Anda di halaman 1dari 3

10.

TEKNOLOGI BETON FEROSEMEN


UNTUK JARINGAN IRIGASI TERSIER
Latar Belakang
Secara umum kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi primer dan sekunder hampir
disetiap daerah irigasi di Indonesia, mencapai rata-rata 30%. Sedangkan pada jaringan
tersier mencapai hingga 60%. Penyebab kerusakan tersebut diantaranya karena
longsoran tebing dan penumpukan sedimen.
Kondisi jaringan tersier tersebut akan semakin rusak karena kemampuan finansial
petani sangat lemah untuk mendukung operasi dan pemeliharaan, khususnya pada
jaringan irigasi tersier, yang berakibat pada kerusakan jaringan, tidak meratanya debit
distribusi air, penurunan efesiensi pelayanan air serta fungsi saluran tersier.

Solusi
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi, Balitbang PUPR
menghadirkan teknologi Ferosemen Jaringan Irigasi yang berfungsi mendukung
penyediaan suplai air irigasi
10. TEKNOLOGI BETON FEROSEMEN
UNTUK JARINGAN IRIGASI TERSIER

Keunggulan

❖ Mudah diaplikasikan;
❖ Kuat, lentur, dan tahan lama dibandingkan dengan teknologi beton biasa yang lebih
tebal dan dibentuk dengan cetakan;
❖ Lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi konvensional;
❖ Mudah diadaptasikan ke dalam prinsip fisik, mekanik, maupun hidrolik;
❖ Penggunaan material lokal dan dapat dibuat insitu atau di tempat lain untuk
selanjutnya dirangkai di lapangan;
❖ Lebih efektif dan efisien dengan metode yang cukup sederhana;
❖ Dapat diadaptasi di berbagai lokasi;
❖ Mampu dioperasikan oleh petani
BETON FEROSEMEN
UNTUK JARINGAN IRIGASI TERSIER

Deskripsi Teknologi

Berbeda dari beton bertulang biasa dalam penulangan yang terdiri dari tulangan yang
rapat, beberapa lapis kawat jala atau kawat anyam yang diisi dan diselimuti dengan
semen mortar kurang dari 1,5 centimeter, bahan ini dapat dibentuk sebagai bidang
yang tipis dengan ketebalan antara 3 sampai 6 centimeter. Sementara ketebalan beton
konvensional diatas 8 centimeter yang dibentuk dengan cetakan, sedangkan ferosemen
bisa tanpa cetakan

Anda mungkin juga menyukai