ω𝑜 − Π) (23.1)

sin 𝑖 sin(Ω − 𝜓) = sin 𝑖𝑜 sin(Ω𝑜 − Π)


(23.2)
sin 𝑖 cos(Ω − 𝜓) = − sin 𝜂 cos 𝑖𝑜 + cos 𝜂 sin 𝑖𝑜 cos(Ω𝑜 − Π)

Rumus (23.1) tidak harus digunakan bila sudut inklinasinya kecil.


Kemudian 𝜔 = 𝜔𝑜 + Δ𝜔, dimana Δ𝜔 dapat dihitung dari rumus:

sin 𝑖 sin Δ𝜔 = − sin 𝜂 sin(Ω𝑜 − Π)


(23.3)
sin 𝑖 cos Δ𝜔 = sin 𝑖𝑜 cos 𝜂 − cos 𝑖𝑜 sin 𝜂 cos(Ω𝑜 − Π)

Jika 𝑖𝑜 = 0, maka Ω𝑜 tidak dapat ditentukan, dan kita mempunyai 𝑖 = 𝜂 dan


Ω = 𝜓 + 180°.
Penting untuk dicatat bahwa metode yang dijelaskan di sini mereduksi elemen-elemen orbit
𝑖, 𝜔 dan Ω dari satu ekuinoks ke ekuinoks lainnya, tetapi elemen orbit baru tetap berlaku untuk
epoch yang sama dengan elemen-elemen awal. Hal ini, pada kenyataannya, orbitnya sama.
Perhitungan elemen orbit untuk epoch lain sama sekali berbeda kasus (mekanika langit!)
yang tidak bisa kita bahas di sini.

117
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 23.a — Dalam Catalogue General des Orbites de Cometes de l'an -466 a 1952 [Observatoire
de Paris, Section d'Astrophysique de Meudon (1952)], F. Baldet dan G. De Obaldia
memberikan elemen-elemen orbit berikut untuk komet Klinkenberg (1744),
mengacu pada ekuinoks rata-rata B1744.0:
𝑖𝑜 = 47°.1220
𝜔𝑜 = 151°.4486
Ωo = 45°.7481
Reduksi elemen-elemen ini ke ekuinoks standar B1950.0.
Epoch terakhir adalah B1950.0, atau (JD) = 2433 282.4235 (lihat Bab 20), dan epoch awal
adalah 206 tahun tropis lebih awal (karena kedua epoch berkorelasi dengan permulaan tahun
Besselian), pleh karenanya:
(JD)o = 2433 282.4235 - 206 x 365.242 1988) = 2358 042.5305.
Kemudian kita akan peroleh:
T = -2.559 958 097
t = 2.059 956 002
𝜂 = 97".0341 = 0°.026 954
Π = 174°.876 384 - 10205".9108 = 172°.041409
p = +10 352". 7137 = +2°.875 754
𝜓 = 174°.917 163
Kemudian rumus (23.2) menghasilkan:
sin i sin (Ω − 𝜓) = -0.5906 3831 = A
sin i cos (Ω − 𝜓) = -0.4340 8084 = B
dari persamaan tersebut didapatkan sin 𝑖 = √𝐴2 + 𝐵2 =0.7329 9372, 𝑖 = 47°. 1380
Ω − 𝜓 = ATN2 (A, B) = -126°.313 473
Ω = 48°. 6037
Rumus (23.3) menghasilkan:
sin 𝑖 sin Δ𝜔 = 0.0003 7917
sin 𝑖 cos Δ𝜔 = +0.7329 9362
oleh karena itu Δ𝜔 = +0°. 0296, dan 𝜔 = 151°.4782.
Dalam katalog tentang Orbit komet (edisi keenam, 1989), Marsden memberikan nilai i = 47°.
1378, 𝜔 = 151°.4783, Ω = 48°.6030. Perbedaan dari 0°.0007 antara nilai-nilai Ω dari fakta baru
rumus presesi IAU menghasilkan untuk presesi umum dalam nilai bujur yang sedikit lebih besar
(+1".1 per abad) daripada yang diadopsi oleh Newcomb. Efeknya lebih 206 tahun (1744-1950)
sebesar 0.0006 derajat.

Jika ekuinoks awal B1950.0, dan ekuinoks akhir J2000.0, maka rumus untuk
menyederhanakannya sebagai berikut:

118
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑆 = 0.000 113 9788 𝐶 = 0.999 999 9935

𝑊 = Ω𝑜 − 174°. 298 782

𝐴 = sin 𝑖𝑜 sin 𝑊

𝐵 = 𝐶 sin 𝑖𝑜 cos 𝑊 − 𝑆 cos 𝑖𝑜


𝐴 (23.4)
sin 𝑖 = √𝐴2 + 𝐵2 tan 𝑥 =
𝐵
Ω = 174°. 997 194 + x

dan akhirnya 𝜔 = 𝜔𝑜 + Δ𝜔, dengan


−𝑆 sin 𝑊
tan Δ𝜔 =
𝐶 sin 𝑖𝑜 − 𝑆 cos 𝑖𝑜 cos 𝑊 }
Diperlukan kehati-hatian untuk kuadran benar dari sudut x dan Δ𝜔. Untuk keamanan,
sebaiknya dihitung dengan fungsi ATN2, jika fungsi ini tersedia dalam bahasa pemrograman
komputer, misalnya x = ATN2 (A, B). Kecuali jika inklinasi orbit sangat kecil, nilai baru Ω
diperkirakan sekitar 0°.7 lebih besar dari nilai awal Ω𝑜 dan Δ𝜔 harus berada di dekat 0°, tidak
dekat 180°.

Contoh 23.b —- S. Nakano menghitung elemen orbit berikut untuk tahun 1990 kembalinya komet
Encke secara periodik (Planet Minor Sirkular 12577):
Epoch = 5.0 TD November 1990 = JDE 2448 200.5
T = 28.545 02 TD Oktober 1990
𝑞 = 0.330 8858 𝑖 = 11°. 939 11
𝑎 = 2.209 1404 Ω = 334°. 040 96 } 1950.0
𝑒 = 0.850 2196 𝜔 = 186°. 244 44
Kita ingin mereduksi i, Ω, dan 𝜔 ke ekuinoks J2000.0, dan kita dapatkan berturut-turut:
W = 159°.742 178
A = +0.071 628 446 5
B = -0.194 187 314 9
Kemudian kita mempunyai:
sin i = 0.206 9767 Ω = 334°.750 06
i = 11°. 94.524 Δ𝜔 = -0°.010 92
x = 159°. 752 866 𝜔 = 186°.233 52
Elemen-elemen orbit lainnya (T, q, a, e) tetap tidak berubah, dan Epochnya masih 5.0
November 1990.

Namun, rumus (23.4) menganggap bahwa elemen-elemen 𝑖𝑜 , 𝜔𝑜 , dan Ω𝑜 diberikan dalam


sistem FK5. Untuk mengkonversi elemen-elemen dari B1950.0/FK4 ke J2000.0/FK5, orang bisa
menggunakan algoritma berikut menurut Yeomans (Catatan dari D.K. Yeomans, Ketua Komite
Peralihan Sistem IAU System Transition Commitee, ke Richard West, Presiden Komisi IAU 20; 10
Agustus 1990).

119
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Misalkan,
L' = 4.500 016 88 derajat
L = 5.198 562 09 derajat
J = 0.006 519 66 derajat
W = L + Ω𝑜
Kemudian kita mempunyai:
sin (𝜔 − 𝜔𝑜 ) sin i = sin J sin W
cos (𝜔 − 𝜔𝑜 ) sin i = sin 𝑖𝑜 cos J + cos 𝑖𝑜 sin J cos W
cos i = cos 𝑖𝑜 cos J - sin 𝑖𝑜 sin J cos W

sin (𝐿 + Ω) sin i = sin 𝑖𝑜 sin W
cos (𝐿′ + Ω) sin i = cos 𝑖𝑜 sin J + sin 𝑖𝑜 cos J cos W
yang mana i, 𝜔 dan Ω dapat dihitung.

Contoh 23.c - nilai awal yang sama 𝑖𝑜 , Ω𝑜 dan 𝜔𝑜 seperti pada contoh 23.b.
Kita memperoleh:
𝑖 = 11°. 945 21

Ω = 334.750 43 FK5, J2000.0

𝜔 = 186.233 27}

120
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 24. Koordinat Matahari

Akurasi rendah
Jika akurasi 0.01 derajat dianggap memadai, posisi Matahari dapat dihitung dengan asumsi
gerakan Bumi murni berbentuk elipsoid, yang mana gangguan disebabkan oleh Bulan dan planet-
planet dapat diabaikan. Perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut.
Sebut saja JD adalah Hari Julian (Ephemeris), yang dapat dihitung dengan menggunakan
metode yang dijelaskan dalam Bab 7. Maka waktu T, diukur dalam abad Julian berdurasi 36.525
hari ephemeris dihitung dari epoch J2000.0 (Tanggal 1.59 Januari Waktu Dinamis tahun 2000),
dirumuskan dengan:
𝐽𝐷 − 2451 545.0 (24.1)
𝑇 =
36525
Kuantitas ini harus dihitung dengan jumlah desimal yang memadai. Misalnya, lima desimal
tidak cukup (kecuali Bujur Matahari tidak diperlukan dengan akurasi lebih baik dari satu derajat):
ingat bahwa T dinyatakan dalam satuan abad, sehingga kesalahan 0.00001 di dalam T berarti
kesalahan waktu 0.37 hari.
Selanjutnya bujur geometrik rata-rata Matahari, mengacu pada ekuinoks pada saat tanggal
tertentu, dinyatakan dengan:
Lo = 280°.46645 + 36 000°.769 83 T + 0°.0003032 T2 (24.2)
Anomali rata-rata Matahari adalah
M = 357°52910 + 35 999°.050 30 T - 0°.000 1559 T2
(24.3)
- 0°.000 000 48 T3
Eksentrisitas orbit Bumi adalah
e = 0.016 708 617 - 0.000 042 037 T - 0.000 000 1236 T2 (24.4)
Kemudian cari persamaan Matahari dari pusat C sebagai berikut:
C = + (1°.914 600 - 0°.004817 T - 0°.000014 T2) sin M
+ (0°.019 993 - 0°.000 101 T) sin 2M
+ 0°.000 290 sin 3M
Selanjutnya Bujur Matahari sejati adalah
Θ = 𝐿𝑜 + 𝐶
dan anomali Matahari sejati adalah v = M + C.
Vektor radius Matahari atau jarak Bumi ke Matahari diekspresikan dalam unit astronomi
(Astronomical Unit), dirumuskan sebagai berikut:
1.000 001 018 (1 − 𝑒 2 )
𝑅 = (24.5)
1 + 𝑒 cos 𝑣
Fraksi pembilang adalah sebuah kuantitas yang bergerak sangat pelan seiring dengan
perjalanan waktu. Kuantitas ini sama dengan

9
1.5 berarti tanggal 1 jam 12:00

121
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

0.999 7190 di tahun 1800


0.999 7204 1900
0.999 7218 2000
0.999 7232 2100
Bujur Matahari Θ, diperoleh dengan metode yang dijelaskan di atas, adalah bujur geometris
sejati mengacu pada ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu. Bujur ini adalah kuantitas yang
dibutuhkan misalnya dalam perhitungan posisi-posisi geosentrik planet.
Jika bujur Matahari tampak , mengacu pada ekuinoks pada tanggal tertentu, yang ingin
dihitung, maka perlu untuk mengkoreksi Θ dengan nutasi dan aberasi. Kecuali kalau diinginkan
akurasi tinggi, hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:
 = 125°.04 - 1934°.136 T
 = Θ - 0°.00569 - 0°.00478 sin 
Dalam beberapa kasus, misalnya dalam kasus meteor, perlu menghitung bujur Matahari yang
mengacu pada ekuinoks standar J2000.0. Antara tahun 1900 dan 2100, perhitungan ini dapat
dilakukan dengan akurasi yang memadai dengan rumus berikut ini:
Θ 2000 = Θ - 0°.01 397 (tahun -2000)
Jika bujur Matahari, mengacu pada ekuinoks standar J2000.0, harus diperoleh dengan
akurasi yang lebih tinggi dari 0.01 derajat, maka metode yang diberikan dalam Bab 25 dapat
digunakan.
Lintang Matahari, mengacu pada ekliptika pada tanggal tertentu, tidak pernah melebihi 1".2.
Kecuali kalau akurasi yang tinggi diperlukan, lintang ini boleh dianggap sama dengan nol. Dalam hal
ini, kenaikan yang askensio rekta 𝛼 dan deklinasi Matahari 𝛿 dapat dihitung dengan rumus (24.6)
dan (24.7), di mana 𝜀, adalah kemiringan ekliptika (obliquity of the ecliptic), diberikan dalam
persamaan (21.2).
cos 𝜀 sin Θ
tan 𝛼 = (24.6)
cos Θ
sin 𝛿 = sin 𝜀 sin Θ (24.7)
Jika posisi Matahari tampak yang diperlukan, maka dalam rumus (24.6) dan (24.7), maka
seseorang harus menggunakan 𝜆 bukan Θ, dan 𝜀 harus dikoreksi dengan kuantitas
+ 0°.00256 cos 
Rumus (24.6) tentu saja dapat ditransformasikan dengan
tan  = cos  tan Θ
dan kemudian harus diingat bahwa  harus berada dalam kuadran yang sama seperti Θ.
Namun, jika fungsi ATN2 tersedia dalam bahasa pemrograman komputer, sebaiknya tidak merubah
rumus (24.6), dan untuk menerapkan fungsi ATN2 dengan pembilang dan penyebut dari fraksi:  =
ATN2 (cos 𝜀 sin Θ, cos Θ).

Contoh 24.a — Hitung Posisi Matahari pada tanggal 13 Oktober 1992 jam 0h Waktu Dinamis
= JDE 244 908.5.
Kita dapatkan berturut-turut sebagai berikut:

122
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

T = -0.072 183 436


Lo = -2318°.19281 = 201°.807 19
M = -2241°.00604 = 278°.99396
e = 0.016 711 651
C = -1°.897 32
Θ = 199°.90987 = 199°54'36"
R = 0.99766
Ω = 264°.65
𝜆 = 199°.90894 = 199°54'32"
𝜀𝑜 = 23°26'24".83 = 23°.440 23 [dengan rumus (21.2)]
𝜀 = 23°.43999
𝛼tampak = -161°.61918 = +198°.38082 = 13h.225 388 =
𝛿 tampak = -7°.78507 = -7°47'06"

Nilai yang benar, dihitung dengan cara lengkap VSOP87 teori (lihat Bab 31), adalah:
Bujur geometris, ekuinoks rata pada tanggal tertentu: Θ = 199° 54' 26".18
Bujur tampak : 𝜆 = 199° 54' 21".56
Lintang tampak : 𝛽 = + 0".72
Vektor radius : R = 0.997 608 53
Askensio Rekta tampak : 𝛼 = 13h13m30s.749
Deklinasi tampak : 𝛿 = -7°47'01".74

Akurasi lebih tinggi


Dalam buku mereka [1], Bretagnon dan Simon memberikan metode untuk menghitung bujur
Matahari dengan akurasi yang memadai untuk banyak terapan. Metode mereka menghasilkan
akurasi 0.0006 derajat (2".2) antara tahun 0 dan +2800, dan 0.0009 derajat (3".2) antara tahun -
4000 dan +8000, hanya dengan menggunakan 49 komponen periodik.
Akurasi yang sangat tinggi, lebih baik dari 0.01 detik busur, dapat diperoleh bila
menggunakan teori VSOP87 secara lengkap (lihat Bab 31), tetapi untuk perhitungan posisi Bumi
teori ini mengandung 2425 komponen periodik yang disediakan dalam pita magnetik oleh 'Bureau
des Longitudes', yaitu 1080 komponen untuk bujur Bumi, 348 untuk Lintang dan 997 untuk vektor
radius. Oleh karena jumlah datanya besar, maka data numerik tidak bisa disertakan dalam buku ini.
Sebaliknya, kita berikan dalam Lampiran II data-data komponen yang paling penting dari VSOP87,
yang memungkinkan kita menghitung posisi Matahari dengan kesalahan tidak melebihi 1" antara
tahun -2000 dan +6000. Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan Data komponen periodik Bumi pada Lampiran II, kita dapat menghitung Bujur
heliosentris L, lintang B dan vektor radius R untuk waktu tertentu, seperti dijelaskan pada Bab 31.
Jangan lupa bahwa waktu  diukur dari JDE 2451545.0 dalam Julian milenia (365 250 hari), bukan
dalam satuan abad, dan nilai-nilai akhir yang diperoleh untuk L dan B dinyatakan dalam radian.
Untuk memperoleh Bujur geosentrik Matahari Θ dan Lintang geosentrik Matahari ,
tambahkan 180° (atau  radian) pada L, dan merubah tanda B menjadi:

123
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Θ = L + 180°, 𝛽 = -B
Pengkonversian ke sistem FK5. - Bujur Matahari Θ dan Lintang 𝛽 yang diperoleh sejauh ini
mengacu pada ekliptika dinamis rata-rata dan ekuinoks pada tanggal tertentu didefinisikan dalam
"VSOP Planetary theory" karya P. Bretagnon. Kerangka acuan ini berbeda sedikit sekali dari sistem
FK5 standar yang disebutkan dalam Bab 20. Konversi koordinat Θ dan 𝛽 ke sistem FK5 dapat
dilakukan sebagai berikut, di mana T adalah waktu dalam satuan abad dari 2.000.0, atau T = 10 𝜏.
Hitung:
𝜆′ = Θ - 1°.397 T - 0°.00031 T2
Selanjutnya terapkan koreksi untuk Θ dan 𝛽 sebagai berikut:
ΔΘ = -0".09033
(24.9)
Δ𝛽 = +0".03916 (cos 𝜆′ - sin 𝜆′)
Koreksi-koreksi ini diperlukan hanya untuk perhitungan dengan akurasi sangat tinggi.
Koreksian tersebut dapat diabaikan jika menggunakan versi VSOP87 yang diberikan dalam
Lampiran II.
Tempat Matahari tampak. - Bujur Matahari Θ diperoleh sejauh ini adalah Bujur Matahari
('geometrik') sejati mengacu pada ekuinoks pada tanggal tertentu. Untuk mendapatkan bujur
tampak 𝜆, efek nutasi dan aberasi harus diperhitungkan.
Untuk nutasi, cukup menambah koreksi nutasi pada bujur Δ𝜓, pada Θ (lihat Bab 21).
Untuk memperhitungkan koreksi aberasi pada Bujur geometrik Matahari dengan rumus
20". 4898
− (24.10)
𝑅
dimana R adalah vektor radius Bumi dalam satuan astronomi (astronomical unit). Fraksi
pembilang untuk koreksi aberasi sama dengan konstan (𝜅 = 20".49552) dikalikan dengan a (1 - e2),
sama seperti pembilang dalam rumus (24.5). Oleh karena itu, pembilang pada rumus (24.10)
sebenarnya bervariasi sangat lambat seiring dengan waktu, yang sama dengan 20".4893 pada
tahun 0, dan 20".4904 pada tahun 4000.
Tapi yang lebih penting, rumus (24.10) tidak akan memberikan hasil yang tepat, karena
mengasumsikan lintasan Bumi tidak ada gangguan dalam lintasan berbentuk elips. Dengan alasan
gangguan-gangguan yang mempengaruhi lintasan Bumi, terutama karena Bulan, hasilnya bisa
berketelitian sampai 0".01.
Jika diperlukan hasil hitungan dengan akurasi yang sangat tinggi, maka tidak cukup dengan
menggunakan data dari Lampiran II untuk dipakai dalam proses perhitungan - yang mana koreksi
aberasi untuk bujur Matahari dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut. Cari variasi dari Bujur
Matahari Δ𝜆, dalam satuan detik busur per hari, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Koreksi
aberasi kemudian dapat dihitung sebagai berikut:

- 0.005 775 518 R Δ𝜆 (24.11)

dimana R adalah, seperti sebelumnya, vektor radius Matahari radius vektor dalam satuan
astronomi unit. Konstanta numerik dalam rumus di atas adalah waktu yang diperlukan cahaya
menempuh jarak dari Matahari ke Bumi dalam satuan hari (= 8.3 menit).
Setelah bujur Matahari dikoreksi dengan koreksi nutasi dan aberasi, kita akan dapatkan
Bujur Matahari tampak (Sun's apparent longitude), 𝜆.

124
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bujur (𝜆) dan lintang (𝛽) Matahari tampak dapat ditransformasikan ke Askensio Rekta
tampak, 𝛼 dan deklinasi tampak 𝛿 dengan menggunakan rumus (12.3) dan (12.4), di mana 𝜀 adalah
kemiringan ekliptika sejati, yaitu, dipengaruhi oleh nutasi pada kemiringan Δ𝜀.
Variasi bujur geosentrik Matahari, Δ𝜆 dalam detik busur per hari, dalam kerangka acuan
tetap J2000.0, dapat diperoleh dengan rumus yang diberikan pada halaman berikutnya, di mana 𝜏
adalah waktu dalam millenia (ribuan tahun) dari J2000.0 (seperti dalam Bab 31), dan argumen dari
sinus dalam derajat desimal.
Dalam rumus yang diberikan di sini, hanya komponen periodik yang penting saja yang
disajikan. Akibatnya, hasilnya tidak akan sangat teliti, namun untuk Δ𝜆 kesalahannya tidak akan
lebih dari 0".1. Jika hasil perhitungan nilai Δ𝜆 digunakan untuk menghitung aberasi Matahari
dengan cara pada rumus (24.11), kesalahan akan kurang dari 0".001.
Jika, untuk beberapa aplikasi lain, nilai Δ𝜆 diperlukan dengan mengacu pada ekuinoks rata-
rata pada tanggal tertentu, bukan dengan kerangka referensi yang tetap, komponen konstanta
3548.193 harus diganti dengan 3548.330.

Variasi harian, dalam detik busur, garis bujur geosentrik Matahari dalam kerangka acuan tetap
Waktu 𝜏 diukur dari epoch J2000.0 (JDE 2451 545.0) di Julian millenia (ribuan tahun).
Argumen dari sinus dalam derajat.
Δ𝜆 = 3548.193
+ 118.568 sin ( 87.5287 + 359 993.7286 𝜏)
+ 2.476 sin ( 85.0561 + 719 987.4571 𝜏)
+ 1.376 sin ( 27.8502 + 4 452 671.1152 𝜏)
+ 0.119 sin ( 73.1375 + 450 368.8564 𝜏)
+ 0.114 sin (337.2264 + 329 644.6718 𝜏)
+ 0.086 sin (222.5400 + 659 289.3436 𝜏)
+ 0.078 sin (162.8136 + 9 224 659.7915 𝜏)
+ 0.054 sin ( 82.5823 + 1 079 981.1857 𝜏)
+ 0.052 sin (171.5189 + 225 184.4282 𝜏)
+ 0.034 sin ( 30.3214 + 4 092 677.3866 𝜏)
+ 0.033 sin (119.8105 + 337 181.4711 𝜏)
+ 0.023 sin (247.5418 + 299 295.6151 𝜏)
+ 0.023 sin (325.1526 + 315 559.5560 𝜏)
+ 0.021 sin (155.1241 + 675 553.2846 𝜏)
+ 7.311 𝜏 sin (333.4515 + 359 993.7286 𝜏)
+ 0.305 𝜏 sin (330.9814 + 719 987.4571 𝜏)
+ 0.010 𝜏 sin (328.5170 + 1 079 981.1857 𝜏)
+ 0.309 𝜏 2 sin (241.4518 + 359 993.7286 𝜏)
+ 0.021 𝜏 2 sin (205.0482 + 719 987.4571 𝜏)
2
+ 0.004 𝜏 sin (297.8610 + 4 452 671.1152 𝜏)
+ 0.010 𝜏 3 sin (154.7066 + 359 993.7286 𝜏)
Komponen periodik di mana 𝜏 memiliki koefisien 359 993.7, 719 987, atau 1079 981,
disebabkan oleh eksentrisitas Orbit Bumi. komponen dengan 4452 671, 9224 660, atau 4092 677

125
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

adalah karena aksi Bulan; komponen dengan 450 369, 225 184, 315 560, atau 675 553 adalah
karena Venus; komponen dengan 329 645, 659 289, atau 299.296 disebabkan Jupiter, akhirnya,
komponen dengan 337 181 adalah karena aksi Mars.

Contoh 24.b. — Seperti pada contoh 24.a, hitunglah posisi Matahari pada tanggal 13.0 Oktober
1992 waktu dinamis= JDE 2448 908.5.
Dengan menggunakan data Bumi pada lampiran II, dengan metode seperti yang dijelaskan
pada Bab 31, kita mendapatkan hasil sebagai berikut:
L = -43.634 847 96 radian = -2500.092 628 derajat
+19.907 372 derajat
B = -0.000 003 12 radian = -0°.000179 = -0".644
R = 0.997 607 75
Oleh karenanya:
Θ = L + 180° = 199°.907 372
𝛽 = +0".644
Penkonversian ke sistem FK5, kita mendapatkan
𝜆′ = 200°.01 ΔΘ = -0".09033 = -0°.000 025 Δ𝛽= -0".023
Oleh karenanya:
Θ = 199°.907 347 = 199°54'26".449 𝛽 = +0".62
Koreksi Nutasi dihitung dengan menggunakan metode yang dijelaskan pada bab 21. Kita
mendapatkan hasil:
Δ𝜓 = +15".908 Δ𝜀 = -0".308 𝜀 sejati = 23°.440 1443
dan dengan rumus (24.10) koreksi aberasi adalah -20".539.
Selanjutnya, Bujur Matahari tampak adalah:
 = Θ + 15".908 - 20".539 = 199° 54' 21".818
Kemudian, dengan rumus (12.3) dan (12.4)
𝛼 = 198°.378 178 = 13h13m30s. 763
𝛿 = -7°.783871 = -7°47'01".94
Ringkasan hasil yang diperoleh adalah:
Θ = 199°54'26".45 R = 0.997 607 75
𝜆 = 199°54'21".82 𝛼 = 13h13m30s.763
𝛽 +0".62 𝛿 = -7°47'01".94
Hasil tersebut di atas, dibandingkan dengan hasil yang lebih akurat seperti yang disebutkan
pada akhir contoh 24.a. Hasil perhitungan kita sekarang jauh lebih baik dari yang diperoleh dengan
metode akurasi rendah.

Daftar Pustaka
1. P. Bretagnon and J.-L. Simon, Planetary Programs and Tables from -4000 to +2800 (Willmann-
Bell, Richmond, 1986).

126
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 25. Koordinat Kartesian Matahari

Koordinat kartesian geosentrik ekuatorial Matahari X, Y, Z diperlukan untuk perhitungan


ephemeris dari seuah planet minor (lihat Bab 32) atau komet. Pusat koordinat ini adalah pusat
bumi. Sumbu X diarahkan pada vernal ekuinoks (bujur 0°), sumbu Y terletak pada bidang ekuator
juga dan diarahkan pada bujur 90°, sedangkan sumbu Z diarahkan menuju kutub utara langit.
Nilai-nilai X, Y, Z disajikan setiap hari di 0h TD di almanak astronomi besar, yang disajikan
dalam satua astronomi. Umumnya mereka tidak megacu ke ekuator rata-rata dan ekuinoks rata-
rata pada tanggal tertentu, tetapi mengacu ke ekuinoks standar, misalnya referensi J2000.0.

Mereferensi ke Ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu


Hitung koordinat geometris Matahari dengan Metode ('akurasi tinggi') dijelaskan pada Bab
24, yaitu, dengan koreksi (24.9) untuk reduksi ke sistem FK5, tetapi tanpa koreksi Nutasi dan
Aberasi.
Jika Θ dan 𝛽 adalah bujur dan lintang geometris Matahari, dan R vektor radius dalam satuan
astronomi, maka koordinat kartesian Matahari yang dikehendaki, mengacu pada rata-rata ekuator
dan ekuinoks pada tanggal tertentu, dirumuskan sebagai berikut:
X = R cos 𝛽 cos 𝜃
Y = R (cos 𝛽 sin 𝜃 cos 𝜀 - sin 𝛽 sin𝜀) (25.1)
Z = R (cos 𝛽 sin 𝜃 sin 𝜀 + sin 𝛽 cos 𝜀)
dimana 𝜀 adalah kemiringan rata-rata ekliptika dirumuskan pada (21.2).
Karena lintang Matahari mengacu ekliptika pada tanggal tertentu, tidak pernah melebihi 1.2
detik busur, maka dapat dianggap cos 𝛽 = 1 di rumus (25.1).

Contoh 25.a — Untuk 13.0 TD Oktober 1992 = JDE 2448 908.5, lihat Contoh 24.b:
Θ = 199°. 907 347 𝛽 = +0".62
R = 0.997 607 75
Untuk waktu tertentu yang diberikan, rumus (21.2) menghasilkan:
𝜀 = 23°26'24".827 = 23°.440 229 7
oleh karena itu dengan rumus (25.1),
X = -0.937 995 2
Y = -0.311 654 4
Z = -0.135 121 5

Mereferensi ke Ekuinoks Standar J 2000.0


Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 31, menghitung pada waktu yang diberikan, Bujur
heliosentris Bumi L dan lintang B mengacu pada ekuinoks dari J2000.0, dan vektor radius. Untuk
tujuan ini, gunakan dari Lampiran II data untuk Bumi, dengan pengecualian berikut ini:
- Pada bagian L1, koefisien pertama 'A', yaitu 628 331 966 747, ganti dengan 628 307 584 999;
- Bagian L2, L3 dan L4 harus diganti dengan yang diberikan pada Tabel 25. A;

127
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

- Buang bagian L5;


- Untuk perhitungan lintang B, gunakanlah bagian B0 dari Lampiran II, Tetapi bagian B1 ke B4
dari Tabel 25.A.
Untuk memperoleh Bujur geosentrik Matahari Θ dengan menambahkan 180° (atau 𝜋 radian) ke L,
dan lintang Matahari B dengan mengubah tanda B. Yaitu,
Θ = L + 180°, 𝛽 = -B
[Pada tahap ini, jika hanya Bujur geometris Matahari mengacu ekuinoks standar J2000.0
yang diinginkan,maka kurangkan 0".090 33 dari Θ untuk mengubah bujur dari VSOP ekuinoks
dinamik keekuinoks FK5, seperti dalam (24.9). - Jika tidak, jangan melakukan koreksi ini dan
lanjutkan sebagai berikut.]
Hitung: X = R cos 𝛽 cos 𝜃
Y = R cos 𝛽 sin 𝜃 (25.2)
Z = R sin 𝛽
TABEL 25.A
Bumi J2000.0 (Beberapa komponen saja)
No A B C
L2 1 8 722 1.0725 6 283.075 8
2 991 3.1416 0.000 0
3 295 0 437 12 566.152 0
4 27 0 05 3.520 0
5 16 5 19 26 .300v
6 16 3.69 155.420 0
7 9 0.30 18 849.230 0
8 9 2 06 77 713.770 0
9 7 0.83 775.520 0
10 5 4 66 1 577.340 0
11 4 1.03 7.110 0
12 4 3.44 5 573.140 0
13 3 5 14 796.300 0
14 3 6.05 5 507.550 0
15 3 1 19 242 730 0
16 3 6 12 529.690 0
17 3 0.30 398.150 0
18 3 2 28 553.570 0
19 2 4.38 5 223.690 0
20 2 3.75 0.980 0
L3 1 289 5.842 6 283.076 0
2 21 6.05 12 566.150 0
3 3 5.20 155.420 0

128
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

4 3 3.14 0.000 0
5 1 4.72 3.520 0
6 1 5 97 242.730 0
7 1 5 54 18 849.230 0
L4 1 8 4.14 6 283.080 0
2 1 3.28 12 566.150 0
B1 1 227 778 3.413 766 6 283.075 850
2 3 806 3.370 6 12566.151 7
3 3 620 0 0.000 0
4 72 3.33 18 849.230 0
5 8 3.89 5 507.550 0
6 8 1.79 5 223.690 0
7 6 5.20 2 352.870 0
B2 1 9 721 5.151 9 6 283.075 850 0
2 233 3.141 6 0.000 0
3 134 0.644 12566.152 0
4 7 1.07 18 849.230 0
B3 1 276 0.595 6 283.076 0
2 17 3.14 0.000 0
3 4 0.12 12 566.150 0
B4 1 6 2.27 6 283.080 0
2 1 0 0.000 0

(Ungkapan ini sama dengan X = - R cos B cos L, Y =-R cos B sin L, dan Z = R sin-B).
Koordinat Kartesian X, Y, Z, dihitung dengan cara rumus (25.2), yang masih didefinisikan
dalam kerangka referensi ekliptika dinamis (VSOP) dari J2000.0. Hasilnya dapat dirubah menjadi
kerangka referensi FK5 J2000.0 sebagai berikut:
Xo = X + 0.000 000 440 360 Y - 0.000 000 190 919 Z
Yo = -0.000 000 479 966 X + 0.917 482 137 087 Y - 0.397 776 982 902 Z (25.3)
Zo = 0.397 776 982 902 Y + 0.917 482 137 087 Z

Mereferensi ke Ekuinoks rata-rata B1950.0


Lanjutkan seperti di atas untuk J2000.0, kecuali bahwa rumus (25.3) harus diganti dengan
yang berikut ini:
Xo = 0.999 925 702 634 X + 0.012 189 716 217 Y + 0.000 011 134 016 Z
Yo = -0.011 179 418 036 X + 0. 917 413 998 946 Y - 0.397 777 041 885 Z
Zo = -0.004 859 003 787 X + 0. 397 747 363 646 Y + 0.917 482 111 428 Z

129
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Perlu dicatat bahwa koordinat kartesian yang diperoleh dengan cara ini mengacu pada ekuator
rata-rata dan ekuinoks epoch B1950.0 dalam sistem FK5, tidak dalam sistem FK4 yang
dipengaruhi oleh 'kesalahan ekuinoks' sebagaimana disebutkan dalam Bab 20.

Mereferesi ke setiap ekuinoks rata-rata lain


Pertama, hitunglah koordinat kartesian ekuatorial Matahari Xo, Yo, Zo mengacu pada ekuinoks
standar J2000.0 seperti dijelaskan di atas, yaitu dengan rumus (25.2) dan (25.3).
Kemudian, jika JD adalah Hari Julian sesuai dengan epoch ekuinoks yang diberikan,
hitunglah:
𝐽𝐷 − 2 451 545.0
𝑡 =
365 25
dan kemudian sudut 𝜁, z dan 𝜃 dari rumus (20.3).
Kemudian koordinat kartesian Matahari yang ingin dihitung diberikan oleh:
𝑋 ′ = 𝑋𝑥 𝑋𝑜 + 𝑌𝑥 𝑌𝑜 + 𝑍𝑥 𝑍𝑜
𝑌 ′ = 𝑋𝑦 𝑋𝑜 + 𝑌𝑥 𝑌𝑜 + 𝑍𝑦 𝑍𝑜
𝑍 ′ = 𝑋𝑧 𝑋𝑜 + 𝑌𝑧 𝑌𝑜 + 𝑍𝑧 𝑍𝑜
dimana
𝑋𝑥 = cos 𝜁 cos 𝑧 cos 𝜃 − sin 𝜁 sin 𝑧
𝑋𝑦 = sin 𝜁 cos 𝑧 + cos 𝜁 𝑠𝑖𝑛 𝑧 cos 𝜃
𝑋𝑧 = cos 𝜁 sin 𝜃
𝑌𝑥 = − cos 𝜁 sin 𝑧 − sin 𝜁 cos 𝑧 cos 𝜃
𝑌𝑦 = cos 𝜁 cos 𝑧 − sin 𝜁 sin 𝑧 cos 𝜃
𝑌𝑧 = − sin 𝜁 sin 𝜃
𝑍𝑥 = − cos 𝑧 sin 𝜃
𝑍𝑦 = − sin 𝑧 sin 𝜃
𝑍𝑧 = cos 𝜃
Perlu dicatat bahwa koordinat X', Y', Z' merujuk ekuinoks rata-rata dari suatu epoch yang berbeda
dari tanggal pada saat nilai tersebut dihitung.

Contoh 25.b — Untuk 13.0 TD Oktober 1992 = JDE 2448 908.5, hitunglah koordinat kartesian
Matahari mengacu pada:
(a) Ekuinoks standar J2000.0;
(b) B1950.0;
(c) Ekuinoks rata-rata J2044.0.
kita akan dapatkan berturut-turut:
𝜏 = -0.007 218 343 600 3
L = -43.633 088 03 radian = -2 499.991 791 derajat
+ 20.008 209 derajat
B = +0.000 003 86 radian = +0°.000221 = +0".796
R = 0.997 607 75 (tentu saja seperti pada contoh 24.b)

130
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑋= −0.937 395 75
𝑌= −0.341 336 25 } Ekliptika, Ekuinoks dinamik, J2000.0
𝑍= −0.000 003 85
𝑋𝑜 = −0.937 395 90
𝑌𝑜 = −0.313 167 93 } Sistem FK5 ekuatorial, kerangka J2000.0
𝑍𝑜 = −0.135 779 24
Nilai yang benar, yang diperoleh dengan cara perhitungan yang akurat menggunakan teori VSOP87
yang utuh, masing-masing -0.937 397 07, -0.313 167 25 dan -0.135 778 42,
𝑋𝑜 = −0.941 487
𝑌𝑜 = −0.302 666 } Sistem FK5 ekuatorial, kerangka B1950.0
𝑍𝑜 = −0.131 214
JD = 2467 616.0 (sejak epoch J2044.0 adalah 44 × 365.25 hari setelah epoch J2000.0).
t = +0.440 000
𝜁 = +1014".7959 = +0°.281 8878
z = +1014".9494 = +0°.281 9304
𝜃 = + 881".8106 = +0°.244 9474
Xx = +0.999 9424 Yx = -0.009 8403 Zx = -0.004 2751
Xy = +0.009 8403 Yy = +0.999 9516 Zy = -0.000 0210
Xz = +0.004 2751 Yz = -0.000 0210 Zz = +0.999 9909
𝑋 ′ = −0.933680
𝑌 ′ = −0.322374 } Sistem FK5 ekuatorial, kerangka B2044.0
𝑍 ′ = −0.139779

131
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 26. Ekuinoks dan Solstice

Epoch ekuinoks dan solstices adalah waktu ketika bujur geosentris tampak Matahari (yaitu,
dihitung dengan menyertakan dampak dari aberasi dan nutasi) merupakan kelipatan 90 derajat.
(Karena lintang Matahari tidak persis nol, deklinasi matahari tidak persis nol pada waktu sebuah
equinox.)
Perkiraan waktu dapat diperoleh sebagai berikut. Pertama, temukan waktu ekuinoks atau
solstice (titik balik Matahari), dengan menggunakan rumus yang relevan dalam Tabel 26.A atau
pada Tabel 26.B. Perhatikan bahwa Tabel 26.A. harus digunakan untuk tahun -1.000 sampai +1000
saja, dan Tabel 26.B untuk tahun +1000 sampai +3000. Bahkan, Tabel 26.A dapat digunakan untuk
beberapa abad sebelum tahun -1000, dan Tabel 26.B untuk beberapa abad setelah 3000, kesalahan
masih cukup kecil. Dalam rumus untuk Y, diberikan pada bagian atas setiap tabel, 'tahun' adalah
bilangan bulat; nilai lainnya untuk 'tahun' akan memberikan hasil yang kurang berarti!
Kemudian cari:
𝐽𝐷𝐸𝑜 − 2451 545.0
𝑇 =
36525
W = 35 999°.373 T - 2°.47
Δ𝜆 = 1 + 0.0334 cos W + 0.0007 cos 2W

TABEL 26.A Untuk Tahun -1000 sampai +1000 tahun


𝑌 =
1000
Ekuinoks Maret (Permulaan musim semi secara astronomi) :
JDEO = 1721 139.29189 + 365 242.13740 Y + 0.06134 Y2 + 0.00111 Y3 - 0.00071 Y4

Solstice Juni (Permulaan musim panas secara astronomi) :


JDEO = 1721 233.25401 + 365 241.72562 Y + 0.05323 Y2 + 0.00907 Y3 - 0.00025 Y4

Ekuinoks September (Permulaan musim gugur secara astronomi) :


JDEO = 1721 325.70455 + 365 242.49558 Y + 0.11677 Y2 + 0.00297 Y3 - 0.00074 Y4

Solstice Desember (Permulaan musim dingin secara astronomi) :


JDEO = 1721 414.39987 + 365 242.88257 Y + 0.00769 Y2 + 0.00933 Y3 - 0.00006 Y4

Hitung jumlah S dari 24 komponen periodik diberikan dalam Tabel 26.C. Masing-masing
komponen dalam bentuk A cos (B + CT), dan argumen setiap cosinus dinyatakan dalam derajat.
Dengan kata lain,
S = 485 cos (324°.96 + 1934°. 136 T)
+ 203 cos (337°.23 + 32964°.467 T)
+ ...
Waktu yang dikehendaki, dinyatakan dengan Hari Julian Ephemeris (oleh karena itu,
satuannya adalah Waktu Dinamis), kemudian:
tahun − 2000
Tabel 26.B Untuk Tahun +1000 sampai 3000 𝑌 =
1000

132
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ekuinoks Maret (Permulaan musim semi secara astronomi) :


JDEO = 2451 623.80984 + 365 242.37404 Y + 0.05169 Y2 + 0.00411 Y3 - 0.00057 Y4

Solstice Juni (Permulaan musim panas secara astronomi) :


JDEO = 2451 716.56767 + 365 241.62603 Y + 0.00325 Y2 + 0.00888 Y3 - 0.00030 Y4

Ekuinoks September (Permulaan musim gugur secara astronomi) :


JDEO = 2451 810.21715 + 365 242.01767 Y + 0.11575 Y2 + 0.00337 Y3 - 0.00078 Y4

Solstice Desember (Permulaan musim dingin secara astronomi) :


JDEO = 2451 900.05952 + 365 242.74049 Y + 0.06223 Y2 + 0.00823 Y3 - 0.00032 Y4

TABEL 26.C
𝑆 = Σ 𝐴 cos(𝐵 + 𝐶 𝑇) B dan C dalam derajat
A B C A B C
485 324.96 1934.136 45 247.54 29929.562
203 337.23 32964.467 44 325.15 31555.956
199 342.08 20.186 29 60.93 4443.417
182 27.85 445267.112 18 155.12 67555.328
156 73.14 45036.886 17 288.79 4562.452
136 171.52 22518.443 16 198.04 62894.029
77 222.54 65928.934 14 199.76 31436.921
74 296.72 3034.906 12 95.39 14577.848
70 243.58 9037.513 12 287.11 31931.756
58 119.81 33718.147 12 320.81 34777.259
52 297.17 150.678 9 227.73 1222.114
50 21.02 2281.226 8 15.45 16859.074
0.00 001 𝑆
𝐽𝐷𝐸 = 𝐽𝐷𝐸𝑜 + hari
Δ𝜆
JDE akhir ini dapat diubah menjadi tanggal kalender biasa dengan cara metode yang
dijelaskan dalam Bab 7. Hasilnya dapat dinyatakan dalam Waktu dinamis.
Untuk tahun 1951-2050, akurasi metode ini terlihat dari Tabel 26.D.
TABEL 26.D
Jumlah kesalahan Jumlah kesalahan Jumlah kesalahan
< 20 detik < 40 detik (detik)
Ekuinoks Maret 76 97 51
Solstice Juni 80 100 39
Ekuinoks September 78 99 44
Solstice Desember 68 99 4l
Contoh 26.a — Carilah waktu terjadinya solstice Juni 1962 M.
Kita temukan berturut-turut:

133
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Y = -0.038
JDEo = 2437 837.38589
T = -0.375 294 021
Δ𝜆 = 0.9681
S = +635
0.00635
𝐽𝐷𝐸 = 2437 837.38589 + = 2437 837.39245
0.9681
yang mana bersesuaian dengan 21 Juni 1962 jam 21h25m08s Waktu Dinamis.
Waktu yang tepat seperti yang dihitung dengan teori VSOP adalah 21h24m42s TD.

Tentu saja, akurasi lebih tinggi dapat diperoleh dengan benar-benar menghitung nilai bujur
tampak Matahari selama dua atau tiga saat, dan kemudian menemukan dengan interpolasi waktu
ketika itu bujur tepat 0°, atau 90°, atau 180°, atau 270°.
Harus diingat bahwa gerak Matahari sepanjang ekliptika hanya sekitar 3548 detik busur per
hari. Oleh karena itu, kesalahan 1" pada bujur Matahari dihitung dalam sebuah kesalahan sekitar 24
detik di saat ekuinoks atau solstices.
Sebagai alternatif, dapat dimulai dengan waktu perkiraan kapan saja. Nilai yang diperoleh
dari Tabel 26.A atau 26.B atau lebih dari cukup. Untuk waktu tersebut, hitung bujur tampak
Matahari 𝜆 seperti dijelaskan dalam Bab 24, termasuk koreksi reduksi ke sistem FK5, untuk aberasi
dan Nutasi. Kemudian koreksi waktu yang diasumsikan, dalam satuan hari, diberikan dengan
rumus:
+58 sin(𝑘. 90° − 𝜆)
dimana
k = 0 untuk ekuinoks Maret
1 untuk solstice Juni
2 untuk ekuinoks September
3 untuk solstice Desember
Perhitungan diulang sampai koreksi teraru sangat kecil atau ekivalen, sampai nilai terbaru
untuk bujur tampak Matahari eksak k.90°.

Contoh 26.b — Mari kita hitung lagi waktu terjadinya solstice Juni pada tahun 1962.
Pada contoh 26.a, ditemukan bahwa solstice rata-rata terjadi pada JDEO = 2437 837.38589 (dari
Tabel 26.A). Mulailah dari perkiraan waktu ini, dan hitung bujur tampak Matahari pada waktu
tersebut, menggunakan cara 'ketelitian tinggi' (bab 24). Kita peroleh:
L = -234.048 595 59 radian = 270°.003 272
R = 1.0163018
Nutasi pada Bujur : Δ𝜓 = -12".965 (bab 22)
Koreksi FK5 : - 0".09033 (rumus 24.9))
Aberasi : -20". 161 (rumus 24.10))

Bujur tampak Matahari :

134
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝜆 = 270°.003 272 - 180° - 12".965 - 0".09033 - 20".161


𝜆 = 89°.994 045
Kemudian rumus (26.1) memberikan koreski pada nilai yang diasumsikan JDEO:
Koreksi = +58 sin (90° - 𝜆) = +0.00603
dan oleh karena itu waktu terkoreksi adalah:
JDE = 2437 837.38589 + 0.00603 = 2437 837.39192
Ulangi perhitungan dengan waktu baru ini, kita dapatkan:
𝜆 = 89°.999 797,
dan koreksi lebih kecil dari 0.000 005 hari.
Oleh karena itu, waktu akhir yang dicari adalah JDE = 2437 837.39213, yang bersesuaian
dengan 21 Juni 1962 jam 21h24m40s Waktu Dinamis.
[Hanya berbeda dua detik dari waktu sebenarnya seperti pada akhir contoh 26.a].
Pada tahun 1962, perbedaan TD - UT adalah 34 detik (lihat tabel 9.A), sehingga hasilnya
dibulatkan menjasi 21h24m Waktu Universal.

TABEL 26.E
Ekuinoks dan Solstice, 1991-2000, dihitung dengan teori VSOP87 komplit. Waktu yang dipakai
dalam waktu dinamis.
Tahun Ekuinoks Maret Solstice Juni Ekuinoks Sept. Solstice Des.

d h m s d h m s d h m s d h m s
1991 21 3 02 54 21 21 19 46 23 12 49 04 22 8 54 38
1992 20 8 49 02 21 3 15 08 22 18 43 46 21 14 44 14
1993 20 14 41 38 21 9 00 44 23 0 23 29 21 20 26 49
1994 20 20 29 01 21 14 48 33 23 6 20 14 22 2 23 44
1995 21 2 15 27 21 20 35 24 23 12 14 01 22 8 17 50
1996 20 8 04 07 21 2 24 46 22 18 01 08 21 14 06 56
1997 20 13 55 42 21 8 20 59 22 23 56 49 21 20 08 05
1998 20 19 55 35 21 14 03 38 23 5 38 15 22 1 57 31
1999 21 1 46 53 21 19 50 11 23 11 32 34 22 7 44 52
2000 20 7 36 19 21 1 48 46 22 17 28 40 21 13 38 30

135
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 26.F
Durasi Musim Astronomi dalam satuan hari
Tahun Musim Semi Musim Panas Musim Gugur Musim Dingin
-4000 93.54 89.18 89.08 93.43
-3500 93.82 89.53 88.82 93.07
-3000 94.04 89.92 88.62 92.67
-2500 94.19 90.33 88.48 92.24
-2000 94.28 90.76 88.40 91.81
-1500 94.30 91.20 88.38 91.37
-1000 94.25 91.63 88.42 90.94
- 500 94.14 92.05 88.53 90.52
0 93.96 92.45 88.70 90.14
+ 500 93.73 92.82 88.92 89.78
1000 93.44 93.15 89.18 89.47
1500 93.12 93.42 89.50 89.20
2000 92.76 93.65 89.84 88.99
2500 92.37 93.81 90.22 88.84
3000 91.97 93.92 90.61 88.74
3500 91.57 93.96 91.01 88.71
4000 91.17 93.93 91.40 88.73
4500 90.79 93.84 91.79 88.82
5000 90.44 93.70 92.15 88.96
5500 90.11 93.50 92.49 89.14
6000 89.82 93.25 92.79 89.38
6500 89.58 92.97 93.04 89.65

Tabel 26.E memberikan waktu ekuinoks dan solstices untuk tahun 1991 sampai 2000, untuk
detik terdekat dari waktu.
Tabel 26.F memberikan durasi empat musim astronomi untuk beberapa epoch. Sekitar tahun
-4080, Bumi berada di perihelion pada awal musim gugur, kemudian musim panas memiliki durasi
sama seperti musim gugur, dan musim dingin durasi sama seperti musim semi. Pada 1246 M, Bumi
berada di perihelion pada saat musim dingin solstice, kemudian musim semi memiliki durasi sama
seperti musim panas, dan musim gugur durasi sama seperti musim dingin. Sejak tahun 1246,
musim dingin adalah musim terpendek, akan mencapai nilai minimum sekitar tahun 3500 M, dan
tetap musim terpendek sampai sekitar 6427 M, ketika Bumi berada di perihelion pada ekuinoks
Maret.

136
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 27. Perata (Persamaan) Waktu

Akibat eksentrisitas orbitnya, dan kadar tertentu karena gangguan oleh Bulan dan planet-
planet, bujur heliosentris Bumi tidak bervariasi secara merata. Oleh karena itu Matahari berperan
menggambarkan ekliptika pada kecepatan yang tidak merata. Karena hal ini, dan juga karena
kenyataan bahwa Matahari bergerak di ekliptika dan bukan di sepanjang ekuator langit, askensio
rekta Matahari tidak meningkat secara merata.
Andaikan saja, Matahari fiktif berjalan sepanjang ekliptika dengan kecepatan konstan dan
berhimpit dengan Matahari sejati di perigee dan apogee (ketika Bumi berada masing-masing di
perihelion dan aphelion). Kemudian, andaikan Matahari fiktif kedua bergerak bersama ekuator
langit pada kecepatan konstan dan berhimpit dengan Matahari fiktif pertama di ekuinoks. Matahari
fiktif yang kedua ini adalah Matahari rata-rata, dan menurut definisi, askensio rekta meningkat
secara merata. [Artinya, tidak ada komponen periodik, namun rumus perhitungannya berisi
komponen sekuler kecil di 2, 3, ...].
Ketika Matahari melintasi meridian pengamat, berarti siang di sana. Siang sejati adalah saat
tertentu ketika Matahari sejati melintasi meridian. Persamaan waktu adalah perbedaan antara
waktu tampak dan waktu rata-rata, atau, dengan kata lain, hal itu adalah perbedaan antara sudut
jam Matahari sejati dan Matahari rata-rata.
Perata atau persamaan waktu E, pada saat tertentu, dirumuskan dengan:
E = Lo - 0°.005 7183 - 𝛼 + Δ𝜓 cos 𝜀 (27.1)
Dalam rumus ini, Lo adalah bujur rata-rata Matahari. Menurut teori VSOP87 (lihat Bab 31)
kita mendapatkan, dalam derajat,
Lo = 280.466 4567 + 360 007.698 2779 𝜏 + 0.030 320 28 𝜏 2 + (27.2)
𝜏 3 /49931 - 𝜏 4 /15299 - 𝜏 5 /1988 000
dimana 𝜏 adalah waktu yang diukur dalam Julian milenia (365 250 hari ephemeris) dari
epoch J2000.0 = JDE 2451545.0. Lo harus direduksi menjadi kurang dari 360° dengan cara
menambah atau mengurangi secara mudah dengan kelipatan 360°.
Dalam almanak Perancis dan dalam buku-buku lama, persamaan Waktu didefinisikan
dengan tanda yang berlawanan, oleh karenanya menjadi sama dengan waktu rata-rata dikurangi
waktu nampak.
Dalam rumus (27.1), konstanta 0°.005 7183 adalah jumlah nilai rata-rata aberasi pada bujur
(-20".49552) dan koreksi untuk mereduksi ke sistem FK5 (-0".09 033);  adalah askensio rekta
Matahari, ditentukan dengan memperhitungkan Aberasi dan Nutasi. Kuantitas Δ𝜓 cos 𝜀, di mana
Δ𝜓 adalah Nutasi dalam bujur dan 𝜀 adalah kemiringan ekliptika, diperlukan untuk mereferensikan
askensio rekta Matahari tampak ke rata-rata ekuinoks pada tanggal tertentu, seperti bujur rata Lo.
Dalam rumus (27.1), jumlah Lo,  dan  harus dinyatakan dalam derajat. Kemudian
persamaan waktu E dinyatakan dalam derajat juga, yang kemudian bisa dikonversikan ke waktu
menit dengan mengalikan dengan 4.
Persamaan waktu E bisa positif atau negatif. Jika E > 0, Matahari sejati melintasi meridian
pengamat sebelum Matahari rata-rata.
Persamaan waktu selalu kurang dari 20 menit dalam nilai absolut. Jika | E | yang didapatkan
terlalu besar, maka tambahkan atau kurangkan dengan 24 jam pada hasil anda dapatkan.

137
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 27.a — Tentukan persamaan waktu pada tanggal 13 Oktober 1992 pada jam 0h
Waktu dinamis.
Tanggal ini bersesuaian dengan JDE = 2448 908.5, yang mana kita menyimpulkan

𝐽𝐷𝐸 − 2451 545.0


𝑇 = = −0.007 218 343 600
365 250
Lo = -2318°192 807 = +201° .807 193
Untuk saat yang sama kita dapatkan, dari contoh 24.b,
𝛼 = 198°.378 178
Δ𝜓 = +15".908 = 0°.004 419
𝜀 = 23° .440 1443
dari mana, dengan rumus (27.1),
E = +3° .427351 = 13.70940 menit = +13m42s.6

Sebagai alternatif, persamaan waktu dapat diperoleh, dengan akurasi agak kurang, melalui
cara rumus berikut yang ditulis oleh Smart [1]:
𝐸 = 𝑦 sin 2𝐿𝑜 − 2 𝑒 sin 𝑀 + 4 𝑒𝑦 sin 𝑀 cos 2𝐿𝑜
1 2 5 2 (27.3)
− 𝑦 sin 4𝐿𝑜 − 𝑒 sin 2𝑀
2 4
dimana
𝜀
𝑦 = 𝑡𝑎𝑛2 ,  adalah kemiringan ekliptika,
2
Lo = Bujur rata-rata Matahari
e = eksentrisitas orbit Bumi,
M = Anomali Rata-rata Matahari
Nilai-nilai 𝜀, Lo, e dan M masing-masing dapat ditentukan dengan cara rumus (21.2), (27.2)
atau (24.2), (24.4), dan (24.3).
Nilai E yang diberikan rumus (27.3) dinyatakan dalam radian. Hasilnya dikonversi menjadi
derajat, dan kemudian ke jam dan desimal dengan membagi dengan 15.

Contoh 27.b — Tentukan, sekali lagi, persamaan waktu pada tanggal 13 Oktober 1992 pada jam
13.0 TD = JDE 2448 908.5.
Kita dapatkan berturut-turut:
T = -0.072183436 e = 0.016711651
 = 23°.44023 M = 278°.99396
Lo = 201°.80720 y = 0.043 0381
Rumus (27.3) kemudian menghasilkan E = +0.059 825 557 radian
= +3.427 752 derajat
= +13 minutes 42.7 detik

Gambar grafik kurva mempresentasikan variasi perata waktu selama tahun tertentu
diketahui dengan baik dan dapat ditemukan dalam banyak buku astronomi. Saat ini, kurva ini

138
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

memiliki nilai minimal sekitar 11 Februari, nilai maksimum sekitar 3 November dan maksimum
sekunder dan minimum sekunder masing-masing sekitar 14 Mei dan 26 Juli.

Kurva Persamaan Waktu atau Perata Waktu, dari tahun -3000 sampai +4000
Namun, kurva perata waktu secara bertahap berubah dalam masa waktu berabad-abad,
karena arah miring yang ekliptika, eksentrisitas orbit Bumi, dan bujur perihelion orbit, ini semua
perlahan-lahan berubah. Gambar pada halaman berikut menunjukkan kurva perata waktu pada
interval 1000 tahun, dari 3000 SM sampai 4000 M. Pada sumbu vertikal, diberikan tik pada interval
waktu lima menit; garis horizontal mewakili nilai E = nol. Pada garis horisontal, diberikan tik yang
membagi tahun dalam empat periode tiga bulan masing-masing, mulai dari 1 Januari di sebelah kiri.
Kita lihat, misalnya, bahwa minimum Februari akan sangat berkurang di masa depan.
Antara 1600 M dan 2100 M, nilai-nilai ekstrim perata waktu bervariasi seperti ditunjukkan
pada Tabel 27.A. Ini adalah nilai 'rata-rata': yang perhitungannya didasarkan pada gerakan elips
Bumi yang tidak terganggu, dan Nutasi belum diperhitungkan.
Pada tahun 1246 M, saat perigee Matahari bertepatan dengan titik balik Matahari pada
musim dingin, kurva mempresentasikan variasi tahunan perata waktu yang persis simetris

139
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

terhadap garis nol: minimum Februari adalah persis sama besar dengan maksimum November, dan
maksimum Mei kecil persis sebesar nilai minimum Juli - lihat baris terakhir Tabel.

TABLE 27.A
Nilai Ekstrem perata waktu di masa kini
Minimum Maksimum Minimum Maksimum
Tahun
Februari Mei Juli November
ms m s ms m s
1600 -15 01 +4 19 -5 40 + 16 03
1700 -14 50 +4 09 -5 53 +16 09
1800 -14 38 +3 59 -6 05 +16 15
1900 -14 27 +3 50 -6 18 + 16 20
2000 -14 15 +3 41 -6 31 + 16 25
2100 -14 03 +3 32 -6 44 + 16 30

1246 -15 39 +4 58 -4 58 +15 39

Daftar Pustaka
1. W.M. Smart, Text-Book on Spherical Astronomy; Cambridge (Engl.), University Press (1956);
halaman 149.

140
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 28. Ephemeris untuk Observasi Fisik Matahari

Rumus yang diberikan dalam Bab ini didasarkan pada elemen-elemen yang ditentukan oleh
Carrington (1863), yang telah digunakan selama bertahun-tahun. Untuk waktu yang diberikan,
kuantitas yang diperlukan adalah:
P = Sudut posisi bagian utara sumbu rotasi, diukur ke arah timur dari titik Utara piringan
Matahari;
Bo = Lintang heliografik pusat piringan Matahari;
Lo = Bujur heliografik titik yang sama.
Meskipun sudut posisi umumnya dihitung dari 0° sampai 360° (ini adalah kasus untuk Bulan,
planet-planet, bintang ganda, dll), dalam kasus Matahari biasanya untuk menjaga P, dalam nilai
absolut, kurang dari 90°, dan menetapkan tanda plus atau minus: P positif ketika bagian utara
sumbu rotasi Matahari dimiringkan ke arah Timur, negatif jika arah Barat. Utara langit dan
Matahari dapat bervariasi hingga 26 derajat. P mencapai minimal -26°.3 sekitar 7 April, maksimal
+26°.3 sekitar 11 Oktober, dan nol dekat 5 Januari dan 7 Juli.
Bo merupakan kemiringan Matahari kutub utara menuju (+) atau menjauh (-) dari Bumi,
nilainya sama dengan nol sekitar tanggal 6 dan 7 Desember dan mencapai nilai maksimum sekitar 6
Maret (-7°.25) dan 8 September (7°.25). Lo berkurang sekitar 13.2 derajat per hari. Periode sinodis
rata-rata adalah 27.2752 hari. Setiap awal 'Rotasi sinodis' adalah waktu di mana Lo melewati 0°.
Rotasi No 1 dimulai pada 1853 9 November.
Biarkan JD menjadi Hari Ephemeris Julian, yang dapat dihitung dengan menggunakan
metode yang dijelaskan dalam Bab 7. Jika instan yang diberikan adalah di Universal Time,
tambahkan ke JD nilai ΔT = TD - UT dinyatakan dalam hari (lihat Bab 9). Jika ΔT dinyatakan dalam
detik waktu, koreksi ke JD menjadi Δ𝑇⁄86400.
Kemudian hitunglah kuantitas sebagai berikut:
360°
𝜃 = (𝐽𝐷 − 2398 220) ×
25.38
I = 7°.25 = 7°15'
2396 758
𝐾 = 73°. 6667 + 1°. 395 8333
36 525
dimana I adalah inklinasi dari ekuator Matahari pada ekliptika, dan K adalah bujur titik daki
ekuator Matahari pada ekliptika. Dalam rumus untuk 𝜃, 25.38 adalah Periode Rotasi sideris dalam
satuan hari. Nilai ini telah diperbaiki secara konvensional oleh Carrington. Ini mendefinisikan
meridian nol bujur heliografik dan karena itu harus diperlakukan sama persis.
Hitung bujur tampak Matahari (termasuk efek aberasi, tetapi tidak termasuk nutasi) dengan
metode seperti dijelaskan dalam Bab 24, dan kemiringan ekliptika 𝜀 (termasuk efek nutasi) seperti
dijelaskan pada Bab 21. Misalkan 𝜆' menjadi 𝜆 dikoreksi untuk nutasi pada bujur. Kemudian hitung
sudut x dan y dengan cara :
tan x = - cos 𝜆' tan 𝜀
tan y = - cos (𝜆 - K) tan I
jika x dan y harus diambil antara -90° dan +90°. Kemudian kuantitas yang dibutuhkan P, Bo
dan Lo ditemukan sebagai berikut:
𝑃 =𝑥+𝑌

141
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

sin 𝐵𝑜 = sin(𝜆 − 𝐾) sin 𝐼


− sin(𝜆 − 𝐾) cos 𝐼
tan 𝜂 = = tan(𝜆 − 𝐾) cos 𝐼
− cos (𝜆 − 𝐾)
𝜂 berada pada kuadran yang sama dengan 𝜆 − 𝐾 ± 180°,
𝐿𝑜 = 𝜂 − 𝜃, direduksi sampai interval 0 - 360 derajat.

Contoh 28.a — Hitung P, BO dan LO untuk 13 Oktober 1992 jam 0h Waktu Universal = JD =
2448 908.5.
Kita akan menggunakan nilai Δ𝑇 = +59 detik = +0.000 68 hari. Sebagai konsekwensinya JD
terkoreksi atau Hari Julian Ephemeris adalah 2448 908.50068 dan kita dapatkan berturut-turut:
𝜃 = 718 985°8252 = 65°. 8252
𝐼 = 7°. 25
𝐾 = 75°. 6597
Dari bab 24 dan 21:
L (Earth) = -43.634 836 22 radian = +19°.908O45
R = 0.997 608
Δ𝜓 = +15".9O8 = +0°.004 419
𝜀 = 23°.440 144
20". 4898
koreksi aberasi = − = −0°. 005 705
𝑅
Oleh karena itu:
𝜆 = L + 180° - 0°. 005 705 = 199°. 902 340
𝜆' = 𝜆 + Δ𝜆 = 199°. 906 759
tan x = +0.407 664 x = +22°.1790
tan y = +0.071584 y = + 4°.0945
P = 26°.27
sin BO = +0.104 324 BO = +5°.99
−0.820 053
tan 𝜂 = 𝜂 = −55°. 5431
+0.562 699
LO = -121°.3683 = 238°.63

Seperti disebutkan di atas, 'rotasi sinodis' Matahari dimulai ketika LOsama dengan 0°.
Perkiraan waktu untuk awal rotasi sinodis Carrington No. C diberikan dengan:
Hari Ephemeris Julian = 2398140.2270 + 27.2752316 C (28.1)
di mana, C adalah bilangan bulat. Waktu yang diperoleh mempunyai kesalahan tidak akan
lebih dari 0.16 hari. Namun, waktu yang diperoleh dari rumus di atas dapat dikoreksi sebagai
berikut. Hitung sudut M, dalam derajat, dari:
M = 281.96 + 26.882 476 C

142
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemudian koreksi dalam hari adalah:


0.1454 sin M
-0.0085 sin 2M (28.2)
-0.0141 Cos 2M
Antara tahun 1850 dan 2100, waktu yang dihasilkan akan mengandung kesalahan kurang
dari 0.002 hari. Tentu saja, nilai yang benar untuk saat awal rotasi sinodis dapat diperoleh dengan
menghitung LO untuk dua waktu berdekatan dengan waktu yang diberikan oleh rumus di atas, dan
kemudian melakukan interpolasi inverse untuk mendapatkan kapan LO adalah nol.

