Anda di halaman 1dari 24

KARYA TULIS ILMIAH

FEAR OF MISSING OUT (FOMO) DRIVING SOCIAL MEDIA ADDICTION


Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Pemilihan Mahasiswa Berprestasi
Tingkat Perguruan Tinggi

Oleh:
Dwi Ratih Ratnasari 41183507160003

PROGRAM STRATA SATU (S1) PSIKOLOGI


PRODI PSIKOLOGI
FISIP
UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu wa ta’ala


karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah tentang fear of missing out (FOMO) driving
social media addiction dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Dan juga penulis berterima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Magdalena Hanoum, M.Psi. Selaku ketua jurusan program studi
psikologi Universitas Islam 45 Bekasi yang telah memberi amanah pada
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Alfiana Indah M, M. Psi. Selaku dosen pembimbing dalam
membimbing penulisan karya tulis ilmiah ini.
3. Ibu Lucky Purwantini, S. Psi, M. A. Selaku dosen pembimbing dalam
membimbing penulisan karya tulis ilmiah ini.
4. Kedua orang tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya.
5. Teman-teman psikologi angkatan 2016 yang telah mendukung penulis
dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis sangat berharap karya tulis ilmiah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai fear of missing (FOMO)
driving social media addiction. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam karya tulis ilmiah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
karya tulis ilmiah yang penulis buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bekasi, Febuari 2019

Penulis

i | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
TELAAH PUSTAKA ............................................................................................. 4
2.1 Fear Of Missing Out...................................................................................... 4
A. Definisi Fear Of Missing Out ..................................................................... 4
B. Dimensi Fear Of Missing Out ..................................................................... 6
2.2 Kecanduan Media Sosial ............................................................................... 7
A. Definisi Kecanduan Media Sosial ............................................................... 7
B. Aspek-aspek Kecanduan Media Sosial ....................................................... 9
BAB III ................................................................................................................. 11
METODE PENULISAN ....................................................................................... 11
3.1 Metode Pendekatan ..................................................................................... 11
3.2 Pengolahan Data .......................................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................. 14
ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................................. 14
4.1 Analisis ........................................................................................................ 14
4.2 Sintesis......................................................................................................... 18
BAB V................................................................................................................... 20
SIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................. 20
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 20
5.2 Rekomendasi ............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

ii | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berkembangnya zaman, pengguna sosial media memiliki latar
belakang yang berbeda-beda dalam menggunakan sosial media. Ada yang
menggunakannya sesuai dengan kebutuhannya saja misalnya menggunakan
sosial media untuk mencari informasi mengenai berita yang sedang terjadi,
berkomunikasi dengan anggota keluarga yang tinggal jauh dengannya. Selain
itu, manusia juga sebagai mahluk sosial yang mana selalu ingin menjadi
bagian dari suatu kelompok, hal tersebut mendorong manusia memiliki
kebutuhan untuk memahami apa yang dilakukan oleh anggota kelompok pada
titik waktu tertentu menjadi penting bagi setiap individu, hal tersebut
membuat individu menggunakan media sosial sebagai suatu perkumpulan.
(Abel., dkk. 2016).

Kebutuhan tersebut dapat mengakibatkan suatu kondisi yang disebut


fear of missing out atau disingkat FOMO. FOMO sendiri masih terdengar
asing ditelinga masyarakat Indonesia dan belum banyak peneliti di Indonesia
yang meneliti tentang FOMO. Sementara di luar negeri, FOMO bukan konsep
yang sepenuhnya baru, intensitas dan diskusi FOMO telah meningkat secara
signifikan dengan munculnya teknologi yaitu media sosial, penelitian terbaru
di Amerika yang dilakukan oleh JWTIntellegence Communications
menemukan hampir 70% orang dewasa mengaku mengalami fear of missing
out (FOMO) (Abel., dkk. 2016).

Menurut Wortham (Abel., dkk. 2016) mengemukakan bahwa FOMO


telah hadir sepanjang sejarah dalam saluran komunikasi apa pun yang
memungkinkan individu memperoleh pengetahuan tentang teman, keluarga,
atau bahkan kehidupan orang asing. Saluran komunikasi ini mencakup surat
kabar, surat, gambar, buletin liburan tahunan, dan email. Peningkatan dalam

1 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


teknologi, serta akses yang lebih sederhana ke teknologi, telah membuat
penerima informasi lebih mudah dan dengan demikian bisa dibilang lebih
adiktif daripada sebelumnya. Alih-alih membaca berita tentang pesta atau
acara sesekali (yaitu, di koran mingguan atau bahkan harian), kami memiliki
kemampuan untuk menerima informasi elektronik secara instan melalui alat
yang kami pilih (smartphone, tablet, laptop, dll). Akses sederhana ke
informasi ini melalui teknologi berpotensi memotivasi individu untuk dengan
mudah membandingkan kehidupan mereka sendiri dengan kehidupan yang
mereka baca melalui posting online dan pengamatan melalui gambar di situs
media sosial menyebabkan mereka merasa kurang puas dengan kehidupan
dan perilaku mereka (Abel., dkk. 2016).

