Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan
(cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang, biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat
berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan utama di dunia
setelah katarak. Data dari WHO (2011) menggambarkan bahwa saat ini terdapat
285 juta orang menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami
kebutaan, 90% penderitanya berada di negara berkembang. Sedangkan menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2007, prevalensi nasional Glaukoma adalah 0,5%. Terdapat
sembilan provinsi yang mempunyai prevalensi Glaukoma diatas prevalensi
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Tengah, dan Gorontalo.
Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata
lainnya (glaukoma primer). Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk
yang tersering, bersifat kronik dan bersifat progresif, menyebabkan pengecilan
lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang muncul perlahan dan
sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang
ekstensif. Diagnosa glaukoma primer sudut terbuka jika pada pemeriksaan
didapatkan adanya peningkatan tekanan intraokular, gambaran kerusakan diskus
optikus dan defek lapang pandang. Adapun bentuk lain dari glaukoma yaitu
glaukoma primer sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma
sekunder sudut tertutup, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut.
Normal-tension glaucoma (NTG) adalah bentuk glaukoma sudut terbuka
yang ditandai dengan neuropati optik glaukoma pada pasien dengan pengukuran

1
TIO konsisten lebih rendah dari 21 mmHg. Beaver Dam Eye Study melaporkan
bahwa hampir sepertiga dari pasien glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai
memiliki NTG. Penelitian lain menunjukkan bahwa sebanyak dua pertiga dari
pasien Jepang dengan glaukoma telah NTG.
NTG ini juga diartikan sebagai Low tension glaucoma (LTG) dan sering
disamakan dengan pseudoglaucoma. Glaukoma sudut terbuka dengan tekanan
intraokuler di bawah normal ini pertama kali diobservasi oleh Albrecht von
Grafes tahun 1875. Bagi kebanyakan oftalmologis, NTG sulit didiagnosis karena
biasanya glaukoma ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular.
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan
efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler
(tonometri), inspeksi diskus optikus, dan penurunan lapangan pandang secara
teratur.
Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi,
tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimptomatik
mengharuskan adanya kerjasama dan bantuan dari semua petugas kesehatan.
Oftalmoskopi dan tonometri harus merupakan bagian dari pemeriksaan fisik rutin
pada semua pasien yang berusia lebih dari 35 tahun. Pemeriksaan-pemeriksaan
ini terutama penting pada pasien yang mempunyai riwayat glaukoma pada
keluarganya. Maka dari itu penting bagi kita sebagai dokter layanan primer untuk
dapat mendeteksi secara dini glaukoma pada masyarakat agar dapat ditatalaksana
sesegera mungkin.

I.2. BATASAN MASALAH


Dalam Meet the Expert (MTE) ini akan dibahas mengenai glaucoma
normotension.

I.3. TUJUAN PENULISAN


Penulisan Meet the Expert (MTE) ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang glaucoma normotension.

I.4. METODE PENULISAN


Penulisan Meet the Expert (MTE) ini menggunakan berbagai literature sebagai
sumber kepustakaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI CORPUS SILIARIS


Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6mm).
Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana dan
zona datar, pars plikata. Prosesus siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang
bermuara ke vena-vena korteks.Prosesus siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai
pembentuk akuos humor.

Gambar 1. Struktur segmen anterior.

3
Gambar 2 . iris dan sorpus ciliaris

Komposisi Humor Akuos


Humor Akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumnya sekitar 250 ml/men. Tekanannya sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi serupa dengan plasma tetapi cairan ini memiliki komposisi
askorbat,piruvat, dan laktat yang lebih tinggiu dan protein,urea, dan glukosa yang
lebih rendah.

Pembentukan Akuos Humor


Akuos humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafitrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera anterior ke jalinan trabekular di
sudut kamera anterior. Selama periode ini terjadi pertukaran diferensial komponen-
komponen dengan darah dari iris.Peradangan atau trauma intraokuler menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein (humor akuos plasmoid) dan sangat mirip serum
darah.

4
Gambar 3. Proses pembentukan akuos humor oleh epitel siliaris

Aliran Keluar Akuos Humor


Organ yang berperan pada outflow akuos pada sudut COA disebut trabekulum
(trabecular meshwork). Struktur seperti ayakan terdiri dari tiga bagian yakni: uveal
meshwork,korneoskleral dan meshworkendothelial meshwork (juxta canalicullar).
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor akues juga meningkat. Sejumlah
kecil humor akuos keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela
sklera (aliran uvoskleral).