Contoh 28.a — Carilah waktu awal rotasi Matahari No 1699.


Untuk C = 1699, rumus (28.1) memberikan JDE = 2 444 480.8455.
Selanjutnya kita menemukan M = 45 955°.287 = 235°.287, dan koreksi seperti pada rumus
(28.2) adalah -0.1225.
Untuk mengkonversi dari Waktu Dinamis ke Waktu Universal, ada koreksi lanjutan -0.0006
hari (pada tahun 1980, nilai Δ𝑇 = TD - UT adalah 51 detik).
Oleh karena itu, waktu akhir adalah
JD = 2444 480.8455 - 0.1225 - 0.0006 = 2444 480.7224
yang bersesuaian dengan 29.22 Agustus 1980.
Ephemeris Astronomi tahun 1980, halaman 359, memberikan nilai sama.

Hal ini merupakan kebiasaan untuk memberikan waktu dimulainya rotasi synodis Matahari
ke terdekat 0.01 hari, dalam desimal hari desimal, bukan dalam jam dan menit.

143
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 29. Persamaan Kepler

Ada beberapa metode untuk menghitung posisi benda langit (planet, planet minor, atau
komet periodik) pada orbit elips sekitar Matahari pada suatu saat tertentu:
- Dengan integrasi numerik, subjek yang berada di luar ruang lingkup buku ini;
- Memperoleh Koordinat heliosentrik benda langit (bujur, lintang, vektor jari-jari) dengan
menghitung jumlah komponen periodik, seperti yang akan dijelaskan dalam Bab 31;
- Dari elemen orbit benda langit, seperti dijelaskan pada Bab 32.
Dalam kasus terakhir, kita perlu menemukan anomali sebenarnya dari obyek. Hal ini dapat
dicapai secara baik dengan memecahkan persamaan Kepler atau, jika eksentrisitas orbit tidak
terlalu besar, dengan menggunakan rangkaian rumus (lihat "Persamaan dari Pusat' dalam Bab 32).

Gambar 1
Dalam Gambar 1 menunjukkan setengah dari orbit elips (PKA). Matahari terletak di fokus S,
fokus yang lain yang kosong dari elips adalah F. Garis lurus AP adalah sumbu utama orbit. Pusat
elips C adalah persis pertengahan antara perihelion P dan aphelion A, serta pertengahan antara
fokus F dan S.
isalkan, pada suatu saat tertentu, benda langit bergerak di K. Jarak SK adalah vektor radius
benda langit pada saat itu, jarak ini r dinyatakan dalam satuan astronomi. Anomali sejati (v) pada
saat yang sama adalah sudut antara arah SP dan SK; itu adalah sudut di mana obyek bergerak,
seperti yang terlihat dari Matahari, karena bagian sebelumnya melalui perihelion P. Sumbu
semimajor, CP pada Gambar 1, umumnya dirancang dan dinyatakan dalam satuan astronomi.
Menurut definisi, eksentrisitas orbit e sama dengan rasio dari jarak CS dan CP, atau e = CS/CP.
Untuk elips, e adalah antara 0 dan 1. Perihelion dan aphelion masing-masing adalah jarak yang
ditunjuk oleh q dan Q. Dalam perihelion, v = 0° dan r = q, sedangkan di aphelion tersebut kami
memiliki v = 180° dan r = Q. Hal tersebut mengikuti bahwa
jarak CS = ae
jarak SP = q = a (1 - e) = jarak perihelion
jarak SA = Q = a (1 + e) = jarak aphelion
Jarak PA = 2a = q+Q
Sekarang mari kita bahas (Gambar 2) sebuah planet fiktif atau komet K' menggambarkan
sekitar Matahari dengan orbit melingkar, dengan kecepatan konstan, dengan periode sama dengan
planet nyata atau komet K. Selain itu, mari kita anggap bahwa benda langit tersebut adalah fiktif di

144
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

P', pada garis SP, di saat ketika benda langit sebenarnya adalah di perihelion P. Beberapa waktu
kemudian, ketika benda langit sejati di K, benda langit fiktif di K'. Sebagaimana telah kita lihat,
sudut v = sudut PSK adalah Anomali sejati benda lanhit (pada saat tertentu). Sudut PSK 'pada saat
yang sama disebut anomali rata-rata dan umumnya diberikan dengan simbol M.
Dengan kata lain, anomali rata-rata adalah jarak sudut dari perihelion planet yang akan
ditempatinya jika bergerak di sekitar Matahari dengan kecepatan sudut konstan.
Menurut definisi, sudut M meningkat secara linear (seragam) seiring dengan waktu. Nilai M
pada waktu tertentu mudah ditemukan, untuk M = 0° saat planet berada pada perihelion, dan
meningkatkan dengan persis 360° dalam lintasan satu revolusi penuh planet ini.
Masalahnya, dalam menemukan anomali sejati v ketika Anomali rata-rata M dan
eksentrisitas orbit e diketahui. Kecuali kalau digunakan rangkaian rumus seperti yang diberikan
dalam Bab 32, bagaimana seseorang harus menyelesaikan persamaan Kepler.
Dalam hubungan ini, perlu untuk memperkenalkan sudut pembantu E, anomali eksentrik,
yang definisi geometrisnya diberikan dalam gambar 1. Eksterior, lingkaran putus-putus memiliki
diameter AP. Kita tarik garis KQ tegak lurus dengan AP. Sudut PCQ adalah anomali eksentrik.
Ketika planet berada di perihelion, sudut v, E dan
M adalah nol. Dekat perihelion itu, planet sejati
bergerak dengan kecepatan yang lebih besar
daripada rata-rata, planet fiktif. Oleh karena itu,
antara perihelion dan aphelion, ketika planet
bergerak menjauh dari Matahari, kita memiliki v >
M dan, karena E selalu antara v dan M, kemudian
kita memiliki 0° <M <E <v <180°. Di aphelion
tersebut, v = E = M = 180°, dan setelah melewati
aphelion, dalam perjalanan kembali ke perihelion,
planet sejati tetap di belakang planet rata-rata.
Gambar 2
Jika E diketahui, v dapat diperoleh dengan:

𝑣 1 + 𝑒 𝐸
tan = √ tan (29.1)
2 1 − 𝑒 2

selama vektor radius dapat dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:


𝑟 = 𝑎 (1 − 𝑒 cos 𝐸) (29.2)
2
𝑎 (1 − 𝑒 )
𝑟 = (29.3)
1 + 𝑒 cos 𝑣
𝑞 (1 + 𝑒)
𝑟 = (29.4)
1 + 𝑒 cos 𝑣
Tetapi permasalahannya adalah bagaimana menghitung anomali eksentrisitas E.
Persamaan Kepler adalah:
E = M + e sin E (29.5)
Persamaan ini harus dipecahkan untuk E. Hal ini, bagaimanapun, persamaan transendental
yang tidak dapat diselesaikan secara langsung. Kita akan jelaskan tiga metode iterasi untuk mencari
E, dan akhirnya memberikan rumus yang menghasilkan hasil perkiraan.

145
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Metode Pertama
Dalam rumus (29.5) sudut M dan E harus dinyatakan dalam radian. Oleh karena itu
perhitungan harus dilakukan dalam 'radian mode', yang merupakan kasus untuk banyak bahasa
pemrograman. Jika perhitungan dibuat dalam 'mode derajat', maka dalam (29.5) salah satu harus
kalikan e oleh 180/𝜋, faktor untuk mengkonversi radian ke derajat. Biarkan eo menjadi
eksentrisitas demikian 'dimodifikasi'. Persamaan Kepler kemudian
E = M + eO sin E (29.6)
dan sekarang kita dapat menghitung dengan satuan derajat.
Untuk menyelesaikan persamaan (29.6), memberikan nilai perkiraan untuk E pada sisi
kanan rumus. Maka rumus akan memberikan pendekatan untuk E. Proses ini diulang sampai
diperoleh akurasi yang dinginkan, proses ini dapat dilakukan secara otomatis di komputer
Program. Untuk pendekatan pertama, kita dapat menggunakan E = M.
Dengan demikian kita memiliki:
E0 = M
E1 = M + e sin E0
E2 = M + e sin E1
E3 = M + e sin E2
dst.
E1, E2, E3 dst berturut-turut dan pendekatan lebih baik bagi anomali eksentrik E.

Gambar 3

146
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 29.a — Penyelesaian persamaan Kepler untuk e = 0.100 dan M = 5°, dengan akurasi dari
0.000 001 derajat.
Kita dapatkan:
e0 = 0.100 x 180/𝜋 = 5°.729 577 95,
dan persamaan Kepler menjadi:
E = 5 + 5.729 577 95 sin E
dimana semua kuantitas dinyatakan dalam derajat. Mulai dengan E = M = 5°,kita peroleh berturut-
turut:
5.499 366
5.549 093
5.554 042
5.554 535
5.554 584
5.554 589
5.554 589
Oleh karena itu, nilai yang dikehendaki adalah E = 5°.554 589.

Metode ini sangat sederhana dan tidak selalu konvergen. Tidak akan ada masalah kalau e
kecil. Namun, jumlah Iterasi yang dibutuhkan umumnya meningkat dengan e. Sebagai contoh,
untuk e = 0.990 dan M = 2°, nilai-nilai berurutan dari prosedur iterasi adalah sebagai berikut:
2.000 000 15.168 909 24.924 579 29.813 009
3.979 598 16.842 404 25.904 408 30.200 940
5.936 635 18.434 883 26.780 556 30.533 515
7.866 758 19.937 269 27.557 863 30.817 592
9.763 644 21.341 978 28.242 483 .
11.619 294 22.643 349 28.841 471 .
13.424 417 23.837 929 29.362 399 .
Setelah iterasi ke-50, hasilnya (32°.345 452) masih berbeda dari hasil yang benar (32.361
007) lebih dari 0.01 derajat.
Gambar 3, akibat kalkulator Belgia Edwin Goffin, represntasi tiga dimensi jumlah iterasi yang
diperlukan untuk memperoleh akurasi 10-9 derajat, sebagai fungsi eksentrisitas orbit dan anomali
rata-rata. Kita melihat bahwa jumlah yang dibutuhkan untuk iterasi menjadi besar ketika
eksentrisitas mendekati 1 dan ketika anomali rata-rata mendekati 0° atau 180°. [Catatan bahwa 10-
9 derajat (seperjuta dari satu detik busur) adalah akurasi terlalu tinggi; di sini dibiarkan hanya

sebagai latihan matematika.]


Di bawah gambar, kita dapat mencatat 'Lembah' horisontal lurus. Lembah ini memanjang
dari titik e = 0, M = 90° ke titik e = 1, M = 32° 42'. (nilai yang terakhir ini sama dengan 𝜋/ 2 - 1
radian). Ini berarti bahwa, untuk setiap eksentrisitas e, ada nilai MO dari anomali rata-rata yang
jumlah iterasi (untuk memecahkan Kepler persamaan dengan metode yang dijelaskan di atas)
adalah minimum. Anomali rata-rata 'khusus' ini diberikan oleh:
𝜋
𝑀𝑂 = − 𝑒 radian
2

147
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dan bersesuaian dengan solusi E = 𝜋 / 2 radian = 90° persis.


Jumlah yang dibutuhkan iterasi meningkat seiring M berbeda lebih dari MO, di kedua sisi dari
'lembah'. Misalnya, untuk e = 0.75 kita memiliki MO = 47.03 derajat, dan jumlah langkah yang
diperlukan untuk memperoleh E dengan akurasi 0.000 001 derajat sebagai berikut:
M iter. M iter
5° 51 60° 11
10° 37 70° 12
20° 23 90° 21
30° 15 110° 32
40° 9 130° 43
47° 5 150° 54
55° 8 170° 59
Fakta yang menarik, bahwa ketika M antara MO dan 180°, hasil iterasi berturut berosilasi
konvergen ke nilai yang tepat: mereka tidak terus-menerus bervariasi dalam arah yang sama
seperti yang terjadi dalam Contoh 29.a. Untuk e = 0.75 dan M = 70°, hasil iterasinya berturut-turut
adalah:
70°.000 000 nilai awal
110°.380 316 lebih besar
110°.281870 lebih kecil
110°.307 524 lebih besar
110°.300 850 lebih kecil
110°.302 587 lebih besar
110.302 135 lebih kecil
dst . ..

Metode kedua
Ketika eksentrisitas orbit e lebih besar dari 0.4 atau 0.5, metode konvergensi yang dijelaskan
di atas bisa jadi lambat, karenanya dianjurkan untuk menggunakan rumus iterasi yang lebih baik.
Nilai awal yang lebih baik E1 untuk E adalah:
𝑀 + 𝑒 sin 𝐸𝑜 − 𝐸𝑜
𝐸1 = 𝐸𝑜 + (29.7)
1 − 𝑒 cos 𝐸𝑜
di mana EO nilai terakhir yang diperoleh untuk E. Dalam rumus ini, sudut M, EO dan E1 semua
dinyatakan dalam radian. Jika kita ingin memproses dalam 'mode derajat', maka dalam pembilang
hanya fraksi eksentrisitas e harus diganti dengan eksentrisitas yang 'dimodifikasi' eO = 180 e/𝜋.
Di sini, sekali lagi, proses harus diulang sesering yang diperlukan.
Catatan perbedaan antara rumus (29.6) dan (29.7). Hal pertama langsung memberikan
pendekatan baru untuk E. Sementara rumus (29.7) juga memberikan pendekatan baru E1 untuk
eksentrik anomali, yang fraksi di anggota kedua sebenarnya merupakan koreksi terhadap nilai EO
sebelumnya.

Contoh 29.b — Permasalahan sama seperti contoh 29.a, tetapi dengan menggunakan rumus (29.7).

148
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

5 + 5.729 577 95 sin 𝐸𝑜 − 𝐸𝑜


𝐸1 = 𝐸𝑜 +
1 − 0.100 cos 𝐸𝑜
Mulai denan EO = M = 5°, kita memperoleh nilai sebagai berikut:
EO koreksi E1
5.000 000 000 +0.554 616 193 5.554 616 193
5.554 616 193 -0.000 026 939 5.554 589 254
5.554 589 254 -0.000 000 001 5.554 589 253
Dalam hal ini, akurasi 0.000 000 001derajat diperoleh setelah hanya tiga iterasi.

Kita pecahkan persamaan Kepler untuk beberapa nilai e dan M, lihat Tabel 29.A, dimana nilai
dalam kolom berturut-turut memberikan eksentrisitas orbit e, anomali rata-rata M, nilai dari E, dan
jumlah langkah yang diperlukan dengan menggunakan metode pertama (1) dan metode kedua (2),
dimulai dengan E = M sebagai pendekatan pertama. Sebuah komputer bekerja dengan dua belas
digit signifikan, dan iterasi yang dilakukan sampai nilai baru dari E berbeda dari yang sebelumnya
kurang dari 0.000 001 derajat.
Tampaknya, secara umum, nilai yang lebih besar dari e membutuhkan sejumlah besar iterasi,
untuk metode pertama maupun pada Metode ke dua.
e M E (1) (2) Tetapi dengan Metode kedua nomor
iterasi ini jauh lebih sedikit.
0.1 5° 5°.554589 6 2
Untuk nilai kecil eksentrisitas,
0.2 5 6.246908 9 2
katakanlah untuk e < 0.3, metode
0.3 5 7.134960 12 2 pertama masih tampaknya yang
0.4 5 8.313903 16 2 terbaik: kita dapat memilih untuk
0.5 5 9.950063 21 2 melakukan 5 atau 10 mudah iterasi
bukannya dua iterasi dengan rumus
0.6 5° 12.356653 28 3 yang lebih rumit (29.7). Hanya untuk
0.7 5 16.167990 39 3 yang lebih besar nilai-nilai
0.8 5 22.656579 52 4 eksentrisitas adalah rumus (29.7)
0.9 5 33.344447 58 5 lebih disukai untuk Metode pertama.
0.99 5 45.361023 50 11
0.99 1° 24.725822 150 8
0.99 33 89.722155 6 5
Dalam beberapa kasus, Metode pertama adalah sulit direalisasikan. Lihat baris awal sampai
terakhir pada tabel: tidak kurang dari 150 iterasi yang diperlukan untuk mendapatkan E untuk nilai
e = 0.99 dan M = 1°.
Akhirnya, Tabel 29.A menunjukkan bahwa jumlah langkah yang diperlukan untuk
mendapatkan akurasi yang diberikan tidak hanya tergantung pada nilai e, tetapi pada
M juga. Lihat baris terakhir dari tabel, di mana metode pertama hanya membutuhkan enam iterasi,
terlepas nilai eksentrisitas orbit yang besar, yaitu e = 0.99.
Meskipun untuk nilai-nilai besar rumus eksentrisitas (29.7) lebih unggul dari (29.6), masih
menjadi masalah. Kita lakukan beberapa perhitungan dengan rumus (29.7) pada HP-85 mikro,
setiap kali mengambil M sebagai awal nilai E. Tabel 29.B memberikan nilai hasil berturut-turut
'lebih baik' dari E (dalam derajat) untuk tiga kasus.

149
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 29.B
e = 0.99 M = 2° e = 0.999 M = 6° e = 0.999 M = 7°
188.700250865 930.362114752 832.86912333
90.0043959725 418.384869795 275.954959759
58.7251974236 -345.064633754 -87.610596019
41.762008288 10182.3247508 -48.5623921307
34.1821261793 1840.68260539 -11.225108839
32.4485414136 -5573.41581953 340.962715254
32.361223124 -2776.37618814 -5996.93473678
32.3610074734 -478.97469399 -2079.96780001
32.3610074722 -185.902957505 511.49423506
32.3610074722 -86.6958017962 257.391360843
-48.9711628749 5.969894505
-14.7148241705 1094.05946279
168.189220986 -33606.763133
92.1098260913 -12599.3759885
64.2252288664 11889243.763
52.4123211568 3642203.90477
49.7106850572 -432120.48862
49.5699983807 -145379.711482
49.5696248567 142691.415319
49.5696248539 56806.8295471
...........

Gambar 4

150
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dalam contoh pertama (e = 0.99, M = 2°) kita mulai dengan E = 2°. Iterasi pertama
memberikan E = 188°.7, yang bahkan masih jauh dari hasil akhir yang diharapkan! Tetapi setelah
diperoleh nilai 90°, 59°, 42°, maka prosedur konvergen cepat: setelah iterasi kedelapan tercapai
dengan akurasi 0.000 004 detik busur.
Dalam kasus kedua (e = 0.999, M = 6°), iterasi pertama memberikan nilai yang sangat aneh,
seolah-olah diproduksi generator nomor acak! Tidak ada konvergensi sama sekali, sampai setelah
13 iterasi Nilai 168° diperoleh, tujuh langkah selanjutnya memberi kita solusi yang benar.
Kasus ketiga: eksentrisitas sama, Tetapi sekarang M = 7°. Di sini juga hasil yang brturutan
melompat bolak-balik dengan tidak teratur, dan setelah 20 langkah tidak ada nilai wajar yang
tercapai. Tidak sebelum iterasi ke 47 (tidak diberikan dalam tabel) kita mendapatkan solusi yang
tepat, yaitu 52°270 2615.
Ini benar-benar luar biasa bahwa untuk eksentrisitas yang sama 0.999, namun untuk M =
7°.01 bukannya 7°.00, nilai yang benar E tercapai setelah hanya dua belas iterasi.

Gambar 5
HP-85 bekerja dengan 12 angka signifikan. Jika Anda menggunakan lain komputer, jumlah
iterasi kadang-kadang dapat berbeda lumayan dari yang kita sebutkan di sini. Ketika seseorang
menghitung kasus keduav(e = 0,999, M = 6 °) dengan HP-67 kalkulator saku, yang bekerja dengan
10 angka signifikan, hasil berturut-turut (dalam derajat) yang
00930.3621195
00418.3848584
0-345.0649049
10182.69391
01883.665232

151
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

0-162.6729360
00-85.06198931
00-47.82386405
00-13.18454655
00211.0527629
00084.65261970
00060.76546811
00051.35803706
00049.62703439
00049.56968687
00049.56962485
00049.56962485
Sangat menarik untuk membandingkan nilai ini dengan orang-orang dari Tabel 29.B. Setelah
iterasi ketiga, perbedaan dengan nilai diperoleh dengan HP-85 masih 0.00027 derajat saja, setelah
iterasi berikutnya, perbedaannya adalah 0°.37, dan yang berikutnya adalah 43 derajat! Namun
demikian, konvergensi nilai yang tepat akhirnya dicapai.
Jelaslah bahwa, bila e besar, rumus (29.7) menjamin hanya konvergensi lokal. Hasil
berturut-turut melompat teratur bolak-balik, dan hanya jika secara kebetulan hasilnya jatuh ke
dalam 'domain yang tepat' hasil berikutnya konvergen dengan cepat.
Gambar 4, karena Edwin Goffin, adalah perwakilan tiga dimensi representasi dari jumlah
langkah yang diperlukan untuk memperoleh E dengan akurasi 10-9 derajat, sebagai fungsi dari
eksentrisitas orbit dan anomali rata-rata, ketika rumus (29.7) digunakan. Seperti sebelumnya, M
digunakan sebagai nilai awal E. Sebelah kiri, dekat e = 1 dan M = 0°, adalah 'zona berbahaya'.
Gambar 5 menunjukkan perbesaran zona itu: kita melihat sejumlah besar puncak yang berdekatan;
jumlah iterasi yang diperlukan untuk mendapatkan akurasi yang diinginkan berbeda jauh bahkan
ketika e atau M berubah sangat sedikit.
Akibatnya, rumus (29.7) agak mengkhawatirkan untuk nilai-nilai besar e dan nilai-nilai kecil
M. Dalam beberapa kasus, komputer berisiko overflow karena penyebut dari fraksi menjadi hampir
nol.
Masalah ini dapat dihindari dengan memilih, sebagai nilai awal untuk E, nilai yang lebih baik
daripada M. Mikkola [1] menemukan nilai awal yang baik sebagai berikut.
Jika M dinyatakan dalam radian, hitung:
1 − 𝑒 𝑀
𝛼 = 𝛽 =
4𝑒 + 0.5 𝛽𝑒 + 1
3
𝑧 = √𝛽 ± √𝛽 2 + 𝛼 2
Tanda akar kuadrat adalah dipilih sebagai tanda 𝛽. Perhatian: jumlah di bawah akar kubik
dapat negatif, mengakibatkan kesalahan komputer!
Kemudian hitung:
𝛼 0.078 so5
𝑧𝑜 = 𝑧 − 𝑧 = 𝑧𝑜 +
2 1 +e
Kemudian nilai awal yang baik untuk rumus (29.7) adalah:
E = M + e (3 s - 4 s3)

152
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Prosedur ini hanya berguna di 'wilayah berbahaya', yaitu, ketika kedua |𝑀| < 30° dan 0.975
< e < 1. Jika tidak, hanya dapat diggunakan M sebagai nilai awal untuk E. Gambar 6, sekali lagi karya
Goffin, menggambarkan jumlah iterasi yang diperlukan untuk memperoleh akurasi 10"9 derajat
ketika rumus (29.7) digunakan dengan nilai awal yang diberikan oleh (29.8).

Gambar 6

Metode ketiga
Roger Sinnott [2] menemukan metode menggunakan pencarian biner untuk menemukan
nilai E yang benar. Pencarian biner yang sudah disebutkan pada akhir Bab 5. Prosedur ini benar-
benar sangat mudah, selalu mengerucut ke nilai paling tepat yang Mesin mampu mendeteksinya,
dan bekerja untuk setiap eksentrisitas antara 0 dan 1. Bagian yang relevan dari Program Sinnott, di
BASIC, diberikan di bawah ini. Di sini, E adalah eksentrisitas orbit, dan M anomali rata-rata dalam
radian. Hasil dari program ini adalah anomali eksentrisitas EO dinyatakan dalam radian juga. Untuk
bahasa komputer dengan akurasi 10 digit, 33 langkah ini dibutuhkan dalam pencarian biner.
Jumlah loop pada baris 180 harus meningkat menjadi 53 jika anda menggunakan BASIC 16 digit.
Jumlah langkah yang diperlukan 3.32 x jumlah digit yang dibutuhkan, dimana 3,32 adalah
sama dengan 1/ log10 2.
100 PI = 3.14159265359
110 F = SGN (M) : M = ABS (M) /B*P1)
120 M = (M-INT(M))*2*I*F
130 IF M<0 THEN M = M + 2*PI

153
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

140 F = 1
150 IF M > PI THEN F = -1
160 IF M > PI THEN M = 2*P1 -M
170 E0 = PI/2 : D = Pl/4
180 FOR J = 1 TO 33
190 M1 = EO-E*SIN(EO)
200 E0 = E0 + D*SGN(M-M1) : D = D/2
210 NEXT J
220 E0 = EO*F

Metode Ke empat
Rumusnya:
sin 𝑀
tan 𝐸 = (29.9)
cos 𝑀 − 𝑒
memberikan nilai perkiraan, dan valid hanya untuk nilai eksentrisitas yang kecil .
Untuk data yang sama dalam contoh 29.a, rumus (29.9) memberikan:
+0.087 155 74
tan 𝐸 = = +0.097 250 90
+0.896 194 70
Oleh karena E = 5°.554 599, nilai eksaknya adalah 5°.554 589, sehingga dalam hal ini
kesalahannya hanya 0".035. Tetapi eksentrisitas yang sama x = 82°, kesalahannya sekitar 35".
Kesalahan terbesar karena penggunaan rumus (29.9) adalah
0°.0327 untuk e = 0.15
0°.0783 untuk e = 0.20
0,1552 untuk e = 0.25
1°.42 untuk e = 0.50
24°.7 untuk e = 0.99
Untuk orbit Bumi (e = 0.0167), kesalahan kurang dari 0".2. Dalam hal ini, rumus (29.9) dapat
dengan aman digunakan kecuali diinginkan akurasi sangat tinggi.

Daftar Pustaka
1. Seppo Mikkola, 'A cubic approximation for Kepler's Equation', Celestial Mechanics, Vol. 40,
halaman 329 - 334 (1987).
2. Roger W. Sinnott, Sky and Telescope, Vol. 70, halaman 159 (Agustus 1985).

154
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 30. Elemen-elemen Orbit Planet

Meskipun Lampiran II menyajikan komponen periodik utama yang diperlukan untuk


menghitung posisi heliosentris planet (dengan penjelasan yang diberikan dalam Bab 31), itu
mungkin menarik untuk memiliki informasi informasi tentang orbit rata-rata benda-benda langit
ini.
Elemen orbit planet utama dapat dinyatakan dalam bentuk polinomial sbb:
a 0 + a1 T + a2 T 2 + a3 T 3
dimana T adalah waktu yang diukur dalamabad Julian 36525 hari ephemeris dari epoch:
J2000.0 = 1.5 Januari 2000 = JDE 2451 545.0.
Dengan kata lain:
𝐽𝐷𝐸 − 2451 545.0
𝑇 = (30.1)
365 25
Kuantitas ini negatif sebelum awal tahun 2000, dan positif setelahnya. Elemen-elemen orbit
adalah:
L : Bujur rata-rata planet
a : setengah sumbu utama orbit ;
e : eksentrisitas orbit;
i : inklinasi pada bidang ekliptika;
Ω : Bujur titik daki
𝜋 : Bujur perihelion.
Bujur perihelion sering dinotasikan dengan 𝜛. Tetapi hal ini sangat membingungkan, karena
argumen perihelion mempunyai simbol 𝜔. Untuk alasan ini, kita lebih suka menggunakan 𝜋 untuk
bujur perihelion dan kita mempunyai 𝜋 = Ω + 𝜔.

Busur 𝛾NX"adalah bagian dari ekliptika seperti yang terlihat dari Matahari, dan NPXX' adalah bagian
dari orbit planet (persimpangan bidang orbit planet dengan bola langit), 𝛾 adalah vernal ekuinoks
(bujur 0°), N titik daki orbit tersebut, P perihelion planet. Pada suatu saat tertentu, planet rata-rata
berada di X, planet yang benar di X'. Lalu kita memiliki:
Ω = busur 𝛾𝑁 = bujur titik daki,
𝜔 = busur NP = argumen perihelion,

155
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝜋 = busur 𝛾N + busur NP = Ω + 𝜔 = bujur perihelion,


L = busur 𝛾N + busur NX = Ω + 𝜔 + M = bujur rata-rata planet,
M = busur PX = anomali rata-rata planet,
C = busur XX ' = persamaan pusat,
v = busur PX '= M + C = anomali sejati planet.
i = kemiringan orbit = sudut antara busur NP dan NX".
Harus dicatat bahwa kuantitas L dan 𝜋 diukur pada dua bidang yang berbeda, yaitu dari
vernal ekuinoks sepanjang ekliptika ke titik daki orbit, dan kemudian dari titik daki tersebut
sepanjang orbitnya. Lihat Gambar di atas.
Anomali rata-rata planet dinyatakan dengan rumus:
M=L-𝜋
Tabel 30.A menyajikan koefisien a0 sampai a3 untuk elemen-elemen orbit planet Merkurius
sampai Neptunus. Nilai-nilai untuk setengah sumbu utama dalam unit astronomi. Untuk kuantitas
sudut: L, i, Ω dan 𝜋 dinyatakan dalam derajat dan desimal, mengacu pada ekuinoks rata-rata
ekliptika pada tanggal tertentu.
Nilai-nilai tabel telah dihitung dari teori planet VSOP82 karya P. Bretagnon [1]. Lihat Bab 31
untuk informasi lebih lanjut tentang teori VSOP82 dan VSOP87. Elemen-elemen L, i, Ω dan
𝜋 sebenarnya mengacu pada ekliptika rata-rata dinamis dan ekuinoks pada tanggal tertentu, yang
berbeda sangat sedikit dari sistem FK5 (lihat Bab 24).
Dalam beberapa kasus, mungkin diinginkan untuk mengacu elemen L, i, Ω dan 𝜋 ke equinox
standar. Hal ini terjadi, misalnya, ketika seseorang ingin menghitung setidaknya jarak antara orbit
sebuah komet dan sebuah planet besar, apabila elemen-elemen pertama orbit mengacu ke ekuinoks
standar.
Melalui Tabel 30.B, dimungkinkan untuk menghitung elemen ini untuk planet utama, disebut
ekuinoks standar J2000.0. Elemen-elemen a dan e tentu saja tidak berubah oleh perubahan
kerangka acuan,. Elemen-elemen itu harus dihitung dengan cara Tabel 30.A. Untuk Bumi,
menghindari diskontinuitas dalam variasi inklinasi dan lompatan 180° dalam bujur dari titik daki
pada epoch J2000.0, inklinasi (pada ekliptika epoch 2000.0) dianggap negatif sebelum tahun 2000
Masehi.

Contoh 30.a — Hitung elemen rata-rata orbit Merkurius pada 24 Juni 2065 jam 0h TD.
Kita mempunyai (lihat bab 7):
24.0 Juni 2065 = JDE 2475 460.5
oleh karenanya dengan rumus (30.1)
T = +0.654 770 704 997
Sebagai konsekwensinya, dari Table 30.A kita dapatkan:
L = 252°.250 906 + (149 474°.072 249 1 x 0.654 770 704 997)
+ (0.000 303 97) (0.654 770 704 997)2
+ (0.000 000 018) (0.654 770 704 997)3
= 98 123°.494 702 = 203°.494 702

a = 0.387 098 310 𝜋 = 78°.475 382

156
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

e = 0.205 645 10 dari situ kita dapatkan:


i = 7°.006 171 𝑀 = 𝐿 − 𝜋 = 125°.019 320
Ω = 49°.107 650 𝜔 = 𝜋 − Ω = 29°.367 732
Dari Tabel 30.A dan 30.B, muncul bahwa inklinasi orbit Merkurius pada ekliptika tanggal
tertentu semakin meningkat, tetapi menurun sehubungan dengan ekliptika epoch 2000.0.
Sebaliknya terjadi untuk Saturnus dan Neptunus.
Antara T = -30 dan T = 30, Venus inklinasi orbit Venus pada ekliptika tanggal tertentu terus
meningkat, tetapi sehubungan dengan ekliptika tetap epoch 2000.0 inklinasi Venus mencapai
maksimum sekitar tahun +690.
Inklinasi Orbit Uranius pada ekliptika tanggal tertentu mencapai Minimal sekitar tahun
+1000, tetapi sehubungan dengan ekuinoks tetap 2000.0 nilainya terus menurun selama periode
yang disebutkan di sini.
TABEL 30.A
Elemen Orbit untuk ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu
a0 a1 a2 a3

MERKURIUS
L 252.250 906 +149 474.072 2491 +0.000 303 97 +0.000 000 018
a 0.387 098 310
e 0.205 63175 +0.000 020 406 -0.000 000 028 4 -0.000 000 000 17
i 7.004 986 +0.001 821 5 -0.000 018 09 +0.000 000 053
Ω 48.330 893 +1.186 189 0 +0.000 175 87 +0.000 000 211
𝜋 77.456 119 +1.556 477 5 +0.000 295 89 +0.000 000 056

VENUS
L 181.979 801 +58519.213 0302 +0.000 310 60 +0.000 000015
a 000.723 329 820
e 000.006 77188 -0.000 047 766 +0.000 000 0975 +0.000 000 000 44
i 003.394 662 +0.001 003 7 -0.000 000 88 -0.000 000 007
Ω 076.679 920 +0.901 119 0 +0.000 406 65 -0.000 000 080
𝜋 131.563 707 +1.402 218 8 -0.001 073 37 -0.000 005 315

BUMI
L 100.466 449 +36000.769 823 1 +0 .000 303 68 +0 .000 000 021
a 001.000 001 018
e 000.016708 62 0000-0.000 042 037 -0 .000 000 1236 +0 .000 000 000 04
i 000
𝜋 102.937 348 0000+1.719 526 9 +0 .000 459 62 +0 .000 000 499

157
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

MARS
L 355.433 275 +19141.6964746 +0.000 310 97 +0.000 000 015
a 001.523 679 342
e 000.093 400 62 +0.000 090 483 -0.000 000 0806 -0.000 000 000 35
i 001.849 726 -0.000 6010 +0.000 012 76 -0.000 000 006
Ω 049.558 093 +0.772 0923 +0.00001605 +0.000 002 325
𝜋 336.060 234 +1.8410331 +0.000 135 15 +0.000 000 318

JUPITER
L 034.351484 +3036.302 788 9 +0.000 223 74 +0.000 000 025
a 005.202 603 191 000+0.000 000 19 13
e 000.048 494 85 000+0.000 163 244 -0.000 000 471 9 -0.000 000 001 97
i 001.303 270 000-0.005 4966 +0.000 004 65 -0.000 000 004
Ω 100.464 441 000+1.020 9550 +0.000 401 17 +0.000 000 569
𝜋 0014.331309 000+1.612 6668 +0.001031 27 -0.000 004 569

SATURNUS
L 050.077 471 +1223.511 014 1 +0.000 519 52 -0.000 000 003
a 009.554 909 596 000-0.000 002 138 9
e 000.055 508 62 000-0.000 346 818 -0.000 000 645 6 +0.000 000 003 38
i 002.488 878 000-0.003 736 3 -0.000015 16 +0.000 000 089
Ω 113.665 524 000+0.877 097 9 -0.000 120 67 -0.000 002 380
𝜋 093.056 787 000+1.963 769 4 +0.000 837 57 +0.000 004 899

URANUS
L 314.055 005 +429.864 056 1 +0.000 304 34 +0.000 000 026
a 019.218 446 062 00-0.000 000 037 2 +0.000 000 000 98
e 000.046 295 90 00-0.000 027 337 +0.000 000 079 0 +0.000 000 000 25
i 000.773 196 00+0.000 774 4 +0.000 037 49 -0.000 000 092
Ω 074.005 947 00+0.521 125 8 +0.001 339 82 +0.000 018 516
𝜋 173.005 159 00+1.486 378 4 +0.000 214 50 +0.000 000 433

NEPTUNE
L 304.348 665 +219.883 3092 +0.000 309 26 +0.000 000 018
a 030.110 386 869 00-0.000 000 1663 +0.000 000 000 69
e 000.008 988 09 00+0.000 006408 -0.000 000 000 8 -0.000 000 000 05
i 001.769952 00-0.009 3082 -0.000 007 08 +0.000 000 028

158
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ω 131.784 057 00+1.102 2057 +0.000 260 06 -0.000 000 636


𝜋 048.123 691 00+1.426 2677 +0.000 379 18 -0.000 000 003

Para bujur dari node, disebut equinox dari tanggal, meningkat untuk semua planet. Tetapi
sehubungan dengan tetap ekuinoks dari 2000.0 bujur ini menurun, kecuali untuk Jupiter dan
Saturnus.
Daftar Pustaka
1. P. Bretagnon, 'Theorie du mouvement de l'ensemble des planetes. Solution VSOP82',
Astronomy and Astrophysics, Vol. 114, halaman 278-288 A(1982).

159
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 30.B
Elemen Orbit untuk Ekuinoks Standar J2000.0
a0 a1 a2 a3

MERKURIUS
L 252.250 906 +149 472.674 635 8 -0.000 005 35 +0.000 000 002
i 007.004 986 -0.005 951 6 +0.000 000 81 +0.000 000 041
Ω 048.330 893 -0.125 422 9 -0.000 088 33 -0.000 000 196
𝜋 077.456 119 +0.158 864 3 -0.000 013 43 +0.000 000 039

VENUS
L 181.979 801 +58 517.815 676 0 +0.000 00165 -0.000 000 002
i 003.394 662 -0.000 856 8 -0.000 032 44 +0.000 000 010
Ω 076.679 920 -0.278 008 0 -0.000 142 56 -0.000 000 198
𝜋 131.563 707 +0.004 864 6 -0.001 382 32 -0.000 005 332

BUMI
L 100 .466 449 +35 999.372 851 9 -0 .000 005 68 +0.000 000 000
i 0 +0. 013 054 6 -0 .000 009 31 -0.000 000 034
Ω 174 .873 174 -0 . 241 090 8 +0 .000 040 67 -0.000 001327
𝜋 102 .937 348 +0 .322 555 7 +0 .000 150 26 +0.000 000 478

MARS
L 355.433 275 +19 140.299 331 3 +0.000 002 61 -0.000 000 003
i 001.849 726 -0.008 147 9 -0.000 022 55 -0.000 000 027
Ω 049.558 093 -0.294 984 6 -0.000 639 93 -0.000 002 143
𝜋 336.060 234 +0.443 889 8 -0.000 173 21 +0.000 000 300

JUPITER
L 034.351484 +3034.905 674 6 -0.000 085 01 +0.000 000 004
i 001.303 270 -0 . 001 987 2 +0.000 033 18 +0.000 000 092
Ω 100.464 441 +0 .176 682 8 +0.000 903 87 -0.000 007 032
𝜋 014.331309 +0 .215 552 5 +0.000 722 52 -0.000 004 590

160
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

SATURNUS
L 050.077 471 +1 222.113 794 3 +0.000 210 04 -0.000 000 019
i 002.488 878 +0.002 551 5 -0.000 049 03 +0.000 000 018
Ω 113.665 524 -0.256 664 9 -0.000 183 45 +0.000 000 357
𝜋 093.056 787 +0.566 549 6 +0.000 528 09 +0.000 004 882

URANIUS
L 314.055 005 +428.466 998 3 -0.000 004 86 +0.000 000 006
i 000.773 196 -0.001 686 9 +0.000 003 49 +0.000 000 016
Ω 074.005 947 +0.074 146 1 +0.000 405 40 +0.000 000 104
𝜋 173.005 159 +0.089 320 6 -0.000 094 70 +0.000 000 413

NEPTUNUS
L 304.348 665 +218.486 200 2 +0.000 000 59 -0.000 000 002
i 001.769 952 00+0.000 225 7 +0.000 000 23 -0.000 000 000
Ω 131.784 057 00-0.006 165 1 -0.000 002 19 -0.000 000 078
𝜋 048.123 691 00+0.029 158 7 +0.000 070 51 -0.000 000 023

161
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 31. Posisi Planet-planet

Pada tahun 1982, P. Bretagnon dari the Bureau des Longitudes of Paris mempublikasikan
teori planetnya VS0P82. VSOP merupakan singkatan dari 'Variations Seculaires des Orbites
Planetaires'. VSOP82 terdiri dari serangkaian komponen periodik yang panjang untuk masing-
masing planet utama dari Merkurius sampai Neptunus. Jika, untuk planet yang diketahui, jumlah
dari serangkaian komponen periodik ini dievaluasi untuk suatu saat tertentu, diperoleh nilai-nilai
komponen berikut untuk orbit oskulasi. [Orbit oskulasi adalah orbit planet 'sesaat', lihat catatan
lebih banyak tentang hal ini dalam Bab 32.]
a = sumbu semimajor orbit
𝜆 = bujur rata-rata planet
h = e sin 𝜋
k = e cos 𝜋
1
p = sin 𝑖 sin Ω
2
1
q = sin 𝑖 cos Ω
2
dimana e adalah eksentrisitas orbit, n bujur perihelion, i inklinasi, dan Ω bujur titik daki
(ascending node).
Sekali, a, 𝜆, e dan 𝜋 (dari h dan k), i dan Ω (dari p dan q) adalah diketahui, posisi sejati planet
di ruang angkasa dapat diperoleh untuk saat tertentu yang diberikan.
Solusi VSOP82 yang tidak mudah adalah ketika seseorang tidak tahu di mana rangkaian
komponen yang panjang harus dipotong saat tidak diperlukan penuh. Untungnya, pada tahun 1987
Bretagnon dan Francou menyusun versi yang disebut VSOP87, yang memberikan komponen
periodik untuk menghitung koordinat heliosentris planet secara langsung, yaitu
L, bujur ekliptik
B, lintang ekliptik
R, vektor radius (= jarak ke Matahari)
Perlu dicatat bahwa L adalah benar-benar bujur ekliptik planet, bukan bujur orbit. Pada
gambar halaman 198, bujur orbit planet adalah jumlah busur 𝛾N dan NX' (dalam dua bidang yang
berbeda). Melalui posisi planet X', lingkaran besar X'X"ditarik tegak lurus terhadap ekliptika.
Kemudian bujur ekliptik planet diukur dari busur γX".
Meskipun metode yang digunakan untuk mengkonstruksi VSOP82 dan VSOP87 telah
dijelaskan dalam literatur astronomi (lihat Referensi 1 dan 2), teori-teori ini sendiri hanya tersedia
pada pita magnetik. Dengan ijin dari Bretagnon dan Francou, kita berikan dalam Lampiran II
komponen periodik paling penting dari teori VSOP87. Untuk setiap planet, disediakan seri berlabel
L0, LI, L2, ... , B0, B1, ... , R0, R1, ....
Seri L0, L1, ... diperlukan untuk menghitung bujur heliosentris ekliptik planet L; seri B0, B1, ...
dibutuhkan untuk lintang ekliptik B, dan seri R0, R1, ... adalah untuk vektor radius R.
Setiap garis horizontal dalam daftar merupakan satu komponen periodik dan berisi empat
angka:
- No adalah komponen dalam seri yang tidak diperlukan dalam perhitungan
sesungguhnya dan dicantumkan dalam daftar dengan tujuan referensi saja;
- Tiga nomor yang akan kita sebut di sini masing-masing A, B, dan C.

162
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Jika JDE adalah Julian Day Ephemeris sesuai dengan waktu yang diberikan, hitunglah waktu 𝜏
diukur dalam ribuan tahun Julian dari epoch 2000.0
𝐽𝐷𝐸 − 2451 545.0
𝜏 = (31.1)
365 250
Nilai setiap komponen yang diberikan dengan
A cos (B + C 𝜏)
Misalnya, komponen ke sembilan dari seri L0 untuk Merkurius sama dengan 1803 cos
(4.1033 + 5661.3320 𝜏).
Dalam daftar Lampiran II, kuantitas B dan C disajikan dalam radian. Koefisien A dalam
satuan 10-8 radian dalam kasus bujur dan lintang, dalam satuan 10-8 satuan astronomi untuk vektor
radius.
Ketika koefisien A memiliki desimal lebih sedikit, maka desimal lebih sedikit juga diberikan
untuk B dan C. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menghindari pengaruh dijit asing yang tidak
berpengaruh pada hasil.
Untuk mendapatkan bujur heliosentris ekliptik planet L di suatu saat tertentu, mengacu ke
ekuinoks rata-rata tanggal tertentu, lanjutkan sebagai berikut. Hitunglah jumlah L0 dari komponen
seri L0, jumlah L1 dari komponen seri L1, dll Kemudian bujur yang diinginkan dalam radian
dirumuskan oleh
𝐿 = (𝐿0 + 𝐿1 𝜏 + 𝐿2 𝜏 2 + 𝐿3 𝜏 3 + 𝐿4 𝜏 4 + 𝐿5 𝜏 5 )/108 (31.2)
Lanjutkan dengan cara yang sama untuk lintang heliosentris B dan vektor radius R. Bujur
heliosentris Planet L dan lintang B, diperoleh sejauh ini, mengacu pada ekliptik dinamis rata-rata
dan ekuinoks pada tanggal yang ditetapkan oleh teori planet VSOP karya Bretagnon. Kerangka
acuan berbeda sangat sedikit dari sistem standar FK5 yang disebutkan dalam Bab 20. Konversi L
dan B ke sistem FK5 dapat dilakukan sebagai berikut, di mana T adalah waktu dalam abad dari
2000.0, atau T = 10𝜏.
Hitung
L' = L - 1°.397 T - 0.00031 T2
Kemudian koreksi ke L dan B adalah:
Δ𝐿 = -0".09O33 + 0".03916 (cos L' + sin L') tan B
(31.1)
Δ𝐵 = + 0".03916 (cos L' - sin L')
Koreksi ini diperlukan hanya untuk perhitungan yang sangat akurat. koreksi tersebut dapat
diabaikan jika perhitungan menggunakan versi pendek dari VSOP87 diberikan dalam Lampiran II.
Cara mendapatkan posisi geosentris planet-planet akan dijelaskan dalam Bab 32.
Contoh 30.a — Hitung koordinat heliosentris Venus pada 20 Desember 1992 jam 0h TD.
Tanggal ini bersesuaian dengan JDE 2448 976,5, dari mana 𝜏 = -0.007 032 169 747. Untuk
Venus, seri L0 memiliki 24 komponen dalam Lampiran II (ada lebih banyak komponen dalam teori
VSOP87 asli), L1 memiliki 12 komponen, L2 memiliki 8 komponen, L3 dan L4 keduanya memiliki 3
komponen, sementara L5 mengandung hanya komponen tunggal. Untuk jumlah dari seri ini, kita
menemukan
L0 = 316 402 122 L3 = -56
L1 = +1 021 353 038 718 L4 = -109
L2 = +50 055 L5 = -1

163
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Oleh karena itu, dengan rumus (31.2), kita menemukan bahwa bujur heliosentris Venus,
untuk waktu yang diberikan dan mengacu pada ekuinoks rata-rata tanggal tertentu, adalah
L = -68.659 2582 radian = -3933°.88572 = +26°.11428
Kita menghitung lintang heliosentris B dan vektor radius R dengan cara yang sama. Perlu
dicatat bahwa, dalam kasus Venus, seri B5 dan R5 tidak ada. Hasilnya B = -0.045 7399 radian = -
2°.62070, R = 0.724 603 AU
Keakuratan hasil
Jika diinginkan akurasi tinggi, tampak bahwa komponen periodik dalam solusi VSOP87
mengerucut agak lambat. Besarnya kesalahan dalam koordinat jika daftar komponen dipotong pada
titik manapun? Aturan empiris berikut telah diberikan oleh Bretagnon dan Francou [3]:
Jika n adalah jumlah komponen yang dipertahankan, dan A amplitudo terkecil komponen
yang dipertahankan, akurasi seri yang terpotong tentang 𝜂 √𝑛 ×𝐴, dimana 𝜂 adalah angka
lebih kecil dari 2.
Sebagai contoh, mari kita perhatikan bujur heliosentris Merkurius. Dalam Lampiran II, seri
L0 untuk planet ini memiliki 38 komponen, dan koefisien komponen terkecil yang ditahankan
adalah 100 x 10-8 radian. Oleh karena itu, kita dapat berharap bahwa kemungkinan terbesar
kesalahan dalam bujur heliosentris Merkurius adalah sekitar
2 × √38 × 100 × 10-8 radian = 2". 54.
Tentu saja, seri L1, L2, dll, yang dipotong juga, yang memberikan ketidakpastian tambahan
orde 0".41 𝜏, 0".08 𝜏2, dan lain-lain
Daftar Pustaka
1. P. Bretagnon, 'Theorie du mouvement de 1'ensemble des planetes. Solution VSOP821,
Astronomy and Astrophysics, Vol. 114, halaman 278-288 (1982).
2. P. Bretagnon, G. Francou, 'Planetary theories in rectangular and spherical variables. VSOP87
solutions', Astronomy and Astrophysics, Vol. 202, halaman 309-315 (1988).
3. Ibid., halaman 314.

164
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 32. Gerak Eliptik

Dalam Bab ini kita akan menjelaskan dua metode untuk perhitungan posisi geosentris dalam
kasus orbit elips. Pada bagian metode pertama, bujur dan lintang geosentrik ekliptika sebuah
planet mayor (Merkurius sampai Neptunus) yang diperoleh dari Koordinat ekliptika heliosentris
planet dan Bumi. Dalam metode kedua, yang lebih cocok untuk planet minor dan komet periodik,
askensio rekta dan deklinasi benda langit, mengacu pada ekuinoks standar, diperoleh secara
langsung, menggunakan koordinat kartesian geosentris Matahari.
Metode pertama
Akan dijelaskan bagaimana askensio rekta dan deklinasi sebuah planet besar dapat dihitung
pada saat tertentu.
Untuk saat yang dikehendaki, dengan serangkaian data yang dicantumkan dalam Lampiran II
(menggunakan metode yang dijelaskan dalam Bab 31), koordinat heliosentris planet L, B, R, dan
koordinat heliosentris Bumi Lo, Bo, Ro. Jangan mengkonversi dari ekliptika dinamis dan ekuinoks ke
ekliptika dan ekuinoks FK5 pada tahap ini.
Kemudian cari
𝑥 = 𝑅 cos 𝐵 cos 𝐿 − 𝑅𝑜 cos 𝐵𝑜 cos 𝐿𝑜
𝑦 = 𝑅 cos 𝐵 sin 𝐿 − 𝑅𝑜 cos 𝐵𝑜 sin 𝐿𝑜 (32.1)
𝑧 = 𝑅 sin 𝐵 − 𝑅𝑜 sin 𝐵𝑜
Bujur geosentrik 𝜆 dan Lintang 𝛽 dari planet dirumuskan sebagai berikut:
𝑦 𝑧
tan = tan 𝛽 = (32.2)
𝑥 √𝑥 2 + 𝑦 2
Carilah kuadran yang tepat untuk 𝜆.. Kita dapat menggunakan Fungsi 'kedua' arctangent, 𝜆 =
ATN2 (y, x), atau melihat pelajaran yang diberikan dalam Bab 1 tentang 'kuadran yang benar'.
Namun, koordinat geosentris 𝜆, 𝛽 diperoleh dengan cara ini adalah koordinat geometrik planet
tersebut mengacu pada ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu. Jika diperlukan akurasi tinggi,
perlu untuk memperhitungkan perpindahan tampak dari planet ini dari posisi yang benar karena
kecepatan cahaya yang terbatas. Perpindahan Ini meliputi:
(a) efek waktu-cahaya, planet ini terlihat di mana ketika cahaya meninggalkannya;
(b) pengaruh gerakan Bumi yang dikombinasikan dengan kecepatan cahaya, menyebabkan
perpindahan tampak dari obyek, seperti aberasi tahunan dalam kasus bintang.
Kombinasi dari kedua efek ini sering disebut 'aberasi planet'.
Namun, kita lebih memilih untuk menyebut dengan terminologi aberasi untuk efek (b) saja,
karena efek ini mempunyai sifat yang sama seperti aberasi bintang-bintang. Selain itu, untuk
beberapa aplikasi tidak perlu untuk memperhitungkan efek (b) ini. Misalkan kita ingin menghitung
okultasi bintang oleh planet. Maka efek waktu cahaya harus diikut-sertakan dalam perhitungan
posisi planet, tetapi kita boleh mengabaikan efek (b) pada kondisi bahwa efek aberasi pada posisi
bintang diabaikan juga. Demikian pula, efek nutasi dapat diabaikan untuk kedua benda langit pada
dalam kasus tertentu. Alasannya jelas: karena planet dan bintang yang berdekatan pada bola langit,
efek aberasi dan nutasi akan mengubah posisi relatif mereka.
(a) efek waktu-cahaya: pada waktu t, planet yang terlihat adalah pada waktu t - 𝜏, maka dalam
arah diperoleh kombinasi posisi Bumi pada waktu t dengan planet di waktu t - 𝜏, dimana 𝜏

165
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

adalah waktu yang dibutuhkan oleh cahaya untuk mencapai Bumi dari planet ini. Kali ini
diberikan oleh
𝜏 = 0.005 77 55 183 Δ hari (32.3)
dimana Δ adalah jarak planet ke Bumi dalam satuan astronomi, dinyatakan dengan:

Δ = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 (32.4)
(b) efek penyimpangan dapat dihitung seperti untuk bintang-bintang, yaitu dengan cara rumus
(22.2), di mana 𝜃 adalah sama dengan Lo ± 180°.
Namun, kedua efek dapat dihitung secara bersamaan. untuk urutan akurasi bahwa gerakan
Bumi selama waktu-cahaya, secara linear dan seragam pada waktu t adalah sama seperti posisi
geometris tampak pada waktu t - 𝜏. Dengan kata lain, dalam metode ini posisi Bumi pada waktu t - 𝜏
harus dikombinasikan dengan posisi planet pada saat yang sama t - 𝜏.
Tentu saja, nilai dari waktu-cahaya 𝜏 tidak diketahui di muka karena jarak planet ke Bumi Δ
tidak diketahui. Tetapi Jarak ini dapat ditemukan dengan iterasi, menggunakan misalnya nilai
Δ = 0 (dan karenanya 𝜏 = 0) dalam perhitungan pertama.
Untuk perhitungan yang sangat akurat, bujur geosentris planet 𝜆 dan lintang 𝛽 dapat
dikonversi dari ekliptika dinamis dan ekuinoks ke ekliptika dan ekuinoks FK5 melalui rumus
(31.3), menggantikan L dengan 𝜆, dan B dengan 𝛽.
Untuk menyelesaikan perhitungan posisi tampak dari planet tertentu, koreksi untuk nutasi
harus diterapkan. Hal ini dicapai dengan menghitung nutasi pada bujur (Δ𝜓) dan kemiringan (Δ𝜀),
seperti dijelaskan pada Bab 21. Tambahkan Δ𝜓 pada bujur geosentris planet, dan Δ𝜀 ke kemiringan
rata-rata ekliptika 𝜀𝑜 . Askensio rekta tampak dan deklinasi tampak dari planet kemudian dapat
diperoleh dengan cara rumus (12.3) dan (12.4).
Elongasi planet 𝜓, yaitu jarak sudut ke Matahari, dapat dihitung dari
cos 𝜓 = cos 𝛽 cos (𝜆 − 𝜆𝑜 ) (32.5)
di mana 𝜆, 𝛽 adalah bujur dan lintang tampak planet dan 𝜆𝑜 bujur tampak Matahari. Lintang
Matahari, yang selalu lebih kecil dari 1.2 detik busur, dapat diabaikan di sini.
Contoh 32.a — Hitung posisi tampak Venus di 20 Desember 1992 jam 0h TD = JDE
2448976.5.
Karena jarak planet ke Bumi tidak diketahui sebelumnya, nilai waktu-cahaya juga tidak
diketahui. Oleh karena itu, kita mulai dengan perhitungan posisi (geometris) sejati planet pada
waktu tertentu. kita menemukan nilai posisi berikut untuk koordinat heliosentris (lihat Contoh
31.a):
L = 26°.11428 B = -2°.62070 R = 0.724603
Koordinat Bumi dihitung dengan cara yang sama:
𝐿𝑜 = 88°.35704 𝐵𝑜 = +0°.00014 𝑅𝑜 = 0.983 824 (A)
oleh karena itu, dengan rumus (32.1), (32.4) dan (32.3),
x = +0.621 746 Δ = 0.910 845
y = -0.664 810 𝜏 = 0.005 2606 hari
z = -0.033134
Δ jarak sejati Venus ke Bumi pada 20.0 Desember 1992. Sekarang ulangi kalkulasi koordinat
heliosentris Venus untuk waktu t - 𝜏, JDE = 2448 976.5 - 0.005 2606.
Kita menemukan

166
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

L = 26°.10588, B = -2°.62102, R = 0.724 604 (B)


Menggabungkan nilai-nilai baru dengan nilai-nilai (A) dari Lo, Bo, Ro, dapatkan:
x = 0.621 794 Δ = 0.910947
y = -0.664 905 (C) 𝜏 = 0.005 2612 hari
z = -0.033 138
Jika kita ulangi perhitungan dengan nilai baru dari 𝜏, kita menemukan nilai yang sama (B)
untuk L, B dan R lagi, dengan akurasi yang dikehendaki.
Oleh karena itu, nilai akhir untuk waktu-cahaya 𝜏 = 0.005 2612 hari, dan Δ = 0.910 947
adalah jarak tampak dari planet pada 20 Desember 1992 jam 0h TD. Jarak ini adalah di mana kita
'melihat' planet pada saat itu, dengan kata lain, itu adalah jarak tempuh oleh cahaya yang
meninggalkan planet ini pada waktu t - 𝜏 untuk mencapai Bumi pada waktu t.
Mari kita sekarang menghitung bujur dan lintang geosentris Venus. Jika kita menempatkan
nilai-nilai (C) x, y, z dalam rumus (32.2), kita memperoleh
𝜆 = 313°.08102 𝛽 = -2°.08474
yang dikoreksi waktu-cahaya, tetapi belum untuk aberasi. Dari Bab 22, didapatkan:
e = 0.016 711 573
𝜋 = 102°.88675
dan Rumus (22.2) memberi, untuk Θ = 268°.35704,
Δ𝜆 = -14". 868 = -0°.00413
Δ𝛽 = -0".531 = -0°.00015
dan bujur dan lintang tampak Venus (belum dikoreksi nutasi) adalah:
𝜆 = 313°.08102 - 0°.00413 = 313°.076 89
𝛽 = -2°.08474 - 0°.00015 = -2°.084 89
[Alternatifnya, kita dapat mengkoreksi waktu-cahaya dan aberasi bersama-sama sekaligus
dengan menghitung koordinat Bumi pada saat t - 𝜏, yang memberikan
Lo = 88°. 35.168, Bo = +0°.000 14, Ro = 0.983 825.
Kita sekarang menggabungkan nilai-nilai ini dengan koordinat Venus (B).
Rumus (32.1) dan (32.2) kemudian memberikan
x = +0.621 702 𝜆 = 313°.07687
y = -0.664 903 𝛽 = -2°.08489
atau nilai yang hampir sama seperti sebelumnya. ]
Koreksi reduksi ke sistem FK5 adalah, dari (3 1.3),
Δ𝜆 = -0".09027 = -0°.00003
Δ𝛽 = 0".05535 = 0°.00001
sehingga nilai-nilai terkoreksi adalah:
λ = 313°.07689 - 0°.00003 = 313°.07686
β = -2°.08489 + 0°.00001 = -2°.08488
Dari Bab 21, kita menemukan
Δ𝜓 = +16".749, Δ𝜀 = -1".933, 𝜀 = 23°.439 669
dan nilai 𝜆 dikoreksi nutasi adalah

167
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝜆 = 313°.07686 + 16 ".749 = 313°.08151


Akhirnya, dengan (12.3) dan (12.4), askensio rekta tampak,
𝛼 = 316°. 17291 = 21h.078 194 = 21h04m41s.50
deklinasi tampak:
𝛿 = -18°.88802 = -18°53'16".9
Nilai yang tepat, diperoleh dengan perhitungan yang akurat menggunakan teori VSOP87,
adalah 𝛼 = 21h04m41s.454, 𝛿 = -18°53'16".84, jarak sejati = 0.910 845 96.
Metode kedua
Di sini kita menggunakan elemen orbit mengacu pada ekuinoks standar, misalnya 2000.0,
dan koordinat kartesian geosentris ekuator Matahari X, Y, Z mengacu pada ekuinoks yang sama.
Koordinat kartesian ini dapat diambil dari almanak astronomi, atau dapat dihitung dengan metode
yang diuraikan dalam Bab 25.
Dalam metode ini, bujur dan lintang heliosentrik dari benda langit (planet minor atau komet
periodik) tidak dihitung. Sebaliknya, kita menghitung koordinat kartesian heliosentris ekuator x, y,
z, setelah askensio rekta, deklinasi dan kuantitas lainnya diperoleh dengan cara rumus sederhana.
Elemen-elemen orbit berikut yang seharusnya diketahui. Dapat diambil, misalnya, dari Surat
Edaran I.A.U., dari Peredaran Planet Kecil dari Pusat Planet Minor, dll
a = sumbu semimajor, di AU
e = eksentrisitas
i = inklinasi
𝜔 = Argumen perihelion
Ω = bujur titik daki
n = gerak rata-rata, dalam derajat/hari
di mana i, 𝜔 dan Ω yang mengacu ke ekuinoks standar.
Jika a atau n tidak diketahui, mereka dapat dihitung dari
𝑞 0.985 607 6686
𝑎 = 𝑛=
1 − 𝑒 𝑎 √𝑎
di mana q adalah jarak perihelion di AU. Pembilang dari fraksi kedua adalah konstanta
Gaussian gravitasi 0.017 202 098 95 dikonversi dari radian ke derajat.
Sebenarnya, semua elemen ini berlaku hanya untuk satu waktu yang diberikan, yang disebut
Epoch. Mereka bervariasi dengan waktu di bawah pengaruh gangguan planet. (Lihat, kemudian
dalam Bab ini, catatan tentang elemen oskulasi). Jika tidak diperlukan akurasi tinggi, elemen
tersebut dapat dianggap berubah-ubah selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan,
misalnya selama waktu kemunculan komet.
Selain elemen orbit yang disebutkan di atas, baik nilai Mo dari anomali rata-rata pada epoch,
atau waktu T dari perjalanan melalui perihelion, diberikan. Hal ini memungkinkan perhitungan
anomali rata-rata M pada suatu saat. Anomali rata-rata meningkat dengan n derajat per hari, dan
nol pada saat T.
Elemen orbit dari planet minor atau komet periodik diketahui, posisi geosentris untuk
tanggal tertentu bisa dihitung sebagai berikut. Pertama, kita harus menghitung jumlah a, b, c dan
sudut A, B, C, yang merupakan konstanta untuk orbit tertentu.
Misalkan 𝜀 kemiringan ekliptika. Jika elemen orbit mengacu ke ekuinoks standar 2000.0,
seseorang harus menggunakan nilai 𝜀 2000 = 23°26'21". 448, yang mana

168
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

sin 𝜀 = 0.397 777 16


cos 𝜀 = 0.917 482 06
Kemudian hitung:
𝐹 = cos Ω 𝑃 = − sin Ω cos 𝑖
𝐺 = sin Ω cos 𝜀 𝑄 = cos Ω cos 𝑖 cos 𝜀 − sin 𝑖 sin 𝜀 (32.7)
𝐻 = sin Ω sin 𝜀 𝑅 = cos Ω cos 𝑖 sin 𝜀 + sin 𝑖 cos 𝜀
Sebagai kontrol, kita dapat mengguakan persamaan berikut:
𝐹 2 + 𝐺 2 + 𝐻2 = 1, 𝑃2 + 𝑄2 + 𝑅2 = 1
tetapi tentu saja perhitungan ini tidak diperlukan dalam sebuah program.
Kemudian kuantitas a, b, c, A, B, C diberikan dengan
𝐹
tan 𝐴 =
𝑃 𝑎 = √𝐹 2 + 𝑃 2
𝐺
tan 𝐵 = 𝑏 = √𝐺 2 + 𝑄2 (32.8)
𝑄

𝐻 𝑐 = √𝐻 2 + 𝑅 2
tan 𝐶 = }
𝑅
Kuantitas a, b, c harus positif, sedangkan sudut A, B, C harus ditempatkan di kuadran yang
tepat, sesuai dengan aturan berikut:
sin A memiliki tanda yang sama dengan cos Ω,
sin B sin C memiliki tanda yang sama dengan sin Ω.
Namun, sekali lagi, kita bisa menggunakan fungsi arctangent 'kedua' jika tersedia dalam
bahasa Pemrograman: A = ATN2 (F, P), dst.
Perhatian: jangan bingung dengan kuantitas a sumbu semimajor sebuah orbit!
Untuk setiap posisi yang diinginkan, hitung anomali rata-rata benda langit M, maka anomali
eksentrisitas E (lihat Bab 29), anomali sejati v dengan cara rumus (29.1), dan vektor radius r
dengan cara (29.2). Kemudian koordinat kartesian heliosentris ekuator benda langit diberikan
oleh:
𝑥 = 𝑟 𝑎 sin (𝐴 + 𝜔 + 𝑣)

𝑦 = 𝑟 𝑏 sin (𝐵 + 𝜔 + 𝑣) (32.9)

𝑧 = 𝑟 𝑐 sin (𝐶 + 𝜔 + 𝑣) }
Kemudahan rumus ini terlihat ketika koordinat kartesian diperlukan untuk posisi benda
langit. Komponen tambahan a, b, c, A, B, C adalah fungsi Ω, i dan 𝜀, dan dengan demikian konstanta
untuk seluruh ephemeris, karena masing-masing posisi hanya nilai-nilai v dan r yang harus
dihitung. Namun, perlu dicatat bahwa Ω, i dan 𝜔 adalah konstan hanya jika benda langit dalam orbit
tanpa gangguan.
Untuk saat yang sama, menghitung koordinat kartesian Matahari X, Y, Z (Bab 25), atau
mengambilnya dari almanak astronomi. Kemudian askensio rekta 𝛼 dan deklinasi geosentris 𝛿 dari
planet atau komet dihitung dari:

169
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑌 + 𝑦
tan 𝛼 =
𝑋 + 𝑥

Δ2 = (X + x)2 + (𝑌 + 𝑦)2 + (𝑍 + 𝑧)2 (32.10)

𝑍 + 𝑧
sin 𝛿 = }
Δ
dimana Δ adalah jarak ke Bumi dan dengan demikian positif. Kuadran yang benar dari 𝛼
diindikasikan dengan fakta bahwa sin 𝛼 memiliki tanda yang sama seperti (Y + y), namun, sekali
lagi fungsi, arctangent kedua dapat digunakan: 𝛼 = ATN2 (Y + y, X + x).
Jika 𝛼 negatif, tambahkan 360 derajat. Kemudian konversikan dari derajat menjadi jam
dengan membaginya dengan 15.
Koordinat ekuator 𝛼 dan 𝛿 benda langit mengacu ke ekuinoks standar yang sama dengan
elemen orbit dan koordinat kartesian Matahari X, Y, Z. Namun, nilai-nilai 𝛼 dan 𝛿 diperoleh dengan
cara seperti yang dijelaskan di atas merujuk pada posisi geometrik (yang benar) benda langit di
ruang angkasa. Sama seperti pada 'Metode Pertama' dalam Bab ini, efek waktu-cahaya harus
diperhitungkan. Hal ini dilakukan sebagai berikut.
Untuk waktu yang diberikan t, hitunglah jarak Δ dari benda langit ke Bumi seperti dijelaskan
di atas, dan kemudian waktu-cahaya 𝜏 dengan cara rumus (32.3). Kemudian ulangi perhitungan M,
E, v, x, y, z untuk waktu t - 𝜏, tetapi biarkan koordinat Matahari X, Y, Z tidak berubah. Dengan nilai-
nilai baru x, y, z, rumus (32.10) akan memberikan nilai-nilai terkoreksi 𝛼 dan 𝛿.
Jika dibuat kelonggaran untuk waktu-cahaya, yaitu, jika tidak ada koreksi aberasi dan nutasi,
kemudian diperoleh nilai untuk 𝛼 dan 𝛿 yang disebut dengan askensio rekta astrometrik dan
deklinasi astrometrik benda langit pada saat tertentu. Posisi astrometrik sebuah planet minor atau
komet secara langsung sebanding dengan tempat rata-rata bintang seperti yang diberikan dalam
katalog bintang (perlu dikoreksi untuk gerak diri dan paralaks tahunan, jika signifikan). Tentu saja,
𝛼 dan 𝛿 adalah geosentris.
Elongasi 𝜓 ke Matahari, dan P sudut fase (sudut Matahari - benda langit - Bumi), dapat
dihitung dari:
(𝑋 + 𝑥) 𝑋 + (𝑌 + 𝑦) 𝑌 + (𝑍 + 𝑧) 𝑍 𝑅2 + Δ2 − 𝑟 2
cos 𝜓 = = (32.11)
𝑅Δ 2 𝑅 Δ
(𝑋 + 𝑥) 𝑥 + (𝑌 + 𝑦) 𝑦 + (𝑍 + 𝑧) 𝑧 𝑟 2 + Δ2 − 𝑟 2
cos 𝛽 = = (32.12)
𝑟 Δ 2 𝑟 Δ
dimana 𝑅 = √𝑋 2 + 𝑌 2 + 𝑍 2 = jarak Bumi dan Matahari. Sudut 𝜓 dan 𝛽 keduanya antara 0
dan +180 derajat.
Jangan dicampuradukkan dengan R dengan kuantitas R pada rumus )32.1) ataupun pada
rumus (32.7).
Magnitudo benda-benda langit dihitung sebagai berikut. Dalam kasus komet, magnitudo
secara umum dihitung dari:
𝑚 = 𝑔 + 5 log Δ + 𝜅 log 𝑟 (32.13)
dimana g adalah magnitudo absolut, dan 𝜅 nilainya konstan dimana berbeda dari satu komet
ke komet yang lainnya. Secara umum, 𝜅 adalah nilai antara 5 dan 15.

