Anda di halaman 1dari 21

LEARNING CITY SEBAGAI INOVASI PENGEMBANGAN KOTA

Disusun untuk Melengkapi Tugas MKP Inovasi Pengembangan Wilayah dan Kota
Dosen Pengampu: Dr. Fadjar Hari Mardiansyah, MT, MDP
Dr. -Ing. Wisnu Pradoto, ST, MT.
Wido Prananing Tyas, ST, MDP

Disusun Oleh:
Rahmat Tri Insani 21040115120008
Dayana Permatasari 21040115120010
Riska Rahma Arriani 21040115140071
Siti Nur Alifya 21040116120027

PROGRAM STUDI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGOTO
SEMARANG
2018
i

Daftar Isi
I. Learning City: Pendahuluan ............................................................................................... 1
II. Metode Learning City ......................................................................................................... 3
III. Pengembangan Fitur Utama Dalam Learning Cities ...................................................... 6
IV. Komponen kerangka Fitur Utama Kota Belajar ............................................................. 6
V. Cara menggunakan Fitur Utama Learning Cities ................................................................. 7
VI. Pendekatan Learning Cities ............................................................................................ 8
VII. Hubungan Learning City dengan Pengembangan Wilayah dan Kota ............................ 9
VIII. Best Practices ................................................................................................................ 10
a. Suwon, Korea Selatan ................................................................................................... 10
b. Bristol, Inggris .............................................................................................................. 14
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 19
1

I. Learning City: Pendahuluan


Learning city adalah konsep kota yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas ekonomi dan produksi suatu kota, serta meregenerasi konteks perkotaan
baik itu hal yang terkait dengan fisik kota maupun sosial kota melalui kegiatan
edukasi warga dengan membangun komunitas-komunitas belajar yang merupakan alat
pembangunan yang penting. Pada dasarnya, konsep learning city lebih memfokuskan
pembangunannya pada sektor pendidikan untuk mewujudkan kesejahteraan serta
sistem kota yang berkelanjutan. Untuk berkontribusi sebagai kota yang berkelanjutan,
maka konsep Learning City hadir dengam memberikan hak dan kemampuan setiap
orang untuk hidup dan bekerja, termasuk memperkaya keterampilan dasar seperti
membaca, keterampilan profesional dan kejuruan, serta memastikan adanya peran
aktif masyarakat sebagai seorang warga negara.

Konsep learning cities diadopsi dari program lifelong learning oleh


Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Program ini
pertamakali diterapkan di negara berkembang pada tahun 1980-an dan di eropa 1990-
an. Konsep lifelong learning ini dibagi menjadi dua aliran yaitu Learning Cities dan
Educating Cities dengan pendekatan yang berbeda. Educating Cities merupakan
pendekatan pembangunan masyarakat yang pertama kali dicetuskan oleh organisasi
internasional pada tahun 1994. Pada Educating Cities, pemerintah daerah memegang
peran penting dalam pengembangan masyarakat ini (Kearns, 2015). Maka daripada
itu, konsep Educating Cities lebih cenderung meningkatkan minat pada sekolah
formal yang menjadi tolak ukur suatu negara.

Konsep kedua yaitu learning cities yang memiliki pendekatan berbeda dengan
educating cities. Learning Cities generasi pertama cenderung berkembang melalui
inisiatif individu perkotaan. Secara kumulatif, perkembangan Learning Cities pada
tahun 2013-2015 dapat menjadi jalan kepada universal learning society (Kearns,
2015). Dalam rangka menjaga keberlanjutan program ini, UNESCO Institute for
Lifelong Learning mengambil alih pengembangan learning cities.

Learning city juga erat kaitannya dengan pemberian kesempatan belajar


seumur hidup untuk mewujudkan masyarakat yang pembelajar. Learning city
berusaha membentuk kembali konteks sosial, ekonomi, dan politik secara konstan
sehingga proses pembelajaran atau edukasi harus berkelanjutan, berlangsung seumur
hidup, dan secara meluas. Pada dasarnya pembelajaran seumur hidup merupakan
kunci untuk mengembangkan sumber daya yang diperlukan untuk membangun kota-
kota menjadi kota hijau yang sehat, inklusif, dan adil serta kondisi yang layak untuk
bekerja dan berwirausaha (UNESCO, 2017). Dalam pengertian ini, konsep kota
pembelajaran mencakup pendekatan lain untuk pembangunan berkelanjutan di tingkat
lokal, seperti Kota Sehat, Kota Ramah Anak, Kota Cerdas, Kota Ramah Kota, Kota
Tangguh dan sebagainya. Ini adalah pendekatan yang berfokus pada orang-orang dan
pembelajaran, yang memberikan kerangka kerja yang kolaboratif dan berorientasi aksi
untuk bekerja pada beragam tantangan yang terkait dengan pembangunan
berkelanjutan yang semakin banyak kota yang dihadapi.

Learning City memberikan peluang belajar seumur hidup di semua usia dan di
semua tingkat pendidikan melalui mekanisme penyampaian formal, non-formal dan
informal, menggunakan jalur pembelajaran yang fleksibel dan multipel, titik masuk
dan titik masuk kembali. Hal ini sangat penting bagi mereka yang terpinggirkan atau
rentan, yang tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dasar yang
cukup dan keterampilan keaksaraan fungsional, keterampilan kerja atau yang
membutuhkan pelatihan ulang.

