Perkerasan Jalan Raya
Perkerasan Jalan Raya
(Jl. PTP XVIII Ngobo, Wringinputih, Kec. Bergas Kab. Semarang, Jawa
Tengah)
Disusun Oleh :
Kelompok A.3
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
i
DATA KELOMPOK
Kelompok A.3
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami, selaku penyusun laporan ini
dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Perkerasan Jalan Raya. Laporan ini disusun
sebagai syarat lulus dalam menempuh Mata Kuliah Perkerasan Jalan Raya. Pada
kesempatan ini, penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Bagus Hario Setiadji, ST. MT., Ir. Djoko Purwanto, MS., Ir. Supriyono,
MT., Ir. Wahyudi Kushardjoko, MT. selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Perkerasan Jalan Raya di Departemen Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
2. Bapak Charmanto dan Bapak Aji sebagai narasumber selama pengamatan di
PT.KADI International.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
penyusun dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran membangun dari rekan mahasiswa khususnya dan
para pembaca pada umumnya, agar dalam penyusunan laporan selanjutnya akan
menjadi lebih baik. Harapan kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................ i
DATA KELOMPOK ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.4 Pembatasan Masalah ...................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ............................................................................................... 4
2.2 Pengertian ....................................................................................................... 4
2.3 Karakteristik ................................................................................................... 5
2.4 Bahan Campuran ........................................................................................... 9
BAB III HASIL PENGAMATAN
3.1 Proses Produksi Hotmix ................................................................................. 11
3.1.1 Proses Utama Produksi Hotmix .................................................... 11
3.1.2 Proses Tambahan .......................................................................... 16
3.2 Kendala Dalam Proses Produksi Hotmix ....................................................... 18
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Proses Pembuatan Hotmix ............................................................................. 20
4.2 Analisis ........................................................................................................... 21
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 25
5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 25
5.2. Saran .............................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
sistem diatas rusak atau tidak berfungsi maka instalasi pencampur aspal
tidak boleh dioperasikan.
Dalam pembahasan ini, akan lebih dalam membahas tentang
produksi dari pembuatan campuran aspal. Awal dari pembuatan hotmix
adalah dengan pemilihan bahan material. Baik agregat yang sifatnya kecil,
agregat sedang, maupun agregat besar. Adapun agregat yang dipakai dalam
pembuatan hotmix ini yaitu antara lain :
a. Material 1 inch
b. Material ¾ inch
c. Material ½ inch
d. Abu batu
Adapun produk yang dihasilkan ada tiga yaitu :
1. AC Binder Course (ACBC)
2. AC Bearing (ACWC)
3. AC Base
Namun dari tiga produk yang dihasilkan diatas, akan dibahas salah satu
produk secara detail yaitu proses pembuatan AC Binder Course ( ACBC ).
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
proses produksi campuran beraspal. Adapun tujuannya yaitu :
1. Mengetahui bahan- bahan yang digunakan dalam pencampuran
2. Untuk mengetahui proses produksi dalam suatu perusahaan PT. Kadi
Internasional.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana proses produksi pencampuran aspal agar mendapatkan hasil
perkerasan lentur dan gradasi yang baik?
2. Kendala apa saja yang terjadi saat proses produksi?
2
1.4. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup kegitan survei yang dilakukan pada AMP ini adalah untuk
mengetahui kegiatan operasi proses produksi yang berhubungan dengan aspal
sebagai bahan pekerjaan konstruksi, maka dalam hal ini perlu diadakan
pembatasan masalah yaitu
1. Bahan bahan yang digunakan dalam proses pencampuran
2. Proses pembuatan campuran
3. Kendala-kendala yang terjadi
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.2. Pengertian
Hotmix adalah campuran agregat halus dengan agregat kasar, dan bahan
pengisi (filler) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu panas tinggi.
Dengan komposisi yang diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis. Menurut
4
Bambang Irianto (1988) dan Silvia Sukirman (1999), hotmix adalah suatu
bahan yang terdiri dari campuran antara batuan (agregat kasar dan agregat
halus) dengan bahan ikat aspal yang mempunyai persyaratan tertentu, dimana
kedua material sebelum dicampur secara homogen, harus dipanaskan terlebih
dahulu. Dalam campuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat
kecairan (viskositas) yang tinggi agar dapat menghasilkan mutu campuran
yang baik dan kemudahan dalam pelaksanaan. Pemilihan jenis aspal yang akan
digunakan ditentukan atas dasar iklim cuaca, kepadatan volume lalu lintas, dan
jenis kontruksi yang akan digunakan.