170
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk planet minor, sistem magnitudo baru diadopsi oleh Komisi 20 dari International
Astronomical Union (New Delhi, November 1985). Rumus untuk prediksi magnitudo tampak sebuah
planet kecil (minor) adalah:
𝑚𝑎𝑔𝑛𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 = 𝐻 + 5 log 𝑟 Δ − 2.5 log[(1 − G) ϕ1 + G ϕ2 ] (32.14)
dengan
𝛽 0.63
𝜙1 = exp [−3.33 (tan ) ]
2
𝛽 1.22
𝜙2 = exp [−1.87 (tan ) ]
2
dimana 𝛽 adalah sudut fase dan 'exp' adalah fungsi eksponensial, EXP (x) = ex. Rumus
(32.14) berlaku untuk 0° ≤ 𝛽 ≤ 120°. H dan G parameter magbitudo, yang nilainya berbeda
untuk setiap planet minor. H adalah magnitudo visual rata-rata mutlak, sedangkan G disebut
'paramater kemiringan'. Berikut adalah nilai-nilai H dan G untuk planet minor terang dan beberapa
obyek yang tidak umum [1]:
H G H G
1 Ceres 3.34 0.12 15 Eunomia 5.28 0.23
2 Pallas 4.13 0.11 18 Melpomene 6.51 0.25
3 Juno 5.33 0.32 20 Massalia 6.50 0.25
4 Vesta 3.20 0.32 433 Eros 11.16 0.46
5 Astraea 6.85 0.15 1566 Icarus 16.4 0.15
6 Hebe 5.71 0.24 1620 Geographos 15.60 0.15
7 IHs 5.51 0.15 1862 Apollo 16.25 0.09
8 Flora 6.49 0.28 2060 Chiron 6.0 0.15
9 Metis 6.28 0.17 2062 Aten 16.80 0.15
Pada rumus (32.13) dan (32.14), Jarak ke Matahari (r) dan jarak ke Bumi (Δ) dalam satuan
astronomi, dan semua algoritma berbasis 10.
Contoh 32.b — Hitung posisi geosentrik komet Enke Periodik untuk 6 Oktober 1990 jam 0h TD,
menggunakan elemen orbit berikut ini (lihat contoh 23.b):
T = 28.54502 TD Oktober 1990 𝑖 = 11°. 94524
a = 2.209 1404 AU (satuan astronomi) Ekliptika dan
Ω = 334°. 750 06 Ekuinoks 2000.0
= 0.850 2196
𝜔 = 186°. 23352 }
Pertama hitung konstanta bantu dari orbit:
F = +0.904 455 59 P = +0.417 330 84
G = -0.391 368 30 Q = +0.729 522 09
H = -0.169 678 93 R = +0.541 878 67
oleh karena itu, dengan rumus (32.8),
A = 65°.230 615 a = 0.996 094 85
B = 331°.787 680 b = 0.827 871 74

171
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

C = 342°.613 052 c = 0.567 823 42


Dari nilai 2.209 1404 untuk sumbu semimajor orbit, rumus kedua (32.6) menghasilkan n =
0.300 171.252 derajat/hari.
Untuk tanggal yang diberikan (6.0 Oktober 1990), waktu sejak perihelion adalah -22.545 02
hari. Oleh karena itu, anomali rata-rata adalah:
M = -22.54502 x 0°.300 171 252 = -6°.767 367
Lalu kita dapatkan,
E = -34°.026 714 x = +0.250 8066
v = -94°. 163 310 y = +0.484 9175
r = 0.652 4867 z = +0.357 3373
Koordinat kartesian ekuator geosentrik Matahari untuk waktu yang sama, dan mengacu
pada ekuinoks standar yang sama (2000.0), dihitung dengan menggunakan teori VSOP87, adalah:
X = -0.975 6732, Y = -0.200 3254, Z = -0.086 8566
yang mana Δ = 0.824 3689, dan waktu cahaya adalah 𝜏 = 0.004 76 hari.
Ulangi perhitungan posisi komet untuk t - 𝜏, berlaku 5.99524 Oktober 1990, didapatkan:
M = -6°.768 796
E = -34°.031 552 x = +0.250 931 0
v = -94°. 171 933 y = +0.484 947 7
r = 0.652 5755 z = +0.357 371 2
X + x = -0.724 7422
Y+y = +0.284 6223
Z+z = +0.270 5146
Δ = 0.824 2811
dari situ disimpulkan askensio rekta dan deklinasi astrometrik dan elongasi Matahari:
𝛼2000 = 158°.558 965 = 10h34m14s.2
𝛿2000 = +19°. 158 496 = +19°09'31"
𝜓 = 40°.51
Catatan pada elemen-elemen oskulasi
Elemen orbit rata-rata, seperti yang dijelaskan dalam Bab 30 untuk planet besar, mewakili
elemen-elemen orbit rata-rata. Mereka merujuk ke orbit yang berubah secara lambat.
Untuk komet periodik dan ribuan planet minor, tidak ada elemen orbit rata-rata yang
dihitung. Sebaliknya, elemen-elemen orbit dihitung untuk orbit 'sesaat' orbit pada suatu waktu
tertentu (Epoch), yang disebut elemen oskulasi, dan waktu yang valid adalah Epoch oskulasi.
"Elemen oskulasi pada epoch tertentu didefinisikan sebagai elemen orbit elips tanpa
gangguan, disebut orbit oskulasi, di mana posisi dan kecepatan planet pada saat epoch
adalah identik dengan posisi sebenarnya dan kecepatan planet di orbit dengan gangguan
pada saat yang sama. Elemen-elemen oskulasi karena mengandung efek gangguan karena
planet-planet lain, sehingga, tidak seperti elemen rata-rata, mengkuti variasi periodik.,, [2]
Sementara elemen rata-rata bervariasi perlahan dengan waktu (misalnya, eksentrisitas orbit
rata-rata Mars adalah 0.09331 pada tahun 1900 dan akan 0.09340 pada tahun 2000), elemen-
elemen oskulasi bervariasi agak cepat. Perubahan ini umumnya tidak mencerminkan perubahan
nyata orbit rata-rata. Sebagai contoh, mari kita ambil elemen oskulasi berikut planet minor Ceres

172
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

selama dua epoch yang dipisahkan hanya 200 hari. Elemen ini diambil dari Ephemerides tahunan
Planet Kecil (Leningrad), elemen i, 𝜔 dan Ω mengacu ke ekuinoks standar 1.950,0.
Epoch (TD): 27.0 Desember 1980 15.0 Juli 1981
Sumbu Semimajor (AU): a = 2.7663951 a = 2.767 1238
Eksentrisitas: e = 0.077 2343 e = 0.077 4937
Inklinasi (derajat): i = 10.598 78 i = 10.598 15
Argumen perihelion (derajat): 𝜔 = 73.895 55 𝜔 = 73.901 89
Panjang, titik daki (derajat): Ω = 80.102 59 Ω = 80.096 60
Anomali rata-rata (derajat): M = 319.239 14 M = 2.081 33
Gerak rata-rata (derajat/ hari): n = 0.214 206 55 n = 0.214 121 94
Dari 27 Desember 1980 sampai 15 Juli 1981 sumbu semimajor dari orbit 'sesaat' meningkat
sebesar 0.000 73 AU, tetapi kita dapat tidak dapat menyimpulkan bahwa selama 200 hari jarak
rata-rata Ceres ke Matahari meningkat sebesar 109 000 kilometer!
Pada 27 Desember 1980, periode revolusi 'sesaat' Ceres adalah 1680.62 hari (yang diperoleh
dengan membagi 360° dengan n); 200 hari kemudian telah meningkat menjadi 1681.28 hari.
Neptunus memberi gambaran lebih baik. Sementara eksentrisitas orbit rata-rata adalah
0.0090 saat ini, yaitu orbit oskulasinya mencapai maksimum 0.0124 pada bulan November 1964,
minimal 0.0039 pada bulan Oktober 1970, maksimum lain (0.0122) pada Desember 1976, dan
sebagainya. Variasi yang agak besar ini tidak mengherankan: oskulasi orbit Neptunus mengacu
pada posisi sesaat dan kecepatan Matahari, yang dengan sendirinya berosilasi sekitar pusat tata
surya, terutama karena pengaruh planet besar yaitu Jupiter dan Saturnus. Elemen orbit Neptunus
mengacu pada barycenter (bukan ke Matahari) menunjukkan variasi yang jauh lebih kecil.
Ephemerides yang akurat dari komet periodik dan planet-planet minor diperoleh dengan
integrasi numerik, dan untuk perhitungan ini elemen orbit oskulasi memberikan nilai awal.
Elemen oskulasi dapat digunakan untuk memberikan posisi sebenarnya dan gerak benda
langit pada epoch oskilasi, dan memberikan nilai pendekatan yang baik untuk orbit sebenarnya
selama periode singkat sekitar Epoch. Bagaimanapun, nilai itu tidak digunakan sebagai orbit tanpa
gangguan selama periode yang lama!.
Dalam rangka untuk memiliki gagasan tentang kesalahan yang membesar dari ephemeris
dihitung dengan menggunakan orbit oskulasi tanpa gangguan, kita menggunakan elemen oskulasi
tersebut di atas dari Ceres memadai untuk 15 Juli. 1981. Bujur heliosentris Ceres, dihitung dengan
cara ini, kemudian dibandingkan dengan persis seperti yang dihasilkan dari karya Duncombe [3].
Ternyata sampai 280 hari setelah Epoch, kesalahan lebih kecil dari 9". Selama 40 hari pertama,
kesalahan lebih kecil dari 1". Kesalahan dalam perhitungan heliosentris bujur mencapai maksimum
(+8") 180 hari setelah Epoch, Tetapi setelah beberapa bulan kesalahan Δ𝜆 dengan cepat mencapai
nilai negatif yang besar:
Jumlah hari setalah
15 Juli 1981 : 0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400
Δ𝜆 (detik busur) : 0 +1 +3 +5 +7 +7 +3 -8 -26 -52 -86
Evolusi lebih lanjut dari Δ𝜆 ditunjukkan pada Gambar pada halaman berikut. Kurva
berosilasi menunjukkan variasi kesalahan sebagai fungsi dari waktu. Jadi, dalam kasus ini,
kesalahan tidak tidak membesar terus menerus dengan waktu. Kita menemukan ekstrim berikut
nilai untuk kesalahan dalam Bujur heliosentris Ceres:
+8" pada Januari 1982

173
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

-708" pada pertengahan Maret 1984


+864" pada pertengahan Mei 1986
-825" pada Juli 1988
+1754" pada Agustus 1990

Kesalahan Δ𝜆 dalam bujur heliosentrik yang dihitung dari Ceres, ketikakomponen


oskulasi yang digunakan dan gangguan oleh planet diabaikan.
Vertikal : Δ𝜆 dalam detik busur.
Horizontal : hari-hari berlalu sejak Epoch, 15.0 .Juli 1981.
Titik-titik dipresentasikan pada interval 40 hari.

Persamaan Pusat
Jika eksentrisitas orbit yang kecil, maka sebagai ganti pemecahan persamaan Kepler (Bab
29) dan kemudian menggunakan rumus (29.1), persamaan pusat C, atau perbedaan v - M,
komponen e dan M dapat ditemukan langsung melalui rumus berikut.
𝑒3 5 5 5 11 4
𝐶 = (2 𝑒 − + 𝑒 ) sin 𝑀 + ( 𝑒 2 − 𝑒 ) sin 2𝑀
4 96 4 24
13 3 43 5 103 4 1097 5
+ ( 𝑒 − 𝑒 ) sin 3𝑀 + 𝑒 sin 4𝑀 + 𝑒 sin 5𝑀
12 64 96 960
Hasilnya dinyatakan dalam radian, dan dengan demikian harus dikalikan dengan 180/𝜋 atau
57.295 779 51 agar dapat dikonversi menjadi derajat. Rumus ini berasal dari serangkaian ekspansi
[4], dan telah dipotong setelah komponen e5. Oleh karena itu hanya cocok untuk nilai eksentrisitas
kecil. Jika eksentrisitas sangat kecil, komponen dalam e4 dan e5 dapat diabaikan.
Kesalahan terbesar adalah:
Rumus sampai Rumus dengan
komponen e5 mengabaikan e4 dan e5
Untuk e = 0.03 0".0003 0'.'24
0.05 0.007 1.8

174
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

0.10 0.45 30
0.15 5 152
0.20 29 483
0.25 111 1183
0.30 331 2456
Terdapat serangkaian ekspansi untuk vektor radius juga. Komponennya hingga pangkat
kelima eksentrisitasnya adalah sebagai berikut:
𝑟 𝑒2 3 3 5
= 1 + − (𝑒 − 𝑒 + 𝑒 5 ) cos 𝑀
𝑎 2 8 192
𝑒2 𝑒4
−( − ) cos 2𝑀
2 3
3 45 5
− ( 𝑒3 − 𝑒 ) cos 3𝑀
8 128
𝑒4
− cos 4𝑀
3
125 5
− 𝑒 cos 5𝑀
384
Kecepatan pada orbit Eliptik
Orbit eliptik yang tidak terganggu, kecepatan sesaat benda langit yang bergerak, dalam
kilometer per detik, diberikan dengan:

1 1
𝑉 = 42.1219 √ −
𝑟 2𝑎
dimana r adalah jarak benda langit ke Matahari, dan a adalah setengah sumbu utama orbit,
keduanya dinyatakan dalam satuan astronomi.
Jika e adalah eksentresitas, selanjutnya kecepatan pada perihelion dan pada aphelion,
dinyatakan dalam km/detik, masing-masing adalah:

29.7847 1+𝑒
𝑉𝑝 = √
√𝑎 1−𝑒

29.7847 1 − 𝑒
𝑉𝑎 = √
√𝑎 1 + 𝑒

Contoh 32.c — Untuk Komet Halley secara Periodik kembali ke semula tahun 1986, kita
mempunyai [5]
a = 17.9400782 e = 0.96727426
nilai-nilai oskulasi sah untuk Epoch 19.0 TD Februari 1986. Untuk orbit semacam ini,
kecepatan di perihelion dan aphelion masing-masing adalah Vp = 54.52 km/detik dan Va = 0.91 km /
detik.
Pada jarak r = 1 AU dari Matahari, kecepatan komet itu V = 41.53 km/detik.
Panjang elips

175
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sementara ada rumus yang tepat menghitung area elips (area = 𝜋 𝑎 𝑏), tidak ada rumus yang tepat
dengan jumlah komponen terbatas dan fungsi biasa untuk panjang L (perimeter) dari elips. Berikut
ini, e adalah eksentrisitas elips, a sumbu semimajornya, dan b sumbu semiminor yang dinyatakan
dengan 𝑏 = 𝑎 √1 − 𝑒 2 .
1. Sebuah rumus perkiraan yang diberikan oleh Ramanujan pada tahun 1914 adalah:
𝐿 = 𝜋 (3 (𝑎 + 𝑏) − √(𝑎 + 3𝑏)(3𝑎 + 𝑏))
Kesalahan nol untuk a = b (yaitu untuk lingkaran), meningkat iampao 0.4155% untuk e = 1,
yaitu, untuk elips datar tak terhingga.
2. Metode lain yang menarik untuk menemukan panjang elips adalah sebagai berikut. Misalkan
A, G dan H masing-masing merupakan cara aritmatika, geometrik, dan harmonik, dari
setengah-sumbu elips a dan b. Artinya,
𝑎 + 𝑏 2𝑎𝑏
𝐴 = 𝐺 = √𝑎𝑏 𝐻=
2 𝑎 + 𝑏
Kemudian kita mempunyai
21 𝐴 − 2 𝐺 − 3 𝐻
𝐿 = 𝜋 ( )
8
dengan kesalahan kurang dari 0.001% jika e < 0.88,dan kurang dari 0.01% jika e < -.95.
Tetapi kesalahan sampai 1% untuk e = 0.9997,dan sampai 30% untuk e = 1.
3. Rumus dengan rangkaian ekspansi tak terbatas adalah:
1 2 𝑒2 1 × 3 2 𝑒4 1 × 3 × 5 2 𝑒6
𝐿 = 2 𝜋 𝑎 (1 − ( ) − ( ) − ( ) − …)
2 1 2 × 4 3 2 × 4 × 6 5
Rumus di antara kurung bernilai 0.99937 untuk e = 0.05, nilainya 0.99750 untuk e = 0.10, an
sama dengan 0.63662 = 2/𝜋 untuk e =1.
4. Cara untk lebih cepat mengerucut diperoleh dengan ruus berikut, dimana m= (a - b)/(a + b),
2𝜋𝑎 1 2 1 2 4 1 ×3 2 6
𝐿 = (1 + ( ) 𝑚2 + ( ) 𝑚 + ( ) 𝑚
1 + 𝑚 2 2 ×4 2 ×4×6
1 ×3×5 2 8
+ ( ) 𝑚 + ….)
2 ×4 ×6 ×8

Contoh 32.d — Peeriode komet Halley. Menggunakan elemen untuk kembali tahun 1986 (lihat
Contoh 32.c), kita menemukan bahwa panjang orbit adalah 77.07 AU = 11530
juta kilometer.

Daftar Pustaka
1. Minor Planet Circulars 17256-17264 (2 Desember 1990).
2. Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris (London, 1961); halaman 114.
3. R.L. Duncombe, 'Heliocentric Coordinates of Ceres, Pallas, Juno, Vesta, 1928-2000", Astron.
Papers, XX, II (Washington, 1969).
4. Annales de l'Observatoire de Paris, Vol. I, halaman 202-204.
5. Minor Planet Circular 10634 (24 April 1986).

176
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 33. Gerak Parabolik

Dalam Bab ini akan dijelaskan rumus untuk perhitungan posisi komet yang bergerak
mengelilingi Matahari dalam orbit parabola. Kita akan asumsikan bahwa elemen orbit ini
tidak berubah-ubah (tidak ada gangguan planet) dan mengacu ke ekuinoks standar,
contoh 2000.0.
Kita berasumsi bahwa elemen orbit berikut:
T = waktu saat melewati perihelion
q = jarak perihelion jarak, dalam satuan AU
i = inklinasi
𝜔 = argumen perihelion
Ω = bujur titik daki
Pertama, menghitung konstanta tambahan A, B, C, a, b, c seperti untuk orbit eliptik:
lihat rumus (32.7) dan (32.8). Kemudian, untuk masing-masing posisi komet yang
dikehendaki, lanjutkan sebagai berikut. Misalkan t - 𝜏 adalah waktu sejak perihelion,
dalam satuan hari. Kuantitas ini adalah negatif sesaat sebelum waktu perihelion.
Hitung:
0.036 491 162 45
𝑊 = (𝑡 − 𝜏) (33.1)
𝑞 √𝑞

Konstanta dalam pembilang sama dengan 3k/√2, dimana k adalah konstanta


gravitasi Gaussian 0.017 202 098 95.
Kemudian anomali sejati v dan vektor radius r komet dirumuskan dengan:
𝑣
tan 𝑠 𝑟 = 𝑞 (1 + 𝑠 2 )
2
dimana s adalah akar persamaan:
𝑠 3 + 3𝑠 − 𝑊 = 0 (33.3)
Perlu dicatat bahwa, sesaat sebelum waktu perihelion, s negatif dan v antara -180°
dan 0°; setelah perihelion, s > 0 dan v adalah antara 0° dan 180°. Pada saat melintasi
perihelion, s = 0, v = 0°, dan r = q.
Ada beberapa cara untuk memecahkan persamaan (33.3), yang dikenal dengan
Persamaan Barker.
1. Persamaan dengan mudah dapat diselesaikan dengan iterasi, algoritma ini dianjurkan
penulis, karena rumus iterasi sederhana, konvergensinya cepat, tidak ada fungsi
trigonometri atau akar kubik yang terlibat, dan prosedur yang berlaku untuk nilai-nilai
positif ataupun negatif (t - 𝜏), dan t = 𝜏 (atau s = 0).

177
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kita dapat mulai dari setiap nilai s, pilihan yang baik adalah s = 0. Pilihan nilai yang
lebih baik untuk s adalah:
2 𝑠2 + 𝑊
(33.4)
3 (𝑠 2 + 1)
Perhitungan ini diulang sampai diperoleh nilai yang tepat untuk s. Perlu dicatat bahwa
dalam rumus (33.4) pang tiga dari s harus dihitung, jika s adalah negatif, operasi ini
tidak dimungkinkan pada beberapa mesin penghitung, ketika hal ini terjadi,
menghitung 𝑠× 𝑠 ×𝑠 bukan 𝑠 3 .
2. Daripada memecahkan persamaan (33.3) dengan iterasi, s dapat diperoleh langsung
sebagai berikut (J. Bauschinger, Tafeln zur Theoretischen Astronomie, halaman 9,
Leipzig, 1934):

2 𝑞 √𝑞
tan 𝛽 = = 54.807 791
𝑊 𝑡 − 𝑇

3 8
tan 𝛾 = √tan (33.5)
2

2
𝑠 =
tan 2𝛾 }
2√2,
Konstanta 54.807 791 sama dengan 3𝑘
di mana k adalah konstan gravitasi Gaussian.

Dalam metode ini, tidak ada iterasi yang dilakukan, Tetapi dua masalah dapat terjadi:
- Pada saat perjalanan melintasi perihelion, t - 𝜏 adalah nol, maka W adalah nol, dan
2/W menjadi tak terhingga. Namun, dalam kasus yang kita miliki segera v = 0° dan r
= q, namun kemungkinan terjadinya kasus ini harus diantisipasi dalam program
komputer;
- Sebelum perihelion yang kita memiliki W < 0, dari mana tan 𝛽 adalah negatif. Tetapi
dalam kasus itu, tan 𝛽 / 2 juga negatif, dan komputer tidak dapat menghitung akar
pangkat besaran negatif. Kesulitan ini dapat dihindari dengan mengganti W dengan
nilai mutlak dalam rumus (33.5). Pada akhir perhitungan, tanda s harus
kemudian disesuaikan.
Misalnya, dalam BASIC rumus (33.1) dan (33.3) dapat diprogram sebagai berikut, di
mana T adalah singkatan dari jumlah hari t - T sejak perihelion:
IF T = 0 THEN ....
W= .03649116245 * T/(Q*SQR(Q))
B = ATNB/ABS(W))
S = 2/TANB*ATN(TAN(B/2)^(l/3)))
IF T < 0 THEN S = -S

178
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

3. Metode berikut lebih mudah dan tidak menggunakan fungsi trigonometri. Semua
ekspresi di bawah tanda akar adalah positif.

𝑊 3 1
𝐺 = 𝑌 = √𝐺 + √𝐺 2 + 1 𝑠 = 𝑌 − (33.6)
2 𝑌

Ketika s diperoleh, v dan r dapat ditemukan dengan cara (33.2), setelah perhitungan
berlanjut seperti pada gerak elips, rumus (32.9) dan (32.10), dengan cara yang sama
perhitungkan juga Efek waktu-cahaya.
Rumus pertama (33.2) akan memberikan v/2 antara -90 dan +90 derajat, berbagai
fungsi arctangent dalam bahasa komputer. Itu akan memberikan v di kuadran yang
benar, antara -180° dan 180°, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan tambahan.
Dalam gerak parabola, e = 1 sementara a dan periode revolusi yang tak terbatas, gerak
harian rata-rata adalah nol, dan karena itu tidak ada anomali dan eksentrisitas rata-
rata (pada kenyataannya, mereka nol).

Contoh 33.a — Hitung anomali sejati dan jarak ke Matahari, komet Helin-Romawi (1989s
= 1989 IX) pada 31.0 TD Oktober 1989, menggunakan nilai
T = 20.29104 TD Agustus 1989
q = 1.324 5017
dari orbit parabola dihitung dengan cara B.G. Marsden (Minor Planet Circular No.
16001, 11 Maret 1990)
Untuk tanggal yang dikehendaki (31.0 Oktober 1989), waktu dari perihelion
adalah t - T = 71.70896 hari. Oleh karena itu, dengan rumus (33.1),
W = 1.716 65.231.
Mulai dari nilai s = 0, kita memperoleh pendekatan berturut-turut dengan cara
rumus iterasi (33.4):
0.000 0000
0.572 2174
0.525 1685
0.524 2029
0.524 2025
Oleh karenanya, s = +0.5242025, dan konsekwensinya:
v = +55°. 32728 r = 1.688 459
Jika, bukan dengan prosedur iterasi tetapi dengan menggunakan rumus (33.6), kita
memperoleh berturut-turut:
G = 0.858 326 155
Y = 1.295 879 323

179
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

s = Y - 1/Y = 0.524 2025, sama seperti sebelumnya.


Bab 34. Gerak mendekati Parabolik
Eksentrisitas tepat 1 berarti bahwa orbit parabola, dalam kasus itu, mudah untuk
menghitung posisi benda langit pada waktu yang diinginkan (lihat Bab 33). Jika orbit
memiliki eksentrisitas (katakanlah, 0.98 sampai 1.1), tetapi berbeda dari 1, itu lebih sulit
untuk menanganinya. Eksentrisitas yang lebih besar dari 1 berarti orbit adalah hiperbolik.
Astronom Jerman Werner Landgraf telah membuat program BASIC yang menarik
[1], berdasarkan mekanika langit karya Karl Stumpff, Vol. I (Berlin, 1959). Selanjutnya kita
memberikan Program Landgraf, dalam bentuk yang sedikit dimodifikasi.
Pertama, hitung:

𝑘 1 + 𝑒 1 − 𝑒
𝑄 = √ 𝛾 =
2𝑞 𝑞 1 + 𝑒

di mana, seperti sebelumnya, k adalah gravitasi konstanta Gaussian, e adalah eksentrisitas


orbit, dan q adalah jarak perihelion dalam unit astronomi.
Kemudian memecahkan persamaan iteratif berikut untuk s:
𝑠3 𝑠5 𝑠7
𝑠 = 𝑄𝑡 − (1 − 2𝛾) + 𝛾 (2 − 3𝛾) − 𝛾 2 (3 − 4𝛾) + …. (34.1)
3 5 7
di mana t adalah jumlah hari sebelum (-) atau setelah (+) melintasi perihelion. Mulailah
dengan memasukkan ke sisi kanan dari persamaan nilai s diperoleh untuk orbit yang
justru parabola [dengan nilai W dari rumus (33.1) menempatkan sama dengan Qt/3].
Evaluasi ini mengarah ke perbaikan s, yang digunakan pada iterasi lain, dan seterusnya
sampai nilai s tidak lagi berubah.
Setelah nilai akhir s ditemukan, anomali sejati v dan jarak ke Matahari r ditemukan dari
𝑣 𝑞 (1 + 𝑒)
tan =𝑠 𝑟 =
2 1 + 𝑒 cos 𝑣
Perhitungan tempat geosentris, kemudian dapat dilakukan seperti untuk gerak elips
dan gerak parabola.
Berikut ini adalah program Landgraf di BASIC, dengan sedikit dimodifikasi. Program
berlaku untuk orbit elips yang sangat eksentrik (e sedikit kurang dari 1), untuk orbit
sedikit hiperbolik (e sedikit lebih besar dari 1), serta untuk orbit yang persis parabola.
Komputer diasumsikan bekerja dalam radian.
10 P1 = 4*ATN(1) : R1 = 180/P1
12 K =0.01720209895
14 D1 = 10000 : C= 1/3 : D = 1E-9
16 INPUT "PERIHELION DISTANCE = "; Q
18 INPUT "ECCENTRICITY = "; E0

180
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

20 Q1 = K*SQR((1 + E0)/Q)/(2*Q) : G = (1 - E0)/(1 + E0)


22 INPUT "DAYS FROM PERIHELION = "; T
24 IF T<>0 THEN 28
26 R = Q : V = 0 : GOTO 72
28 Q2 = Q1*T
30 S = 2/(3*ABS(Q2))
32 S = 2/TAN(2*ATN(TAN(ATN(S)/2)^C))
34 IF T<0 THEN S = -S
36 IF E0 = 1 THEN 66
38 L=0
40 S0 = S : Z = 1 : Y = S*S : G1 = -Y*S
42 Q3 = Q2 + 2*G*S*Y/3
44 Z=Z+1
46 G1 = -G1*G*Y
48 Z1 = (Z-(Z + 1)*G)/(2*Z + 1)
50 F = Z1*G1
52 Q3 = Q3 + F
54 IF Z > 50 OR ABS(F) > D1 THEN 78
56 IF ABS(F) > D THEN 44
58 L = L + 1 : IF L > 50 THEN 78
60 S1 = S : S = B*S*S*S/3 + Q3)/(S*S + 1)
62 IF ABS(S-S1) >D THEN 60
64 IF ABS(S-S0) > D THEN 40
66 V = 2*ATN(S)
68 R = Q*(1 + E0)/(1 + E0*COS(V))
70 IF V<0 THEN V = V + 2*P1
72 PRINT "TRUE ANOMALY = "; V*R1
74 PRINT "RADIUS VECTOR (A.U.) = "; R
76 PRINT : GOTO 22
78 PRINT "NO CONVERGENCE"
80 PRINT : GOTO 22
Beberapa komentar tentang program ini:
Baris 10 : rumus pertama adalah trik untuk mendapatkan nilai 𝜋.
Baris 12 : konstan gravitasi Gaussian k.
Baris 14 : nilai D = 10-9 menyesuaikan dengan komputer presisi. Jika perlu, kita
bisa menggunakan 10-8 atau 10-10.
Baris 26 : saat t = 0 (benda langit berada persis di perihelion), kita memiliki r = q
dan v = 0°.
Baris 36 : jika orbit adalah persis parabola, nilai s telah ditemukan.
Baris 54 : jika dalam rumus (34.1) lebih dari 50 komponen yang diperlukan, atau
jika komponen-komponen ini terlalu besar, tidak ada konvergensi.
Baris 56 : sepanjang komponen rumus (34.1) tidak cukup kecil, komponen
berikutnya harus dihitung.
Baris 58 : jika setelah 50 iterasi tidak ada hasil yang ditemukan, perhitungan
harus dihentikan.

181
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Baris 60 dan 62 : memecahkan persamaan (34.1) dengan iterasi. Ini merupakan


iterasi dalam iterasi!
Sebagai latihan, cobalah untuk menghitung kasus berikut:
Data Hasil
Jarak Perihelion Eksentrisitas Hari Anamali sejati Jarak ke
q (AU) e T v (°) Matahari r (AU)
0.921326 1.000 00 138.4783 102.744 26 2.364 192
0.100 000 0.987 00 254.9000 164.500 29 4.063 777
0.123 456 0.999 97 -30.4700 221.91190 0.965 053
3.363 943 1.057 31 1237.1000 109.405 98 10.668 551
0.587 1018 0.967 2746 20.0000 52.853 31 0.729 116
0.5871018 0.967 2746 0.0000 0.000 00 0.5871018

Setelah dihitung beberapa kasus, anda akan melihat bahwa waktu perhitungan
menjadi lebih lama jika |t| lebih besar, yaitu, seperti benda langit sangat jauh dari
perihelion. Waktu perhitungan mejadi lebih lama juga jika e berbeda lebih dari kesatuan.
Tabel di halaman berikut menyebutkan berapa waktu perhitungan pada mikro komputer
HP-85, bersama-sama dengan nilai yang dibulatkan dari anomali sejati v, dan jumlah
iterasi L.
Waktu
q e t Perhitungan v L
0.1 0.9 10 dalam detik 126° 17
20 14 142° 30
30 47 _ —
no convergence
O.I 0.987 10 4 123° 7
20 5 137° 8
30 6 143° 10
60 9 152° 12
100 14 157° 16
200 28 163° 23
400 87 167° 38
500 no convergence — —
0.1 0.999 100 3 156° 6
200 4 161° 7
500 5 166° 8
1000 7 169° 10
5 000 18 174° 18
1 0.999 99 100 000 2 172°. 5 4
10 000 000 5 178°.41 8
14 000 000 6 178°. 58 9

182
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

17 000 000 7 178°. 68 9


18 000 000 no convergence — —

Untuk q = 0.1 dan e = 0.9, perhitungan memerlukan waktu 47 detik untuk t = 20 hari,
dan tidak ada konvergensi untuk t = 30 hari.
Untuk q = 0.1 dan e = 0.999, tidak ada masalah sampai dengan t = 5000 hari.
Untuk q = 1 dan e = 0.999 99, tidak ada masalah bahkan untuk t = 17 juta hari. Ini
adalah 465 abad setelah waktu perihelion; kemudian jarak benda dari Matahari 7220
satuan astronomi - setidaknya dalam teori!

Daftar Referensi

1. Sky and Telescope, Vol. 73, halaman 535-536 (Mei 1987).

183
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 35. Perhitungan fenomena Planet

Ada dua metode yang pada dasarnya berbeda untuk menghitung fenomena planet
seperti elongasi terbesar Venus, atau waktu oposisi Mars:
(i) baik dengan membandingkan posisi akurat planet dengan Matahari;
(ii) atau dengan menggunakan rumus di mana nilai rata-rata dikoreksi oleh penjumlahan
komponen periodik.
Metode pertama memiliki keuntungan memberikan hasil sangat akurat hasil, karena
menggunakan posisi benda langit yang dihitung dengan sangat akurat. Tetapi ada tidak
mudah untuk menyediakan atau menghitung ephemerides secara akurat.
Dengan metode kedua, perhitungan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat untuk
setiap tahun. Tetapi hasilnya tidak begitu akurat dibandingkan dengan metode pertama,
namin sudah cukup baik unutuk berbagai terapan, seperti penelitian sejarah, atau bahkan
sebagai pendekatan pertama untuk perhitungan yang lebih akurat.
Dalam Bab ini, kita sediakan rumus untuk menghitung beberapa konfigurasi yang
melibatkan planet Merkurius sampai Neptunus: oposisi dan konjungsi dengan Matahari,
dan elongasi terbesar.

Oposisi dan konjungsi dengan Matahari

Dari baris utama dalam Tabel 35.A, ambillah nilai A, B, Mo dan M1.
Misalkan Y menjadi waktu perkiraan fenomena yang dikehendaki, dinyatakan
sebagai tahun desimal. Misalnya, 1993.0 berarti awal tahun 1993, 2028.5 menunjukkan
pertengahan tahun 2028, dst.
Kemudian temukan bilangan bulat k terdekat

365.2425 𝑌 + 1721 060 − 𝐴


(35.1)
𝐵

Penting untuk dicatat bahwa k harus bilangan bulat. Bilangan pecahan untuk nilai k
akan membuahkan hasil yang tidak berarti. Nilai berturut-turut k akan memberikan data
untuk kejadian yang beruntun, nilai k = 0 sesuai dengan yang pertama setelah tahun 2000
tanggal 1 Januari. Selama bertahun-tahun sebelum tahun 2000 Masehi, k mengambil nilai
negatif.
Kemudian hitung
𝐽𝐷𝐸𝑜 = 𝐴 + 𝑘 𝐵, 𝑀 = 𝑀𝑜 + 𝑘 𝑀1

184
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

JDEO adalah hari Julian Ephemeris sesuai dengan waktu konfigurasi planet rata-rata
(yaitu, dihitung dari lintasan orbit dan gerakan planet yang seragam), dan M adalah
anomali rata-rata Bumi pada saat itu.
TABEL 35.A

Planet Peristiwa A B M0 M1

Merkurius Konj. Inferior 2451612.023 115.8774771 63.5867 114.208


Merkurius Konj. Superior 2451554.084 115.8774771 6.4822 8742
Venus Konj. Inferior 2451996.706 583.921361 82.7311 114.208
Venus Konj. Superior 2451704.746 583.921361 154.9745 8742
Mars Oposisi 2452097.382 779.936104 181.9573 215.513 058
Mars Konjungsi 2451707.414 779.936 104 157.6047 215.513 058
Jupiter Oposisi 2451870.628 398.884 046 318.4681 48.705 244
Jupiter Konjungsi 2451671.186 398.884046 121.8980 48.705 244
Saturnus Oposisi 2451870.170 378.091904 318.0172 33.140 229
Saturnus Konjungsi 2451681.124 378.091904 131.6934 33.140 229
Uranius Oposisi 2451764.317 369.656035 213.6884 12.647 487
Uranius Konjungsi 2451579.489 369.656035 31.5219 12.647 487
Neptunus Oposisi 2451753.122 367.486703 202.6544 4.333 093
Neptunus Konjungsi 2451569.379 367.486 703 21.5569 4.333 093
2.194 998
2.194 998

JDE0 = A+ kB M = M0 + k M1 (dalam derajat)

M adalah sudut dinyatakan dalam derajat dan desimal. tergantung pada jenis mesin
hitung atau bahasa pemrograman, diperlukan atau diharapkan untuk mengurangi sudut
ke kisaran 0-360 derajat, dengan menambah atau mengurangi kelipatan 360 derajat, dan
untuk mengubah hasilnya ke dalam radian. Carilah waktu T, dinyatakan dalam abad dari
awal Tahun 2000, dari rumus:
𝐽𝐷𝐸𝑜 − 2451 545
𝑇 =
365 25
T positif setelah awal 2000 M, negatif sebelum tahun tersebut.
Untuk planet Jupiter sampai Neptunus, diperlukan sudut tambahan. Disajikan dalam
derajat, sudut-sudut ini adalah:
untuk Jupiter : a = 82.74 + 40.76 T
Untuk Saturnus : a = 82.74 + 40.76 T
b = 29.86 + 1181.36 T
c = 14.13 + 590.68 T
d = 220.02 + 1262.87 T

185
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk Uranius : e = 207.83 + 8.51 T


f = 108.84 + 419.96 T
Untuk Neptunus : e = 207.83 + 8.51 T
g = 276.74 + 209.98 T
Waktu JDE dari konfigurasi yang benar diperoleh dengan menambah koreksi JDEO
yang disajikan pada Tabel 35.B sebagai jumlah komponen periodik yang fungsi sudut M.
Dengan alasan variasi sekuler orbit planet, koefisien ini komponen periodik secara
perlahan bervariasi dengan waktu, dari mana kehadiran komponen T dan T2 pada Tabel
35.B.
Sebagai contoh, untuk konjungsi inferior Merkurius, koreksi (dalam hari) adalah:
+ 0.0545 + 0.0002 T
+ (-6.2008 + 0.0074 T + 0.00003 T2) sin M
+ (-3.2750 - 0.0197 T + 0.00001 T2) cos M
+ (0.4737 - 0.0052 T - 0.00001 T2) sin 2M
+ etc ...
Ephemeris Day (JDE), maka dalam skala waktu dinamis. Ini dapat direduksi dengan
hari Julian standar, JD, berdasarkan Waktu Universal, dengan mengurangi kuantitas Δ𝑇
dinyatakan dalam hari (lihat Bab 9). Namun, antara tahun 1500 dan 2100, koreksi - Δ𝑇
dapat diabaikan untuk tujuan kita. Akhirnya, dari JD tanggal kalender terkait dapat
diperoleh dengan prosedur standar (lihat Bab 7).
Contoh 35.a — Hitung konjungsi inferior Merkurius yang terdekat 1 Oktober1993.
Dari Tabel 35.A, untuk Merkurius, konjungsi inferior, kita memiliki
A = 2451612.023
B = 115.8774771
M0 = 63.5867
M1 = 114.208 8742
1 Oktober adalah tiga perempat dari satu tahun sejak tanggal 1 Januari, maka 1
Oktober 1993 = 1993,75 = Y, dan rumus (35.1) menghasilkan nilai -20.28, dari mana k = -
20. (Ingat bahwa k harus bilangan bulat).Kemudian
JDEO = 2449 294.473
M = -2220°. 5908 = 299°.4092
T = -0.06162
Jumlah komponen dalam bagian yang relevan dari Tabel 35.B (Konjungsi inferior
Merkurius) adalah 3.171, dari mana
JDE = JDEO + 3.171 = 2449 297.644,

186
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

yang bersesuaian dengan 6 November 1993 jam 3h TD. Dibulatkan ke jam terdekat,
ini menunjukkan waktu yang benar.
Contoh 35.b — Cari waktu terjadinya konjungsi Saturnus dengan Matahari di tahun 2125.
Dari Tabel 35.A, untuk Saturnus, Konjungsi, kita memiliki
A = 2451 681.124
B = 378.091 904
M0 = 131.6934
M1 = 12.647 487
Untuk Y = 2125.0 (yaitu, awal tahun 2125), rumus (35.1) memberikan nilai +120.39.
Karena kita mencari konjungsi pertama Saturnus-Matahari setelah awal tahun 2125,
mengambil k = +121, bukan +120. Kemudian
JDEO = 2497 430.244
M = 1662°.0393 = 222°.0393
T = +1.25627
dan untuk Saturnus kita harus menghitung sudut tambahan berikut:
a = 133°.95, b = 73°.97, c = 36°.18, d = 6°.53
Jumlah komponen dalam bagian yang relevan dari Tabel 35.B (Saturnus,
konjungsinya dengan Matahari) adalah +7.659, dari mana
JDE = JDEO + 7.659 = 2497 437.903,
yang bersesuaian dengan 26 Agustus 2125, jam 10h TD. Waktu yang benar, dihitung
dengan metode yang lebih akurat, adalah 26 Agustus 2125 jam 11h TD.

Elongasi Terbesar Merkurius dan Venus

Untuk menghitung waktu dan nilai-nilai elongasi terbesar Merkurius atau Venus,
kita mulai dari konjungsi inferior (inferior conjunction) terdekat. Jadi kita menghitung k,
JDEo, M dan T seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kita tidak perlu menghitung waktu
konjungsi inferior sejati, sebaliknya, kami menggunakan komponen periodik yang
diberikan dalam Tabel 35.C untuk menemukan koreksi (dalam hari) konjungsi inferior
rata-rata Merkurius atau Venus, untuk mendapatkan waktu elongasi timur atau barat
terbesar. Di tabel yang sama, komponen periodik disediakan untuk menemukan nilai
elongasi terbesar.
Jangan lupa bahwa, jika planet di timur Matahari, akan terlihat di malam hari di
barat, jika elongasi tersebut di barat, maka planet terlihat di pagi hari di timur.
Nilai dari elongasi terbesar dari Matahari dinyatakan dalam derajat dan desimal. Ini
menyangkut jarak sudut maksimum planet ke pusat piringan Matahari, bukan perbedaan

187
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

terbesar antara bujur ekliptika geosentrik dari dua benda langit. Tidak ada definisi resmi
untuk elongasi planet ke Matahari, dan dua definisi yang berbeda dapat dipertimbangkan:
(a) jarak sudut antara obyek dan pusat piringan Matahari;
(b) perbedaan antara bujur geosentris Obyek dan pusat piringan Matahari.
Keduanya merupakan definisi yang digunakan dalam literatur astronomi. Definisi (a) telah
digunakan dalam Ephemeris astronomi sejak tahun I960, dan dari tahun 1981 dan
seterusnya oleh penerusnya, Almanak astronomi. Ini adalah definisi yang kita inginkan.
Sebagai contoh, untuk visibilitas Venus dekat konjungsi inferiornya, Faktor terpentingnya
adalah bukanlah perbedaan bujur dengan Matahari, tetapi sudut pemisahnya.
Tetapi para astronom Prancis menggunakan definisi (b), misalnya di Annuaire du
Bureau des Longitudes mereka. Pada Volume tersebut halaman 275 untuk tahun 1990
kita membaca:
"Elongasi terbesar dari planet yang lebih rendah yaitu perbedaan bujur geosentris
planet dan Matahari tertinggi."
Akibatnya, hasilnya akan berbeda sesuai dengan definisi (a) atau (b) yang
digunakan. Sebagai contoh, untuk Merkurius elongasi terbesar 11 Agustus 1990:
perbedaan antara geosentris yang bujur ecliptika Matahari dan Merkurius mencapai
maksimum nilai (27°22') jam 15h UT, seperti yang disebutkan pada halaman 277 dari
Annuaire du Biro des Longitudes untuk tahun 1990, namun pemisahan sudut maksimum
berlangsung jam 21h dan sama dengan 27° 25'.
Contoh 35.c — Cari waktu dan nilai elongasi barat terbesar dari Merkurius pada bulan
November 1993.
Kita mulai dari konjungsi inferior November 1993, untuk yang kita temukan dalam Contoh
35.a:
JDE0 = 2449 294.473, M = 299°.4092, T = -0.06162.
Dengan nilai M dan T, kita temukan bagian yang relevan dengan Tabel 35, (Elongasi
barat terbesar Merkurius):
Koreksi = +19.665 hari, elongasi = 19°.7506.
Oleh karena itu, waktu elongasi Barat terbesar Merkurius
JDE = JDEO + 19.665 = 2449314.14
yang bersesuaian dengan 22 November 1993 jam 15h TD. Nilai elongasi maksimum
adalah 19°.7506 = 19°45 '.

Keakuratan hasil

Sebagai bukti rumus-rumus yang diberikan dalam Tabel 35.B dan 35.C hanya
berlaku untuk jangka waktu terbatas, yaitu untuk beberapa ribuan tahun sebelum dan
sesudah tahun 2000 Masehi, dan bukan untuk jutaan tahun! Akibatnya, jangan

188
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

menggunakan metode yang diberikan dalam Bab ini sebelum tahun -2000, atau setelah
Masehi 4000.
Untuk waktu terkini, katakanlah antara tahun 1800 dan 2200 M, waktu yang
diperoleh untuk fenomena yang melibatkan Merkurius dan Venus mempunyai kesalahan
kurang dari 1 jam. Kesalahan bisa mencapai 2 jam dalam kasus Saturnus, Uranus dan
Neptunus, 3 jam untuk Mars, dan 4 jam untuk Jupiter.
Diharapkan bahwa kemungkinan kesalahan maksimum akan sedikit membesar
mendekati tahun -2000 dan +4000 M. Di sisi lain, jika perhitungan dilakukan untuk epoch
yang mendekati 2000 M, misalnya antara 1900 dan 2100 M, maka komponen dalam T2
dapat diabaikan.

Latihan

Periksa program anda dengan kasus-kasus berikut, semua waktu dalam waktu dinamis

Merkurius Konjungsi inferior 7 November 1631 7h (a)


Venus Konjungsi inferior 6 Desember 1882 17h (b)
Mars Oposisi 9 September 2729 3h (c)
Jupiter Oposisi 15 September -6 7h (d)
Saturnus Oposisi 14 September -6 9h (d)
Uranius Oposisi 17 Desember 1780 14h (e)
Neptunus oposisi 20 Agustus 1846 4h (f)

(a) Pengamatan transit Merkurius pertama melintasi piringan Matahari (oleh Gassendi,
di Paris).
(b) transit Venus terakhir sebelum tahun 2004 M.
(c) oposisi perihelik Mars.
(d) karena Jupiter dan Saturnus berada di oposisi Matahari dengan selisih waktu kurang
dari satu hari, terjadi konjungsi 'triple' antara dua planet pada tahun itu.
(e) tiga bulan sebelum penemuan Uranius oleh William HerSchel.
(f) satu bulan sebelum penemuan Neptunus.
MERKURIUS MERKURIUS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
+0.0545 + 0.0002 T -0.0548 - 0.0002 T
sin M -6.2008 + 0.0074 T + 0.00003 T2 +7.3894 - 0.0100 T - 0.00003 T2
cos M -3.2750 - 0.0197 T + 0.00001 T2 +3.2200 + 0.0197 T - 0.00001 T2
sin 2M +0.4737 - 0.0052 T - 0.00001 T2 +0.8383 - 0.0064 T - 0.00001 T2
cos 2M +0.8111 + 0.0033 T - 0.00002 T2 +0.9666 + 0.0039 T - 0.00003 T2
sin 3M +0.0037 + 0.0018 T +0.0770 - 0.0026 T

189
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

cos 3M -0.1768 + 0.00001 T2 +0.2758 + 0.0002 T - 0.00002 T2


sin 4M -0.0211 - 0.0004 T -0.0128 - 0.0008 T
cos 4M +0.0326 - 0.0003 T +0.0734 - 0.0004 T - 0.00001 T2
sin 5M +0.0083 + 0.0001 T -0.0122 - 0.0002 T
cos 5M -0.0040 + 0.0001 T +0.0173 - 0.0002 T
VENUS VENUS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
-0.0096 + 0.0002 T - 0.00001 T2 +0.0099 - 0.0002 T - 0.00001 T2
sin M +2.0009 - 0.0033 T - 0.00001 T2 +4.1991 - 0.0121 T - 0.00003 T2
cos M +0.5980 - 0.0104 T + 0.00001 T2 -0.6095 + 0.0102 T - 0.00002 T2
sin 2M +0.0967 - 0.0018 T - 0.00003 T2 +0.2500 - 0.0028 T - 0.00003 T2
cos 2M +0.0913 + 0.0009 T - 0.00002 T2 +0.0063 + 0.0025 T - 0.00002 T2
sin 3M +0.0046 - 0.0002 T +0.0232 - 0.0005 T - 0.00001 T2
cos 3M +0.0079 + 0.0001 T +0.0031 + 0.0004 T
MARS MARS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
-0.3088 + 0.00002 T2 +0.3102 - 0.0001 T + 0.00001 T2
sin M -17.6965 + 0.0363 T + 0.00005 T2 +9.7273 - 0.0156 T + 0.00001 T2
cos M +18.3131 + 0.0467 T - 0.00006 T2 -18.3195 - 0.0467 T + 0.00009 T2
sin 2M -0.2162 - 0.0198 T - 0.00001 T2 -1.6488 - 0.0133 T + 0.00001 T2
cos 2M -4.5028 - 0.0019 T + 0.00007 T2 -2.6117 - 0.0020 T + 0.00004 T2
sin 3M +0.8987 + 0.0058 T - 0.00002 T2 -0.6827 - 0.0026 T + 0.00001 T2
cos 3M +0.7666 - 0.0050 T - 0.00003 T2 +0.0281 + 0.0035 T + 0.00001 T2
sin 4M -0.3636 - 0.0001 T + 0.00002 T2 -0.0823 + 0.0006 T + 0.00001 T2
cos 4M +0.0402 + 0.0032 T +0.1584 + 0.0013 T
sin 5M +0.0737 - 0.0008 T +0.0270 + 0.0005 T
cos 5M -0.0980 - 0.0011 T +0.0433
JUPITER JUPITER
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
-0.1029 - 0.00009 T2 +0.1027 + 0.0002 T - 0.00009 T2
sin M -1.9658 - 0.0056 T + 0.00007 T2 -2.2637 + 0.0163 T - 0.00003 T2
cos M +6.1537 + 0.0210 T - 0.00006 T2 -6.1540 - 0.0210 T + 0.00008 T2
sin 2M -0.2081 - 0.0013 T -0.2021 - 0.0017 T + 0.00001 T2
cos 2M -0.1116 - 0.0010 T +0.1310 - 0.0008 T
sin 3M +0.0074 + 0.0001 T +0.0086
cos 3M -0.0097 - 0.0001 T +0.0087 + 0.0002 T
sin a 0 + 0.0144 T - 0.00008 T2 0 + 0.0144 T - 0.00008 T2
cos a +0.3642 - 0.0019 T - 0.00029 T2 +0.3642 - 0.0019 T - 0.00029 T2
SATURNUS SATURNUS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior

190
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

-0.0209 + 0.0006 T + 0.00023 T2 +0.0172 - 0.0006 T + 0.00023 T2


sin M +4.5795 - 0.0312 T - 0.00017 T2 -8.5885 + 0.0411 T + 0.00020 T2
cos M +1.1462 - 0.0351 T + 0.00011 T2 -1.1470 + 0.0352 T - 0.00011 T2
sin 2M +0.0985 - 0.0015 T +0.3331 - 0.0034 T - 0.00001 T2
cos 2M +0.0733 - 0.0031 T + 0.00001 T2 +0.1145 - 0.0045 T + 0.00002 T2
sin 3M +0.0025 - 0.0001 T -0.0169 + 0.0002 T
cos 3M +0.0050 - 0.0002 T -0.0109 + 0.0004 T
sin a 0 - 0.0337 T + 0.00018 T2 0 - 0.0337 T + 0.00018 T2
cos a -0.8510 + 0.0044 T + 0.00068 T2 -0.8510 + 0.0044 T + 0.00068 T2
sin b 0 - 0.0064 T + 0.00004 T2 0 - 0.0064 T + 0.00004 T2
cos b +0.2397 - 0.0012 T - 0.00008 T2 +0.2397 - 0.0012 T - 0.00008 T2
sin c 0 - 0.0010 T 0 - 0.0010 T
cos c +0.1245 + 0.0006 T +0.1245 + 0.0006 T
sin d 0 + 0.0024 T - 0.00003 T2 0 + 0.0024T - 0.00003 T2
cos d +0.0477 - 0.0005 T - 0.00006 T2 +0.0477 - 0.0005T - 0.00006 T2
URANIUS URANIUS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
+0.0844 - 0.0006 T -0.0859 + 0.0003 T
sin M -0.1048 + 0.0246 T -3.8179 - 0.0148 T + 0.00003 T2
cos M -5.1221 + 0.0104 T + 0.00003 T2 +5.1228 - 0.0105 T - 0.00002 T2
sin 2M -0.1428 + 0.0005 T -0.0803 + 0.0011 T
cos 2M -0.0148 - 0.0013 T -0.1905 - 0.0006 T
sin 3M 0 +0.0088 + 0.0001 T
cos 3M +0.0055 0
cos e +0.8850 +0.8850
cos f +0.2153 +0.2153
NEPTUNUS NEPTUNUS
Konjungsi inferior Konjungsi Superior
-0.0140 + 0.00001 T2 +0.0168
sin M -1.3486 + 0.0010 T + 0.00001 T2 -2.5606 + 0.0088 T + 0.00002 T2
cos M +0.8597 + 0.0037 T -0.8611 - 0.0037 T + 0.00002 T2
sin 2M -0.0082 - 0.0002 T + 0.00001 T2 +0.0118 - 0.0004 T + 0.00001 T2
cos 2M +0.0037 - 0.0003 T +0.0307 - 0.0003 T
cos e -0.5964 -0.5964
cos g +0.0728 +0.0728

TABEL 35.C
Komponen Periodik untuk Elongasi Terbesar
MERKURIUS, Elongasi Timur Terbesar (Ketampakan Sore Hari)
Koreksi (Hari) pada waktu terjadinya Elongasi (derajat)

191
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Konjungsi inferior
-21.6101 + 0.0002 T 22.4697
sin M -1.9803 - 0.0060 T + 0.00001 T2 -4.2666 + 0.0054 T + 0.00002 T2
cos M +1.4151 - 0.0072 T - 0.00001 T2 -1.8537 - 0.0137 T
sin 2M +0.5528 - 0.0005 T - 0.00001 T2 +0.3598 + 0.0008 T - 0.00001 T2
cos 2M +0.2905 + 0.0034 T + 0.00001 T2 -0.0680 + 0.0026 T
sin 3M -0.1121 - 0.0001 T + 0.00001 T2 -0.0524 - 0.0003 T
cos 3M -0.0098 - 0.0015 T +0.0052 - 0.0006 T
sin 4M +0.0192 +0.0107 + 0.0001 T
cos 4M +0.0111 + 0.0004 T -0.0013 + 0.0001 T
sin 5M -0.0061 -0.0021
cos 5M -0.0032 - 0.0001 T +0.0003
MERKURIUS, Elongasi Barat Terbesar (Ketampakan Pagi Hari)
Koreksi (Hari) pada waktu terjadinya
Elongasi (derajat)
Konjungsi inferior
+21.6249 - 0.0002 T 22.4143 - 0.0001 T
sin M +0.1306 + 0.0065 T +4.3651 - 0.0048 T - 0.00002 T2
cos M -2.7661 - 0.0011 T + 0.00001 T2 +2.3787 + 0.0121 T - 0.00001 T2
sin 2M +0.2438 - 0.0024 T - 0.00001 T2 +0.2674 + 0.0022 T
cos 2M +0.5767 + 0.0023 T -0.3873 + 0.0008 T + 0.00001 T2
sin 3M +0.1041 -0.0369 - 0.0001 T
cos 3M -0.0184 + 0.0007 T +0.0017 - 0.0001 T
sin 4M -0.0051 - 0.0001 T +0.0059
cos 4M +0.0048 + 0.0001 T +0.0061 + 0.0001 T
sin 5M +0.0026 +0.0007
cos 5M +0.0037 -0.0011
VENUS, Elongasi Timur Terbesar (Ketampakan Sore Hari)
Koreksi (Hari) pada waktu terjadinya
Elongasi (derajat)
Konjungsi inferior
-70.7600 + 0.0002 T - 0.00001 T2 46.3173 + 0.0001 T
sin M +1.0282 - 0.0010 T - 0.00001 T2 +0.6916 - 0.0024 T
cos M +0.2761 - 0.0060 T +0.6676 - 0.0045 T
sin 2M -0.0438 - 0.0023 T + 0.00002 T2 +0.0309 - 0.0002 T
cos 2M +0.1660 - 0.0037 T - 0.00004 T2 +0.0036 - 0.0001 T
sin 3M +0.0036 + 0.0001 T
cos 3M -0.0011 + 0.00001 T2
VENUS, Elongasi Barat Terbesar (Ketampakan Pagi Hari)
Koreksi (Hari) pada waktu terjadinya
Elongasi (derajat)
Konjungsi inferior
+70.7462 - 0.0000 T2 46.3245

192
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

sin M +1.1218 - 0.0025 T - 0.00001 T2 -0.5366 - 0.0003 T + 0.00001 T2


cos M +0.4538 - 0.0066 T +0.3097 + 0.0016 T - 0.00001 T2
sin 2M +0.1320 + 0.0020 T - 0.00003 T2 -0.0163
cos 2M -0.0702 + 0.0022 T + 0.00004 T2 -0.0075 + 0.0001 T
sin 3M +0.0062 - 0.0001 T
cos 3M +0.0015 - 0.0000lr2

193
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 36. Pluto

Seperti kebanyaan planet minor (lihat Bab 32), tidak ada teori analisis untuk
gerakan Pluto. Namun, rumus merepresentasikan gerak planet secara akurat (koordinat
1950.0) untuk tahun 1885-2099 telah dimodelkan oleh Goffin, Meeus dan Steyaert [1].
Koefisien komponen periodik ditentukan dengan metode kuadrat-terkecil, atas dasar
integrasi numerik gerak heliosentrik Pluto dilakukan oleh E. Goffin. Gangguan delapan
planet besar pertama juga masuk dalam perhitungan. Integrasi itu sendiri didasarkan
pada elemen-elemen oskulasi oleh Seidelmann et al. [2] yang diperoleh melalui integrasi
numerik untuk semua pengamatan posisi Pluto yang tersedia, dalam rentangwaktu antara
tahun 1914 sampai 1979.
Menggunakan integrasi numerik Goffin lagi, kita mengulangi perhitungan komponen
periodik, Tetapi sekarang merujuk bujur dan lintang heliosentris Pluto pada standar baru
ekuinoks J2000.0 sebagai pengganti B1950.0. Hasilnya diberikan pada Tabel 36.A.