Terdapat beberapa tipologi dari Learning city antara lain proactive cities, city
clusters, cities one-on-one, dan network associations. Proactive cities memiliki
karakteristik yaitu mengambil inisiatif dalam pencarian ke luar untuk pengetahuan
dan informasi; melakukan sumber daya untuk menggabungkan pengetahuan dalam
kebijakan dan praktik. City clusters memiliki karakteristik berupa anggota kota dari
kelas yang terlibat dalam program pertukaran yang lebih atau kurang berkelanjutan,
tetapi episodik; pertemuan dan kunjungan teknis berselang. Cities one-on-one
memiliki karakteristik atau ciri-ciri yaitu kesepakatan antara kota untuk pertukaran
pembelajaransecara berkala dengan durasi pendek. Sedangkan network associations
memiliki karakteristik yaitu keanggotaan organisasi dengan kekuatan bersidang
contohnya PBB yang bekerja atas nama anggota pada masalah teknis, peraturan, atau
hukum. Pada dasarnya konsep Learning City meupakan jembatan suatu kota menuju
konsep Smart City. Ketika warganya cerdas dan memiliki pendidikan baik dasar
maupun professional yang terjamin, maka kota tersebut pun akan berubah menjadi
kota yang cerdas dan kesejahteraan serta keberlanjutan kota tersebut dapat terwujud.
Learning City adalah kota yang secara efektif memobilisasi sumber dayanya
di setiap sektor untuk mempromosikan pembelajaran inklusif dari dasar hingga
pendidikan tinggi, revitalisasi pembelajaran dalam keluarga dan masyarakat,
memfasilitasi pembelajaran untuk dan di tempat kerja, memperluas penggunaan
teknologi pembelajaran modern, meningkatkan kualitas dan keunggulan dalam
pembelajaran, dan menumbuhkan budaya belajar sepanjang hidup. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari konsep Learning City adalah menciptakan
dan memperkuat pemberdayaan individu dan kohesi sosial, kemakmuran ekonomi,
budaya dan pembangunan berkelanjutan.

II. Metode Learning City


Berikut adalah metode-metode dalam menjadikan suatu kota sebagai kota pembelajar
atau learning city:

