Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan

PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )

A. Konsep Dasar
1. Definisi
PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan
beberapa efek ektrapulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit.
Komponen paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel
sempurna. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas.
(Wibisono,2011)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru
yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan
yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat
pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat penyakit (PDPI, 2010)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupaka kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(Wibisono, 2011)

2. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan
factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: (Faisal, 2006)
a. Pajanan dari partikel antara lain :
1) Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%
kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat meng-alami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan
ada hubung-an antara penurunan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi
di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI : 1,91-
2,94),
Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran
napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat
hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan
mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-nya.
2) Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur
yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan
bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%.
Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan
rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang
kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain
SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet,
dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan
peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi
indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang
setiap tahunya.
3) Polusi outdoor
polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1,
inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium,
Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/ pabrik/
tambang.Bagaimanapun peningkatan relatif kendara-an sepeda
motor di jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini telah meng-
khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah
dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan
cara masak tradi-sional dengan minyak tanah dan kayu bakar,
polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi
untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada
perempuan yang tidak merokok
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu
sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil
(debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri
besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia
pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic
memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
c. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut
adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan,
hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah
suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran
pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an
sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya
PPOK.d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas
fisik: Studi pada orang dewasa di Cina14 didapatkan risiko relative
pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR
2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI :
1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02).
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis
(blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
3. Kelemahan badan
4. Batuk
5. Sesak napas
6. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
7. Mengi atau wheeze
8. Ekspirasi yang memanjang
9. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
10. Penggunaan otot bantu pernapasan
11. Suara napas melemah
12. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
13. Edema kaki, asites dan jari tabuh
4. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah sebagai berikut:
a. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam
satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu
perubahan anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-
saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda
dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.4. Tingkat
Keparahan PPOK
5. Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut
American Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan
derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci
sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau
sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri
menunjuk-kan nilai VEP1 ≥ 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena
sesak napas, atau harus ber-henti sesaat untuk bernapas pada saat
berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit
berjalan nilai 3 skala berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu
atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai
4 skala sangat berat.
6. Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru
Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau
tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai
satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1
≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70%
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau
batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan
derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan
VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad
tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih
sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal
jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP
< 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal
napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan
analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia
atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.
7. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot
pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.Fungsi paru-paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi
paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993)
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal. Corak paru yang
bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer Corakan paru yang
bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.4.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat
RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
9. Penatalaksanaan
a. Mencegah progresi penyakit
b. Menghilangkan gejala
c. Memperbaiki exercise tolerance
d. Memperbaiki status kesehatan
e. Mencegah dan mengobati penyulit
f. Mencegah dan mengobati eksaserbasi
g. Menurunkan mortalitas
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian primer
a. Airway
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1. Airway
a) Lidah jatuh kebelakang
b) Benda asing/ darah pada rongga mulut
c) Adanya secret
2. Breathing
a) pasien sesak nafas dan cepat letih
b) Pernafasan Kusmaul
3. Circulation
a) TD meningkat
b) Nadi kuat
c) Disritmia
d) Adanya peningkatan JVP
e) Capillary refill > 2 detik
f) Akral dingin
4. Disability :
pemeriksaan neurologis GCS menurun
A : (Allert) sadar penuh, respon bagus
V : (Voice Respon) kesadaran menurun, berespon thd suara
P : (Pain Respons) kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
U : (Unresponsive) kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
B. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
4. Anamnese
Diagnosa PPOK terutama didapatkan dari anamnese mengenai
riwayat penyakit, karena diagnosa PPOK sering kali berdasarkan adanya
keluhan sesak nafas yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita PPOK yakni
dengan melihat TTV seperti respirasi rate, Nadi, CRT akral dan melihat
mukosa mulut.
6. Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
e. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
f. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,
pengaturan posisi.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk
bekerja.
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan Intervensi


Bersihan jalan napas tidak Pencapaian a. Beri pasien 6 sampai 8
efektif berhubungan dengan bersihan jalan gelas cairan/hari
bronkokontriksi, napas klien kecuali terdapat kor
peningkatan produksi pulmonal
sputum, batuk tidak efektif, b. Ajarkan dan berikan
kelelahan/berkurangnya dorongan penggunaan
tenaga dan infeksi teknik pernapasan
bronkopulmonal. diafragmatik dan batuk.
c. Bantu dalam
pemberian tindakan
nebuliser, inhaler dosis
terukur, atau IPPB
d. Lakukan drainage
postural dengan
perkusi dan vibrasi
pada pagi hari dan
malam hari sesuai yang
diharuskan.
e. Instruksikan pasien
untuk menghindari
iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-
tanda dini infeksi yang
harus dilaporkan pada
dokter dengan segera:
peningkatan sputum,
perubahan warna
sputum, kekentalan
sputum, peningkatan
napas pendek, rasa
sesak didada, keletihan.
g. Beriakn antibiotik
sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada
pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae
dan streptococcus
pneumoniae.
Daftar pustaka

1. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8,
Jakarta: EGC
2. Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru. Surabaya. 2011
3. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik :
Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
2010
5. American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient
with COPD. Am J Respir Crit Care Med 1995;152:S77-1206. Ario
Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK,
J Respir Indo vol 25, no 2, April, 2006
6. Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78
7. Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir Crit Care Med
1999:160;p.29-32
8. Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia, PDPI, 2001
9. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
10. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA KLIEN DENGAN CRONIC OBSTRUKTIF PULMONARY
DISEASE WITH ACCUTE EXERBATION UNSPESIFIED

OLEH

HENDRI FAJRI ROFACKY

070114A027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2015

Anda mungkin juga menyukai