Metode perhitungan

Hitung, dengan cara rumus (21.1), waktu T adalah abad Julian abad dari epoch
J2000.0, dan kemudian sudut berikut (dalam derajat):
J = 34.35 + 3034.9057 T
S = 50.08 + 1222.1138 T
P = 238.96 + 144.9600 T
Kemudian menghitung komponen periodik seperti yang diberikan oleh Tabel 36.A.
Di sini, setiap argumen adalah kombinasi linear dari sudut J, S, P, yaitu
𝛼 = iJ+jS+kP
dan kontribusi masing-masing argumen
A sin 𝛼 + B cos 𝛼
Misalnya, pada baris 13 kita membaca angka 0, 2, -1, sehingga di sini argumen
adalah 𝛼 = 2 S - P, dan pada lintang kontribusinya adalah -94 sin 𝛼 + 210 cos 𝛼. Pada Tabel
36.A, nilai-nilai numerik dari koefisien A dan B disajikan dalam satuan derajat desimal
keenam dalam kasus bujur dan lintang, dan dalam satuan desimal ketujuh (satuan
astronomi) untuk vektor radius.
Bujur heliosentris l, lintang b (dalam derajat), dan radius vektor r Pluto kemudian
diberikan oleh
l = 238.956 785 + 144.96 T + jumlah komponen periodik dalam bujur
b = -3.908 202 + jumlah komponen periodik dalam lintang
r = 40.724 7248 + jumlah komponen periodik dalam radius vektor

194
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bujur dan lintang yang diperoleh dengan metode ini adalah heliosentrik, bukan
barycentrik, dan mengacu ke ekuinoks standar J2000.0.
TABEL 36.A
Komponen Periodik untuk Koordinat heliosentrik Pluto
Argumen Bujur Lintang Vektor Radius
No
J S P A B A B A B
1 0 0 1 -19798886 19848454 -5453098 -14974876 66867334 68955876
2 0 0 2 897499 -4955707 3527363 1672673 -11826086 -333765
3 0 0 3 610820 1210521 -1050939 327763 1593657 -1439953
4 0 0 4 -341639 -189719 178691 -291925 -18948 482443
5 0 0 5 129027 -34863 18763 100448 -66634 -85576
6 0 0 6 -38215 31061 -30594 -25838 30841 -5765
7 0 1 -1 20349 -9886 4965 11263 -6140 22254
8 0 1 0 -4045 -4904 310 -132 4434 4443
9 0 1 1 -5885 -3238 2036 -947 -1518 641
10 0 1 2 -3812 3011 -2 -674 -5 792
11 0 1 3 -601 3468 -329 -563 518 518
12 0 2 -2 1237 463 -64 39 -13 -221
13 0 2 -1 1086 -911 -94 210 837 -494
14 0 2 0 595 -1229 -8 -160 -281 616
15 1 -1 0 2484 -485 -177 259 260 -395
16 1 -1 1 839 -1414 17 234 -191 -396
17 1 0 -3 -964 1059 582 -285 -3218 370
18 1 0 -2 -2303 -1038 -298 692 8019 -7869
19 1 0 -1 7049 747 157 201 105 45637
20 1 0 0 1179 -358 304 825 8623 8444
21 1 0 1 393 -63 -124 -29 -896 -801
22 1 0 2 111 -268 15 8 208 -122
23 1 0 3 -52 -154 7 15 -133 65
24 1 0 4 -78 -30 2 2 -16 1
25 1 1 -3 -34 -26 4 2 -22 7
26 1 1 -2 -43 1 3 0 -8 16
27 1 1 -1 -15 21 1 -1 2 9
28 1 1 0 -1 15 0 -2 12 5
29 1 1 1 4 7 1 0 1 —3
30 1 1 3 1 5 1 -1 1 0
31 2 0 -6 8 3 -2 -3 9 5
32 2 0 -5 -3 6 1 2 2 -1
33 2 0 -4 6 -13 -8 2 14 10
34 2 0 -3 10 22 10 -7 -65 12
35 2 0 -2 -57 -32 0 21 126 -233
36 2 0 -1 157 -46 8 5 270 1068
37 2 0 0 12 -18 13 16 254 155
38 2 0 1 -4 8 -2 -3 -26 -2

195
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

39 2 0 2 -5 0 0 0 7 0
40 2 0 3 3 4 0 1 -11 4
41 3 0 -2 -1 -1 0 1 4 -14
42 3 0 -1 6 -3 0 0 18 35
43 3 0 0 -1 -2 0 1 13 3
Dihitung dengan cara ini, kesalahan dalam l akan kurang dari 0".6, b kurang dari
0".2, dan vektor radius kurang dari 0.000 02 AU, dengan menggunakan integrasi numerik
didasarkan pada representasi gerak Pluto. Hal ini penting untuk dicatat, seperti yang telah
dikatakan, bahwa Metode yang diberikan di sini tidak berlaku di luar periode 1885-2099.
Untuk menemukan koordinat ekuatorial geosentrik astrometrik 2000.0 Pluto, 𝛼 dan 𝛿:
- Hitung koordinat ekuatorial kartesian geosentrik 2000.0, X, Y, Z dari Matahari (lihat
Bab 25);
- Hitung juga koordinat Pluto
x = r cos l cos b
y = r (sin l cos b cos 𝜀 - sin b sin 𝜀) (36.1)
z = r (sin l cos b sin 𝜀 + sin b cos 𝜀)
di mana 𝜀 adalah kemiringan rata-rata ekliptika pada epoch J2000.0.
Kita mempunyai:
sin 𝜀 = 0.397 777 156
cos 𝜀 = 0.917 482 062
- Hitung 𝛼 dan 𝛿 dan jarak Δ Pluto ke Bumi, dengan cara rumus (32.10).
Namun, efek waktu-cahaya harus diperhitungkan. Lihat Bab 32 dan rumus (32.3).
Oleh karena itu, untuk mendapatkan geosentris yang 𝛼 dan 𝛿, nilai-nilai l, b, r harus
dihitung untuk sesaat lebih awal dari waktu yang diberikan oleh waktu-cahaya 𝜏.
Ini mungkin tampak aneh, bahwa dalam solusi kita bujur rata-rata Uranus dan
Neptunus tidak diperlukan. Alasannya adalah bahwa gerak Uranus rata-rata hampir persis
dua kali lipat dari Neptunus, atau tiga kali dari Pluto. Untuk alasan ini, misalnya argumen
2N - P, di mana N adalah bujur rata-rata Neptunus, periodenya hampir persis sama 2P.
Perbedaan kecil tidak mungkin terdeteksi oleh penyelidikan kita yang mendasarkan
interval lebih pendek, yakni 214 tahun. Oleh karena itu, Tabel 36.A tidak mengandung
argumen 2N - P; efek komponen dengan argumen ini termasuk dalam komponen dengan
argumen 2P. Untuk alasan yang sama, tidak ada komponen di S - 4P, S - 3P, S - 2P, J - 5P, J -
4P, dan 2S - 3P: mereka masing-masing memiliki periode yang hampir sama 4P, 5P, 6P, 2S
- P, 2S, dan J - S + P.

Contoh 36.a — Untuk 13.0 TD Oktober 1992 = JDE 2448 908.5, cari
(1) koordinat heliosentrik geometrik Pluto;
(2) koordinat geosentrik astrometrik koordinat 𝛼 dan 𝛿.
(1) Kita mendapatkan:

196
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

T = -0.072 183 4360


J = -184°.719921
S = -38°.136 373
P = 228°.496 289
Jumlah komponen periodik dalam bujur : + 4 247 019
dalam lintang : + 18 495 889
dalam radius vektor : -110 133 423
dari mana
l = 228°.493 074 + 4°.247 019 = 232°.740 09
b = -3°.908 202 + 18°.495 889 = +14°.587 69
r = 40.724 7.248 - 11.013 3423 = 29.711 383 AU
(2) Untuk saat yang diberikan, koordinat ekuatorial kartesian Matahari 2000.0 (dari
Contoh 25.b)
X = -0.937 3959
Y = -0.313 1679
Z = -0.135 7792
Menggunakan koordinat Pluto l, b, r yang didapatkan di atas, rumus (36.1) memberikan
x = -17.408 3314
y = -23.9731135
z = - 2.237 4336
dari mana, dengan rumus (32.10) dan (32.3),
Δ = 30.529 024 AU dan 𝜏 = 0.17632 hari.
(Nilai Δ ini adalah jarak sejati Pluto ke bumi).
Kita sekarang mengulang perhitungan koordinat heliosentris planet untuk 13.0 - 0.17632
Oktober 1992 = 12.82368 Oktober.
Hasilnya
l = 232°.73.887
b = +14°.58788
r = 29.711 366
dari mana
x = -17.408 7937 Δ = 30.529 017
y = -23.972 7795 𝜏 = 0.176 32 hari
z = -2.237 1895
Kita dapatkan untuk 𝜏 nilai yang sama seperti sebelumnya, sehingga tidak
dibutuhkan iterasi baru.
Koordinat astrometri Pluto 2000.0 pada 13.0 TD Oktober 1992, kemudian
ditemukan dengan cara (32.10):

197
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝛼 = 232°.93172 = 15h31m43s.6
𝛿 = -4°.45800 = -4°27'29"
Elemen orbit rata-rata Pluto, mendekati tahun 2000 M :
a = 39.543 AU
e = 0.2490
i = 17°. 40

Ω = 110°. 307 2000.0

𝜔 = 113°. 768 }

Daftar Pustaka

1. E. Goffin, J. Meeus, and C. Steyaert, 'An accurate representation of the motion of


Pluto1, Astronomy and Astrophysics, Vol. 155, halaman 323-325 (1986).
2. P.K. Seidelmann, G.H. Kaplan, K.F. Pulkkinen, E.J. Santoro, and T.C. Van Flandern,
Icarus, Vol. kk, halaman 20 (1980).

198
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 37. Planet di Perihelion dan Aphelion

Hari Julian yang bersesuaian dengan waktu ketika sebuah planet berada di
perihelion atau aphelion dapat ditemukan dengan cara rumus berikut ini :
Merkurius JDE = 2451590.257 + 87.969 349 63 k - 0.000 000 0000 k2
Venus JDE = 2451738.233 + 224.7008187 k - 0.000 000 0327 k2
Bumi JDE = 2451547.507 + 365.2596358 k + 0.000 000 0158 k2
Mars JDE = 2452 195.026 + 686.995 7843 k - 0.000 000 1187 k2
Jupiter JDE = 2455 636.938 + 4332.897 090 k + 0.000 1368 k2
Saturnus JDE = 2452 830.11 + 10764.21731 k + 0.000826 k2
Uranius JDE = 2470 213.5 + 30694.8767 k - 0.005 41 k2
Neptunus JDE = 2468 895.7 + 60190.32 k + 0.031 75 k2
dimana k adalah bilangan bulat untuk perihelion, dan bilangan bulat meningkat
tepat 0.5 untuk aphelion.
Nilai lain untuk k akan memberikan hasil yang tidak berarti!
Sebuah nol atau nilai positif k akan memberikan tanggal setelah awal tahun 2000.
Jika k < 0, diperoleh tanggal sebelum tahun 2000 M.
Misalnya, k = +14 dan k = -222 nilai saat melintasi perihelion, sedangkan k = 27.5
dan k = -119.5 adalah saat melintasi aphelion. Nilai perkiraan k dapat ditemukan sebagai
berikut, di mana 'tahun' harus diperhitungkan dengan desimal, jika perlu:
Merkurius k = 4.15201 (tahun - 2000.12)
Venus k = 1.62549 (tahun - 2000.53)
Bumi k = 0.99997 (tahun - 2000.01)
Mars k = 0.53166 (tahun - 2001.78)
Jupiter k = 0.08430 (tahun - 2011.20)
Saturnus k = 0.03393 (tahun - 2003.52)
Uranius k = 0.01190 (tahun - 2051.1)
Neptunus k = 0.00607 (tahun - 2047.5)

Contoh 37.a — Cari 'waktu melintasnya Venus pada perihelion terdekat 15 Oktober 1978,
yaitu 1978,79.
Perkiraan nilai k adalah
1.62549 (1978.79 - 2000.53) = -35.34
dan, karena k harus bilangan bulat (perihelion!), kita mengambil k = -35. Menempatkan
nilai ini dalam rumus untuk Venus, kita menemukan
JDE = 2443 873.704,

199
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

yang sesuai dengan 31.204 Desember 1978 = 31 Desember 1978 jam 5h waktu dinamis.
Contoh 37.b — Cari waktu perjalanan Mars melintasi aphelion di tahun 2032 M.
Ambil 'tahun' = 2032.0, kita menemukan k = +16.07. Karena k harus bilangan bulat
meningkat sebesar 0.5 (aphelion!), yang mana aphelion pertama Mars setelah awal tahun
2032 terjadi untuk k = +16.5.
Gunakan rumus untuk Mars, nilai k ini memberikan:
JDE = 2463 530.456,
yang bersesuaian dengan 24.956 Oktober 2032 atau 24 Oktober 2032 jam 23h
waktu dinamis.
Penting untuk dicatat bahwa rumus perhitungan JDE yang diberikan di atas
didasarkan pada orbit eliptik tanpa gangguan. Untuk alasan ini, waktu yang diperoleh
untuk Mars dapat mengandung kesalahan beberapa jam.
Karena gangguan planet bersama, waktu untuk Jupiter, dihitung dengan metode
yang dijelaskan di sini mungkin mengandung kesalahan sampai setengah bulan dalam.
Untuk Saturnus, kesalahan mungkin lebih besar dari satu bulan.
Misalnya, menempatkan k = -2.5 dalam rumus untuk Jupiter memberikan 19 Juli
1981 merupakan tanggal saat melintasi aphelion, sedangkan yang benar saat ini adalah 28
Juli 1981. Untuk Saturnus, k = -2 memberikan hasil 30 Juli 1944, sementara planet ini
sesungguhnya telah mencapai perihelion pada 8 September 1944.
Kesalahan akan lebih besar untuk Uranus dan Neptunus. Untuk planet ini, rumus
diberikan hanya untuk kelengkapan.
Waktu yang akurat dapat diperoleh dengan menghitung nilai jarak planet ke
Matahari pada beberapa saat mendekati waktu yang diharapkan, dan kemudian
menemukan jarak ini mencapai maksimum atau minimum. Tabel berikut adalah tanggal
ketika Saturnus (pada periode 1920-2050) dan Uranus (1750-2100) berada di perihelion
(P) atau aphelion (A). Setelah tanggal tersebut, disajikan jarak ke Matahari dalam satuan
astronomi. Data ini telah dihitung dengan metode P. Bretagnon ini berdasarkan teori
VSOP87secara penuh.
Saturnus Uranius
A 11 Nov 1929 10.0468 A 27 Nov 1756 20.0893
P 08 Sep 1944 9.0288 P 03 Mar 1798 18.2890
A 29 Mei 1959 10.0664 A 16 Mar 1841 20.0976
P 08 Jan 1974 9.0153 P 23 Mar 1882 18.2807
A 11 Sep 1988 10.0444 A 01 Apr 1925 20.0973
P 26 Jul 2003 9.0309 P 21 Mei 1966 18.2848
A 17 Apr 2018 10.0656 A 27 feb 2009 20.0989
P 28 Nov 2032 9.0149 P 17 Agu 2050 18.2830
A 15 Jul 2047 10.0462 A 23 Nov 2092 20.0994

200
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kasus Neptunus adalah aneh. Planet ini memiliki gerakan lambat dan eksentrisitas orbit
kecil. Di sisi lain, Matahari berosilasi sekitar barycenter dari tata surya, terutama karena
pengaruh Jupiter dan Saturnus. Akibatnya, jarak Neptunus ke Matahari (tidak untuk
barycenter dari tata surya) dapat mencapai maksimum atau minimum ganda. Sebagai
contoh, kita memiliki nilai-nilai ekstrim berikut untuk vektor radius Neptunus:
minimum 28 Agustus 1876 r = 29.8148 AU
maksimum 12 Desember 1881 29.8213
minimum 11 Juli 1886 29.8174
Setengah revolusi kemudian, dekat aphelion bagian dari orbit, kita memiliki nilai
ekstrem berikut:
maksimum 13 Juli 1959 r = 30.3317 AU
minimum 6 Oktober 1965 30.3227
maksimum 21 November 1968 30.3241
Maksimum 1881 bukanlah aphelion, karena Neptunus pada waktu itu, dekat
perihelion orbitnya. Demikian pula, minimum 1965 tidak sesuai dengan perihelion.
Penulis telah diciptakan persyaratan baru apheloid (= 'yang menyerupai sebuah aphelion')
dan periheloid masing-masing untuk maksimum dan minimum yang aneh, [1].
Gambar 1 menunjukkan variasi jarak Neptunus ke Matahari 1954-1972. Perhatikan
prinsip aphelion (1), periheloid yang

Gambar 1
Variasi jarak Neptunus ke Matahari,
tahun 1954 sampai 1972.

201
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Gambar 2
Variasi jarak Neptunus ke Matahari,
tahun 2038 sampai 2054.

(2), dan aphelion sekunder (3). Setengah revolusi kemudian, kita gambarkan situasinya
pada Gambar 2, hal ini akan menjadi hampir 'membatasi kasus': perihelion utama (1')
akan terjadi pada 2042, sedangkan pada 2049-2050 jarak ke Matahari akan menurun
hanya sangat sedikit dari apheloid (2') ke sekunder perihelion (3'), sebagai berikut:
minimum 5 September 2042 r = 29.8064 AU
maksimum 24 Oktober 2049 29.816711
minimum 25 Juni 2050 29.816696
Untuk Bumi, penting untuk dicatat bahwa rumus yang diberikan untuk menghitung
JDE sebenarnya berlaku untuk barycenter sistem Bumi-Bulan. Karena pengaruh Bulan,
setidaknya waktu atau saat jarak terdekat atau terjauh antara pusat Matahari dan Bumi
mungkin berbeda darinya untuk barycenter lebih dari satu hari [2]. Misalnya, k = -10
dalam rumus untuk Bumi menghasilkan JDE = 2447 894.911, yang sesuai dengan 3.41
Januari 1990, sedangkan saat yang benar untuk Bumi adalah 4 Januar 1990 jam 17h TD.
Nilai yang diperoleh (hanya untuk Bumi) dapat dikoreksi sebagai berikut. Hitung sudut,
dalam derajat,
A1 = 328.41 + 132.788 585 k
A2 = 316.13 + 584.903 153 k
A3 = 346.20 + 450.380738 k
A4 = 136.95 + 659.306 737 k
A5 = 249.52 + 329.653 368 k
Ingat bahwa k harus bilangan bulat untuk perihelion, atau bilangan bulat meningkat
sebesar 0.5 untuk aphelion. Kemudian kita memiliki komponen koreksi berikut, dalam
satuan hari:
perihelion aphelion
+1.278 -1.352 × sin A1
-0.055 +0.061 sin A2
-0.091 +0.062 sin A3

202
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

-0.056 +0.029 sin A4


-0.045 +0.031 sin A5
Dihitung dengan cara ini, waktu untuk tahun 1980-2019 memiliki kesalahan rata-
rata 3 jam. Luar biasa, kesalahan penuh sampai 6 jam.
Sebagai contoh, untuk k = -10, kita memperoleh koreksi +1.261 hari, sehingga nilai
JDE = 2447 894.911 seperti disebutkan di atas dikoreksi menjadi 2447 896.172, yang
bersesuaian dengan 4 Januari 1990 jam 16h TD, yang lebih dekat ke nilai yang tepat. Tabel
37.A memberikan waktu di saat Bumi di perihelion dan aphelion untuk tahun 1991-2010,
dengan 0.01 jam terdekat, bersama-sama dengan jarak dalam satuan AU antara pusat
Matahari dan Bumi. Data ini telah dihitung secara akurat, dengan menggunakan
penyelesaian teori VSOP87, bukan metode perkiraan yang diberikan di atas.

203
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 37.A
Perihelion dan Aphelion Bumi, 1991 - 2010
Waktu dinyatakan dalam Waktu Dinamis
Tahun Perihelion Aphelion
h h
1991 3 Jan. 3.00 0.983 281 6 Juli 15.46 1 .016 703
1992 3 15.06 324 3 12.14 740
1993 4 3.08 283 4 22.37 666
1994 2 5.92 301 5 19.30 724
1995 4 11.10 302 4 2.29 742
1996 4 Jan. 7.43 0.983 223 5 Juli 19.02 1.016 717
1997 1 23.29 267 4 19.34 754
1998 4 21.28 300 3 23.86 696
1999 3 13.02 281 6 22.86 718
2000 3 5.31 321 3 23.84 741
2001 4 Jan. 8.89 0.983 286 4 Juli 13.65 1.016 643
2002 2 14.17 290 6 3.80 688
2003 4 5.04 320 4 5.67 728
2004 4 17.72 265 5 10.90 694
2005 2 0.61 297 5 4.98 742
2006 4 Jan. 15.52 0.983 327 3 Juli 23.18 1.016 697
2007 3 19.74 260 6 . 23.89 706
2008 2 23.87 280 4 7.71 754
2009 4 15.51 273 4 1.69 666
2010 3 0.18 290 6 11.52 702

Daftar Pustaka

1. J. Meeus, 'Le centre de gravite du systeme solaire et le mouvement de Neptune', Ciel et


Terre (Belgium), Vol. 68, halaman 288-292 (November-Desember 1952).
2. J. Meeus, 'A propos des passages de la Terre au perihelie', l'Astronomie (France), Vol.
97, halaman 294-296 (Juni 1983).

204
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 38. Lintasan melalui Titik Simpul (Node)

Mengingat elemen orbit planet atau komet, waktu t saat lintasan benda langit
melalui titik simpul orbitnya dengan mudah dapat dihitung sebagai berikut.
Kita memiliki
pada titik daki : v = -𝜔 atau 360° - 𝜔
pada titik turun : v = 180° - 𝜔
di mana, seperti sebelumnya, v adalah anomali sejati, dan 𝜔 argumen perihelion.
Kemudian, dengan nilai-nilai v, lanjutkan sebagai berikut.

Kasus orbit eliptik

Hitung anomali eksentrik E dengan

𝐸 1 − 𝑒 𝑣
tan = √ tan (38.1)
2 1 + 𝑒 2

dimana e adalah eksentrisitas orbit, dan anomali rata-rata M dengan

M = E - e sin E (38.2)

Dalam rumus (38.2), E harus dinyatakan dalam radian, nilai yang dihasilkan, M
dalam radian juga. Namun, jika E dinyatakan dalam derajat dan komputer bekerja dalam
modus derajat, maka dalam rumus (38.2) e harus diganti eo hasil konversi dari radian ke
derajat, yaitu eo = e × 57°.295 779 51.
Nyatakan M ke dalam derajat. Kemudian, jika T adalah waktu melintasi perihelion,
dan n adalah gerakan rata-rata dalam derajat/hari, waktu yang dibutuhkan melintasi titik
simpul node diberikan dengan:

𝑀
𝑡 = 𝑇 + hari (38.3)
𝑛

Nilai yang bersesuaian vektor radius r dapat dihitung dari:

r = a (1 - e cos E) (38.4)

dimana a adalah setengah sumbu utama orbit, dinyatakan dalam satuan astronomi.
Jika a dan n tidak diketahui, maka dapat dihitung dari (32.6).

205
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kasus Orbit Parabolik

Hitung:
𝑣
𝑠 = tan
2
Kemudian
𝑡 = 𝑇 + 27.403 895 (𝑠 3 + 3 𝑠) 𝑞 √𝑞 hari
dimana jarak perihelion q dinyatakan dalam satuan astronomi. Nilai yang
bersesuaian dari vektor radius adalah:
𝑟 = 𝑞 (1 + 𝑠 2 )
Catatan. - Titik simpul mengacu pada ekliptika dari epoch yang sama dengan dari
ekuinoks yang digunakan elemen orbit. Sebagai contoh, jika elemen orbit mengacu
ekuinoks standar 1950.0, rumus yang disebut di atas memberikan waktu perjalanan
melalui titik simpul pada ekliptika dari 1950.0, bukan pada ekliptika dari tanggal tertentu.
Perbedaannya secara umum dapat diabaikan, kecuali jika inklinasinya sangat kecil atau
jika gerakan ini sangat lambat.
Contoh 38.a — Untuk tahun 1986 kembalinya komet periodik Halley, W. Landgraf
[Minor Planet Circular No 10634 (1986 April 24)] memberikan elemen
orbit berikut:
T = 9.45891 TD Februari 1986
𝜔 = 111°.84644
e = 0.967 274 26
n = 0.012 970 82 derajat/hari
a = 17.940 0782
argumen perihelion 𝜔 mengacu ekuinoks standar dari 1950.0.
Untuk pelintasan titik daki, kita memiliki
𝑣 = 360° − 𝜔 = 248°. 15356
𝐸
tan = −0.190 6646
2
E = -21°. 589 4332
M = -21°.589 4332 - (1.967 274 26 × 57°.295 779 51) sin (-21°.589
4332)
= -1°. 197 2043
−1.197 2043
𝑡 = 𝑇 + = 𝑇 − 92.2998 hari
0.012 970 82

206
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Oleh karena itu, komet itu berada di titik simpul daki atau ascending node (di
ekliptika 1950.0) 92.2998 hari sebelum melintasi perihelion, yaitu pada 9.16 TD
November 1985.
Kemudian rumus (38.4) memberikan r = 1.8045 AU. Jadi, pada titik daki komet
terkenal adalah sedikit di luar orbit Mars.
Untuk titik simpul turun (descending node), kita menemukan hal yang serupa:
v = 180° - 𝜔 = 68°.15356
E = +9°. 972 6067
M = +0°. 374 9928
t = T + 28.9105 hari = 10.37 TD Maret 1986
r = 0.8493 AU, antara orbit Venus dan Bumi.
Fakta bahwa gerak komet (i = 162°) adalah retrograde, adalah tidak relevan di sini.
Pokoknya, 𝜔 diukur dari titik daki di arah gerak benda langit.
Contoh 38.b — Untuk komet Helin-Romawi (1989s = 1989 IX), Marsden (Minor
Planet Circular No 16001, 11 Maret 1990) telah menghitung elemen-
elemen orbit parabola berikut:
T = 20.29104 TD Agustus 1989
q = 1.324 5017 AU
𝜔 = 154°.90425 (1950.0)
Untuk titik daki, kita memiliki Untuk titik turun, kita memiliki
v = -𝜔 = -154°.90425 v = 180° - 𝜔 = +25°.09575
s = -4.492 9389 s = +0.222 5715
t = T - 4351.68 hari t = T + 28.3527 hari
= 20 September 1977 = 17.644 TD September1989
r = 28.06 AU r = 1.3901 AU
Contoh 38.c — Hitung waktu berlalunya Venus pada titik daki menaik terdekat epoch
1979.0.
Kita menggunakan elemen-elemen yang disajikan Tabel 30.A. Dari sana kita
dapatkan:
a = 0.723 329 820, oleh karenya n = 1.602 137
e = 0.006 771 88 - 0.000 047 766 T + 0.000 000 0975 𝑇 2
𝜔 = 𝜋 - Ω = 54°.883 787 + 0°.501 0998 T - 0°. 001 4800 𝑇 2
Komponen 𝑇 3 dapat diabaikan di sini dengan aman. Elemen e dan 𝜔 bervariasi
(agak lambat) dengan waktu. Kita menghitung nilainya untuk epoch 1979.0, yaitu untuk T
= -0.21. Kita dapatkan:
e = 0.006 78192 𝜔 = 54°.778491

207
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemudian secara berturut-turut, kita dapatkan:


v = 𝜔 = -54°.778 491
E = -54°.461669
M = -54°. 145 475
t = T - 33.7958 hari

Dalam Contoh 37.a, kita telah menemukan T = 31.204 Desember 1978 untuk waktu
melintasnya Venus di perihelion. Oleh karena itu, kita mempunyai
t = 27.408 November 1978 atau 27 November 1978 jam 10h TD.

Penting untuk dicatat bahwa algoritma yang diberikan dalam Bab ini berasumsi
bahwa benda langit bergerak pada orbit tanpa gangguan. Untuk mendapatkan akurasi
penuh, lintang heliosentris benda langit harus dihitung selama tiga atau lima saat dekat
waktu yang diharapkan. Pada titik simpul, kita memiliki, lintang = nol. Saturnus mencapai
titik turun (ekliptika pada tanggal tertentu) dari orbitnya pada tanggal 4 September 1990
dan akan berada di titik simpul naik (titik daki) pada 8 Januari 2005. Uranus pada titik
simpul turun pada 21 Desember 1984, dan akan melalui titik daki pada 19 Mei 2029.
Untuk Neptunus, kita memiliki
3 Juni 1920 titik daki
11 Agustus 2003 titik turun
30 Desember 2084 titik daki

208
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 39. Koreksi Paralaks

Misalkan kita ingin menghitung koordinat toposentrik benda-benda langit (Bulan,


Matahari, planet, komet) ketika koordinat geosentrik diketahui, Geosentrik = seperti yang
terlihat dari pusat Bumi; toposentrik = seperti yang terlihat dari tempat pengamat
(Yunani: topos = tempat; bandingkan dengan kata 'Topologi').
Dengan kata lain, kita ingin menemukan koreksi  dan  (paralaks dalam
askensio rekta dan deklinasi), untuk memperoleh askensio rekta toposentrik ' =  + 
dan deklinasi toposentrik ' =  + , ketika nilai-nilai geosentrik  dan  diketahui.
Misalkan  adalah radius geosentrik dan 𝜙' adalah garis lintang geosentrik
pengamat. Ekspresi  sin 𝜙' dan  cos 𝜙' dapat dihitung dengan metode yang diuraikan
dalam Bab 10.
Misalkan  adalah horisontal paralaks ekuator dari benda-benda langit. Untuk
Matahari, planet dan komet, hal ini akan lebih mudah dengan menggunakan jarak 
(dalam satuan astronomi) ke Bumi bukan paralaks. Kita kemudian memiliki
sin 8". 794
sin 𝜋 =
Δ
atau, dengan akurasi yang memadai,

8". 794
𝜋 = (39.1)
Δ

Kemudian, jika H adalah sudut jam geosentrik benda-benda langit, ketat rumus
adalah:

−𝜌 cos 𝜙 ′ sin 𝜋 sin 𝐻


tan Δ𝛼 = (39.2)
cos 𝛿 − 𝜌 cos 𝜙 ′ sin 𝜋 cos 𝐻

Dalam kasus deklinasi, kita dapat menghitung ', sebagai pengganti langsung
dari

(sin 𝛿 − 𝜌 sin 𝜙 ′ sin 𝜋) cos Δ𝛼


tan 𝛿 ′ = (39.3)
cos 𝛿 − 𝜌 cos 𝜙 ′ sin 𝜋 cos 𝐻

Kecuali untuk Bulan, meski bukan yang paling bagus, rumus berikut sering
digunakan sebagai pengganti (39.2) dan (39.3):

−𝜋 𝜌 cos 𝜙 ′ sin 𝐻
Δ𝛼 = (39.4)
cos 𝛿

209
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Δ𝛿 = −𝜋 (𝜌 sin 𝜙 ′ cos 𝛿 − 𝜌 cos 𝜙 ′ cos 𝐻 sin 𝛿) (39.5)

Jika  dinyatakan dalam detik busur ("), kemudian Δ𝛼 dan Δ𝛿 juga dinyatakan
dalam satuan ini. Untuk mengkonversikan Δ𝛼 dalam hitungan waktu, maka hasilnya
dibagi dengan 15.
Perlu dicatat bahwa Δ𝛼 adalah sudut kecil, selalu terletak di antara -2° dan +2°
dalam kasus Bulan, tentu saja nilainya menjadi lebih kecil dalam kasus planet.
Sebuah metode alternatif adalah sebagai berikut. Hitung:

𝐴 = cos 𝛿 sin 𝐻

𝐵 = cos 𝛿 cos 𝐻 − 𝜌 cos 𝜙 ′ sin 𝜋 (39.6)

𝐶 = sin 𝛿 − 𝜌 sin 𝜙 ′ sin 𝜋 }

𝑞 = √𝐴2 + 𝐵2 + 𝐶 2
Kemudian sudut jam topocentric H' dan deklinasi ' diberikan dengan
𝐴 𝐶
tan 𝐻 ′ = sin 𝛿 ′ =
𝐵 𝑞

Contoh 39.a — Hitung askensio rekta toposentrik dan deklinasi toposentrik Mars pada
28 Agustus 2003 jam 3h17m00s Waktu Universal di Palomar
Observatory, seperti pada (Contoh 10.a)
 sin 𝜙′ = +0.546 861
 cos 𝜙′ = +0.836 339
L = bujur = +7h47m27s (Barat)
Koordinat geosentrik ekuator tampak dari Mars untuk saat tertentu diinterpolasi
dari ephemeris yang akurat, adalah:
 = 22h38m07s.25 = 339°.530 208
 = -15°46'15".9 = -15°.771 083
Jarak planet pada waktu itu adalah 0.37276 AU. Oleh karena itu, oleh penggunaan
rumus (39.1), paralaks horisontal ekuator adalah  = 23".592.
Kita masih memerlukan sudut jam geosentrik, yang mana sama dengan H = 𝜃𝑜 − L -
, di mana 𝜃𝑜 , waktu sideris tampak di Greenwich, dapat ditemukan seperti yang
ditunjukkan dalam Bab 11. Untuk saat tertentu, kita mendapatkan 𝜃𝑜 = 1h40m45s.
karenanya
H = 1h40m45s - 7h47m27s - 22h38m07s

210
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

= -28h44m49s = -431°.2042 = 288°.7958


Rumus (39.2) kemudian memberikan
+0.000 090 557
tan Δ𝛼 =
+0.962 324

dari mana
Δ𝛼 = 0°.005 3917 = + 1s.29
𝛼1 = 𝛼 + Δ𝛼 = 22h38m08s.54
Rumus (39.3) memberikan
−0.271 857 13
tan 𝛿 ′ = 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑛𝑎 𝛿 ′ = −15°46′30". 0
+0.962 324 47
Jika, sebagai pengganti (39.2) dan (39.3), kita memilih rumus yang tidak terlalu
rumit (39.4) dan (39.5), kita mendapatkan hasil
Δ𝛼 = +19".409 = +1s.29, seperti di atas;
Δ𝛿 = -14".1, dari mana 𝛿′= 𝛿 - 14".1 = -15° 46'30".0, seperti di atas.

Sebagai latihan, lakukan perhitungan untuk Bulan, untuk Palomar Observatory lagi,
menggunakan nilai fiktif, misalnya
𝛼 = 1h00m00s.00 = 15°.000 000 H = 4h00m00s.00 = +60°.000 000
𝛿 = +5°.000 000 𝜋 = 0°59'00"

Pertama, gunakan rumus (39.2) dan (39.3). Kemudian lakukan perhitungan lagi
dengan (39.6) dan (39.7). Anda harus mendapatkan hasil yang persis sama. Bandingkan
hasilnya dengan yang diperoleh dengan cara rumus yang lebih sederhana (39.4) dan
(39.5).
Kita dapat menganggap permasalahan sebaliknya: dari koordinat toposentrik yang
teramati 𝛼′ dan 𝛿′, menelusuri nilai-nilai 𝛼 dan 𝛿 geosentrik. Dalam kasus planet atau
komet, koreksi Δ𝛼 dan Δ𝛿 begitu kecil, sehingga rumus (39.4) dan (39.5) dapat digunakan
juga untuk mereduksi dari koordinat topocentric ke koordinat geosentrik.

Paralaks dalam koordinat horisontal

Paralaks dalam konteks azimuth selalu sangat kecil. (Ini akan menjadi nol jika Bumi
persis berbentuk bola). Di ufuk, paralaks di azimuth selalu kurang dari 𝜋 /300, di mana 𝜋
adalah paralaks horizontal ekuator dari benda-benda langit. Karena paralaks, ketinggian
tampak benda langit lebih kecil dari ketinggian geosentrik, h. Kecuali bila dibutuhkan
akurasi tinggi, paralaks  pada ketinggian dapat dihitung dari

211
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

sin p =  sin  cos h.

Kecuali dalam kasus Bulan, paralaks adalah begitu kecil sehingga kita dapat
menganggap p dan  mempunyai nilai yang proporsional dengan sinusnya, dan kemudian
kita dapatkan
p =  cos h.
Besaran p menunjukkan jarak pengamat ke pusat Bumi, radius ekuator dipakai
sebagai satuan. - lihat Bab 10. Dalam banyak kasus kita dapat hanya menulis  = 1.

Paralaks dalam koordinat ekliptika

Hal ini dimungkinkan untuk menghitung koordinat toposentrik benda-benda langit


(Bulan atau planet), dari nilai-nilai geosentrik nya, langsung dalam koordinat ekliptik.
Rumus-rumus berikut ini ditulis oleh Joseph Johan von Littrow (Theoretische und
Practische Astronomie, Vol. I, hal. 91; Wien, 1821), namun dalam bentuk yang sedikit
dimodifikasi. Rumus ini mempunyai kualitas baik.
Misalkan  = bujur ekliptik geosentrik dari benda langit,
  = lintang ekliptik geosentrik
s = Semidiameter geosentrik
', ', s' = nilai toposentrik yang diperlukan dengan besaran yang sama,
𝜙 = lintang pengamat,
 = Kemiringan ekliptika,
 𝜃 = waktu sideris setempat,
  = paralaks horisontal ekuator dari benda langit
Untuk tempat yang dikehendaki, hitunglah besaran  sin 𝜙′ dan  cos 𝜙', seperti
yang dijelaskan pada halaman 78. Untuk menyingkatnya, kita namakan besaran ini
masing-masing S dan C. Kemudian
N = cos  cos  - C sin  cos 𝜃
sin 𝜆 cos 𝛽 − sin 𝜋 (𝑆 sin 𝜀 + 𝐶 𝑐𝑜𝑠 𝜀 sin 𝜃)
tan 𝜆′ =
𝑁

cos 𝜆 (sin 𝛽 − sin 𝜋 (𝑆 cos 𝜀 − 𝐶 sin 𝜀 sin 𝜃)
tan 𝛽 ′ =
𝑁
cos 𝜆′ cos 𝛽 ′ sin 𝑠
tsin s ′ =
𝑁
Sebagai latihan, hitunglah l', b', s' dari data-data berikut ini:
 = 181°46'22".5 𝜙 = +50°05'07".8 pada permukaan laut
 = +2°17'26".2  = 23°28'00".8
 = 0°59'27".7 𝜃 = 209°46'07".9
s = 0°16'15".5

212
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Jawab :
' = 181°48'05".0
' = + 1°29'07".1
s' = 0°16'25".5

213
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 40. Fraksi Iluminasi Piringan dan


Magnitudo Planet

Fraksi iluminasi k dari piringan planet, seperti yang terlihat dari Bumi, dapat dihitung
dengan rumus:

1 + cos 𝑖
𝑘 = (40.1)
2

dimana i adalah sudut fase, yang mana dapat ditemukan dengan rumus:
𝑟 2 + Δ2 − 𝑅 2
cos 𝑖 =
2𝑟Δ
r adalah jarak planet ke Matahari, Δ adalah jarak ke Bumi, dan R jarak Matahari ke
Bumi, semua dalam unit astronomi. Menggabungkan kedua formula tersebut, kita
menemukan

(𝑟 + Δ)2 − 𝑅 2
𝑘 = (40.2)
4𝑟Δ

Jika posisi Planet diperoleh dengan metode pertama dari Bab 32, kemudian kita
mempunyai, menggunakan notasi yang digunakan di sana,

𝑅 − 𝑅𝑜 cos 𝐵 cos(𝐿 − 𝐿𝑜 )
cos 𝑖 = (40.3)
Δ

atau

𝑥 cos 𝐵 cos 𝐿 + 𝑦 cos 𝐵 sin 𝐿 + 𝑧 sin 𝐵


cos 𝑖 = (40.4)
Δ

Sudut posisi titik tengah bagian bercahaya sebuah planet dapat dihitung dengan
cara yang sama untuk Bulan, lihat Bab 51.
Contoh 40.a — Temukan fraksi iluminasi piringan Venus pada tanggal 20 Desember
1992 pada jam 0h TD.
Dalam contoh 32.a kita mendapatkan, untuk saat tersebut,
r = 0.724 604 (kadang disebut R)
R = 0.983 824 (kadang disebut Ro)
Δ = 0.910947
oleh karena itu, dengan rumus (40.2), k = 0.647.

214
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Atau, menggunakan dari contoh yang sama yaitu contoh 32.a, nilai, Lo dan Ro dari
(A), L, B, R dari (B), x, y, z dari (C), dan Δ = 0.910 947,rumus (40.3) dan (40.4) keduanya
memberikan cos 𝑖 = 0.29312, oleh karena itu k = 0.647, seperti di atas.
Untuk Merkurius dan Venus, k dapat mempunyai nilai antara 0 dan 1. Untuk Mars, k
tidak pernah bisa kurang dari sekitar 0.838. Dalam hal Jupiter, sudut fase i selalu kurang
dari 12°, dari mana k hanya dapat bervariasi antara 0.989 dan 1. Untuk Saturnus, i selalu
1
kurang dari derajat 6 2, jadi untuk planet ini k hanya bisa bervariasi antara 0.997dan 1,
seperti yang terlihat dari Bumi.
Dalam kasus Venus, perkiraan nilai k dapat ditemukan sebagai berikut. Hitung T
dengan cara rumus (21.1). Kemudian,
V = 261°.51 + 22518°.443 T
M = 177°.53 + 35999°.050 T
M' = 50°.42 + 58517°.811 T
W = V + 1°.91 sin M + 0°.78 sin M'
Δ2 = 1.52321 + 1.44666 cos W (Δ > 0)
(0.72333 + Δ)2 − 1
𝑘 =
2.89332 Δ
Nilai perkiraan elongasi Venus, 𝜓 ke Matahari dirumuskan sebagai berikut:
Δ2 + 0.4768
cos 𝜓 =

Contoh 40.b — Sama seperti contoh 40.a, tetapi sekarang menggunakan metode
pendekatan yang dipaparkan di atas.
Kita dapatkan berturut-turut sbb:
JD = 2448 976.5 W= v + 0°.462 - 0°.755
T = -0.070 321697 W= 117°.682
V = -1322°.O25 = +U7°.975 Δ2 = 0.851144
M = -2353°. 984 = +166°.O16 Δ = 0.922 575
M' = -4064°.652 = +255°.348 k = 0.640
Nilai yang benar, didapatkan di contoh 40.a, adalah 0.647.

Magnitudo Planet

Seperti yang terlihat dari Bumi, Magnitudo (bintang) tampak suatu planet pada
suatu saat tertentu tergantung jarak planet ke Bumi (Δ), jarak ke Matahari (r), dan sudut
fase (i). Untuk Saturnus, magnitudonya tergantung juga pada aspek cincin.

215
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Rumus G. Muller, berdasarkan pengamatan yang ia lakukan dari 1877-1891, yang


digunakan sejak bertahun-tahun dalam almanak astronomi. Rumus numerik untuk
besaran visual sebagai berikut [1]:
Merkurius : +1.16 + 5 log rΔ + 0.02838 (i - 50) + 0.000 1023 (i - 50)2
Venus : -4.00 + 5 log rΔ + 0.01322 i + 0.000 000 4247 i3
Mars : -1.30 + 5 log rΔ + 0.01486 i
Jupiter : -8.93 + 5 log rΔ
Saturnus : -8.68 + 5 log rΔ + 0.044 |ΔU | - 2.60 sin | B | + 1.25 sin2B
Uranius : -6.85 + 5 log rΔ
Neptunus : -7.05 + 5 log rΔ
di mana i dinyatakan dalam derajat, r dan Δ dalam satuan astronomi, dan logaritma
dengan basis 10. Untuk Saturnus, kuantitas ΔU dan B, terkait dengan cincin, didefinisikan
dalam Bab 44, harus cermat untuk mendapatkan ΔU dan B positif, dan untuk
mengekspresikan ΔU dalam derajat. (Sebagai perkiraan, sudut fase i dapat digunakan
sebagai pengganti AU).
Tentu saja, rumus Muller tidak sempurna. Misalnya, pengaruh fase tersebut tidak
diperhitungkan dalam kasus Jupiter. Dalam rumus untuk Saturnus, ketinggian Matahari B'
di atas bidang cincin tidak dipertimbangkan, dan ketika B dan B' memiliki tanda
berlawanan, sisi gelap dari cincin yang berpaling ke arah Bumi, namun hal ini tidak
dipertimbangkan oleh Muller.
Dalam kasus apapun, magnitudo yang dihitung harus dibulatkan ke sepersepuluh
magnitudo terdekat. Menyatakannya dalam seperseratus terdekat tidak masuk akal. Mars,
misalnya, bisa berbeda 0.3 magnitudonya dari kecerahan yang seharusnya dimiliki.
Beberapa bagian Mars memiliki tanda lebih gelap daripada yang lain, sehingga kecerahan
planet tergantung pada wajah yang mana yang menghadap ke arah kita, dan berbagai
bagian kutub dan badai debu besar dapat menambah magnitudonya. Dalam hal Jupiter
dan Saturnus, ada berbagai fenomena atmosfer, dst.
Contoh 40.c — Magnitudo Venus pada 20.0 TD Desember 1992.
Dari contoh 40.a, kita mempunyai:
r = 0.724604, Δ = 0.910947, cos i = 0.29312,
oleh karena itu i = 72.96 derajat.
Kemudian Rumus Mulleruntuk Venus memberikan hasil: magnitudo = -3.8.
Contoh 40.d — Magnitudo Saturn pada 16.0 TD Desember 1992.
Dari contoh 44.a, kita mendapatkan
r = 9.867 882 B = 16°.442
Δ = 10.464 606 Δ U = 4°.198
Rumus Muller untuk Saturnus memberikan: magnitudo = +0.9.

216
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sejak tahun 1984, Almanak Astronomi Amerika menggunakan rumus lain untuk
perhitungan besaran visual dari planet. Hal ini dinyatakan [2] bahwa rumus baru karya
"D.L. Harris". Kenyataannya, dalam artikelnya [3], Harris tidak memberikan rumus baru
sama sekali. Tidak ada rumus mengacu ke Harris.
Untuk Merkurius dan Venus, Harris (halaman 277 dan 278 dalam artikelnya) hanya
menyebutkan rumus astronom Perancis A. Danjon. Untuk planet luar, Harris membahas
nilai-nilai absolut magnitudo dan koefisien fase dibuat oleh orang lain, Tetapi dia sendiri
tidak mengusulkan atau memberikan rumus baru.
Jika r dan Δ (dalam satuan astronomi) dan i (dalam derajat) memiliki makna yang
sama seperti di atas, rumus baru yang digunakan dalam Almanak astronomi sejak tahun
1984 adalah:
Merkurius : -0.42 + 5 log rΔ + 0.0380 i - 0.000273 i2 + 0.000002 i3
Venus : -4.40 + 5 log rΔ + 0.0009 i + 0.000 239 i2 - 0.000 000 65 i3
Mars : -1.52 + 5 log rΔ + 0.016 i
Jupiter : -9.40 + 5 log rΔ + 0.005 i
Saturnus : sama seperti rumus Muller, diharapkan untuk magnitudo absolut
nilainya -8.88 yang digunkan, bukannya -8.68;
Uranius : -7.19 + 5 log rΔ
Neptunus : -6.87 + 5 log rΔ
Pluto : -1.00 + 5 log rΔ
Unuk magnitudo planet kecil, lihat bab 32.

Daftar Pusataka

1. Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris (London, 1961), halaman


314.
2. Astronomical Almanac for 1984 (Washington, D.C.), halaman L8; and later volumes.
3. Daniel. L. Harris, 'Photometry and Colorimetry of Planets and Satellites', Bab 8
(halaman 272 ff) in Planets and Satellites, ed.. P. Kuiper and B.L. Middlehurst (1961).

217
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 41. Ephemeris Pengamatan Fisik Mars

Dalam Bab ini, akan digunakan simbol berikut:


DE = deklinasi planetosentrik Bumi. Jika positif, kutub utara Mars dimiringkan ke arah
Bumi;
Ds = deklinasi planetosentrik Matahari. Jika positif, kutub utara Mars bercahaya;
P = sudut posisi geosentris kutub rotasi utara Mars, juga disebut "posisi sudut poros".
Ini adalah sudut meridian Mars dari pusat piringan ke utara bentuk kutub rotasi
(pada bola langit geosentrik) dengan lingkaran deklinasi melalui pusat, diukur ke
arah timur dari piringan titik utara. (Dengan definisi, posisi Sudut 0° berarti di
langit utara, 90° timur, 180° selatan, dan 270° barat);
q = jumlah sudut dari jarak terbesar iluminasi, dinyatakan dalam detik busur;
Ω = sudut posisi jarak terbesar pencahayaan;
𝜔 = bujur (areographic) meridian pusat.

Gambar di samping ini menunjukkan


penampilan Mars pada 9 November 1992. Seperti
yang terlihat dari bumi, fraksi iluminasi piringan
planet adalah 90% (k = 0.90). UV adalah jarak
terbesar iluminasi. S adalah kutub utara Mars
(tepat di belakang lengkungan, karenanya tidak
terlihat), A adalah ujung utara sumbu rotasi. AS
adalah meridian utama. Panah menunjukkan arah
atau Utara kutub langit (pada bola langit Bumi). N
adalah titik Utara piringan Mars (bukan kutub
utara planet!). Sudut posisi diukur dari N, ke arah
Timur. Jadi kita mempunyai:
Q = busur NESV, P = busur NESVA.

Dalam perhitungan ini jumlah, efek waktu-cahaya harus diperhitungkan. Selain itu,
untuk mendapatkan akurasi penuh, aberasi Matahari seperti yang terlihat dari Mars harus
diperhitungkan Ds; dan dalam perhitungan P , harus diperhitungkan efek nutasi dan
aberasi posisi Mars.
Selama bertahun-tahun, beberapa posisi untuk kutub utara Mars (yaitu, titik
koordinat pada bola langit ke mana sumbu diarahkan) telah digunakan dalam almanak
astronomi.

218
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Menurut Lowell dan Crommelin [1], askensio rekta 𝛼𝑜 dan deklinasi 𝛿𝑜 kutub utara
Mars pada awal tahun t, disebut ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, diberikan
dengan:
𝛼𝑜 = 21h10m + ls.565 (t - 1905.0)
𝛿𝑜 = +54°30' + 12".60 (t - 1905.0)
Posisi kutub utara diadopsi pada tahun 1909. Tetapi dari 1968 sampai 1980,
Ephemsris astronomi digunakan posisi yang diperoleh dari G. de Vaucouleurs [3]: pada
awal tahun t :
𝛼𝑜 = 316°.55 + 0°.006 750 (t - 1905.0)
𝛿𝑜 = +52°.85 + 0°.003 479 (t - 1905.0)
Catatan: perbedaan 1°39' antara dua nilai 𝛿𝑜 untuk epoch yang sama 1905.0.
Nilai-nilai aktual yang diadopsi [4] adalah:
𝛼𝑜 = 317°. 342
} ekuinoks 1950.0 dan epoch J1950.0
𝛿𝑜 = +52°. 711

𝛼𝑜 = 317°. 681
} ekuinoks 2000.0 dan epoch J2000.0
𝛿𝑜 = +52°. 886

Dari nilai tersebut, kita simpulkan rumus berikut untuk bujur dan lintang kutub
utara Mars, mengacu pada ekliptika dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu:

𝜆𝑜 = 352°. 9065 + 1°. 17330 T


(41.1)
𝛽𝑜 = +63°.2818 - 0°.00394 T

dimana T adalah waktu dalam abad Julian dari epoch J2000.0; lihat rumus (21.1).
Rumus (41.1) memperhitungkan presesi sumbu rotasi Bumi dan Mars.
Untuk waktu diberikan t, nilai-nilai DE, DS, dll, dapat dihitung sebagai berikut:
1. Hitung 𝜆𝑜 dan 𝛽𝑜 dengan cara (41.1).
2. Hitung bujur heliosentris lO, lintang bO dan vektor radius Bumi R, mengacu pada
ekliptika dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, misalnya dengan
menggunakan data yang relevan dari Lampiran II dan pembahasam yang diberikan
dalam Bab 31.
3. Hitung koordinat heliosentris Mars l, b, r yang bersesuaian, tetapi untuk waktu t - 𝜏,
di mana 𝜏 adalah waktu-cahaya dari Mars ke Bumi, seperti yang diberikan pada
rumus (3 2.3). Karena jarak Mars Δ tidak diketahui sebelumnya, maka harus dihitung
dengan cara iterasi - lihat Langkah 4. Kita dapat menggunakan Δ = 0 sebagai nilai
awal.

219
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

4. Hitung:

x = r cos b cos l - R cos lO


y = r cos b sin l - R sin lO (41.2)
z = r sin b - R sin bO

Kemudian jarak Mars ke Bumi Δ dihitung dengan:

Δ = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 > 0 (41.3)

5. Hitung bujur geosentrik Mars 𝜆 dan lintang 𝛽 dari:


𝑦 𝑧
tan 𝜆 = tan 𝛽 =
𝑥 √𝑥 2 + 𝑦 2
6. sin DE = -sin 𝛽𝑜 sin 𝛽 − cos 𝛽𝑜 cos 𝛽 cos (𝜆𝑜 − 𝜆)
7. Hitung bujur titik daki orbit Mars, N dari:
N = 49°.5581 + 0°.7721 T
Kemudian koreksi l dan b dengan aberasi Matahari seperti yang terlihat dari Mars:
𝑙 ′ = 𝑙 − 0°. 00697/𝑟
cos(1 − 𝑁)
𝑏 ′ = 𝑏 − 0°. 000 225
𝑟
8. sin DS = -sin 𝛽𝑜 sin 𝑏′ − cos 𝛽𝑜 cos 𝑏′ cos (𝜆𝑜 − 𝑙′)
9. jika JDE adalah hari Julian Ephemeris bersesuaian dengan waktu yang diberikan,
hitunglah sudut W, dalam derajat dari:
W = 11.504 + 350.892 000 25 (JDE - 𝜏 - 2433 282.5)
dimana 𝜏 adalah waktu-cahaya (dalam hari) dihitung pada langkah 3 dan 4.
10. Hitung kemiringan ekliptika rata-rata 𝜀𝑜 dengan cara rumus (21.2). Kemudian
gunakan rumus (12.3) dan (12.4) untuk menemukan koordinat ekuator kutub 𝛼𝑜 dan
𝛿𝑜 dari
koordinat ekliptika 𝜆𝑜 dan 𝛽𝑜 .
11. Hitung:
u = y cos 𝜀𝑜 - z sin 𝜀𝑜
v = y sin 𝜀𝑜 + z cos 𝜀𝑜
dan sudut 𝛼, 𝛿, 𝜁 dari
𝑢
tan 𝛼 =
𝑥

220
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑣
tan 𝛿 =
√𝑥 2 + 𝑢2
cos 𝛿𝑜 cos 𝛿 cos (𝛼𝑜 − 𝛼) − sin 𝛿 cos 𝛿𝑜
tan 𝜁 =
cos 𝛿 sin (𝛼𝑜 − 𝛼)
Catatan bahwa 𝛿 adalah antara -90° dan +90°. Tetapi 𝛼 dan 𝜁 dapat antara 0° dan
+360°, oleh karena itu harus dihitung pada kuadran yang tepat.
12. Temukan 𝜔 = 𝑊 − 𝜁, dimana 𝜁 dinyatakan dalam derajat.
13. Hitung nutasi pada bujur (Δ𝜓) dan pada kemiringan (Δ𝜀) seperti yang dijelaskan
pada bab 21. Hanya komponen yang paling penting digunakan di sini, akurasi
katakanlah 0".01 tidak diperlukan.
14. Koreksi 𝜆 dan 𝛽 untuk aberasi Mars:
Koreksi untuk 𝜆 :
cos (𝑙𝑜 − 𝜆)
+0°. 005 693
cos 𝛽
Koreksi untuk 𝛽 :
+0°. 005 693 sin (𝑙𝑜 − 𝜆) sin 𝛽
15. Tambahkan Δ𝜓 ke 𝜆𝑜 dan 𝜆. Tambahkan Δ𝜀 ke 𝜀𝑜 untuk memperoleh kemiringan
ekliptika sejati, 𝜀.
16. Transformasikan (𝜆𝑜 , 𝛽𝑜 ) dan (𝜆, 𝛽 ) ke koordinat ekuator (𝛼𝑜′ , 𝛿𝑜′ ) dan (𝛼 ′ , 𝛿′)
dengan rumus (12.3) dan (12.4), menggunakan kemiringan sejati 𝜀 yang diperoleh di
atas.
17. Sudut posisi P diberikan dengan:

cos 𝛿𝑜′ sin(𝛼𝑜′ − 𝛼 ′ )


tan 𝑃 = (41.4)
sin 𝛿𝑜′ cos 𝛿 ′ − cos 𝛿𝑜′ sin 𝛿′ cos (𝛼𝑜′ − 𝛼 ′ )

18. Sudut posisi 𝜒 dari titik tengah bagian yang teriluminasi dapat diperoleh, untuk bulan
- lihat bab 46. Kemudian sudut posisi Q dari jarak terjauh iluminasi adalah 𝜒 ± 180°.
19. Diamater tampak Mars d dihitung dengan cara:
9". 36
𝑑=
Δ
Jika k adalah fraksi iluminasi planet (bab 40), maka jarak terjauh iluminasi adalah
q = (1 - k) d.

Contoh 41.a — Hitung kuantitas terkait ketampakan Mars pada 9 November 1992 jam 0h
UT.

221
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Waktu yang bersesuaian dengan JD 2448 935.5. Untuk perbedaan antara waktu
dinamis dan waktu universal, kita menggunakan nilai ΔT = 59 s, atau 0.000 683 hari,
sehingga waktu bersesuaian dengan
9.000 683 TD November 1992 = JDE 2448 935,500 683.
Langkah 1. T = -0.071444 1976
𝜆𝑜 = 352°. 82267
𝛽𝑜 = +63°. 28208
Langkah 2. Dari sebuah ephemeris yang akurat, dihitung dengan teori VSOP87
penuh, kita mendapatkan:
𝑙𝑜 = 46°50'37".90 = 46°.843 861
𝑏𝑜 = -0".60 = -0°.000 167
R = 0.99041301
Langkah 3. Koordinat heliosentris geometris Mars berikut, mengacu ekliptika dan
ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, diambil dari ephemeris yang
akurat adalah:
TD l b r
8.0 Nov. 1992 77°57'48".45 +0°52'54".74 1.540 3797
9.0 78 28 24.28 +0 53 46.72 1.5416585
10.0 78 58 57.09 +0 54 38.36 1.5429347
Kita menggunakan Δ = 0(karena 𝜏 = 0) sebagai nilai awal. Untuk 9.000
683 TD November 1992 kita dapatkan, dengan interpolasi:
l = 78°.473 759, b = +0°. 896 321, r = 1.541 6594 AU
Langkah 4. x = -0.3694199
y = +0.787 8856 Δ = 0.870 5266
z = +0.024 1192
Langkah 3. Dengan nilai Δ, kita memperoleh waktu-cahaya nilai 𝜏 = 0.005 028 hari.
Oleh karena itu, t - 𝜏 adalah 9.000 683-0.005 028 November 1992 =
8.995 655 TD November. Untuk waktu tersebut kita menemukan,
dengan interpolasi dari
nilai yang ditabulasikan,
l = 78°.471 197, b = 0°.896 249, r = 1.5416529.
Langkah 4. x = -0.369 3536
y = +0.787 8654 Δ = 0.870 4801
z = +0.024 1172

222
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Langkah 5. 𝜆 = 115°.117 321, 𝛽 = +1°.587 619


Langkah 6. DE = +12°.44
Langkah 7. N = 49°.5029 l' = 78°.466 676
b' = +0°.896 121
Langkah 8. DS = -2°.76
Langkah 9. W = 5492 522°.4593 = 2°.4593
Langkah 10. 𝜀𝑜 = 23°.26'24".793 = 23°.440 220
𝛼𝑜 = 317°.632 606
𝛿𝑜 = +52°.860 916
Langkah 11. u = +0.713 2537 𝛼 = 117°.377 075
v = +0.335 5335 𝛿 = +22°.672 176
𝜁 = 250°.9052
Langkah 12. 𝜔 = -248°.45 = 111°.55
Langkah 13. Δ𝜓 = +15".42 Δ𝜀 = -1".00
Langkah 14. 𝜆 terkoreksi = 115°.119 429
𝛽 terkoreksi = +1°.587 472
Langkah 15. 𝜆𝑜 terkoreksi = 352°.82695
𝜆 terkoreksi = 115°.123 712 𝜀 = 23°.39942
Langkah 16. 𝛼𝑜′ = 317°.63529 𝛼' = 117°. 38380
𝛿𝑜′ = +52°.86236 𝛿' = +22°.67062
Langkah 17. P = 347°.64
Langkah 18. Askensio rekta dan deklinasi Matahari dapat diperoleh dengan
ketelitian yang memadai dari (24.6) dan (24.7) dengan 𝜃 = 𝑙𝑜 +
180°. Kita mendapatkan 224°.378 dan -16°.869. Koordinat ekuator
Mars menjadi 𝛼 dan 𝛿, kita dapatkan dengan rumus (46.5) 𝜒 =
99°.91,oleh karena itu Q = 279°.91.
Langkah 19. Menggunakan nilai-nilai R, r dan Δ ditemukan dalam Langkah 2 sampai
4,
rumus (40.2) menghasilkan k = 0.9012. Jarak terbesar
iluminasi adalah q = (1 - k) x 9".36/Δ = l".06. Diameter tampak Mars
adalah 9".36/ Δ = 10". 75.

223
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Daftar Pustaka

1. Monthly Notices of the Royal Astron. Soc, Vol. 66, halaman 56 (1905). Cited in [2].
2. Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris (London, 1961), halaman
334.
3. Icarus, Vol. 3, halaman 243 (1964).
4. M.E. Davies e.a., 'Report of the IAU Working Group on Cartographic Coordinates and
Rotational Elements of the Planets and Satellites : 1982', Celestial Mechanics, Vol. 29,
halaman 309-321 (1983).

224
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 42. Ephemeris Pengamatan Fisik Jupiter

Untuk Jupiter tiga sistem rotasi telah diadopsi. sistem pertama berlaku untuk fitur
sekitar 10 ° dari ekuator planet, yang diadopsi rotasi sideris tepatnya 877.90 derajat
dalam 24 jam waktu Matahari rata-rata. Sistem kedua, untuk digunakan dalam lintang
yang lebih tinggi, dimana fitur awan memakan waktu lima menit lebih lamu untuk
melingkari planet dibanding di ekuator, berputar persis 870.27 derajat per hari. Oleh
karena itu, periode rotasi sideris planet adalah 9h50m30s.003 di Sistem pertama, dan
9h55m40s.632 di Sistem kedua.
Sistem ke tiga, berakar jauh di dalam interior Jupiter, berlaku untuk radio emisi
planet ini. Tetapi dalam Bab ini kita akan membahas hanya Sistem pertama dan ke dua,
yang dibutuhkan oleh pengamat visual.
Seperti halnya Mars (lihat Bab 41), DE dan Ds masing-masing melambangkan
deklinasi planetosentris dari Bumi dan Matahari, dan P sudut posisi kutub utara rotasi
Jupiter. Bujur meridian sentral akan dinotasikan 𝜔1 untuk Sistem pertama, dan 𝜔2 untuk
Sistem ke dua.
Karena sumbu rotasi Jupiter hampir persis tegak lurus ke bidang orbit planet
mengelilingi Matahari, hal itu tidak diperlukan untuk mengoreksi l dan b untuk aberasi
Matahari dalam perhitungan Ds. Kesalahan di Ds dengan mengabaikan aberasi ini tidak
akan pernah melebihi 0".5.
Untuk waktu t diberikan, nilai-nilai DE, Ds, 𝜔1 , 𝜔2 dan P dapat diperoleh sebagai berikut.
1. Hitung
𝑑 = 𝐽𝐷𝐸 − 2433 282.5
𝑑
𝑇1 =
36525
dan kemudian askensio rekta 𝛼𝑜 dan deklinasi 𝛿 kutub utara Jupiter, mengacu
ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, mengikuti rumus berikut pada halaman 725
Almanak Soviet Astronomicheskii Ezhegodnik untuk 1985:
𝛼𝑜 = 268°. 00 + 0°. 1061 T1
𝛿𝑜 = +64°. 50 - 0°.0164 T1
2. Hitung sudut W1 dan W2 dari
W1 = 17°.710 + 877°.000 035 39 d
W2 = 16°. 838 + 870°. 270 035 39 d
Ini dapat menjadi sudut besar (positif atau negatif), maka harus dikurangi menjadi
lebi kecil dari 360 derajat. Sudut W1 dan W2 adalah terkait dengan masing-masing
Sistem bujur pertama dan ke dua. Komponen konstanta 17°.710 dan 16°.838 telah
dipilih untuk menjaga konsistensi dengan sistem bujur Jovian pada akhir abad ke-19.