Dari data yang telah dijabarkan di atas maka penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa FOMO ini menjadi perhatian khusus karena menjadi salah
satu faktor penyebab seseorang menjadi kecanduan menggunakan media
sosial, rasa takut kehilangan membuat seseorang terdorong untuk selalu
memeriksa media sosial yang dimiliki. Hal tersebut akan berdampak negatif
bagi kehidupan sosial di dunia nyata, seseorang yang kecanduan dengan
media sosial akan melupakan dan mengabaikan interaksi sosial secara nyata
dengan orang-orang yang berada disekitarnya dan seringnya memeriksa
media sosial juga akan berpengaruh pada produktifitasnya sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus kajian pada
penulisan ini adalah bagaimana fear of missing out (FOMO) dapat
berpengaruh pada kecanduan dalam penggunaan media sosial.

1.3 Tujuan Penulisan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fear of missing out
(FOMO) dapat mengendalikan kecanduan dalam penggunaan media sosial
dan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang fenomena
FOMO.

2 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dibidang pemikiran dan pengetahuan terhadap
perkembangan ilmu tentang fear of missing out (FOMO) driving social
media addiction
2. Manfaat Praktis

a. Bagi umum: penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan


mengenai fear of missing out (FOMO) driving social media
addiction.

b. Bagi kalangan akademis: penelitian ini diharapkan dapat menjadi


referensi, masukan dan menambah wacana keilmuan fear of missing
out (FOMO) driving social media addiction.

3 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Fear Of Missing Out


A. Definisi Fear Of Missing Out
Fear of missing out (FOMO) didefinisikan sebagai "perasaan tidak
enak dan ketakutan akan terlewat apa yang sedang teman-teman Anda
lakukan, cemas akan orang lain memiliki lebih banyak atau sesuatu yang
lebih baik daripada Anda" (JWT Marketing Communications, 2012, p. 4)
(Abel., dkk. 2016). Pada dasarnya, fakta bahwa orang sangat peduli
tentang apa yang orang lain lakukan dan pikirkan terkait dengan perasaan
ditinggalkan, takut apa yang orang lain pikirkan tentang hidup kita (JWT
Marketing Communications, 2012) (Abel., dkk. 2016). Dengan kata lain,
Fear of missing out about social media merupakan bentuk ketakutan yang
dirasakan individu ketika tertinggal update berita di media sosial
(Tresnawati, 2016).
Sementara seperti disebutkan, penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Jessica P. Abel, Beech-Nut, dkk, menunjukkan FOMO
terdiri dari lekas marah, cemas, dan perasaan tidak mampu, dengan
perasaan ini cenderung memburuk ketika seseorang masuk ke situs media
sosial (Abel., dkk. 2016). Perasaan yang intens dari seseorang yang
"kehilangan" memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan
pembelian; seorang individu dapat memilih untuk membeli produk yang
lebih baik atau lebih mahal daripada teman mereka karena mereka tidak
ingin kehilangan kemungkinan memiliki sesuatu yang lebih baik atau
kehilangan kesempatan untuk "menyesuaikan diri." Dalam situasi seperti
ini, orang mungkin mengubah apa yang biasanya mereka lakukan atau beli
karena tekanan sosial dan takut dikecualikan (Abel., dkk. 2016). Kita
mungkin tidak selalu secara sadar menyadari bahwa kita berpartisipasi
karena kita takut kehilangan sesuatu, tetapi kita dapat berhubungan dengan