5
Gambar 4. Sirkulasi dan drainase Humor Akuos

 Glaukoma akan terjadi apabila cairan mata di dalam bola mata alirannya tidak
seimbang antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow )

Gambar 5. Aliran Humor akuos abnormal

II.2. DEFENISI
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (Cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang,
biasana disertai peningkatan tekanan intraokular.
Low tension glaucoma atau disebut juga glaucoma normotension adalah
suatu varian dari glaukoma sudut terbuka (Kelainan drainase sudut bilik mata
depan), dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap syaraf/nervus opticus
dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski tekanan di dalam bola matanya

6
tetap normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil,
dengan kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana
mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang
tersebut dari retina menuju ke otak. Kondisi ini dikarakteristikan oleh kerusakan
syaraf optik yang progresif dan kehilangan penglihatan samping/peripheral
vision (visual field) meskipun tekanan dalam mata (intraocular pressure) berada
dibatas-batas normal atau bahkan dibawah normal. Tipe glaukoma ini dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan yang berulang-ulang oleh seorang dokter mata
untuk mendeteksi kerusakan syaraf atau kehilangan penglihatan bidang (visual
field). Glaucoma normotension mendapat perhatian penelitian yang cukup
banyak karena penyebabnya dan perawatannya masih belum menentu.

II.3. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, lebih dari 15-25% pasien dengan glaukoma sudut
terbuka primer merupakan glaucoma normotension. Berdasarkan Baltimore Eye
Study, 50% pasien dengan gambaran disc glaukomatous dan perubahan lapang
pandang memiliki tekanan intra okular dibawah 21 mmHg pada kunjungan
pertama, dan 33% memiliki tekanan intra okular kurang dari 21 mmHg pada 2
kali pemeriksaan. Prevalensi glaucoma normotension meningkat di Jepang.
Glaucoma normotension lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. Umur
rata-rata pasien dengan glaucoma normotension adalah 60 tahun; lebih tua
daripada pasien glaukoma sudut terbuka primer.

II.4. FAKTOR RESIKO


Sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
insiden dan tingkat keparahan dari glaucoma normotension . Adapun beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya glaucoma normotension adalah:
1. Faktor resiko umum
Glaucoma normotension lebih sering terjadi pada orang-orang berusia
lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Terdapat riwayat keluarga yang menderita glaucoma normotension dan
penyakit ini bersifat progresif.

7
a. Faktor resiko ocular
1. Tekanan intraocular
Pada kebanyakan kasus dari glaucoma normotension, tekanan intaokular
biasanya bervariasi, akan tetapi masih dalam batas normal. Tekanan intraokular
menjadi faktor resiko penting untuk perkembangan dari glaucoma
normotension, sama seperti pada hipertensi okular. Dengan menurunkan tekanan
intraokuler, terdapat penurunan angka insiden sebanyak 30 %.

2. Perdarahan diskus optikus


Perdarahan diskus optikus terdapat pada glaukoma sudut terbuka, baik
pada peningkatan atau normal tekanan intraokular. Angka kejadiannya 5 kali
lebih sering pada glaucoma normotension. Perdarahan yang terjadi berbentuk
flame-shaped hemorrage . Daerah yang biasa terkena adalah bagian temporal,
dengan kuadran superotemporal lebih sering dikenai dibanding kuadran
inferotemporal. Biasanya hilang timbul, dan membaik selama 4 sampai 6
minggu.
Flame shaped hemorrhage berhubungan dengan notching dari
neuroretinal rim, defek dari neuro fibre layer, dan perburukan dari lapangan
pandang.
3. Peri papillary defect
Ini merupakan atropik dari epithelium pigmen retina dan kapiler koroid di
daerah sekitar papil.

b. Faktor resiko sistemik


a. Spasme vaskuler perifer oleh udara dingin (Raynaud’s phenomenon)
b. Migraine
c. Hipotensi sistemik nocturnal dan pengobatan berlebihan dari hipertensi sistemik
d.Penurunan dari kecepatan aliran darah pada arteri oftalmika, ketika diukur
menggunakan USG Doppler
e. Krisis hemodinamik, termasuk infark miokard dan hipotensi selama perioperatif

