Unit 3 Ekwan
Unit 3 Ekwan
CUPLIKAN KUADRAT
Disusun Oleh :
Nama NIM
Retno Juliana B1J009045
Nina Rohati B1J009081
Devi Olivia M B1J009088
Sukenda B1J009090
Yunika Rachman B1J009092
Haryanto B1J009099
Yeni Kusuma W B1J009101
Kelompok : 10
Asisten : Elisabet R R B H
A. Latar belakang
Keberadaan dan kepadatan suatu populasi suatu jenis hewan tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan ada dua yaitu
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Kehidupan hewan tanah sangat tergantung
pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah
di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu (Odum, 1998).
Menurut Heddy (1989), faktor lingkungan abiotik secara besarnya dapat dibagi
atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air,
porositas dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar
organik tanah dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat
menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat. Faktor
lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di
habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewan lainya.
Pada komunitas itu jenis-jenis organisme itu saling berinteraksi satu dengan yang
lainnya. Interaksi itu bisa berupa predasi, parasitisme, kompetisi dan penyakit. Bahan
organik diurai menjadi senyawa anorganik oleh dekomposer akan menghasilkan atau
suplai unsur hara, cacing tanah memegang peranan penting. Cacing tanah selain
berperan dalam penyediaan unsur hara tanah juga berperan dalam proses aerasi dan
drainase dari tanah, hal ini penting dalam perkembangan tanah. Faktor lingkungan
mempengaruhi populasi suatu organisme. Reptil, ampibi, ikan, serangga dan seluruh
invertebrat lain mempunyai sedikit atau tidak mempunyai pusat pengatur suhu tubuh.
Dasar dari proses kimia dalam metabolisme organisme tersebut, karenanya
pertumbuhan dan aktivitasnya dipengaruhi oleh temperature lingkungan secara
langsung (Suin, 1997).
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah suatu bentangan
alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan hasil proses pelapukan
batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari organisme tanah dan hasil pelapukan
sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah bahwa hewan tanah merupakan bagian dari
ekosistem tanah. Dengan demikian, kehidupan hewan tanah sangat di tentukan oleh
faktor fisika-kimia tanah, karena itu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor
fisika-kimia tanah selalu diukur. Hewan tanah diklasifikasikan menurut ukuran
tubuhnya, yaitu dibagi dalam dua golongan besar hewan makro tanah dan mikro
tanah. Hewan makro tanah yang penting adalah preparat dan pemakan serangga;
Mirriapoda (kaki seribu); Bubuk (Trachelipus); Tungau (Oribata sp.); siput darat;
Sentipoda (kaki seratus); laba-laba dan cacing tanah. Dari semua hewan tersebut
cacing tanah merupakan hewan makro tanah yang penting. Jenis umum cacing tanah
yang ditemukan adalah jenis-jenis Lumbricus terrestris yang berwarna kemerahan
dan jenis Allobophora ciliginosa yang berwarna merah muda pucat (Suin, 1997).
Suin (1997) menyatakan bahwa dalam studi ekologi hewan tanah,
pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh
faktor abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini.
Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi hewan yang di teliti. Pada studi tentang cacing tanah, misalnya pengukuran
pH tanah dapat memberikan gambaran penyebaran suatu jenis cacing tanah. Cacing
tanah yang tidak toleran terhadap asam, misalnya, tidak akan ditemui atau sangat
rendah kepadatan populasinya pada tanah yang asam.
Salah satu yang cukup sulit dalam mempelajari ekologi hewan tanah adalah
masalah pengenalan jenis. Pada tanah hidup hampir semua golongan hewan mulai
dari protozoa sampai mamalia. Seseorang yang mempelajari ekologi hewan tanah
minimal dapat mengenal kelompok (genera atau famili, minimal ordo) dari hewan
tanah yang dipelajari. Studi tertentu haruslah dapat diidentifikasi sampai tingkat jenis
(spesies) dari hewan tanah yang diteliti (Suin, 1997).
Pengukuran faktor fisika-kimia tanah dapat di lakukan langsung di lapangan dan
ada pula yang hanya dapat diukur di laboratorium. Pengukuran faktor fisika-kimia
tanah di laboratorium maka di lakukan pengambilan contoh tanah dan dibawa ke
laboratorium. Hewan tanah dapat pula di kelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya,
kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan makannya. Berdasarkan
ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna,
dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 mikron sampai dengan 200
mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai dengan 1 cm, dan makrofauna > 1 cm
ukurannya (Suin, 1997).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kerapatan hewan tanah.
II. DESKRIPSI LOKASI
4.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah silinder sampling
dengan diameter 4 cm dari bahan plastik (pralon), cawan petri, kertas, kertas
pH, dan kantong plastik, penggaris/meteran, tester soil, hygrometer,
barometer, altimeter.