4 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


mempertimbangkan pergi ke pesta atau acara karena orang lain berpikir
bahwa kita harus pergi daripada pergi karena kita benar-benar ingin (Abel.,
dkk. 2016).
Saat ini, FOMO dapat merasa seperti dorongan besar untuk berada
di dua atau lebih tempat sekaligus, didorong oleh rasa takut bahwa
kehilangan sesuatu dapat merusak kebahagiaan Anda (JWTIntelligence,
2012) (Abel., dkk. 2016). Media sosial adalah "seperti minyak tanah di api
FOMO" menurut Miller (Abel., dkk. 2016). Saat ini setiap individu
memiliki kemampuan untuk melihat pembaruan orang lain tentang
kehidupan mereka secara real time, media sosial dan teknologi
memungkinkan konsumen untuk memiliki akses konstan ke apa yang
mereka lewatkan (yaitu, pesta, makan malam, karier baru, atau kesempatan
lainnya).
Menurut Miller (Abel., dkk. 2016) selalu terhubung dengan media
sosial dan selalu dapat melihat hal-hal yang Anda lewatkan dapat
menyebabkan individu mulai mengalami perasaan tidak puas, cemas, dan
tidak layak. Individu memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih cemas,
mudah tersinggung, merasa lebih tidak memadai dan memiliki harga diri
yang lebih rendah untuk sementara setelah melihat media sosial
(JWTIntelligence, 2012) (Abel., dkk. 2016).
Penulis dapat menarik kesimpulan dari penjelasan yang telah
dijabarkan di atas mengenai fear of missing out, fear missing out adalah
suatu keadaan psikologis yang dialami seseorang dimana merasa takut bila
tertinggal hal-hal yang sedang menjadi trending di dunia maya atau
dengan kata lain dapat juga diartikan sebagai perasaan takut kehilangan
berita tentang orang lain dan takut merasa dikucilkan dari kelompok media
sosial.

5 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


B. Dimensi Fear Of Missing Out
Dimensi penting dari FOMO (Przybylski, Murayama, Dehaan, &
Gladwell, 2013) adalah hubungan potensial dengan kesehatan dan
kesejahteraan psikologis. Dalam sebuah buku baru-baru ini, Turkle
memajukan posisi bahwa komunikasi teknologi membawa pengaruh
positif dan juga negatif. Turkle (2011) mengeksplorasi sejumlah studi
kasus dan menguraikan kondisi umum di mana komunikasi digital pada
media dapat merusak refleksi diri dan pada akhirnya menurunkan
kesejahteraan. Turkle berpendapat bahwa ‘diri tertambat’ yang disediakan
oleh teknologi komunikasi yang selalu aktif dapat mengalihkan kita dari
pengalaman sosial yang penting. Turkle (2011) memajukan posisi
keinginan kuat untuk tetap terhubung secara terus menerus berpotensi
berbahaya karena mendorong orang untuk memeriksa teknologi digital
mereka bahkan ketika mereka sedang mengoperasikan kendaraan bermotor
(dalam Przybylski., dkk. 2013).
Sejalan dengan ini, akun-akun FOMO yang disajikan oleh jurnalis
yang menulis untuk The New York Times dan San Francisco Chronicle
(Przybylski., dkk. 2013) menyoroti bagaimana campuran media sosial dan
fear of missing out dapat dihubungkan dengan ketidakbahagiaan. Menurut
Wortham (Przybylski., dkk. 2013) mengusulkan bahwa FOMO mungkin
menjadi sumber suasana hati negatif atau perasaan tertekan sebagian
karena itu merusak perasaan bahwa seseorang telah membuat keputusan
terbaik dalam hidup. Penelitian yang berfokus pada motif yang mendasari
media sosial memberikan alasan tambahan untuk mengharapkan FOMO
terkait dengan defisit dalam suasana hati dan kepuasan dengan keterlibatan
media sosial seumur hidup. Penelitian tentang motif internal untuk
keterlibatan media sosial menunjukkan bahwa menghindari keadaan emosi
negatif seperti kesepian dan kebosanan memaksa penggunaan Facebook.
Dalam nada yang sama, ketidakpuasan dengan keadaan saat ini dari
hubungan seseorang telah diidentifikasi sebagai motif yang
melatarbelakangi penggunaan media sosial. Perspektif ini menunjukkan

6 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


media sosial memberi jalan keluar bagi frustrasi sosial dan emosional.
Diambil bersama-sama dengan literatur motivasi yang lebih luas, nampak
bahwa fear of missing out berperan penting dalam menghubungkan
variabilitas individu dalam faktor-faktor seperti kepuasan kebutuhan
psikologis, suasana hati secara keseluruhan, dan kepuasan hidup secara
umum terhadap keterlibatan media sosial (Przybylski., dkk. 2013).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rasa takut (FOMO),
yaitu gender, trait kepribadian, tidak adanya komunikasi face to face, dan
adanya faktor need (Tresnawati, 2016). Adapun aspek-aspek dari FOMO
menurut Przybylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell (Hariadi, 2018)
adalah sebagai berikut:
a. Ketakutan akan kehilangan momen berharga dari individu.
b. Ketakutan akan kehilangan momen berharga dari kelompok lain.
c. Keinginan untuk tetap terhubung dengan apa yang orang lain
lakukan.
2.2 Kecanduan Media Sosial
A. Definisi Kecanduan Media Sosial
Kehadiran media sosial dalam kehidupan kita menjadi tidak
terhindarkan. Berkomunikasi melalui media sosial dapat menjadi salah
satu metode komunikasi elektronik yang paling populer. Situs media sosial
dan blog mendominasi waktu orang Amerika secara online, sekarang
terhitung hampir seperempat dari total waktu yang dihabiskan di Internet.
Media sosial atau situs jejaring sosial paling populer saat ini dengan urutan
popularitas adalah Facebook, LinkedIn, Pinterest, Twitter, dan Instagram
(Abel., dkk. 2016).
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein (Hariadi, 2018)
mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi berbasis
internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0,
dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated
content”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diketahui bahwa media
sosial merupakan salah satu dari kelompok aplikasi yang berbasis internet.