225
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dua lainnya adalah konstanta sama dengan nilai 877°.90 dan 870°.27 disebutkan di
awal Bab ini, membesar 0°.000 035 39, variasi harian variasi dari busur ekuator
Jovian dari titik dakinya pada ekuator langit ke titik daki pada orbit.
3. Hitung bujur heliosentris lo, lintang bo dan vektor radius Bumi R, mengacu ke ekliptika
dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, misalnya dengan menggunakan data
yang relevan dari Lampiran II dan bahasan yang diberikan dalam Bab 31.
4. Untuk saat yang sama, menghitung koordinat heliosentris Jupiter l, b, r. Jangan
memasukkan waktu- cahaya dalam perhitungan di sini.
5. Hitung x, y, z dengan cara rumus (41.2), dan kemudian jarak Jupiter Δ dengan (41.3).
6. Bujur heliosentris sejati Jupiter l (dalam derajat) untuk waktu-cahaya:
koreksi ke l = -0°. 012 990 Δ/r2
(Koreksi lintang heliosentris dapat diabaikan di sini.)
7. Gunakan nilai koreksi l, lalu Hitung x, y, z, Δ lagi, seperti pada Langkah 5.
8. Hitung kemiringan rata-rata ekliptika 𝜀𝑜 dengan cara rumus (21.2).
9. Hitung 𝛼𝑠 dan 𝛿𝑠 dari
cos 𝜀𝑜 sin 𝑙 − sin 𝜀𝑜 tan 𝑏
tan 𝛼𝑠 =
cos 𝑙
sin 𝛿𝑠 = cos 𝜀𝑜 sin 𝑏 + sin 𝜀𝑜 cos 𝑏 sin 𝑙
Sudut 𝛼𝑠 yang harus berada dalam kuadran yang tepat.
10. sin 𝐷𝑆 = − sin 𝛿𝑜 sin 𝛿𝑠 − cos 𝛿𝑜 cos 𝛿𝑠 cos (𝛼𝑜 − 𝛼𝑠 )
Nilai Ekstrem DS adalah +3°. 12 dan -3°. 12.
11. Hitung u, v, 𝛼, 𝛿, dan 𝜁 seperti untuk Mars (lihat langkah 11 bab 41).
12. sin 𝐷𝐸 = − sin 𝛿𝑜 sin 𝛿 − cos 𝛿𝑜 cos 𝛿 cos (𝛼𝑜 − 𝛼)
Nilai Ekstrem DE adalah +3°.4 dan -3°.4.
13. Jika 𝜁 dinyatakan dalam derajat, dan Δ dalam satuan astronomi, kemudian
𝜔1 = W1 - 𝜁 - 5°.07033 Δ
𝜔2 = W2 - 𝜁 - 5°. 02626 Δ
komponen terakhir di masing-masing rumus adalah jumlah rotasi selama
waktu-cahaya.
14. Nilai yang diperoleh untuk 𝜔1 dan 𝜔2 harus direduksi sampai berada di Interval 0° -
360 °, dengan menambah atau mengurangi kelipatan 360 derajat. Selain itu, perlu
dicatat bahwa hasilnya mengacu pada geometrik ('benar') piringan Jupiter. Planet itu
sebenarnya memiliki fase yang sangat kecil, dan bujur dari sentral meridian 'dari

226
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

piringan bercahaya dapat diperoleh dengan menambahkan 𝜔1 dan 𝜔2 koreksi untuk


fase C yang sama dengan
2 𝑟 Δ + 𝑅 2 − 𝑟 2 − Δ2
𝐶 = ± 57°. 2958 ×
4 𝑟Δ
dan memiliki tanda yang sama seperti sin (l - lO). Sudut C selalu kecil, tidak pernah
melebihi 0 °.61.
15. Jika akurasi 0.1 derajat sudah cukup untuk sudut posisi P, lanjutkan ke langkah 18.
Jika tidak, Hitung nutasi pada bujur Δ𝜓 dan kemiringan (Δ𝜀), seperti dijelaskan pada
Bab 21. Hanya komponen yang paling penting yang digunakan, tidak diperlukan
akurasi 0".01. Tambahkan Δ𝜀 ke 𝜀𝑜 untuk mendapatkan 𝜀.
16. Koreksi! 𝛼 dan 𝛿 untuk aberasi Jupiter:
Koreksi ke 𝛼:
cos 𝛼 cos 𝑙𝑜 cos 𝜀 + sin 𝛼 sin 𝑙𝑜
+0°. 005 693
cos 𝛿
koreksi ke 𝛿:
+0.005 693 [cos 𝑙𝑜 cos 𝜀 (tan 𝜀 cos 𝛿 − sin 𝛼 sin 𝛿) + cos 𝛼 sin 𝛿 sin 𝑙𝑜 ]
17. Koreksilah 𝛼, 𝛿, 𝛼𝑜 dan 𝛿𝑜 untuk nutasi, dengan cara rumus (22.1), memberikan 𝛼′, 𝛿′,
𝛼𝑜′ dan 𝛿𝑜′ .
18. Dapatkan P dengan rumus (41.4).
Contoh 42.a —Hitung kuantitas terkait ketampakan Jupiter pada 16 Desember 1992, jam
0h UT.
Waktu ini bersesuaian dengan JD 2448 972.5. Untuk perbedaan antara Waktu
dinamis dan Waktu Universal, kita akan menggunakan nilai Δ𝑇 = 59 detik = 0.00068 hari,
sehingga waktu bersesuaian dengan 16.00068 TD Desember 1992 = JDE 2448 972.50068.
Langkah 1. d = 15690.00068 𝛼𝑜 = 268°.04558
T1 = +0.429 569 𝛿𝑜 = +64°. 49296
(Pertahankan ekstra desimal untuk
meminimalkan kesalahan akibat pembulatan)
Langkah 2. W1 = 13 774 269°.8622 = 309°.8622
W2 = 13 654 554°.2851 = 114°.2851
Langkah 3-4. Dari ephemeris yang akurat, hitung dengan menggunakan teori VSOP87
secara penuh, kita akan dapatkan:
𝑙𝑜 = 84°.285 703 l = 181°.882 168
𝑏𝑜 = +0°.000 197 b = +l°.290464
R = 0.98412316 r = 5.44642320

227
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Langkah 5. x = -5.540 0914


y = -1.1580704 Δ = 5.661 1645
z = +0.122 6552
Langkah 6. l = 181°.882 168 - 0°.002479 = 181°. 879 689
Langkah 7. x = -5.540 0991
y = -1.1578350 Δ = 5.661 1239
z = +0.122 6552
Langkah 8. 𝜀𝑜 = 23°26'24".745 = 23°.440 2069
Langkah 9. 𝛼𝑠 = 182°. 237 749
𝛿𝑠 = +0°.436 472
Langkah 10. DS = -2°.20
Langkah 11. u = -1.1110767 𝛼 = 191°.340 327
v = -0.348 0441 𝛿 = -3°.524 749
𝜁 = 13°.5238
Langkah 12. DE = -2°.48
Langkah 13. 𝜔1 = 267°.63 𝜔2 = 72°.31
Ini adalah bujur meridian sentral piringan geometrik masing-masing dalam
sistem pertama dan kedua.
Langkah 14. C = +0°.43. Karena sin (𝑙 − 𝑙𝑜 ) positif, sehingga begitu juga C.
Bujur meridian sentral dari piringan yang bercahaya adalah:
Sistem pertama : 𝜔1 = 267°.63 + 0°.43 = 268°. 06
Sistem ke dua : 𝜔2 = 72°.31 + 0°.43 = 72°. 74
Langkah 15. Δ𝜓 = +16".86 Δ𝜀 = -1".79 𝜀 = 23°.439 710
Langkah 16. Koreksi untuk 𝛼 : -0°. 001 627 𝛼 = 191°. 338 700
Koreksi untuk 𝛿 : +0°. 000 560 𝛿 = -3°. 524189
Langkah 17. 𝛼' = 191°.34305 𝛼𝑜′ = 268°.04594
𝛿′ = -3°. 52592 𝛿𝑜′ = +64°. 49339
Langkah 18. P = 24°.80

Ketelitian rendah

Metode ringkas berikut ini digunakan jika tidak diperlukan ketelitian tinggi. Untuk waktu
(TD !) yang diberikan, hitung JDE (lihat bab 7) dan lanjutkan langkah berikut ini.
Jumlah hari (dan desimal hari) sejak 1 Januari 2000 jam 12h TD:

228
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

d = JDE - 2451 545.0


Argumen komponen periode panjang dalam gerak Jupiter:
V = 172°.74 + 0°.001 11588 d
Anomali rata-rata Bumi dan Jupiter:
M = 357°.529 + 0°.985 6003 d
N = 20-.020 + 0°.083 0853 d + 0°.329 sin V
Perbedaan antara bujur heliosentrik rata-rata Bumidan Jupiter:
J = 66°. 115 + 0°.902 5179 d - 0°.329 sin V
Sudut V, M,N dan J dinyatakan dalam derajat dan desimal. Jika perlu, sudut-sudut itu
harus direduksi untuk masuk interval 0-360 derajat; Ini bergantung pada bahasa
komputer yang anda pakai.
Persamaan pusat Bumi dan Jupiter dalam derajat:
A = 1.915 sin M + 0.020 sin 2M
B = 5.555 sin N + 0.168 sin 2N
dan kemudian
K = J+A-B
Vektor radius Bumi:
R = 1.00014 - 0.01671 cos M - 0.00014 cos 2M
Vektor radius Jupiter:
r = 5.20872 - 0.25208 cos N - 0.00611 cos 2N
Jarak Bumi ke Jupiter:

Δ = √𝑥 2 + 𝑅 2 − 2 𝑟 𝑅 cos 𝐾
Jarak R, r, dan Δ dinyatakan dalam satuan astronomi, dantentu saja Δ harus positif.
Sudut fase Jupiter (ini adalah sudut Bumi-Jupiter-Matahari) diberikan dengan rumus
sebagai berikut:
𝑅
sin 𝜓 = sin 𝐾
Δ
Sudut 𝜓 selalu terletak antara -12° dan +12°. Karena R dan Δ selalu positif, sudut 𝜓
mempunyai tanda yang sama seperti K.
Bujur meridian sentral masing-masing dalam sistem pertama dan sistem ke dua
adalah:
Δ
𝜔1 = 210°. 98 + 877°. 816 9088 (𝑑 − )+ 𝜓 − 𝐵
173

229
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Δ
𝜔2 = 187°. 23 + 870°. 186 9088 (𝑑 − )+ 𝜓 − 𝐵
173
dimana − Δ⁄173 adalah koreksi waktu-cahaya, dinyatakan dalam hari. Sedangkan
penyebut 173 merupakan hasildari kenyataan bahwa waktu-cahaya untuk satuan jarak
1/173 hari.
Nilai-nilai yang diperoleh untuk 𝜔1 dan 𝜔2 harus direduksi di interval 0° - 360°,
dengan menambah atau mengurangi kelipatan 360 derajat yang tepat. Hasil merujuk ke
piringan geometris Jupiter. itu bujur 'pusat meridian' dari piringan teriluminasi dapat
diperoleh dengan menambahkan 𝜔1 dan 𝜔2 koreksi untuk fase yang sama dengan,
𝜓
± sin 𝜓 𝑠𝑖𝑛
2
dan tandanya adalah berlawanan dengan sin K.
Hitunglah dengan cara ini, 𝜔1 dan 𝜔2 bisa salah sampai 0.1 atau 0.2 derajat.
Bujur heliosentrik Jupiter, 𝜆 mengacu pada ekuinoks 2000.0 dengan rumus:
𝜆 = 34°. 35 + 0°. 083 091 𝑑 + 0°. 329 sin 𝑉 + 𝐵
Kemudian kita memperoleh, dalam derjat dan desimal,
𝐷𝑆 = 3.12 sin(𝜆 + 42°. 8)
𝑟 − Δ
𝐷𝐸 = 𝐷𝑆 − 2.22 sin 𝜓 cos (𝜆 + 22°) − 1.30 sin(𝜆
Δ
− 100°. 5)
Dalam rumus ini, 3°.12 adalah inklinasi ekuator Jupiter pada bidang orbit, 2°.22
inklinasinya pada ekliptika dan 1°.30 inklinasi bidang orbit ekliptik.
Contoh 42.b — Ambillah pada saat yang sama seperti contoh 42.a, yakni 16 Desember
1992, jam 0h UT.
= JD 2448 972.5
= JDE 2448 972.50068.
We dapatkan bertu successively
d = -2572.49932
V = 169-.87
M = -2177°.927 = +342°.073
N = -193-.659
J = -2255°. 670 = +264°. 330
A = -0°.601
B = +1°.235
K = 262°.494
R = 0.98413

230
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

r = 5.44824
Δ = 5.66151
sin 𝜓
= -0.17234
𝜓 = -9°.924
Δ
𝑑 − = −2572.53205
173
Dari hasil di atas kita dapatkan lebih lanjut, untuk piringan geometrik Jupiter:
𝜔1 = -2258 012°.31 = 267°.69
𝜔2 = -2238 407°.64 = 72°. 36
Nilai yang benar adalah 267°.63 dan 72°.31 (lihat langkah 13 contoh 42.a).
Untuk koreksi fase, kita dapatkan +0°.43, secara eksak seperti contoh 42.a, Langkah 14.
𝜆 = -178°. 11
DS = -2°. 194
DE = -2°.194 - 0°.350 + 0°.048 = -2°.50

231
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 43. Posisi Satelit Jupiter

Bab ini memaparkan dua metode untuk menghitung setiap waktu, posisi empat
satelit besar Jupiter relatif terhadap planet ini, seperti yang terlihat dari Bumi.

Koordinat kartesian tampak


Satelit X dan Y diukur dari
pusat piringan Jupiter, dalam
satuan radius ekuator planet.
X adalah diukur positif ke
barat Jupiter, dan negatif ke
timur, sumbu X berhimpit
dengan dengan ekuator
planet. Y adalah positif ke
utara, negatif ke selatan,
sumbu Y berhimpit dengan
sumbu rotasi planet (lihat
gambar).

Keakuratan metode pertama ('akurasi rendah') sudah cukup untuk mengidentifikasi


satelit di teleskop, atau untuk menggambar Diagram garis bergelombang yang
menunjukkan posisinya terhadap Jupiter, seperti yang diberikan dalam beberapa almanak
dan majalah astronomi. Metode dengan akurasi tinggi diperlukan, misalnya, untuk
menghitung fenomena klasik satelit (gerhana, transit, dll) dan fenomena bersamanya.

Akurasi rendah

Pertama, mengubah tanggal dan waktu (TD) ke Hari Julian, menggunakan metode
yang dijelaskan dalam Bab 7. Kemudian, mendapatkan kuantitas berikut seperti dijelaskan
pada Bab 42 ('akurasi yang lebih rendah'): d, V, M, N, J, A, B, K, R, r, Δ, 𝜓, dan planetocentric
deklinasi DE
Bumi.
Untuk masing-masing dari empat satelit, sekarang kita menghitung u sudut yang
diukur dari konjungsu inferior dengan Jupiter, sehingga u = 0° bersesuaian dengan
konjungsi inferior satelit itu, u = 90° elongasi terbesar di barat, u = 180° untuk konjungsi
superior, dan u = 270° untuk elongasi terbesar di timur.
Δ
𝑢1 = 163°. 8067 + 203°. 405 8643 (𝑑 − ) + 𝜓 − 𝐵
173
Δ
𝑢2 = 358°. 4108 + 101°. 291 6334 (𝑑 − ) + 𝜓 − 𝐵
173

232
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Δ
𝑢3 = 5°. 7129 + 50°. 234 5179 (𝑑 − ) + 𝜓 − 𝐵
173
Δ
𝑢4 = 224°. 8151 + 21°. 487 9801 (𝑑 − ) + 𝜓 − 𝐵
173
Jika perlu, sudut-sudut u ini harus direduksisampai berada di interval 0° - 360°.
Untuk mendapatkan nilai yang lebih akurat, hasilnya harus dikoreksi sebagai berikut.
Hitung sudut G dan H dengan cara rumus
Δ
𝐺 = 331°. 18 + 50°. 310 482 (𝑑 − )
173
Δ
𝐻 = 87°. 40 + 21°. 569 231 (𝑑 − )
173
Kemudian kita mempunyai koreksi berikut dalam derajat:
Koreksi untuk 𝑢1 : +0.473 sin 2(𝑢1 − 𝑢2 )
Koreksi untuk 𝑢2 : +1.065 sin 2(𝑢2 − 𝑢3 )
Koreksi untuk 𝑢3 : +0.165 sin G
Koreksi untuk 𝑢4 : +0.841 sin H
Koreksi pertama adalah karena gangguan secara periodik satelit I oleh satelit II.
Koreksi kedua adalah gangguan dari satelit II oleh satelit III. Dua Koreksi terakhir adalah
karena eksentrisitas orbit satelit III dan IV. (Orbit I dan II hampir persis melingkar.) Perlu
dicatat bahwa kami hanya memperhitungkan komponen periodik terbesar dalam gerak
satelit. Ada banyak komponen periodik lainnya (tapi kecil). Misalnya, satelit I terganggu
oleh satelit III juga, satelit III oleh II dan IV oleh, dll - lihat lebih lanjut metode 'akurasi
tinggi' dalam Bab ini.
Jarak dari satelit ke pusat Jupiter, dalam satuan radius ekuator Jupiter, yang
diberikan oleh
𝑟1 = 5.9073 − 0.0244 cos 2 (𝑢1 − 𝑢2 )
𝑟2 = 9.3991 − 0.0882 cos 2 (𝑢2 − 𝑢3 )
𝑟3 = 14.9924 − 0.0216 cos 𝐺
𝑟4 = 26.3699 − 0.1935 cos 𝐻
di mana nilai-nilai tidak terkoreksi u1 dll, harus digunakan. dalam rumus ini, komponen
periodik lagi disebabkan saling mengganggu antar satelit atau eksentrisitas orbit mereka.
Koordinat kartesian tmpak X dan Y dari satelit kemudian diberikan oleh
𝑋1 = 𝑟1 sin 𝑢1 dan 𝑌1 = −𝑟1 cos 𝑢1 sin 𝐷𝐸
dengan ekspresi yang sama untuk tiga satelit lainnya.

233
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 43.a — Hitung konfigurasi satelit dari Yupiter pada 16 Desember 1992 16, jam
0h UT = JD 2448 972.5 = JDE 2448 972.50068. (Nilai yang digunakan ΔT
= 59 detik).
Untuk waktu yang dimaksukan, kita mendapatkan, seperti dalam contoh 42.b,

d = -2572.49932 Δ
B = +1°.235 𝑑 = = −2572.53205
173
𝜓 = -9°.924 DE = -2°.50

Melalui rumus yang diberikan dalam Bab ini, kita menemukan berturut-turut:
u1 = -523 115°.457 = 324°.543 2 (u1 - u2) = 546°.53 = 186°.53
u2 = -260 228°.722 = 51°.278 2(u2 - u3) = 93°.26
u3 = -129235°.353 = 4°.647 G = -129094°.15 = 145°.85
u4 = - 55064°.861 = 15°.139 H = - 55 400°.14 = 39°.86
Koreksi untuk u1 : -0°.054 terkoreksi, u1 = 324°.489
Koreksi untuk u2 : +1°. 063 terkoreksi, u2 = 52°. 341
Koreksi untuk u3 : +0°.093 terkoreksi, u3 = 4°. 740
Koreksi untuk u4 : +0°.539 terkoreksi, u4 = 15°. 678
r1 = 5.9073 + 0.0242 = 5.9315
r2 = 9.3991 + 0.0050 = 9.4041
r3 = 14.9924 + 0.0179 = 15.0103
r4 = 26.3699 - 0.1485 = 26.2214
(Ini hanya kebetulan bahwa keempat Y-nilai positif!)
Dengan nilai-nilai X dan Y kita dapat menggambarkan berikut yang menunjukkan
konfigurasi dari satelit pada waktu tertentu. Dalam gambar ini Selatan ke arah atas, dan
Barat ke kiri, seperti dalam teleskop inversi di belahan bumi utara.

234
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Nilai X dan Y, yang dihasilkan dari perhitungan yang akurat, yang disebutkan dalam
Contoh 43.b. Adanya perbedaan antara nilai Y terutama karena fakta bahwa, dalam
metode ini disederhanakan, inklinasi orbit satelit pada bidang ekuator Jupiter diabaikan.
Sebenarnya, empat satelit dapat mencapai garis lintang ekstrem masing-masing dari 0°03',
0°31', 0°20, dan 0°44', mengacu pada bidang ekuator planet. Sebagai akibatnya, okultasi
bersama tidak dapat dihitung secara pasti dengan menggunakan metode yang
disederhanakan seperti yang dijelaskan di atas. Dalam hal konjungsi yang sangat dekat,
bahkan tidak mungkin untuk menyimpulkan mana dari dua satelit melintas ke utara dari
lainnya.

Akurasi Tinggi

Metode berikut ini didasarkan pada teori E2 dari satelit karya Lieske [1], dengan
perbaikan dikenal sebagai E2x3 [2].
Untuk waktu yang diberikan, hitung kuantitas berikut (lihat Bab 24):
Θ = Bujur geometris geosentris Matahari,
𝛽 = Lintang geometris geosentris Matahari,
R = vektor radius Matahari dalam satuan astronomi.
Misalkan 𝜏 waktu-cahaya Jupiter ke Bumi. Karena jarak Jupiter ke Bumi tidak
diketahui di muka, sehingga 𝜏 tidak diketahui. Jarak Δ diperoleh dengan cara iterasi. Nilai
awal yang bagus adalah Δ = 5, karena nilai-nilai ekstrim jarak Jupiter ke Bumi adalah 3.95
dan 6.5 satuan astronomi. Waktu-cahaya diberikan oleh (32.3), sebuah nilai Δ yang lebih
baik diberikan oleh
rumus (43.2).
Hitung nilai berikut untuk waktu tertentu yang turun oleh waktu cahaya 𝜏 (lihat Bab
31):
l = bujur heliosentris Jupiter,
b = lintang heliosentris Jupiter,
r = vektor radius Jupiter, dalam satuan AU.
Di atas, bujur dan lintang mengacu ke ekliptika dan ekuinoks rata-rata pada tanggal
tertentu.
Hitung koordinat kartesian ekliptika geosentris Jupiter:

𝑥 = 𝑟 cos 𝑏 cos 𝑙 + 𝑅 cos Θ


𝑦 = 𝑟 cos 𝑏 sin 𝑙 + 𝑅 sin Θ (43.1)
𝑥 = 𝑟 sin 𝑏 +𝑅 sin Θ

235
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

di mana, seperti yang disebutkan sebelumnya dalam buku ini, ATN2 adalah Fungsi
arctangent ke dua. Dengan kata lain, Δ sama dengan ATN (y/x) dengan memperhitungkan
kuadran yang tepat.
Misalkan t adalah waktu yang diukur dalam hari ephemeris dari tahun 10Agustus
1976 0h TD = JDE 2443 000.5, turun akibat waktu cahaya 𝜏. Dengan kata lain, jika JDE
adalah hari Julian Ephemeris bersesuaian dengan waktu yang diberikan,
t = JDE - 2443 000.5 - 𝜏
Dalam rumus berikut, semua nilai numerik disajikan dalam derajat dan desimal.
Bujur mengacu pada ekuinoks standar dari 1.950,0.
Bujur satelit rata-rata adalah:
ℓ1 = 106.07947 + 203.488 955 432 t
ℓ2 = 175.72938 + 101.374724 550 t
ℓ3 = 120.55434 + 50.317 609 110 t
ℓ4 = 84.44868 + 21.571 071 314 t
Bujur perijoves adalah:
𝜋1 = 58.3329 + 0.16103936 t
𝜋2 = 132.8959 + 0.046 479 85 t
𝜋3 = 187.2887 + 0.007 127 40 t
𝜋4 = 335.3418 + 0.00183998 t
Bujur titik simpul pada bidang ekuator Jupiter :
u1 = 311.0793 - 0.132 79430 t
u2 = 100.5099 - 0.03263047 t
u3 = 119.1688 - 0.007 177 04 t
u4 = 322.5729 - 0.001759 34 t
Prinsip ketidaksamaan dalam Bujur Jupiter :
Γ = 0.33033 sin (163°.679 + 0°.0010512 t)
+ 0.03439 sin (34°.486 - 0°.016 1731 t)
Ada liberasi kecil dengan periode 2070 hari, dalam bujur tiga satelit dalam: Jika
satelit II melambat, maka Satelit I dan III mempercepat. Untuk memperhitungkannya, kita
memerlukan fase liberasi bebas:
𝜙𝜆 = 191.813 2 + 0.173 900 23 t
Bujur titik simpul ekuator Jupiter pada ekliptika:
𝜓 = 316.518 2 - 0.000 002 08 t
Anomali rata-rata Jupiter dan Saturnus adalah:
G = 30.237 56 + 0.083 092 5701 t + Γ
G'' = 31.978 53 + 0.033 459 7339 t

236
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bujur perihelion Jupiter adalah:


Π= 13.469 942 (dianggap sebagai konstan dalam teori E2).

KOMPONEN PERIODIK DALAM BUJUR SATELIT


Satelit I
+ 0°.47 259 sin 2 (ℓ1 − ℓ2 ) + 0°.00 186 sin (ℓ1 − 𝜋1 )
- 0°.03 480 sin (𝜋3 − 𝜋4 ) - 0°.00186 sin G
- 0°.01 756 sin (𝜋1 + 𝜋3 − 2Π − 2𝐺) + 0°.00167 sin (𝜋2 − 𝜋3 )
+ 0°.01 080 sin (ℓ2 − 2 ℓ3 + 𝜋3 ) + 0°.00 158 sin 4 (ℓ1 − ℓ2 )
+ 0°.00 757 sin Φ𝜆 - 0°.00155 sin (ℓ1 − ℓ3 )
+ 0°.00 663 sin (𝑙2 − 2 ℓ3 + 𝜋4 ) - 0°.00 142 sin (𝜓 + 𝜔3 − 2Π − 2𝐺)
+ 0°.00 453 sin (ℓ1 − 𝜋3 ) - 0°.00 115 sin (ℓ1 − 2 ℓ2 + 𝜔2 )
+ 0°.00 453 sin (ℓ2 − 2 ℓ3 + 𝜋4 ) + 0°.00 089 sin (𝜋2 − 𝜋4 )
- 0°.00 354 sin (ℓ1 − ℓ2 ) + 0°.00 084 sin (𝜔2 − 𝜔3 )
- 0°.00 317 sin (2 𝜓 − 2Π) + 0°.00 084 sin (ℓ1 + 𝜋3 − 2Π − 2𝐺)
- 0°.00 269 sin (ℓ2 − 2 ℓ3 + 𝜋1 )
+ 0°.00 263 sin (ℓ1 − 𝜋4 ) + 0°.00 053 sin (𝜓 − 𝜔2 )
panggil ∑ 1 jumlah komponen-komponen ini
Satelit II
+ 1°,06 476 sin 2 (ℓ2 − ℓ3 ) - 0°.00 095 sin 2(ℓ2 − 𝜔2 )
+ 0°.04253 sin ( ℓ1 − 2 ℓ2 + 𝜋3 ) + 0°.00 086 sin 2(ℓ1 − 2 ℓ2 + 𝜔2 )
+ 0°.03 579 sin (ℓ2 − 𝜋3 ) - 0°.00 086 sin (5G' - 2G + 52°.225)
+ 0°.02 383 sin ( ℓ1 − 2 ℓ2 + 𝜋4 ) - 0°.00 078 sin (ℓ2 − ℓ4 )
+ 0°.01977 sin (ℓ2 − 𝜋4 ) - 0°.00 064 sin (𝑙1 − 2 ℓ3 + 𝜋4 )
- 0°.01843 sin Φ𝜆 - 0°.00 063 sin (3𝑙3 − 7 ℓ4 + 4 𝜋4 )
+ 0°.01299 sin (𝜋3 − 𝜋4 ) + 0°.00 061 sin (𝜋1 − 𝜋4 )
- 0°.01142 sin (ℓ2 − ℓ3 ) + 0°.00 058 sin 2 (𝜓 − Π − 𝐺)
+ 0°.01078 sin (ℓ2 − 𝜋2 ) + 0°.00 058 sin (𝜔3 − 𝜔4 )
- 0°.01058 sin G + 0°.00 056 sin 2(ℓ2 − ℓ4 )
+ 0°.00 870 sin ( ℓ2 − 2 ℓ3 + 𝜋2 ) + 0°.00 055 sin 2 (ℓ1 − ℓ3 )
- 0°.00 775 sin 2 (𝜓 − Π) + 0°.00 052 sin (3 ℓ3 − 7 ℓ4 + 𝜋3 + 3 𝜋4 )
+ 0°.00 524 sin 2 (ℓ1 − ℓ2 ) - 0°.00 043 sin (ℓ1 − 𝜋3 )
- 0°.00 460 sin (ℓ1 − ℓ3 ) + 0°.00 042 sin (𝜋3 − 𝜋2 )
+ 0°.00 450 sin (𝑙2 − 2 ℓ3 + 𝜋1 ) + 0°.00 041 sin 5 (ℓ2 − ℓ3 )
+ 0°.00 327 sin (𝜓 − 2 𝐺 + 𝜔3 − 2 Π) + 0°.00 041 sin (𝜋4 − Π)
- 0°.00 296 sin (𝜋1 + 𝜋3 − 2 Π − 2 𝐺) + 0°.00 038 sin (ℓ2 − 𝜋1 )
- 0°.00 151 sin 2 G + 0°.00032 sin (𝜔2 − 𝜔3 )
+ 0°.00 146 sin (𝜓 − 𝜔3 ) + 0°.00 032 sin 2 (ℓ3 − 𝐺 − Π )
+ 0°.00 125 sin (𝜓 − 𝜔4 ) + 0°.00 029 sin (𝜋1 − 𝜋3 )
- 0°.00117 sin ( ℓ1 − 2 ℓ3 + 𝜋3 )
panggil ∑ 2 jumlah komponen-komponen ini

237
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Satelit III + 0°.00 124 sin (ℓ1 − ℓ3 )


+ 0°.16 477 sin (ℓ3 − 𝜋3 ) - 0°.00 119 sin (5G' - 2G + 52°.225)
+ 0°.09 062 sin (ℓ3 − 𝜋4 ) + 0°.00 109 sin (ℓ1 − ℓ2 )
- 0°.06 907 sin (ℓ2 − ℓ3 ) - 0°.00 099 sin (3 ℓ3 − 7 ℓ4 + 4 𝜋4 )
+ 0°.03 786 sin (𝜋3 − 𝜋4 ) + 0°.00 091 sin (𝜔3 − 𝜔4 )
+ 0°.01 844 sin 2 (ℓ3 − ℓ4 ) + 0°.00 081 sin (3 ℓ3 − 7 ℓ4 + 𝜋3 + 3 𝜋4 )
- 0°.01 340 sin G
+ 0°.00 703 sin (𝑙2 − 2 ℓ3 + 𝜋3 ) - 0°.00 076 sin (2 ℓ2 − 3 ℓ3 + 𝜋3 )
- 0°.00 670 sin 2(𝜓 − Π) + 0°.00 069 sin (𝜋4 − Π)
- 0°.00 540 sin (ℓ3 − ℓ4 ) - 0°.00 058 sin (2 ℓ3 − 3 ℓ4 + 𝜋4 )
+ 0°.00 481 sin (𝜋1 + 𝜋3 − 2 Π − 2 𝐺) + 0°.00 057 sin ( ℓ3 + 𝜋3 − 2 Π − 2 𝐺)
00 409 sin (𝑙2 − 2 ℓ3 + 𝜋2 )
+ 0°.00 379 sin (𝑙2 − 2 ℓ3 + 𝜋4 ) - 0°.00 057 sin ( ℓ3 − 2 ℓ4 + 𝜋4 )
+ 0°.00 235 sin (𝜓 − 𝜔3 ) - 0°.00 052 sin (𝜋2 − 𝜋3 )
+ 0°.00 198 sin (𝜓 − 𝜔4 ) - 0°.00 052 sin ( ℓ2 − 2 ℓ3 + 𝜋1 )
+ 0°.00 180 sin Φ𝜆 - 0°.00 029 sin (𝜔3 + 𝜓 − 2Π − 2𝐺)
+ 0°.00 129 sin 3 (ℓ3 − ℓ4 ) + 0°.00 029 sin ( ℓ3 + 𝜋4 − 2 Π − 2 𝐺)
+ 0°.00 048 sin (ℓ3 − 2 ℓ4 + 𝜋3 ) + 0°.00 026 sin ( ℓ3 − Π − 𝐺)
- 0°.00 045 sin (2ℓ2 − 3 ℓ3 + 𝜋4 ) + 0°.00024 sin ( ℓ2 − 3 ℓ3 + 2 ℓ4 )
- 0°.00 041 sin (𝜋2 − 𝜋4 ) + 0°.00 021 sin 2 ( ℓ3 − Π − 𝐺)
- 0°.00 038 sin 2G - 0°.00021 sin (ℓ3 − 𝜋2 )
- 0°.00 033 sin (𝜋3 − 𝜋4 + 𝜔3 − 𝜔4 ) + 0°.00 017 sin 2 (ℓ3 − 𝜋3 )
- 0°.00 032 sin (3ℓ3 − 7 ℓ4 + 2 𝜋3 + 2 𝜋4 )
+ 0°.00 030 sin 4 (ℓ3 − ℓ4 )
panggil ∑ 3 jumlah komponen-komponen ini

Satelit IV + 0°.00 051 sin (ℓ2 − ℓ4 )


+ 0°.84 109 sin (ℓ4 − 𝜋4 ) + 0°.00 042 sin 2 (𝜋 - G - Π )
+ 0°.03 429 sin (𝜋4 − 𝜋3 ) + 0°.00 039 sin 2 (𝜋4 − 𝜔4 )
- 0°.03 305 sin 2(𝜓 − Π) + 0°.00 036 sin (𝜓 + Π − 𝜋4 − 𝜔4 )
- 0°.03 211 sin G + 0°.00 035 sin (2G' - G + 188°.37)
- 0°.01 860 sin (ℓ4 − 𝜋3 ) - 0°.00035 sin ( ℓ4 − 𝜋4 + 2 Π − 2 ψ)
+ 0°.01 182 sin (𝜓 − 𝜔4 ) - 0°.00 032 sin ( ℓ4 + 𝜋4 − 2 Π − G)
+ 0°.00 622 sin ( ℓ4 + 𝜋4 − 2 𝐺 − 2 Π) + 0°.00 030 sin (3ℓ3 − 7 ℓ4 + 2 𝜋3 + 2 𝜋4 )
+ 0°.00 385 sin 2 (ℓ4 − 𝜋4 ) + 0°.00 030 sin (2G' - 2G + 149°.15)
- 0°.00 284 sin (5G' - 2G + 52°.225) + 0°.00 028 sin ( ℓ4 − 𝜋4 + 2𝜓 − 2 Π)
- 0°.00 233 sin 2(𝜓 − 𝜋4 ) - 0°.00 028 sin 2 (ℓ4 − 𝜔4 )
- 0°.00 223 sin (ℓ3 − ℓ4 ) - 0°.00027 sin (𝜋3 − 𝜋4 + 𝜔3 − 𝜔4 )
- 0°.00 208 sin (ℓ4 − Π) - 0°.00 026 sin (5G' - 3G + 188°.37)
+ 0°.00 177 sin (𝜓 + 𝜔4 − 2 𝜋4 ) + 0°.00 025 sin (𝜔4 − 𝜔3 )
+ 0°.00 134 sin (𝜋4 − Π) - 0°.00025 sin (ℓ2 − 3 ℓ3 + 2 ℓ4 )

238
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

+ 0°.00 125 sin 2 (ℓ4 − G − Π) - 0°.00 023 sin 3 ( ℓ3 − ℓ4 )


- 0°.00117 sin 2G + 0°.00 021 sin (2ℓ4 − 2 Π − 3G)
- 0°.00 112 sin 2 (ℓ3 − ℓ4 ) - 0°.00 021 sin (2ℓ3 − 3 ℓ4 + 𝜋4 )
+ 0°.00 106 sin (3ℓ3 − 7 ℓ4 + 4 𝜋4 ) + 0°.00 019 sin (ℓ4 − 𝜋4 − 𝐺)
+ 0°.00 102 sin (ℓ4 − G − Π) - 0°.00 019 sin (2ℓ4 − 𝜋3 − 𝜋4 )
+ 0°.00 096 sin (2ℓ4 − 𝜓 − ω4 ) - 0°.00 018 sin (ℓ4 − 𝜋4 + 𝐺)
+ 0°.00 087 sin 2 (ψ − ω4 ) - 0°.00 016 sin (ℓ4 + 𝜋3 − 2 Π − 2G)
- 0°.00 087 sin (3ℓ3 − 7 ℓ4 + 𝜋3 + 3 𝜋4 )
+ 0°.00 085 sin (ℓ3 − 2ℓ4 + 𝜋4 )
- 0°.00 081 sin 2 (ℓ4 − 𝜓)
+ 0°.00 071 sin (ℓ4 + π4 − 2 Π − 3G)
+ 0°.00 060 sin (ℓ1 − ℓ4 )
- 0°.00 056 sin (𝜓 − 𝜔3 )
- 0°.00 055 sin (ℓ3 − 2 ℓ4 + 𝜋3 )

panggil ∑ 4 jumlah komponen-komponen ini


Bujur sejati satelit adalah:
𝐿1 = ℓ1 + Σ 1, 𝐿2 = ℓ2 + Σ 2, 𝐿3 = ℓ3 + Σ 3, 𝐿4 = ℓ 4 + Σ 4

KOMPONEN PERIODIK LINTANG SATELIT


Jumlah komponen berikut memberikan tangent lintang satelit B1 mengacu pada bidang
ekuator Jupiter.
Satelit I + 0.000 6502 sin (𝐿1 − 𝜔1 )
+ 0.000 1835 sin 𝐿1 − 𝜔2 )
+ 0.0000329 sin (𝐿1 − 𝜓)
- 0.0000311 sin (𝐿1 − 𝜔4 )
+ 0.000 0093 sin (𝐿1 − 𝜔4 )
+ 0.0000075 sin (3 𝐿1 − 4 ℓ2 − 1.9927 Σ 1 + 𝜔2 )
+ 0.000 0046 sin (𝐿1 + 𝜓 − 2Π − 2𝐺)

Satelit II + 0.008 1275 sin (𝐿2 − 𝜔2 )


+ 0.000 4512 sin (𝐿2 − 𝜔3 )
- 0.000 3286 sin (𝐿2 − 𝜓)
+ 0.000 1164 sin (𝐿2 − 𝜔4 )
+ 0.000 0273 sin (ℓ1 − 2 ℓ3 + 1.0146 Σ 2 + 𝜔2 )
+ 0.000 0143 sin (𝐿2 + 𝜓 − 2Π − 2𝐺)
- 0.000 0143 sin (𝐿2 − 𝜔1 )
+ 0.000 0035 sin (𝐿2 − 𝜓 + 𝐺)
- 0.000 0028 sin (ℓ1 − 2 ℓ3 − 1.0146 Σ 2 + 𝜔3 )

Satelit III + 0.003 2364 sin (𝐿3 − 𝜔3 )

239
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

- 0.0016911 sin (𝐿3 − 𝜓)


+ 0.000 6849 sin (𝐿3 − 𝜔4 )
- 0.0002806 sin (𝐿3 − 𝜔2 )
+ 0.000 0321 sin (𝐿3 + 𝜓 − 2Π − 2𝐺)
+ 0.0000051 sin (𝐿3 − 𝜓 + 𝐺)
- 0.000 0045 sin (𝐿3 − 𝜓 − 𝐺)
- 0.000 0045 sin (𝐿3 + 𝜓 − 2Π)
+ 0.0000037 sin (𝐿3 + 𝜓 − 2Π − 3G)
+ 0.0000030 sin (2ℓ2 − 3 𝐿3 + 4.03 Σ 3 + 𝜔2 )

- 0.0000021 sin (2ℓ2 − 3 𝐿3 + 4.03 Σ 3 + 𝜔3 )

Satelit IV - 0.007 6579 sin (𝐿4 − 𝜓)


+ 0.0044148 sin (𝐿4 − 𝜔4 )
- 0.0005106 sin (𝐿4 − 𝜔3 )
+ 0.0000773 sin (𝐿4 + 𝜓 − 2Π − 2𝐺)
+ 0.000 0104 sin (𝐿4 − 𝜓 + 𝐺)
- 0.000 0102 sin (𝐿4 − 𝜓 − 𝐺)
+ 0.000 0088 sin (𝐿4 + 𝜓 − 2Π − 3G)
- 0.000 0038 sin (𝐿4 + 𝜓 − 2Π − G)

KOMPONEN PERIODIK VEKTOR RADIUS


Satelit I - 0.004 1339 cos 2 (ℓ1 − ℓ2 )
- 0.000 0395 cos (ℓ1 − 𝜋3 )
- 0.000 0214 cos (ℓ1 − 𝜋4 )
+ 0.000 0170 cos (ℓ1 − ℓ2 )
- 0.000 0162 cos (ℓ1 − 𝜋1 )
- 0.0000130 cos 4 (ℓ1 − ℓ2 )
+ 0.000 0106 cos (ℓ1 − ℓ3 )
- 0.000 0063 cos (ℓ1 − 𝜋3 − 2 Π − 2𝐺)

Satelit II + 0.009 3847 cos (ℓ1 − ℓ2 )


- 0.000 3114 cos (ℓ2 − 𝜋3 )
- 0.000 1738 cos (ℓ2 − 𝜋4 )
- 0.000 0941 cos (ℓ2 − 𝜋2 )
+ 0.000 0553 cos (ℓ2 − ℓ3 )
+ 0.000 0523 cos (ℓ1 − ℓ3 )
- 0.000 0290 cos 2 (ℓ1 − ℓ2 )
+ 0.000 0166 cos 2 (ℓ2 − 𝜔2 )
+ 0.0000107 cos (ℓ1 − 2ℓ3 + 𝜋3 )
- 0.000 0102 cos (ℓ2 − 𝜋1 )

240
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

- 0.0000091 cos 2 (ℓ1 − ℓ3 )

Satelit III - 0.0014377 cos (ℓ3 − 𝜋3 )


- 0.000 7904 cos (ℓ3 − 𝜋4 )
+ 0.000 6342 cos (ℓ2 − ℓ3 )
- 0.0001758 cos 2 (ℓ3 − ℓ4 )
+ 0.000 0294 cos (ℓ3 − ℓ4 )
- 0.000 0156 cos 3 (ℓ3 − ℓ4 )
+ 0.0000155 cos (ℓ1 − ℓ3 )
- 0.0000153 cos (ℓ1 − ℓ2 )
+ 0.0000070 cos (2ℓ2 − 3ℓ3 + 𝜋3 )
- 0.000 0051 cos (ℓ3 + 𝜋3 − 2Π − 2𝐺)

Satelit IV - 0.007 3391 cos (ℓ4 − 𝜋4 )


+ 0.000 1620 cos (ℓ4 − 𝜋3 )
+ 0.000 0974 cos (ℓ3 − ℓ4 )
- 0.000 0541 cos (ℓ4 + 𝜋4 − 2Π − 2𝐺)
- 0.000 0269 cos 2 (ℓ4 − 𝜋4 )
+ 0.000 0182 cos (ℓ4 − Π)
+ 0.0000177 cos 2 (ℓ3 − ℓ4 )
- 0.000 0167 cos (2ℓ4 − 𝜓 − 𝜔4 )
+ 0.000 0167 cos (𝜓 − 𝜔4 )
- 0.0000155 cos 2 (ℓ4 − Π − 𝐺)
+ 0.000 0142 cos 2 (ℓ4 − 𝜓)
+ 0.000 0104 cos (ℓ1 − ℓ4 )
+ 0.000 0092 cos (ℓ2 − ℓ4 )
- 0.000 0089 cos (ℓ4 − Π − 𝐺)
- 0.000 0062 cos (ℓ4 + 𝜋4 − 2Π − 3𝐺)
+ 0.000 0048 cos 2 (ℓ4 − 𝜔4 )
Vektor radius Ri dari Satelit No. i , dalam radius ekuator Jupiter, diberikan dengan rumus:
𝑅𝑖 = 𝑎𝑖 × (1 + Jumlah komponen periodik)
dengan nilai-nilai berikut ini untuk jarak rata-rata:
Satelit I a1 = 5.90730
II a2 = 9.39912
III a3 = 14.99240
IV a4 = 26.36990
Jika JDE adalah Hari Julian Ephemeris bersesuaian dengan waktu yang diberikan, Hitung:
𝐽𝐷𝐸 − 2433 282.423
𝑇𝑜 =
36525
Kemudian presesi dalam bujur dari epoch B1950.0 ke tanggal tertentu, dalam derajat
diberikan dengan:

241
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

P = 1.396 6626 𝑇𝑜 + 0.000 3088 𝑇𝑜2


Tambahkan P ke 4 Bujur Li dan ke 𝜓.
Inklinasi sumbu rotasi Jupiter pada bidang orbit:
I = 3°. 120 262 + 0°.0006 T
dimana T adalah waktu dalam abad sejak 1900.0.
Untuk setiap empat satelit (i = 1 sampai 4), kita mempunyai bujur tropis Li , Lintang
ekuator Bi, dan vektor radius Ri (dalam radius ekuator Jupiter).
Untuk setiap jari-jari, hitung:
𝑋𝑖 = 𝑅𝑖 cos (𝐿𝑖 − 𝜓) cos 𝐵𝑖
𝑌𝑖 = 𝑅𝑖 sin (𝐿𝑖 − 𝜓) cos 𝐵𝑖
𝑍𝑖 = 𝑅𝑖 sin 𝐵𝑖
Sekarang anggaplah 'satelit ke lima fiktif', berada pada satuan jarak dari pusat
Jupiter, di atas kutub utara planet:
X5 = 0, Y5 = 0, Z5 = 1.
Satelit fiktif ini akan dibuuhkan nanti.
Untuk memperoleh koordinat kartesian tampak satelit-satelit seperti yang terlihat
kemunculannya di bola langit, seperti yang didefinisikan pada bab ini, beberapa rotasi
harus dilakukan. Kemudian, hitung untuk lima satelit (empat satelit nyata, dan satelit ke
lima fiktif):
Rotasi ke arah bidang orbit Jupiter:
A1 = X
B1 = Y cos I - 2 sin I
C1 = Y sin I + 2 cos I
Rotasi ke arah titik daki orbit Jupiter adalah:
A2 = A1 cos Φ - B1 sin Φ
B2 = A1 sin Φ + Bl cos Φ
C2 = C 1
dimana Φ = 𝜓 − Ω, Ω adalah bujur titik simpul Jupiter, mengacu pada ekuinoks
rata-rata pada tanggal tertentu. Lihat tabel 30.A, di bahwah 'Jupiter', rumus untuk Ω.
Rotasi ke arah bidang ekliptika:
A3 = A2
B3 = B2 cos i - C2 sin i
C3 = B2 sin i + C2 cos i
dimana i adalah inklinasi orbit Jupiter pada ekliptika. Lihat tabel 30.A rumus untuk i.
Rotasi ke arah Vernal Ekuinoks:
A4 = A3 cos Ω - B3 sin Ω
B4 = A3 sin Ω + B3 cos Ω
C4 = C 3
Kemudian hitung,
A5 - A4 sin Λ - B4 cos Λ

242
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

B5 = A4 cos Λ + B4 sin Λ
C5 = C 4 = C3
A6 = A5
B6 = C5 sin 𝛼 + B5 cos 𝛼
C6 = C5 cos 𝛼 - B5 sin 𝛼
Jika 𝜉, 𝜂 adalah nilai A6 dan C6 untuk satelit ke lima, yakni 𝜉 = 𝐴6 (5), 𝜂 = 𝐶6 (5),
kemudian hitung sudut:
𝐷 = ATN2(𝜉, 𝜂)
dimana, seperti yang disebut dalam buku ini sebelumnya, ATN2 adalah fungsi
arctangent ke dua, memberikan sudut D dalam kuadran yang tepat.
Hitung:
X = A6 cos D - C6 sin D
Y = A6 sin D + C6 cos D
Z = B6
X dan Y adalah koordinat kartesian tampak satelit seperti yang didefinisikan pada
permulaan bab ini. Kuantitas Z adalah negatif jika satelit lebih dekat ke Bumi daripada ke
Jupiter, positif jika lebih besar jaraknya daripada Jupiter.
Tetapi, untuk memperoleh akurasi penuh, koordinat tampak, X dan Y harus
diperoleh dengan koreksi dua efek berikut ini:

243
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

1. turunan dari waktu cahaya: Jika


sebuah satelit pada setengah lebih dekat
orbitnya, waktu cahayanya lebih kecil
dari waktu cahaya Jupiter; jika pada
setangah lebih jauh, waktu cahayanya
lebih besar. Koreksinya ditambahkan
pada X adalah:
|𝑍| 2
√1 − (𝑋⁄ )
𝐾 𝑅
dimana
K = 17295 untuk satelit I
21819 - II
27558 - III
36548 - IV
Koreksi ini nol pada elongasi terbesar,
dan positif di semua kasus lain. Nilai ini
selalu sangat kecil, nilai terbesarnya
0.0003 untuk satelit I, atau 0.0007 untuk
satelit IV. Koreksi untuk Y dapat
diabaikan. Dalam rumus di atas, R adalah
vektor radius satelit, selama X dan Z
adalah nilai yang diberikan dengan
(43.3).
2. efek perspektif, yang mana akibat
kenyataan bahwa Jupiter tidak terkondisi
pada jarak tak terhingga dari Bumi. Ini
diilustrasikan dengan Gambar di sebelah
kanan, menunjukkan orbit dua satelit
sekitar Jupiter (tidak dengan skala!).
Meskipun satelit A dan B mempunyai
koordinat X yang sama di angkasa ( jarak
AA' dan BB' sama), mereka tidak eksak

dalam konjungsi seperti terlihat dari Bumi: koordinat X tampaknya tidak sama.
Untuk mengkoreksi efek perspektif ini, jadi nilai X dan Y diperoleh harus dikalikan
dengan faktor:
Δ
𝑊 =
Δ + 𝑧⁄2095

244
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dimana Δ jarak Jupiter ke Bumi dalam satuan astronomi seperti yang diberikan pada
(43.2), selama z adalah radius Jupiter (43.3). Konstanta 2095 adalah nilai radius
ekuator Jupiter dalam satuan astronomi.

Contoh 43.b — Pada saat yang sama seperti pada contoh 43.a.
Kita tidak harus memberikan perhitungan secara detil. Kita sebut saja milai-nilai
somasi:
Σ 1 = −0°. 01171, Σ 2 = +1°. 09596, Σ 3 = +0°. 03879,
Σ 4 = +0°. 58932,
dan hasil akhirnya adalah:
Satelit I Satelit II Satelit Ill Satelit IV
X -3.4515 +7.4435 +1.1996 +7.0754
Y +0.2138 +0.2756 +0.5903 +1.0294

Konjungsi bersama — Dua satelit dalam konjungsi jika koordinat X-nya sama.
Perbedaan antara koordinat-Y bersesuaian dengan jarak dari Satelit. Tentu saja, jika satu
satelit (atau keduanya) mengalami gerhana atau okulasi, konjungsinya tidak teramati.
Konjungsi dengan Jupiter — Sebuah satelit dalam konjungsi inferior dengan Jupiter jika
koordinat-X nya nol dan perubahan dari negatif ke positif, kemudian koordinat-Z nya
adalah negatif.
Sama halnya, sebuah satelit dalam konjungsi superior dengan Jupiter apabila
koordinat-X nya, melewati dari positif ke negatif, menjadi nol. Kemudian koordinat-Z nya
positif.
L a t i h a n . — Pada tanggal 23 November 1988, Satelit III dan IV hampir secara
bersamaan dalam posisi konjungsi dengan Jupiter. konfirmasikan hal ini dengan komputer
program yang anda buat sendiri. Ambillah Δ𝑇 dari tabel 9.A.
Jawab: Satelit IIIdalamkonjungsi inferior dengan Jupiter pada 23 November 1988
pada 7h28m UT; pada waktu tersebut, nilai-Y nya -0.8045; satelitnya dalam transit melalui
piringan planet.
Satelit IV dalam konjungsi superior pada hari yang sama, jam 5h15m. Kemudian nilai-
Y nya +1.3995. Karena angka ini lebih besar dari jari-jari kutub Jupiter (0.933), satelit
tidak mengalami okultasi, tetapi terlihat di atas bagian kutub utara planet.
Fenomena satelit — koordinat X dan Y adalah data dasar untuk perhitungan
fenomena satelit: okultasi di belakang Jupiter, dan transit di seluruh piringan planet. Jika
perhitungan dibuat untuk pusat satelit, maka okultasi atau transit dimulai atau berakhir
ketika jarak d satelit ke pusat piringan Jupiter, yang dinyatakan oleh d2 = X2 + Y2, sama
dengan radius planet 𝜌 pada titik kontak. Karena pegepengan Jupiter, 𝜌 bervariasi antara 1
(di ekuator) dan 0.933 (di kutub). Orang dapat menghindari bekerja dengan piringan elips

245
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

dengan cara 'stretching' skala vertikal: kalikan nilai y dengan faktor 1.071374, biarkan
nilai-X tidak berubah:
𝑌1 = 1.071374 𝑌
Kemudian Piringan Jupiter menjadi persis melingkar, dan kondisi untuk awal atau
akhir okultasi atau transit menjadi X2 + 𝑌12 = 1.
Dalam kasus okultasi, masih harus diperiksa apakah satelit terlihat pada saat
tenggelam atau pemunculan, karena itu bisa terjadi gerhana dalam bayangan planet ini.
Bayangan gerhana dan transit dapat dihitung dengan cara yang sama, kecuali bahwa
harus diganti X dan Y dengan koordinat tampak Xo dan Yo seperti yang terlihat dari
Matahari. Koordinat ini diperoleh dengan menempatkan R = 0 dalam rumus (43.1). Selain
itu, waktu-cahaya 𝜏 ke Bumi harus ditambahkan dengan waktu sebenarnya dari gerhana
atau dengan bayangan transitnya, karena kita di bumi melihat peristiwa ini kemudian
dengan menjumlahkan 𝜏. Akhirnya, dalam kasus gerhana itu masih harus dicek apakah
hilangnya atau munculnya kembali terlihat dari Bumi: memang, satelit bisa terakultasi
oleh Jupiter pada saat itu.

Daftar Pustaka

1. J.H. Lieske, Astronomy and Astrophysics, Vol. 82, halaman 340-348 (1980).
2. J.H. Lieske, Astronomy and Astrophysics, Vol. 176, halaman 146-158 (1987).

246
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 44. Cincin Saturnus

Dalam Bab ini, simbol berikut akan dipakai terkait cincin Saturnus. (Tentu saja, kita
tahu bahwa Saturnus memiliki banyak cincin. Tetapi mereka membentuk sistem planar,
tunggal, kompak,. Kita akan menggunakan kata cincin, dalam bentuk tunggal, untuk
menunjukkan sistem cincin.)
B = lintang Saturnisentrik Bumi mengacu pada bidang cincin, positif ke arah utara, jika B
adalah positif, permukaan yang terlihat dari cincin adalah bagian utara;

B' = Lintang Saturnisentrik Matahari


mengacu pada bidang cincin,
positif ke arah utara; Jika B' adalah
positif, permukaan ring yang
diterangi adalah bagian utara;
P = Sudut posisi geosentrik sumbu
semiminor utara dari cincin elips
tampak, diukur dari Utara ke arah
Timur (lihat Gambar). Karena
cincin terletak persis di bidang
ekuator Saturnus, jadi P juga posisi
sudut rotasi kutub utara planet;
a, b = sumbu utama dan sumbu minor
tepi luar dari cincin terluar, dalam
detik busur.

Dalam perhitungan kuantitas ini, efek waktu-cahaya harus diperhitungkan. Selain


itu, untuk mendapatkan akurasi penuh, aberasi Matahari seperti yang terlihat dari
Saturnus harus diperhitungkan dalam perhitungan B', dan dalam perhitungan P orang
harus memperhitungkan efek nutasi dan aberasi Saturnus.
G. Dourneau [1] memberikan nilai berikut untuk inklinasi bidang cincin dan bujur
dari titik daki mengacu pada ekliptika dan ekuinoks rata-rata B1950.0:
i = 28°.0817 ± 0°.0035
Ω = 168°.8112 ± 0°.0089
Dari nilai tersebut, kami menyimpulkan rumus berikut untuk menghitung i dan Ω
mengacu pada ekliptika dan ekuinoks rata-rata tanggal tertentu:

i = 28°.075 216 - 0°.012 998 T + 0°.000 004 T2 (44.1)

247
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ω = 169°.508 470 + 1".394 681 T + 0°.000 412 T2

dimana T adalah waktu dari J2000.0 dalam abad Julian, seperti yang diberikan oleh
rumus (21.1). Dalam rumus (44.1), kita pertahankan ekstra desimal untuk menghindari
berkurangnya akurasi.
Untuk waktu t yang diberikan, nilai-nilai B, B', dll, dapat dihitung sebagai berikut.
1. Hitung i dan Ω melalui (44.1).
2. Hitung bujur heliosentrik lo, lintang bo dan vektor radius Bumi R, mengacu ekliptika
dan ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, sistem FK5, misalnya dengan
menggunakan data yang relevan pada Lampiran II dan bahasan yang diberikan dalam
Bab 31.
3. Hitung sesuai koordinat l, b, r untuk Saturnus, namun untuk waktu t - 𝜏, di mana 𝜏
adalah waktu-cahaya dari Saturnus ke Bumi, seperti yang diberikan oleh (32.3).
Karena jarak Saturnus tidak diketahui sebelumnya, maka harus ditemukan dengan
cara iterasi - lihat Langkah 4. Kita dapat menggunakan Δ = 9 sebagai nilai awal, karena
jarak Saturnus ke Bumi selalu antara 8.0 dan 11.1 AU.
4. Hitung
x = r cos b cos l - R cos lo
y = r cos b sin l - R sin lo
z = r sin b - R sin bo
Kemudian jarak Saturnus Δ ke Bumi adalah:
Δ = √𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2 > 0
5. Hitung bujur 𝜆 dan lintang geosentris 𝛽 Saturnus dari
𝑦 𝑧
tan 𝜆 = tan 𝛽 =
𝑥 √𝑥 2 + 𝑦 2
6. sin 𝐵 = sin 𝑖 cos 𝛽 sin (𝜆 − Ω) − cos 𝑖 sin 𝛽
375". 35
𝑎 = 𝑏 = asin|𝐵|
Δ
Faktor dimana sumbu a dan b tepi luar dari cincin luar harus dikalikan untuk
memperoleh sumbu:
Tepi dalam bagian cincin luar 0.8801
Tepi luar dari cincin dalam 0.8599
Tepi dalam dari cincin dalam 0.6650
Tepi dalam dari cincin gelap 0.5486
7. Hitung bujur N dari titik daki orbit Saturnus dari
N = 113°.6655 + 0°.8771 T

248
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemudian koreksi l dan b untuk aberasi Matahari seperti yang terlihat dari Saturn:
l' = l - 0°.01759 / r
cos (1 − 𝑁)
𝑏 ′ = 𝑏 − 0°. 000 764
𝑟
8. sin 𝐵 = sin 𝑖 cos 𝑏′ sin (𝑙 − Ω) − cos 𝑖 sin 𝑏 ′
′ ′

9. Untuk perhitungan besarnya Saturnus (lihat Bab 40), kita perlu kuantitas ΔU,
perbedaan antara Saturnisentrik yang bujur Matahari dan Bumi, diukur pada bidang
cincin.
sin 𝑖 sin 𝑏 ′ + cos 𝑖 cos 𝑏 ′ sin (𝑙 ′ − Ω)
tan 𝑈1 =
cos 𝑏 ′ cos (𝑙 ′ − Ω)

sin 𝑖 sin 𝛽 + cos 𝑖 cos 𝛽 sin (𝜆 − Ω)


tan 𝑈2 =
cos 𝛽 cos (𝜆 − Ω)
Δ𝑈 = |𝑈1 − 𝑈2 |, dinyatakan dalam derajat.
ΔU adalah sebuah sudut kecil, kira-kira paling besar sama dengan 7°.
10. Hitung nutasi pada bujur (Δ𝜓) dan kemiringan (Δ𝜀) dan kemudian kemiringan sejati
ekliptika 𝜀 (lihat Bab 21). Untuk nutasi, hanya komponen yang paling penting dapat
digunakan, karena tidak diperlukan akurasi 0".01.
11. Cari bujur dan lintang ekliptika 𝜆𝑜 dan 𝛽𝑜 dari kutub utara dari bidang cincin dari:
𝜆𝑜 = Ω − 90° 𝛽𝑜 = 90° − 𝑖
12. Koreksi 𝜆 dan 𝛽 untuk aberasi Saturnus:
cos (𝑙𝑜 − 𝜆)
koreksi ke λ ∶ +0°005 693
cos 𝛽
koreksi ke 𝛽 ∶ +0°005 693 sin (𝑙𝑜 − 𝜆) sin 𝛽
13. Tambahkan Δ𝜓 ke 𝜆𝑜 dan ke 𝜆.
14. Transformasikan (𝜆𝑜 , 𝛽𝑜 ) dan (𝜆, 𝛽) ke koordinat ekuatorial (𝛼𝑜 , 𝛿𝑜 ) dan (𝛼, 𝛿),
dengan cara rumus (12.3) dan (12.4), gunakan untuk 𝜀 arah kemiringan sejati
diperoleh pada Langkah 10.
15. Posisi sudut P diberikan oleh
cos 𝛿𝑜 sin (𝛼𝑜 − 𝛼)
tan 𝑃 =
sin 𝛿𝑜 cos 𝛿 − cos 𝛿𝑜 sin 𝛿 cos (𝛼𝑜 − 𝛼)
Contoh 44.a — Hitung kuantitas terkait cincin tampak Saturnus pada 16 Desember 1992,
jam 0h UT.

249
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Waktu yang bersesuaian dengan JD = 2448 972.5. Untuk perbedaan antara waktu
dinamis dan waktu universal, kita menggunakan nilai ΔT = +59 detik = +0.00068 hari,
sehingga waktu yang bersesuaian dengan 16.00068 TD Desember 1992 = JDE 2448
972.50068.
Langkah 1. T = -0.070431 193
i = 28°.076 131
Ω = 169°.410 243
Langkah 2. Dari ephemeris yang akurat, dihitung dengan menggunakan teori VSOP87
penuh, kita simpulkan
lo = 84°17'08".53 = 84°.285 703
bo = 0".71 = 0°.000 197
R = 0.984 123 16
Langkah 3. Koordinat heliosentris geometris Saturnus berikut, mengacu ke ekliptika dan
ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu, diambil dari ephemeris akurat:
TD l b r
15.0 Desember 1992 319°09'44".23 -1°04'26".52 9.868 0846
16.0 319°11'36".61 -1°04'30".92 9.867 8690
17.0 319°13'28".99 -1°04'35".31 9.867 6534
Menggunakan Δ = 9 sebagai pendekatan pertama untuk jarak Saturnus,
rumus (32.3) menghasilkan 𝜏 = 0.05198. Oleh karena itu,
t - 𝜏 = 16.00068 - 0.05198 Desember 1992
= 15.94870 TD Desember 1992
Untuk waktu yang dimaksud ini kita menemukan, dengan interpolasi dari
nilai-nilai yang ditabulasikan di atas,
l = 319°.191 900, b = -l°. 075 192, r = 9.867 8801.
Langkah 4. x = 7.369 7225 Δ = 10.464 6006
y = -7.427 0295
z = -0.185 1696
Langkah 3. Dengan nilai ini untuk Δ, kita memperoleh nilai baru 𝜏 = 0.06044 hari untuk
waktu-cahaya, maka
t-𝜏 = 16.00068 - 0.06044 Desember 1992
= 15.94024 TD Desember 1992.
Untuk waktu yang dimaksud ini kita menemukan, dengan interpolasi dari
nilai-nilai yang ditabulasikan,

250
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

l = 319°.191 636, b = - 1°.075 183, r = 9.867 8819.


Langkah 4. x = 7.369 6942 Δ = 10.464 6059
y = -7.427 0651
z = -0.185 1681
Ini nilai baru Δ memberikan T = 0.06044 lagi, sehingga tidak ada iterasi baru
diperlukan.

Langkah 5. 𝜆 = 314°.777 850


𝛽 = -1°.013 885
Langkah 6. B = +16°.442
a = 35". 87
b = 10". 15
Langkah 7. N = 113°.6037
l' = 319°.189 853
b' = -1°.075 113
Langkah 8. B' = +14°.679
Langkah 9. U1 = 153°.2645
U2 = 149°.0663
Δ𝑈 = 4°.198
Langkah 10. Δ𝜓 = +16".86
Δ𝜀 = -1".79
𝜀 = 23°26'22".96 = 23°.43971
Langkah 11. 𝜆𝑜 = 79°.410 243
𝛽𝑜 = 61°.923 869
Langkah 12. 𝜆 terkoreksi = 314°.774 228
𝛽 terkoreksi = -1°.013 963
Langkah 13. 𝜆𝑜 terkoreksi = 79°.414 926
𝜆 terkoreksi = 314°.778 911
Langkah 14. 𝛼𝑜 = 40°.36365 𝛼 = 317°.55421
𝛿𝑜 = 83°.48.486 𝛿 = -17°.37056
Langkah 15. P = +6°.741

251
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Daftar Pustaka

1. Gerard Dourneau, 'Observations et etude du mouvement des huit premiers satellites


de Saturne1, These de doctorat d'Etat, Universite de Bordeaux I (1987).

252
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 45. Posisi Bulan

Dalam rangka untuk menghitung posisi Bulan secara akurat pada saat tertentu,
perlu memperhitungkan ratusan komponen yang berpengaruh pada perhitungan bujur
Bulan, lintang Bulan dan jarak dari pusat Bumi ke pusat Bulan. Oleh karena bahasan
secara detil mengenai hal ini adalah di luar cakupan buku ini, maka kita akan membatasi
diri dengan komponen-komponen periodik yang paling penting saja; keakuratan hasil
yang akan didapatkan masih berkisar 10" untuk perhitungan bujur Bulan, dan 4" dalam
perhitungan lintang Bulan.

Dengan menggunakan algoritma yang dijelaskan dalam Bab ini, kita dapat memperoleh
bujur geosentrik Bulan () dan lintang geosentrik Bulan (), mengacu pada ekuinoks rata-
rata pada saat tanggal tertentu. Demikian juga kita dapat memperoleh Jarak () dalam
satuan kilometer (km) antara titik pusat Bumi dan titik pusat Bulan. Horizontal Paralaks
ekuator Bulan () dapat diperoleh dengan rumus:
6378.14
sin 𝜋 =

Komponen-komponen periodik yang disertakan dalam bab ini didasarkan pada
"Lunar Theory" yang dikenal dengan ELP-2000/82 yang ditulis oleh Chapront[1]. Namun,
untuk argumen rata-rata L', D, M, M', F yang ada dalam buku ini diambil dari tulisan
Chapront [2] yang dipublikasikan setelah " Lunar Theory".

Untuk perhitungan pada saat tertentu (Waktu dinamis), terlebih dahulu kita harus
menghitung T dengan cara seperti yang ditunjukkan dalam rumus (21.1). Ingat bahwa T
dinyatakan dalam satuan abad, oleh karena itu harus diperhitungkan dengan jumlah
desimal yang memadai (setidaknya sembilan angka di belakang koma, karena angka 0.000
000 001 abad, Bulan akan bergerak lebih dari 1.7 detik busur).
𝐽𝐷𝐸 − 2451545
𝑇 =
36525

Selanjutnya menghitung sudut-sudut L', D, M, M', dan F dengan cara mengikuti


rumus-rumus yang diberikan berikut. Semua sudut hasil hitungan dinyatakan dalam
derajat. Untuk menghindari perhitungan dengan sudut yang besar, maka setiap sudut
direduksi dengan nilai antara 0° dan 360°.
Bujur Bulan Rata-rata mengacu pada ekuinoks rata-rata pada tanggal tertentu dan
dengan memasukkan perhitungan komponen yang bersifat konstan dari efek waktu
perjalanan cahaya:
𝐿′ = 218.3 164 591 + 481 267.881 342 36 𝑇 − 0.001 3268 𝑇 2 +
𝑇 3 /538 841 − 𝑇 4 /65 194 000 (45.1)

253
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Rata-rata Elongasi Bulan:


𝐷 = 297.850 2042 + 445 267.111 5168 𝑇 − 0.001 6300 𝑇 2 +
𝑇 3 /545 868 − 𝑇 4 /113 065 000 (45.2)
Rata-rata Anomali Matahari:
𝑀 = 357.529 1092 + 35 999.050 2909 𝑇 − 0.000 1536 𝑇 2 +
𝑇 3 /24 490 000 (45.3)
Rata-rata Anomali Bulan:
𝑀′ = 134.963 4114 + 477 198.867 6313 𝑇 + 0.008 9970 𝑇 2 +
𝑇 3 /69 699 − 𝑇 4 /14 712 000 (45.4)

Komponen Lintang Bulan (Jarak Rata-rata dari titik pendakiannya:


𝐹 = 93.272 0993 + 483 202.017 5273 𝑇 − 0.003 4029 𝑇 2 −
𝑇 3 /3 526 000 + 𝑇 4 /863 310 000 (45.5)

Masih diperlukan tiga komponen (satuan dalam derajat), yaitu:


A1 = 119°.75 + 131°.849 T
A2 = 53°.09 + 479 264°.290 T
A3 = 313°.45 + 481 266°.484 T

Hitung jumlah/somasi dari ∑ 𝑙 dan ∑ 𝑟 pada komponen seperti yang diberikan pada
Tabel 45.A, dan jumlah/somasi ∑ 𝑏 pada komponen seperti yang diberikan pada tabel
45.B. Argumen setiap sinus (untuk ∑ 𝑙 dan ∑ 𝑏) dan cosinus (untuk ∑ 𝑟) adalah kombinasi
linear dari empat argumen dasar D, M, M' dan F. Sebagai contoh, argumen pada baris ke
delapan pada Tabel 45.A adalah 2D-M-M', dan kontribusi ∑ 𝑙 dan ∑ 𝑟 masing-masing
adalah +57066 sin (2D-M-M') dan -152138 cos (2D-M-M').

