Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PENATALAKSANAAN KEJADIA LUAR BIASA (KLB)

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO


BANDUNG

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
Jalan Cicendo No. 4 Bandung - 40117, Telepon (022)-4231280/81 Faksimile (022)-4201962
Website : www.cicendoeyehospital.org
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
NOMOR HK.02.04/II/2.10/0666/2019
TENTANG
PANDUAN PENATALAKSANAAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

DIREKTUR UTAMA PUSAT MATA NASIONAL


RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG,

Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan pada Pusat Mata


Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dipandang
perlu menetapkan Kebijakan Penanganan Kejadian Luar Biasa;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Utama
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata tentang
Penatalaksanaan kejadian luar biasa (KLB) di Rumah Sakit
Mata Cicendo Bandung;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 045/Menkes/Per/I/2007
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung sebagaimana diubah dengan diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 258/Menkes/Per/III/2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
045/Menkes/Per/I/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit Mata Cicendo Bandung;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010
tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor KP.03.01/Menkes/437/2015
tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Dalam dan
dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Kementerian
Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 308);
9. Keputusan Direktur Utama Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata
Cicendo Bandung Nomor HK.02.03/II/2.1/1601/2019 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja di Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo Bandung;
10. Peraturan Menteri Kesehatan no. 27 Tahun 2017 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit;
11. Peraturan Menteri Kesehatan no. 949 Tahun 2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(KLB);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA PUSAT MATA NASIONAL RUMAH
SAKIT MATA CICENDO BANDUNG TENTANG PANDUAN
PENATALAKSANAAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI RUMAH
SAKIT MATA CICENDO BANDUNG.
KESATU : Memberlakukan Panduan Penatalaksanaan kejadian luar biasa (KLB) di
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung sebagaimana
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Keputusan Direktur Utama ini.
KEDUA : Panduan Penatalaksanaan kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KESATU dijadikan sebagai acuan bagi petugas
kesehatan dan petugas yang terkait dalam melakukan Penatalaksanaan
kejadian luar biasa (KLB) di lingkungan Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung.
KETIGA : Panduan Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
terdiri atas:
a. definisi;
b. ruang lingkup;
c. tata laksana; dan
d. dokumentasi.
KEEMPAT : Keputusan Direktur Utama ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 25 Januari 2019

DIREKTUR UTAMA PUSAT MATA NASIONAL


RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG,

IRAYANTI
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA PUSAT MATA
NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG
NOMOR HK.02.04/II/2.10/0666/2019 TENTANG
PANDUAN PENATALAKSANAAN KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB) DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

BAB I
DEFINISI

Kejadian luar biasa (KLB) adalah terjadinya peningatan jumlah penyakit tertentu
atau kematian yang di sebabkan oleh penyakit tertentu di suatu tempat tertentu
sebesar duakali atau lebih dibandingkan kurun waktu dengan kurun waktu
sebelumnya atau sebelum tidak ada kasus.
Kejadian luar biasa (KLB) yang dapat terjadi di rumah sakit mata cicendo antara
lain :
1. Penyakit-penyakit yang dapat menular melalui airborn disease
2. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak

BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini memberi panduan bagi seluruh petugas Rumah Sakit Mata Cicendo
Bandung dalam Penatalaksanaan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Potensi terjadinya KLB di Cicendo meliputi :
1. Penyakit-penyakit yang dapat menular melalui airborn disease diantaranya :
a. Influenza A (H5N1) atau Flu Burung
Flu burung, salah satu penyakit yang dikhawatirkan dapat
menyebabkan pandemi. Fakta yang diuraikan mengenai flu burung ini, penting
diketahui juga untuk penyakit menular lain yang mungkin akan muncul
(Emerging Infectious Diseases).
Penyebab Flu burung (Avian Influenza) merupakan penyakit menular
yang disebabkan virus influenza tipe A. Flu burung dapat terjadi secara alami
pada semua burung, terutama burung air liar. Burung membawa virus
kemudian menyebarkan melalui saliva, sekresi hidung dan feses. Burung yang
kontak dengan burung pembawa virus, dapat tertular dan menimbulkan gejala
dalam waktu 3 sampai 7 hari. Walaupun burung yang terinfeksi mungkin tidak
sampai sakit, sekretnya akan tetap infeksius setidaknya selama sepuluh hari.
Feses burung yang terinfeksi dapat mengeluarkan virus dalam jumlah besar.
Cara penularan ke manusia Kontak langsung dengan unggas terinfeksi
atau benda yang terkontaminasi oleh feses burung, saat ini dianggap sebagai
jalur utama penularan terhadap manusia. Sebagian besar kasus flu burung
pada manusia terjadi di daerah pedesaan dan pinggiran kota, dimana banyak
yang memelihara unggas dalam skala kecil dan dibiarkan berkeliaran secara
bebas. Bahkan kadang-kadang unggas memasuki rumah dan berkeliaran di
tempat bermain anak-anak. Kondisi ini memungkinkan pajanan dari feses
infeksius atau lingkungan yang tercemar feses.
Masa inkubasi Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat
singkat yaitu 2 sampai 3 hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza A
(H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari.
b. Tuberkulosis
Penyebab Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan
asam (BTA) yakni Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila
terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari di
tempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis Mycobacterium lain juga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (Matipik). Hampir semua organ tubuh
dapat diserang bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang dan paling
sering paru.
Epidemiologi Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki
peringkat ke 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB setelah India dan Cina.
Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap tahun di seluruh dunia.
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara laten.
Sekitar 95% pasien TB berada di negara sedang berkembang, dengan angka
kematian mencapai 3 juta orang per tahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat
583.000 kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun.
Umumnya (sekitar 75-85%) pasien TB berasal dari kelompok usia
produktif. Orang yang tertular kuman TB belum tentu jatuh sakit terutama bila
daya tahan tubuhnya kuat. Beberapa keadaan seperti penyakit HIV/AIDS,
Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko bagi
seseorang untuk menderita sakit TB.
Cara penularan Penyakit TB paru termasuk relatif mudah menular dari
orang ke orang melalui droplet nuklei. Bila seseorang batuk, dalam sekali
batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung kuman yang
dapat menulari orang lain disekitarnya. Masa inkubasi Sejak masuknya
kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis
positif memerlukan waktu antara 2-10 minggu.
Masa penularan Pasien TB paru berpotensi menular selama
penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA. Pada umumnya
kemampuan untuk menularkan jauh berkurang apabila pasien telah menjalani
pengobatan adekuat selama minimal 2 minggu. Sebaliknya pasien yang tidak
diobati atau diobati secara tidak adekuat dan pasien dengan “persistent AFB
positive” dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat
penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman,
terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan tindakan medis berisiko
tinggi seperti intubasi, bronkoskopi.
Gejala klinis Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk
terus menerus disertai dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk berdarah,
sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan menurun
dan penurunan berat badan.
c. Varicella
Varicella atau yang dikenal juga secara awam sebagai cacar air adalah
penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster. Di
Indonesia, penyakit ini disebut sebagai cacar air karena gelembung
atau bisul yang terbentuk pada kulit apabila pecah mengeluarkan air. Penyakit
ini sangat mudah untuk menyebar kepada orang lain, terutama anak-anak,
yang belum pernah terkena varicella sebelumnya. Penyebaran dari virus
Varicella Zoster terjadi melalui udara dan kontak langsung dengan penderita.
Varicella paling sering ditemukan pada anak-anak berusia 1-9 tahun. Angka
kejadian penyakit ini sudah banyak berkurang terutama di negara-negara maju
karena ditemukannya vaksinasi terhadap virus Varicella Zoster.
Infeksi primer dari virus Varicella Zoster akan menyebabkan terjadinya
varicella atau cacar air. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan
dengan cepat dapat menyebar. Apabila infeksi primer terjadi saat dewasa atau
pada orang tua, umumnya gejala yang dirasakan lebih berat dan berbahaya.
2. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak diantaranya :
a. Infeksi luka operasi (ILO)
Infeksi luka operasi dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh organ