7 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


Media sosial merujuk ke situs web dan alat online yang
memfasilitasi interaksi antara pengguna dengan memberikan mereka
peluang untuk berbagi informasi, pendapat, dan minat (Swar & Hameed,
2017). Merry Magdalena juga mengemukakan pendapatnya mengenai
media sosial, Ia menyatakan media sosial adalah lautan manusia yang
saling terhubung satu sama lain, memiliki hati nurani yang mampu
membedakan mana baik dan mana buruk. Hukumnya sama saja dengan
masyarakat nyata di kehiduapan sehari-hari (dalam Hariadi, 2018).
Perkembangan zaman saat ini yang begitu pesat membuat media
sosial mendorong manusia untuk menggunakannya pada setiap waktu dan
sudah menjadi kebiasaan atau bahkan kebutuhan sehari-hari. Griffiths
(2011) menyatakan bahwa kecanduan merupakan aspek perilaku yang
kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Kecanduan
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
ketergantungan yang dimiliki individu baik secara fisik dan psikologis
dalam sebuah aktivitas, meminum minuman keras atau obat- obatan yang
berada dibawah kontrol kesadaran (dalam Hariadi, 2018).
Dalam konteks ini, adiktif ditandai dengan; terlalu memperhatikan
aktivitas online, di dorong oleh motivasi yang tidak dapat dikendalikan
untuk mengakses media sosial, dan mencurahkan banyak waktu dan juga
upaya untuk mengakses media sosial tersebut sehingga dapat mengganggu
dan merusak kehidupan penting lainnya (Hariadi, 2018).
Dari beberapa penjelasan yang dipaparkan di atas dari beberapa
ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud kecanduan media
sosial adalah memakai atau menggunakan sosial media secara berlebihan
akibat adanya dorongan yang sulit untuk dikendalikan, sehingga dorongan
tersebut yang apabila tidak terpenuhi dapat mengakibatkan suatu perasaan
gelisah dan cemas.

8 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


B. Aspek-aspek Kecanduan Media Sosial
Menurut Kuss & Griffiths (Hariadi, 2018) aspek-aspek kecanduan
media sosial adalah berbagai macam fitur yang terdapat pada situs jejaring
sosial dapat menjadi salah satu penyebab kecanduan situs media sosial,
terutama meningkatnya waktu penggunaan situs jejaring/media sosial.
Individu dapat dikatakan menggunakan media sosial dalam intensitas yang
tinggi bahkan kecanduan jika memenuhi aspek- aspek kecanduan yang
dinyatakan oleh Griffiths (2011) sebagai berikut:
a. Salience
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran
individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa
sangat butuh) dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku
sosial). Individu akan selalu memikirkan internet, meskipun
tidak sedang mengakses internet.
b. Mood modification
Hal ini mengarah pada pengalaman individu sendiri, yang
menjadi hasil dari bermain internet, dan dapat dilihat sebagai
strategi coping.
c. Tolerance
Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari
mood.
d. Withdrawal symptoms
Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi
karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan
(misalnya mudah marah, cemas atau gemetar).
e. Conflict
Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna
internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal),
konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial,

9 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik
intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan
karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.
f. Relapse
Hal ini merupakan kecenderungan berulangnya kembali pola
penggunaan internet setelah adanya kontrol.
Aspek-aspek kecanduan media sosial juga dikemukakan oleh Andreassen
(Hariadi, 2018), Ia mengatakan bahwa ada 6 aspek kecanduan media sosial,
sebagai berikut:

a. Menghabiskan banyak waktu untuk berpikir atau/dan merencanakan


apa yang akan lakukan di media sosial.

b. Merasa sangat ingin terdesak untuk menggunakan media sosial.

c. Menggunakan media sosial untuk lari dsn melupakan masalah


pribadi.

d. Pernah mencoba untuk mengurangi penggunaan media sosial, tetapi


gagal.

e. Gelisah dan terganggu ketika dilarang menggunakan media sosial.

f. Terlalu sering menggunakan media sosial sehingga mengganggu


pekerjaan atau pendidikan.