Namun demikian, untuk komponen yang berisi argumen sudut M tergantung pada
eksentrisitas orbit Bumi mengelilingi Matahari, yang semakin melambat seiring dengan
perjalanan waktu. Karena alasan ini, amplitudo komponen ini sebenarnya bervariasi
(berubah-ubah). Untuk memperhitungkan pengaruh efek tersebut, maka kalikan
komponen yang mengandung M (atau -M) dengan E, dan yang mengandung 2M (atau -2M)
dengan E2, di mana:

E = 1 - 0.002 516 T - 0.000 0074 T2 (45.6)

Selain itu, tambahkan aditif komponen berikut untuk ∑ 𝑙 dan ∑ 𝑏. Komponen yang
dimaksud berisikan A1 disebabkan pengaruh Venus, A2 disebabkan pengaruh Jupiter,
sementara yang berisikan L' adalah sebagai akibat pegepengan Bumi.

254
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 45.A
Komponen Periodik dari Bujur Bulan (∑ 𝑙) dan jarak Bulan dari Pusat Bumi (∑ 𝑟). Satuan
yang dipakai dalam tabel adalah 0.000 001 (10-6) derajat untuk ∑ 𝑙 dan 0.001 km atau
meter untuk ∑ 𝑟.
Komponen perkalian l r
Koefisien untuk Koefisien untuk
D M M' F
sinus cosinus
0 0 1 0 6 288 774 -20 905 355
2 0 -1 0 1 274 027 -3 699 111
2 0 0 0 658 314 -2 955 968
0 0 2 0 213 618 -569 925
0 1 0 0 -185 116 48 808
0 0 0 2 -114 332 -3 149
2 0 -2 0 58 793 246 158
2 -1 -1 0 57 066 -152 138
2 0 1 0 53 322 -170 733
2 -1 0 0 45 758 -204 586
0 1 -1 0 -40 923 -129 620
1 0 0 0 -34 720 108 743
0 1 1 0 -30 383 104 755
2 0 0 -2 15 327 10 321
0 0 1 2 -12 528
0 0 1 2 10 980 79 661
4 0 -1 -2 10 675 -34 782
0 0 3 0 10 034 -23 210
4 0 -2 0 8 548 -21 636
2 1 -1 0 -7 888 24 208
2 1 0 0 -6 766 30 824
1 0 -1 0 -5 163 -8 379
1 1 0 0 4 987 -16 675
2 -1 1 0 4 036 -12 831
2 0 2 0 3 994 -10 445
4 0 0 0 3 861 -11 650
2 0 -3 0 3 665 14 403
0 1 -2 0 -2 689 -7 003
2 0 -1 2 -2 602
2 -1 -2 0 2 390 10 056
1 0 1 0 -2 348 6 322
2 -2 0 0 2 236 -9 884

255
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

TABEL 45.A (Lanjutan)

Komponen perkalian l r
Koefisien untuk
D M M' F Koefisien untuk cosinus
sinus
0 1 2 0 -2 120 5 751
0 2 0 0 -2 069
2 -2 -1 0 2 048 -4 950
2 0 1 -2 -1 773 4 130
2 0 0 2 -1 595
4 -1 -1 0 1 215
0 0 2 2 -1 110
3 0 -1 0 -892 -3 258
2 1 1 0 -810 2 616
4 -1 -2 0 759 -1 897
0 2 -1 0 -713 -2 117
2 2 -1 0 -700 2 354
2 1 -2 0 691
2 -1 0 -2 596
4 0 1 0 549 -1 423
0 0 4 0 537 -1 117
4 -1 0 0 520 -1 571
1 0 -2 0 -487 -1739
2 1 0 -2 -399
0 0 2 -2 -381 -4 421
1 1 1 0 351
3 0 -2 0 -340
4 0 -3 0 330
2 -1 2 0 327
0 2 1 0 -323 1165
1 1 -1 0 299
2 0 3 0 294

256
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2 0 -1 -2 8 752

TABEL 45.B
Komponen Periodik untuk perhitungan Lintang Bulan (∑ 𝑏) dengan satuan dalam
perhitungan 0.000 001 (10-6) derajat.

Komponen perkalian b Komponen perkalian b


Koefisien untuk Koefisien untuk
D M M' F D M M' F
sinus sinus
0 0 0 1 5 128 122 0 0 1 -3 777
0 0 1 1 280 602 4 0 -2 1 671
0 0 1 -1 277 693 2 0 0 -3 607
2 0 0 -1 173 237 2 0 2 -1 596
2 0 -1 1 55 413 2 -1 1 -1 491
2 0 -1 -1 46 271 2 0 -2 1 -451
2 0 0 1 32 573 0 0 3 -1 439
0 0 2 1 17 198 2 0 2 1 422
2 0 1 -1 8 266 2 0 -3 -1 421
0 0 2 -1 8 822 2 1 -1 1 -366
2 -1 0 -1 8 216 2 1 0 1 -351
2 0 -2 -1 4 324 4 0 0 1 331
2 0 1 1 4 200 2 -1 1 1 315
2 1 0 -1 -3 359 2 -2 0 -1 302
2 -1 -1 1 2 463 0 0 1 3 -283
2 -1 0 1 2 211 2 1 1 -1 -229
2 -1 -1 -1 2 065 1 1 0 -1 223
0 1 -1 -1 -1 870 1 1 0 1 223
4 0 -1 -1 1 828 0 1 -2 -1 -220
0 1 0 1 -1 794 2 1 -1 -1 -220
0 0 0 3 -1 749 1 0 1 1 -185
0 1 -1 1 -1 565 2 -1 -2 -1 181
1 0 0 1 -1 491 0 1 2 1 -177
0 1 1 1 -1 475 4 0 -2 -1 176
0 1 1 -1 -1 410 4 -1 -1 -1 166
0 1 0 -1 -1 344 1 0 1 -1 -164
1 0 0 -1 -1 335 4 0 1 -1 132
0 0 3 1 1 107 1 0 -1 -1 -119
4 0 0 -1 1 021 4 -1 0 -1 115

257
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

4 0 -1 1 833 2 -2 0 1 107

Tambahan Koreksi untuk (∑ 𝑙) adalah:


+3958 sin A1
+1962 sin (L' - F)
+ 318 sin A2

Tambahan Koreksi untuk (∑ 𝑏) adalah:


- 2235 sin L'
+ 382 sin A3
+ 175 sin (A1 - F)
+ 175 sin (A1 + F)
+ 127 sin (L' - M')
- 115 sin (L' + M')

Selanjutnya koordinat Bulan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:


Σl
𝜆 = 𝐿′ + dalam derajat
1 000 000
Σ𝑏
𝛽 = dalam derajat
1 000 000
Σ𝑟
Δ = Δ385 000.56 + dalam derajat
1000

Hasilnya harus dibagi dengan 106 atau dengan 103 karena di dalam tabel 45.A dan
45.B koefisien-koefisien perhitungan diberikan dalam satuan 10-6 derajat dalam
perhitungan lintang dan bujur atau 10-3 kilometer dalam perhitungan jarak.

Contoh 45.a. — Hitunglah Bujur dan Lintang Geosentrik Bulan, dan jaraknya terhadap
pusat Bumi, serta Paralaks Bulan di ekuator pada tanggal 12 April jam
0h waktu dinamis pada tahun 1992.

Kita akan dapatkan proses hitungan, berturut-turut sebagai berikut:


JDE = 2448 724.25 A1 = 109°.57
T = 0.077 221 081 451 A2 = 123°.78
L' = 134°.290 186 A3 = 229°.53
D = 113°.842 309 E = 1.000 194
M = 97°.643 514 𝛴l = -1 127 527
M' = 5°.150 839 𝛴b = -3 229 127 Dengan komponen
F = 219°.889 726 𝛴𝑟 = -16 590 879 Tambahan

dari hasil tersebut di atas, selanjutnya kita dapatkan:

 = 134°.290 186 - 1°.127 527 = 133°.162 659

258
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

 = -3°.229 127 = -3°13'45"


 = 385 000.56 - 16 590.875 = 386 409.7 km
 = arcsin (6378.14/368 409.7) = 0°.991 990 = 0°59'31".2

Bujur Bulan Tampak (Apparent Moon Longitude) diperoleh dengan menambahkan


pengaruh nutasi pada bujur () pada  , yang mana besarnya sama dengan +16".595 =
+0.004610 (bab 21). Sebagai konsekwensi hasilnya Bujur Bulan Tampak (apparent )
adalah:

apparent  = 133°.162 659 + 0°.004 610


= 133°.167 269
= 133°10'02"

Untuk saat tertentu, Kemiringan Ekliptik sejati seperti yang dipaparkan pada (bab
21) adalah:

 = o + = 23°26'26".29 = 23°.440 636

Askensio Rekta dan Deklinasi Bulan, selanjutnya diperoleh dengan menggunakan


rumus (12.3) dan (12.4), dengan hasil hitungan sebagai berikut:

 = 134°.688 473 = 8h58m45s.2


 = +13°.768 366 = +13° 46' 06"

Hasil perhitungan dengan ketelitian lebih tinggi, yang diperoleh dengan


menggunakan Teori ELP-2000/82 secara komplit adalah:

 = 133° 10' 00"  = 8h58m45s.1


 = -3° 13' 45"  = +13°46'06"
 = 368 405.6 km  = 0°59'31".2

Titik daki/turun (Lunar Node) dan jarak terdekat Bulan dari Bumi (Lunar Perigee)

Menurut Chapront [2], Bujur dari (rata-rata) Titik daki (ascending node) Bulan ()
dan Bujur dari (rata-rata) jarak terdekat Bulan () dari peredaran Bulan mengelilingi
Bumi, dinyatakan dalam derajat, dirumuskan sebagai berikut:

Ω = 125.044 5550 − 1934.136 1849 𝑇 + 0.002 0762 𝑇 2 +


𝑇 3 /467 410 − 𝑇 4 /60 616 000
𝜋 = 83𝑜 . 353 2430 + 4069.013 7111 𝑇
= 0.010 3238 𝑇 2 − 𝑇 3 /80053 + 𝑇 4 /18 999 0000 (45.7)

259
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dimana T mempunyai arti yang sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya.
Bujur-bujur yang dimaksud adalah tropikal artinya diukur mengacu pada ekuinoks rata-
rata pada tanggal tertentu.

Dari rumus untuk perhitungan  Kita dapat menghitung pada saat-saat tertentu
ketika (rata-rata) titik daki (ascending node) atau titik turun (descending node) dari
peredaran Bulan berhimpit dengan Vernal Equinox, artinya jika  masing-masing sama
dengan 0o atau 180o. Selama periode 1910-2110, Hal ini terjadi pada tanggal-tanggal
sebagai berikut:

 = 0o  = 180o
27 Mei 1913 16 September 1922
6 Juni 1932 27 April 1941
17 Agustus 1950 7 Desember 1959
29 Maret 1969 19 Juli 1978
8 November 1987 27 Februari 1997
19 Juni 2006 10 Oktober 2015
29 Januari 2025 21 Mei 2034
10 September 2043 30 Desember 2052
22April 2062 12 Agustus 2090
1 Desember 2080 23 Maret 2090
13 Juli 2099 3 November 2108

Daftar Pustaka

1. M. Chapront-Touze and J. Chapront, 'The lunar ephemeris ELP 2000', Astronomy and
Astrophysics, Vol. 124, halaman 50-62 (1983). — Artikel ini mendiskripsikan teori
peredaran Bulan yang baru (new lunar theory) dan menjabarkan keakuratan
perhitungannya. Tetapi makalah ini tidak memuat daftar komponen-komponen
periodik yang diperlukan dalam perhitungan. "ELP" adalah singkatan dari
Ephemerides Lunaires Parisiennes, walaupun karya ini bukanlah sebuah ephemeris
(Daftar dari hasil perhitungan posisi Bulan), tetapi lebih merupakan sebuah teori
analitis (an analytic theory) yakni berisikan daftar dari kumpulan komponen-
komponen periodik (a series of periodic terms).
2. M. Chapront-Touze and J. Chapront, Astronomy and Astrophysics, Vol. 190, halaman
346 (1988).

260
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 46. Kecerlangan Bulan

Fraksi Iluminasi atau kecerlangan (k) dari piringan Bulan bergantung pada elongasi
Bumi dan Matahari dengan mengacu pada titik pusat Bulan (selenocentric). Selenosentrik
berarti "seperti terlihat dari titik pusat Bulan". Rumus perhitungannya adalah:
(
1 + cos 𝑖
𝑘 = (46.1)
2
dan hal ini merupakan nilai dari kedua rasio
luas bagian piringan yang bercahaya dibandingkan
dengan luas keseluruhan, dan rasio panjang garis
bercahaya dari garis tengah yang tegak lurus
terhadap garis kutub/katup dengan diameter penuh
(lihat Gambar di bawah ini).

Sudut fase i dari Bulan, dilihat dari


pengamat di pusat Bumi dapat dirumuskan sebagai
berikut. Pertama, hitung elongasi geosentrik  dari
Bulan ke Matahari, yang mana dapat dihitung
dengan salah satu rumus elongasi berikut ini:

cos 𝜓 = sin 𝛿𝑜 sin 𝛿


+ cos 𝛿𝑜 cos 𝛿 cos(𝛼𝑜 − 𝛼)
atau (46.2)
𝑐𝑜𝑠 𝜓 = 𝑐𝑜𝑠 𝛽 𝑐𝑜𝑠 (𝜆 − 𝜆𝑜 )

dimana  danadalah askesio


rekta geosentrik, deklinasi geosentrik dan Bujur
geosentrik masing-masing dari Matahari dan
Bulan.

Sedangkan  adalah Lintang geosentrik dari Bulan. Selanjutnya, kita mempunyai


persamaan sebagai berikut:

𝑅 sin 𝜓
tan 𝑖 = (46.3)
Δ − 𝑅 cos 𝜓
Dimana R adalah jarak antara Bumi dan Matahari, dan  adalah jarak antara Bumi
dan Bulan, yang mana keduanya harus mempunyai satuan ukur yang sama, misalnya
dinyatakan dalam kilometer. Nilai sudut  dan i selalu antara 0 dan 180 derajat. Jika sudut
i diketahui, maka Fraksi Iluminasi/Kecerlangan dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus (46.1).

261
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Tentu saja, perhitungan kecerlangan k tidak diperlukan menghitung posisi


geosentrik Bulan dan Matahari dengan ketelitian tinggi. Akurasi 1' (satu menit busur)
sudah dianggap memenuhi syarat.
Jika tidak diperlukan ketelitian tinggi, maka hal ini sudah cukup memadai untuk
menghitung dengan cos i = - cos. Kesalahan dalam perhitungan kecerlangan k tidak akan
pernah melebihi 0.0014.
Untuk perhitungan akurasi rendah yang masih dianggap hasil yang bagus adalah
dengan mengabaikan lintang Bulan dan perhitungan nilai pendekatan dari sudut i dapat
dilakukan sebagai berikut:
i = 180° - D - 6°.289 sin M'
+ 2°.00 sin M
- 1°.274 sin (2D-M')
(46.4)
- 0°.658 sin 2D
- 0°.214 sin 2M'
- 0°.110 sin D
dimana sudut D, M dan M' dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (45.2)
sampai (45.4). Dalam hal ini, posisi geosentrik Matahari dan Bulan tidak diperlukan.

Posisi Sudut Bagian Bulan yang bercahaya (Angle of the Moon's bright limb)

Posisi sudut bagian Bulan yang bercahaya atau sudut kemiringan hilal adalah posisi
sudut 𝜒 dari titik tengah lengkungan Bulan yang bercahaya (titik C pada gambar di
halaman 315), dihitung ke arah timur dari titik Utara piringan tersebut (bukan dari sumbu
rotasi globe Bulan). Hal ini dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:

𝑐𝑜𝑠 𝛿𝑜 𝑠𝑖𝑛 (𝛼𝑜 − 𝛼)


𝑡𝑎𝑛 𝜒 = (46.5)
𝑠𝑖𝑛 𝛿𝑜 𝑐𝑜𝑠 𝛿 − 𝑐𝑜𝑠 𝛿𝑜 𝑠𝑖𝑛 𝛿 (𝛼𝑜 − 𝛼)

dimana 𝛼𝑜 , 𝛿𝑜 , 𝛼 𝑑𝑎𝑛 𝛿 mempunyai arti yang sama seperti yang disebutkan


sebelumnya.

Sudut 𝜒 mempunyai nilai sekitar 270° pada saat mendekati perempat pertama (First
Quarter), dan mendekati 90° setelah Bulan purnama (Full Moon). Sudut 𝜒 diperoleh pada
kwadran yang tepat dengan menggunakan fungsi ATN2 dengan memasukkan fraksi
pembilang dan penyebut seperti dalam (46.5). - lihat "kwadran yang tepat" di Bab 1.

Jika 𝜒 adalah posisi sudut titik tengah lengkungan Bulan yang bercahaya, maka
posisi sudut katup-katupnya adalah 𝜒 − 90° dan 𝜒 + 90°.

262
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sudut 𝜒 mempunyai kelebihan bahwa sudut tersebut mendefinisikan lengkungan


Bulan yang bercahaya secara jelas.

Perlu dicatat bahwa Sudut 𝜒 tidak diukur dari arah zenith pengamat. Sudut zenith
lengkungan bercahaya adalah 𝜒 − 𝑞 dimana q adalah sudut paralaktik (lihat bab 13).

Akhirnya, perlu ditekankan di sini bahwa rumus (46.5) berlaku juga dalam hal
sebuah planet.

Contoh 46.a — Bulan pada tanggal 12 April 1992 jam 0h waktu dinamis.
Dari contoh 45.a, kita mempunyai data untuk saat tersebut,
 = 134°.6885
 = +13°.7684
 = 368 408 km

Posisi Tampak dan Jarak Matahari pada saat tersebut adalah:


o = 1h22m37s.9 = 20o.6579
o = +8 41'47"
o = +8.6964
R = 1.002 4977 AU = 149 971 520 km

Rumus pertama (46.2) memberikan hasil 𝑐𝑜𝑠 𝜓 = −0.354 991, maka 𝜓 =


110𝑜 . 7929. Kemudian
tan i = +2.615403 dengan rumus (46.3)
i = 69°.0756

dan, dengan rumus (46.1), k = 0.6786, yang mana dapat dibulatkan menjadi 0.68.

Jika kita menggunakan relasi pendekatan cos i = - cos 𝜓 kita memperoleh k =
0.6775, yang mana dapat dibulatkan menjadi 0.68.

Mari kita menggunakan rumus pendekatan (46.4). Dalam contoh 45.a, kita dapatkan
untuk saat yang dimaksudkan,

D = 113°.8423
M = 97°.6435
M' = 5°.1508

Kemudian rumus (46.4) menghasilkan i = 68°.88, selanjutnya diterapkan pada


rumus (46.1), menghasilkan k = 0.6802, yang mana dibulatkan menjadi 0.68.

Akhirnya, rumus (46.5) memberikan

−0.90283
𝑡𝑎𝑛 𝜒 = 𝑤ℎ𝑒𝑛𝑐𝑒 𝜒 = 285𝑜 . 0
+0.24266

263
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

264
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 47. Fase-fase Bulan

Secara definisi, waktu Bulan Baru (New Moon) atau Ijtima'/Konjungsi, Seperempat
Pertama (First Quarter), Bulan Purnama (Full Moon) dan Seperempat Terakhir (Last
Quarter) adalah waktu di mana perbedaan bujur Bulan tampak (Apparent) dan bujur
Matahari tampak masing-masing 0°, 90°, 180°, dan 270°.
Oleh karena itu, untuk menghitung fase-fase Bulan pada waktu tertentu diperlukan
perhitungan bujur Bulan tampak dan bujur Matahari tampak secara terpisah. (Namun,
dalam hal ini efek nutasi dapat diabaikan, karena nutasi sepanjang bujur () tidak
berpengaruh pada perbedaan bujur Bulan dan Matahari).
Namun, jika tidak diperlukan perhitungan dengan akurasi tinggi, fase-fase Bulan
pada waktu tertentu dapat dihitung dengan metode yang dijelaskan dalam Bab ini.
Pemaparan Bab ini didasarkan pada teori ELP-2000/82 karya Chapront untuk
perhitungan posisi Bulan (dengan formulasi yang telah diperbaiki untuk perhitungan
komponen M, M', dll, seperti yang disebutkan dalam Bab 45), dan Teori VSOP87 karya
Bretagnon dan Francou untuk perhitungan posisi Matahari. Dalam proses perhitungan,
waktu yang dihasilkan, akan disajikan dalam Hari Julian Ephemeris/Julian Ephemeris Days
(JDE), berdasarkan waktu dinamis.
Waktu-waktu terjadinya rata-rata fase-fase Bulan, sudah dengan memperhitungkan
pengaruh aberasi Bulan dan Matahari dan waktu perjalanan Bulan sampai pada pengamat
(Moon's light time), diformulasikan sebagai berikut:
JDE = 2451 550.09765 + 29.530 588 853 k
+ 0.000 1337 T2
(47.1)
- 0.000 000 150 T3
+ 0.000 000 000 73 T4

dimana bilangan bulat k berarti untuk perhitungan Bulan Baru, selanjutnya


penambahan bilangan bulat tersebut dengan bilangan pecahan berikut untuk fase-fase
Bulan lainnya:
0.25 berarti untuk Perempat Pertama
0.50 berarti untuk Bulan Purnama
0.75 berarti untuk Perempat Terakhir
Nilai lain untuk k akan memberikan hasil yang tidak berarti. Nilai k = 0 berkorelasi
dengan Bulan Baru pada tanggal 6 Januari 2000. Nilai-nilai negatif untuk k memberikan
fase-fase Bulan sebelum tahun 2000.
Sebagai Contoh,
+479.00 dan -2793.00 berkorelasi dengan Bulan Baru
+479.25 dan -2792.75 berkorelasi dengan Perempat Pertama
+479.50 dan -2792.50 berkorelasi dengan Bulan Purnama

265
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

+479.75 dan -2792.25 berkorelasi dengan Perempat terakhir


Rumus perkiraan nilai untuk k dinyatakan sebagai berikut:
k ≅ (tahun - 2000) x 12.3685 (47.2)
di mana tahun harus dinyatakan dengan angka desimal, misalnya 1987.25 untuk
akhir Maret 1987 (karena ini adalah 0.25 tahun dihitung sejak awal tahun 1987). Tanda ≅
berarti "kira-kira sama dengan".
Akhirnya, dengan rumus (47.1) dimana T adalah waktu dalam abad Julian sejak
tahun (epoch) 2000.0, dapat diperoleh dengan akurasi yang memadai dengan pendekatan
sebagai berikut:

𝑘
𝑇 = (47.3)
1236.85

dan nila T adalah negatif sebelum tahun (epoch) 2000.0.


Hitung E dengan cara seperti yang disajikan dalam rumus (45.6), dan kemudian
sudut-sudut berikut ini dinyatakan dalam derajat dapat direduksi menjadi sudut dalam
interval 0°-360°, dan jika diperlukan dapat dikonversikan dalam radian sebelum
diperlukan untuk perhitungan selanjutnya.
Rata-rata anomali Matahari pada saat JDE:
M = 2.5534 + 29.105 356 69 k
- 0.0000218 T2 (47.4)
- 0.000 000 11 T3
Rata-rata anomali Bulan,
M' = 201.5643 + 385.816 935 28 k
+ 0.010 7438 T2
(47.5)
+ 0.000 012 39 T3
- 0.000 000 058 T4
Lintang argumen Bulan,
F = 160.7108 + 390.670 502 74 k
+ 0.001 6341 T2
(47.6)
+ 0.000 002 27 T3
- 0.000 000 011 T4
Bujur titik daki (ascending node) peredaran Bulan:
 = 124.7746 - 1.563 75580 k
+ 0.0020691 T2 (47.7)
+ 0.000 002 15 T3
Argumen (komponen) sebagai pengaruh planet-planet (Planetary Arguments):
A1 = 299.77 + 0.107 408 k - 0.009 173 T2

266
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

A2 = 251.88 + 0.016 321 k


A3 = 251.83 + 26.651 886 k
A4 = 349.42 + 36.412 478 k
A5 = 84.66 + 18.206 239 k
A6 = 141.74 + 53.303 771 k
A7 = 207.14 + 2.453 732 k
A8 = 154.84 + 7.306 860 k
A9 = 34.52 + 27.261 239 k
A10 = 207.19 + 0.121 824 k
A11 = 291.34 + 1.844 379 k
A12 = 161.72 + 24.198 154 k
A13 = 239.56 + 25.513 099 k
A14 = 331.55 + 3.592 518 k
Untuk mendapatkan saat-saat fase-fase tampak sejati, tambahkan koreksi berikut
(dalam hari) ke JDE yang diperoleh di atas.

Bulan Baru Bulan Purnama


-0.40720 -0.40614 x sin M'
+0.17241 x E +0.17302 x E M
+0.01608 +0.01614 2M'
+0.01039 +0.01043 2F
+0.00739 x E +0.00734 x E M' - M
-0.00514 x E -0.00515 x E M' + M
+0.00208 x E2 +0.00209 x E 2M
-0.00111 -0.00111 M' - 2F
-0.00057 -0.00057 M' + 2F
+0.00056 x E +0.00056 x E 2M' + M
-0.00042 -0.00042 3M'
+0.00042 x E +0.00042 x E M + 2F
+0.00038 x E +0.00038 x E M - 2F
-0.00024 x E -0.00024 x E 2M' - M
-0.00017 -0.00017 Ω
-0.00007 -0.00007 M' + 2M
+0.00004 +0.00004 2M' - 2F
+0.00004 +0.00004 3M
+0.00003 +0.00003 M' + M - 2F
+0.00003 +0.00003 2M' + 2F
+0.00003 +0.00003 M' + M + 2F
+0.00003 +0.00003 M' - M + 2F

267
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

-0.00002 -0.00002 M' - M - 2F


-0.00002 -0.00002 3M' + M
+0.00002 +0.00002 4M'

Perempat Pertama dan Terakhir


-0.62801 x sin M'
+0.17172 x E M
-0.01183 x E M' + M
+0.00862 2M'
+0.00804 2F
+0.00454 x E M' - M
+0.00204 x E 2M
-0.00180 M' - 2F
-0.00070 M' + 2F
-0.00040 3M'
-0.00034 x E 2M' - M
+0.00032 x E M + 2F
+0.00032 x E M - 2F
-0.00028 x E2 M' + 2M
+0.00027 x E 2M'+ M
-0.00017 Ω
-0.00005 M' - M - 2F
+0.00004 2M' + 2F
-0.00004 M' + M + 2F
+0.00004 M' - 2M
+0.00003 M' + M - 2F
+0.00003 3M
+0.00002 2M' - 2F
+0.00002 M' - M + 2F
-0.00002 3M' + M

Berikut ini hanya untuk perhitungan Perempat Pertama dan Perempat terakhir saja:
W = 0.00306 - 0.00038 E cos M + 0.00026 cos M'
- 0.00002 cos (M' - M) + 0.00002 cos (M' + M) + 0.00002 cos 2F
Koreksi-koreksi tambahan:
untuk Perempat Pertama : +W
untuk Perempat Terakhir : -W

268
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Koreksi-koreksi tambahan untuk semua perhitungan Fase-fase Bulan:


+0.000325 × sin A1 +0.000056 × sin A8
165 A2 047 A9
164 A3 042 A10
126 A4 040 A11
110 A5 037 A12
062 A6 035 A13
060 A7 023 A14

Contoh 47.a — Hitung Bulan Baru (New Moon) pada saat tertentu yang terjadi pada
bulan Februari 1977.
Pertengahan Februari 1977 berkorelasi dengan 1977.13, dengan menggunakan
rumus (47.2) kita temukan:
k ≅(1977.13 - 2000) × 12.3685 = -282.87
dimana k = -283, karena k harus bilangan bulat untuk fase Bulan Baru. Kemudian
dengan rumus (47.3), T = -0.22881 dan dengan rumus (47.1) memberikan hasil:
JDE = 2443 192.94101
Dengan k = -283 dan T = -0.22881, kita selanjutnya mendapatkan hasil:
E = 1.000 5753
M = -8 234°.2625 = 45°.7375
M' = -108 984°.6278 = 95°.3722
F = -110 399°.0416 = 120°.9584
 = 567°.3176 = 207°.3176
Jumlah kelompok pertama dari komponen periodik (untuk Bulan Baru) adalah -
0.28916, dan kelompok dengan 14 koreksi tambahan adalah -0.00068. Sehingga sebagai
konsekwensinya, waktu terjadinya Bulan Baru sejati adalah:
JDE = 2443 192.94101 - 0.28916 - 0.00068 = 2443 192.65117,
yang mana berkorelasi dengan Tanggal 18.15117 Waktu Dinamis bulan Februari
tahun 1977, yang berarti tanggal 18 Februari 1977 jam 3h37m51s waktu dinamis.
Nilai yang lebih tepat jika dihitung dengan Teori ELP-2000/82 adalah 3h37m40s
waktu dinamis.
Pada bulan Februari 1977, kuantitas T = TD - UT adalah sama dengan 48 detik.
Oleh karena itu, Bulan Baru pada 18 Februari 1977 terjadi pada jam 3h37m waktu
Universal. Lihat juga contoh 9.a, halaman 74.

Contoh 47.b — Hitung waktu terjadinya Perempat terakhir yang pertama pada tahun
2044 M.

269
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk tahun = 2044, rumus (47.2) memberikan nilai k ≅+544.21, sehingga kita
harus menggunakan nilai k = +544.75.
Kemudian dengan rumus (47.1), JDE = 2467 636.88595
Jumlah dari kelompok pertama dari komponen periodik (untuk Perempat
Terakhir) = -0.39153.
Koreksi tambahan untuk Perempat Terakhir = -W = -0.00251.
Jumlah dari 14 koreksi tambahan = -0.00007.
Sebagai konsekwensinya, waktu terjadinya Perempat Terakhir adalah
2467 636.88595 - 0.39153 - 0.00251 - 0.00007 = 2467 636.49184
yang mana berkorelasi dengan tanggal 21 Januari tahun 2044 jam 23h48m15s Waktu
Dinamis.

Untuk periode 1980 sampai pertengahan tahun 2020, kita bandingkan hasil metode
yang dijelaskan dalam Bab ini dengan waktu yang akurat yang diperoleh dengan ELP-
2000/82 dan VSOP87 teori.
Kesalahan Rata-rata Kesalahan Maksimal
Bulan Baru : 3.6 detik 16.4 detik
Perempat Pertama : 3.8 15.3
Bulan Purnama : 3.8 17.4
Perempat Terakhir : 3.8 13.0
Kesalahan rata-rata untuk semua fase = 3.72 detik.
Jika kesalahan sebesar beberapa menit dianggap tidak terlalu penting, seseorang
mungkin, tentu saja, boleh mengesampingkan komponen periodik terkecil dan empat
belas komponen tambahan.
Interval waktu rata-rata antara terjadinya Bulan Baru secara berturut-turut adalah
29.530 589 hari, atau 29 hari 12 jam 44 menit 03 detik. Angka ini adalah panjang periode
Bulan sinodik. Namun, terutama akibat aksi gangguan Matahari, waktu interval terjadinya
Bulan Baru secara berturut-turut atau Lunasi pada kenyataannya sangat bervariasi. Lihat
Tabel 47.A, diambil dari referensi nomor [1].

TABEL 47.A
Lunasi Terpendek dan Terpanjang tahun 1900 sampai 2100
Dari Bulan Baru pada tanggal sampai tanggal Lamanya Lunasi
25 Juni 1903 24 Juli 1903 29 hari 06 jam 35 menit
06 Juni 2035 05 Juli 2035 29 - 06 - 39 -

270
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

16 Juni 2053 15 Juli 2053 29 - 06 - 35 -


27 Juni 2071 27 Juli 2071 29 - 06 - 36 -
14 Desember 1955 13 januari 1956 29 hari 19 jam 54 menit.
24 Desember 1973 23 Januari 1974 29 - 19 - 55 -

Daftar Pusaka
1. J. Meeus, 'Les durees extremes de la lunaison', l'Astronomie (Societe Astronomique de
France), Vol. 102, halaman 288-289 (Juli-Agustus 1988).

271
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 48. Perigee dan Apogee Bulan

Dalam Bab ini diberikan metode untuk perhitungan perkiraan waktu ketika jarak
antara Bumi dan Bulan adalah minimum (perigee) atau maksimal (apogee). Waktu yang
dihasilkan akan dinyatakan dalam Hari Julian Ephemeris (JDE), dalam skala waktu yang
sama, yakni Waktu dinamis. Rumus-rumus ini didasarkan pada Teori Bulan karya
Chapront ELP-2000/82, dengan memperbaiki rumus untuk argumen D, M, dll, seperti yang
disebutkan dalam Bab 45.

Pertama, hitungah waktu rata-rata perigee atau apogee dengan


rumus
JDE = 2451534.6698 + 27 .554 549 88 k
(48.1)
- 0.0006886 T2
- 0.000 001098 T3
+ 0.000 000 0052 T4

di mana nilai k bilangan bulat akan memberikan perigee, dan sebuah bilangan bulat
ditambah sebesar 0.5 merupakan apogee. P e n t i n g : nilai lain untuk k akan memberikan
hasil yang tidak berarti!
Nilai k = 0 bersesuaian dengan perigee 22 Desember tahun 1999.
Maka untuk contoh,
k = +318 dan k = -25 akan memberikan perigee,
k = +429.5 dan k = -1209.5 akan memberikan apogee,
k = +224.87 adalah nilai yang tidak tepat.
Pendekatan nilai k diberikan dengan rumus:

k ≅ (tahun - 1999.97) × 13.2555 (48.2)

di mana 'tahun' harus dinyatakan dengan desimal, misalnya 2041.33 merupakan


akhir April tahun 2041.
Akhirnya, dalam rumus (48.1) T adalah waktu dalam abad Julian sejak epoch 2000.0.
Hal ini diperoleh dengan akurasi yang cukup memadai dengan rumus:

𝑘
𝑇 = (48.3)
1325.55

272
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Hitung sudut berikut, mereka dinyatakan dalam derajat dan harus direduksi dalam
interval 0-360 derajat, dan jika perlu, konversikan ke radian sebelum menghitung lebih
lanjut.
Elongasi rata-rata Bulan pada waktu JDE:
D = 171.9179 + 335.9106046 k
- 0.0100250 T2
- 0.000 011 56 T3
+ 0.000 000 055 T4
Anomali Rata-rata Matahari:
M = 347.3477 + 27.157 7721 k
- 0.000 8323 T2
- 0.000 0010 T3
Argumen Bulan dari Lintang:
F = 316.6109 + 364.528 7911 k
- 0.012 5131 T2
- 0.000 0148 T3
Untuk JDE diberikan oleh rumus (48.1), tambahkan jumlah dari komponen periodik
Tabel 48.A, ambil nilai itu baik untuk perigee atau apogee, berdasarkan untuk kasus
berikut ini.
Paralaks horisontal ekuator Bulan diperoleh dengan menghitung jumlah komponen
yang diberikan pada Tabel 48.B.
Dari Tabel 48.A dan 48.b diperoleh bahwa:
- Untuk komponen periodik untuk waktu tertentu, argumen sinus harus diambil,
sedangkan untuk nilai paralaks bersesuaian kosinus harus digunakan;
- Sampai nilai koefisien tertentu, untuk perigee diperlukan komponen periodik yang
lebih banyak daripada untuk apogee;
- Koefisien berturut-turut dalam seri "2D" yang sama (misalnya komponen dalam 2D-
M, 4D-M, 6D-M, dll) memiliki tanda-tanda alternatif untuk perigee, sementara untuk
apogee semua memiliki tanda yang sama;
- Koefisien komponen periodik terbesar (komponen dengan Argumen 2D) jauh lebih
besar dalam kasus perigee daripada untuk apogee. Sebagai konsekuensinya,
kemungkinan perbedaan terbesar antara waktu rata-rata dan waktu sejati dapat
mencapai 45 jam untuk perigee, tetapi hanya 13 jam untuk apogee. Demikian juga,
jarak perigee Bulan bervariasi dalam interval yang lebih besar (berkisar antara 356
370 dan 370 350 kilometer) daripada jarak apogee (404 050 sampai 406 720 km).

273
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Contoh 48.a — Apogee Bulan dari Oktober 1988


Karena awal Oktober bersesuaian dengan 0.75 tahun sejak awal tahun kalender, kita
ambil nilai tahun = 1988.75 dalam rumus (48.2). Ini memberikan 𝑘 ≅ −148.73. Oleh
karena itu, kita ambil nilai k = -148.5 (apogee!)
Kemudian rumus (48.3) dan (48.1) memberikan:
T = -0.112 029 JDE = 2447 442.8191
Kemudian kita dapatkan:
D = -49 710°.8070 = 329°.1930
M = -3 685°.5815 = 274°.4185
F = -53 815°.9147 = 184°.0853
Jumlah komponen dalam tabel 48.A (apogee) = -0.4654 hari
Jumlah komponen dalam tabel 48.B (apogee) = 3240.679
Oleh karena itu, waktu apogee adalah
JDE = 2447 442.8191 - 0.4654 = 2447 442.3537
yang mana bersesuaian dengan 7 Oktober 1988 pada 20h29m TD. Nilai yang
bersesuaian paralaks horizontal ekuator Bulan adalah 3240".679 atau 0°54'00".679.
Nilai eksak adalah 20h30m TD dan 0°54'00".671.

TABEL 48.A
Komponen Periodik untuk waktu, dalam hari
Untuk perigee
Argumen Argumen
sinus Koefisien sinus Koefisien
2D -1.6769 2D - 2M -0.0027
4D +0.4589 4D - 2M +0.0024
6D -0.1856 6D - 2M -0.0021
8D +0.0883 22D -0.0021
2D - M -0.0773 + 0.00019 T 18D - M -0.0021
M +0.0502 - 0.00013 T 6D + M +0.0019
10D -0.0460 11D -0.0018
4D - M +0.0422 - 0.00011 T 8D + M -0.0014
6D - M -0.0256 4D - 2F -0.0014
12D +0.0253 6D + 2F -0.0014
D +0.0237 3D + M +0.0014
8D - M +0.0162 5D + M -0.0014

274
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

14D -0.0145 13D +0.0013


2F +0.0129 20D - M +0.0013
3D -0.0112 3D + 2M +0.0011
10D - M -0.0104 4D + 2F - 2M -0.0011
16D +0.0086 D + 2M -0.0010
12D - M +0.0069 22D - M -0.0009
5D +0.0066 4F -0.0008
2D + 2F -0.0053 6D - 2F +0.0008
18D -0.0052 2D - 2F + M +0.0008
14D - M -0.0046 2M +0.0007
7D -0.0041 2F - M +0.0007
2D + M +0.0040 2D + 4F +0.0007
20D +0.0032 2F - 2M -0.0006
D+M -0.0032 2D - 2F + 2M -0.0006
16D - M +0.0031 24D +0.0006
4D + M -0.0029 4D - 4F +0.0005
9D +0.0027 2D + 2M +0.0005
4D + 2F +0.0027 D-M -0.0004
2D +0.4392 8D - M +0.0011
4D +0.0684 4D - 2M +0.0010
M +0.0456 - 0.00011 T 10D +0.0009
2D - M +0.0426 - 0.00011 T 3D + M +0.0007
2F +0.0212 2M +0.0006
D -0.0189 2D + M +0.0005
6D +0.0144 2D + 2M +0.0005
4D - M +0.0113 6D + 2F +0.0004
2D + 2F +0.0047 6D - 2M +0.0004
D+M +0.0036 10D - M +0.0004
8D +0.0035 5D -0.0004
6D - M +0.0034 4D - 2F -0.0004
2D - 2F -0.0034 2F + M +0.0003
2D - 2M +0.0022 12D +0.0003
3D -0.0017 2D + 2F - M +0.0003
4D + 2F +0.0013 D-M -0.0003

TABEL48.B
Komponen Paralaks, dalam detik busur
Untuk Perigee

275
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

3629".215 +0".067 × cos 10D - M


+63".224 × cos 2D +0".054 4D + M
-6".990 4D -0".038 12D - M
+2".834 -0".038 4D - 2M
} 2D - M
-0".0071 T +0".037 7D
+1".927 6D -0".037 4D + 2F
-1".263 D -0".035 16D
-0".702 8D -0".030 3D +M
+0".696 +0".029 D - M
-0".0017 T } M -0".025 6D + M
-0".690 +0".023 2M
2F
-0".629 +0".023 14D - M
+0".0016 T } 4D - M -0".023 2D + 2M
-0".392 +0".022 6D - 2M
+0".297 2D - 2F -0".021 2D - 2F - M
+0".260 10D -0".020 9D
+0".201 6D - M +0".019 18D
-0".161 3D +0".017 6D + 2F
+0".157 2D + M +0".014 2F - M
-0".138 D + M -0".014 16D - M
-0".127 12D +0".013 4D - 2F
+0".104 8D - M +0".012 8D + M
+0".104 2D + 2F +0".011 11D
-0".079 2D - 2M +0".010 5D + M
+0".068 5D -0".010 20D
14D

Untuk Apogee

3245.251
-9.147 × cos 2D +0".052 × cos 6D
-0.841 D +0".043 2D + M
+0.697 2F +0".031 2D + 2F
-0.656 -0".023 2D - 2F
} M
+0.0016 T +0".022 2D - 2M
+0.355 4D +0".019 2D + 2M
+0.159 2D - M -0".016 2M
+0.127 D +M +0".014 6D - M
+0.065 4D - M +0".010 8D

276
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Menggunakan metode yang dijelaskan dalam Bab ini, 600 perigee dan 600 apogee
lintasan Bulan yang dihitung, yaitu dari Juni 1977sampai Agustus 2022. Hasilnya
dibandingkan dengan nilai-nilai yang akurat diperoleh dari teori ELP-2000/82. Kesalahan
terbesar adalah:
Untuk waktu: 31 menit untuk perigee,
3 menit untuk apogee;
untuk paralaks.: 0"124 untuk perigee;
0 ".051 untuk apogee.
Kesalahan yang terakhir masing-masing bersesuaian dengan kesalahan jarak 12 dan
6 kilometer,. Distribusi kesalahan dari 600 kali perhitungan adalah sebagai berikut:
Jumlah kesalahan
Perigee Apogee
kurang dari
1 menit 151 478
2 menit 264 589
3 menit 385 599
4 menit 460
5 menit 492
10 menit 572
Waktu rata-rata interval antara dua lintasan Bulan yang berurutan melalui perigee
adalah 27.55455 hari, atau 27 hari 13 jam 19 menit, ini adalah panjang periode
anomalistik Bulan. Namun, terutama dengan alasan aksi gangguan Matahari, interval
waktu yang sebenarnya antara perigees berturut-turut bervariasi, antara yang ekstrim 24
hari 16 jam dan 28 hari 13 jam. Contoh:

Perigee pada 9 Desember 1997 jam 16h . 9


} perbedaan = 24 hari 16 jam
Perigee pada 3 Januari 1998 jam 8h . 5

Perigee pada 2 Desember 1990 jam 10h . 8


} perbedaan = 28 hari 13 jam
Perigee pada 30 Desember 1990 jam 23h . 8

Interval waktu antara dua apogees berturut-turut, bagaimanapun, bervariasi antara


1 1
batas yang sempit, yaitu antara 26.98 dan 27.90 hari (26 hari 232 Jam dan 27 hari 212
jam).

Ekstrim perigee dan apogee jarak Bulan

Antara tahun 1500 dan 2500, empat belas kali Bulan mendekati Bumi sampai
kurang dari 356 425 kilometer, dan jumlah waktu yang sama untuk jarak lebih besar dari

277
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

406 710 km. Kasus-kasus ini disebutkan dalam Tabel 48.C. Tanggal yang dimaksudkan
adalah tanggal dalam UT.
Untuk perhitungan dalam tabel, dilakukan dengan menggunakan teori Lunar karya
Chapront, yakni ELP-2000/82, dengan pengecualian bahwa kita mengabaikan semua
persyaratan periodik dengan koefisien kurang dari 0.0005 km (50 cm).
Tampaknya, selama selang waktu sepuluh abad yang dipertimbangkan di sini, jarak
yang ekstrim antara pusat Bumi dan Bulan adalah
356 371 km pada 1 Januari 2257
406 720 km pada 7 Januari 2266
Jarak terkecil perigee dari abad ke-20 adalah pada 4 januari 1912 , seperti yang
sudah ditemukan sebelumnya oleh Roger W. Sinnott, Associate Editor Sky dan Telescope
[1].
Selanjutnya, kita melihat bahwa perigees ekstrim dan apogees, semuanya terjadi
selama musim dingin di belahan bumi utara, periode tahunan ketika Bumi paling dekat
dengan Matahari. Jelaslah bahwa variabel jarak Bumi-Matahari sepertinya berpengaruh
pada jarak Bumi-Bulan.
TABEL 48.C : Perigee dan apogee ekstrim, 1500 sampai 2500 M

Perigee < 356 425 km Apogee > 406 710 km


15 Des 1548 356 407 km 9 Jan 1921 406 710 km
26 Des 1566 356 399 2 Mar 1984 406 712
30 Jan 1771 356 422 23 Jan 2107 406 716
23 Des 1893 356 396 3 Feb 2125 406 720
4 Jan 1912 356 375 14 Feb 2143 406 713
15 Jan 1930 356 397 27 Des 2247 406 715
6 Des 2052 356 421 7 Jan 2266 406 720
29 Jan 2116 356 403 18 Jan 2284 406 714
9 Feb 2134 356 416 29 Nov 2388 406 715
22 Des 2238 356 406 11 Des 2406 406 718
1 Jan 2257 356 371 21 Des 2424 406 712
12 Jan 2275 356 378 21 Jan 2452 406 710
26 Jan 2461 356 408 1 Feb 2470 406 714
7 Feb 2479 356 404 12 Feb 2488 406 711

Daftar Pustaka

1. Roger W. Sinnott, surat 4 Maret 1981 ke Jean Meeus.

278
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2. J. Meeus, 'Extreme Perigees and Apogees of the Moon', Sky and Telescope, Vol. 62,
halaman 110-111 (Agustus 1981).

279
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 49. Lintasan Bulan melalui Titik Simpul

Ketika pusat Bulan melewati titik daki atau titik turun orbitnya, lintang
geosentriknya sama dengan nol. Perkiraan waktu lintasan Bulan melalui titik simpul
dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut. Hasilnya akan dinyatakan dalam Hari Julian
Ephemeris, JDE, sedangkan waktu dinyatakan dalam waktu dinamis.
Untuk lintasan melalui titik daki, pastikan k = bilangan bulat. Untuk lintasan di titik
menurun, pastikan k bilangan bulat ditambah dengan 0.5. P e n t i n g : nilai k selain itu akan
memberikan hasil yang tidak berarti!
Nilai k berturut-turut akan memberikan lintasan Bulan secara berturut-turut
melalui titik simpul, nilai k = nol bersesuaian dengan lintasan di titik daki pada 21 Januari
2000. Nilai k negatif menghasilkan lintasan-lintasan sebelum tanggal tersebut.
Misalnya, k = +223.0 dan -147.0 bersesuaian dengan titik daki, dan 223.5 dan -146.5
bersesuaian dengan titik turun, sedangkan +144.76 adalah bukan nilai yang valid untuk k.
Perkiraan nilai k diberikan oleh

𝑘 ≅ (tahun − 2000.03) × 13.3686 (49.1)

dimana 'tahun' dimungkinkan bilangan desimal. Kemudian hitung,


𝑘
𝑇 =
1336.86
dan sudut berikut dalam derajat:
D = 183.6380 + 331.737 356 91 k + 0.001 5057 T2
+ 0.000 002 09 T3 - 0.000 000 010 T4
M = 17.4006 + 26.820 372 50 k + 0.000 0999 T2 + 0.000 000 06 T3
M' = 38.3776 + 355.527 473 22 k + 0.0123577 T2
+ 0.000 014 628 T3 - 0.000 000 069 T4
Ω = 123.9767 - 1.440 989 49 k + 0.0020625 T2
+ 0.000 002 14 T3 - 0.000 000 016 T4
V = 299.75 + 132.85 T - 0.009173 T2
P = Ω + 272.75 - 2.3 T
Kemudian waktu lintasan Bulan melalui titik simpul diberikan dengan mengikuti
rumus, dimana komponen-komponennya melibatkan M (anomali rata-rata Matahari)
harus dikalikan dengan kuantitas E seperti yang diberikan oleh rumus (45.6). Komponen-
komponen ini ditandai dengan tanda bintang.

280
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

JDE = 2451565.1619 + 27.212 220 817 k


+ 0.000 2572 T2
+ 0.000 000 021 T3
- 0.000 000 000 088 T4
- 0.4721 sin M'
- 0.1649 sin 2D
- 0.0868 sin (2D - M')
+ 0.0084 sin (2D + M')
* - 0.0083 sin (2D - M)
* - 0.0039 sin (2D - M - M')
+ 0.0034 sin 2M'
- 0.0031 sin (2D - 2M')
* + 0.0030 sin (2D + M)
* + 0.0028 sin (M - M')
* + 0.0026 sin M
+ 0.0025 sin 4D
+ 0.0024 sin D
* + 0.0022 sin (M + M')
+ 0.0017 sin Ω
+ 0.0014 sin (4D - M')
* + 0.0005 sin (2D + M - M')
* + 0.0004 sin (2D - M + M')
* - 0.0003 sin (2D - 2M)
* + 0.0003 sin (4D - M)
+ 0.0003 sin V
+ 0.0003 sin P
Contoh 49.a - Hitung waktu lintasan Bulan melalui titik daki pada Mei 1987.
Karena pertengahan Mei bersesuaian dengan 0.37 tahun dihitung sejak awal tahun,
kita dapatkan tahun = 1987.37 dalam rumus (49.1), yang menghasilkan nilai perkiraan -
170.19 untuk k. Untuk lintasan melalui titik daki, k harus bilangan bulat, sehingga kita
ambil k = -170.

281
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kemudian kita menemukan


T = -0.126 655
D = -56211°.71265 = 308°.28735
M = -4542°.06272 = 137°.93728
M' = -60401°.29265 = 78°. 70735
Ω = 368°.9449 = 8°. 9449
V = 282°.92
P = 641°.99 = 281°.99
E = 1.000 319
Hasil akhir adalah JDE = 2446 938.76803, yang bersesuaian dengan 23.26803 Mei
1987 = 23 Mei 1987 jam 6h26m.0 TD.
Nilai yang benar adalah 23 Mei jam 6h25m.6 TD.

Tabel di bawah ini memberikan gambaran tentang keakuratan hasil yang diperoleh
dengan algoritma yang diberikan dalam Bab ini, dibandingkan dengan waktu diperoleh
perhitungan yang akurat.

Kesalahan Jumlah Jumlah


Titik Jumlah
Tahun (M) terbesar dalam kesalahan kesalahan
Simpul Waktu
detik < 60 detik > 120 detik

1980 sampai 2020 Naik 551 142 487 3


1980 samapai 2020 Turun 551 132 469 2
0 sampai 40 Naik 551 144 444 5
0 sampai 40 Turun 551 135 478 2

282
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 50. Deklinasi Bulan Maksimum

Bidang orbit Bulan membentuk sudut 5° dengan bidang ekliptika. Oleh karena itu,
di langit Bulan bergerak kira-kira sepanjang ekliptika, dan selama setiap revolusi (27 hari)
mencapai deklinasi utara terbesarnya (di Taurus, di Gemini, atau di Orion utara), dan dua
minggu kemudian mencapai deklinasi selatan terbesarnya (di Sagitarius atau Ophiuchus).
Karena bentuk orbit Bulan dengan ekliptika sudut 5°, dan ekliptika sudut 23°
dengan ekuator langit, deklinasi ekstrim Bulan kira=kira antara 18° dan 28° (Utara atau
Selatan). Ketika, seperti pada tahun 1987, titik daki orbit Bulan di sekitar vernal ekuinoks
(lihat halaman 314), Bulan mencapai deklinasi utara dan selatan yang tinggi, sekitar +2812
derajat dan -2812. Situasi ini diulang pada interval 18.6 tahun, periode revolusi node Bulan.
Dalam Bab ini diberikan metode untuk perhitungan perkiraan deklinasi maksimum
Bulan, dan nilai-nilai deklinasi maksimal. Data ini geosentrik dan merujuk ke pusat
piringan Bulan. Misalkan k bilangan bulat, negatif sebelum awal tahun 2000. Berturut-
turut nilai k akan berturut-turut memberikan maksimum Utara atau deklinasi selatan
Bulan. Nilai k = 0 bersesuaian dengan Januari 2000. Penting: nilai non-integer k akan
memberikan hasil yang tidak berarti! Perkiraan nilai k diberikan oleh

𝑘 ≅ (tahun − 2000.03) 𝑥 13.3686 (50.1)

di mana 'tahun' dapat diambil dengan desimal. kemudian menghitung


𝑘
𝑇 =
1336.86

TABEL 50.A
Komponen periodik (hari) untuk waktu deklinasi Bulan maksimum
Koefisien untuk Koefisien untuk
Deklinasi Deklinasi Deklinasi Deklinasi
Utara Selatan Utara Selatan
d d d d
+0.8975 -0.8975 cos F +0.0030 +0.0030 sin (2D + M')
-0.A726 -0.4726 sin M' -0.0029 +0.0029 cos (M' + 2F)
-0.1030 -0.1030 sin 2F -0.0029 -0.0029 sin (2D - M) *
-0.0976 -0.0976 sin (2D - M') -0.0027 -0.0027 sin (M' + F)
-0.0462 +0.0541 cos (M' - F) +0.0024 +0.0024 sin (M - M') *
-0.0461 +0.0516 cos (M' + F) -0.0021 -0.0021 sin (M' - 3F)
-0.0438 -0.0438 sin 2D +0.0019 -0.0019 sin (2M' + F)
+0.0162 +0.0112 sin M * +0.0018 -0.0006 cos (2D - 2M' - F)
-0.0157 +0.0157 cos 3F +0.0018 -0.0018 sin 3F
+0.0145 +0.0023 sin (M' + 2F) +0.0017 -0.0017 cos (M' + 3F)

283
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

+0.0136 -0.0136 cos (2D - F) +0.0017 +0.0017 cos 2M'


-0.0095 +0.0110 cos (2D -M' - F) -0.0014 +0.0014 cos (2D - M')
-0.0091 +0.0091 cos (2D -M' + F) +0.0013 -0.0013 cos (2D + M'+ F)
-0.0089 +0.0089 cos ((2D + F) +0.0013 -0.0013 cos M'
+0.0075 +0.0075 sin 2M' +0.0012 +0.0012 sin (3M' + F)
-0.0068 -0.0030 sin (M' - 2F) +0.0011 +0.0011 sin (2D - M' +F)
+0.0061 -0.0061 cos (2M'- F) -0.0011 +0.0011 cos (2D - 2M')
-0.0047 -0.0047 sin (M' + 3F) +0.0010 +0.0010 cos (D + F)
-0.0043 -0.0043 s in (2D - M - M') * +0.0010 +0.0010 sin (M + M') *
-0.0040 +0.0040 cos (M' - 2F) -0.0009 -0.0009 sin (2D - 2F)
-0.0037 -0.0037 sin (2D - 2M') +0.0007 -0.0007 cos (2M' + F)
+0.0031 -0.0031 sin F -0.0007 -0.0007 cos (3M' + F)

dan sudut berikut, dalam derajat, jumlah antara persegi kurung harus digunakan untuk
declinations selatan.
D = 152.2029 + 333.070 5546 k - 0.000 4025 T2 + 0.000 000 11 T3
[345.6676]
M = 14.8591 + 26.928 1592 k - 0.000 0544 T2 - 0.000 000 10 T3
[1.3951]
M' = 4.6881 + 356.956 2795 k + 0.010 3126 T2 + 0.000 012 51 T3
[186.2100]
F = 325.8867 + 1.446 7806 k - 0.002 0708 T2 - 0.000 002 15 T3
[145.1633]
TABEL 50.B

Komponen Periodik (derajat) untuk nilai deklinasi Bulan Maksimum


Koefisien untuk Koefisien untuk
Deklinasi Deklinasi Deklinasi Deklinasi
Utara Selatan Utara Selatan
° ° ° °
+5.1093 -5.1093 Sin F +0.0038 -0.0038 cos (2M' - F)
+0.2658 +0.2658 cos 2F -0.0034 +0.0034 cos (M' - 2F)
+0.1A48 -0.1448 sin (2D - F) -0.0029 -0.0029 sin 2M'
-0.0322 +0.0322 sin 3F +0.0029 +0.0029 sin (3M' + F)
+0.0133 +0.0133 cos (2D - F) -0.0028 +0.0028 cos (2D + M - F) *
+0.0125 +0.0125 cos 2D -0.0028 -0.0028 cos (M' - F)
-0.0124 -0.0015 sin (M' - F) -0.0023 +0.0023 cos 3F
-0.0101 +0.0101 sin (M' + 2F) -0.0021 +0.0021 sin (2D + F)
+0.0097 -0.0097 cos F +0.0019 +0.0019 cos (M' + 3F)
-0.0087 +0.0087 sin (2D + M - F) * +0.0018 +0.0018 cos (D + F)
+0.0074 +0.0074 sin (M' + 3F) +0.0017 -0.0017 sin (2M' - F)
+0.0067 +0.0067 sin (D + F) +0.0015 +0.0015 cos (3M' + F)
+0.0063 -0.0063 sin (M' -2F) +0.0014 +0.0014 cos (2D + 2M' + F)

284
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

+0.0060 -0.0060 sin (2D - M - F) * -0.0012 +0.0012 sin (2D - 2M' - F)


-0.0057 +0.0057 sin (2D - M' - F) -0.0012 -0.0012 cos 2M'
-0.0056 -0.0056 cos (M' + F) -0.0010 +0.0010 cos M'
+0.0052 -0.0052 cos (M' + 2F) -0.0010 -0.0010 sin 2F
+0.0041 -0.0041 cos (2M'+ F) +0.0006 +0.0037 sin (M'+ F)
-0.0040 -0.0040 cos(M' - 3F)

Saat terjadinya deklinasi paling Maksimum di bagian Utara dan Selatan adalah:
JDE = 2451562.5897 + 27.321582 241 k + 0.000 100 695 T2
[2451548.9289] - 0.000 000 141 T3
+ komponen periodik dari tabel 50.A
Pada Tabel 50.A, omponen yang melibatkan M, Anomali Matahari rata-rata, harus
dikalikan dengan kuantitas E seperti pada rumus (45.6). Komponen-komponen ini
ditandai dengan tanda bintang.
Nilai deklinasi terbesar, dalam derajat, adalah
𝛿 = 23.6961 - 0.013 004 T + komponen periodik dari tabel 50.B
Pada Tabel 50.B, sekali lagi, komponen yang ditandai dengan tanda bintang (*)
harus dikalikan dengan E. Perlu dicatat bahwa nilai absolut deklinasi maksimum
diperoleh, dalam kasus deklinasi paling maksimum di bagian selatan, deklinasi ini tidak
terpengaruh oleh tanda minus.
Contoh 50.a — deklinasi utara terbesar dari Bulan di Desember 1988.
Masukkan nilai tahun = 1988.95 dalam rumus (50.1), kita memperoleh 𝑘 ≅
−148.12, sehingga kita ambil k = -148. Kemudian kita menemukan:
T = -0.110 707 M' = -52 824°.8411 = 95°.1589
D = -49 142°.2392 = 177°.7608 F = 111°.7631
M = -3 970°.5085 = 349°.4915 E = 1.000 278
Kita peroleh JDE = 2447 518.3347, yang bersesuaian dengan 22.8347 Desember
1988 = 22 Desember 1988 jam 20h02m TD. Nilai yang benar adalah 22 Desember jam
20h01m TD. Untuk nilai deklinasi Utara maksimum, kita peroleh 28°.1562 = +28°09'22".
Nilai yang benar adalah +28° 09'13".
Contoh 50.a — Jika kita menghitung deklinasi selatan maksimum untuk k = 659,
kita memperoleh JDE = 2469 553.0834, yang sesuai dengan 21 April 2049 jam 14h TD, dan
𝛿 = 22".1384, sehingga deklinasi selatan terbesar adalah -22° 08'.

Contoh 50.c — Untuk menghitung deklinasi Bulan paling maksimum di utara pada
pertengahan Maret tahun -4, maka 'tahun' = 0.20 setelah permulaan
tahun -4, sehingga 'tahun' = -4 + 0.20 = -3.80, dan bukan -4.20!.

285
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Hal ini memberikan perkiraan nilai k adalah -26 788.40, dimana k = -26 788
(bilangan bulat atau integer!).
Kemudian kita mendapatkan JDE = 1719 672.1337, yang sesuai dengan 16 Maret
tahun -4 jam 15h TD; deklinasi terbesar di utara = 28°.9739 = +28°58'.
Dengan metode yang dijelaskan dalam Bab ini, dihitung 600 deklinasi maksimum
utara dan 600 deklinasi maksimum selatan, yaitu dari Agustus 1977 sampai Juni 2022.
Kesalahan maksimum adalah 10 menit waktu, dan 26" untuk nilai deklinasi maksimum.
Untuk 69% kasus, waktu hasil perhitungan mempunyai kesalahan kurang dari 3 menit,
dan 74% dari kasus deklinasi yang dihitung mempunyai kesalahan kurang dari 10".
Koefisien periodik pada tabel 50.A dan 50.B telah dihitung dengan menggunakan
kemiringan ekliptika untuk epoch 2000.0. Akibatnya, kesalahan yang dihasilkan dari
menggunakan komponen-komponen ini akan meningkat seiring dengan waktu, tetapi
antara tahun -1000 dan +5000 kesalahan maksimal tidak akan melebihi setengah jam.

286
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 51. Ephemeris untuk Pengamatan Fisik Bulan


Librasi optik

Rata-rata periode rotasi Bulan sama dengan periode sideris rata-rata dari revolusi
mengelilingi Bumi, dan bidang rata-rata ekuator bulan memotong ekliptika dengan
kemiringan konstan, I, di garis node dari orbit Bulan, dengan titik menurun (descending
node) dari ekuator pada titik daki (ascending node) orbit.
Karena itu, secara rata-rata, belahan Bumi yang sama dari Bulan adalah selalu
berpaling ke arah Bumi. Namun, karena oskilasi tampak yang dikenal dengan librasi optik,
disebabkan oleh variasi dalam posisi geometris Bumi relatif terhadap permukaan Bulan
selama gerak orbit sekitar ### persen dari permukaan yang dapat diamati.
Pusat piringan Bulan tampak Rata-rata adalah pusat dari sistem koordinat
selenografik di permukaan Bulan. Bujur Selenografik diukur dari meridian Bulan yang
melewati rata-rata pusat piringan tampak, positif dalam arah menuju Mare Crisium, yaitu,
ke arah barat pada geosentrik bola langit. Lintang selenographic diukur dari ekuator
Bulan, positif ke arah utara, yaitu, positif di belahan Bumi yang mengandung Mare
Serenitatis.
Perpindahan, setiap saat, dari pusat piringan rata-rata dari pusat tampak,
merupakan jumlah librasi, dan diukur dengan koordinat selenografik dari pusat tampak
piringan pada saat itu.
The bujur dan lintang selenografik Bumi, seperti yang disajikan dalam almanak,
adalah koordinat selenografik geosentrik titik pusat tampak piringan, pada titik ini pada
permukaan Bulan, Bumi berada di zenit. Ketika librasi pada bujur, yaitu bujur selenografik
Bumi, adalah positif, titik pusat rata-rata piringan dipindahkan ke arah timur pada bola
langit, mengekspos untuk melihat wilayah bagian barat. ketika librasi pada lintang, atau
lintang selenografik Bumi, positif, titik pusat rata-rata piringan dipindahkan ke arah
selatan, dan wilayah pada bagian utara terkena dapat dilihat.
Librasi optik pada bujur (l') dan lintang (b') dapat diperoleh sebagai berikut:
I = kemiringan ekuator Bulan rata-rata terhadap ekliptika, yaitu 1°32'32".7 =
1°.54242. Ini adalah nilai yang diadopsi oleh International Astronomical
Union;
𝜆 = Bujur geosentrik Bulan tampak;
𝛽 = Lintang Bulan geosentrik tampak;
Δ𝜓 = Nutas pada bujur (lihat Bab 21);
F = argumen lintang Bulan, yang diperoleh dari (45.5);
Ω = bujur rata=rata titik daki orbit Bulan, diperoleh dari rumus (45.7).
Lalu kita dapatkan:

287
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

𝑊 = 𝜆 − Δψ − Ω

sin 𝑊 cos 𝛽 cos 𝐼 − sin 𝛽 sin 𝐼


tan 𝐴 =
cos 𝑊 cos 𝛽 (51.1)
𝑙′ = 𝐴 − 𝐹

sin 𝑏 ′ = − sin 𝑊 cos 𝛽 sin 𝐼 − sin 𝛽 cos 𝐼 }

Dalam perhitungan 𝜆, efek Nutasi dianggap sudah termasuk di dalamnya, sehingga


𝜆 − Δ𝜓 mewakili dalam kenyataannya 'bujur bulan tampak tanpa efek Nutasi'.