2.3. Karakteristik
Untuk mendapatkan mutu aspal beton yang baik, dalam proses perencanaan
campuran harus memperhatikan karakteristik campuran aspal . Berikut ketujuh
macam karakteristik yang dimiliki, yaitu :
a. Stabilitas Stabilitas lapisan pekerjaan jalan adalah kemampuan lapisan
perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap
seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas
setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan
memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian
besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih besar
dibandingkan dengan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari
kendaraan penumpang saja. Beberapa variabel yang mempunyai hubungan
dengan stabilitas antara lain :
1) Gaya gesek (friction), hal ini tergantung pada permukaan, gradasi dan
bentuk agregat, kerapatan campuran serta kualitas aspal.
2) Kohesi, merupakan daya lekat dari masing-masing partikel bahan
perkerasan. Kohesi batuan akan terlihat dari sifat kekerasannya dan
kohesi campuran tergantung dari gradasi agregat, daya adhesi aspal dan
sifat bantu bahan tambah.
3) Inersia, merupakan kemampuan lapis perkerasan untuk menahan
perpindahan tempat (resistence to displacement), yang terjadi
5
akibat beban lalu lintas, baik besarnya beban maupun jangka waktu
pembebanan. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu
menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume
antar agregat kurang, mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah.
Hal ini menghasilkan film aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal
mudah lepas sehingga durabilitasnya rendah. Stabilitas terjadi dari hasil
geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari
lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh
dengan mengusahakan penggunaan :
1) Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
2) Agregat dengan permukaan yang kasar dan berbentuk kubus.
3) Aspal dengan penetrasi rendah.
4) Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir. Agregat
bergradasi baik, bergradasi rapat memberikan rongga antar butiran
agregat (voids in mineral agregat = VMA) yang kecil. Keadaan ini
menghasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal
yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil mengakibatkan
aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film
aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan
lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan
menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal
tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil)
dan juga menghasilkan rongga antar campuran (voids in mix = VIM)
yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan
mengakibatkan lapisan-lapisan aspal meleleh keluar yang dinamakan
bleeding.
b. Durabilitas (daya tahan) Durabilitas adalah ketahanan campuran aspal
terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan suhu, maupun keausan akibat
gesekan roda kendaraan. Diperlukan pada lapisan permukaan sehingga
lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan
6
perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan. Adapun faktor
yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah :
1) Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan
terjadinya bleeding ikut menjadi tinggi.
2) VIM kecil, sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk kedalam
campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi
rapuh/getas.
3) VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM
kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar.
Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi
senjang.
4) Besarnya pori yang tersisa dalam campuran beton aspal setelah
pemadatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun.
c. Fleksibilitas (kelenturan) Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah
kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat
beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
1) Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
2) Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
3) Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang
kecil. Fleksibilitas suatu campuran perkerasan menunjukkan kemampuan
untuk menahan lendutan dan tekukan misalnya dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan kecil dari lapisan di bawahnya terutama tanah
dasarnya (subgrade), tanpa mengalami keretakan. Untuk meningkatkan
kelenturan, pemakaian agregat dengan gradasi terbuka sangat sesuai,
tetapi dengan pemakaian tersebut akan didapatkan nilai stabilitas yang
tidak sebaik bila menggunakan gradasi rapat. Sifat aspal terutama
daktilitasnya sangat menentukan kelenturan perkerasan. Aspal yang
mempunyai daktilitas rendah, maka dalam perkerasan akan
7
menghasilkan suatu perkerasan yang nilai fleksibilitasnya rendah
sedangkan jika aspal mempunyai daktilitas yang sesuai maka nilai
fleksibilitasnya akan baik.
d. Skid resistence (tahanan geser/kekesatan) Tahanan geser adalah kekesatan
yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip
baik di waktu hujan atau basah maupun diwaktu kering. Kekesatan
dinyatakan dengan koefisien geser antara permukaan jalan dan ban.
Tahanan geser bernilai tinggi jika :
1) Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tak terjadi bleeding.
2) Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
3) Penggunaan agregat berbentuk kubus.
4) Penggunaan agregat kasar yang cukup.
e. Ketahanan leleh (fatigue resistence) Ketahanan leleh adalah ketahanan dari
lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya
kelelehan yang berupa alur (ruting) dan retak. Ketahanan leleh tergantung
dengan besarnya nilai VIM, yaitu :
1) VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan
kelelahan yang lebih cepat.
2) VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis
perkerasan menjadi fleksibel.
f. Kemudahan pelaksanaan (workabilitas) Yang dimaksud dengan kemudahan
pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan
dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang
diharapkan. Hal itu berdasarkan pada :
1) Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari
pada agregat bergradasi lain.
2) Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan
pengikat yang bersifat termoplastis.
3) Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan
lebih sukar.
8
g. Kedap air (impremeabilitas) Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk
tidak dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara
dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan
film/selimut aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah
pemadatan aspal menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat
impremeabilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat
durabilitasnya.
9
- Stabilitas yang cukup untuk memberikan kemampuan agar dapat memikul
beban deformasi yang disebabkan oleh beban lalu lintas.
- Kadar rongga yang cukup untuk menampung penambahan kekuatan.
- Workabilitas yang cukup untuk memudahkan pengerjaan dan tidak terjadi
segresi.
10
BAB III
HASIL PENGAMATAN
11
1. Pengisian material agregat ke dalam cold bin
Material yang sudah dipecah dengan stone crusher diisikan ke dalam
cold bin yang sudah disekat-sekat menjadi 4 bagian berdasarkan ukuran
agregatnya. Material tersebut diperoleh dari gunung batu di Desa Pulosari
Bawen. Material-material tersebut antara lain: material 1 inch, material ¾
inch, material ½ inch, dan abu batu. Pemisahan material di cold bin
bertujuan agar material yang satu dengan yang lain tidak tercampur
sehingga didapatkan proporsi yang tepat untuk pembuatan campuran
beraspal.
Material agregat lalu masuk ke belt conveyor melalui bukaan cold
bin yang sudah diatur melalui ruang pusat operator.
12
2. Pemanasan material agregat
Material agregat dibawa naik secara otomatis oleh belt conveyor ke
unit pemanas yang disebut dengan dryer. Di dalam dryer ini, material
dibakar/dipanaskan sehingga suhunya mencapai 1800.
13
3. Penyaringan material agregat
Material agregat yang telah dipanaskan lalu diangkut turun oleh hot
elevator menuju unit screen. Di dalam unit screen terdapat vibrator screen
yang berguna untuk menyaring/mengayak material sesuai dengan ukuran
agregat masing-masing. Apabila terdapat material yang ukurannya melebihi
ketentuan (disebut oversize), maka material tersebut akan dibuang. Begitu
juga jika ada material yang ukurannya kurang dari ketentuan (disebut
overflow). Material yang sudah dibuang tidak dapat digunakan lagi untuk
membuat campuran beraspal.
14
4. Penimbangan material agregat
Material agregat akan turun ke unit penimbangan (unit hotbin)
setelah diayak. Di dalam unit hotbin ini, material agregat akan ditimbang
sesuai dengan proporsi masing-masing.
5. Pencampuran material agregat dengan aspal
Setelah ditimbang, material agregat akan turun ke unit mixing untuk
proses pencampuran. Di dalam unit ini terdapat dua kegiatan, yaitu:
a. Pensuplaian aspal panas dari tangki aspal ke unit mixing. Untuk ACBC,
kadar aspal yang ditambahkan adalah 5,5% - 5,6% dan memiliki suhu
minimal 1500. Aspal harus benar-benar bersih. Apabila ada fraksi-fraksi
lain yang tidak bisa disuling, maka fraksi-fraksi tersebut akan dibuang.
15
b. Penambahan material filler berupa semen. Penambahan material filler
ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan menambah kekuatan agar
aspal tidak mengalami bleeding.
Proses pencampuran antara agregat, aspal, dan filler dilakukan
selama 45 detik (maksimal 1 menit). Proses pencampuran yang terlalu lama
akan menyebabkan produk campuran beraspal menjadi kurang bagus karena
akan ada material yang hilang. Setelah proses pencampuran selesai,
campuran beraspal akan dituang kedalam dump truck dengan suhu jadi
antara 1550-1600.
16
Gambar 3. Tempat proses penyiraman debu
Termometer
17
Selain pengecekan suhu, dilakukan juga penimbangan (tonase)
terhadap campuran beraspal. Untuk dump truck kecil, muatan campuran
beraspal antara 10-12 ton (11 batch). Sedangkan untuk dump truck besar
muatan campuran beraspal maksimal 14 ton (15 batch).