II.5. ETIOPATOGENESIS
Penyebab neuropati glaukoma bisa dibagi atas 2 yakni pressure dependent
causes dan pressure independent causes. Aliran tekanan intraokular pada

8
glaukoma tergantung pada aliran darah yang mendarahi papil nervus optikus.
Aliran darah ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk tekanan darah,
tekanan intraokular, resistensi vaskular, dan mekanisme autoregulasi. Viskositas
dan kekentalan darah juga memiliki pengaruh dalam perfusi jaringan. Hal ini
penting diketahui untuk bisa menentukan terapi yang tepat pada glaucoma
normotension.
Terdapat 2 mekanisme yang mempengaruhi pathogenesis dari NTG:
A. Pressure dependent mechanism
Pada beberapa kasus, NTG tidak dapat dibedakan dari glaucoma sudut terbuka
primer. Akan tetapi, pada NTG, terdapat peningkatan sensitivitas terdapat tekanan
intraokuler yang normal.
Tekanan intraokuler bisa menjadi lebih tinggi pada NTG dari pada populasi
umum. Pada NTG, pasien dengan peningkatan tekanan intraokuler asimetrik, mata
dengan tekanan intraokuler yang lebih tinggi memiliki krusakan nervus optikus
yang lebih buruk.
Hal ini didukung oleh studi NTG. Studi ini memperlihatkan bahwa kombinasi
tatalaksana dengan obat-obatan, laser, dan pembedahan menurunkan tekanan
intraokuler sebesar 30% disbanding tidak ada pengobatan yang diberikan, pada
pasien dengan NTG. Penurunan tekanan intraocular ini memperlambat rasio
timbulnya glaucomatous pada beberapa pasien.
Burgoyne, pada tahun 2000, mengatakan bahwa terdapat perubahan anatomi
dari papil nervus optikus pada NTG. Mekanisme dari kerusakan nervus optikus
pada NTG, mirio dengan glaucoma sudut terbuka primer, seperti teori mekanik dan
iskemik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous .

Teori mekanik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous


Menurut teori ini, peningkatan tekanan intraocular mendistorsi lamina
cribrosa, melalui kompresi dari akson dan mempengaruhi aliran axoplasmik. Pada
NTG, terdapat kelemahan pada komponen structural dari saraf. Defek dari jaringan
ikat pada lamina atau pada jaringan penunjang glial meningkatkan kerusakan pada
saraf, walaupun pada tekanan yang normal.

9
Teori iskemik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous
Berdasarkan teori ini, elevasi dari tekanan intraocular menyebabkan iskemia
relative dari papil nervus optikus, yang dapat merusak akson.
Hipoperfusi dari papil nervus optikus memainkan peranan utama dalam
perkembangan NTG. Sepertiga dari pasien NTG mempunyai riwayat episode
hipotensi akut (perdarakan gastro-intestinal dan uterus, serangan jantung, hipotensi
anestesi yang berat, gagal jantung kongestif, dan hipotensi postural.

B. Pressure Independent mechanism


Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi aliran darah ke papil nervus
optikus. Bentuk non progressive dari NTG terdapat pada keadaan shock atau
kehilangan darah, dan bentuk progressive terdapat pada vasospasme, hipotensi
sistemik dan pembekuan darah abnormal. Dapat disimpulkan bahwa pada NTG,
terdapat kerusakan pembuluh darah yang dapat berakibat kurangnya perfusi ke papil
nervus optikus, retina, khoroid, atau pembuluh darah retrobulbar, sebagai akibat dari
vaso-sclerosis, penyakit pembuluh darah kecil, vasospasme atau disfungsi
autoregulasi.