Librasi Fisik

Ada gerak rotasi aktual Bulan sekitar rotasi rata-ratanya, hal ini disebut librasi fisik.
Librasi fisik jauh lebih kecil daripada librasi optik, dan tidak pernah lebih besar dari 0.04
derajat baik pada bujur maupun lintang.
Para Librasi fisik pada bujur (l") dan lintang (b") dapat dihitung sebagai berikut, dan
total librasi adalah jumlah librasi optik dan fisik:
l = l'+ l", b = b' + b".
Hitung jumlah 𝜌, 𝜎 dan 𝜏 (dalam derajat) dengan cara mengikuti rumus karya D.H.
Eckhardt [1], di mana sudut D, M dan M' diperoleh dengan rumus (45.2) sampai (45.4);
Dapatkan E dengan rumus (45.6), dan sudut K1 dan K2 (dalam derajat) dari:
K1 = 119.75 + 131.849 T
K2 = 72.56 + 20.186 T
di mana, seperti di bagian lain dalam buku ini, T adalah waktu yang diukur dalam
abad Julian 36 525 hari dari Epoch J2000.0 = JDE 2451545.0.
𝜌 = -0.02752 cos M' 𝜏 = +0.02520 E sin M
-0.02245 sin F +0.00473 sin(2M' - 2F)
+0.00684 cos (M' - 2F) -0.00467 sin M'
-0.00293 cos 2F +0.00396 sin K1
-0.00085 cos (2F - 2D) +0.00276 sin (2M' - 2D)
-0.00054 cos (M' - 2D) +0.00196 sin Ω
-0.00020 sin (M' + F) -0.00183 cos(M' - F)
-0.00020 cos (M' + 2F) +0.00115 sin (M' - 2D)
-0.00020 cos (M' - F) -0.00096 sin(M' - D)
+0.00014 cos (M' + 2F - 2D) +0.00046 sin (2F - 2D)
𝜎 = -0.02816 sin M' -0.00039 sin(M' - F)
-0.00032 sin (M'- M - D)

288
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

+0.02244 cos F +0.00027 sin (2M - M - 2D)


-0.00682 sin (M' - 2F) +0.00023 sin K2
-0.00279 sin 2F -0.00014 sin 2D
-0.00083 sin (2F - 2D) +0.00014 cos (2M' - 2F)
+0.00069 sin(M' - 2D) -0.00012 sin (M' - 2F)
+0.00040 cos (M' + F) -0.00012 sin 2M'
-0.00025 sin 2M' +0.00011 sin (2M' - 2M - 2D)
-0.00023 sin (M' + 2F)
+0.00020 cos (M' - F)
+0.00019 sin (M' - F)
+0.00013 sin (M' + 2F - 2D)
-0.00010 cos(M' - 3F)
Kemudian kita mempunyai:
𝑙 " = − 𝜏 + (𝜌 cos 𝐴 + 𝜎 sin 𝐴) tan 𝑏 ′
𝑏 " = 𝜎 cos 𝐴 − 𝜌 sin 𝐴

Posisi Sudut Axis

Sudut posisi sumbu rotasi Bulan, P, didefinisikan seperti untuk planet (lihat Bab 41
dan 42). Hal ini dapat dihitung sebagai berikut; efek dari librasi fisik harus ikut
diperhitungkan.
I, Ω, Δ𝜓, 𝜌, 𝜎 dan b memiliki arti yang sama seperti sebelumnya, dan 𝛼 adalah
askensio rekta geosentrik tampak Bulan, dan 𝜀 adalah kemiringansejati ekliptika.
Kemudian:
𝜎
𝑉 = Ω + Δ𝜓 +
sin 𝐼
𝑋 = sin(𝐼 + 𝜌) sin 𝑉
𝑌 = sin(𝐼 + 𝜌) cos 𝑉 cos 𝜀 − cos(𝐼 + 𝜌) sin 𝜀
tan 𝜔 = 𝑋⁄𝑌

√𝑋 2 + 𝑌 2 cos (𝛼 − 𝜔)
sin 𝑃 =
cos 𝑏
Sudut 𝜔 dapat diperoleh di kuadran yang benar dengan menggunakan Fungsi
arctangent 'kedua': 𝜔 = ATN2 (X, Y). Jika fungsi ini tidak tersedia, membagi X dengan Y,
kemudian menerapkan arctangent biasa. Hasilnya, tambahkan 180° jika Y < 0.
Sudut P harus diambil dalam kuadran pertama atau keempat.
Contoh 51.a — Bulan pada 12 April 1992 jam 0h TD.

289
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

untuk waktu yang diberikan tersebut kita mempunyai (lihat contoh 45.a):
D = 113°.842 309
M = 97°.643 514 𝜆 = 133°. 167 269
M' = 5°.150 839 𝛽 = -3°.229 127
F = 219°.889 726 𝜆 − Δ𝜓 = 133°. 162 659
Δ𝜓 = +0°.004 610 𝜀 = 23°.440 636
E = 1.000 194 𝛼 = 134°. 688 473
Kemudian kita peroleh:
Ω = 274°.400 655 l" = -0°.025
W = 218°.762 004 b" = + 0°.006
A = 218°.683 937 l = -1°.23
l' = -1°.2O6 b = + 4°. 20
b' = +4°. 194 V = 273°.820 506
K1 = 109°.57 I+𝜌 = 1°.532 00
K2 = 71°. 00 X = -0.026 676
𝜌 = -0.01042 Y = -0.396 022
𝜎 = -0.01574 𝜔 = 183°.8536
𝜏 = +0.02673 P = 15-.08

Librasi Toposentrik

Untuk mengkoreksi pengamatan dengan akurat, nilai geosentrik librasi dan sudut
posisi sumbu harus direduksi dengan nilai-nilai di tempat pengamat di permukaan Bumi.
Untuk librasi, perbedaannya dapat mencapai 1°, dan memiliki efek penting pada bagian
kontur.
Librasi toposentrik pada bujur dan lintang, dan posisi sudut toposentrik dari sumbu,
dapat dikalkulasi baik dengan perhitungan langsung ataupun dengan koreksi diferensial
nilai-nilai geosentrik.
a. Perhitungan langsung. - Rumus yang sudah diberikan sebelumnya dapat
digunakan, tetapi koordinat geosentrik Bulan 𝜆, 𝛽, 𝛼 digantikan dengan
toposentrik. Untuk tujuan ini, askensio rekta toposentrik dan deklinasi Bulan
diperoleh dengan cara rumus (39.2) dan (39.3), kemudian dirubah ke
koordinat ekliptika 𝜆 dan 𝛽 dengan rumus konversi biasa (12.1) dan (12.2)
untuk mendapatkan bujur dan lintang toposentrik.
b. Koreksi Diferensial. - Anggaplah 𝜙 adalah lintang pengamat, deklinasi
geosentrik Bulan 𝛿, sudut jam lokal Bulan H (dihitung dari waktu sidereal lokal
dan askensio rekta geosentrik), dan paralaks horisontal geosentrik Bulan.
Kemudian hitunglah:

290
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

cos 𝜙 sin 𝐻
tan 𝑄 =
cos 𝛿 sin 𝜙 − sin 𝛿 cos 𝜙 cos 𝐻
cos 𝑧 = sin 𝛿 sin 𝜙 + cos 𝛿 cos 𝜙 cos 𝐻
𝜋 ′ = 𝜋 (sin 𝑧 + 0.0084 sin 2𝑧)
Kemudian koreksi terhadap librasi geosentrik (l, b) dan sudut posisi (P) adalah:
− 𝜋 ′ sin(𝑄 − 𝑃)
Δ𝑙 =
cos 𝑏
Δ𝑏 = +𝜋 ′ cos (𝑄 − 𝑃)
Δ𝑃 = +Δ𝑙 sin (𝑏 + Δ𝑏) − 𝜋 ′ sin 𝑄 tan 𝛿
Rumus ini diberikan dalam Daftar Pustaka [2].

Posisi Selenografik Matahari

Koordinat Selenografik Matahari menentukan daerah permukaan bulan yang


diterangi.
Bujur lo dan lintang bo selenografik dari titik subsolar di permukaan bulan - titik di
mana Matahari berada di zenith - diperoleh dengan mengganti, dalam rumus (51.1) untuk
Koordinat selenografik Bumi, yakni koordinat geosentrik ekliptik Bulan 𝜆, 𝛽 dengan
koordinat heliosentrik ekliptik Bulan 𝜆𝐻 , 𝛽𝐻 . Dengan akurasi yang memadai kita miliki:
Δ
𝜆𝐻 = 𝜆𝑜 + 180° + × 57°. 296 cos 𝛽 sin(𝜆𝑜 − 𝜆)
𝑅
Δ
𝛽𝐻 = 𝛽
𝑅
mana 𝜆𝑜 adalah geosentrik bujur tampak Matahari. Fraksi Δ⁄𝑅 adalah rasio jarak
Bumi-Bulan terhadap jarak Bumi-Matahari, maka, Δ dan R harus dinyatakan dalam satuan
yang sama, misalnya kilometer. Jika, sebaliknya, R dinyatakan sebagai unit astronomi, dan
𝜋 adalah horisontal ekuator paralaks Bulan dinyatakan dalam detik busur ("). Fraksi Δ⁄𝑅
sama dengan:
8.794
𝜋 𝑅
Oleh karena itu, untuk menemukan lo dan bo, pertama-tama hitunglah 𝜆𝐻 dan 𝛽𝐻 ,
kemudian gunakan rumus (51.1) dengan mengganti 𝜆 dengan 𝜆𝐻 , dan 𝛽 dengan 𝛽𝐻 , hal ini
akan memberikan 𝑙𝑜′ dan 𝑏𝑜′ . Kuantitas 𝜌, 𝜊, dan 𝜏 didapatkan dengan rumus yang tidak
berubah, dan akhirnya𝑙𝑜" dan 𝑏𝑜" dengan (51.2), menggunakan 𝑏𝑜′ sebagai pengganti b'.
Kemudian
𝑙𝑜 = 𝑙𝑜′ + 𝑙𝑜" 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑜 = 𝑏𝑜′ + 𝑏𝑜"

291
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Kurangkan 𝑙𝑜 dari 90° atau 450° memberikan colongitude-selenografik Matahari


(𝑐𝑜 ), yang ditabulasikan dalam ephemerides.
Kuantitas 𝑙𝑜 (atau 𝑐𝑜 ) dan 𝑏𝑜 menentukan posisi eksak dari terminator pada
permukaan Bulan. Titik subsolar di 𝑙𝑜 , 𝑏𝑜 adalah kutub lingkaran besar di permukaan
bulan yang membatasi belahan Bulan yang diterangi. Terminator pagi, dimana Matahari
terbit di Bulan, adalah di bujur selenografik 𝑙𝑜 - 90°, atau 360° - 𝑐𝑜 . Terminator Malam di
bujur 𝑙𝑜 + 90°, atau 180° - 𝑐𝑜 . Ketika 𝑐𝑜 = 0°, Matahari terbit di selenografik bujur 0°, ini
terjadi di dekat perempat pertama (First Quarter). Pada Bulan Purnama, seperempat
terakhir (Last Quarter), dan konjungsi (New Moon), masing-masing, 𝑐𝑜 adalah sekitar 90°,
180°, dan 270°, dan terminator pagi kira-kira pada bujur selenografik 270°, 180°, dan 90°.
Perlu dicatat bahwa, sementara 𝑙𝑜 menurun seiring dengan waktu, colongitude
𝑐𝑜 meningkat. Gerak harian rata-rata mereka adalah sama dengan Elongasi Bulan rata-rata
D, yaitu 12.190 749 derajat.
Pada titik di permukaan Bulan pada bujur selenografik 𝜂 dan lintang 𝜃, Matahari
terbit terjadi kira-kira ketika 𝑐𝑜 = 360° - 𝜂, siang ketika 𝑐𝑜 = 90° - 𝜂, dan Matahari terbenam
ketika 𝑐𝑜 = 180° - 𝜂. Ketinggian Matahari eksak h di atas ufuk Bulan setiap saat mungkin
dapat dihitung dari:
sin h = sin 𝑏𝑜 sin 𝜃 + cos 𝑏𝑜 cos 𝜃 sin (𝑐𝑜 + 𝜂)

Contoh 51.b — Bulan pada 12 April 1992 jam 0h TD.


Untuk waktu yang diberikan ini, kita dapatkan (dari perhitungan akurat
menggunakan Teori VSOP87 dan ELP-2000/82):
𝜆𝑜 = 22°.33978
Δ = 368 406 kilometer
R = 1.002 497 69 AU = 149 971 500 km
Kuantitas lain yang relevan telah dilakukan dalam contoh 51.a. Kemudian kita
tentukan:
𝜆𝐻 = 202°.208 438 𝑙𝑜" = -0°.026
𝛽𝐻 = -0°.007 932 𝑏𝑜" = -0°.015
W = 287°.803 173 𝑙𝑜 = 67°.89
A = 287°.809 284 𝑏𝑜 = 1°.46
𝑙𝑜′ = 67°.920 𝑐𝑜 = 22°.11
𝑏𝑜′ = +1°.476

Daftar Pustaka

1. D.H. Eckhardt, 'Theory of the Libration of the Moon', Moon and Planets, Vol. 25,
halaman 3 (1981).

292
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2. Explanatory Supplement to the Astronomical Ephemeris (London, 1961), halaman


324.

293
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 52. Gerhana

Tanpa terlalu banyak perhitungan, karakteristik utama gerhana Matahari atau


gerhana Bulan dimungkinkan untuk menghitung dengan akurasi yang baik. Faktanya,
untuk gerhana Matahari, situasi menjadi rumit bahwa kejadian fase-fase berbeda untuk
pengamat yang berlainan di permukaan Bumi, sedangkan kasus gerhana Bulan semua
pengamat melihat fase yang sama pada saat yang sama.
Untuk alasan ini, di sini kita tidak akan membahas perhitungan situasi lokal gerhana
Matahari. Para pembaca yang berminat dapat menghitung keadaan ini dari Elemen
Besselian dipublikasikan tahunan di Ephemeris astronomi atau Astronomical ephemeris
(diganti namanya Astronomical Almanac pada tahun 1981). Elemen Besselian untuk
semua gerhana Matahari untuk tahun -2003 sampai +2526 dapat ditemukan dalam the
Canon karya Mucke dan Meeus [1]. Untuk zaman modern, elemen Besselian akurat telah
diterbitkan oleh Meeus [2]. Selain elemen-elemen itu, kedua karya tersebut memberikan
rumus untuk digunakan, bersama dengan contoh-contoh numerik.
Espenak dipublikasikan Canon [3] memberikan data tentang jalur gerhana Matahari
tahunan dan total dari tahun 1986 sampai 2035, dengan peta dunia untuk semua gerhana
di periode itu. Karya tersebut tidak mengandung unsur Besselian, sehingga tidak
memberikan kemungkinan untuk menghitung data tambahan, seperti keadaan lokal
tempat di luar jalur fase total atau annular/tahunan.
Sebut saja karya Stephenson dan Houlden [4], yang berisi data dan grafik untuk
gerhana total dan annular terlihat di Asia Timur dari 1500 SM sampai 1900 M.

Data umum

Pertama, hitung saat tertentu (JDE) Bulan Baru dan Bulan Purnama rata-rata,
dengan (47.1) sampai (47.3). Ingat, k harus bilangan bulat untuk Bulan Baru (gerhana
Matahari), dan bilangan bulat ditambah 0.5 untuk Bulan Purnama (gerhana Bulan).
Kemudian, hitung nilai sudut M, M', F dan  untuk saat tertentu, dengan rumus
(47.4) sampai (47.7), dan nilai E dengan rumus (45.6).
Nilai F akan memberikan informasi pertama tentang terjadinya gerhana Matahari
atau Bulan. Jika F berbeda dari kelipatan terdekat dari 180° yakni kurang dari 13°.9, maka
pasti ada gerhana, jika perbedaan lebih besar dari 21°0, maka tidak ada gerhana; antara
kedua nilai tersebut, gerhana belum bisa dipastikan pada tahap ini dan kasus harus
diselidiki lebih lanjut. Penyelidikan lebih lanjut dapat memakai aturan berikut: tidak ada
gerhana jika | sin F |> 0.36.
Perhatikan bahwa, setelah satu lunasi, nilai F meningkat sebesar 30°.6705.
Jika F mendekati 0° atau 360°, gerhana terjadi di dekat titik daki Bulan. Jika F
nilainya dekat 180°, gerhana terjadi di dekat titik turun orbit Bulan.

294
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Hitung:
𝐹1 = 𝐹 − 0°. 02665 sin Ω
𝐴1 = 299°. 77 + 0°. 107 408 𝑘 − 0.009 173 𝑇 2
Kemudian, untuk mendapatkan waktu maksimum gerhana (untuk Bumi secara
umum dalam kasus gerhana Matahari), koreksi-koreksi berikut (dalam hari) harus
ditambahkan dengan waktu konjungsi rata-rata diberikan dengan rumus (47.1).
-0.4075 x sin M'
Untuk Gerhana Bulan, rubahlah
+0.1721 x E M
+0.0161 2M' konstanta menjadi -0.4065 dan
-0.0097 2F1 +0.1727
+0.0073 x E M' - M
-0.0050 x E M' + M
-0.0023 M' - 2F1
+0.0021 x E 2M
(52.1)
+0.0012 M' + 2F1
+0.0006 x E 2M' + M
-0.0004 3M'
-0.0003 x E M + 2F1
+0.0003 A1
-0.0002 x E M - 2F1
-0.0002 x E 2M' - M
-0.0002 𝛺
Tentu saja, algoritma ini tidak boleh digunakan, jika diperlukan akurasi tinggi. Untuk
gerhana Matahari 221, tahun 1951 M sampai 2050 M, metode ini memberikan kesalahan
rata-rata 0.36 menit, dan kesalahan terbesar 1.1 menit pada saat gerhana maksimum.
Kemudian, hitunglah:
P = +0.2070 x E x sin M Q = +5.2207
+0.0024 x E sin 2M -0.0048 x E x cos M
-0.0392 sin M' +0.0020 cos 2M
+0.0116 sin 2M' +0.3299 cos M'
+0.0073 x E sin (M' + M) -0.0060 x E cos (M' + M)
+0.0067 x E sin (M' - M) +0.0041 x E cos (M' - M)
+0.0118 sin 2F1
W = | cos F1 |
𝛾 = (p cos Fl + Q sin Fl) × (1 - 0.0048 W)
u = 0.0059
+ 0.0046 E cos M
- 0.0182 cos M'
+ 0.0004 cos 2M'
- 0.0005 cos (M + M')

295
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Gerhana Matahari

Dalam kasus gerhana Matahari, 𝛾 merepresentasikan jarak terdekat dari sumbu


bayangan Bulan ke pusat Bumi, dalam satuan radius ekuator Bumi. Kuantitas 𝛾, nilainya
dapat positif atau negatif, tergantung pada sumbu jalur bayangan utara atau selatan dari
pusat Bumi. Jika nilai 𝛾 antara +0.9972 dan -0.9972, gerhana Matahari adalah sentral: ada
terdapat garis gerhana sentral di permukaan Bumi.
Kuantitas u merupakan jari-jari kerucut umbra Bulan di bidang dasar, sekali lagi
dalam satuan radius ekuator Bumi. (Bidang dasar adalah sebuah bidang yang melalui
pusat Bumi dan tegak lurus terhadap sumbu bayangan Bulan). Jari-jari kerucut penumbra
pada bidang dasar ini adalah
u + 0.5461
Jika | 𝛾 | nilainya antara 0.9972 dan 1.5433 + u, gerhana bukan sentral. Dalam
kebanyakan kasus, hal itu adalah gerhana parsial. Namun, ketika | 𝛾 | nilainya antara
0.9972 dan 1.0260, bagian kerucut umbra mungkin menyentuh permukaan Bumi (di
daerah kutub), sementara sumbu kerucut tidak menyentuh Bumi. Gerhana annular atau
total non-sentral terjadi ketika 0.9972 < | 𝛾 | < 0.9972 + |u|.
Antara tahun 1950 dan 2100, ada tujuh gerhana termasuk dalam jenis ini:
18 Maret 1950 annular, non-sentral
30 April 1957 annular, non-sentral
23 Oktober 1957 total, non-sentral
2 November 1967 total, non-sentral
29 April 2014 annular, non-sentral
9 April 2043 total, non-sentral
3 Oktober 2043 annular, non-sentral
Jika | 𝛾 |> 1.5433 + u, gerhana tidak terlihat dari permukaan Bumi.
Dalam kasus gerhana sentral, jenis gerhana dapat ditentukan dengan aturan berikut:
jika u < 0, maka gerhana total;
jika u > 0.0047, maka gerhana annular;
jika u antara 0 dan +0.0047, bisa gerhana annular atau annular-total.
Dalam kasus terakhir ini, ambiguitas dapat dihapuskan sebagai berikut. Hitung:
𝜔 = 0.00464 √1 − 𝛾 2 > 0
Kemudian, jika 𝑢 < 𝜔, gerhana annular-total; jika tidak maka gerhana annular.
Dalam kasus gerhana Matahari parsial, besarnya magnitudo dicapai pada titik
permukaan Bumi akan berada paling dekat dengan sumbu bayangan. Magnitudo gerhana
pada titik tersebut:

296
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

1.5433 + 𝑢 − |𝛾|
(52.2)
0.5461 + 2 𝑢

Gerhana Bulan

Dalam kasus gerhana Bulan, 𝛾 merepresentasikan jarak terdekat dari pusat Bulan ke
sumbu bayangan Bumi, dalam satuan radius ekuator Bumi. Kuantitas 𝛾 nilainya positif
atau negatif tergantung pada pusat Bulan melewati utara atau selatan sumbu bayangan.
Jari-jari, pada jarak Bulan, sekali lagi jari-jari ekuator Bumi, adalah:
untuk penumbra : 𝜌 = 1.2848 + u
untuk umbra : 𝜎 = 0.7403 - u
sedangkan magnitudo gerhana dapat ditentukan sebagai berikut:
1.5573 + 𝑢 − |𝛾|
untuk gerhana penumbra 0.5450
1.0128 − 𝑢 − |𝛾|
untuk gerhana umbral
0.5450
Jika magnitudo-nya negatif menunjukkan bahwa tidak ada gerhana.
Semi-durasi fase parsial dan total dalam umbra dapat ditemukan sebagai berikut.
Hitung:
P = 1.0128 - u
T = 0.4678 - u
n = 0.5458 + 0.0400 cos M'
Kemudian semi-durasi dalam menit adalah:

60 60
Fase parsial : √𝑃2 − 𝛾 2 Fase total : √𝑇 2 − 𝛾 2
𝑛 𝑛

Untuk semi-durasi fase parsial dalam penumbra, cari H = 1.5573 + u, dan kemudian
semi-durasi dalam menit adalah:
60
√𝐻 2 − 𝛾 2
𝑛
Harus dicatat bahwa Bulan ketika menyentuh penumbra tidak dapat diamati, dan
gerhana penumbra (di mana Bulan hanya masuk penumbra Bumi) tidak bisa dibedakan
secara visual. Hanya pada gerhana yang terjadi masuk jauh di dalam penumbra, bayangan
samar-samar di utara atau selatan lengkungan Bulan dapat terlihat.
Dalam rumus yang diberikan di atas, peningkatan jari-jari teoritis kerucut bayangan
pada atmosfer Bumi harus ikut diperhitungkan. Namun, sebagai pengganti aturan
tradisional yang mengatakan peningkatan 1/50 jari-jari teoritis, kita menggunakan
metode yang sejak 1951 oleh Connaissance des Temps - lihat misalnya Referensi [5].

297
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Dibandingkan dengan hasil 'aturan Perancis' atau 'French Rule', magnitudo gerhana Bulan
dihitung dengan menggunakan aturan tradisional terlalu besar sekitar 0.005 untuk
gerhana umbra, dan sekitar 0.026 untuk gerhana penumbra.
Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan aturan tradisional (1/50), perubahan
berikut harus dilakukan untuk konstanta di dalam rumus-rumus yang diberikan di atas:
ganti 1.2848 dengan 1.2985
0.7403 dengan 0.7432
1.5573 dengan 1.5710
1.0128 dengan 1.0157
0.4678 dengan 0.4707
Untuk prediksi gerhana Bulan, seperti yang dipublikasikan dalam berbagai almanak,
adalah kebiasaan untuk mengasumsikan penumbra dan umbra merupakan lingkaran
persis, dan menggunakan jari-jari rata-rata Bumi. Kenyataannya, bayangan agak berbeda
dari kerucut lingkaran akibat Bumi bukan berbentuk bola sempurna. Dengan
pertimbangan geometri yang sederhana, ditemukan bahwa bayangan Bumi pada jarak
Bulan, harus lebih rata dibandingkan kenyataan terestris, nilai rata-rata pegepengan
umbra adalah 1/214 [6]. Pegepengan umbra sebenarnya mungkin lebih besar lagi.
Soulsby [7] menemukan pegepengan 1/102 dari pengamatan yang dilakukan pada 18
gerhana Bulan pada periode 1974-1989.
Contoh 52.a — Gerhana Matahari 21 Mei tahun 1993.
Karena 21 Mei adalah hari ke 141 pada tahun tersebut, tanggal yang diberikan
berkorelasi dengan 1993.38. Rumus (47.2), akan memberikan:
k ≅ -81.88, oleh karenanya k = -82. Kemudian, dengan rumus (47.3) dan (47.1),
JDE = 2449 128.5894
Kita menemukan lebih lanjut
M = 135° .9142
M' = 244° .5757
F = 165° .7296
𝛺 = 253°.0026
F1 = 165° .7551
Karena 180° - F antara 13°.9 dan 21°.0, gerhana tidak pasti. Selanjutnya, kita dapatkan:
P = 0.1842
Q = 5.3589
𝛾 = 1.1348
u = 0.0097
Karena | 𝛾 | adalah antara 0.9972 dan 1.5433 + u, berarti gerhana parsial.
Menggunakan rumus (52.2), kita dapatkan bahwa maksimum magnitudo adalah:
1.5433 + 0.0097 − 1.1348
= 0.740
0.5461 + 0.0194

298
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Karena F dekat 180°, gerhana terjadi di dekat titik daki (ascending node) Bulan.
Karena 𝛾 positif, gerhana terlihat di belahan Bumi utara.
Untuk mendapatkan waktu maksimum gerhana, kita tambahkan ke JDE , komponen-
komponen diberikan dengan rumus (52.1). Hal ini memberikan:
JDE = 2449 128.5894 + 0.5085 = 2449 129.0979
yang bersesuaian dengan 21 Mei 1993 pada jam 14h21m.0 TD.
Nilai yang benar, yang dihasilkan dari perhitungan yang akurat [2], adalah adalah
14h20m14s TD, 𝛾 = +1.1370, dan magnitudo maksimum 0.735.
Contoh 52.b — gerhana Matahari 22 Juli tahun 2009.
Seperti pada contoh sebelumnya, kita menemukan:
k = 118
JDE = 2455 034.7071
M = 196°.9855
M' = 7°.9628
F = 179°.8301
F1 = 179°.8531
JDE terkoreksi = 2455 034.6088 = 22 Juli 2009 pada jam 2h37m TD.
P = -0.0573
Q = 4.9016
𝛾 = 0.0695
u = -0.0157
Karena | 𝛾 | < 0.9972, maka gerhana-nya adalah sentral. Karena u negatif, maka
gerhana adalah total. Karena | 𝛾 | kecil, gerhana terlihat dari daerah ekuator Bumi. Karena
F ≅ 180° gerhana terjadi di dekat titik turun (descending node) orbit Bulan.

Contoh 52.c — Gerhana bulan Juni 1973.


Kita menemukan berturut-turut:
k = -328.5
JDE = 2441 849.2992
M = 161°.4437
M' = 180°.7018
F = 345°.4505
JDE terkoreksi = 2441 849.3687 = 15 Juni 1973 jam 20h51m TD.
Y = -1.3249
u = 0.0197
Gerhana terjadi di dekat titik daki (ascending node) Bulan (F ≅ 360°) dan pusat
Bulan melewati selatan dari pusat umbra Bumi (karena 𝛾 <0).

299
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Menurut rumus (52.4), magnitudo umbra adalah sama dengan -0.609. Karena ini
adalah negatif, maka tidak ada gerhana di umbra. Gunakan rumus (52.3), maka kita
dapatkan bahwa amplitudo di penumbra adalah 0.463. Oleh karena itu, gerhana tersebut
adalah penumbra.
Menurut Connaissance des Temps, maksimum gerhana terjadi pada 20h50m.7 TD,
dan magnitudo di penumbra adalah 0.469.
Contoh 52.d — Cari gerhana Bulan pertama setelah 1 Juli 1997.
Untuk 1997.5, rumus (47.2) memberikan k ≅ -30.92, jadi kita harus mencoba nilai k
= -30.5. Ini memberikan F = 125°.2605, yang berbeda lebih dari 21 derajat dari kelipatan
terdekat 180°, dan karenanya dapat disimpulkan tidak terjadi gerhana.
Bulan Purnama berikutnya, k = -29.5, memberikan F = 155°.9310, maka sekali lagi
tidak terjadi gerhana. Tetapi jelas bahwa Bulan Purnama berikutnya akan memberikan F
≅ 187° dan dengan demikian terjadi gerhana. Kemudian, kita dapatkan, seperti
sebelumnya.:
k = -28.5
JDE = 2450 708.4759
M = 253°.0507
M' = 5°.7817
F = 186° .6015
JDE terkoreksi = 2450 708.2835 = 16 September 1997 pada jam 18h48m.2 waktu
dinamis, atau 18h47m UT (jika kita mengadopsi nilai Δ𝑇 = TD - UT = +63 detik).
𝛾 = -0.3791, u = -0.0131.
Kemudian, Rumus (52.4) menghasilkan magnitudo 1.187. Oleh karena itu, terjadi
gerhana total di umbra. Kita dapatkan lebih lanjut:
P = 1.0259, T = 0.4809, H = 1.5442, n = 0.5856.
Semi-durasi fase parsial:
60
√(1.0259)2 − (0.3791)2 = 98 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0.5856
Semi-durasi fase total:
60
√(0.4809)2 − (0.3791)2 = 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0.5856
Semi-durasi fase penumbra:
60
√(1.5442)2 − (0.3791)2 = 153 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
0.5856

Oleh karena itu, dalam waktu Universal:


kontak pertama dengan penumbra : 18h47m - 153m = 16h14m

300
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

kontak pertama dengan umbra : 18h47m - 98m = 17h09m


awal fase total : 18h47m - 30m = 18h17m
maksimum gerhana : = 18h47m
akhir fase total : 18 47 + 30 = 19h17m
h m m

Kontak terakhir dengan umbra : 18h47m + 98m = 20h25m


Kontak terakhir dengan penumbra : 18h47m - 153m = 21h20m

Catatan tentang akurasi


Algoritma yang diberikan dalam Bab ini tidak dimaksudkan untuk memperoleh hasil
yang sangat akurat. Namun, untuk gerhana Bulan hasilnya pada umumnya cukup tepat
untuk penelitian sejarah, atau jika tidak diperlukan akurasi tinggi. Di sisi lain, seperti
yang telah dikatakan di awal Bab ini, data yang akurat untuk gerhana Matahari yang
modern dapat diperoleh dengan menggunakan Elemen Gerhana Matahari kami [2].
Rumus yang diberikan untuk 𝛾 tidak membuahkan hasil yang eksak. Hal ini cukup
jelas, jika kita mempertimbangkan fakta bahwa hanya dua belas komponen periodik
digunakan untuk menghitung kuantitas P dan Q, sementara ratusan komponen yang
diperlukan untuk mendapatkan posisi akurat dari Matahari dan Bulan. Bahkan rumus
(52.2), (52.3) dan (52.A), dan rumus untuk kuantitas P, T, n dan H, tidak tepat benar.
Untuk gerhana Matahari 221 pada periode 1951 - 2050, kesalahan rata-rata nilai 𝛾
seperti yang dihitung dengan menggunakan algoritma Bab ini adalah 0.00065, sedangkan
kesalahan maksimumnya adalah 0.0024, yang berkorelasi dengan 15 kilometer.
Mengingat kesederhanaan formula tersebut, akurasi ini boleh dikatakan cukup
memuaskan.
Dari yang dijelaskan sebelumnya, rumus-rumus itu menghasilkan bahwa dalam
batasan tertentu, jadi gerhana yang terjadi tetap masih tidak diketahui. Dalam kasus
seperti itu, perhitungan akurat dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Selanjutnya, dalam prosedur pencarian gerhana, margin pengaman yang kecil harus
dipertimbangkan dalam rangka untuk memastikan bahwa tidak ada gerhana yang
terlewatkan. Sebagai contoh, sementara kondisi benar terjadi pusat gerhana | 𝛾| <
0.997210 , nilai terbatas 1.000 atau bahkan 1.005 harus digunakan untuk menemukan
semua kemungkinan pusat gerhana saat penggunaan nilai 𝛾 diperoleh dengan metode
yang dijelaskan dalam Bab ini.

Berikut adalah beberapa contoh.

Untuk gerhana Matahari 5 Januari tahun 1935 (k = -804), dengan metode kita,
menghasilkan 𝛾 = -1.5395 dan u =-0.00464, dari mana | 𝛾 | > u + 1.5433 = 1.5387, jadi kita

1010
Faktanya, 'konstan' 0.9972 dapat bervariasi antara 0.9970 dan 0.9974 dari satu gerhana ke gerhana yang lain.

301
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

mungkin berpikir tidak ada gerhana pada tanggal tersebut. Dengan rumus (52.2)
menghasilkan nilai -0.002 (negatif !) untuk magnitudo maksimum. Nilai yang benar dari 𝛾
adalah -1.5383, merupakan gerhana parsial yang sangat kecil pada 5 Januari 1935, dengan
maksimal magnitudo 0.001.
Untuk gerhana Matahari annular 33 April tahun 1957 (k = -528), algoritma kita
menghasilkan nilai 𝛾 = 0.9966, sehingga orang mungkin berpikir ini adalah gerhana
sentral. Nilai yang eksak adalah y = 0.9990, jadi itu sebenarnya gerhana annular non-
sentral.
Untuk gerhana Bulan 26 November 1890 (k = -1349.5), Algoritma kita memberikan
magnitudo (dalam umbra) sebesar -0.007. Kenyataannya, merupakan gerhana parsial
sangat kecil dalam umbra.

Latihan-latihan

Cari gerhana Matahari pertama tahun 1979, dan tunjukkan bahwa itu adalah gerhana total
yang terlihat dari belahan Bumi utara.
Apakah gerhana Matahari total pada April 1977 atau gerhana Matahari annular?
Tunjukkan bahwa tidak ada gerhana Matahari pada bulan Juli 1947.
Tunjukkan bahwa ada empat gerhana Matahari pada tahun 2000, dan bahwa keempat-
empatnya adalah gerhana parsial.
Tunjukkan bahwa akan ada gerhana Bulan pada bulan Januari 2008.
Tunjukkan bahwa ada tiga gerhana Bulan total pada tahun 1982.
Carilah gerhana Bulan pertama tahun 1234. (Jawab: gerhana Bulan parsial 17 Maret
1234).

Daftar Pustaka

1. H. Mucke, J. Meeus, Canon of Solar Eclipses, -2003 to +2526; Astronomisches Büro


(Wina, 1983).
2. J. Meeus, Elements of Solar Eclipses, 1951 to 2200 (Willmann-Bell, ed.; 1989).
3. F. Espenak, Fifty Year Canon of Solar Eclipses: 1986-2035 i NASA Reference
Publication 1178 (Washington, 1987).
4. F.R. Stephenson, M.A. Houlden, Atlas of Historical Eclipse Maps; Cambridge University
Press (1986).
5. A. Danjon, 'Les eclipses de Lune par la penombre en 1951', l'Astronomie, Vol. 65,
halaman 51-53 (Februari 1951).
6. J. Meeus, 'Die Abplattung des Erdschattens bei Mondfinsternissen', Die Sterne, Vol. A5,
halaman 116-117 (1969).

302
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

7. B.W. Soulsby, Journal of the British Astron. Assoc., Vol. 100, halaman 297 (Desember
1990).

Bab 53. Semidiameter Matahari, Bulan dan Planet

Matahari dan Planet

Semidiameter s dari Matahari dan planet-planet dihitung dari


𝑠𝑜
𝑠 =
Δ
di mana so adalah semidiameter benda langit dengan satuan jarak (1 AU), Δ adalah
jarak benda langit dengan Bumi, dinyatakan dalam AU.
Untuk Matahari, nilai yang diadopsi dalam perhitungan adalah [1]
so = 15'59".63 = 959".63.
Untuk planet-planet, nilai-nilai berikut ini, so telah lama digunakan dalam kurun
waktu bertahun-tahun [2]:
Mercurius 3".34 Saturnus:
Venus 8".41 ekuatorial 83".33 (A)
Mars 4".68 polar 74".57
Jupiter: Uranius 34".28
ekuatorial 98".47 Neptunus 36".56
polar 91".91

Kemudian, nilai-nilai berikut yang dipakai [3]:


Mercurius 3".36 Saturnus:
Venus 8".34 ekuatorial 83".73
Mars 4".68 polar 73".82
Jupiter: Uranius 35".02 (B)
ekuatorial 98".44 Neptunus 33".50
polar 91".06 Pluto 2".07
Perhatikan bahwa, sesuai dengan nilai semidiameternya pada tabel terakhir,
Neptunus lebih kecil dari Uranius.

303
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Untuk Venus, semidiameternya 8".34 mengacu pada kerak planet, bukan pada awan
yang menutupinya seperti yang terlihat dari Bumi. Untuk alasan ini, kita menggunakan
semidiameter Venus yang lama 8".41 saat menghitung fenomena astronomi seperti
transit dan okultasi.
Dalam hal Saturnus, a dan b adalah semidiameter ekuator dan kutub dengan satuan
jarak. Kemudian, semidiameter ekuator tampak se dinyatakan sebagai 𝑠𝑒 = 𝑎/Δse,
semidiameter kutub tampak dapat dihitung dari:

𝑠𝑝 = 𝑠𝑒 √1 − 𝑘 𝑐𝑜𝑠 2 𝐵
𝑏
dimana 𝑘 = 1 − ( )2, dan B adalah Lintang Bumi berpusat pada Saturnus
𝑎
(Saturnicentric) (lihat bab 44.).
Jika data-data lama (A) yang dipilih, yakni a = 83".33 dan b = 74".57, maka k = 0.199
197. Jika kita menggunakan data dari (B), maka k = 0.203 800.

Bulan

Misalkan A adalah jarak antara pusat Bumi dan Bulan dalam kilometer,  adalah
paralaks horisontal ekuator Bulan, s semidiameter geosentrik Bulan, dan k adalah rasio
radius rata-rata Bulan dengan radius khatulistiwa Bumi. Dalam Ephemeris astronomi
tahun 1963-1968, nilai k = 0.272 481 digunakan dalam perhitungan gerhana, dan kita
telah menggunakan nilai ini sejak itu.
Lalu kita dapatkan rumus yang bagus,
6378.14
sin 𝜋 = 𝑑𝑎𝑛 sin 𝑠 = 𝑘 sin 𝜋
Δ
tetapi dalam kebanyakan kasus cukup memadai untuk menggunakan rumus berikut:
358 473 400
𝑠 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟) =
Δ
yang mana rumus ini memberikan kesalahan kurang dari 0.0005 detik busur
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari rumus yang sebelumnya.
Dihitung dengan cara ini, semidiameter Bulan adalah geosentrik, yang
menempatkan seorang pengamat fiktif di pusat Bumi. Semidiameter toposentrik yang
teramati s akan sedikit lebih besar dari semidiameter geosentrik. Hal ini dirumuskan
sebagai berikut:
sin 𝑠 𝑘
sin 𝑠 ′ = = sin 𝜋
𝑞 𝑞
sedangkan jarak toposentrik Bulan (yaitu, jarak dari pengamat ke pusat Bulan)
adalah ' = q . Di mana q diberikan oleh rumus (39.7).

304
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sebagai alternatif, semidiameter toposentrik Bulan s' dapat diperoleh, dengan


akurasi yang memadai untuk berbagai macam tujuan, dengan mengalikan nilai geosentrik
s dengan:
1 + sin h sin 
dimana h adalah tinggi Bulan di atas horizon tempat pengamat berada.
Penambahan semidiameter Bulan, disebabkan oleh kenyataan bahwa pengamat
tidak geosentrik, sama dengan nol saat Bulan berada di ufuk dan, dan maksimum (antara
14"dan 18") saat Bulan berada di zenit.
Daftar Pustaka
1. A. Auwers, Astronomische Nachrichten, Vol. 128, No. 3068, column 367 (1891).
2. Lihat, Misalnya, the Astronomical Ephemeris for 1980, halaman 550.
3. Astronomical Almanac for 1984, halaman E43.

305
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 54. Magnitudo Bintang

Menambahkan Magnitudo Bintang

Jika dua bintang masing-masing memiliki magnitudo m1 dan m2, , magnitudo


kombinasinya m dapat dihitung sebagai berikut:
x = 0.4 (m2 - m1)
m = m2 - 2.5 log (10x + 1)
dimana logaritmanya berbasis 10.

Contoh 54.a — Magnitudo komponen Castor (𝛼 Gem) adalah 1.96 dan 2.89.Hitung
mgnitudo kombinasinya.
x = 0.4 (2.89 - 1.96) = 0.372
m = 2.89 - 2.5 log (100.372 + 1) = 1.58

Jika lebih dari dua bintang yang terlibat, dengan magnitudo m1, m2, ...., mi, ...,
Magnitudo kombinasinya m dapat ditemukan dari

𝑚 = −2.5 log ∑ 10−0.4 𝑚𝑖

di mana, sekali lagi, logaritmanya berbasis 10. Simbol Σ menunjukkan bahwa


jumlahnya harus tersusun dari semua kuantitas:
10-0.4 mi
Contoh 54.b — Triple star 𝛽 Mon memiliki masing-masing komponen magnitudo 4.73,
5.22 dan 5.60. Hitung magnitudo kombinasinya.
m = -2.5 log (10(−0.4)(4.73) + 10(−0.4)(5.22) + 10(−0.4)(5.60) )
= −2.5 log(0.01282 + 0.00817 + 0.005 75)

Contoh 54.c — Sebuah gugus bintang terdiri dari:


4 bintang dengan magnitudo (rata-rata) berkekuatan 5.0
14 bintang dengan magnitudo (rata-rata) berkekuatan 6.0
23 bintang dengan magnitudo (rata-rata) berkekuatan 7.0
38 bintang dengan magnitudo (rata-rata) berkekuatan 8.0
Hitungmagnitudo kombinasinya.
4 x 10 (-0.4)(5) = 0.04000

306
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

14 x 10(-0.4)(6) = 0.05574
23 x 10(-0.4)(7) = 0.03645
38 x 10(-0.4)(8) = 0.02398
Sum ∑ = 0.15617
Magnitudo kombinasinya = -2.5 log 0.15617 = +2.02

Rasio Kecerahan
Jika dua bintang masing-masing memiliki magnitudo m1 dan m2, rasio I1/I2 dari
luminositas tampaknya dapat dihitung dengan:

I1
x = 0.4 (𝑚2 - 𝑚1 ) = 10x
I2

Jika rasio kecerahan I1/I2 diberikan, selisih magnitudonya Δ𝑚 = 𝑚2 − 𝑚1 dapat


dihitung dari:
𝐼1
Δ𝑚 = 2.5 log
𝐼2

Contoh 54.d — Berapa kali Vega (magnitudo 0.14) lebih cerah dari Polaris (mag. 2.12)?
x = 0.4 (2.12 - 0.14) = 0.792
10x = 6.19
Oleh karena itu, Vega 6.19 kali lebih terang dari Bintang Kutub.

Contoh 54.e — Sebuah bintang adalah 500 kali lebih terang satu sama lain.
Perbedaan magnitudo yang bersesuaian adalah:
Δ𝑚 = 2.5 log 500 = 6.75

Jarak dan Magnitudo Absolut

Jika 𝜋 adalah paralaks bintang yang dinyatakan dalam detik busur ("), jarak bintang
ini ke kita adalah sama dengan
1 3.2616
parsecs atau tahun cahaya
𝜋 𝜋
Jika 𝜋 adalah paralaks bintang yang dinyatakan dalam detik busur ("), dan m adalah
magnitudo tampak bintang ini, yang mana Magnitudo mutlaknya 𝛭 dapat dihitung dengan
rumus:

307
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

M = m + 5 + 5 log 𝜋
dimana, sekali lagi, algoritma di sini berbasis 10.
Jika d adalah jarak bintang dalam parsecs, kita dapatkan rumus:
M = m + 5 - 5 log d
Berbeda dengan paralaks dalam tata surya (lihat Bab 39), paralaks yang dibahas di
sini adalah bintang-bintang, paralaks tahunan yang dihasilkan dari gerak orbit Bumi
mengelilingi Matahari, sehingga paralaks di sini tidak terkait dengan dimensi globe Bumi!
Parsec adalah satuan panjang sama dengan jarak di mana jari-jari orbit Bumi (1 AU)
menempuh sudut 1" (paralaks = 1"). Istilah tersebut diperoleh dari gabungan paralaks dan
second (detik).
1 parsec = 3.2616 tahun cahaya
= 206 265 satuan astronomi (AU)
= 30.8568 x 1012 kilometer.
Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah magnitudo Bintang tersebut, jika dia
terletak pada jarak 10 parsecs.

308
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 55. Bintang Biner (Binary Stars)

Elemen orbit bintang biner adalah sebagai berikut:


P = periode revolusi dinyatakan dalam tahun surya rata-rata;
T = waktu saat melewati perihelion, umumnya diberikan sebagai satuan tahun
dan desimal (misalnya, 1945.62);
e = eksentrisitas orbit sejati;
a = sumbu semimajor dinyatakan dalam detik busur (");
i = inklinasi bidang orbit sejati terhadap bidang pada sudut kanan garis
pandang. Untuk gerak langsung di orbit tampak, i berkisar dari 0° sampai
90°, karena gerak retrograde, i adalah antara 90 dan 180 derajat. ketika i
sama dengan 90°, orbit tampak adalah garis lurus melalui bintang utama;
Ω = Sudut posisi dari titik daki (ascending node);
𝜔 = Bujur periastron,yaitu sudut di bidang orbit sejati diukur dari titik dakike ke
periastron, selalu sesuai arah gerakan.
Jika elemen orbit diketahui, posisi Sudut tampak 𝜃 dan jarak sudut 𝜌 dapat dihitung
untuk setiap waktu t diberikan, sebagai berikut.
360°
𝑛 = 𝑀 = 𝑛 (𝑡 − 𝑇)
𝑃
dimana t dinyatakan sebagai tahun dalam desimal (seperti halnya T), n adalah
gerak tahunan rata-rata pendamping, dinyatakan dalam derajat desimal, dan selalu positif.
M adalah anomali pendamping rata-rata untuk waktu yang diberikan t.
Kemudian memecahkan persamaan Kepler:
E = M + e sin E
dengan salah satu metode yang dijelaskan dalam Bab 29, dan kemudian menghitung
vektor jari-jari r dan anomali v benar dari:
r = a (1 - e cos E)

𝑣 1 + 𝑒 𝐸
tan = √ tan
2 1 − 𝑒 2

Kemudian temukan (𝜃 − Ω) dari :

sin (𝑣 + 𝜔) cos 𝑖
tan(𝜃 − Ω) = (55.1)
cos(𝑣 + 𝜔)

Tentu saja, rumus ini dapat dituliskan sbb:


tan(𝜃 − Ω) = tan (𝑣 + 𝜔) cos 𝑖

309
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

tetapi dalam kasus ini kuadran yang benar untuk (𝜃 − Ω) tidak ditentukan. Seperti
kasus-kasus sebelumnya yang disebutkan dalam buku ini, seseorang dapat menerapkan
fungsi ATN2, jika tersedia dalam bahasa pemrograman, untuk pembilang dan penyebut
dari fraksi di (55.1). Hal ini akan menempatkan sudut (𝜃 − Ω) dalam kuadran yang benar.
Ketika (𝜃 − Ω) ditemukan, tambahkan Ω untuk mendapatkan 𝜃. Jika perlu, reduksi
hasilnya untuk mendapatkan nilai 0° - 360°.
Ingat bahwa, menurut definisi, posisi sudut 0° berarti ke arah utara di langit, 90°
timur, 180° selatan, dan 270° Barat. Akibatnya, jika 0° < 𝜃 < 180°, pendamping bintang
utama berikut dalam gerak harian pada bola langit, jika 𝜃 nilainya antara 180° dan 360°,
pendampingnya adalah bintang utama 'sebelumnya'.
Sudut jarak 𝜌 ditemukan dari:
𝑟 cos(𝑣 + 𝜔)
𝜌=
cos(𝜃 − Ω)

Contoh 55.a — Menurut E. Silbernagel (1929), elemen orbit untuk 𝜂 Coronae Borealis:
P = 41.623 tahun i = 59°.025
T = 1934.008 Ω = 23°.717
e = 0.2763 𝜔 = 219° .907
a = 0 ".907
Hitung 𝜃 dan 𝜌 untuk epoch 1980.0. Kita dapatkan berturut-turut:
n = 8.64906
t-T = 1980.0 - 1934.008 = 45.992
M = 397°.788 = 37°.788
E = 49°.897
r = 0".74557
v = 63°.416
−0.500 813
tan(𝜃 − Ω) =
+0.230 440
𝜃− Ω = -65°.291

𝜃 = -41°.574 = 318°.4
𝜌 = 0".411

Seperti latihan, Hitung ephemeris untuk 𝛾 Virginis, memakai elemen-elemen [1]:


P = 168.68 tahun i = 148°.0
T = 2005.13 Ω = 36°.9 (2000.0)
e = 0.885 𝜔 = 256°.5

310
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

a = 3".697
Jawaban: - Berikut adalah ephemeris dengan selang waktu empat tahun, mulai tahun
1980. Posisi sudut 𝜃 berkurang seiring dengan waktu, sedangkan i adalah antara 90 dan
180 derajat.
tahun = 1980.0 𝜃 = 296.,65 𝜌 = 3.78
1984.0 293.10 3.43
1988.0 288.70 3.0A
1992.0 282.89 2.60
1996.0 274.41 2.08
2000.0 259.34 1.45
2004.0 208.67 0.59
2008.0 35.54 1.04
2012.0 12.72 1.87
Jarak terdekat (0".36) terjadi pada epoch 2005.21.
Posisi sudut 𝜃 mengacu pada ekuator rata-rata 2000.0, yang berarti, epoch yang
sama untuk sudut Ω.

Eksentrisitas orbit tampak

Orbit tampak dari bintang biner adalah elips dengan eksentrisitas e' umumnya
berbeda dengan eksentrisitas e dari orbit sejati. Ini menarik untuk mengetahui e',
meskipun
eksentrisitas tampak ini tidak memiliki signifikansi astrofisika.
Berikut rumus yang telah diturunkan oleh penulis [2]:
A = (1 - e2 cos2𝜔) cos 2i
E = e2 sin 𝜔 cos 𝜔 cos i
C = 1 - e2 sin2 𝜔
D = (A - C)2 + 4 B2
2 √𝐷
𝑒 ′2 =
𝐴 + 𝐶 + √𝐷
Perlu dicatat bahwa e' adalah independen dari elemen orbit a dan Ω, dan nilainuya
dapat lebih kecil atau lebih besar dari eksentrisitas e yang benar.
Contoh 55.b — Cari eksentrisitas orbit tampak 𝜂 Coronae Borealis. Elemen-elemen
orbit diberikan dalam Contoh 55.a.
Kita dapatkan:
A = 0.25298
B = 0.01934
C = 0.96858
D = 0.51358

311
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

e' = 0.860
Oleh karena itu, untuk biner ini dari orbit tampak jauh lebih memanjang daripada
orbit sejati.

Daftar Pusataka

1. W.D. Heintz, 'Orbits of 15 visual binaries', Astronomy and Astrophysics, Supplement


Series, Vol. 82, halaman 65 — 69 A990).
2. J. Meeus, 'The eccentricity of the apparent orbit of a binary star', Journal of the British
Astron. Assoc, Vol. 89, halaman 485-488 (Agustus 1979).

312
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Bab 56. Perhitungan Sundial pada Bidang Datar

oleh R. Sagot dan D. Savoie (11)

Seseorang ingin menarik jam matahari di bidang datar dari setiap orientasi yang
diberikan dan inklinasi, diperoleh dengan tongkat panjang lurus yang tegak lurus ke
permukaan. Oleh karena itu, tongkat ini umumnya tidak diarahkan ke kutub langit .
Sundial ini memiliki parameter utama berikut ini:
- Lintang tempat 𝜙;
- Deklinasi gnomonic D, yaitu, azimut pada bidang datar tegak lurus dengan jam
matahari, diukur dari meridian selatan ke arah barat, dari 0 hingga 360 derajat. Jadi,
jika D = 0°, jam matahari adalah 'selatan', jika D = 270°, itu adalah 'timur'; dll;
- Jarak zenit z dari arah didefinisikan oleh tongkat lurus. Jika z = 0°, jam Matahari
berbentuk horizontal, dalam hal ini, D tidak mempunyai arti - untuk itu lihat kasus
khusus dalam Bab ini. Jika z = 90°, jam Matahari adalah vertikal.
Koordinat x dan y dari ujung bayangan lurus panjang tongkat diukur dalam sistem
koordinat ortogonal terletak di Bidang datar sundial itu. Asal usul sistem ini berhimit
dengan titik pangkal tongkat, sumbu x adalah horisontal, sedangkan sumbu y berhimpit
dengan garis kemiringan terbesar sundial tersebut. Dalam semua kasus, x diukur positif ke
arah kanan, sementara y adalah positif ke atas.
Sudut jam Matahari H diukur dari meridian transit atas (siang sejati); yang nilainya
meningkat sebesar 15 derajat setiap jam. Sebagai contoh, H = -45° berkorelasi dengan jam
9 pagi (waktu Matahari sejati), H = +15° sampai jam 1 siang, dst.
Dalam rumus berikut, untuk setiap sudut jam H deklinasi 𝛿 Matahari akan
mengambil nilai berurutan (dalam derajat) -23.44, -20.15, -11.47, 0, +11.47, +20.15, dan
+23.44, yang sesuai dengan tanggal ketika bujur Matahari merupakan kelipatan dari 30°.
Dalam sehari perjalanan, ujung bayangan tongkat akan menunjukkan pada bidang
sundial sebuah kurva yang berbentuk kerucut (lingkaran, elips, parabola, atau hiperbola).
Namun, jika 𝛿 = 0° maka kurvanya selalu garis lurus.
Hitung:
P = sin 𝜙 cos z - cos 𝜙 sin z cos D
Q = sin D sin z sin H + (cos 𝜙 cos z + sin 𝜙 sin z cos D) cos H + P tan 𝛿
Nx = cos D sin H - sin D (sin 𝜙 cos H - cos 𝜙 tan 𝛿)

11 Robert Sagot dan Denis Savoie adalah masing-masing mantan presiden dan presiden, dari Komisi 'des Cadrans
Solaires' (Seksi Sundials) dari Societe Astronomique de France.

313
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ny = cos z sin D sin H - (cos 𝜙 sin z - sin 𝜙 cos z cos D) cos H


-(sin 𝜙 sin z + cos 𝜙 cos z cos D) tan 𝛿
Kemudian koordinat x dan y dinyatakan dengan rumus:
𝑁𝑥 𝑁𝑦
𝑥 = 𝑎 𝑦 = 𝑎
𝑄 𝑄
Untuk setiap sudut jam, orang akan memperoleh serangkaian titik; dengan
konektor yang menghubungkan titik-titik, garis jam dibuat pada sundial tersebut. Titik
tersebut (jika ada) merupakan bertemunya garis jam, disebut pusat sundial, juga titik
fiksasi kutub tongkat, yang sejajar dengan sumbu rotasi bumi. Koordinat titik tersebut xo
dan yo dinyatakan sbb:
𝑎 𝑎
𝑥𝑜 = cos 𝜙 sin 𝐷 𝑦𝑜 = − (sin 𝜙 sin 𝑧 + cos 𝜙 cos 𝑧 cos 𝐷)
𝑃 𝑃
Panjang u dari kutub tongkat, dari titik fiksasinya pada ujung tongkat tegak lurus
dengan panjang a, adalah
𝑎
𝑢 =
|𝑃|
sedangkan sudut 𝜓 yang dibentuk kutub tongkat pada bidang sundial diberikan
dengan:
sin 𝜓 = |𝑃|

Bidang ini merepresntasikan bidang sundial. OP adalah togkat tegak lurus, yang
panjangnya a, sedangkan IP adalah kutub tongkat, dengan panjang u. P' adalah bayangan
(x, y) dari ujung tongkat. Titik I disebut pusat sundial tersebut, sedangkan O adalah pusat
sistem koordinat x-y.

314
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Rumus untuk posisi kutub tongkat menjadi kurang berarti ketika P = O, yaitu ketika
cos D tan z = tan 𝜙. Ini berarti bahwa kutub tongkat sejajar dengan bidang sundial
tersebut.
Hal ini tepat untuk membatasi penarikan garis pada sundial hanya yang berguna
saja. Sebagai contoh, sebuah sundial berorientasi vertikal 'utara' (D = 180°), pada garis
lintang +40°, tidak pernah dapat menunjukkan jam 11h pagi (waktu Matahari sejati). Pada
lintang yang sama, sundial vertikal berorientasi 'selatan' tidak dapat menunjukkan jam
19h (= jam 7h sore) dekat titik balik Matahari pada bukan Juni.
Dalam rangka untuk memastikan bahwa sundial benar-benar bekerja, harus
terpenuhi dua kondisi: Matahari harus berada di atas horison atau ufuk, dan bidang
sundial harus diterangi. Konsekuensinya, untuk setiap titik dihitung (x, y) diperlukan
untuk memverifikasi apakah dua kondisi ini dipenuhi secara simultan.
Dalam prakteknya, untuk busur deklinasi tertentu, perhitungan harus dimulai pada
saat terbit Matahari geometris, atau pada jam bilangan bulat pertama menyusul terbitnya,
dan berhenti pada saat Matahari terbenam secara geometris. Jam sudut Matahari Ho pada
saat Matahari terbit atau terbenam diberikan dengan:
cos Ho = - tan 𝜙 tan 𝛿
dengan Ho<0 untuk Matahari terbit, Ho> 0 untuk Matahari terbenam.
Untuk setiap nilai H, kita harus melihat pada tanda Q: jika kuantitasnya negatif,
berarti Matahari tidak menerangi bidang sundial, dan dalam hal tersebut melewati
deklinasi berikutnya. Oleh karena itu, hanya nilai-nilai Q positif daapt diperhitungkan. Ada
kemungkinan bahwa, pada tanggal tertentu, Q pada awalnya positif, kemudian menjadi
negatif, dan kemudian positif lagi.
Contoh 56.a — Anggaplah sundial miring di lintang 40° N, dengan D = 70°, z = 50°,
dan a = 1. Untuk 𝛿 = +23°.44 (titik balik Matahari saat musimpanas), kita memiliki Ho = -
111°. 33 (atau jam 4h35m pagi, waktu Matahari sejati).
Dimulai perhitungan dengan H = -105°, kita menemukan Q < 0. Kuantitas ini negatif
lagi untuk H = -90°, -75°, dan -60°. Hanya pada H = -47°, bidang sundial diterangi, dan akan
tetap diterangi sampai matahari terbenam. Oleh karena itu, jika telah dipilih interval 15
derajat, nilai-nilai x dan y harus dihitung untuk H = -45° sampai +105°.
Untuk H = 30° dan 𝛿 = +23°.44, kita menemukan x = -0.0390, y = -0.3615.
Untuk H = -15° dan 𝛿 =-11°.47, kita menemukan x = -2.0007, y = -1.1069.
Koordinat pusatnya adalah xo = 3.3880, yo = -3.1102, dan kami memiliki 𝜓 =
12°.2672.

Contoh 56.b — Anggaplah sebuah sundial vertikal pada lintang 𝜙 = -35°, dengan D =
160°, z = 90°, dan a = 1. Untuk 𝛿 = 0° (ekuinoks), kita memiliki Ho = -

315
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

90° dan Q < 0. Q menjadi positif untuk H = -57°, sehingga perhitungan


akan dilakukan untuk H = -45° sampai Matahari terbenam (Ho = +90°).
Untuk H = +45° dan 𝛿 = 0°, kita menemukan x = -0.8439, y = -0.9298.
Untuk H = 0° dan 𝛿 = +20°.15, kita menemukan x = 0.3640, y = -0.7410.
Koordinat pusatnya adalah xo = 0.3640, yo = 0.7451, dan kita memiliki 𝜓 = 50°.3315.

Contoh 56.c — Sundial miring di lintang 40° N, dengan D = 160° dan z = 75°.
Untuk 𝛿 = +23°.44, sundial ini akan diterangi dari Matahari terbit (ketika H = -111°)
sampai H = -84°. Kemudian akan diterangi lagi dari H = +2° sampai matahari terbenam (H
= + 111°). Jadi, jika interval 15° yang dipilih, perhitungan akan dilakukan untuk H = -105°,
-90°, dan kemudian untuk +15° sampai 105°.

Rumus yang diberikan di atas merupakan kasus yang paling umum yang dapat
terjadi pada gnoinonik. Dengan itu dimungkinkan perhitungan jam klasik garis waktu
Matahari sejati, tetapi juga kurva deklinasi, garis-garis untuk waktu rata-rata (ketika
memperkenalkan persamaan waktu di perhitungan H), garis-garis untuk Universal Time
atau zona waktu, azimuth dan garis ketinggian, dll.
Rumus tersebut sangat menyederhanakan untuk beberapa kasus khusus, yang kita
akan bahas secara singkat.

Kasus khusus

(1) Sundial Ekuatorial


Bidang sundial ini sejajar dengan bidang ekuator dan karenanya ada dua sisi: sisi
utara berfungsi untuk deklinasi Matahari positif (musim semi dan musim panas), sisi
selatan untuk deklinasi Matahari negatif (musim gugur dan musim dingin). Di tempat
lintang 𝜙 kita memiliki:
untuk sisi utara : z = 90° - 𝜙 dan D = 180°
untuk sisi selatan : z = 90°+ 𝜙 dan D = 0°
Garis 12 jam (H = 0°) bertepatan dengan garis menurun terbesar. Selanjutnya,
Q = ± tan 𝛿 xo = 0
sin 𝐻
𝑥 = −𝑎 𝑦𝑜 = 0
tan 𝛿
cos 𝐻
𝑦 = ∓ 𝜓 = 90°
tan 𝛿
di mana tanda atas adalah yang akan diambil untuk sisi utara, tanda bawah untuk
sisi selatan.

316
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

(2) Sundial Horizontal

Bidang sundial adalah horisontal, sehingga z = 0°. Sudut D tidak didefinisikan dan
arah sumbu x dapat dipilih sesuka hati. kita akan anggap D = 0°, di mana sumbu x
diarahkan timur, sumbu y ke arah utara. Rumusnya disederhanakan menjadi:
Q = cos 𝜙 cos H + sin 𝜙 tan 𝛿 xo = 0
sin 𝐻 𝑎
𝑥 = 𝑎 𝑦𝑜 = −
𝑄 tan 𝜙
sin 𝜙 cos 𝐻 − cos 𝜙 tan 𝛿 𝑎
𝑦 = 𝑎 𝑢=
𝑄 |sin 𝜙|
𝜓 = |𝜙|

(3) Sundial Vertikal

Bidang sundial adalah vertikal, sehingga z = 90°. Sumbu-x adalah horizontal, sumbu-
y diarahkan ke zenit. Rumusnya disederhanakan menjadi:
Q = sin D sin H + sin 𝜙 cos D cos H - cos 𝜙 cos D tan 𝛿
cos 𝐷 sin 𝐻 − sin 𝜙 sin 𝐷 cos 𝐻 cos 𝜙 sin 𝐷 tan 𝛿
𝑥=𝑎
𝑄
cos 𝜙 cos 𝐻 + sin 𝜙 tan 𝛿
𝑦 = −𝑎
𝑄
x = -tan D
tan 𝜙 𝑎
𝑦𝑜 = +𝑎 𝑢 =
cos 𝐷 |cos 𝜙 cos 𝐷|

Keterangan umum

Dalam kasus sebuah sundial tegak lurus dengan tongkat, seperti yang menjadi
pertimbangan dalam Bab ini, adalah ujung umbra tongkat yang menunjukkan waktu,
sedangkan dalam kasus sundial dengan kutub tongkat, umbra seluruhnya menunjukkan
waktu.
Karena kita memberikan koordinat xo, yo dari pusat sundial, selalu dimungkinkan
untuk mengkonstruksi kutub tongkat IP, jika ini yang diinginkan: kutub tongkat adalah
garis lurus yang menghubungkan pusat dengan ujung tongkat tegak lurus. Lihat Gambar
pada halaman 373.
Keuntungan dari sistem sumbu x-y yang digunakan dalam Bab ini bahwa selalu ada
tegak lurus tongkat, hal ini tidak selalu dimungkinkan dalam kasus untuk tongkat kutub.