10 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Metode Pendekatan


Pada penulisan ini, metode pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan systematic literature review. Menurut Kitchenham & Charters
(Wahono, 2015), Systematic literature review atau sering disingkat SLR
atau dalam bahasa Indonesia disebut tinjauan pustaka sistematis adalah
literature review yang mengidentifikasi, menilai, dan menginterpretasi
seluruh temuan-temuan pada suatu topik penelitian, untuk menjawab
pertanyaan penelitian (research question) yang telah ditetapkan
sebelumnya. Adapun sumber literatur yang digunakan pada penulisan ini
adalah jurnal penelitian ilmiah terkait tema penulisan.
Tahap-tahap systematic literature review (Wahono, 2015) sebagai
berikut:
1. Planning, Research Question (RQ) adalah bagian awal dan
dasar berjalannya SLR. RQ digunakan untuk menuntun
proses pencarian dan ekstraksi literatur. Analisis dan sintesis
data, sebagai hasil dari SLR, adalah jawaban dari RQ yang
kita tentukan di depan. RQ yang baik adalah yang
bermanfaat, terukur, arahnya ke pemahaman terhadap state-
of-the-art research dari suatu topik penelitian.
2. Conducting, Tahapan conduting adalah tahapan yang berisi
pelaksanaan dari SLR, dimana seharusnya sesuai dengan
Protokol SLR yang telah kita tentukan. Dimulai dari
penentuan keyword pencarian literatur (search string).
Pemahaman terhadap sinonim dan alternatif pengganti kata
akan menentukan akurasi pencarian literatur kita. Kemudian
langkah berikutnya adalah penentuan sumber (digital library)
dari pencarian literatur. Karena literatur yang kita
kumpulkan akan sangat banyak, mungkin ratusan atau ribuan

11 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


paper, maka disarankan untuk menggunakan tool software
untuk mempermudah kita mengelola literatur seperti
Mendeley, Zotero, EndNote, dsb. Setelah semua literatur
didapatkan, langkah berikutnya adalah memilih literatur yang
sesuai. Untuk mempermudah proses ini kita
direkomendasikan membuat kriteria yang berfungsi sebagai
filter dalam pemilihan dan penolakan suatu literatur
(inclusion and exclusion criteria). Langkah terakhir setelah
kita mendapatkan literatur yang kita inginkan, adalah
ekstraksi data (data extraction), kemudian melakukan sintesis
berbagai hal yang kita temukan dari literatur-literatur yang
sudah kita pilih (synthesis of evidence). Tujuan utama dari
sintesis data adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi
berbagai hasil penelitian dari berbagai literatur, dan untuk
memilih metode yang paling tepat untuk mengintegrasikan
penjelasan dan interpretasi dari berbagai temuan tersebut.
Sintesis yang kita lakukan bisa berbentuk naratif atau
kuantitatif (meta analysis). Langkah terakhir ini adalah
langkah penting yang harus kita lakukan dengan detail dan
hati-hati, karena kualitas SLR kita akan ditentukan dari hasil
sintesis dan analisis yang kita lakukan.
3. Reporting, Reporting adalah tahapan penulisan hasil SLR
dalam bentuk tulisan, baik untuk dipublikasikan dalam
bentuk paper ke jurnal ilmiah atau untuk menyusun Bab 2
tentang Literature Review dari skripsi/tesis/disertasi kita.
Struktur penulisan dari SLR biasanya terdiri dari 3 bagian
besar, yaitu: Pendahuluan (Introduction), Utama (Main
Body) dan Kesimpulan (Conclusion). Bagian Pendahuluan
akan berisi latar belakang dan landasan mengapa SLR pada
suatu topik itu penting dan harus dilakukan. Sedangkan
Bagian Utama akan berisi protokol SLR, hasil analisis dan

12 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


sintesis temuan, serta diakhiri dengan diskusi yang
membahas implikasi dari hasil SLR. Bagian Kesimpulan
akan berisi rangkuman dari temuan yang kita dapatkan,
sesuai dengan RQ yang kita tetapkan di depan.
3.2 Pengolahan Data

Pada penulisan ini, dari data yang telah penulis kumpulkan


selanjutkan akan diolah menggunakan pengolahan data secara kualitatif.
Dimana data-data dari jurnal penelitian sebelumnya mengenai tema
penulisan ini dianalisa menggunakan kumpulan kalimat, kempulan
penyataan atau uraian yang mendalam (Herdiansyah, 2015).