1. Memberdayakan individu dan mempromosikan kohesi sosial


Pemberdayaan individu demi mencapai kohesi sosial ini diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong partisipasi, kepercayaan dan
keterlibatan masyarakat. Metode ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa
setiap warga negara memiliki kesempatan untuk menjadi terpelajar dan memperoleh
keterampilan dasar, mendorong dan memungkinkan individu untuk secara aktif
berpartisipasi dalam kehidupan publik di kota mereka, menjamin kesetaraan gender
dan menciptakan komunitas yang aman, harmonis dan inklusif.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi dan kemakmuran budaya
Pembangunan ekonomi memegang peran penting dalam meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Pembangunan ekonomi dan kemakmuran budaya melalui konsep
Learning City dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain merangsang
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, mengurangi proporsi warga
yang hidup dalam kemiskinan, menciptakan peluang kerja bagi semua warga negara,
aktif mendukung sains, teknologi, dan inovasi, memastikan akses ke beragam
kegiatan budaya dan mendorong partisipasi dalam rekreasi dan rekreasi fisik.
3. Mempromosikan pembangunan berkelanjutan
Pada konsep mengembangkan kota pembelajaran, metode mempromosikan
pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan dengan mengurangi dampak negatif dari
kegiatan ekonomi dan manusia lainnya pada lingkungan alam, melindungi lingkungan
alam dan meningkatkan daya hidup kota-kota dan mempromosikan pembangunan
berkelanjutan melalui pembelajaran aktif di semua pengaturan.
4. Mempromosikan pembelajaran inklusif dalam sistem pendidikan
Pada konsep Learning City, mempromosikan pembelajaran inklusif dalam sistem
pendidikan dapat dilakukan dengan memperluas akses ke perawatan dan pendidikan
anak usia dini, memperluas akses ke pendidikan formal dari tingkat dasar ke tingkat
tersier, memperluas akses dan partisipasi dalam pendidikan orang dewasa dan
pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan, meningkatkan fleksibilitas sistem
pembelajaran seumur hidup untuk menawarkan beragam kesempatan belajar dan
memenuhi berbagai keahlian, dan memberikan dukungan bagi kelompok yang
terpinggirkan, termasuk keluarga migran, untuk memastikan akses ke pendidikan.
5. Merevitalisasi pembelajaran dalam keluarga dan komunitas
Pada konsep Learning City, metode revitalisasi pembelajaran dalam keluarga dan
masyarakat lokal dengan membangun ruang belajar berbasis masyarakat dan
menyediakan sumber daya untuk pembelajaran dalam keluarga dan masyarakat,
memotivasi orang untuk berpartisipasi dalam pembelajaran keluarga dan masyarakat,
memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang rentan dan kurang beruntung,
seperti keluarga yang membutuhkan, migran, penyandang cacat, minoritas, dan
pelajar usia ketiga, dan mengakui sejarah dan budaya masyarakat.
6. Memperluas penggunaan teknologi pembelajaran modern
Pada konsep Learning City, metode memperluas penggunaan teknologi pembelajaran
modern akan dilakukan dengan mengembangkan lingkungan kebijakan yang
menguntungkan untuk penggunaan TIK dalam pembelajaran, melatih administrator,
guru dan pendidik untuk menggunakan teknologi yang meningkatkan pembelajaran,
memperluas akses warga negara ke alat TIK dan program pembelajaran, dan
mengembangkan sumber daya e-learning yang berkualitas.
7. Meningkatkan kualitas dalam pembelajaran
Pada konsep Learning City, metode meningkatkan kualitas dalam pembelajaran dapat
dilaukan dengan mempromosikan perubahan paradigma dari pengajaran ke
pembelajaran, dan dari sekadar perolehan informasi ke pengembangan kreativitas dan
keterampilan belajar, meningkatkan kesadaran nilai-nilai moral, etis dan budaya
bersama, dan mempromosikan toleransi perbedaan, mempekerjakan administrator,
guru, dan pendidik yang terlatih secara tepat, dan memberikan dukungan kepada
peserta didik dengan kebutuhan khusus, khususnya mereka yang mengalami kesulitan
belajar.
8. Membina budaya belajar sepanjang hidup
Pada konsep Learning City, metode menumbuhkan budaya belajar yang dinamis
sepanjang hidup dengan mengakui peran media komunikasi, perpustakaan, museum,
pengaturan keagamaan, pusat olahraga dan budaya, pusat komunitas, taman dan
tempat-tempat serupa sebagai ruang belajar, mengatur dan mendukung acara-acara
publik yang mendorong dan merayakan pembelajaran, memberikan informasi yang
memadai, bimbingan dan dukungan untuk semua warga negara, dan mendorong
mereka untuk belajar melalui jalur yang beragam, dan mengakui pentingnya belajar
dalam pengaturan informal dan non-formal dan mengembangkan sistem yang
mengenali dan menghargai semua bentuk pembelajaran.
9. Memperkuat kemauan dan komitmen politik
Pada konsep Learning City metode meningkatkan tata kelola dan partisipasi semua
pemangku kepentingan dengan membangun mekanisme koordinasi antar-sektor untuk
melibatkan organisasi pemerintah dan nonpemerintah dan sektor swasta dalam
membangun kota-kota pembelajaran, mengembangkan kemitraan bilateral atau
multilateral antar sektor untuk berbagi sumber daya dan meningkatkan ketersediaan
kesempatan belajar, dan mendorong semua pemangku kepentingan untuk memberikan
kesempatan belajar yang berkualitas dan membuat kontribusi unik mereka sendiri
untuk membangun kota pembelajaran.
10. Meningkatkan tata kelola dan partisipasi semua pemangku kepentingan
Pada konsep Learning City, metode meningkatkan mobilisasi sumber daya dan
pemanfaatan dapat dilakukan dengan mendorong investasi keuangan yang lebih besar
dalam pembelajaran seumur hidup oleh pemerintah, masyarakat sipil, organisasi
sektor swasta dan individu, memanfaatkan secara efektif sumber belajar semua
pemangku kepentingan dan mengembangkan mekanisme pendanaan inovatif untuk
mendukung pembelajaran seumur hidup untuk semua, dan menghilangkan hambatan
struktural untuk belajar, mengadopsi kebijakan pendanaan pro-masyarakat miskin dan
menyediakan berbagai jenis dukungan untuk kelompok yang kurang beruntung.
III. Pengembangan Fitur Utama Dalam Learning Cities
Instrumen untuk mengukur learning cities merupakan hasil dari proses
konsultasi yang cukup panjang, Awalnya UNESCO Institute for Lifelong Learning
(UIL) mengadakan workshop tentang pengembangan kerangka kerja untuk fitur
utama Learning Cities dari 3 hingga 5 Juli 2012. Para ahli yang mewakili beberapa
mitra untuk pembentukan IPLC, termasuk Observatorium PASCAL, Bertelsmann
Foundation, CISCO Systems, Beijing Municipal Education Komisi, Pusat Pendidikan
Nasional Penelitian Pengembangan China, Universitas Kuwait dan konsorsium
pendidikan tinggi Cape juga sebagai beberapa staf dan konsultan profesional UIL,
berpartisipasi dalam lokakarya. Dalam laporan PBB Menganalisis dan Mengukur
Sosial Inklusi dalam Konteks Global (PBB, 2010), berikut ini disahkan beberapa
keriteria untuk mengembangkan Fitur Utama learning cities :

 Ambisius tetapi dapat dicapai - mencapai target harus mewakili kemajuan


yang signifikan tetapi juga harus realistis.
 Penting - setiap fitur mencerminkan nilai, prioritas atau masalah kritis.
 Relevan - fitur harus sesuai dengan yang dimaksudkan tujuan; mencapai target
harus berkontribusi secara signifikan untuk memenuhi tujuan utama.
 Jelas dan dapat dipahami - suatu fitur harus sederhana dan mudah bagi semua
pemangku kepentingan mengerti dan harus masuk akal.