317
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

318
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Lampiran I
Beberapa Komponen Astronomi

Catatan berikut bermanfaat bagi mereka yang tidak terbiasa dengan istilah-istilah
teknis yang digunakan dalam buku ini, tetapi untuk bimbingan lebih lanjut harus dicari
dari buku teks astronomi.
Ekuator langit (celestial equator) adalah lingkaran besar merupakan proyeksi
dari ekuator Bumi pada bola langit. Bidang ekuator ini tegak lurus terhadap sumbu rotasi
Bumi.
Kutub langit (celestial poles) adalah kutub-kutub ekuator langit, atau perpotongan
sumbu rotasi Bumi dengan bola langit.
Ekliptika (ecliptic) didefinisikan sebagai bidang dari orbit Bumi (tanpa gangguan)
mengelilingi matahari.
Ekuinoks (Equinox) atau, lebih tepat, vernal equinox, merupakan titik nol kedua
askensio rekta dan bujur langit, didefinisikan berada pada titiik daki (ascending node)
ekliptika pada ekuator. Titik ini adalah titik perpotongan antara ekuator dan ekliptika di
mana ekliptika bergerak (ke arah timur) dari deklinasi negatif ke positif. Perpotongan lain,
yang berseberangan, adalah ekuinoks musim gugur.
Titik-titik ekuinoks adalah saat ketika bujur Matahari tampak adalah 0° atau 180°.
Solstices: kedua titik pada ekliptika berjarak 90 derajat dari ekuinoks, dan saat
ketika bujur Matahari tampak adalah 90° atau 270°.
Bujur langit (celestial longitude), atau bujur ekliptika, sering disebut bujur saja,
diukur (dari 0° sampai 360°) dari vernal equinox, positif ke timur, di sepanjang ekliptika.
Lintang langit (celestial latitude), atau lintang ekliptika, atau disebut lintang saja,
adalah diukur (dari 0° sampai +90° atau 0° sampai -90°) dari ekliptika, positif ke utara,
negatif ke selatan.
Askensio Rekta (Right ascension) diukur (dari 0 sampai 24 jam, kadang-kadang dari
0° hingga 360°) dari vernal equinox, positif ke timur, sepanjang ekuator langit.
Deklinasi (declination) diukur (dari 0° sampai +90°) dari ekuator, positif ke utara,
negatif ke selatan.
Karena efek presesi dan nutasi, ekliptika dan ekuator, dan karenanya ekuinoks dan
kutub, terus menerus bergerak, sehingga koordinat langit saat ini berubah terus menerus
dari arah yang ‘tetap’ (fixed direction). Gerakan ekuator terutama disebabkan pengaruh
Matahari dan Bulan, sedangkan (gerakan melambat) ekliptika ini terutama disebabkan
oleh gangguan aksi planet-planet.
Ekuator rata-rata (mean equator): ekuator langit sesaat eksklusif gangguan nutasi
secara periodik.

319
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Ekuator rata-rata dan ekuinoks, atau disebut ekuinoks rata-rata (mean equinox):
sebuah ekspresi yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sistem referensi
memperhitungkan presesi (efek sekuler) tetapi tidak memperhitungkan nutasi (efek
periodik).
Koordinat (coordinates): dua (atau tiga) bilangan yang menentukan posisi suatu titik
pada permukaan (atau dalam ruang). Contoh: bujur dan lintang adalah dua koordinat
geografis titik pada permukaan Bumi, dalam koordinat kartesian X, Y, Z merupakan titik
dalam ruang tiga dimensi.
Heliosentris: merujuk ke pusat Matahari, misalnya sebuah orbit heliosentris, atau
koordinat heliosentris.
Geosentrik: merujuk ke pusat bumi, misalnya sebuah pengamat geosentrik, atau
koordinat geosentrik.
Topocentris: merujuk ke posisi pengamat di permukaan bumi, misalnya askensio
rekta topocentris dan deklinasi Moon toposentrik.
Aberasi (aberration) adalah perpindahan posisi tampak sebuah obyek karena
pengaruh kecepatan cahaya. Aberasi tahunan bintang akibat gerakan orbit Bumi
mengelilingi Matahari (atau, lebih tepatnya, sekitar barycenter sistem tata surya).
Azimuth: jarak sudut diukur dari Selatan, positif ke Barat, sepanjang horison atau
ufuk, ke lingkaran vertikal yang melalui titik yang dimaksud. Navigator dan meteorologi
mengukur azimuth dari Utara, positif ke Timur.
Titik daki (ascending node): bahwa perpotongan bidang orbit dengan bidang
referensi di mana koordinat lintang membesar/meningkat (ke arah utara). Perpotongan
lain adalah titik turun (descending node).
Konjungsi: bahwa konfigurasi dari dua benda langit seperti bahwa baik ascensions
kanan atau bujur langit mereka sama.
Oposisi (opposition): bahwa konfigurasi dua benda langit sedemikian rupa sehingga
bujur-bujur berbeda 180°. Yang paling sering digunakan ketika salah satu obyek tersebut
adalah Matahari.
Sistem koordinat Heliographik (Heliographic coordinate system): sistem koordinat di
permukaan Matahari.
Sistem koordinat planetographik (Planetographic coordinate system): sistem
koordinat pada permukaan planet. Dalam kasus Mars, lebih umum istilahnya disebut
dengan areographik. Untuk Bulan, istilah ini disebut selenographik. Bandingkan dengan
geografis untuk Bumi.
Epoch: Waktu tertentu yang ditetapkan digunakan sebagai titik acuan skala waktu,
seperti B1950.0 atau J2000.0.
Satu abad Julian (a Julian Century) adalah interval waktu 36 525 hari.
Hari ephemeris (ephemeris day) sama dengan 86400 detik dalam waktu dengan
skala seragam dikenal dengan waktu dinamis (dynamical time).

320
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Waktu sideris (sidereal time) adalah ukuran waktu yang ditetapkan oleh gerak dari
vernal equinox di sudut jam, waktu tersebut adalah sudut jam dari ekuinoks (di tempat
tertentu dan untuk suatu saat tertentu). Waktu Matahari sejati (true solar time) adalah
sudut jam lokal Matahari. Waktu Matahari rata-rata (mean solar time) adalah Sudut jam
Matahari rata-rata, dan diukur dari rata-rata siang. Waktu yang dipakai masyarakat
sehari-hari (civil time) adalah waktu matahari rata-rata ditambah sebesar 12 jam, dan
dengan demikian diukur dari rata-rata tengah malam. [Sementara itu Ungkapan 'diukur
dari tengah malam’ menjadi contradictio in terminis [terminologi yang kontradiktif, karena
waktu (matahari) rata-rata didefinisikan diukur dari siang hari. Banyak orang keliru
menggunakan ungkapan 'Greenwich mean Time' atau Waktu rata-rata Greenwich, padahal
sebenarnya yang dimaksud adalah Waktu sipil di Grenwich.]
Waktu Universal (Universal Time) adalah waktu sipil pada meridian Greenwich.
Unit astronomi atau astronomical unit (AU) adalah satuan panjang yang digunakan
untuk mengukur jarak di tata surya. Hal ini sering disebut 'jarak rata-rata Bumi ke
Matahari ". Tapi, lebih tepat lagi, satu AU adalah radius orbit melingkar yang mana partikel
massanya diabaikan, dan bebas dari gangguan, mengelilingi Matahari dengan periode
2𝜋/𝑘 hari, di mana k adalah konstanta gravitasi Gaussian:
k = 0.017 202 098 95.
Akibatnya, sumbu semimajor orbit elips dari Bumi tidak persis 1 AU, Tetapi 1.000
001 018 AU.
Vektor radius (Radius vector): garis lurus yang menghubungkan sebuah benda langit
ke pusat benda langit lain yang mengitarinya, atau jarak antara benda-benda langit pada
saat tertentu. Vektor radius sebuah planet atau komet umumnya dinyatakan dalam satuan
astronomi.
Perihelion: titik orbit (dari sebuah planet, planet minor atau komet) yang terdekat
dengan Matahari. Untuk titik yang berkorelasi dengan orbit Bulan terhadap Bumi, istilah
ini disebut dengan perigee. Untuk satelitnya Jupiter sehubungan dengan planet ini, istilah
tradisionalnya adalah perijove. Untuk bintang ganda, orang menyebutnaya periastron.
Posisi geometris sebuah planet adalah posisi 'sejati' dari planet yang dimaksud pada
saat tertentu, yaitu tidak ada kelonggaran untuk pengaruh-pengaruh aberasi dan waktu
perjalanan cahaya.
Anomali (Anomalies) - Rata-rata anomali (M) dari planet adalah jarak sudut, seperti
yang terlihat dari Matahari, antara perihelion dan posisi rata-rata planet. Jarak sudut
diukur dari perihelion ke posisi sebenarnya dari planet ini disebut anomali sejati atau true
anomaly (v). Anomali eksentrik adalah sebuah kuantitas tambahan yang diperlukan untuk
menyelesaikan persamaan Kepler dan selanjutnya mendapatkan anomali sejati.
Persamaan pada pusatnya merupakan perbedaan antara anomlai sejati dan anomali rata-
rata (C = v - M), itu adalah perbedaan antara posisi aktual dari benda langit dalam orbit
elips dan posisi benda langit jika gerak sudutnya seragam.

321
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Sebuah ephemeris adalah tabel posisi atau data lain yang dihitung dari benda-benda
langit (Matahari, Bulan, planet, komet, dll) untuk serangkaian (umumnya berjarak sama)
waktu tertentu. Dari bahasa Yunani s= harian.

322
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Lampiran II
Planet-planet: Komponen-komponen Periodik
Dalam Lampiran ini, halaman 382-422, komponen-komponen periodik paling
penting dari teori planet Perancis VSOP87 diberikan. berturut-turut. Kolom-kolom yang
berturutan berisi data sebagai berikut:
- Nama planet;
- Label dari seri;
- No terkini dari terminologi dalam seri;
- Kuantitas A, B, dan C.
Dalam setiap seri, komponen-komponen diurutkan menurut nilai A semakin
mengecil. Sebagai contoh:
Planet Seri No. A B C
VENUS R0 1 72334821 0 0.000 000
2 489824 4.021518 10 213.285 546
3 1658 4.9021 20426.571 100
4 1632 2.8455 7860.419 400
5 1378 1.128 5 11790.629 100
6 498 2.587 9683.595 000
7 374 1.423 3 930.210 000
8 264 5.529 9437.763 000
9 237 2.551 15 720.839 000
10 222 2.013 19367.189 000
11 126 2.728 1 577.344 000
12 119 3.020 10404.734 000

VENUS R1 1 34 551 0.89199 10213.285 550


2 234 1.772 20426.571000
3 234 3.142 0.000 000
Untuk penjelasan lebih lanjut penggunaan komponen-komponen ini, lihat Bab 31.

Planet Seri No. A B C


MERKURIUS L0 1 440250710 0 0.000 000
2 40989415 1.48302034 26 087.903 141 57
3 5046294 4.4778549 52 175.806 283 10
4 855347 1.165203 78 263.709 425 00
5 165 590 4.119692 104 351.612 566 00
6 34 562 0.77931 130 439.515 710 00
7 7583 3.7135 156 527.418 800 00

323
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

8 3 560 1.5120 1 109.378 600 00


9 1803 4.1033 5 661.332 000 00
10 1726 0.3583 182 615.322 000 00
11 1590 2.9951 25 028.521 200 00
12 1365 4.5992 27 197.281 700 00
13 1017 0.8803 31 749.235 200 00
14 714 1.541 24 978.525 000 00
15 644 5.303 21 535.950 000 00
16 451 6.050 51116.424 000 00
17 404 3.282 208 703.225 000 00
18 352 5.242 20426.571 000 00
19 345 2.792 15874.618 000 00
20 343 5.765 955.600 000 00
21 339 5.863 25 558.212 000 00
22 325 1.337 53 285.185 000 00
23 273 2.495 529.691 000 00
24 264 3.917 57837.138 000 00
25 260 0.987 4551.953 000 00
26 239 0.113 1059.382 000 00
27 235 0.267 11322.664 000 00
28 217 0.660 13521.751 000 00
29 209 2.092 47623.853 000 00
30 183 2.629 27043.503 000 00
31 182 2.434 25 661.305 000 00
32 176 4.536 51066.428 000 00
33 173 2.452 24498.830 000 00
34 142 3.360 37410.567 000 00
35 138 0.291 10213.286 000 00
36 125 3.721 39 609.655 000 00
37 118 2.781 77204.327 000 00
38 106 4.206 19804.827 000 00

MERKURIUS L1 1 2 608 814 706 223 0 0.000 000 0


2 1 126 008 6.217 039 7 26 087.903 141 6
3 303 471 3.055 655 52 175.806 283 0
4 80 538 6.104 55 78 263.709 42 00
5 21 245 2.835 32 104 351.612 57 00
6 5 592 5.826 8 130 439.515 7 000
7 1 472 2.518 5 156 527.418 8 000
8 388 5.480 182 615.322 000 0
9 352 3.052 1 109.379 000 0
10 103 2.149 208 703.225 000 0

324
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

11 94 6.12 27 197.280 000 0


12 91 0.00 24 978.520 000 0
13 52 5.62 5 661.330 000 0
14 44 4.57 25 028.520 000 0
15 28 3.04 51 066.430 000 0
16 27 5.09 234 791.130 000 0
000
MERKURIUS L2 1 53050 0 0.000 000 0
2 16904 4.690 72 26 087.903 140 0
3 7397 1.3474 52 175.806 300 0
4 3 018 4.4564 78 263.709 400 0
5 1107 1.262 3 104 351.612 600 0
6 378 4.320 130 439.516 000 0
7 123 1.069 156 527.419 000 0
8 39 4.08 182615.32 000 00
9 15 4.63 1109.38 000 00
10 12 0.79 208 703.23 0000 0

MERKURIUS L3 1 188 0.035 52 175.806


2 142 3.125 26 087.903
3 97 3.00 78 263.710
4 44 6.02 104 351.610
5 35 0 0.000
6 18 2.78 130 439.520
7 7 5.82 156 527.420
8 3 2.57 182 615.320
MERKURIUS L4 1 114 3.141 6 0.000
2 3 2.03 26 087.900
3 2 1.42 78 263.710
4 2 4.50 52 175.810
5 1 4.50 104 351.610
6 1 1.27 130 439.520
0
MERKURIUS L5 1 1 3.14 0.000
MERKURIUS B0 1 11737 529 1.983 574 99 26 087.903 141 57
2 2 388077 5.037 389 6 52 175.806 283 1
3 1222840 3.141592 7 0.000 000 0
4 543 252 1.796 444 78 263.709 425 0
5 129 779 4.832 325 104 351.612 566 0
6 31867 1.580 88 130 439.515 710 0
7 7963 4.609 7 156 527.418 800 0

325
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

8 2014 1.353 2 182 615.322 000 0


9 514 4.378 208 703.225 000 0
10 209 2.020 24 978.525 000 0
11 208 4.918 27 197.282 000 0
12 132 1.119 234 791.128 000 0
13 121 1.813 53 285.185 000 0
14 100 5.657 20 426.571 000 0
MERKURIUS B1 1 429 151 3.501 698 26 087.903 142
2 146 234 3.141 593 0.000 000
3 22 675 0.015 15 52 175.806 280
4 10 895 0.485 40 78 263.709 420
5 6 353 3.429 4 104 351.612 600
6 2 496 0.160 5 130 439.515 700
7 860 3.185 156 527.419 000
8 278 6.210 182 615.322 000
9 86 2.95 208 703.230 000
10 28 0.29 27 197.280 000
11 26 5.98 234 791.130 000
MERKURIUS B2 1 11831 4.790 66 26 087.903 14
2 1914 0 0.000 00
3 1045 1.212 2 52 175.806 30
4 266 4.434 78 263.709 00
5 170 1.623 104 351.613 00
6 96 4.80 130 439.520 00
7 45 1.61 156 527.420 00
8 18 4.67 182 615.320 00
9 7 1.43 208 703.230 00
MERKURIUS B3 1 235 0.354 26087.903 00
2 161 0 0.000 00
3 19 4.36 52175.810 00
4 6 2.51 78263.710 00
5 5 6.14 104 351.610 00
6 3 3.12 130439.520 00
7 2 6.27 156 527.420 00
MERKURIUS B4 1 4 1.75 26 087.900 00
2 1 3.14 0.000 00
MERKURIUS R0 1 39 528 272 0 0.000 000 0
2 7 834 132 6.192 337 2 26 087.903 141 6
3 795 526 2.959 897 52 175.806 283 0
4 121 282 6.010 642 78 263.709 425 0
5 21 922 2.778 20 104 351.612 570 0

326
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

6 4 354 5.828 9 130 439.515 700 0


7 918 2.597 156 527.419 000 0
8 290 1.424 25 028.521 000 0
9 260 3.028 27 197.282 000 0
10 202 5.647 182 615.322 000 0
11 201 5.592 31 749.235 000 0
12 142 6.253 24 978.525 000 0
13 100 3.734 21 535.950 000 0
MERKURIUS R1 1 217 348 4.656 172 26 087.903 142
2 44 142 1.423 86 52 175.806 280
3 10 094 4.474 66 78 263.709 420
4 2 433 1.242 3 104 351.612 600
5 1 624 0 0.000 000
6 604 4.293 130 439.516 000
7 153 1.061 156 527.419 000
8 39 4.11 182 615.320 000
MERKURIUS R2 1 3 118 3.082 3 26 087.903 1
2 1 245 6.151 8 52 175.806 3
3 425 2.926 78 263.709 0
4 136 5.980 104 351.613 0
5 42 2.75 130 439.520 0
6 22 3.14 0.000 000
7 13 5.80 156 527.420 0

MERKURIUS R3 1 33 1.68 26 087.90


2 24 4.63 52 175.81
3 12 1.39 78 263.71
4 5 4.44 104 351.61
5 2 1.21 130 439.52
VENUS L0 1 317 614 667 0 0.000 000 0
2 1 353 968 5.593 133 2 10 213.285 546 2
3 89 892 5.306 50 20 426.571 090 0
4 5 477 4.416 3 7 860.419 400 0
5 3 456 2.699 6 11 790.629 100 0
6 2 372 2.993 8 3 930.209 700 0
7 1 664 4.250 2 1 577.343 500 0
8 1438 4.157 5 9 683.594 6 00 0
9 1317 5.186 7 26.298 300 0
10 1201 6.153 6 30 639.856 600 0
11 769 0.816 9 437.763 000 0
12 761 1.950 529.691 000 0

327
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

13 708 1.065 775.523 000 0


14 585 3.998 191.448 000 0
15 500 4.123 15 720.839 000 0
16 429 3.586 19 367.189 000 0
17 327 5.677 5 507.553 000 0
18 326 4.591 10404.734 000 0
19 232 3.163 9153.904 000 0
20 180 4.653 1 109.379 000 0
21 155 5.570 19 651.048 000 0
22 128 4.226 20.775 000 0
23 128 0.962 5661.332 000 0
24 106 1.537 801.821 000 0
VENUS L1 1 1 021 352 943 053 0 0.000 00
2 95 708 2.464 24 10 213.285 55
3 14 445 0.516 25 20 426.571 09
4 213 1.795 30 639.857 00
5 174 2.655 26.298 00
6 152 6.106 1 577.344 00
7 82 5.70 191.450 00
8 70 2.68 9 437.760 00
9 52 3.60 775.520 00
10 38 1.03 529.690 00
11 30 1.25 5 507.550 00
12 25 6.11 10 404.730 00
VENUS L2 1 54 127 0 0.000 0
2 3 891 0.345 1 10 213.285 5
3 1 338 2.020 1 20 426.571 1
4 24 2.05 26.300 0
5 19 3.54 30 639.860 0
6 10 3.97 775.520 0
7 7 1.52 1 577.340 0
8 6 1.00 191.450 0
VENUS L3 1 136 4.804 10 213.286 0
2 78 3.67 20 426.570 0
3 26 0 0.000 0
VENUS L4 1 114 3.1416 0.000 0
2 3 5.21 20426.570 0
3 2 2.51 10213.290 0
VENUS L5 1 1 3.14 0.000 0
VENUS B0 1 5 923 638 0.267 027 8 10 213.285 546 2
2 40 108 1.147 37 20 426.571 090 0

328
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

3 32 815 3.141 59 0.000 000 0


4 1 011 1.089 5 30 639.856 600 0
5 149 6.254 18 073.705 000 0
6 138 0.860 1 577.344 000 0
7 130 3.672 9 437.763 000 0
8 120 3.705 2 352.866 000 0
9 108 4.539 22 003.915 000 0
VENUS B1 1 513 348 1.803 643 10 213.285 546
2 4 380 3.386 2 20426.5711
3 199 0 0
4 197 2.530 30 639.857
VENUS B2 1 22 378 3.385 09 10 213.285 550
2 282 0 0.000 000
3 173 5.256 20426.571 00
4 27 3.87 30 639.860 00
VENUS B3 1 647 4.992 10 213.286
2 20 3.14 0.000
3 6 0.77 20 426.57
4 3 5.44 30 639.86
VENUS R0 1 72 334 821 0 0.000 000
2 489 824 4.021 518 10 213.285 546
3 1 658 4.902 1 20 426.571 100
4 1 632 2.845 5 7 860.419 400
5 1 378 1.128 5 11 790.629 100
6 498 2.587 9 683.595 000
7 374 1.423 3 930.210 000
8 264 5.529 9 437.763 000
9 237 2.551 15 720.839 000
10 222 2.013 19 367.189 000
11 126 2.728 1 577.344 000
12 119 3.020 10 404.734 000
VENUS R1 1 34 551 0.891 99 10 213.285 550
2 234 1.772 20426.571 000
3 234 3.142 0.000 000
VENUS R2 1 1407 5.0637 10 213.285 500
2 16 5.47 20426.570 000
3 13 0 0.000 000
VENUS R3 1 50 3.22 10 213.290 000
VENUS R4 1 1 0.92 10 213.290 000
BUMI L0 1 175 347 046 0 0.000 000

329
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2 3 341 656 4.669 256 8 6 283.075 850


3 34 894 4.626 10 12 566.151 700
4 3 497 2.744 1 5 753.384 900
5 3 418 2.828 9 3.523 100
6 3 136 3.627 7 77 713.771 500
7 2 676 4.418 1 7 860.419 400
8 2 343 6.135 2 3 930.209 700
9 1 324 0.742 5 11 506.769 800
10 1 273 2.037 1 529.691 000
11 1 199 1.109 6 1 577.343 500
12 990 5.233 5 884.927 000
13 902 2.045 26.298 000
14 857 3.508 398.149 000
15 780 1.179 5 223.694 000
16 753 2.533 5 507.553 000
17 505 4.583 18 849.228 000
18 492 4.205 775.523 000
19 357 2.920 0.067 000
20 317 5.849 11 790.629 000
21 284 1.899 796.298 000
22 271 0.315 10 977.079 000
23 243 0.345 5 486.778 000
24 206 4.806 2 544.314 000
25 205 1.869 5 573.143 000
26 202 2.458 6 069.777 000
27 156 0.833 213.299 000
28 132 3.411 2 942.463 000
29 126 1.083 20.775 000
30 115 0.645 0.980 000
31 103 0.636 4 694.003 000
32 102 0.976 15 720.839 000
33 102 4.267 7.114 000
34 99 6.21 2 146.170 000
35 98 0.68 155.42 0 000
36 86 5.98 161 000.69
37 85 1.30 6 275.960 000
38 85 3.67 71 430.70 0 000
39 80 1.81 17 260.150 000
40 79 3.04 12 036.46 0 000
41 75 1.76 5 088.630 000
42 74 3.50 3 154.69 0 000
43 74 4.68 801.820 000

330
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

44 70 0.83 9 437.76 0 000


45 62 3.98 8 827.390 000
46 61 1.82 7 084.90 0 000
47 57 2.78 6 286.600 000
48 56 4.39 14 143.50 0 000
49 56 3.47 6 279.550 000
50 52 0.19 12 139.55 0 000
51 52 1.33 1 748.020 000
52 51 0.28 5 856.48 0 000
53 49 0.49 1 194.450 000
54 41 5.37 8 429.24 0 000
55 41 2.40 19 651.050 000
56 39 6.17 10 447.39 0 000
57 37 6.04 10 213.290 000
58 37 2.57 1 059.38 0 000
59 36 1.71 2352.870 000
60 36 1.78 6 812.77 0 000
61 33 0.59 17 789.85 0 000
62 30 0.44 83 996.85 0 000
63 30 2.74 1 349.87 0 000
64 25 3.16 4 690.48 0 000
BUMI L1 1 628 331 966 747 0 0.000 000
2 206 059 2.678 235 6 283.075 850
3 4 303 2.6351 12 566.151 700
4 425 1.590 3.523 000
5 119 5.796 26.298 000
6 109 2.966 1 577.344 000
7 93 2.59 18 849.230 000
8 72 1.14 529.690 000
9 68 1.87 398.150 000
10 67 4.41 5 507.550 000
11 59 2.89 5 223.690 000
12 56 2.17 155.420 000
13 45 0.40 796.300 000
14 36 0.47 775.520 000
15 29 2.65 7.110 000
16 21 5.34 0.980 000
17 19 1.85 5 486.780 000
18 19 4.97 213.300 000
19 17 2.99 6 275.960 000
20 16 0.03 2 544.310 000
21 16 1.43 2 146.170 000

331
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

22 15 1.21 10 977.080 000


23 12 2.83 1 748.020 000
24 12 3.26 5 088.630 000
25 12 5.27 1 194.450 000
26 12 2.08 4 694.000 000
27 11 0.77 553.570 000
28 10 1.30 6 286.600 000
29 10 4.24 1 349.870 000
30 9 2.70 242.730 000
31 9 5.64 951.720 000
32 8 5.30 2 352.870 000
33 6 2.65 9 437.760 000
34 6 4.67 4 690.480 000
BUMI L2 1 289 5.844 6 283.076 000
2 35 0 0.000 000
3 17 5.49 12 566.150 000
4 3 5.20 155.420 000
5 1 4.72 3.520 000
6 1 5.30 18 849.230 000
7 1 5.97 242.730 000
BUMI L3 1 289 5.844 6 283.076 000
2 35 0 0.000 000
3 17 5.49 12 566.150 000
4 3 5.20 155.420 000
5 1 4.72 3.520 000
6 1 5.30 18 849.230 000
7 1 5.97 242.730 000
BUMI L4 1 114 3.142 0.000 000
2 8 4.13 6 283.080 000
3 1 3.84 12 566.150 000
BUMI L5 1 1 3.14 0.000 000
BUMI B0 1 280 3.199 84 334.662 000
2 102 5.422 5 507.553 000
3 80 3.88 5 223.690 000
4 44 3.70 2 352.870 000
5 32 4.00 1 577.340 000
BUMI B1 1 9 3.90 5 507.550 000
2 6 1.73 5 223.690 000
BUMI R0 1 100013989 0 0.000 000
2 1670 700 3.098463 5 6 283.075 850
3 13956 3.055 25 12 566.151 700

332
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

4 3084 5.198 5 77 713.771 500


5 1628 1.1739 5 753.384 900
6 1576 2.8469 7 860.419 400
7 925 5.453 11 506.770 000
8 542 4.564 3 930.210 000
9 472 3.661 5 884.927 000
10 346 0.964 5 507.553 000
11 329 5.900 5 223.694 000
12 307 0.299 5 573.143 000
13 243 4.273 1 1790.629 000
14 212 5.847 1 577.344 000
15 186 5.022 10 977.079 000
16 175 3.012 18 849.228 000
17 110 5.055 5 486.778 000
18 98 0.89 6 069.780 000
19 86 5.69 15 720.840 000
20 86 1.27 161 000.690000
21 65 0.27 17 260.150 000
22 63 0.92 529.690 000
23 57 2.01 83 996.850 000
24 56 5.24 71 430.700 000
25 49 3.25 2 544.310 000
26 47 2.58 775.520 000
27 45 5.54 9 437.760 000
28 43 6.01 6 275.960 000
29 39 5.36 4 694.000 000
30 38 2.39 8 827.390 000
31 37 0.83 19 651.050 000
32 37 4.90 12139.550 000
33 36 1.67 12 036.460 000
34 35 1.84 2 942.460 000
35 33 0.24 7 084.900 000
36 32 0.18 5 088.630 000
37 32 1.78 398.150 000
38 28 1.21 6 286.600 000
39 28 1.90 6 279.550 000
40 26 4.59 10 447.39 0 000
BUMI R1 1 103019 1.107 490 6 283.075 850
2 1721 1.0644 12 566.1517
3 702 3.142 0
4 32 1.02 18 849.23
5 31 2.84 5 507.55

333
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

6 25 1.32 5 223.69
7 18 1.42 1577.34
8 10 5.91 10 977.08
9 9 1.42 6275.96
10 9 0.27 5486.78
BUMI R2 1 4359 5.7846 6 283.075 8
2 124 5.579 12 566.152 0
3 12 3.14 0.000 0
4 9 3.63 77 713.770 0
5 6 1.87 5 573.140 0
6 3 5.47 18 849.230 0
BUMI R3 1 145 4.273 6 283.076 0
2 7 3.92 12 566.150 0
BUMI R4 1 4 2.56 6283.080 0
MARS L0 1 620 347 712 0 0.000 000 00
2 18 656 368 5.050 371 0 3 340.612 426 70
3 1 108 217 5.400 998 4 6 681.224 853 40
4 91 798 5.754 79 10 021.837 280 00
5 27 745 5.970 50 3.523 120 00
6 12 316 0.849 56 2 810.921 460 00
7 10 610 2.939 59 2 281.230 500 00
8 8 927 4.157 0 0.017 300 00
9 8 716 6.110 1 13 362.449 700 00
10 7 775 3.339 7 5 621.842 900 00
11 6 798 0.364 6 398.149 000 00
12 4 161 0.228 1 2 942.463 400 00
13 3 575 1.661 9 2 544.314 400 00
14 3 075 0.857 0 191.448 300 00
15 2 938 6.078 9 0.067 300 00
16 2 628 0.648 1 3 337.089 300 00
17 2580 0.0300 3 344.135 500 00
18 2389 5.0390 796.298 000 00
19 1799 0.6563 529.691 000 00
20 1546 2.9158 1 751.539 500 00
21 1528 1.1498 6 151.533 900 00
22 1286 3.0680 2 146.165 400 00
23 1264 3.6228 5 092.152 000 00
24 1025 3.6933 8 962.455 300 00
25 892 0.183 16 703.062 000 00
26 859 2.401 2 914.014 000 00
27 833 4.495 3 340.630 000 00

334
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

28 633 2.464 3 340.595 000 00


29 749 3.822 155.420 000 00
30 724 0.675 3 738.761 000 00
31 713 3.663 1 059.382 000 00
32 655 0.489 3 127.313 000 00
33 636 2.922 8 432.764 000 00
34 553 4.475 1 748.016 000 00
35 550 3.810 0.980 000 00
36 472 3.625 1 194.447 000 00
37 426 0.554 6 283.076 000 00
38 415 0.497 213.299 000 00
39 312 0.999 6 677.702 000 00
40 307 0.381 6 684.748 000 00
41 302 4.486 3 532.061 000 00
42 299 2.783 6 254.627 000 00
43 293 4.221 20.775 000 00
44 284 5.769 3 149.164 000 00
45 281 5.882 1 349.867 000 00
46 274 0 542 3 340.545 000 00
47 274 0.134 3 340.680 000 00
48 239 5.372 4 136.910 000 00
49 236 5.755 3 333.499 000 00
50 231 1.282 3 870.303 000 00
51 221 3 505 382.897 000 00
52 204 2.821 1 221.849 000 00
53 193 3.357 3.590 000 00
54 189 1.491 9 492.146 000 00
55 179 1.006 951.718 000 00
56 174 2.414 553.569 000 00
57 172 0.439 5 486.778 000 00
58 160 3.949 4 562.461 000 00
59 144 1.419 135.065 000 00
60 140 3.326 2 700.715 000 00
61 138 4.301 7.114 000 00
62 131 4.045 12 303.068 000 00
63 128 2.208 1 592.596 000 00
64 128 1.807 5 088.629 000 00
65 117 3.128 7 903.073 000 00
66 113 3.701 1 589 073 000 00
67 110 1.052 242.729 000 00
68 105 0.785 8 827.390 000 00
69 100 3.243 11 773.377 000 00

335
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

MARS L1 1 334 085 627 474 0 0.000 000 0


2 1 458 227 3.604 2605 3 340.612 426 7
3 164 901 3.926 313 6 681.224 853 0
4 19 963 4.265 94 10 021.837 280 0
5 3 452 4.732 1 3.523 100 0
6 2 485 4.612 8 13 362.449 700 0
7 842 4.459 2 281.230 000 0
8 538 5.016 398.149 000 0
9 521 4.994 3 344.136 000 0
10 433 2.561 191.448 000 0
11 430 5.316 155.420 000 0
12 382 3.539 796.298 000 0
13 314 4.963 16 703.062 000 0
14 283 3.160 2 544.314 000 0
15 206 4.569 2 146.165 000 0
16 169 1.329 3 337.089 000 0
17 158 4.185 1 751 540 000 0
18 134 2.233 0.980 000 0
19 134 5.974 1 748.016 000 0
20 118 6.024 6 151.534 000 0
21 117 2.213 1 059.382 000 0
22 114 2.129 1 194.447 000 0
23 114 5.428 3 738.761 000 0
24 91 1.10 1349.870 000 0
25 85 3.91 553.570 000 0
26 83 5.30 6 684.750 000 0
27 81 4.43 529.690 000 0
28 80 2.25 8 962.460 000 0
29 73 2.50 951.720 000 0
30 73 5.84 242.730 000 0
31 71 3.86 2 914.010 000 0
32 68 5.02 382.900 000 0
33 65 1.02 3 340.600 000 0
34 65 3.05 3 340.630 000 0
35 62 4.15 3 149.160 000 0
36 57 3.89 4 136.910 000 0
37 48 4.87 213.300 000 0
38 48 1.18 3 333.500 000 0
39 47 1.31 3 185.190 000 0
40 41 0.71 1 592.600 000 0
41 40 2.73 7.110 000 0
42 40 5.32 20 043.670 000 0

336
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

43 33 5.41 6 283.080 000 0


44 28 0.05 9 492.150 000 0
45 27 3.89 1 221.850 000 0
46 27 5.11 2 700.720 000 0
MARS L2 1 58016 2.049 79 3 340.612 43
2 54188 0 0.000 00
3 13 908 2.457 42 6 681.224 85
4 2465 2.8000 10 021.837 30
5 398 3.141 13 362.450 00
6 222 3 194 3.523 00
7 121 0.543 155.420 00
8 62 3.49 16 703.060 00
9 54 3.54 3 344.140 00
10 34 6.00 2 281.230 00
11 32 4.14 191.450 00
12 30 2.00 796.300 00
13 23 4.33 242.730 00
14 22 3.45 398.150 00
15 20 5.42 553.570 00
16 16 0.66 0.980 00
17 16 6.11 2 146.170 00
18 16 1.22 1 748.020 00
19 15 6.10 3 185.190 00
20 14 4.02 951.720 00
21 14 2.62 1 349.870 00
22 13 0.60 1 194.450 00
23 12 3.86 6 684.750 00
24 11 4.72 2 544.310 00
25 10 0.25 382.900 00
26 9 0.68 1 059.380 00
27 9 3.83 20 043.670 00
28 9 3.88 3 738.760 00
29 8 5.46 1 751.540 00
30 7 2.58 3 149.160 00
31 7 2.38 4 136.910 00
32 6 5.48 1 592.600 00
33 6 2.34 3 097.880 00
1 1482 0.4443 3 340.612 4
2 662 0.885 6 681.225 0
3 188 1.288 10 021.837 0
4 41 1.65 13 362.450 0
5 26 0 0.000 0

337
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

6 23 2.05 155.420 0
7 10 1.58 3.520 0
8 8 2.00 16 703.060 0
9 5 2.82 242.730 0
10 4 2.02 3 344.140 0
11 3 4.59 3 185.190 0
12 3 0.65 553.570 0
MARS L4 1 114 3.1416 0.00
2 29 5.64 6 681.22
3 24 5.14 3 340.61
4 11 6.03 10 021.84
5 3 0.13 13 362.45
6 3 3.56 155.42
7 1 0.49 16 703.06
8 1 1.32 242.73
MARS L5 1 1 3.14 0.00
2 1 4.04 6681.22
MARS B0 1 3197135 3.768 320 4 3 340.612 426 7
2 298033 4 106 170 6 681.224 853 0
3 289 105 0 0.000 000 0
4 31366 4.446 51 10 021.837 280 0
5 3 484 4.788 1 13 362.449 700 0
6 443 5.026 3 344.136 000 0
7 443 5.652 3 337.089 000 0
8 399 5.131 16 703.062 000 0
9 293 3.793 2 281.230 000 0
10 182 6.136 6 151.534 000 0
11 163 4.264 529.691 000 0
12 160 2.232 1 059.382 000 0
13 149 2.165 5 621.843 000 0
14 143 1.182 3 340.595 000 0
15 143 3.213 3 340.630 000 0
16 139 2.418 8 962.455 000 0
MARS B1 1 350 069 5.368 478 3 340.612 427
2 14 116 3.141 59 0 .000 000
3 9 671 5.478 8 6 681.224 900
4 1 472 3.202 1 10021.837 300
5 426 3.408 13 362.450 000
6 102 0.776 3337.089 000
7 79 3.72 16 703.060 000
8 33 3.46 5 621.840 000

338
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

9 26 2.48 2 281.230 000


MARS B2 1 16 727 0.602 21 3340.612 43
2 4987 3.1416 0.000 00
3 302 3.559 6 681.225 00
4 26 1.90 13362.450 00
5 21 0.92 10021.840 00
6 12 2.24 3 337.090 00
7 8 2.25 16 703.060 00
MARS B3 1 607 1.981 3 340.612
2 43 0 0.000
3 14 1.80 6681.220
4 3 3.45 10021.840
MARS B4 1 13 0 0.00
2 11 3.46 3340.61
3 1 0.50 6 681.22
MARS R0 1 153 033 488 0 0.000 000 00
2 14184953 3.479 712 84 3 340.612 426 70
3 660 776 3.817834 6 681.224 853 00
4 46179 4.155 95 10 021.837 280 00
5 8110 5.5596 2 810.921 500 00
6 7 485 1.7724 5 621.842 900 00
7 5 523 1.3644 2 281.230 500 00
8 3 825 4.4941 13 362.449 700 00
9 2 484 4.925 5 2942.463 400 00
10 2 307 0.0908 2 544.314 400 00
11 1999 5.3606 3 337.089 300 00
12 1960 4.742 5 3 344.135 500 00
13 1167 2.1126 5 092.152 000 00
14 1103 5.0091 398.149 000 00
15 992 5.839 6 151.534 000 00
16 899 4.408 529.691 000 00
17 807 2.102 1 059.382 000 00
18 798 3.448 796.298 000 00
19 741 1.499 2 146.165 000 00
20 726 1.245 8 432.764 000 00
21 692 2.134 8 962.455 000 00
22 633 0.894 3 340.595 000 00
23 633 2.924 3 340.630 000 00
24 630 1.287 1 751.540 000 00
25 574 0.829 2 914.014 000 00
26 526 5.383 3 738.761 000 00

339
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

27 473 5.199 3 127.313 000 00


28 348 4.832 16 703.062 000 00
29 284 2.907 3 532.061 000 00
30 280 5.257 6 283.076 000 00
31 276 1.218 6 254.627 000 00
32 275 2.908 1 748.016 000 00
33 270 3.764 5 884.927 000 00
34 239 2.037 1 194.447 000 00
35 234 5.105 5 486.778 000 00
36 228 3.255 6 872.673 000 00
37 223 4.199 3 149.164 000 00
38 219 5.583 191.448 000 00
39 208 5.255 3 340.545 000 00
40 208 4.846 3 340.680 000 00
41 186 5.699 6 677.708 000 00
42 183 5.081 6 684.748 000 00
43 179 4.184 3 333.499 000 00
44 176 5.953 3 870.301 000 00
45 164 3.799 4 136.910 000 00
MARS R1 1 1107433 2.032 505 2 3 340.612 426 7
2 103176 2.370718 6 681.224 853 0
3 12877 0 0.000 000 0
4 10816 2.70888 10 021.837 280 0
5 1195 3.0470 13 362.449 700 0
6 439 2.888 2 281.230 000 0
7 396 3.423 3 344.136 000 0
8 183 1.584 2 544.314 000 0
9 136 3.385 16 703.062 000 0
10 128 6.043 3 337.089 000 0
11 128 0.630 1059.382 000 0
12 127 1.954 796 298 000 0
13 118 2.998 2146.165 000 0
14 88 3.42 398.150 000 0
15 83 3.86 3738.760 000 0
16 76 4.45 6151.530 000 0
17 72 2.76 529.690 000 0
18 67 2.55 1751.540 000 0
19 66 4.41 1748.020 000 0
20 58 0.54 1194.450 000 0
21 54 0.68 8 962.460 000 0
22 51 3.73 6 684.750 000 0
23 49 5.73 3 340.600 000 0

340
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

24 49 1.48 3 340.630 000 0


25 48 2.58 3149.160 000 0
26 48 2.29 2914.010 000 0
27 39 2.32 4136.910 000 0
MARS R2 1 44 242 0.47931 3 340.612 43
2 8138 0.8700 6 681.224 90
3 1275 1.225 9 10021.837 30
4 187 1.573 13 362.450 00
5 52 3.14 0.000 00
6 41 1.97 3344.140 00
7 27 1.92 16 703.060 00
8 18 4.43 2 281.230 00
9 12 4.53 3185.190 00
10 10 5.39 1059.380 00
11 10 0.42 796.300 00
MARS R3 1 1 113 5.149 9 3 340.612 4
2 424 5.613 6 681.225 0
3 100 5.997 10 021.837 0
4 20 0.08 13 362.450 0
5 5 3.14 0.000 0
6 3 0.43 16 703.060 0
MARS R4 1 20 3.58 3 340.61
2 16 4.05 6 681.22
3 6 4.46 10 021 84
4 2 4.84 13 362.45
JUPITER L0 1 59 954 691 0 0.000 000 0
2 9 695 899 5.061 917 9 529.690 965 1
3 573 610 1.444 062 7.113 547 0
4 306 389 5.417 347 1 059.381 930 0
5 97 178 4.142 65 632.783 740 0
6 72 903 3.640 43 522.577 420 0
7 64 264 3.411 45 103.092 770 0
8 39 806 2.293 77 419.484 640 0
9 38 858 1.272 32 316.391 870 0
10 27 965 1.784 55 536.804 510 0
11 13 590 5.774 81 1 589.072 900 0
12 8769 3.630 0 949.175 600 0
13 8 246 3.582 3 206.185 500 0
14 7368 5.081 0 735.876 500 0
15 6 263 0 025 0 213.299 100 0
16 6114 4.513 2 1 162.474 700 0

341
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

17 5 305 4.186 3 1 052.268 400 0


18 5 305 1.306 7 14.227 100 0
19 4905 1.320 8 110.206 300 0
20 4647 4.699 6 3.932 200 0
21 3045 4.316 8 426.598 200 0
22 2610 1.566 7 846.082 800 0
23 2028 1.063 8 3.181 400 0
24 1921 0.971 7 639.897 300 0
25 1765 2.141 5 1 066.495 500 0
26 1723 3.880 4 1 265.567 500 0
27 1633 3.582 0 515.463 900 0
28 1432 4.296 8 625.670 200 0
29 973 4.098 95.979 000 0
30 884 2.437 412.371 000 0
31 733 6.085 838.969 000 0
32 731 3.806 1 581.959 000 0
33 709 1.293 742.990 000 0
34 692 6.134 2 118.764 000 0
35 614 4.109 1 478.867 000 0
36 582 4.540 309.278 000 0
37 495 3.756 323.505 000 0
38 441 2.958 454.909 000 0
39 417 1.036 2.448 000 0
40 390 4.897 1 692.166 000 0
41 376 4.703 1 368.660 000 0
42 341 5.715 533.623 000 0
43 330 4.740 0.048 000 0
44 262 1.877 0.963 000 0
45 261 0.820 380.128 000 0
46 257 3.724 199.072 000 0
47 244 5.220 728.763 000 0
48 235 1.227 909.819 000 0
49 220 1.651 543.918 000 0
50 207 1.855 525.759 000 0
51 202 1.807 1 375.774 000 0
52 197 5.293 1 155 361 000 0
53 175 3.730 942.062 000 0
54 175 3.226 1 898 351 000 0
55 175 5.910 956.289 000 0
56 158 4.365 1 795.258 000 0
57 151 3.906 74.782 000 0
58 149 4.377 1 685.052 000 0

342
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

59 141 3.136 491.558 000 0


60 138 1.318 1 169.588 000 0
61 131 4.169 1 045.155 000 0
62 117 2.500 1 596.186 000 0
63 117 3.389 0 521 000 0
64 106 4.554 526.510 000 0
JUPITER L1 1 52 993 480 757 0 0.000 000
2 489 741 4.220 667 529.690 965
3 228 919 6.026 475 7.113 547
4 27 655 4.572 66 1 059.381 930
5 20 721 5.459 39 522.577 420
6 12 106 0.169 86 536.804 510
7 6 068 4.424 2 103.092 800
8 5 434 3.984 8 419.484 600
9 4 238 5.8901 14.227 100
10 2 212 5.2677 206.185 5 00
11 1746 4.926 7 1 589.072 900
12 12% 5.5513 3.181 400
13 1173 5.856 5 1 052.268 400
14 1163 0.514 5 3.932 2 00
15 1099 5.3070 515.463 900
16 1007 0.4648 735.876 5 00
17 1004 3.1504 426.598 2 00
18 848 5.758 110.206 000
19 827 4.803 213.299 000
20 816 0.586 1 066.495 000
21 725 5.518 639.897 000
22 568 5.989 625.670 000
23 474 4.132 412.371 000
24 413 5.737 95.979 000
25 345 4.242 632.784 000
26 336 3.732 1 162.475 000
27 234 4.035 949.176 000
28 234 6.243 309.278 000
29 199 1.505 838.969 000
30 195 2.219 323.505 000
31 187 6.086 742.990 000
32 184 6.280 543.918 000
33 171 5 417 199.072 000
34 131 0.626 728.763 000
35 115 0.680 846.083 000
36 115 5.286 2 118.764 000

343
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

37 108 4.493 956.289 000


38 80 5.82 1 045.150 000
39 72 5.34 942.060 000
40 70 5.97 532.870 000
41 67 5.73 21.340 000
42 66 0.13 526.510 000
43 65 6.09 1 581.960 000
44 59 0.59 1 155.360 000
45 58 0.99 1 596.190 000
46 57 5.97 1 169.590 000
47 57 1.41 533.620 000
48 55 5.43 10.290 000
49 52 5 73 117.320 000
50 52 0.23 1 368.660 000
51 50 6.08 525.76 0 000
52 47 3.63 1 478.870 000
53 47 0.51 1 265.57 0 000
54 40 4.16 1 692.170 000
55 34 0.10 302.16 0 000
56 33 5.04 220.410 000
57 32 5.37 508.35 0 000
58 29 5.42 1 272.680 000
59 29 3.36 4.67 0 000
60 29 0.76 88.870 000
61 25 1.61 831.860 000
0
JUPITER L2 1 47 234 4.321 48 7.113 55
2 38 966 0 0.000 00
3 30 629 2.930 21 529.690 97
4 3 189 1.055 0 522.577 40
5 2 729 4.845 5 536.804 50
6 2 723 3.414 1 1059.381 90
7 1 721 4.187 3 14.227 10
8 383 5.768 419.485 00
9 378 0.760 515.464 00
10 367 6.055 103.093 00
11 337 3.786 3.181 00
12 308 0.694 206.186 00
13 218 3.814 1589.073 00
14 199 5.340 1066.495 00
15 197 2.484 3.932 00
16 156 1 406 1052.268 00

344
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

17 146 3.814 639.897 00


18 142 1.634 426.598 00
19 130 5.837 412.371 00
20 117 1.414 625.670 00
21 97 4.03 110.210 00
22 91 1.11 95.980 00
23 87 2.52 632.780 00
24 79 4.64 543.920 00
25 72 2.22 735.880 00
26 58 0.83 199.070 00
27 57 3.12 213.300 00
28 49 1.67 309.280 00
29 40 4.02 21.340 00
30 40 0.62 323.510 00
31 36 2.33 728.760 00
32 29 3.61 10.290 00
33 28 3.24 838.970 00
34 26 4.50 742.990 00
35 26 2.51 1 162.470 00
36 25 1.22 1 045.150 00
37 24 3.01 956.290 00
38 19 4.29 532.870 00
39 18 0.81 508.350 00
40 17 4.20 2 118.760 00
41 17 1.83 526.510 00
42 15 5.81 1 596.190 00
43 15 0.68 942.060 00
44 15 4.00 117.320 00
45 14 5.95 316.390 00
46 14 1 80 302.160 00
47 13 2.52 88.870 00
48 13 4.37 1 169.590 00
49 11 4.44 525.760 00
50 10 1.72 1 581.960 00
51 9 2.18 1 155.360 00
52 9 3.29 220.410 00
53 9 3.32 831.860 00
54 8 5.76 846.080 00
55 8 2.71 533.620 00
56 7 2.18 1 265.570 00
57 6 0.50 949.180 00
JUPITER L3 1 6 502 2.598 6 7.113 5

345
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2 1 357 1.346 4 529.691 0


3 471 2.475 14.227 0
4 417 3.245 536.805 0
5 353 2.974 522.577 0
6 155 2.076 1 059.382 0
7 87 2.51 515.460 0
8 44 0 0.000 0
9 34 3.83 1 066.500 0
10 28 2.45 206.190 0
11 24 1.28 412.370 0
12 23 2.98 543.920 0
13 20 2.10 639.900 0
14 20 1.40 419.480 0
15 19 1.59 103.090 0
16 17 2.30 21.340 0
17 17 2.60 1 589.070 0
18 16 3.15 625.670 0
19 16 3.36 1 052.270 0
20 13 2.76 95.980 0
21 13 2.54 199.070 0
22 13 6.27 426.600 0
23 9 1.76 10.290 0
24 9 2.27 110.210 0
25 7 3.43 309.280 0
26 7 4.04 728.760 0
27 6 2.52 508.350 0
28 5 2.91 1 045.150 0
29 5 5.25 323.510 0
30 4 4.30 88.870 0
31 4 3.52 302.160 0
32 4 4.09 735.880 0
33 3 1.43 956.290 0
34 3 4.36 1 596.190 0
35 3 1.25 213.300 0
36 3 5.02 838.970 0
37 3 2.24 117.320 0
38 2 2.90 742.990 0
39 2 2.36 942.060 0
JUPITER L4 1 669 0.853 7.114
2 114 3.142 0.000
3 100 0.743 14.227
4 50 1.65 536.800

346
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

5 44 5.82 529.690
6 32 4.86 522.580
7 15 4.29 515.460
8 9 0.71 1059.380
9 5 1.30 543.920
10 4 2.32 1066.500
11 4 0.48 21.340
12 3 3.00 412.370
13 2 0.40 639.900
14 2 4.26 199.070
15 2 4.91 625.670
16 2 4.26 206.190
17 1 5.26 1052.270
18 1 4.72 95.980
19 1 1.29 1589.070
JUPITER L5 1 50 5.26 7.11
2 16 5.25 14.23
3 4 0.01 536.80
4 2 1.10 522.58
5 1 3.14 0.00
JUPTER B0 1 2 268616 3.558 5261 529.690 965 1
2 110090 0 0 .000 000 0
3 109 972 3.908093 1 059. 381 930 0
4 8101 3.6051 522.577 400 0
5 6438 0.3063 536.804 500 0
6 6044 4.2588 1 589.072 900 0
7 1107 2.985 3 1 162.474 700 0
8 944 1.675 426.598 000 0
9 942 2.936 1 052.268 000 0
10 894 1.754 7.114 000 0
11 836 5.179 103.093 000 0
12 767 2.155 632.784 000 0
13 684 3.678 213.299 000 0
14 629 0.643 1 066.495 000 0
15 559 0.014 846.083 000 0
16 532 2.703 110.206 000 0
17 464 1.173 949.176 000 0
18 431 2.608 419.485 000 0
19 351 4.611 2 118.764 000 0
20 132 4.778 742.990 000 0
21 123 3.350 1 692.166 000 0
22 116 1.387 323.505 000 0

347
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

23 115 5.049 316.392 000 0


24 104 3.701 515.464 000 0
25 103 2.319 1 478.867 000 0
26 102 3.153 1 581.959 000 0
JUPITER B1 1 177 352 5.701 665 529.690 965
2 3 230 5.779 4 1 059.381 900
3 3 081 5.474 6 522.577 400
4 2 212 4.734 8 536.804 500
5 1 694 3.141 6 0.000 000
6 346 4.746 1 052.268 000
7 234 5.189 1 066.495 000
8 196 6.186 7.114 000
9 150 3.927 1 589.073 000
10 114 3.439 632.784 000
11 97 2.91 949.180 000
12 82 5.08 1 162.470 000
13 77 2.51 103.090 000
14 77 0.61 419.480 000
15 74 5.50 515.460 000
16 61 5.45 213 300 000
17 50 3.95 735.880 000
18 46 0.54 110.210 000
19 45 1.90 846.080 000
20 37 4.70 543.920 000
21 36 6.11 316.390 000
22 32 4.92 1 581.960 000
JUPITER B2 1 8 094 1.463 2 529.691 0
2 813 3.1416 0 .000 0
3 742 0.957 522.577 0
4 399 2.899 536.805 0
5 342 1.447 1059.382 0
6 74 0.41 1052.270 0
7 46 3.48 1066.500 0
8 30 1.93 1589.070 0
9 29 0.99 515.460 0
10 23 4.27 7.110 0
11 14 2.92 543.920 0
12 12 5.22 632.780 0
13 11 4.88 949.180 0
14 6 6.21 1045.150 0
JUPITER B3 1 252 3.381 529.691

348
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

2 122 2.733 522.577


3 49 1.04 536.800
4 11 2.31 1052.270
5 8 2.77 515.460
6 7 4.25 1059.380
7 6 1.78 1066.500
8 4 1.13 543.920
9 3 3.14 0.000
JUPITER B4 1 15 4.53 522.58
2 5 4.47 529.69
3 4 5.44 536.80
4 3 0 0.00
5 2 4.52 515.46
6 1 4.20 1052.27
JUPITER B5 1 1 0.09 522.58
JUPITER R0 1 520 887 429 0 0.000 000 00
2 25 209 327 3.491 086 40 529.690 965 09
3 610 600 3.841 154 1 059.381930 00
4 282 029 2.574 199 632.783 739 00
5 187 647 2.075 904 522.577 418 00
6 86 793 0.710 01 419.484 640 00
7 72 063 0.214 66 536.804 510 00
8 65 517 5.979 96 316.391 870 00
9 30 135 2.161 32 949.175 610 00
10 29 135 1.677 59 103.092 770 00
11 23 947 0.274 58 7.113 550 00
12 23 453 3.540 23 735.876 510 00
13 22 284 4.193 63 1 589.072 900 00
14 13 033 2.960 43 1 162.474 700 00
15 12 749 2.715 50 1 052.268 380 00
16 9 703 1.906 7 206.185 500 00
17 9 161 4.413 5 213.299 100 00
18 7 895 2.479 1 426.598 200 00
19 7 058 2.181 8 1 265.567 500 00
20 6 138 6.264 2 846.082 800 00
21 5 477 5.657 3 639.897 300 00
22 4 170 2.016 1 515.463 900 00
23 4 137 2.722 2 625.670 200 00
24 3 503 0.565 3 1 066.495 500 00
25 2 617 2.009 9 1 581.959 300 00
26 2 500 4.551 8 838.969 300 00

349
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

27 2 128 6.127 5 742.990 100 00


28 1 912 0.856 2 412.371 100 00
29 1 611 3.088 7 1 368.660 300 00
30 1 479 2.680 3 1 478.866 600 00
31 1 231 1.890 4 323.505 400 00
32 1 217 1.801 7 110.206 300 00
33 1 015 1.386 7 454.909 400 00
34 999 2.872 309.278 000 00
35 961 4.549 2 118.764 000 00
36 886 4.148 533.623 000 00
37 821 1.593 1 898.351 000 00
38 812 5.941 909.819 000 00
39 777 3.677 728.763 000 00
40 727 3.988 1 155.361 000 00
41 655 2.791 1 685.052 000 00
42 654 3.382 1 692.166 000 00
43 621 4.823 956.289 000 00
44 615 2.276 942.062 000 00
45 562 0.081 543.918 000 00
46 542 0.284 525.759 000 00
JUPITER R1 1 1 271 802 2.649 3751 529.690 965 1
2 61 662 3.000 76 1 059.381 930 0
3 53 444 3.89718 522.577 420 0
4 41 390 0 0.000 000 0
5 31 185 4.882 77 536.804 510 0
6 11 847 2.413 30 419.484 640 0
7 9 166 4.759 8 7.113 500 0
8 3 404 3.346 9 1589.072 900 0
9 3 203 5.210 8 735.876 500 0
10 3 176 2.793 0 103.092 800 0
11 2 806 3.742 2 515.463 900 0
12 2 677 4.330 5 1 052.268 400 0
13 2 600 3.634 4 206.185 500 0
14 2 412 1.469 5 426.598 200 0
15 2 101 3.9276 639.897 300 0
16 1 646 5.309 5 1 066.495 500 0
17 1 641 4.416 3 625.670 200 0
18 1 050 3.161 1 213.299 100 0
19 1 025 2.554 3 412.371 100 0
20 806 2.678 632.784 000 0
21 741 2.171 1 162.475 000 0
22 677 6.250 838.969 000 0

350
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

23 567 4.577 742.990 000 0


24 485 2.469 949.176 000 0
25 469 4.710 543.918 000 0
26 445 0.403 323.505 000 0
27 416 5.368 728.763 000 0
28 402 4.605 309.278 000 0
29 347 4.681 14.227 000 0
30 338 3.168 956.289 000 0
31 261 5.343 846.083 000 0
32 247 3.923 942.062 000 0
33 220 4.842 1 368.660 000 0
34 203 5.600 1 155.361 000 0
35 200 4.439 1 045.155 000 0
36 197 3.706 2 118.764 000 0
37 196 3.759 199.072 000 0
38 184 4.265 95.979 000 0
39 180 4.402 532.872 000 0
40 170 4.846 526.510 000 0
41 146 6.130 533.623 000 0
42 133 1.322 110.206 000 0
43 132 4.512 525.759 00 0
JUPITER R2 1 79645 1.358 66 529.690 97
2 8 252 5.777 7 522.577 40
3 7 030 3.274 8 536.804 50
4 5 314 1.838 4 1059.381 90
5 1861 2.976 8 7.113 50
6 964 5.480 515.46400
7 836 4.199 419.48500
8 498 3.142 0.000 00
9 427 2.228 639.897 00
10 406 3.783 1066.495 00
11 377 2.242 1589.073 00
12 363 5.368 206.186 00
13 342 6.099 1052.268 00
14 339 6.127 625.670 00
15 333 0.003 426.598 00
16 280 4.262 412.371 00
17 257 0.963 632.784 00
18 230 0.705 735.877 00
19 201 3.069 543.918 00
20 200 4.429 103.093 00
21 139 2.932 14.227 00

351
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

22 114 0.787 728.763 00


23 95 1.70 838.97 00
24 86 5.14 323.51 00
25 83 0.06 309.28 00
26 80 2.98 742.99 00
27 75 1.60 956.29
28 70 1.51 213.30
29 67 5.47 199.07
30 62 6.10 1045.15
31 56 0.% 1162.47
32 52 5.58 942.06
33 50 2.72 532.87
34 45 5.52 508.35
35 44 0.27 526.51
36 40 5.95 95.98
JUPITER R3 1 3519 6.0580 529.6910
2 1073 1.673 2 536.8045
3 916 1.413 522.577
4 342 0.523 1059.382
5 255 1.196 7.114
6 222 0.952 515.464
7 90 3.14 0
8 69 2.27 1066.50
9 58 1.41 543.92
10 58 0.53 639.90
11 51 5.98 412.37
12 47 1.58 625.67
13 43 6.12 419.48
14 37 1.18 14.23
15 34 1 67 1052.27
16 34 0.85 206.19
17 31 1.04 1589.07
18 30 4.63 426.60
19 21 2.50 728.76
20 15 0.89 199.07
21 14 0.96 508.35
22 13 1.50 1045.15
23 12 2.61 735.88
24 12 3.56 323.51
25 11 1.79 309.28
26 11 6.28 956.29
27 10 6.26 103.09

352
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

28 9 3.45 838.97

353
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

Tentang Penulis
Jean Meeus, lahir pada tahun 1928, belajar matematika di
Universitas Louvain (Leuven) di Belgia, di mana ia
menerima gelar diploma pada tahun 1953. Sejak itu dia
menjadi ahli meteorologi di Bandara Brussels. Minatnya
secara khusus adalah astronomi bola dan matematika.
Dia adalah anggota beberapa asosiasi astronomi dan
penulis berbagai karya ilmiah. Dia penulis kedua the
Canon of Solar Eclipses (1966), the Canon of Lunar
Eclipses (1979) dan the Canon of Solar Eclipses (1983).
Rumus-rumus astronomi-nya untuk Kalkulator (1979
dan 1982) telah banyak diakui oleh astronom amatir dan
profesional. Lebit lanjut, karyanya diterbitkan oleh
Willmann-Bell, Inc, yakni Astronomical Table of the Sun,
Moon and Planets (1983), Elements of Solar Eclipse 195I -
2200 (1989) dan Transit (1989). Untuk kontribusinya
yang begitu banyak bagi astronomi, makapada tahun
1981 the International Astronomical Union
mengumumkan penamaan asteroid 2213 Meeus untuk
menghormatinya
.Tentang Buku Ini dari Pendahuluan Roger Sinnott
Di bidang perhitungan benda-benda langit, sudah sejak lama Jean Meeus telah mendapatkan pujian dan
rasa hormat bahkan sebelum mikrokomputer dan kalkulator saku muncul di pasar. Ketika ia mempublikasikan
rumus-rumus Astronomi untuk Kalkulator pada tahun 1979, yang secara praktis merupakan buku satu-
satunya dalam "genre"nya. Dengan cepat menjadi sumber segala sumber, bahkan untuk penulis lain di bidang
tersebut. Banyak dari mereka telah menyatakan pengakuan untuk meminjam (atau harus memiliki), mengutip
karyanya, yang berupa instruksi dan metode yang jelas dan tak tertandingi.
Dan sekarang, astronom Belgia itu belum menyerah! Hampir setiap buku pegangan sebelumnya terkait
perhitungan benda-benda langit (termasuk karyanya sendiri sebelumnya) harus mengandalkan rumus-rumus
perhitungan Matahari, Bulan, dan planet-planet yang dikembangkan pada abad terakhir atau setidaknya
sebelum tahun 1920. Pada 10 tahun yang lalu, bagaimanapun juga, kita telah melihat sebuah revolusi
menakjubkan dalam dunia observatorium utama yang menghasilkan almanak. Jet Propulsion Laboratory di
California dan US Naval Observatory di Washington.DC, yang memiliki metode sempurna didukung mesin
hitung baru untuk pemodelan gerakan dan interaksi benda-benda langit dalam tata surya. Pada saat yang
sama di Paris, the Bureau des Longitudes telah menjadi pusat kegiatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan
gerakan benda langit secara analitis, dalam bentuk persamaan eksplisit.
Sampai saat ini buah karya yang luar biasa ini masih di luar jangkauan masyarakat umum. Datanya
tersimpan dalam gulungan tape magnetik yang hanya cocok untuk manusia atau mesin elektronik yang
mempunyai otak prima. Namun, Algoritma Astronomi (yang dipaparkan dalam buku ini) merubah semua itu.
Dengan bakat luar biasanya untuk segala macam perhitungan, penulis telah membuat teknik perhitungan
modern yang esensial dan mudah dimanfaatkan bagi kita semua.

Dari sebuah Review


Ada kalanya seorang astronom amatir ingin melakukan perhitungan yang mendukungnya atau
pengamatannya. Algoritma astronomi merupakan referensi yang patut dimiliki untuk hal ini. Karya Jean Meeus
ini mengumpulkan sebagian besar algoritma dan teknik komputasi yang pengamat inginkan, meliputi
transformasi koordinat, tempat tampak sebuah bintang, posisi benda tata surya, prediksi gerhana, dan banyak
lagi. Dilengkapi dengan diskusi memadai untuk membuat rumus-rumus benar-benar dipahami pemula, dan
hampir setiap algoritma termasuk numerik sepenuhnya dilakukan dengan contoh ... . Ini adalah referensi yang
sangat berguna, layak untuk dimiliki, bahkan jika anda tidak perlu melakukan perhitungan tertentu.
Keterangan yang menyertainya sangat membantu untuk memahami bagaimana teori mekanik sunnatullah
diterapkan dalam praktek. ... Tidak ada keraguan bahwa buku ini adalah nilai yang sangat baik untuk belanja

354
Astronomical Algorithm (Algoritma Astronomi) Jean Meeus

anda, dan bersama-sama disertakan compact disc, komputer-minded astronom tidak akan pernah ingin
melewatinya.
Majalah Sky & Telescope
Tentang Sampul Depan
Urania, Pemikir astronomi dari Yunani ditunjukkan
dengan bintang tiara dan memegang matahari dan bulan. dia
dikelilingi oleh peri menggambarkan lima planet yang terang.
Diadopsi dari Johannes Hevelius' Firmamentum Sobiescianum
sive Uranographia (1687).

ISBN 0-943396-35-2 P.O. Box 35025 • Richmond, Virginia 23235


United States of America • (804) 320-7016

355

Anda mungkin juga menyukai