Glaucoma normotension bisa disebabkan oleh:


1. Gangguan aliran darah
Aliran darah yang abnormal ini dipengaruhi oleh adanya vasospasme dan
gangguan vasospastik yang mendarahi nervus opticus. Terdapat beberapa contoh
penyakit akibat vasospasme ini contohnya pada migren dan fenomena Raynaud.
Drance dan kawan- kawan menemukan terjadinya penurunan aliran kapiler pada
pasien glaucoma normotension yang dianggap akibat vasospasme dari etiologi
yang mendasarinya.
Beberapa penelitian telah membuktikan bagaimana efek vasospasme. Efek
vasospasme bisa reversibel yaitu dengan pemberian calcium chanel blocker
(CCB) yang menyebabkan relaksasi pada pembuluh darah. Kitazaw et al
membuktikan bahwa dengan penggunaan calcium antagonist, nifedipine selama 6
bulan pada pasien, sebagian kecilnya menunjukkan perbaikan lapangan pandang.
Angiotensin adalah vasokonstriktor kuat dan hal ini menunjukkan bahwa
angiotensin converting enzym (ACE) inhibitors dapat digunakan sebagai terapi
medikamentosa pada glaucoma normotension.

10
2. Hipotensi sistemik
Hubungan mekanisme hipotensi sistemik dengan patogenesis terjadinya
neuropati optikus pada normal tension glaukoma sudah dilakukan oleh beberapa
peneliti diantaranya, Hayreh et al melakukan monitoring tekanan darah 24 jam
pada pasien glaucoma normotension, ischemia optic neuropathy(AION), POAG.
Hasilnya yaitu terdapat penurunan tekanan diastolik malam hari yang lebih besar
pada pasien glaucoma normotension.
Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa penurunan nocturnal blood
pressure pada pasien glaucoma normotension yang menggunakan obat hipotensi
oral harus lebih diperhatikan, dan hal tersebut harus dimodifikasi segera.

3. Gangguan pembekuan darah


Penelitian tentang peranan gangguan pembekuan darah terhadap
glaukoma telah banyak dilakukan. Sebuah penelitian dari O’Brain et al
menemukan adanya hubungan aktivasi cascade pembekuan darah dan jalur
fibrinolisis antara glaukoma sudut terbuka primer dan glaucoma normotension
yang terkontrol, walaupun penemuan ini lebih banyak dijumpai pada glaukoma
sudut terbuka primer. Hamred et al menemukan penurunan aliran darah pada
glaucoma normotension dan juga peningkatan agregasi sel darah merah, pada
penilitiannya yang menggunakan Doppler laser.

4. Faktor lainnya
Drance menemukan bahwa riwayat syok hipotensi atau kehilangan darah
hebat berkala ditemukan pada pasien glaucoma normotension. Golberg et al
menemukan bahwa pada pasien glaucoma normotension memiliki insiden
penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan kelompok ocular
hipertensive. Ong et al menemukan insiden infark serebral lebih tinggi pada
pasien glaucoma normotension dibandingkan kontrol seusianya.
Walaupun TIO pada glaucoma normotension dalam batasan normal,
tetapi masih dianggap bahwa TIO adalah faktor risiko dalam perkembangan dan
progresifitas dari penyakit. Oleh karena itu, menurunkan TIO merupakan salah
satu pilihan terapi pada glaucoma normotension. Menurut Chrichton et al
menemukan bahwa adanya perbedaan TIO (1-5 mmHg) kedua mata,

11
menyebabkan kerusakan lapang pandang menjadi lebih buruk pada mata dengan
TIO yang lebih tinggi.
Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat atau
cairan bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola mata
tinggi, serabut-serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan mengalami
kematian. Besarnya kerusakan tergantung pada besarnya dan lamanya tekanan,
maupun buruknya aliran darah disaraf optik.
Tekanan yang sangat tinggi akan menyebabkan kerusakan yang cepat,
sedangkan tekanan yang tidak tinggi akan menyebabkan kerusakan yang
perlahan-lahan dan akan menyebabkan kebutaan perlahan-lahan dan akan
menyebabkan kebutaan perlahan-lahan pula apabila tidak segera ditangani.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor aquous,
hambatan terhadap aliran aqueous dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut diatas dapat menyebabkan
peningkatan TIO, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan
terhadap aliran humor aqueous. Namun pada glaucoma normotension banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan tidak terjadinya peningkatan TIO
bahkan selalu normal. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
glaukoma jenis ini, namun penyebab pastinya tidak diketahui. Ketidaknormalan
perfusi nervus optik akan meningkatkan terjadinya kerusakan pada nervus optik.
Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan
kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan
kematian dari sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari
retina menuju ke otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena
hubungannya dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih
dalam batas normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari
normal juga seringkali dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang
lebih lanjut. Glaukoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-
orang yang memiliki riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada
wanita. Beberapa penelitian menebak peningkatan viskositas dan
hiperkoagubilitas darah, dan peningkatan TIO berada diatas normal dipengaruhi
oleh variasi diurnal postural sangat berpengaruh.