3.3 Analisis Dan Sintesis

Setelah data di dapatkan dan diperoleh, maka hasil dari penelitian


sebelumnya penulis analisis kembali dengan analisis menurut penulis.
Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna
meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.

Jurnal yang telah penulis jadikan acuan analisis disintesis pada


bagian yang penulis analisis untuk menghasilkan analisis yang baru dari
penulis. Menurut pendapat Kattsoff (1986) menyatakan bahwa yang
dimaksud sintesis yang utama adalah mengumpulkan semua pengetahuan
yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia.

13 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS


4.1 Analisis
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan ‘’bagaimana fear of missing out (FOMO)
dapat mengendalikan kecanduan dalam penggunaan media sosial’’. Systematic literature review atau SLR berdasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berupa jurnal internasional, seperti yang tertera pada tabel berikut:
No Judul Penulis Tahun Subjek Hasil
1. Social Media Abel, Jessica 2016 232 responden Mengevaluasi gender dan FOMO, kami mencatat tidak ada
and the Fear P., dkk yang mayoritas temuan yang signifikan. Rata-rata total skor FOMO untuk
of Missing mahasiswa wanita hanya sedikit lebih tinggi daripada yang dilaporkan
Out: Scale oleh pria. Hasil usia menunjukkan penurunan signifikan
Development dalam FOMO keseluruhan untuk mereka yang "Lebih dari
and 24", dengan individu yang lebih muda mengekspresikan
Assessment FOMO yang lebih tinggi.
2. Computers in Przybylski, 2013 Partisipan Secara keseluruhan, FOMO negatif terkait dengan usia, r =-
Andrew K
Human adalah 672 pria .37, p <.001, dan korelasi menunjukkan laki-laki cenderung
Murayama.,

14 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


Behavior dkk dan 341 wanita melaporkan tingkat FOMO yang lebih tinggi, r =- .05, p = .01.
Motivational, (n = 1013),
emotional, berkisar
and dalam usia 18
behavioral hingga 62
correlates of tahun
fear of
missing out
3. Fear of Swar, Bobby 2017 284 mahasiswa Penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang dengan rendah
Missing out, Hameed, kebutuhan psikologis memiliki rasa takut yang tinggi akan
Social Media Tahir kehilangan yang mengarah ke level media sosial yang lebih
Engagement, tinggi pertunangan. Tingginya level media sosial pertunangan
Smartphone kemudian menyebabkan kecanduan smartphone dan gangguan
Addiction and smartphone.
Distraction:
Moderating
Role of Self-
Help Mobile
Apps-based

15 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


Interventions
in the Youth
4. Intuisi Rani 2016 Populasi pada Terdapat hubungan yang liniear antara the big five personality
Hubungan Tresnawati, penelitian ini traits dalam penelitian ini yang terdiri dari
Antara the Big Febrina adalah seluruh conscientiousness,extraversion,agreeableness dan neuroticism
Five mahasiswa/i dengan fear of missing out about social media dengan r=
Personality Universitas 0,248 dan R- Square sebesar 6,1% yang berarti bahwa the big
Traits Dengan Negeri five personality traits secara stimulan mempengaruhi fear of
Fear of Semarang missing out about social media, sedangkan 93,9% dipengaruhi
Missing Out oleh variabel lain di luar penelitian ini. Terdapat hubungan
About Social positif yang signifikan extraversion, dan agreeableness
Media Pada dengan fear of missing out about social media. Semakin tinggi
Mahasiswa extraversion, dan agreeableness, maka semakin tinggi pula
perasaan fear of missing out about social media dan begitu
pula sebaliknya. Terdapat hubungan negatif antara trait
kepribadian neuroticism dengan fear of missing out about
social media dan tidak ada hubungan antara trait kepribadian
conscientiousness dengan fear of missing out about social
media.