atau jaringan yang dioperasi
1) ILO Superfisial: bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit
(subkutan)
Kriteria:
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan
operasi
 Mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan) pada
tempat insisi
 Pasien sekurang-kurangnya mempunyai atau memenuhi salah satu
keadaan dibawah ini:
 Drainase bahan purulent dari insisi superficial
 Dapat diisolasi kumanpenyebabdaribiakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial
 Sekurang-kurangnya terdapat satu tanda atau gejala infeksi sebagai
berikut: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau
hangat pada perabaan
Petunjuk pencatatan atau pelaporan ILO Superfisial:
 Jangan melaporkan stitch abscess (inflamasi minimal dan adanya
keluar cairan pada tempat penetrasi atau tusukan jarum dan tempat
jahitan) sebagai suatu infeksi
 Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir sebagai ILO sebaiknya
dilaporkan sebagai infeksi kulit atau infeksi jaringan lunak tergantung
dari kedalaman infeksi
2) ILO Profunda: bila insisi mengenai jaringa lunak yang lebih dalam (fascia
dan lapisan otot)
Kriteria ILO profunda
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan
operasi tanpa pemasangan implant atau dalam waktu 1 tahun bila
operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga ada kaitannya
dengan prosedur operasi
 Mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fascia dan lapisan otot)
pada tempat insisi
 Pasien sekurang-kurangnya mempunyai/memenuhi salah satu
keadaan dibawah ini :
1) Drainase purulen dari jaringan lunak dalam tetapi bukan dari
organ atau rongga dalam pada tempat operasi
2) Tempat insisi dalam mengalami “dehiscement” secara spontan atau
terpaksa dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau
tidak dilakukan biakan kuman apabila pasien mengalami
sekurang-kurangnya satu tanda atau gejala sebagai berikut : febris
(>380C), atau nyeri yang terlokalisir. Hasil biakan yang negative
tidak termasuk dalam criteria ini.
3) Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai
insisi dalam yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung,
selama re operasi, atau berdasarkan histopatologi (PA) atau
radiologi.
4) Diagnosis ILO profunda oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.
Terdapat 2 tipe spesifikasi ILO profunda, yaitu
1) Deep incisional primary (DIP)
Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah
menjalani tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi.
2) Deep incisional secondary (DIS)
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang
menjalani tindakan melalui lebih dari satu insisi
Petunjuk pencatatan/pelaporan ILO profunda
Apabila infeksi memenuhi criteria sebagai ILO Superficial dan ILO
profunda maka diklasifikasikan sebagai ILO profunda.
3) ILO Organ/Rongga Tubuh (Mata) : Bila insisi dilakukan pada organ atau
mencapai rongga dalam tubuh
Kriteria ILO organ/rongga tubuh (Mata)
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan
operasi tanpa pemasangan alat implant atau dalam kurun waktu 1
tahun bila operasi dengan pemasangan implant dan infeksi diduga
ada kaitannya dengan prosedur operasi
 Infeksi mengenai semua bagian tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan
lapisan otot yang sengaja dibuka atau dimanipulasi selama prosedur
atau tindakan
 Pasien sekurang-kurangnya memenuhi/mempunyai salah satu
keadaan dibawah ini:
1) Drainase purulen dari suatu drain yang dipasang melalui “stab
wound” kedalam organ /rongga tubuh.
2) Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan
yang diambil secara aseptic dari organ/rongga tubuh
3) Abscess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai
organ/rongga tubuh yang dutemukan berdasarkan pemerikasaan
hispatologi (PA) atau radiologi
4) Diagnosis ILO organ/rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter
yang menangani pasien tersebut.
Petunjuk pencatatan/pelaporan ILO organ atau rongga tubuh:
 Tempat atau nama organ yang spesifik harus dicantumkan pada ILO
organ/rongga tubuh untuk mengidentifikasi tempat terjadinya infeksi
 Biasanya infeksi organ/rongga tubuh keluar (drains) melalui tempat
insisi. Infeksi tersebut umumnya tidak memerlukan re-operasi dan
dianggap sebagai komplikasi dari insisi sehingga keadaan tersebut
harus diklasifikasikan sebagai suatu ILO profunda.
Faktor resiko ILO
Faktor resiko terjadinya ILO dapat berasal dari:
 Kondisi pasien sendiri, misalnya usia, obesitas, penyakit berat, ASA
score, karier MRSA, lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit
keganasan
 Prosedur operasi: cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan,
antibiotic profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari 1 jenis ,
benda asing, transfuse darah, mandi sebelum operasi, operasi
emergensi, drain
 Jenis operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi
kotor,
 Perawatan paska infeksi: tempat perawatan, tindakan-tindakan
keperawatan (pergantian verban), lama perawatan.
4) Infeksi Dekubitus
Kriteria infeksi decubitus:
1) Pasien paling tidak mempunyai 2 gejala dan tanda berikut, yang tidak
diketahui penyebab lainnya: kemerahan, sakit, atau pembengkakan di
tepian luka decubitus;
2) Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut:
a) Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara
benar
b) Hasil kultur darah positif.
Keterangan:
 Adanya cairan purulent semata, belum cukup sebagai bukti infeksi.
 Kultur positif dari permukaan decubitus belum cukup sebagai bukti
infeksi. Specimen kultur yang berupa cairan harusdiambil dari bagian
dalam luka decubitus dengan menggunakan jarum aspirasi. Specimen
jaringan diambil dengan cara biopsy tepian ulkus.