18
dan Geofisika (BMKG) apakah proses produksi dapat dilanjutkan atau harus
dihentikan.
2. Kerusakan Alat
Kerusakan alat-alat dapet menganggu produksi. Misalnya unit
mixing rusak, maka proses produksi campuran beraspal tidak dapat
dilanjutkan. Perlu adanya perbaikan yang memakan waktu. Apalgi harga
alat-alat tersebut tidaklah murah.
3. Keterbatasan stock material
Material baik agregat maupun aspal merupakan komponen vital
dalam proses produksi campuran beraspal. Apabila bahan material tersebut
habis atau stocknya terbatas, maka proses produksi tidak dapat dilanjutkan.
Apalagi material dasar seperti batu blondos juga tidak dapat diperoleh
dengan cara dan waktu yang singkat.
4. Keterbatasan Akomodasi
Akomodasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk proses
produksi campuran beraspal. Kendaraan seperti dump truck sangat
membantu dalam proses pengiriman campuran beraspal dari AMP menuju
lapangan. Selain itu dump truck juga berfungsi untuk membawa batu
blondos dari quarry ke AMP. Keterbatasan akomodasi akan mengganggu
proses produksi hotmix terutama saat jadwal produksi padat.
Jarak tempuh pengiriman juga menjadi salah satu kendala proses
produksi. Jarak pengiriman yang terlalu jauh akan menyebabkan suhu
minimal aspal saat di lapangan kurang dari standar yang telah ditetapkan.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
lembeknya, dikarenakan jika suhu aspal melebihi suhu titik lembek maka aspal
akan menjadi lembek dan membuat aspal memiliki daya ikat yang lemah. Hal
tersebut bisa menyebabkan kualitas hotmix menjadi rendah.
Terakhir adalah pemberian material filler pada campuran hotmix. Filler dari
bahan semen digunakan untuk menambah stabilitas dari perkerasan jalan aspal
serta menghindari terjadinya kerusakan aspal berupa bleeding. Material filler
yang digunakan menyesuaikan proporsinya.
Semua bahan untuk pebuatan hotmix, dimulai dari agregat, aspal dan filler
dilakukan selama 45-60 detik. Suhu agregat dan aspal harus selalu dikontrol
agar pencampuran dan pengikatan terjadi secara sempurna. Kemudian hotmix
dituangkan ke dump truck, setelah itu diukur suhu campurannya, lalu campuran
hotmix ditutup dengan terpal guna menjaga suhu campuran hotmix agar tidak
cepat menurun.
21
2. Bahan Baku Aspal
Aspal adalah bahan baku yang digunakan untuk mengikat antara
agregat yang satu dengan lainnya atau dapat disebut dengan katalis.
Dalam pembuatan Asphalt Concrete – Binder Course atau yang biasa
disebut AC-BC pada PT KADI Internasional, kadar aspal yang ditambahkan
adalah 5,5% - 5,6% dan memiliki suhu minimal 1500.
3. Filler
Filler adalah bahan penambah pada proses pencampuran antara agregat
dengan aspal yang berfungsi untuk menjaga stabilitas dan menambah
kekuatan agar aspal tidak mengalami bleeding.
Dalam pembuatan Asphalt Concrete – Binder Course atau yang biasa
disebut AC-BC pada PT KADI Internasional, digunakan filler berupa
semen. Hal tersebut telah sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia)
03-1968-1990 bahwa filler harus mengandung bahan yang lolos ayakan
No.200 (75 micron), tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.
4. Cold Bin (Bin Dingin)
Cold Bin adalah bak tempat menampung material agregat dari tiap-tiap
fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam
memproduksi campuran aspal panas (hotmix).
Cold bin yang tersedia pada PT KADI Internasional berjumlah 4,
masing-masing berisi agregat dengan gradasi tertentu. Pemisahan material
di cold bin bertujuan agar material yang satu dengan yang lain tidak
tercampur sehingga didapatkan proporsi yang tepat dan sesuai dengan
Rencana Campuran Kerja (RCK) untuk pembuatan campuran beraspal.
5. Pemanasan Material Agregat oleh Dryer
Material agregat dibawa naik secara otomatis oleh belt conveyor ke unit
pemanas yang disebut dengan dryer. Tujuannya untuk menghilangkan kadar
air. Kadar air dalam agregat harus seminimal mungkin agar pencampuran
yang dihasilkan sesuai prosedur. Pada proses ini, di dalam dryer, material
dibakar/dipanaskan sehingga suhunya mencapai 1800C. Suhu minimum
yang dalam dryer adalah ±1500C sehingga sesuai dengan spesifikasi.