16 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


5. Hubungan Hariadi, 2018 120 siswa yang Hasil uji normalitas menunjukkan nilai signifikansi untuk
antara fear of Aisyah bersekolah di skala kecanduan media sosial sebesar 0.433, sedangkan untuk
missing out Firdaus MAN skala Fear of Missing Out sebesar 0.258. Sehingga dari kedua
(fomo) Surabaya. variabel memiliki nilai signifikansi > 0.05 maka dapat
dengan dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
kecanduan Selanjutnya untuk uji linieritas, menunjukkan taraf
media sosial signifikansi sebesar 0.855 > 0.05 sehinga dapat dikatakan
pada remaja bahwa hubungan antar kedua variabel linier.
skripsi
Dari tabel di atas maka dapat penulis analisa bahwa faktor penyebab FOMO adalah yang pertama, dari segi gender
ditemukan bahwa laki-laki berusia muda lebih banyak terkena FOMO dibandingkan dengan perempuan berdasarkan pada
penelitian yang dilakukan Jessica P. Abel, dkk. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andrew K. Przybylski,
dkk. Kedua, ditemukan adanya kebutuhan dasar akan kepuasan yang rendah artinya FOMO dapat dialami oleh mereka yang
kurang puas terhadap kebutuhan akan kompetensi, otonomi dan keterkaitan. Dengan kata lain, orang yang merasa memiliki
keahlian pada suatu bidang yang rendah, memiliki kewenangan yang rendah pada kehidupan sosialnya dan keterikatan antara
dirinya dengan orang lain secara nyata akan mengalami rasa takut tertinggal (FOMO) yang tinggi.
Ketiga, FOMO dipengaruhi oleh the big five personality traits secara stimulan, orang dengan trait extraversion dan
agreeableness yang tinggi mengalami FOMO, sedangkan orang dengan trait neuroticism dan conscientiousness tidak
mengalami FOMO. Keempat, FOMO dapat mempengaruhi kecanduan media sosial.

17 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


4.2 Sintesis
Untuk menguji hipotesis yang diteliti oleh Andrew K. Przybylski,
dkk, bahwa individu yang rendah dalam hal dasar psikologis membutuhkan
kepuasan akan lebih mungkin untuk mengalami FOMO, mereka
mengevaluasi model regresi hirarki dua langkah. Karena analisis awal mereka
menunjukkan bahwa usia peserta dan jenis kelamin berbeda dengan sejumlah
langkah-langkah yang diamati mereka memasukkan faktor-faktor ini pada
langkah pertama model sebagai kontrol variabel. Pada langkah kedua model
mereka memasuki psikologis dasar butuh kepuasan sebagai prediktor FOMO.
Hasil yang diperoleh oleh kemunduran FOMO pada kepuasan kebutuhan
psikologis dasar ditunjukkan mereka yang terbukti kurang puas terhadap
kebutuhan akan kompetensi, otonomi, dan keterkaitan juga melaporkan
tingkat yang lebih tinggi takut ketinggalan, b = .25, p <.001, tren yang
signifikan variabilitas dalam usia partisipan dan konstanta gender.
(Przybylski., dkk. 2013).

Secara keseluruhan, FOMO negatif terkait dengan usia, r = -.37, p


<.001, dan korelasi menunjukkan laki-laki cenderung melaporkan tingkat
FOMO yang lebih tinggi, r = -.05, p = .01. Hubungan-hubungan ini
memenuhi syarat oleh efek interaksi yang signifikan (usia X jenis kelamin),
t(2075) = 2.12, p = .03. Analisis lereng sederhana ditunjukkan bahwa
perbedaan gender diamati dalam tingkat FOMO berada dibukti hanya untuk
peserta yang lebih muda, yaitu, untuk mereka yang berusia 1 SD di bawah
rata-rata sampel, t (2075) = -3,33, p <0,001. Dengan kata lain, peserta yang
lebih muda, dan pria yang lebih muda khususnya, cenderung melaporkan
level FOMO tertinggi. Tidak ada bukti untuk perbedaan gender dalam FOMO
di antara orang tua. Korelasi lebih lanjut menunjukkan peserta yang lebih tua
cenderung kurang terlibat media social (Przybylski., dkk. 2013).

18 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


Hasil yang mendukung penelitian di atas mengenai laki-laki muda
lebih tinggi mengalami FOMO adalah penelitian yang dilakukan oleh Jessica
P. Abel, Beech-Nut, dkk. Mengevaluasi gender dan FOMO, kami mencatat
tidak ada temuan yang signifikan. Rata-rata total skor FOMO untuk wanita
hanya sedikit dibandingkan yang dilaporkan oleh pria hasilnya lebih tinggi.
Hasil usia menunjukkan penurunan signifikan dalam FOMO keseluruhan
untuk mereka yang "Lebih dari 24", dengan individu yang lebih muda
mengekspresikan FOMO yang lebih tinggi (Abel., dkk. 2016).