IV. Komponen kerangka Fitur Utama Kota Belajar


Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, kerangka Fitur Kunci Leaning Cities
sesuai dengan langkah-langkah pondasi dari Logo UNESCO. Tiga fokus area
mencerminkan manfaat yang lebih luas dari membangun learning cities yang modern
fokus area itu, didefinisikan secara luas sebagai berikut :

 Pemberdayaan individu dan kohesi sosial


 Pembangunan ekonomi dan kesejahteraan budaya; dan
 Pembangunan berkelanjutan.
Kolom pada enam bidang fokus mencerminkan utama membangun blok Learning
cities yaitu:

 Pembelajaran inklusif dalam sistem pendidikan;


 Revitalisasi pembelajaran dalam keluarga dan komunitas;
 Pembelajaran yang efektif untuk dan di tempat kerja;
 Penggunaan teknologi pembelajaran modern yang diperpanjang;
 Peningkatan kualitas dalam pembelajaran; dan
 Budaya belajar yang dinamis sepanjang hidup.

Gambar 1 Kerangka Fitur Utama Kota Belajar

Langkah-Langkah Dasar atau tiga area fokus mencerminkan kondisi


fundamental untuk membangun learning cities yaitu:
 Kemauan dan komitmen politik yang kuat
 Pemerintahan dan partisipasi semua pemangku kepentingan; dan
 Mobilisasi dan pemanfaatan sumber daya.

V. Cara menggunakan Fitur Utama Learning Cities


Secara resmi learning cities didukung oleh walikota dan eksekutif
pendidikan kota kota-kota belajar serta para ahli yang berpartisipasi dalam
Konferensi Internasional tentang Learning cities, Fitur Utama dapat berfungsi
sebagai daftar periksa menyeluruh dari poin tindakan untuk membantu
pemerintah kota dan pemangku kepentingan lainnya dari kota-kota dalam
upaya mereka untuk membangun learning cities yang mempromosikan
pembelajaran seumur hidup untuk semua. Selanjutnya, sebagai anggota
jaringan global learning cities perlu direkomendasikan oleh Negara Anggota
UNESCO, otoritas nasional dari Negara Anggota dapat menggunakan Fitur
Utama untuk memilih dan merekomendasikan kota untuk bergabung dengan
jaringan. Secara umum, Fitur Utama juga dapat digunakan sebagai dokumen
referensi untuk organisasi internasional dan otoritas nasional dalam
mempromosikan pengembangan negara, wilayah, kota dan komunitas belajar.

VI. Pendekatan Learning Cities


Munculnya kritikan pada teori pendekatan Top-Down maka
dikembangkanlah pendekatan bottom up. Pendekatan ini mendasari
keikutsertaan masayarakat berbagai golongan untuk turut andil dalam
merencanakan dan membangun kotanya. Pada pendekatan bottom up ini
pendekatan dilakukand engan melibatkan stakeholder dalam implementasi
kebijakkan pada level paling bawah. Masing-masing stakeholder memeiliki
kepentingan masing-masing dan tentunya berbeda. Perbedaan yersebut akan
disusun dalam suatu sistem yang dinakan learning cities. Pemetaan aktor
stakeholder dilakukan dengan melihat keterkaitan antar aktor pada level
terbawah hingga pada level diatasnya. Salah satu bentuk learning cities dengan
pendekatan ini adalah Changzhou-Essen.
Projek learning cities yang dilakukan pada Changzhou dan Essen
melibatkan 36 mahasiswa berprestasi dari berbagai jurusan. Pengikutsertakan
mahasiswa dikarenakan dapat memperoleh pemahaman tentang tantangan
perkotaan yang paling mendesak di Wujin District of Changzhou dan
menawarkan solusi inovatif. Selain melibatkan tenaga akademis pemerintah
juga melibatkan pemerintah dalam hal pengawasan, sedangkan pihak akademis
merupakan faslitator kepada masayarakat.
Selain pendekatan secara bottom-up, dapat juga dilakuakan pendekatan
secara top-down. Pendekatan ini dilakukan karena masyarakat belum mandiri
dan madani. Salah satu konsep learning city dengan pendekatan top-down
adalah kota surabaya. Di Surabaya sendiri melakukan pendekatan learning
cities dengan top-down. Pendekatan ini dapat dilihat dari penyusunan based
data berbasis online yang dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya. Sistem
terpadu ini dilakukan dalam melakukan pengorganisasian data agar
mempermudah pemerintah dalam melakukan analisis perencanaan.

VII. Hubungan Learning City dengan Pengembangan Wilayah dan Kota


Perencanaan adalah proses kontinyu dalam pengambilan keputusan
atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada
semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan.
Perencanaan Wilayah dan Kota adalah suatu program studi yang mempelajari
tentang cara merencana suatu wilayah dan kota. Dalam merencanakan suatu kota
ternyata banyak sekali yang harus di pertimbangkan, misalnya kondisi ekonomi,
sosial, budaya suatu wilayah dan yang lain-lain.