12
II.6 GEJALA KLINIS
Pasien dengan low tension glaucoma memperlihatkan peningkatan perubahan
glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa peningkatan
tekanan intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa kriteria yaitu:
 Tekanan intraokular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi 24
mmHg.
 Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
 Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang disertai
defek lapangan pandang.
 Kerusakan glaumatosa yang progresif.
 Tidak ada kelainan ocular atau sistemik lain yang dapat menyebabkan
galukoma.
Glaukoma Normotension juga merupakan variasi dari Primary Open Angle
Glaucoma. Bisa juga disebut “Pseudoglaucoma”, “Posterior Glaucoma”, “Para
Glaucoma”, atau “Low-tension Glaucoma”.

II.7 PEMERIKASAAN OFTALMOLOGI


A. Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia
lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24
mmHg. Tekanan bola mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat
dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami fluktuasi 1-2 mmHg dan pada
jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik lagi. Hal ini
dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,3)
Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut terbuka
terdapat empat tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama sepanjang hari; 2)
Falling type, puncak TIO terdapat pada waktu bangun tidur; 3) Rising type,
puncak TIO didapat pada malam hari; 4) Double variation; puncak TIO
didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari. Menurut Downey, jika pada sebuah
mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg ataupun selalu terdapat
perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka menunjukan kemungkinan suatu
glaukoma primer sudut terbuka, meskipun TIO normal.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa.

13
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa
pasien mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis
diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau
kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terus-menerus meninggi
sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi okular),
pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.
Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz,
tonometer digital, tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg. Pengukuran
tekanan intraokular yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan
untuk meratakan daerah kornea tertentu.
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur
tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Tonometer
schiotz merupakan alat yang paling praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola
mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan melihat daya tekan alat pada
kornea, karna itu dinamakan juga tonometri indentasi schiotz. Dengan tonometer
ini dilakukan penekanan terhadap permukaan kornea menggunakan sebuah beban
tertentu. Makin rendah tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang
pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan
skala tonometer ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam
mmHg. Kelemahan alat ini adalah mengabaikan faktor kekakuan sklera.
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap
tekanan bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah
dengan merasakan reaksi kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan
penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola mata dengan cara
digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2, N+3, dan sebaliknya N-1 sampai
seterusnya.
Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial
tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6
mmHg dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.

B. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan


Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata
depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan

14
oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan
kedalaman bilik mata depan perifer menggunakan slitlamp, yang umumnya
digunakan yaitu teknik Van Herick. Dengan teknik ini, berkas cahaya langsung
diarahkan ke kornea perifer, menggunakan sinar biru untuk mencegah penyinaran
yang berlebihan dan terjadinya miosis. Pada teknik ini, kedalaman sudut bilik
mata depan (PAC) dibandingkan dengan ketebalan kornea (CT) pada limbus
kornea temporal dengan sinar sudut 60º.
Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi
yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Dengan
gonioskopi juga dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut
terbuka, selain itu juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer
ke bagian depan.
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit.
Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.

C. Penilaian Diskus Optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang
ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun
saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-
serat tersebut.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik
yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai
pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Hasil akhir proses
pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan “bean
pot”, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus misalnya
cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila terdapat kehilangan
lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus
lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata
diindikasikan adanya atrofi gluakomatosa.

15
Gambar 6. Diskus optikus yang membesar dengan cupping yang melebar.
dengan kehilangan bagian inferior dan nasal

Pada galukoma normotension, gambaran klinis dari kerusakan nervus


optikus sama dengan Glaukoma dengan peningkatan TIO. Rasio cup/disc pada
NTG lebih besar dibandingkan pada Galukoma dengan peningkatan TIO.
Gambaran cup pada NTG lebih pucat dan landai dengan pinggir diskus optikus
lebih tipis pada daerah inferior dan inferotemporal. Defek lapangan pandang pada
NTG lebih terlokalisasi. Kemudian tampak defek serabut papilomakular difus
dengan pinggir yang curam. Pada retinal nerve fiber layer ditemukan perubahan
yang lebih awal pada NTG dan defek inferior yang terlokalisasi. Perdarahan
diskus juga sering muncul pada NTG yang dapat meningkatkan progresifitas
kehilangan lapangan pandang yaitu 8,2 % per tahun dibandingkan tanpa
perdarahan diskus yang hanya 3,6% per tahun. Pada NTG juga ditemukan area
parapapiler avaskular dan zona beta yang lebih luas dibandingkan pada glaukoma
dengan peningkatan TIO. Pemeriksaan Central Corneal Thickness (CCT) pada
NTG lebih kecil dibandingkan pada Glaukoma sudut terbuka primer.