Menggunakan fitur binning dari SPSS, subjek dibagi, berdasarkan


total skor FOMO, menjadi 3 ukuran bin yang relatif setara: Bin 1, n = 65,
mewakili skor FOMO <= 23; Bin 2, n = 60, mewakili skor FOMO 24-31; Bin
3, n = 60, mewakili skor FOMO 32+. Sekali lagi, kami memeriksa perbedaan
dalam perilaku dan desakan, mencatat temuan signifikan untuk dorongan
untuk memeriksa media sosial (1) ketika sendirian (F = 3,462, p <0,033), (2)
ketika tidak dapat masuk (untuk alasan apa pun) ( F = 11.057, p <.000), dan
(3) saat Anda berada di kelas (F = 11.973, p <.000). Tidak ada perbedaan
signifikan dalam kekuatan dorongan untuk memeriksa media sosial ketika
sendirian; terlepas dari tingkat FOMO, keinginan untuk mengecek kuat dan,
pada kenyataannya, sebagaimana dibuktikan oleh skor rata-rata, lebih kuat
dari semua situasi lain yang diuji (Abel., dkk. 2016).

Hasil menunjukkan bahwa mereka dengan tingkat FOMO yang lebih


tinggi lebih mungkin mengalami dorongan untuk memeriksa media sosial di
seluruh situasi. Mereka lebih cenderung memeriksa Facebook, Twitter,
Instagram, dan MySpace. Tidak ada perbedaan dalam frekuensi memeriksa
LinkedIn, yang masuk akal karena ini terutama merupakan platform media
sosial untuk penggunaan profesional. Juga tidak ada perbedaan dalam
frekuensi memeriksa Pinterest. Kurangnya temuan yang signifikan untuk
gender berbeda dari penelitian sebelumnya karena JWTIntelligence (2012)
menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki rasa takut yang lebih
tinggi untuk dilewatkan (Abel., dkk. 2016).

19 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


5.1 Simpulan
Dari hasil analisis di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
sebagai berikut:

1. Salah satu yang menjadi penyebab kecanduan media sosial adalah fear
of missing out (FOMO), FOMO adalah suatu keadaan atau perasaan
takut akan tertinggal aktifitas yang ada dimedia sosial.
2. FOMO disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor gender dan usia,
ditemukan pada laki-laki muda lebih banyak yang terkena FOMO
dibandingkan perempuan, faktor rendahnya kepuasan kebutuhan, dan
faktor rendahnya aktifitas yang dilakukan sehari-hari.
3. FOMO dikatakan dapat mengendalikan kecanduan menggunakan
media sosial, hal tersebut dikarenakan FOMO mendorong seseorang
untuk secara terus menerus memeriksa media sosial.

5.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis yang penulis jabarkan, maka penulis dapat
merekomendasikan beberapa cara agar pengguna media sosial terhindar dari
FOMO dan mencegah kecanduan media sosial adalah sebagai berikut:

1. FOMO dapat dijadikan sebagai intervensi kecanduan media


sosial, seperti seminar dan pelatihan mengenai FOMO sebagai
langkah preventif dan kuratif.
2. Melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk mengisi waktu luang
seperti membaca Al-qur’an, membaca buku-buku pengetahuan
atau buku yang sesuai dengan minat seperti novel.
3. Mencari dan bergabung dalam suatu komunitas atau organisasi,
memperbanyak relasi akan menambah kegiatan pula, maka
intensitas memeriksa media sosial akan berkurang.

20 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction


DAFTAR PUSTAKA
Abel, J. P., Buff, C. L., & Burr, S. A. (2016). Social Media and the Fear of
Missing Out: Scale Development and Assessment. Journal of Business &
Economics Research (JBER), 14(1), 33.
Hariadi, A. F. (2018). Hubungan antara fear of missing out (fomo) dengan
kecanduan media sosial pada remaja skripsi. Skripsi, (Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya), 1–85.
Przybylski, A. K., Murayama, K., Dehaan, C. R., & Gladwell, V. (2013).
Computers in Human Behavior Motivational , emotional , and behavioral
correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4),
1841–1848.
Rani Tresnawati, F. (2016). Intuisi Hubungan Antara the Big Five Personality
Traits Dengan Fear of Missing Out About Social Media Pada Mahasiswa.
Intuisi, 8(3), 179–186.
Swar, B., & Hameed, T. (2017). Fear of Missing out, Social Media Engagement,
Smartphone Addiction and Distraction: Moderating Role of Self-Help
Mobile Apps-based Interventions in the Youth. Proceedings of the 10th
International Joint Conference on Biomedical Engineering Systems and
Technologies, (Biostec), 139–146.
Wahono, R. S. (2015). A Systematic Literature Review of Software Defect
Prediction: Research Trends, Datasets, Methods and Frameworks. Journal of
Software Engineering, 1(1), 1–16.

21 | Fear of missing out (FOMO) driving social media addiction

Anda mungkin juga menyukai