Learning Cities merupaka proses pembelajaran pembangunan yang


didapatkan melalui berdiskusi dan dapat berbagi ide antar daerah. Hal ini
merupakan proses kolaborasi antar daerah dimana ketika antar kota pasti
memiliki demand-supply yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Learning
cities diharapkan mampu menjadi sarana isu-isu yang muncul ketika satu kota
belajar berkembang dapat dipelajari oleh kota lainnya yang belum berkembang.
Learning cities merupakan jaringan pendukung pada SDG’s 4 yaitu memastikan
pendidikan berkualitas inklusif dan adil dan mempromosikan peluang
pembelajaran seumur hidup untuk semua dan SDG 11 Membuat kota dan
pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan

Pendekatan yang dilakukan dalam mendukung learning cities adalah


melakukan diskusi kebijakkan, yang diikuti oleh seluruh kepentingan dan pihak
yang berpengaruh. Diskusi ini juga dapat menjadi pembelajaran antar kelompok
daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya. Selain melakukan diskusi
elemen lain yang perlu ditambahkan dalam pendektan learning citis ini adalah
menjalin kerjasam dan membina kemitraan. Kerjasama dilakukan agar antar
daerah dapat saling belajar dalam menyelsaikan masalah dan mengembangkan
potensi daerahnya.

Learning Cities memiliki pengaruh dalam perencanaan wilayah dan kota.


Sejatinya terdapat dua jenis learning dalam proses perencanaan yaitu learning
cities dan learning regional. Namun prinsip yang digunakan masih sama yaitu
melakukan kerjasama antar daerah dengan membentuk suatu sistem yang salaing
menguntungkan. Dengan adanya learning cities daerah dapat mengintrospeksi diri
jika terdapat kebijakan yang tidak tepat, hal ini dapat dilihat dari perbandingan
daerah tersebut dengan daerah lainnya yang berkembang. Daeah tertinggal
tersebut dapat belajar dari daerah berkembang dalam menciptakan suatu sistem
learning cities.

VIII. Best Practices

a. Suwon, Korea Selatan


Kota Suwon merupakan ibu kota dari salah satu provinsi di Korea
Selatan yaitu Provinsi Gyeonggi. Kota Suwon memiliki jumlah penduduk
1.223.205 juta jiwa pada tahun 2017 dengan kepadatan penduduk sebesar
500 jiwa/ km2. Kota Suwon dibangun pada masa Dinasti Joseon. Jarak
dengan Kota Seoul yang relatif dekat menyebabkan kondisi geografis
antara Kota Seoul dan Kota Suwon relatif sama. Pada masa lalu, Kota
Suwon merupakan perkampungan kecil yang penuh dengan kesulitan dan
kemudian berkembang menjadi salah satu kota industri dan kota budaya di
Korea. Kota Suwon merupakan kota yang sangat terkenal di berbagai sisi
sejarah Korea. Hal ini dapat terlihat dari adanya sisa Tembok Benteng
Hwaseong yang bersejarah di Kota Suwon. Adanya warisan sejarah
tersebut menyebabkan banyaknya turis-turis datang berwisata ke Provinsi
Gyeonggi untuk melihat Tembok Benteng Hwasseong tersebut. Selain itu,
kebudayaan yang berkembang di Suwon adalah seni lukis. Seni lukis di
Suwon pada awalnya terpengaruh dari seni lukis China.
Sebagai pusat industri, Kota Suwon menjadi rumah bagi perusahaan
besar Pabrik Elektronik Samsung. Awalnya, Kota Suwon hanya
merupakan pusat pasar bagi pertanian lokal, namun sekarang kota ini telah
berkembang menjadi pusat teknologi dan pengembangan serta pembuatan
elektronik di Korea Selatan. Selain sebagai pusat kebudayaan dan industri,
Kota Suwon juga merupakan kota pusat pendidikan di Korea selatan. Hal
ini ditandai dengan berdirinya 11 universitas di kota tersebut, bahkan
Seoul National University College of Agriculturedan Life Science dan
Kantor Pertanian pemerintah memiliki beberapa lembaga penelitian di
Kota Suwon.