BAB III
TATA LAKSANA

A. Sub Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS)


1. Menerima laporan dari IPCN/ ruangan bawah telah terjadi dugaan KLB
(outbreak) di ruangan.
2. Meninjau lapangan untuk memastikan KLB.
3. Membentuk tim KLB sesuai ruang terkait menuju tim yang disahkan oleh
direksi.
4. Melaporkan kejadian tersebut kepada Direktur, tembusan komite medic
5. Mengadakan rapat khusus untuk mengepaluasi KLB dan Berkoordinasi dengan
bidang pelayanan medic, Instalasi farmasi, Unit Sanitasi, sterilisasi pusat, unit
produksi makanan Unit Laundry dan ruangan / unit terkait sesuai dengan
Kebutuhan.
6. Menyusun Langkah tahap Investigasi KLB sesuai SPO yang terdiri dari :
a. Menentukan criteria kasus
b. Review literatur yang diperlukan
c. Melihat angka survailans selama ini
d. Menentukan subjek yang berisiko (pasien, petugas kesehatan, keluarga,
petugas kebersihan, petugas parmasi, petugas radiologi, petugas gizi, dll.)
e. Menyusun anggaran yang kemungkinan diperlukan untuk mencari sumber
penularan (koordinasi dengan direksi)
f. Menyusun langkah-langkah investigasi sumber dan menentukan criteria
berakhirnya KLB.
g. pelaksanaan investigasi
h. memberikan rekomendasi kepada direksiuntuk pemecahaan masalah
i. memantau proses penerapan rekomendasi dan hasilnya secra berkala
j. Eavaluasi ulang apabila hasil penerapan rekomendasi belum tercapai
perbaikan yang diinginkan
7. Apabila diperlukan mengusunal kepada Direktur utama untuk mengisolasi
ruangan pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi
8. Apabila masalah KLB sudah dapat di atasi dan tidak dapat lagi adanya.

B. Infektion Prevention Control Nurse (IPCN)


Mengidentifikasi secara dini adanya KLB (outbreak) di ruangan melaporkan ke
PPIRS berkoordinasi dengan panitia infeksi rumah sakit Healthcare Associacied
Infections (HAIS)dan Instalasi /Unit/ruangan yangbersangkutan dalam hal tata
laksana KLB (outbreak) melakukan pemantauan secara khusus dan berkala agar
tidak terjadi KLB terulang.

C. Perawat Ruangan
Melaksanakan tindakan untuk mencegah infeksi rumah sakit dengan cara :
a. Melaksanakan isolasi terhadap pasien
- Bila pasien dirawat dengan pasien lain, maka di pindahkan kekamar lain
- Bila pasien dalam kamar 2 orang, maka yang tidak terinfeksi dipindahkan
dan kamar tersebut menjadi kamar isolasi.
- Bila pasien sendiri, kamar berubah menjadi kamar isolasi
b. Mengambil bahan dari berbagai lokasi tersangka dari sumber infeksi untuk di
biakkan dan diantibiogram sampai ditemukan sumber infeksi dan mengirim
keinstalasi patologi klinik
c. Memasang label biru ditempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium
pasien penyakit menular disertai tuliasn : AWAS BAHAN MENULAR
d. Memisahkan linen yang dipakai pasien dalam kantong plastic dengan
tanda/label tertentu (merah) dengan mengirim keunit laundry
denganmenggunakan troly linen kotor
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pendokumentasian
Pendokumentasian penatalaksanaan Kejadian Luar Biasa (KLB) terdiri atas:
1. Laporan Harian dalam bentuk form/sensus harian kejadian infeksi
2. Laporan bulanan dalam bentuk rekapan sensus harian yang dituangkan dalam
bentuk grafik yang disertai analisa dan rekomendasi
3. Laporan triwulan, semester dan tahunan dalam bentuk grafik yang disertai
analisa dan rekomendasi

Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 25 Januari 2019

DIREKTUR UTAMA PUSAT MATA NASIONAL


RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG,

IRAYANTI

Anda mungkin juga menyukai