4.2 Metode
a. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap kerapatan populasi dari
hewan tanah dan pengukuran terhadap faktor lingkungan : suhu udara dan pH
tanah.
b. Letakkan kuadrat (30 x 30 cm) pada cuplikan/kuadran sebelum menggali
tanah, buatlah taksiran kasar mengenai vegetasi penutupnya. Dari masing-
masing cuplikan/kuadran diambil masing-masing 3 kali ulangan.
c. Pengambilan sampel dengan cara menusukkan silinder sampling ke dalam
tanah sedalam 20 cm dari permukaan tanah. Hewan tanah yang terdapat
dalam silinder sampling dikumpulkan dalam kantung plastik lalu dihitung
jumlahnya.
d. Kumpulkan juga hewan-hewan lainnya yang dijumpai dalam cuplikan Anda
dan hitung kepadatannya.
e. Pengukuran pH tanah
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara melarutkan tanah yang diambil
dengan silinder sampling dalam aquades pada cawan petri, kemudian diatur
menggunakan kertas pH dan juga dengan menggunakan alat soiltester.
f. Pengukuran temperatur udara
Pengukuran temperatur udara dilakukan dengan menggunakan thermometer
celcius. Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan sesudah praktikum.
Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan (menggantung thermometer
selama 5 menit agar stabil, kemudian dibaca angka yang ditunjukkan dalam
thermometer tersebut).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Semut merah
II 28,2 6,5 Semut hitam
Lipan
Walang sangit
28,2 Colembola merah
III 6,5
Coleopteran
Lipan
Gambar 3. Lipan
B. Pembahasan
Di bagian dada semut terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap kakinya
terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan berpijak pada
permukaan. Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu memiliki sayap.
Namun, setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya dan menjadi ratu semut
yang tidak bersayap. Semut pekerja dan prajurit tidak memiliki sayap. Di bagian
metasoma (perut) semut terdapat banyak organ dalam yang penting, termasuk organ
reproduksi. Beberapa spesies semut juga memiliki sengat yang terhubung dengan
semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi sarangnya.
Spesies semut seperti Formica yessensis memiliki kelenjar penghasil asam
semut yang bisa disemprotkan ke arah musuh untuk pertahanan (D. Grimaldi, 2001).
Kerajaan :Animalia
Filum :Arthropoda
Upafilum :Myriapoda
Kelas :Chilopoda
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Hexapoda
Class : Entognatha
Subclass : Collembola (Christiansen, 1995).
.
Walang sangit (L. acuta) mempunyai daerah sebaran yang sangat luas,
hampir di semua negara produsen padi. Daerah penyebaran L. acuta) antara Asia
Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia, Srilangka, India, Jepang, Cina, Pakistan dan
Indonesia (Suin, 1997). Di Indonesia L. Acuta tersebar di daerah Jawa, Bali,
Sumatera, dan Sulawesi. Walang sangit selain menyerang tanaman padi yang sudah
bermalai dapat pula berkembang pada rumput-rumputan seperti Panicium crusgalli
L., Paspalum dilatatum Scop., rumput teki (Echinocloa crusgalli dan E.
colonum). Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang
perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk
seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh
hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm. Telur. Telur
berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara
berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur-telur tersebut
biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan
telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari
setelah diletakkan. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu
generasi mencapai 46 hari.
Menurut Zulkifli (1996), altimeter dan barometer merupakan dua alat yang
dipakai berkaitan dengan kegeografian. Altimeter adalah alat yang digunakan untuk
mengukur ketinggian suatu tempat dan barometer adalah alat yang digunakan untuk
menentukan tekanan udara pada suatu tempat. Alat-alat ini biasanya terpisah, artinya
altimeter merupakan suatu alat tersendiri, dan barometer juga merupakan peralatan
tersendiri. Jadi ada dua benda yang berbeda fungsi. Namun tidak demikian dengan
perangkat yang tersaji pada gambar ini. Satu peralatan tetapi memiliki dua fungsi,
yaitu sebagai pengukur ketinggian (altimeter) dan sebagai pengukur tekanan udara
(barometer).
Higrometer terdapat dua skala, yang satu menunjukkan kelembaban yang satu
menunjukkan temperatur. Cara penggunaannya dengan meletakkan di tempat yang
akan diukur kelembabannya, kemudian tunggu dan bacalah skalanya. skala
kelembaban biasanya ditandai dengan huruf h dan kalau suhu dengan derajat celcius.
Hygrometer adalah alat untuk mengukur kelembapan udara. Hygrometer mempunyai
prinsip kerja yaitu dengan menggunakan dua thermometer. Thermometer pertama
dipergunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan yang kedua untuk mengukur
suhu udara jenuh/lembab (bagian bawah thermometer diliputi kain/kapas yang
basah). Tester soil adalah alat untuk mengukur pH tanah (Ariani, 2009).
A. Kesimpulan
B. Saran
D. Grimaldi & D. Agosti (2001). "A formicine in New Jersey Cretaceous amber
(Hymenoptera: Formicidae) and early evolution of the ants". Proc. Natl. Acad.
Sci. USA 97: 13678–13683.
Suripin. (2001). Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi. Ewusi,
1990. Pengantar Ekologi TumbuhanTropis. ITB. Bandung