D. Pemeriksaan Lapangan Pandang


Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata
dalam sikap diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah
90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah.
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah
automated perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter
Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.
Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan
pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser

16
perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah kemudian dicari batas-batas pada
seluruh lapangan pada saat benda mulai terlihat.
Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling
dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang terletak pada 30
derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi
secara legal buta.

II. 8 DIAGNOSIS BANDING

Normal tension Glaucoma dapat mirip dengan banyak kondisi, sehingga


diagnosis NTG merupakan sebuah ekslusi. Dalam menegakkan diagnosis NTG ini
harus betul-betul jeli untuk memisahkan berbagai jenis diagnosis banding tersebut,
karena pengobatan masing-masing diagnosis ataupun etiologi tersebut sangat berbeda.
Pemeriksaan-pemeriksaan khusus seperti pengukuran tekanan intraokuler diurnal dan
Central Cornel Thickness (CCT) dapat dilakukan pada pasien-pasien yang dicurigai
dengan NTG. Diagnosis banding dari normal tension glaucoma dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini:

17
Diagnosis banding Normal Tension Glaukoma

High tension glaucoma yang tak terdeteksi


Galukoma sudut terbuka primer dengan variasi TIO diurnal
Peningkatan TIO intermitten
Glaukoma sudut tertutup
Krisis glaukomatosiklitis
Peningkatan TIO sebelumnya
Riwayat glaucoma sekunder (seperti corticosteroid induced-glaucoma, uveitis
glaucoma, pigmentary glaucoma dan riwayat trauma)
Mata dengan TIO normal namun punya riwayat peningkatan TIO
Penggunaan obat-obatan yang befek penurunan TIO
Tonometric error
Penyakit nervus optikus non-glaukomatosa
Kelainan congenital
Lesi akibat penekanan nervus optikus dan Chiasma optikum
Shock optis neuropathy
Neuropati iskemik optic anterior
Kelainan retina

II.9 PENATALAKSANAAN

Kriteria untuk melakukan terapi NTG berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Colaborative Normal-Tension Galucome Study yaitu ancaman timbulnya
kehilangan lapangan pandang, pendarahan diskus dan catatan perkembangan
lapangan pandang dan nervus optikus. Tujuan terapi adalah untuk menurunkan
tekanan intra okular serendah mungkin. Menurut Deborah Kamal, terapi tidak
disarankan pada pasien dengan NTG yang stabil. Terapi diberikan kepada pasien
NTG yang progresif, yaitu pada pasien dengan perburukan lapang pandangan
sehingga memperbaiki kualitias hidupnya dan efek samping pengobatan dapat
dihindari.

Terapi medikamentosa pada NTG diantaranya menggunakan Calcium Channel


Blocker (CCBs) karena potensinya untuk meningkatkan perfusi pada nervus

18
optikus. Namun perlu diwaspadai munculnya efek samping dari penggunaan
terapi ini diantaranya hipotensi sistemik.

Pengunaan obat-obatan topikal juga sering dilakukan pada kasus NTG ini
sama seperti kasus glaukoma sudut terbuka primer. Pengobatan dilakukan pada
satu mata, dimana mata yang lain menjadi kontrol respon terapi.

Penggunaan analog prostaglandin dapat membantu menurunkan tekanan


intraocular, bahkan dapat lebih rendah dari tekanan vena episkleral. Selain itu
penggunaan beta bloker topikal, carbonic anhidrase inhibitor dan α2-agonist
dapat ikut membantu menurunkan tekanan intra okular. Namun efek lain seperti
proteksi neuron dan peningkatan sirkulasi okuler belum dapat ditunjukkan.