Learning City di Kota Suwon


Kota Suwon mulai bergabung sebagai anggota dari Learning City
UNESCO pada sekitar tahun 2016 bersama dengan 7 kota lainnya di
Korea Selatan. Saat ini di Kota Suwon hampir semua orang merupakan
pembelajar dari 1,2 juta penduduk 790.000 jiwa merupakan pelajar.
Strategi Belajar Kota Suwon telah berhasil meningkatkan jumlah
penduduk yang berpartisipasi dalam kegiatan non formal dan informal.
Kota Suwon juga mengimplementasikan konsep Learning City dengan
menghidupkan kembali komunitas-komunitas di daerah metropolitan
Suwon. Hal ini merupakan salah satu perwujudan bahwa membangun kota
belajar tidak hanya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, tetapi
juga bagaimana interaksi yang terjadi di dalamnya.
Kota Suwon menitikberatkan perhatiannya dalam menyediakan
kesempatan belajar bagi seluruh masyarakat. Kota Suwon
mengembangkan dua proyek sekolah paritispatif dan inovatif bagi warga
senior dan sekolah antargenerasi dan lintas topical untuk semua umur.
Adanya sekolah-sekolah ini mendorong dan memberi kemungkinan bagi
warga untuk menjadi guru dan peserta didik, menyelesaikan masalah
akses pendidikan, menciptakan pekerjaan, dan meningkatkan
keterampilan kerja para peserta. Hal ini sesuai dengan strategi kota
pembelajaran Suwon yang bertujuan untuk memberikan kesemapatan
pembelajaran seumur hidup dengan berbasis pada kegembiraan belajar.
Dengan memberikan perhatian khusus untuk mempromosikan kelas
informal yang berpusat pada humaniora, secara umum, dan warisan
sejarah kota, khususnya, adalah tujuan Suwon untuk menerima gelar
'Tujuan Humaniora yang Luar Biasa' dari Republik Korea.
Pemerintah Kota Suwon telah membangun jaringan pendidikan yang
komprehensif yang melibatkan semua pemangku kebijakan mulai dari
masyarakat hingga LSM dan asosiasi yang bertugas mengatur berbagai
komite mengenai informasi tentang pembelajaran sepanjang hayat.
Tanggung jawab mengkoordinasikan proses Learning City terletak pada
Dewan Pembelajaran Seumur Hidup Suwon, yang mengawasi
pengembangan partisipatif, implementasi dan evaluasi kegiatan terkait.
Jaringan yang mempromosikan pembelajaran di Suwon terdiri dari banyak
organisasi. Ini termasuk, antara lain, University Council, Life Learning
Association, Suwon Humanities Advisory Committee, Suwon Literacy
Teacher Council dan Eco-Mobile Community Organizing Committee /
Komite Pendidikan Lingkungan. The Suwon Lifelong Learning Council
secara teratur berhubungan dengan Dewan Kota dan Dewan Nasional
untuk Pembangunan Komunitas untuk bertukar informasi tentang kegiatan
pembangunan masyarakat berbasis pendidikan. Mitra-mitranya juga
mempromosikan kemajuan kota di tingkat lokal, nasional dan
internasional. Selanjutnya, kota ini berbagi praktik terbaiknya dengan
organisasi regional dan nasional melalui Asosiasi Kota-kota Belajar
Seumur Hidup Korea dan Dewan Kerja Gyeonggi untuk Pembelajaran
Seumur Hidup.
Kota Suwon telah mendirikan program pembelajaran di perpustakaan,
balai desa dan pusat komunitas, serta sekitar 600 jenis pusat pembelajaran
seumur hidup, sehingga memberikan akses mudah ke layanan ini bagi
warganya. Kota ini juga mengembangkan program pembelajaran yang
disesuaikan, yang mendukung kota belajar seumur hidup yang warganya
dapat belajar di mana saja dan kapan saja.Melalui perluasan dan dukungan
dari pusat pembelajaran seumur hidup yang berkelanjutan, Suwon
berharap untuk membangun kota pembelajaran yang benar. Kota ini juga
berencana untuk mengimplementasikan dukungan berorientasi komunitas
yang melibatkan masukan pribadi dan publik bersama dari warga.
Strategi pembelajaran di Kota Suwon antara lain menyerukan :
 Mendukung lingkaran pembelajaran.
 Program pendidikan seumur hidup untuk kekasaraan orang dewasa
yang kurang beruntung.
 Penyediaan informasi terbaru bagi masyarakat.
 Dukungan untuk membangun kota pembelajar.
Metode yang Digunakan dan Penerapannya
Metode-metode yang digunakan Kota Suwon untuk membangun
konsep Learning City di kota tersebut beserta penerapannya dapat dilihat
pada penjabaran berikut.
1. Memberdayakan individu dan mempromosikan kohesi sosial. Metode
ini dilakukan atau diterapkan di Kota Suwon dengan berbagai cara antara
lain :
 Mempromosikan pembelajaran melalui berbagai jaringan baik itu di
platform digital, fasilitas umum, maupun di komunitas lokal. Hal ini
brtujuan agar seluruh masyarakat dapat mendapatkan kesempatan
belajar dalam kehidupan sehari-harinya.
 Mengadakan dua sekolah yang partisipatif dan inovatif yaitu sekolah
untuk warga senior yang disebut The Morada Hakgyo dan sekolah
antar generasi dan lintas topical untuk semua yang disebut Nuguna
Hakgyo.
 Mengembangkan program Water Village Open Learning Space
yang memungkinkan kelompok sosial dan individu untuk
mengakses tempat belajar di Kota Suwon secara gratis.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi dan kemakmuran budaya.
Metode ini dilakukan di Kota Suwon mengingat status kota ini sebagai
salah satu kota budaya yang ada di Korea. Adapun metode tersebut
diterapkan dengan mengembangkan program budaya dan seni serta
pembangunan masyarakat setempat melalui upaya pelestarian budaya
yang ada.
3. Merevitalisasi pembelajaran dalam keluarga dan komunitas. Metode
ini dilakukan atau diterapkan di Kota Suwon dengan cara-cara berikut :
 Memberdayakan komunitas-komunitas yang ada di Kota Suwon.
 Mengadakan perpusatakaan di setiap lingkungan permukiman
sehingga masyarakat dapat mengakses perpustakaan tersebut hanya
dalam waktu 5 menit pada tiap-tiap lingkungan permukiman.
 Adanya kelas keaaksaraan bagi orang-orang (dewasa) yang
tergolong buta huruf.
4. Memperluas penggunaan teknologi pembelajaran modern. Metode ini
dilakukan atau diterapkan di Kota Suwon dengan cara mengadakan kursus
online terbuka secara besar-besaran dan gratis (MOOC/ Massive Open
Online Course) tentang masalah sosial, bahasa asing, serta keterampilan
yang berhubungan dengan pekerjaan.