22
6. Penyaringan Material Agregat
Material agregat yang telah dipanaskan lalu diangkut turun oleh hot
elevator menuju unit screen. Di dalam unit screen terdapat vibrator screen
yang berguna untuk menyaring/mengayak material sesuai dengan ukuran
agregat masing-masing. Sehingga agregat yang tidak sesuai akan terbuang.
Hal tersebut dimaksud agar kualitas aspal yang dihasilkan baik.
7. Pengumpulan Debu
Alat pengumpul debu (dust collector) berfungsi sebagai alat pengontrol
polusi udara di lingkungan lokasi AMP (Asphalt Mixing Plant). Gas
buangan yang keluar dari sistem pengering dialirkan ke pengumpul debu.
Alat pengumpul debu yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan
terjadinya polusi udara, dan akan terlihat jelas dari adanya kotoran atau debu
di pohon maupun atap rumah di sekitar lokasi AMP.
Pada PT KADI Internasional, alat pengumpul debu (dust collector)
telah tersedia, namun debu tersebut keluar dari dust collector sehingga
menyebabkan polusi udara.
23
9. Proses Akhir Mixer
Mixer adalah alat untuk proses pencampuran dimana agregat yang telah
dipanaskan dan telah melalui timbangan ditakar sesuai dengan komposisi
yang diinginkan, selanjutnya dituangkan kedalam mixer dengan membuka
pintu hot bin menggunakan sistem hidrolik yang dikendalikan.
Proses pencampuran pada pembuatan AC-BC oleh PT KADI
Internasional ini antara agregat, aspal, dan filler dilakukan selama 45 detik
(maksimal 1 menit). Proses pencampuran yang terlalu lama akan
menyebabkan produk campuran beraspal menjadi kurang bagus karena akan
ada material yang hilang. Setelah proses pencampuran selesai, campuran
beraspal akan dituang kedalam dump truck dengan suhu jadi antara 1550-
1600C.
24
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil survey Pembuatan Aspal Hotmix di PT. KADI Internasional
dapat disimpulkan bahwa :
1. Agregat yang digunakan PT. KADI Internasional yaitu material 1 inch,
material ¾ inch, material ½ inch dan abu batu, sudah memenuhi
persyaratan (SNI tentang penggunaan agregat dalam produksi campuran
aspal panas (hotmix) )
2. Kadar aspal untuk ACBC PT. KADI Internasional adalah 5,5% - 5,6%
dengan suhu minimal 1500 .
3. Filler yang digunakan PT. KADI Internasional, yaitu semen, sudah
memenuhi spesifikasi (SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-1968-1990
bahwa filler harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75
micron), tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.)
4. Cold bin yang terdapat pada PT. KADI Internasional memiliki bukaan
tertentu sesuai dengan jumlah agregat yang digunakan untuk membuat
campuran aspal panas.
5. Pemanasan agregat yang dilakukan PT. KADI Internasional yaitu
menggunakan dryer dengan suhu 1800 sudah memenuhi spesifikasi (suhu
pemanasan ±1500 )
6. Penyaringan agregat dilakukan di dalam unit screen menggunakan vibrator
screen. Material yang tidak termasuk dalam spesifikasi (oversize dan
overflow) akan masuk dibuang.
7. Penimbangan material yang telah tersaring dilakukan di dalam unit hotbin.
Material ditimbang sesuai dengan proporsi masing-masing.
8. Proses pencampuran pada pembuatan campuran aspal panas (hotmix) oleh
PT KADI Internasional ini dilakukan selama 45 detik, hal ini berarti sudah
memenuhi spesifikasi (maksimal 1 menit).
25
5.2. Saran
1. Bila cuaca buruk (hujan) perlu dilakukan koordinasi dengan pihak
lapangan karena hujan bisa memperlama proses pembuatan campuran
aspal.
2. Pemasangan penutup (terpal) pada truk yang memuat campuran aspal
harus benar-benar tertutup agar suhu aspal tidak cepat menurun saat
diangkut menuju ke lapangan.
3. Proses pengangkutan campuran aspal menuju lapangan diusahakan
secepatnya agar suhu aspal tetap memenuhi syarat.
26
DAFTAR PUSTAKA
27