Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PEMBAHASAN

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang
berpotensial untuk menimbulkan kerusakan jaringan (NANDA International Nursing
Diagnoses, 2012). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat sekitar 5
juta pasien dirawat di ruang akut setiap tahun, dan diperkirakan 71% mengalami
rasa nyeri selama perawatan di ruangan, baik karena proses patofisiologis terkait
penyakit yang diderita maupun karena terapi yang diterima (Pronovost, 2005).
Selama ini, penilaian nyeri secara verbal dari pasien merupakan gold standard
untuk mengetahui kualitas nyeri, namun pada pasien yang tidak dapat melaporkan
nyeri yang dirasakan, pengkajian nyeri menjadi sulit untuk dilaksanakan.
Ketidakefektifan penilaian nyeri membuat masa rawat inap pasien di rumah sakit
khususnya di ruang akut semakin lama (Stites, Mindy et al., 2013). Selain itu
gangguan rasa nyaman nyeri dapat menimbulkan anxietas yang ditandai dengan
adanya stress. Stress diketahui dapat meningkatkan kortisol melalui aksis HPA
(Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis) sehingga akan menekan aktivitas sel
imunokompeten yang berakibat pada peningkatan kerentanan tubuh terhadap
infeksi (Kawuryan, 2009).

PENGKAJIAN NYERI MENGGUNAKAN CPOT


Pengkajian nyeri harus dilakukan secara regular dan menggunakan metode
yang benar. Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya, yang
perlu diperhatikan adalah adanya perubahan perilaku pasien. CPOT (Critical-care
Pain Observation Tool) merupakan salah satu instrument yang terbukti dapat
digunakan untuk menilai adanya perubahan perilaku tersebut (Stites, 2013). CPOT
pertama dikembangkan oleh Gellinas, et al. (2006) dan telah diaplikasikan di
California, Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis (Gellinas, et al., 2006).
CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: (1) mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS > 4, (2) tidak mengalami brain injury, (3)
memiliki fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi
wajah, pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi
(pada pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan
skor total 0-8, dengan total skor ≥ 2 menunjukkan adanya nyeri. Tujuan dari
pengkajian nyeri dengan CPOT yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya nyeri.
CPOT tidak dapat digunakan untuk mengkaji skala nyari karena skala nyeri hanya
dapat dikaji pada pasien dengan tingkat kesadaran yang baik dan dapat
mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan (Rose, 2013). Selain untuk menilai ada
atau tidaknya nyeri, CPOT juga dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan
terapi analgesic. Domain CPOT dan definisi operasionalnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

APLIKASI CPOT
Pengkajian nyeri hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami
nyeri, baik karena proses patologis penyakit maupun karena prosedur tindakan
untuk terapi, seperti pemasangan kateter, ventilator mekanik, dll. Jika pasien dapat
mengkomunikasikan nyeri yang dirasa, maka pernyataan nyeri dari pasien dianggap
sebagai data yang valid dan harus segera dilakukan manajemen nyeri. Jika pasien
tidak dapat mengatakan nyeri yang dirasakan, maka dapat dilakukan pengkajian
nyeri dengan CPOT. Pengkajian nyeri dengan CPOT dapat dilakukan pada setiap
awal pergantian shift jaga perawat. Pengkajian dengan CPOT dilakukan pada saat
istirahat dan pada saat dilakukan prosedur nociceptor (biasanya dengan
memiringkan pasien) untuk menilai perubahan perilaku yang ditunjukkan pasien.
Skor ≥ 2 menunjukkan adanya nyeri.

ALGORITMA PENGKAJIAN NYERI DENGAN CPOT

Pasien dengan kecurigaan nyeri

ya Kemampuan Tanyakan
Pernyataan nyeri komunikasi baik skala nyeri

Kemampuan Tanyakan
tidak dapat
dikaji komunikasi kurang nyeri/tidak

Pengkajian dg CPOT ≤2 Nyeri (-)

≥2

Berikan analgesik

Puncak
efek obat
Penurunan skor ≤ 2 Pertimbangkan
Pengkajian dg CPOT
alternative terapi lain

Penurunan
skor ≥ 2

Terapi efektif

Anda mungkin juga menyukai