Jika terapi medikamentosa tidak memberikan hasil maka laser trabeculoplasti


dapat digunakan untuk pilihan terapi selanjutnya. Glaucoma filtering surgery
digunakan untuk mendapatkan tekanan intra okular terendah yang
dikombinasikan dengan penggunaan antifibrotic agent seperti 5-fluorourasil atau
mitomicyn C untuk meningkatkan tingkat kesuksesan operasinya.

19
Diagram 1 . Evaluasi Pasien dengan NTG

TIO yang tidak bisa ditoleransi oleh nervus optikus akan tetap menjadi faktor
resiko utama glaukoma, mengesampingkan tipe dari glaukoma tersebut. Penelitian
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan seseorang ‘sensitif’ terhadap tekanan
intraocular tertentu masih tetap dilanjutkan, dengan fokus pada trabecular meshwork,
status imunologi, variasi genetik, aliran darah, dan apoptosis. Dengan penelitian ini
diharapkan nantinya perbedaan antara NTG dengan Glaukoma primer sudut terbuka
akan lebih jelas.

20
II.10 KOMPLIKASI
Kehilangan penglihatan yang permanen dapat muncul jika NTG tidak
terdeteksi lebih awal.

II.11 PENCEGAHAN
NTG tidak bisa dicegah, tetapi dengan pemeriksaan reguler oleh spesialis
mata, progresifitas penyakit diharapkan dapat dihindari.

II.12 PROGNOSIS
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol
tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa
luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus
berlanjut).

21
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Normotension glaucoma adalah neuropati optik kronik yang terjadi pada orang
dewasa dengan gambaran karakteristik cupping optic disc dan kehilangan lapang
pandang yang mirip dengan Glaukoma sudut terbuka primer tekanan intraokuler yang
normal secara konsisten, yaitu kurang dari 21 mmHg.

Patofisiologi dan patogenesis NTG belum diketahui secara pasti, namun


diyakini ada beberapa teori yang dapat menjelaskannya yaitu teori mekanis dan teori
vaskular. Ketidaknormalan perfusi nervus optik akan meningkatkan terjadinya
kerusakan pada nervus optik. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubungannya
dengan kurangnya sirkulasi darah di nervus optikus, yang mana mengakibatkan
kematian dari sel-sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina
menuju ke otak. Sebagai tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya
dengan tekanan dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas
normal tinggi (high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga
seringkali dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut. NTG
ini paling sering terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat penyakit pembuluh
darah, orang Jepang atau pada wanita.

Diagnosis NTG merupakan diagnosis ekslusi karena begitu banyaknya


diagnosis banding untuk penyakit ini. Tatalaksana NTG dapat bersifat konvensional
berupa medikamentosa dengan prostaglandin, analog prostaglandin, Calcium Channel
Blocker. Penggunaan beta blocker dan agonis alpha adrenergik masih terdapat
perbedaan pendapat, dan terapi operatif dengan indikasi-indikasi tertentu.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Asylor. Riordan, Paul. ( 2010)


Glaukoma: Oftalmologi Umum. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. 220- 238.
2. Mundrof.K Thomas. (2001) Normo Tension Glaucoma. Clinical Pathway of
Glaucoma. Thieme. New York.71-78
3. Ilyas, S. (2007) Glaukoma: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Hasanudin. Jakarta. 110-115.
4. http://emedicine.medscape.com/article/1205508-followup#a2649. Glaucoma,
Low Tension Follow-Up. Diunduh tanggal 31 Oktober 2012.
5. Babar, Tariq farooq, dkk. Normal Tension Glaucoma. Pak J Ophthalmol 2006,
Vol. 22 No. 2
6. Azuara, Agusto. Handbook of Glaucoma. Normal Tension Glaucoma 105-
109. United Kingdom. 2002.
7. Riset Kesehatan Dasar - Departemen Kesehatan Republik Indonesia, diakses
dari www.ppid.depkes.go.id/index.php?option=com_docman pada tanggal 30
Oktober 2012.
8. Deborah Kamal, Roger Hitchings. Br J Ophthalmol 1998. Normal tension
glaucoma-a practical approach ;82:835-840.
9. Basic and Clinical Science Course, Section 10 : Glaucoma. Open-Angle
Glaucoma, Chapter 4 (96-100). American Academy of Ophthalmology. San
Fransisco .2012.

23

Anda mungkin juga menyukai