5. Memperkuat kemauan dan komitmen politik. Metode ini dilakukan


atau diterapkan di Kota Suwon dengan cara membuat satuan tugas ahli
kota di masing-masing distrik untuk membantu Dewan Pembelajaran
Seumur Hidup di tingkat lingkungan untuk memastikan proyek-proyek
yang telah dibuat diimplementasikan secara efektif.

b. Bristol, Inggris
Bristol merupakan kota kecil yang dihuni setidaknya oleh 449,300
penduduk dengan luas kota 110 Km2. Bristol merupakan kota terpadat ke-
8 yang berada di pesisir Barat Daya Inggris. Perekonomi Bristol digerakan
oleh beberapa sektor seperti industri kreatif, elektronik, dan
pengembangan warisan budaya Inggris. Pada tahun 2015, Bristol
bergabung dalam Learning City UNESCO untuk mengembangkan
program pembelajaran seumur hidup dengan mengukuhkan Learning City
Partnership. Bristol merupakan kota pertama yang menjadi pusat Learning
City di Inggris dan mendapat penghargaan pada tahun 2017. Sebagai
Learning City, Bristol memperjuangkan pembelajaran sebagai cara untuk
mengubah kehidupan, komunitas, organisasi, dan kota, dengan visi
ambisius masa depan di mana Semua individu dan komunitas bangga
belajar sepanjang hidup mereka; Setiap organisasi memiliki tenaga kerja
yang berkomitmen, terampil dan beragam; dan Keberhasilan kota dibagi
oleh semua orang (Jarvis, 2017).

Learning City di Bristol

Tujuan Bristol bergabung dalam Learning City yaitu untuk


mendukung secara penuh potensi masyarakat mereka dan mencapai
pengembangan yang inklusif melalui pembelajaran. Learning City di
Bristol ini mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dalam
mewujudkan pengembangan yang berkelanjutan. Kerjasama ini
melibatkan lebih dari 70 organisasi dan lebih dari 200 individu untuk
mendorong pembelajaran (Jarvis, 2017). Kemitraan difokuskan untuk
meningkatkan pencapaian semua siswa melalui pembelajaran formal;
mendukung warga untuk bekerja dan mendorong budaya di mana
pembelajaran dihargai oleh semua orang. Kota ini juga telah mengambil
langkah penting dalam melibatkan pemuda dalam pembangunan umum.
Hal ini terbukti dengan cara Dewan Remaja Bristol telah menunjuk dua
Walikota Muda untuk melayani sebagai penasihat Walikota.

Namun, pembentukan Learning City di Bristol tidaklah mudah.


Penduduk di Bristol merupakan multi-etnis yang memiliki 91 bahasa, 45
agama, bonus demografi dan satu dari empat anak hidup dalam
kemiskinan. Penanganan hal ini diwujudkan dalam kampanye Love
Learning yaitu kampanye untuk meningkatkan kesadaran betapa
untungnya belajar melalui individu dan komunitas. Kampanye ini
dianggap berhasil pada tahun 2016 sehingga dilanjutkan pada tahun 2017
dengan 159 Duta Love Learning membantu untuk melibatkan organisasi
dan individu, dan mengidentifikasi prioritas pembelajaran lokal serta
menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi. Pada kampanye ini, warga
diminta berbagi cerita mereka sendiri dan menjelaskan mengapa mereka
suka belajar (Jarvis, 2017). Melalui inisiatif ini, didukung oleh situs web
khusus dan penggunaan platform media sosial yang kreatif, kota ini telah
meletakkan fondasi bagi budaya pembelajaran bersama sepanjang hidup.

Terdapat tiga strategi untuk Learning Cities yaitu:

1. Mendorong kesadaran yang lebih besar tentang nilai


pembelajaran;
2. Meningkatkan partisipasi dalam pembelajaran untuk semua
usia;
3. Meningkatkan pencapaian dan peluang kehidupan bagi semua
orang.

Dalam mengembangkan rencananya, Bristol mendefinisikan tiga


tujuan jangka panjang. Tujuan tersebut meliputi (1) Meningkatkan
pencapaian semua siswa melalui pembelajaran formal di Bristol awal
tahun pengaturan, sekolah, perguruan tinggi dan universitas, (2)
Mendukung warga ke dalam pekerjaan dan memastikan tenaga kerja lokal
terampil dan beragam, (3) Mendorong budaya di masyarakat di mana
belajar menjadi nilai yang dihargai oleh semua orang. Langkah pertama
untuk mencapai sasaran tersebut yaitu melibatkan semua pemangku
kepentingan dalam strategi pembelajaran kota. Melalui LCP yang
menyatukan 70 organisasi dari pemerintah dan swasta.

LCP membentuk tiga tema kelompok dengan prioritas yang


ditetapkan, masing-masing berfokus pada berbagai aspek pembelajaran:
Belajar Bekerja, Belajar dalam Pendidikan dan Pembelajaran di
Komunitas. Kelompok Belajar untuk Siap Kerja menangani dua tantangan:
pengangguran dan kurangnya tenaga kerja terampil dalam konstruksi,
industri digital dan teknologi tinggi kreatif. Kelompok Belajar di
Pendidikan bertujuan untuk memberikan semua anak muda di seluruh kota
peluang pendidikan yang sama, dan untuk mencapai keunggulan dalam
pendidikan. Kelompok Pembelajaran dalam Komunitas bertujuan untuk
menumbuhkan budaya belajar dan menciptakan hubungan dalam
komunitas sebagai sarana untuk mendorong berbagi pengetahuan di antara
warga.

Metode Learning City yang digunakan di Bristol:

1. Memberdayakan individu dan mempromosikan kohesi sosial

Pemerintah Bristol mengajak Learning City Partnership untuk


melakukan kampanye peningkatan kesadaran belajar melalui Love
Learning Campaign dan berhasil menganugrahkan 159 Duta Love
Learning Campaign yang membantu melibatkan organisasi dan
individu, dan mengidentifikasi prioritas pembelajaran lokal. Mereka
membantu menginspirasi semua warga untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran. Terdapat sebuah program pembelajaran, menyediakan
layanan yang dipersonalisasi untuk anak muda berusia 18-24 tahun,
menerima Penghargaan Penghargaan Jurnal Kota 2016 untuk Inovasi
dalam Pendidikan, Pekerjaan dan Pelatihan bagi kaum muda, sebagai
pengakuan atas kontribusinya kepada masyarakat setempat.

2. Meningkatkan pembangunan ekonomi dan kemakmuran budaya

Terdapat Program Kelompok Belajar untuk Siap Kerja yang


menangani pengangguran dan kurangnya tenaga kerja terampil dalam
konstruksi, industri digital dan teknologi tinggi kreatif. Program ini
menunjang pembangunan ekonomi yang berbasis masyarakat untuk
dapat mengurangi angka pengangguran.

3. Mempromosikan pembelajaran inklusif dalam sistem pendidikan

Program yang diusung oleh LCP mengenai kelompok aspek


pembelajaran: Belajar Bekerja, Belajar dalam Pendidikan dan
Pembelajaran di Komunitas. Pembelajaran ini tidak hanya berfokus
terhadap umur tertentu namun juga terhadap kelompok usia dan
kelompok masyarakat yang ada di Bristol.

4. Memperluas penggunaan teknologi pembelajaran modern


Adanya komitmen dari walikota untuk menyediakan penempatan
pengalaman kerja dan peluang magang bagi setiap orang muda di
Bristol yang menginginkannya. Program ini diwujudkan dalam
kerjasama pemerintah dengan institusi WORKS. WORKS sebuah
platform kolaborasi antara pemberi kerja, penyedia pembelajaran, dan
komunitas lokal untuk mengembangkan tenaga kerja lokal yang
terampil. WORKS mengembangkan peluang pengalaman kerja yang
lebih baik dan lebih terkoordinasi dan untuk membantu kaum muda
menemukan pekerjaan melalui sejumlah skema, termasuk sistem
magang.
5. Meningkatkan kualitas dalam pembelajaran
Pembangunan taman bermain anak-anak, perpustakaan, dan tempat
ibadah di seluruh kota yang digunakan sebagai pusat belajar. Berbagai
kegiatan belajar, dari akuisisi keterampilan yang berhubungan dengan
kesehatan hingga olahraga, diadakan di berbagai tempat.
6. Meningkatkan tata kelola dan partisipasi semua pemangku
kepentingan

Partisipasi seluruh pemangku kepentingan diwadahi dalam sistem


monitoring dan evaluasi. Pemangku kepentingan disatukan dalam
sebuah kelompok kemitraan, diketuai oleh University of Bristol.
University of Bristol telah mengembangkan kerangka evaluasi untuk
menilai Bristol’s Key Features dan dampak pembelajaran pada
individu, komunitas, organisasi dan kota. Survei yang ada, kumpulan
dataset, alat digital dan pengalaman warga digunakan untuk mengukur
dampak aktivitas LCP yang juga menunjukkan perkembangan budaya
dan nilai pembelajaran di kota.
Daftar Pustaka
Duke, C. 2010. Learning City and Region. University of Leicester. Australia. Hal 144-149.

Jarvis, T. (2017). Bristol: United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland. Retrieved
September 25, 2018, from UNESCO: Learning City Award:
http://uil.unesco.org/case-study/gnlc/bristol

Kearns, P. (2015). Learning Cities on the Move. Australian Journal of Adult Learning, 55(1),
153-168.

Sivo, M.D., Ladiana, Daniela. 2010. Towards A Learning City The Neighborhood Lab And
The Lab Net. Procedia Social and Behavioral Sciences 2. Halaman 5349-5357.

UNSECO. 2015. UNESCO Global Network of Learning Cities. Guiding Documents.


Hamburg.
UNESCO. 2018. “Learning Cities in Korea: Suwon Engages Beyond its City Borders”.
Dalam http://uil.unesco.org. Diakses pada24 September 2018.
UNESCO. 2018. “Suwon, Republic of Korea”. Dalam http://uil.unesco.org. Diakses pada24
September 2018.

Anda mungkin juga menyukai